2
17 Ketiga, pengelolaan kesuburan tanah. Pemberian bahan amelioran merupakan hal yang sangat penting untuk memperbaiki kondisi lahan. Bahan amelioran yang umum digunakan oleh petani lokal adalah kapur, tanah mineral dan abu hasil pembakaran rumput serta serasah. Setelah panen tanamam pertanian, petani lokal akan mengistirahatkan (memberakan) lahannya beberapa waktu (6 bulan – 1 tahun) agar lahan ditumbuhi rumput. Saat penyiapan lahan berikutnya rumput “dibesik” (dipapas menggunakan cangkul dengan menyertakan gambut yang menempel pada perakaran rumput) dan selanjutnya dibakar untuk memperoleh abu sebagai bahan amelioran. Hal ini seperti pada Gambar 8. Tabel 2 menyajikan data ketebalan gambut yang terbawa pada kegiatan besik berkisar antara 1 – 8,45 cm dengan ukuran besik seukuran mata cangkul (15x20 cm) dan ukuran diameter 11,5-18,5 cm. Gambar 9 memperlihatkan berat gulma/serasah, berat gambut dan berat abu yang dihasilkan. Berdasarkan data tersebut maka diketahui bahwa berat gambut yang terbawa pada proses besik-bakar adalah 159,15 ton/ha pada kondisi lahan basah dan 214,8 ton/ha pada saat kondisi lahan gambut kering. Pada kondisi lahan gambut kering ketebalan gambut yang terbawa saat mencangkul akan lebih besar dibandingkan dengan saat lahan basah. Praktek besik-bakar untuk memperoleh abu sebagai bahan amelioran harus segera dihentikan dan diganti dengan sumber amelioran alternatif, yakni pengkomposan bahan organik setempat. Selain menggunakan bahan amelioran, pengelolaan kesuburan tanah oleh petani lokal juga dilakukan dengan cara membagi lahannya kedalam petakan- petakan. Hal ini dimaksudkan agar lahan yang sama tidak berulang kali ditanami. Penanaman dilakukan pada masing-masing petak secara bergilir, sehingga dapat mengurangi laju penurunan permukaan gambut (amblesan) pada satu lokasi. Ameliorasi lahan gambut merupakan salah satu cara yang efektif untuk memperbaiki tingkat kesuburan. Bahan amelioran yang sering digunakan dalam budidaya tanaman di lokasi penelitian adalah abu hasil pembakaran gambut dan tumbuhan gulma (metode besik-bakar). Persoalan utama yang muncul sebagai akibat praktek besik-bakar adalah terjadinya amblesan, yakni menyusutnya gambut dan menurunnya permukaan lahan. Gambar 8. Proses pembuatan abu amelioran. Lahan diberakan setelah panen (kiri atas). Rumput dibesik, dikumpulkan dan dibakar sampai jadi abu (kanan atas). Pendangiran tanah dan pembuatan bedeng tanam (kiri bawah). Pemberian abu dalam lubang tanam untuk tanaman semusim (kanan bawah).

Tabel 2 menyajikan data ketebalan gambut · 2018-07-26 · kesuburan tanah oleh petani lokal juga dilakukan dengan cara membagi lahannya kedalam petakan-petakan. Hal ini dimaksudkan

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

17

Ketiga, pengelolaan kesuburan tanah. Pemberian bahan

amelioran merupakan hal yang sangat penting untuk memperbaiki

kondisi lahan. Bahan amelioran yang umum digunakan oleh petani

lokal adalah kapur, tanah mineral dan abu hasil pembakaran rumput

serta serasah. Setelah panen tanamam pertanian, petani lokal akan

mengistirahatkan (memberakan) lahannya beberapa waktu (6 bulan

– 1 tahun) agar lahan ditumbuhi rumput. Saat penyiapan lahan

berikutnya rumput “dibesik” (dipapas menggunakan cangkul dengan

menyertakan gambut yang menempel pada perakaran rumput) dan

selanjutnya dibakar untuk memperoleh abu sebagai bahan

amelioran. Hal ini seperti pada Gambar 8.

Tabel 2 menyajikan data ketebalan gambut

yang terbawa pada kegiatan besik berkisar

antara 1 – 8,45 cm dengan ukuran besik

seukuran mata cangkul (15x20 cm) dan

ukuran diameter 11,5-18,5 cm. Gambar 9

memperlihatkan berat gulma/serasah, berat

gambut dan berat abu yang dihasilkan.

Berdasarkan data tersebut maka diketahui

bahwa berat gambut yang terbawa pada

proses besik-bakar adalah 159,15 ton/ha

pada kondisi lahan basah dan 214,8 ton/ha

pada saat kondisi lahan gambut kering. Pada

kondisi lahan gambut kering ketebalan

gambut yang terbawa saat mencangkul akan

lebih besar dibandingkan dengan saat lahan

basah. Praktek bes ik-bakar untuk

memperoleh abu sebagai bahan amelioran

harus segera dihentikan dan diganti dengan

sumber amelioran alternatif, yakni

pengkomposan bahan organik setempat.

Selain menggunakan bahan amelioran, pengelolaan

kesuburan tanah oleh petani lokal juga dilakukan

dengan cara membagi lahannya kedalam petakan-

petakan. Hal ini dimaksudkan agar lahan yang sama

tidak berulang kali ditanami. Penanaman dilakukan

pada masing-masing petak secara bergilir, sehingga

dapat mengurangi laju penurunan permukaan

gambut (amblesan) pada satu lokasi. Ameliorasi

lahan gambut merupakan salah satu cara yang

efektif untuk memperbaiki tingkat kesuburan. Bahan

amelioran yang sering digunakan dalam budidaya

tanaman di lokasi penelitian adalah abu hasil

pembakaran gambut dan tumbuhan gulma (metode

besik-bakar). Persoalan utama yang muncul sebagai

akibat praktek besik-bakar adalah terjadinya

amblesan, yakni menyusutnya gambut dan

menurunnya permukaan lahan.Gambar 8. Proses pembuatan abu amelioran. Lahan diberakan setelah panen (kiri atas).

Rumput dibesik, dikumpulkan dan dibakar sampai jadi abu (kanan atas).

Pendangiran tanah dan pembuatan bedeng tanam (kiri bawah).

Pemberian abu dalam lubang tanam untuk tanaman semusim (kanan bawah).

Catatan:

Ukuran besik untuk nomor 1-5 seukuran mata cangkul (15 cm x 20

cm). Pada nomor 6 biasa dilakukan pada pertanaman jagung dengan

cara mencabut batang jagung sisa panen dengan ukuran diameter

11,5-18,5 cm.

Hasil analisis laboratorium terhadap kandungan

hara kompos berbahan baku bahan organik setempat

menunjukkan bahwa kompos hasil penelitian dapat

digunakan untuk mengantikan abu hasil pembakaran

gambut sebagai bahan amelioran. Kompos hasil penelitian

mampu meningkatkan pH dan memiliki kandungan unsur

hara yang mencukupi. Hal ini sangat diperlukan mengingat

lahan ganbut memiliki kandungan beberapa unsur hara

makro dan mikro yang rendah (Najiyati et al. 2005).

Pengunaan kompos sebagai bahan amelioran akan

memberikan hasil yang optimal apabila ditambah dengan

bahan amelioran lain seperti kotoran ayam sebagai sumber

unsur P dan K (Buckman dan Brady, 1969), zeolit sebagai

pengikat N (Suryapratama, 2004), batuan fosfat alam (rock

phosfat) sebagai sumber unsur P dan kapur dolomit sebagai

sumber unsur Ca dan Mg (Moersidi, 1999).

No Nama Ulangan Tebal Besik (cm) Rata-

rata 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1. Sauji 1,7 3,8 2,2 1,4 1,5 2,1 2,8 1,8 0,3 0,8 1,84 2. Paijan 0,9 0,6 1,7 1,6 0,8 2,4 0,4 1,0 1,3 1,5 1,22 3. Slamet 0,9 2,6 1,2 0,9 2,1 1,1 1,0 4,0 0,9 1,0 1,57 4. Sukino 1,2 2,9 2,7 5,2 0,5 1,1 1,0 3,7 0,9 1,7 2,09 5. Tiyo 0,8 0,5 0,9 0,5 1,1 0,6 1,1 1,5 1,6 1,4 1,00 6. Tukijo 6,9 10,8 5,8 7,8 10,9 7,3 7,6 11,6 8,5 7,3 8,45

Tabel 2. Ketebalan gambut yang terbawa pada proses pembesikan lahan

18

.

Kompos hasil penelitian yang berasal dari jenis

bahan organik yang berbeda menunjukkan kualitas yang

berbeda pula. Hal ini menunjukkan bahwa jenis bahan

organik yang akan dikomposkan berpengaruh terhadap

proses pengkomposan dan kualitas kompos yang

dihasilkan. Tabel 3 menunjukkan bahwa kompos

berbahan baku bahan organik setempat mempunyai

kandungan hara yang tidak kalah dengan abu dan telah

memenuhi syarat SNI untuk kompos. Salah satu indikator

kompos yang baik adalah mempunyai pH mendekati

netral. Nilai pH kompos hasil penelitian berkisar antara

6,34 – 6,47, sedangkan abu hasil besik-bakar 6,42.

Kandungan unsur K, P, Mg, Fe dan S kompos hasil

penelitian menunjukkan telah memenuhi SNI sehingga

telah memenuhi syarat untuk kecukupan unsur hara