55
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada kita sebagai pedoman hidup. Sebagai pedoman hidup tentunya Al-Qur’an memiliki peranan penting dan harus selalu sesuai dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu, selain dengan membaca, berarti kita dituntut harus lebih memahami isi atau kandungan dari Al-Qur’an itu sendiri, karena jika kita tidak benar-benar memahami dengan baik, maka akan muncul berbagai perbedaan pendapat atau salah dalam memahami isi Al-Qur’an. Dari zaman ke zaman manusia semakin hari semakin kehilangan ruh akan kependidikannya. Banyak manusia- manusia yang mengagung-agungkan intelektualnya tanpa berfikir dan mengetahui siapa yang menjadikannya seperti itu. Semangat membaca, menelaah, mengkaji, dan meriset ilmu-ilmu pengetahuan memudar di kalangan manusia bahkan kaum muslimin sendiri. Seharusnya umat manusia memahami betul akan wahyu Allah yang pertama kali turun kepada Rasulullah Muhammad. Wahyu yang pertama kali turun adalah wahyu yang berisikan 1

Tafsir Al-Alaq (1)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tafsir Al-Alaq (1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa Al-Qur’an adalah wahyu Allah

yang diturunkan kepada kita sebagai pedoman hidup. Sebagai pedoman hidup

tentunya Al-Qur’an memiliki peranan penting dan harus selalu sesuai dengan

perkembangan zaman. Oleh karena itu, selain dengan membaca, berarti kita dituntut

harus lebih memahami isi atau kandungan dari Al-Qur’an itu sendiri, karena jika kita

tidak benar-benar memahami dengan baik, maka akan muncul berbagai perbedaan

pendapat atau salah dalam memahami isi Al-Qur’an.

Dari zaman ke zaman manusia semakin hari semakin kehilangan ruh akan

kependidikannya. Banyak manusia-manusia yang mengagung-agungkan

intelektualnya tanpa berfikir dan mengetahui siapa yang menjadikannya seperti itu.

Semangat membaca, menelaah, mengkaji, dan meriset ilmu-ilmu pengetahuan

memudar di kalangan manusia bahkan kaum muslimin sendiri.

Seharusnya umat manusia memahami betul akan wahyu Allah yang pertama

kali turun kepada Rasulullah Muhammad. Wahyu yang pertama kali turun adalah

wahyu yang berisikan tentang nilai-nilai dasar pendidikan yang harus senantiasa

dijalani. Dalam surat Al-Alaq ayat 1-5 Allah memberikan gambaran dasar tentang

nilai-nilai kependidikan tentang membaca, menulis, meriset, mengkaji, serta

menelaah apa-apa yang belum diketahui. Dan pekerjaan-pekerjaan tersebut harus

senantiasa diawali dengan meyartakan nama Tuhan (Bismillah).

Dalam makalah ini kami penulis menyoroti dalil pendidikan yang

mengandung makna secara intrinsik dan ekstrinsik terhadap nilai-nilai pendidikan

yang sangat mendasar. Dengan pemikiran bahwa Al-Qur’an adalah sumber dari

segala ilmu maka alangkah baiknya kita sebagai kaum intelektual dan calon pendidik

menyoroti asal mula pendidikan dari kitab pertama yang menjadi landasan dan

sumber segala ilmu pengetahuan, yakni Al-Qur’an.

1

Page 2: Tafsir Al-Alaq (1)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana lafadz surat Al-Alaq ayat 1-5 beserta terjemahannya ?

2. Bagaimana makna mufradat surat Al-Alaq ayat 1-5 ?

3. Bagaimana Asbabun Nuzul surat Al-Alaq ayat 1-5 ? Dan apakah ada ?

4. Bagaimana makna global surat Al-Alaq ayat 1-5 ?

5. Bagaimana pendapat para mufasir tentang surat Al-Alaq ayat 1-5 ?

6. Bagaimana implikasi kependidikan dalam surat Al-Alaq ayat 1-5 ?

C. Tujuan Penulisan Makalah

1. Mengetahui lafadz surat Al-Alaq ayat 1-5 beserta terjemahannya

2. Mengetahui makna mufradat surat Al-Alaq ayat 1-5

3. Mengetahui Asbabun Nuzul surat Al-Alaq ayat 1-5

4. Mengetahui makna global surat Al-Alaq ayat 1-5

5. Mengetahui pendapat para mufasir tentang surat Al-Alaq ayat 1-5

6. Mengetahui implikasi kependidikan dalam surat Al-Alaq ayat 1-5

D. Sistematika Penulisan Makalah

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan

D. Sistematika Makalah

BAB II KAJIAN AYAT

A. Al-Qur’an surat Al-Alaq [96] ayat 1-5 dan terjemahannya

B. Makna Mufrodat

C. Asbab Nuzul ayat

D. Makna Global

2

Page 3: Tafsir Al-Alaq (1)

E. Pendapat Para Mufassir

BAB III IMPLIKASI KEPENDIDIKAN AL-QUR’AN (SURAT AL-ALAQ

AYAT 1-5)

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

3

Page 4: Tafsir Al-Alaq (1)

BAB II

KAJIAN AYAT

A. Al-Qur’an surat Al-‘Alaq ayat 1-5

Artinya : “(1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, (2)

Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (3) Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, (4) Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, (5) Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq [96]: 1-5).

B. Makna Mufradat

Makna Kata Makna Kata

Dia mengajar

(manusia)

Bacalah

(menulis) dengan

pena

Dengan

(menyebut) nama

Apa yang Tuhan kamu Tidak Yang

Diketahui Dia telah

menciptakan

(adalah) yang

Maha Mulia

Manusia

Dan Tuhan

penciptamu

Dari

Segumpal darah Sumber: (Hatta, 2009: 597)

4

Page 5: Tafsir Al-Alaq (1)

C. Asbab Nuzul Ayat

Penulis tidak menemukan secara gamblang perihal Asbab Nuzul Surat Al-

Alaq ayat 1-5 ini. Namun, perihal turunnya surat Al-Alaq kepada Nabi Muhammad

ini dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Al-Mundzir dan

diterima dari Abi Hurairah, yakni sebagai berikut :

ه� ح� د و�ج� م� ح� ر� م� ل� ه�ل� ي�ع�ف� ح� �ب�و� ج� ا ل� أ ة� ق� ي�ر� ر� ب�ي� ه�� ع�ن� أ

�ن ى ال� ز� ال�ع%%� � ت� و� اال� ل� و� ق%%� ل� ن�ع�م� ف� ي%%� �ق ر�ك�م� ف� ب�ي�ن� أ�ظ�ه%%�ه� ح%%� ن� و�ج� ر� �ع�ف%%� ب�ت�ه� و�أل� ق� ع�ل� ذ�ل�ك� أل�ط�أ�ن� ع�ل�ى ر� �ي�ت�ه� ي�ف� أ ر�ان� ل�ي�ت�غ�ى ل� الل%%%ه� ك�ال� أ�ن� ا�أل�ن�س%%%� �ن�ز� ا اب� ف%%%� ر� ف�ى الت%%%?

األياتArtinya: “Dari Abu Hurairah r.a. Abu Jahal telah berkata kepada teman-

temannya, “Apakah kalian menginginkan muka Muhammad dilumuri pasir di hadapan kalian?” Mereka menjawab, “Ya”. Lalu, Abu Jahal berkata lagi, “Demi Lata dan Uzza, jika aku melihat dia sedang melakukan shalat, pasti aku akan injak lehernya dan menaburkan pasir pada mukanya.” Maka Allah menurunkan firman-Nya, “Ketahuhilah, sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas.” (QS. Al-‘Alaq [96]:6 dan seterusnya) (Suyuthi dalam Abdurrahman, dkk., 2008:362).

Akan tetapi, hadits ini hanya menginggung mulai ayat ke 6, tidak berkaitan

dengan ayat ke 1-5.

Disebutkan dalam hadits-hadits shahih, bahwa nabi Saw. mendatangi gua Hira

(Hira adalah nama sebuah gunung di makkah) untuk tujuan beribadah selama

beberapa hari. Beliau kembali kepada istrinya, Khadijah untuk mengambil bekal

secukupnya. Hingga pada suatu hari, di dalah gua beliau dikejutkan oleh kedatangan

malaikat membawa wahyu ilahi. Malaikat berkata kepadanya, “Bacalah” Beliau

menjawab, “Saya tidak bisa membaca”. Perawai mengatakan, bahwa untuk kedua

kalinya malaikat memegang nabi dan menekan-nekannya hingga Nabi kepayahan,

dan setelah itu dilepaskan. Malaikat berkata lagi kepadanya, “Bacalah” Nabi

menjawab, “saya tidak bisa membaca.” Perawi mengatakan, bahwa untuk ketiga

kalinya malaikat memegang Nabi dan menekan-nekannya hingga beliau kepayahan.

5

Page 6: Tafsir Al-Alaq (1)

Setelah itu barulah Nabi mengucapkan apa yang diucapkan oleh malaikat, yaitu surat

Al-Alaq ayat 1-5. (Al-Maragi, 1993: 344-345)

Menurut Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh

(2008: 503-504) dijelaskan bahwa Imam Ahmad meriwayatkan dari Aisyah, dia

mengatakan: “Wahyu yang pertama kali diturunkan kepada Rasulullah adalah mimpi

yang benar melalui tidur. Di mana beliau tidak bermimpi melainkan datang sesuatu

seperti falaq shubuh. Setelah itu, beliau menjadi lebih senang mengasingkan diri.

Kemudian beliau mendatangi gua Hira. Di sana beliau beribadah untuk beberapa

malam dengan membawa perbekalan yang cukup. Setelah itu, beliau pulang kembali

kepada Khadijah untuk mengambil bekal yang sama sampai akhirnya datang kepada

beliau wahyu secara tiba-tiba, yang krtika itu beliau masih berada di gua Hira. Di gua

itu beliau didatangi oleh malaikat Jibril seraya berkata, “Bacalah”, Rasulullah

bersabda, maka kukatakan: “Aku tidak dapat membaca.” Lebih lanjut, beliau

bersabda: “Lalu jibril memegangku seraya mendekapku sampai aku merasa

kepayahan. Selanjutnya, Jibril melepaskanku dan berkata: “Bacalah” Aku tidak dapat

membaca, jawabku. Kemudian Jibril mendekapku untuk kedua kalinya sampai aku

benar-benar kepayahan. Selanjutnya, dia melepaskanku lagi seraya berkata,

“Bacalah”. Aku tetap menjawab: Aku tidak dapat membaca. Lalu dia mendekapku

untuk ketiga kalinya sampai aku benar-benar kepayahan. Setelah itu, dia

melepaskanku lagi seraya berkata: ل�ق� ب�ك� ال�ذ�ي خ� م� ر� ب�اس�� أ ر� Bacalah“ اق�

dengan Nama Rabb-mu yang menciptakan- sampai pada ayat ا ل�م� ي�ع�ل�م� Apa“ م�

yang tidak diketahuinya.”

Mulai dari permulaan ayat sampai pada firman-Nya: ا ان� م� ع�ل�م� اإلن�س�

.adalah ayat-ayat yang pertama kali diturunkan. Diturunkan di gua hira ل�م� ي�ع�ل�م�

Demikianlah menurut hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari. (Al-Mahalli dan

As-Suyuti, 2009: 1354)

6

Page 7: Tafsir Al-Alaq (1)

D. Makna Global

Setelah dijelaskan perihal makna mufradat dan asbab nuzul surat Al-Alaq ayat

1-5 ini penulis pun akan mengungkapkan makna global yang terkandung di

dalamnya. Adapun menurut Abdurrahman, dkk. (2008:363) Surat Al-Alaq ini

memuat tiga hal, yakni : (1) Menjelaskan tentang hikmah Allah menciptakan manusia

dari bahan yang lembek bisa menjadi kuat. (2) Menciptakan juga bekal untuk

hidupnya, yaitu manfaat manusia bisa membaca, yang ditunjukkan dengan Firman-

Nya, dalam bentuk kata kerja perintah Iqra (bacalah). (3) Diajarkan juga menulis

sebagaimana dalam firman-Nya ‘allama bi al-qalam (mengajar manusia dengan

perantaraan kalam). Selanjutnya, Abdurrahman, dkk. (2008:363) pun menyimpulkan

bahwa itu semua bertujuan untuk membedakan manusia dari makhluk ciptaan Allah

lainnya.

Kemudian, Abdurrahman, dkk. (2008:363) pun menyebutkan kembali tentang

hikmah dan pesan yang terkandung dalam ayat-ayat di surat Al-Alaq, yakni sebagai

berikut :

1. Menjelaskan tentang kekuasaan Allah sebagai pencipta semua mahluk. Dia

telah menyifati diri-Nya sebagai Al-Khaliq, yaitu Zat yang menciptakan

semua mahluk. Ini mengingatkan manusia agar selalu ingat dan mensyukuri

atas berbagai kenikmatan yang telah diberikan, yaitu pada penciptaan

manusia. Awal penciptaan manusia dimulai dari nuthfah, berubah menjadi

‘alaqah, berubah lagi menjadi mudhghah, dan seterusnya menjadi manusia

yang sempurna.

2. Allah memerintahkan Rasulullah saw. untuk membaca Al-Quran. Dimulai

dengan menyebut nama Tuhan yang telah menciptakan, dan mengajarkan dari

tidak tahu menjadi tahu.

3. Allah juga memerintahkan Rasulullah saw untuk belajar membaca dan

menulis. Membaca dan menulis merupakan pintu gerbang penguasaan Ilmu

pengetahuan, dari ilmu-ilmu keagamaan, budaya, dampai lain sebagainya.

4. Kemurahan Allah kepada manusia, diantaranya, memberikan ilmu

pengetahuan lewat proses pendidikan dan pengajaran. Hal ini mengubah

7

Page 8: Tafsir Al-Alaq (1)

manusia dari tidak tahu menjadi tahu; dari gelap gulita kebodohan ke terang

benderang ilmu pengetahuan, dan mengangkat kehormatan manusia.

Kemudian, penulis pun mengutip pendapat Abuddin Nata perihal makna

global surat Al-Alaq ini. Menurut Nata (2009:51) makna global yang terkandung

dalam Surat ini adalah sebagai berikut :

Pertama, surat Al-‘Alaq berisi penjelasan tentang asal-usul kejadian manusia

beserta sebagian sifat-sifatnya yang negatif. Penjelasan ini sangat membantu dalam

rangka merumuskan tujuan, materi dan metode pendidikan. Berdasarkan kandungan

surat ini tujuan pendidikan Islam harus diarahkan agar manusia memiliki kesadaran

dan tanggung jawab sebagai mahluk yang harus beribadah kepada Allah, dan

mempertanggungjawabkan perbuatannya di akhirat kelak

Kedua, surat Al-‘Alaq berisi penjelasan tentang kekuasaan Allah, yaitu

bahwasannya Ia berkuasa untuk menciptakan manusia, serta memberikan nikmat dan

karunia berupa memberikan kemampuan membaca kepada Nabi Muhammad SAW,

sungguhpun sebelum itu Nabi Muhammad belum pernah belajar membaca. Selain itu

berisi pula penjelasan tentang sifat Allah yang Maha Melihat terhadap segala

perbuatan yang dilakukan manusia serta berkuasa untuk memberikan balasan yang

setimpal.

Ketiga, surat al-‘Alaq berisi penjelasan tentang perintah membaca kepada

Nabi Muhammad SAW, dalam arti yang seluas-luasnya. Yaitu membaca ayat-ayat

yang tersurat dalam Al-Qur’an dan ayat-aat yang tersirat di jagat raya. Penjelasan ini

erat kaitannya dengan perintah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan secara

komprehensif.

Keempat, surat Al-‘Alaq berisi penjelasan tentang perlunya alat dalam

melakukan kegiatan, seperti halnya kalam yang dipergunakan bagi upaya

pengembangan dan pemeliharaan ilmu pengetahuan.

Kemudian, Nata (2009:52) menyimpulkan bahwa surat Al-‘Alaq berbicara

tentang hal-hal yang mendasar, yaitu Tuhan, manusia, alam jagat raya dan kehidupan

8

Page 9: Tafsir Al-Alaq (1)

akhirat (eskatologis). Ketepatan memahami keempat masalah ini, akan mendasari

ketepatan dalam memahami bidang lainnya, termasuk bidang pendidikan.

Dalam ayat-ayat ini Allah mengemukakan beberapa dalil mengenai keesaan-

Nya, dan kenyataan-kenyataan itu (fenomena alam) haruslah menjadi perenungan

orang berakal. Selanjutnya Allah menjelaskan penyebab manusia berlaku zalim dan

melampaui batas, yaitu karena cinta dunia yang berlebihan dan membutakan mata

hatinya, sehingga sulitlah untuk menerima kebenaran. (Ash-Shiddieqy, 2003: 4647)

Menurut Ar-Razi yang pendapatnya dikutip dalam Hamka (1985: 217)

dikatakan bahwa pada dua ayat pertama di suruh membaca di atas nama Tuhan yang

telah mencipta, adalah mengandung qudrat, hikmah, ilmu dan rahmat. Semuanya

adalah sifat Tuhan. Dan pada ayat yang seterusnya seketika Tuhan meyatakan

mencapai ilmu dengan qalam atau pena, adalah suatu isyarat bahwa ada juga di antara

hukum itu yang tertulis, yang tidak dapat difahamkan kalau tidak didengarkan dengan

seksama. Maka pada dua ayat pertama memperlihatkan rahasia Rububiyah, rahasia

Ketuhanan. Dan pada tiga ayat sesudahnya mengandung rahasia Nubuwwat,

Kenabian. Dan siapa Tuhan itu tidaklah akan dikenal kalau bukan dengan perantaraan

Nubuwwat, dan nubuwwat itu sendiri pun tidaklah akan ada, kalau tidak dengan

kehendak Tuhan.

Dalam susunan ayat 1-5 surat Al-Alaq ini, sebagai ayat mula-mula turun kita

menampak dengan kata-kata singkat Tuhan telah menerangkan asal-usul kejadian

seluruh manusia yang semuanya sama, yaitu daripada segumpal darah, yang berasal

dari segumpal mani. Dan segumpal mani itu berasal dari saringan halus makanan

manusia yang diambil dari bumi. Yaitu dari hormon, kalori, vitamin dan berbagai zat

yang lain, yang semua diambil dari bumi yang semuanya ada dalam sayuran, buah-

buahan makanan pokok dan daging. Kemudian itu manusia bertambah besar dan

dewasa. Yang terpenting alat untuk menghubungkan dirinya dengan manusia yang

sekitarnya ialah kesanggupan berkata-kata dengan lidah, sebagai sambungan dari apa

yang terasa dalam hatinya. Kemudian bertambah juga kecerdasannya, maka diberikan

pulalah kepandaian menulis. (Hamka, 1985: 216)

9

Page 10: Tafsir Al-Alaq (1)

Al-Alaq artinya segumpal darah. Surat ini terdiri atas sembilan belas ayat,

termasuk golongan surat makiyyah karena diturunkan sebelum Rasulullah Saw.

hijrah ke Madinah. Dinamai Al-Alaq karena dalam surat ini ada penjelasan bahwa

manusia awalnya hanya segumpal darah. Dengan kekuasaan Allah Swt. segumpal

darah itu berproses mengalami progresivitas, sehingga menjadi manusia yang

sempurna. Namun sayang, tidak sedikit manusia yang lupa diri sehingga tidak mau

bersyukur pada Allah swt. (Amiruddin, 2008: 233)

Kemudian, menurut Nata (2009:52) menyimpulkan bahwa surat Al-Alaq

berbicara tentang hal-hal yang mendasar, yaitu Tuhan, manusia, alam jagat raya dan

kehidupan akhirat (eskatologis). Ketepatan memahami keempat masalah ini, akan

mendasari ketepatan dalam memahami bidang lainnya, termasuk bidang pendidikan.

E. Pendapat Para Mufasir

1. Ayat pertama

ل�ق� ( خ� ال�ذ�ي ب�ك� ر� �م ب�اس�� أ ر� )١اق�

Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan.”

Dalam tafsir Al-Qurthubi (2009: 546-547) dijelaskan bahwa �م ب�اس�� أ ر� اق�

ل�ق� ال�ذ�ي خ� ب�ك� ,Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu.” bermakna“ ر�

bacalah ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan kepadamu dan awali bacaan itu dengan

menyebut nama Tuhanmu, yakni dengan menyebut bismillah pada permulaan setiap

surat. Oleh karena itu, huruf ba pada kata �م dianggap menempati ب�اس� tempat

nashab karena berposisi sebagai keterangan. Namun ada juga yang berpendapat

bahwa huruf ba tersebut bermakna ‘ala (atas), yakni: atas nama Tuhanmu. Kedua

kata bantu tersebut (huruf ba dan kata ‘ala) bermakna hampir sama, terkadang dapat

dibaca dengan bi ismillah, atau terkadang dapat juga dibaca dengan ‘ala ismillah.

Dengan prediksi seperti itu maka maf’ul kalimat tersebut tidak disebutkan,

seharusnya adalah: iqra Al-Qur’an bismi rabbika (bacalah Al-Qur’an, dan awalilah

bacaan itu dengan menyebut nama Tuhanmu). Lalu ada juga yang berpendapat bahwa

yang dimaksud dari kalimat ismu rabbika pada ayat di atas adalah Al-Qur’an. Yakni:

10

Page 11: Tafsir Al-Alaq (1)

iqra isma rabbika atau iqra Al-Qur’an (bacalah Al-Qur’an). Dengan demikian maka

huruf ba pada kata �م sebagai ب�اس� kata tambahan saja, seperti huruf ba yang

terdapat pada firman Allah Swt, �ن ”.yang menghasilkan minyak“ ت�ن�ب�ت� ب�الد?ه�

Ada juga yang berpendapat bahwa makna dari firman Allah Swt, “Bacalah dengan

(menyebut) nama Tuhanmu.” Adalah: sebutlah nama Allah. Yakni, Nabi Saw.

diperintahkan untuk mulai membaca dengan menyebut nama Allah.

Kemudian, Al-Maragi (1993: 346) menjelaskan bahwa jadilah dia

(Muhammad) orang yang bisa membaca berkat kekuasaan dan kehendak Allah yang

telah menciptakanmu. Sebelum itu beliau tidak pandai membaca dan menulis.

Kemudian datang perintah Ilahi agar Nabi Muhammad membaca, sekalipun tidak

bisa menulis. Dan Allah menurunkan sebuah kitab kepadanya untuk dibaca, sekalipun

ia tidak bisa menulisnya. Kesimpulannya, sesungguhnya zat yang menciptakan

makhluk mampu membuatmu bisa membaca, sekalipun sebelum itu engkau tidak

pernah belajar membaca.

Hamka (1985: 215) dalam tafsir al-Azhar memberikan penegasan bahwa

Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Pada suku pertamanya,

yaitu “Bacalah”, telah terlihat kepentingan pertama di dalam perkembangan agama

Islam. Selanjutnya, Nabi Saw. diperintahkan untuk membaca wahyu yang diturunkan

kepada beliau atas nama Allah, Tuhan yang telah menciptakan. Yaitu “menciptakan

manusia dari segumpal darah.” Nabi adalah seorang ummi, artinya buta huruf, tidak

pandai menulis dan membaca. Tetapi Jibril mendesaknya sampai tiga kali supaya

beliat mampu membaca. Meskipun Nabi Muhammad tidak pandai menulis, namun

Jibril membawa ayat-ayat itu kepada beliau, kemudian diajarkannya, sehingga Nabi

Muhammad saw dapat menghafalnya di luar kepala, akhirnya Nabi saw dapat

membaca. Allah lah yang menghendaki semuanya. Rasul yang tidak bisa menulis dan

membaca itu kelak mampu dan menjadi pandai membaca ayat-ayat yang diturunkan

kepadanya. Sehingga ketika wahyu-wahyu itu kelak turun, dia akan diberi nama Al-

Qur’an yang artinya bacaan. Seolah-olah Tuhan berfirman: “Bacalah, atas qudrat dan

iradat-Ku.”

11

Page 12: Tafsir Al-Alaq (1)

Menurut Al-Mahali & As-Suyuti (2009: 1354) sedikit dijelaskan bahwa kata

أ ر� maksudnya adalah mulailah membaca dan memulainya. Dan pada (bacalah) اق�

kalimat ل�ق� خ� ال�ذ�ي ب�ك� ر� �م dengan menyebut“ ب�اس� nama tuhanmu yang

menciptakan”. Menciptakan disini adalah bahwa Allah pencipta semua makhluk.

Shihab (2009: 454-458) dalam tafsir Al-Misbah menjelaskan bahwa Nabi

Muhammad diperintahkan untuk membaca guna lebih memantapkan lagi hati beliau.

Ayat di atas bagaikan menyatakan: Bacalah wahyu-wahyu Ilahi yang sebentar lagi

akan banyak engkau terima dan baca juga alam dan masyarakatmu. Bacalah agar

engkau membekali dirimu dengan kekuatan pengetahuan. Bacalah semua itu tetapi

dengan syarat hal tersebut engkau lakukan dengan atau demi nama tuhan yang selalu

memelihara dan membimbingmu dan yang mencipta semua makhluk kapan dan

dimana pun.

Kata أ ر� terambil اق%%� dari kata أ ر� yang ق%%� pada mulanya berarti

menghimpun. Apabila anda merangkai huruf atau kata kemudian anda mengucapkan

rangkaian tersebut, anda telah menghimpunnya, yakni membacanya. Dengan

demikian, realisasi perintah tersebut tidak mengharuskan adanya suatu teks tertulis

sebagai objek bacaan, tidak pula harus diucapkan sehingga terdengar oleh orang lain.

Karenanya, dalam kamus-kamus ditemukan aneka ragam arti dari kata tersebut.

Antara lain: menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami, meneliti, mengetahui

ciri-ciri sesuatu, dan sebagainya yang kesemuanya bermuara pada arti menghimpun.

Huruf ba pada kata bismi ada juga yang memahaminya sebagai berfungsi penyertaan

atau mulabasah sehingga dengan demikian ayat tersebut berarti “bacalah disertai

dengan nama Tuhanmu.” Mengaitkan pekerjaan membaca dengan nama Allah

mengantarkan pelakunya untuk tidak melakukannya kecuali karena Allah dan hal ini

akan menghasilkan keabadian karena hanya Allah yang kekal abadi dan hanya

aktivitas yang dilakukan secara ikhlas yang akan diterima-Nya. Tanpa keikhlasan,

semua aktivitas akan berakhir dengan kegagalan dan kepunahan (baca Q.S. Al-

Furqan [25]: 23). (Shihab, 2009: 454)

12

Page 13: Tafsir Al-Alaq (1)

Kata seakar dengan kata رب� Kata ini memiliki arti .(pendidikan) تربية

yang berbeda-beda namun pada akhirnya arti-arti itu mengacu kepada

pengembangan, peningkatan, ketinggian, kelebihan, serta perbaikan. Kata rabb

maupun tarbiyah berasal dari kata yang dari ربا-يربو segi kebahasaan adalah

kelebihan. Dataran tinggi dinamai , ربوة sejenis roti yang dicampur dengan air

sehingga membengkak dan membesar disebut بو Lالر . Kata Rabb apabila berdiri

sendiri maka yang dimaksud adalah “Tuhan” yang tentunya antara lain karena Dia-

lah yang melakukan tarbiyah (pendidikan) yang pada hakikatnya adalah

pengembangan, peningkatan, serta perbaikan makhluk ciptaan-Nya. (Shihab, 2009:

456-457)

Kata ل�ق� dari خ� segi pengertian kebahasaan memiliki sekian banyak arti,

antara lain menciptakan (dari tiada), menciptakan (tanpa satu contoh terlebih dahulu),

mengukur, memperhalus, mengatur, membuat, dan sebagainya. Kata ini biasanya

memberikan tekanan tentang kehebatan dan kebesaran Allah dalam ciptaan-Nya.

Berbeda dengan kata yang mengandung penekanan terhadap manfaat yang جعل

harus atau dapat diperoleh dari sesuatu yang dijadikan itu. Objek khalaqa pada ayat

ini tidak disebutkan sehingga objeknya pun sebagaimana iqra bersifat umum dan,

dengan demikian, Allah adalah pencipta semua makhluk. (Shihab, 2009: 457-458)

Kata Iqra (bacalah!) pada ayat ini bukan perintah untuk membaca apa yang

ada pada teks atau naskah. Sebab dengan mencermati riwayat turunnya ayat ini,

kelihatannya Jibril tidak membawa teks tetulis untuk dibaca. Ini mengandung makna

bahwa kata Iqra (bacalah !) di sini bukan perintah untuk membaca teks atau naskah

tertulis. Jadi, yang namanya membaca tidak harus dari naskah-naskah tertulis, tapi

juga bisa membaca fenomena-fenomena atau realitas-realitas yang ada, seperti

fenomena alam dan fenomena sosial. (Amiruddin, 2008:238).

Abdurrahman, dkk (2008: 365) menjelaskan bahwa maksud dari ayat ini

adalah mulailah membaca dan memulainya dengan menyebut nama Tuhanmu yang

menciptakan semua makhluk. Allah telah menyifati diri-Nya, sebagai Al-Khaliq,

13

Page 14: Tafsir Al-Alaq (1)

yaitu zat yang menciptakan semua makhluk. Ini mengingatkan kepada manusia agar

selalu ingat dan mensyukuri berbagai kenikmatan yang telah diberikan-Nya. Allah

menjadikan dan menciptakan seluruh makhluk-Nya dari tidak ada mennjadi ada,

sanggup menjadikan Nabi-Nya pandai membaca tanpa belajar. Kemudian kata iqra’

yang artinya membaca, merupakan kata kerja perintah, yaitu perintah Allah kepada

Nabi-Nya agar dapat membaca, dengan kekuasaan Allah telah menciptakan-Nya dan

kehendak-Nya. Walaupun, beliau belum dapat membaca dan menulis, dengan

kekuasaan Allah beliau dapat mengikuti ucapan Jibril.

Sementara itu Ash-Shiddieqy (2003: 4643) mengatakan bahwa “Bacalah

dengan nama Tuhanmu yang menciptakan”. Maksudnya adalah kamu, hai

Muhammad, hendaklah menjadi seorang yang dapat membaca dengan kodrat Allah,

yang telah menciptakan kamu dan dengan iradat-Nya. Sebelum ini, kau memang

seorang yang buta huruf. Yang dimaksud dengan “Nama Tuhanmu” adalah kodrat-

Nya dan iradat-Nya. Nama adalah sebutan bagi suatu zat (bendanya). Kita

mengetahui Allah hanya melalui sifat-sifat-Nya, sedangkan kita tidak membahasnya

dari segi zat-Nya, karena tiadanya keterangan untuk itu.

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,” Firman-

Nya, “Bacalah, dan Tuhanmulah yang Paling Pemurah, ” maksudnya adalah,

bacalah hai Muhammad,”Dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah, Yang mengajar

(manusia) dengan perantaraan qalam,” menjadikannya kitab dan tulisan. Ath-

Thabari (2009:798).

Selanjutnya Ath-Thabari (2009:798) mengutip salah satu riwayat, sebagai

berikut : Bisyr menceritakan kepada kami, ia berkata : Yazid menceritakan kepada

kami, ia berkata : Sa’id menceritakan kepada kami dari Qatadah, mengenai firman-

Nya, “Bacalaah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.” Hingga,

“Mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam” Ia berkata, “Al Qalam adalah

suatu nikmat yang agung dari Allah, yang seandainya tidak ada itu maka hidup tidak

akan tegak dan tidak akan layak.

Kemudian, Quthb (2011: 305) menjelaskan bahwa inilah surat yang pertama

dari Al-Qur’an, yang dimulai dengan menyebut nama Allah. Kemudian memberikan

14

Page 15: Tafsir Al-Alaq (1)

pengarahan pertama kepada Rasulullah Saw. Diarahkannya beliau supaya membaca

dengan menyebut nama Allah, “Bacalah dengan (menyebut) nama Allah.”

Dari berbagai penafsiran di atas mengenai ayat pertama dalam surat Al-Alaq

ini, maka penulis menyimpulkan, bahwa perintah Iqra (bacalah) memiliki urgensi

yang sangat signifikan begitu pula efeknya dalam kehidupan seorang manusia.

Dengan membaca seseorang bisa bertambah wawasannya. Membaca tidak hanya

terpaku pada teks, melainkan dapat membaca fenomena alam, sosial, budaya dan

seluruh aspek kehidupan. Adanya penyertaan bismi rabbik dalam ayat pertama ini,

mengisyaratkan bahwa dalam setiap memulai suatu perbuatan atau pekerjaan

hendaklah menyertakan nama Allah, karena Dia-lah yang telah menciptakan dan

maha segalanya, sehingga niat dan tujuan perbuatan atau pekerjaan tersebut pun

semata-mata hanya mengharap berkah dan ridha Allah.

2. Ayat kedua

ان� م�ن� ع�ل�ق� ) ل�ق� اإلن�س� (٢خ�

Artinya: “Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.”

Dalam tafsir Al-Qurthubi (2009: 547-548) dijelaskan bahwa ayat di atas “Dia

telah menciptakan manusia dari segumpal darah.” Bermakna, Allah menciptakan

keturunan Nabi Adam yang dimulai dari gumpalan darah. Kata ع�ل�ق� adalah bentuk

jamak dari kata ‘alaqah. Dan makna dari kata ‘alaqah adalah: darah yang

menggumpal, bukan darah yang mengalir, karena darah yang mengalir disebut

dengan damm masfuuh. Para ulama berpendapat: penyebutan bentuk jamak pada kata

maksudnya adalah menerangkan bahwa kata ع�ل�ق� ان� yang disebutkan اإلن�س�

sebelumnya bermakna jamak (kata insan dapat digunakan dalam bentuk tunggal dan

dapat juga digunakan dalam bentuk jamak). Yakni, seluruh manusia diciptakan dari

gumpalan darah, setelah sebelumnya berbentuk air mani. ‘Alaqah adalah segumpal

15

Page 16: Tafsir Al-Alaq (1)

darah yang lembut. Dinamakan ‘alaqah karena darah tersebut selalu menjaga

(ta’allaqa) kelembutannya pada setiap waktu, jika darah itu tidak lagi lembut atau

kering maka tidak akan disebut dengan ‘alaqah. Adapun penyebutan insan (manusia)

pada ayat ini secara khusus, karena manusia memiliki kehormatan yang lebih

dibandingkan makhluk lainnya. Penyebutannya itu adalah penghormatan bagi

mereka. Lalu ada juga yang berpendapat bahwa maksud penyebutannya adalah untuk

menjelaskan kadar nikmat yang diberikan kepada mereka, yakni mereka diciptakan

bermula dari gumpalan darah yang hina, lalu setelah itu mereka menjadi seorang

manusia yang sempurna, yang memiliki akal dan dapat membedakan segalanya.

Sesungguhnya zat yang menciptakan manusia, sehingga menjadi makhluk-

Nya yang paling mulia, Ia menciptakannya dari segumpal darah. Kemudian

membekalinya dengan kemampuan menguasai alam bumi, dan dengan ilmu

pengetahuannya bisa mengolah bumi serta menguasai apa yang ada padanya untuk

kepentingan umat manusia. Oleh sebab itu zat yang menciptakan manusia, mampu

menjadikan manusia yang paling sempurna, yaitu Nabi Saw. bisa membaca,

sekalipun beliau belum pernah belajar membaca. (Al-Maragi, 1993: 346)

Senada dengan yang diungkapkan Al-Maragi, Hamka (1985: 215)

menambahkan bahwa Menciptakan manusia dari segumpal darah. maksudnya

tingkat kedua setelah Nuthfah, yakni segumpal air yang telah berpadu dari mani laki-

laki dengan mani perempuan, yang setelah 40 hari lamanya, air itu kemudian menjadi

segumpal darah, dan dari segumpal darah itu setelah melalui 40 hari akan menjadi

segumpal daging (Mudhghah).

Dalam Al-Mahali & As-Suyuti (2009: 1354) dikatakan bahwa ل�ق� خ�

ان� Dia“ اإلن�س� telah menciptakan manusia” atau jenis manusia, sedangkan

kalimat dari ‘alaq” lafadz“ م�ن� ع�ل�ق� ‘alaq bentuk jamak dari lafadz ‘alaqah,

artinya segumpal darah yang kental.

Dalam Shihab (2009: 458-459) dijelaskan bahwa kata ان� (manusia) اإلن�س�

terambil dari akar kata أنس (senang), jinak, dan harmonis, atau dari kata نسي

16

Page 17: Tafsir Al-Alaq (1)

yang berarti lupa. Ada juga yang berpendapat berasal dari kata نوس yakni gerak

atau dinamika. Makna-makna diatas paling tidak memberikan gambaran sepintas

tentang potensi atau sifat makhluk tersebut, yakni bahwa ia memiliki sifat lupa dan

kemampuan bergerak yang melahirkan dinamika. Ia juga adalah makhluk yang selalu

atau sewajarnya melahirkan rasa senang, harmonisme, dan kebahagiaan kepada

pihak-pihak lain. Sedangkan kata ق� dalam ع�ل%%� kamus-kamus bahasa Arab

digunakan dalam arti cacing yang terdapat di dalam air bila diminum oleh binatang

maka ia tersangkut di kerongkongannya. Banyak ulama masa lampau memahami ayat

diatas dalam pengertian pertama. Tetapi, ada juga yang memahaminya dalam arti

sesuatu yang tergantung di dinding rahim. Ini karena para pakar embriologi

menyatakan bahwa setelah terjadinya pertemuan antara sperma dan indung telur ia

berproses dan membelah menjadi dua, kemudian empat, kemudian delapan, demikian

seterusnya sambil bergerak menuju ke kantong kehamilan dan melekat berdempet

serta masuk ke dinding rahim.

Kata Khalaqa diartikan “menciptakan” karena kata ini mengandung makna

“menciptakan dari tiada menjadi ada, atau menciptakan sesuatu tanpa suatu contoh

terlebih dahulu”. Kata al insan yang diterjemahkan dengan “manusia” diambil dari

akar kata uns, nisyam, dan nausun. Uns artinya “jinak atau harmonis”, nisyan artinya

“lupa”, dan nausun artinya dinamika atau pergerakan”. Ketiga akar kata ini

menggambarkan bahwa manusia itu mahluk yang memiliki sifat lupa, suka

keharmonisan, memiliki kemampuan bergerak dan hiduonya bersifat dinamis.

(Amiruddin, 2008:240).

Selanjutnya Amiruddin (2008:240) menyebutkan bahwa kata al-insan dalam

Al-Qur’an disebut 65 yang menjelaskan berbagai sifat dan potensi baik ataupun

buruk manusia. Jadi, manusia disebut dalam Al-Qur’an dengan sifat, karakter, dan

tabiat yang sangat beragam.

Allah swt menjelaskan proses awal kejadian manusia pada ayat-ayat yang

pertama kali turun, gunanya untuk menyadarkan hakikat dan keberadaan kita.

Sungguh menarik, di awal surat Allah memerintahkan pada kita untuk menggunakan

17

Page 18: Tafsir Al-Alaq (1)

akal pikiran, yaitu melalui proses Iqra dan pada waktu yang bersamaan Allah swt.

menjelaskan prosesi awal kehidupan manusia yang bermula dari tahap ‘Alaq

“segumpal darah” (Amiruddin, 2008:241).

Maksud ayat ini Allah mengungkapkan bagaimana cara Dia menciptakan

manusia. Dia telah menciptakan manusia atau jenis manusia atau jenis manusia dari

‘alaq. Lafal ‘alaq merupakan bentuk jamak dari lafal ‘alaqah. Artinya, segumpal

darah yang kental, yang menempel pada dinding rahim. Asal ‘alaqah itu ialah dari

nutfah yang biasa disebut dengan mani. Setelah, itu berubah menjadi ‘alaqah,

kemudian menjadi mudghah, yaitu segumpal daging, kemudian tulang yang

dibungkus dengan daging. Allah menjadikan manusia itu sempurna, yaitu sebagai

makhluk mulia. Manusia diberi kesanggupan untuk menguasai segala sesuatu yang

ada di bumi ini, serta menundukkannya untuk keperluan hidupnya dengan ilmu yang

diberikan Allah kepadanya. Dia berkuasa pula menjadikan insan kamil di antara

manusia, seperti Nabi Saw. yang pandai membaca walaupun tanpa belajar.

(Abdurrahman, dkk, 2008: 366)

Dalam tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur (2003: 4645) dijelaskan bahwa

Tuhan menjadikan manusia, makhluk yang paling mulia, dari segumpal darah. Dia

juga yang memberikan kekuasaan kepada manusia untuk menundukkan semua apa

yang ada di permukaan bumi, sehingga karenanya berkuasa pula menjadikan manusia

sempurna, seperti Muhammad, dapat membaca tanpa mempelajari huruf terlebih

dahulu.

Dalam tafsir Fi Zhilalil Qur’an (2011: 305) dijelaskan bahwa penyebutan

sifat-sifat Tuhan di sini dimulai dengan menyebutkan sifat yang dengannya dimulai

penciptaan dan permulaan manusia, yaitu sifat Tuhan “yang menciptakan”.

Kemudian penyebutan secara khusus tentang penciptaan manusia dan asal-usulnya,

“yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah”. Dari setitik darah beku yang

melekat di dinding rahim, dari benih yang sangat kecil dan sederhana bentuknya.

Dari uraian di atas terkait dengan tafsir ayat kedua dari surat Al-Alaq, penulis

menyimpulkan bahwa Allah-lah yang telah menciptakan manusia dan seluruh

makhluk hidup dari air mani yang berubah menjadi segumpal darah. Allah memiliki

18

Page 19: Tafsir Al-Alaq (1)

kuasa maha pencipta, menciptakan dari yang tiada dan tanpa contoh terlebih dahulu.

Ketika manusia dilahirkan pasti dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa. Sehingga

dalam kondisi ini manusia dalam keadaan yang belum sempurna. Dan untuk

menjadikanya mulia dan sempurna adalah dengan ilmu pengetahuan. Ilmu

menjadikan seseorang diangkat derajatnya oleh Allah. Dan untuk memperoleh ilmu

itu caranya dengan membaca.

3. Ayat ketiga

م� ) ب?ك� األك�ر� ر� � و� أ ر� (٣اق�

Artinya: “Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah.”

Dalam tafsir Al-Qurthubi (2009: 548-549) dijelaskan bahwa firman Allah,

� أ ر� Bacalah.” Ini adalah penegasan dari kata yang sama yang disebutkan pada“ اق�

awal surat ini. Kata ini mereupakan kalimat yang telah sempurna, oleh karena itu

lebih baik jika diwaqafkan, barulah setelah itu dilanjutkan kembali dengan kalimat

yang baru, yaitu: م� األك�ر� ب?ك� ر� Tuhanmulah yang maha pemurah.” Maka“ و�

dari kata م� pada ayat ini adalah األك�ر� al-kariim (yang maha pemurah), namun

berbeda dengan pendapat yang disampaikan oleh Al-Kalbi, ia mengatakan bahwa

makna dari kata ini adalah Al-Haliim (yang maha lembut), yakni lembut terhadap

ketidaktahuan hamba-hamba-Nya, hingga mereka tidak disegerakan hukumannya

ketika mereka melakukan kesalahan. Akan tetapi makna yang pertama lah yang lebih

diunggulkan, atas dasar segala nikmat yang telah disebutkan pada ayat-ayat

sebelumnya, hal itu menunjukkan akan kemurahan-Nya. Lalu ada juga yang

berpendapat bahwa makna dari firman Allah Swt, ب?ك� ر� � و� أ ر� Bacalah, dan“ اق�

Tuhanmu.” Yakni, wahai Muhammad, bacalah dan Tuhanmu akan menolongmu dan

memberi pemahaman kepadamu, walaupun kamu bukanlah seseorang yang pandai

membaca. Sedangkan makna م� adalah األك�ر� memahami akan ketidaktahuan

hamba-Nya.

19

Page 20: Tafsir Al-Alaq (1)

Perintah diulang-ulang, sebab membaca tidak akan bisa meresap ke dalam

jiwa, melainkan setelah berulang-ulang dan dibiasakan. Berulang-ulangnya perintah

Ilahi berpengertian sama dengan berulang-ulangnya membaca. Tuhanmu maha

pemurah kepada orang yang memohon pemberian-Nya. Bagi-Nya amat mudah

menganugerahkan kepandaian membaca kepadamu, berkat kemurahan-Nya. (Al-

Maragi, 1993: 347)

Bacalah dan tuhanmu itu maha mulia. Setelah ayat yang pertama beliau

disuruh membaca di atas nama Allah yang menciptakan insan dari segumpal darah,

diteruskan lagi menyuruhnya membaca di atas nama Tuhan. Sedang nama Tuhan

yang selalu akan diambil jadi sandaran hidup itu adalah Allah yang maha mulia,

maha dermawan, maha kasih dan sayang kepada makhluk-Nya. (Hamka, 1985: 215)

Al-Mahali & As-Suyuti (2009: 1354) menjelaskan bahwa lafadz � أ ر� اق�

(bacalah) pada ayat ketiga ini dimaksudkan untuk mengukuhkan makna lafadz

pertama yang sama. Dan kalimat م� ب?ك� األك�ر� ر� Dan Tuhanmulah yang paling) و�

pemurah) artinya tiada seorang pun yang dapat menandingi kemurahan-Nya. Lafadz

ayat ini sebagai hal dari dhamir yang terkandung di dalam lafadz iqra.

Dalam tafsir Al-Misbah (2009: 460-461) diterangkan bahwa setelah

memerintahkan membaca dengan meningkatkan motivasinya, yakni dengan nama

Allah, kini ayat di atas memerintahkan membaca dengan menyampaikan janji Allah

atas manfaat membaca itu. Allah berfirman: Bacalah berulang-ulang dan Tuhan

pemelihara dan pendidikmu Maha pemurah sehingga akan melimpahkan aneka

karunia. Selanjutnya masih dalam tafsir Al-Misbah (2009: 460) dijelaskan bahwa

ayat tiga di atas mengulangi perintah membaca. Ulama berbeda pendapat tentang

tujuan pengulangan itu. Ada yang menyatakan bahwa perintah pertama ditujukan

kepada pribadi Nabi Muhammad, sedang yang kedua kepada umatnya, atau yang

pertama untuk membaca dalam shalat, sedang yang kedua di luar shalat. Pendapat

ketiga menyatakan yang pertama perintah belajar, sedang yang kedua adalah perintah

mengajar orang lain. Ada lagi yang menyatakan bahwa perintah kedua berfungsi

20

Page 21: Tafsir Al-Alaq (1)

mengukuhkan guna menanamkan rasa “percaya diri” kepada Nabi Muhammad

tentang kemampuan beliau membaca karena tadinya beliau tidak pernah membaca.

Shihab (2009: 461) mengatakan bahwa kata م biasa diterjemahkan األك�ر�

dengan yang maha/paling pemurah atau semulia-mulia. Kata ini terambil dari kata

yang كرم antara lain berarti: memberikan dengan mudah dan tanpa pamrih,

bernilai tinggi, terhormat, mulia, setia, dan sifat kebangsawanan. Dalam Al-Qur’an,

ditemukan kata karim terulang sebanyak 27 kali. Tidak kurang dari tiga belas subjek

yang disifati dengan kata tersebut, yang tentu saja berbeda-beda maknanya dan

karena itu pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa kata ini digunakan untuk

menggambarkan sifat terpuji yang sesuai dengan objek yang disifatinya. Ucapan yang

karim adalah ucapan yang baik, indah terdengar, benar susunan dan kandungannya,

mudah dipahami serta menggambarkan segala sesuatu yang ingin disampaikan oleh

pembicara. Sedang, rezeki yang karim adalah yang memuaskan, bermanfaat, serta

halal.

Di ayat ini terjadi pengulangan kata Iqra yang tentunya menimbulkan

pertanyaan. Hal ini dijelaskan oleh Aam Amirudin dalam Tafsir Kontemporer,

karangannya. Amiruddin (2008:242) berpendapat bahwa karena membaca, merenung,

meriset, berkontemplasi tidak cukup sekali, tetapi harus berulang-ulang agar hasilnya

lebih matang. Ilmu itu didapatkan harus melalui proses, ada ikhtiar, pengorbanan

waktu, tenaga, pikiran, dana bahkan jiwa.

Dalam ayat ketiga ini, Allah menjanjikan bahwa pada saat seseorang

membaca dengan ikhlas karena Allah, Allah akan menganugerahkan kepadanya ilmu

pengetahuan, pemahaman-pemahaman, wawasan-wawasan baru walaupun yang

dibacanya itu-iut juga. Apa yang dijanjikan itu terbukti secara sangat jelas. Kegiatan

membaca ayat Al-Qur’an menimbulkan penafsiran-penafsiran baru atau

pengembangan dari pendapat-pendapat yang telah ada. Demikian juga, kegiatan

membaca alam raya ini telah menimbulkan penemuan-penemuan baru yang

membuka rahasia-rahasia alam, walaupun objek bacaannya itu-itu juga. Ayat Al-

Qur’an yang dibaca oleh generasi terdahulu dan alam raya yang mereka huni, adalah

21

Page 22: Tafsir Al-Alaq (1)

sama tidak berbeda, namun pemahaman mereka serta penemuan rahasianya terus

berkembang. (Shihab, 2009: 463)

Dalam ayat ini dimulai dengan kata ‘iqra (bacalah) kata ini mengukuhkan

makna kata pertama yang sama, yang maksudnya memerintahkan kembali kepada

Nabi-Nya untuk membaca. Bacaan tidak dapat dipahami seseorang kecuali bila

diulang-ulang dan membiasakannya. Perintah mengulangi bacaan itu berarti

mengulang-ulangi bacaan yang dibaca. (Abdurrahman, dkk, 2008: 366)

Dalam tafsir AL-Qur’anul Majid An-Nuur (2003: 4645) dijelaskan bahwa

kata Iqra (bacalah) adalah sebuh perintah untuk membaca. Allah mengulangi perintah

ini, karena menurut kebiasaan, seseorang baru bisa membaca sesuatu dengan lancar

setelah beberapa kali mengulangnya. Mengulang-ulangi perintah di sini sebagai ganti

mengulangi pembacaan. Sedangkan kata wa rabbukal akram (dan Tuhanmu itu paling

pemurah (paling dapat menahan amarah-Nya). Tuhanmu adalah Tuhan yang paling

pemurah untuk semua orang yang mengharap pemberian-Nya. Maka amat mudah

bagi Allah untuk melimpahkan nikmat membaca dan menghafal Al-Qur’an

kepadamu, walaupun kamu tidak terlebih dahulu mempelajari bagaimana membaca

huruf.

Penulis dapat menyimpulkan bahwa pengulangan kata Iqra pada ayat ketiga

ini dimaksudkan untuk memperkuat, meneguhkan, dan membiasakan. Karena

membaca tidak akan berdampak signifikan pada pelakunya apabila dilakukan hanya

sekali. Oleh karena itu pengulangan atau pembiasaan dalam membaca dan pendidikan

menjadi salah satu cara ampun untuk menjadikan seseorang berpengetahuan luas dan

kuat dalam basis keilmuannya. Sedangkan penyebutan sifat Tuhan yang maha

pemurah, menjadi bukti bahwa Tuhan tidak mempersulit ciptaan-Nya. Dan dengan

sifat yang maha pemurah itu Tuhan telah banyak melimpahkan nikmat kepada

ciptaan-Nya.

4. Ayat keempat

( �ل�م (٤ال�ذ�ي ع�ل�م� ب�ال�ق�

Artinya: “Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam.”

22

Page 23: Tafsir Al-Alaq (1)

Dalam tafsir Al-Qurthubi (2009: 549-550) dijelaskan bahwa firman Allah di

atas “yang mengajarkan (manusia) dengan perantara kalam.” Bermakna, Allah

mengajarkan manusia menulis dengan menggunakan alat tulis. Sa’id meriwayatkan,

dari Qatadah, ia berpendapat: Qalam adalah salah satu nikmat Allah yang paling

besar, kalau saja Qalam tidak diperkenalkan kepada manusia maka agama tidak dapat

berdiri dengan tegak, dan kehidupan pun tidak dapat berjalan sesuai dengan yang

semestinya. Hal ini adalah bukti nyata betapa Allah sangat pemurah bagi hamba-Nya,

karena Ia telah mengajarkan kepada mereka apa yang tidak mereka ketahui, hingga

mereka dapat meninggalkan gelapnya kebodohan dan menuju cahaya ilmu. Pada ayat

ini Allah mengingatkan kepada manusia akan fadhilah ilmu menulis, karena di dalam

ilmu penulisan terdapat hikmah dan manfaat yang sangat besar, yang tidak dapat

dihasilkan kecuali melalui penulisan, ilmu-ilmu pun tidak dapat diterbitkan kecuali

dengan penulisan, begitu pun dengan hukum-hukum yang mengikat manusia agar

selalu berjalan di jalur yang benar.

Di sini Allah menyatakan bahwa diri-Nyalah yang telah menciptakan manusia

dari ‘alaq, kemudian mengajari manusia dengan perantara qalam. Demikian itu agar

manusia menyadari bahwa dirinya diciptakan dari sesuatu yang paling hina, hingga ia

mencapai kesempurnaan kemanusiaannya dengan pengetahuannya tentang hakekat

segala sesuatu. Seolah-olah ayat ini mengatakan, “Renungkanlah wahai manusia!

Kelak engkau akan menjumpai dirimu telah berpindah dari tingkatan yang paling

rendah dan hina, kepada tingkatan yang paling mulia. Demikian itu tentu ada

kekuatan yang mengaturnya dan kekuasaan yang menciptakan kesemuanya dengan

baik. (Al-Maragi, 1993: 348)

Senada dengan yang diungkapkan Al-Maragi sebelumnya, Hamka (1985: 216)

dengan redaksi yang berbeda menyatakan “Dia yang mengajarkan dengan kalam.

Itulah keistimewaan Tuhan. Itulah kemuliaan-Nya yang tertinggi. Yakni diajarkan-

Nya kepada manusia berbagai ilmu, dibuka-Nya berbagai rahasia, diserahkan-Nya

berbagai kunci untuk pembuka perbendaharaan Allah, yaitu dengan perantaraan

qalam. Dalam hal ini bisa dipahami juga dengan penda. Selain lidah untuk membaca,

Tuhan pun mentakdirkan bahwa dengan pena, ilmu pengetahuan dapat ditulis. Pena

23

Page 24: Tafsir Al-Alaq (1)

bersifat beku dan kaku, tidak hidup, namun yang dituliskan oleh pena adalah berbagai

hal yang dapat dipahami oleh manusia.

Menurut Al-Mahali & As-Suyuti (2009: 1355) lafadz yang) ال�ذ�ي ع�ل�م�

mengajar), maksudnya mengajar manusia menulis, sedangkan lafadz �ل�م ب�ال�ق�(dengan qalam) maksudnya denga pena, dan orang pertama yang menulis dengan

memakai qalam atau pena ialah Nabi Idris.

Dalam tafsir Al-Misbah (2009: 463-464) dijelaskan bahwa kata القلم

terambil dari kata yang berarti قلم memotong ujung sesuatu. Memotong ujung

kuku tersebut . تقليم Tombak yang dipotong ujungnya sehingga meruncing

dinamai Anak panah yang runcing ujungnya dan yang bisa digunakan . مقاليم

untuk mengundi dinamai pula qalam (baca Q.S. Ali-Imran [3]: 44). Alat yang

digunakan untuk menulis dinamai pula qalam karena pada mulanya alat tersebut

dibuat dari suatu bahan yang dipotong dan diperuncing ujungnya. Kata qalam disini

dapat berarti hasil dari penggunaan alat tersebut, yakni tulisan. Ini karena bahasa

sering kali menggunakan kata yang berarti “alat” atau “penyebab” untuk menunjuk

“akibat” atau “hasil” dari penyebab atau penggunaan alat tersebut. Misalnya, jika

seseorang berkata, “saya khawatir hujan”, yang dimaksud dengan kata “hujan” adalah

basah atau sakit, hujan adalah pemyebab semata.

Maksud ayat ini, Abdurrahman,dkk ( 2008:367) menyebutkan bahwa

mengajar manusia menulis dengan memakai kalam. Pada ayat ini, Allah

menerangkan bahwa Dia menyediakan kalam sebagai alat menulis. Tulisan itu

menjadi penghubung antar manusia walaupun berjauhan tempat, sebagaimana mereka

berhubungan dengan perantaraan lisan.

Kemudian, andaikata tidak karena kalam, niscaya banyak ilmu pengetahuan

yang tidak terpelihara dengan baik. Banyak hasil penelitian yang tidak tercatat dan

banyak ajaran agama hilang. Ilmu pengetahuan hasil temuan para ilmuan terdahulu

tidak dapat dikenal oleh orang-orang sekarang. Begitu juga dalam hal lainnya seperti

seni dan budaya (Abdurrahman,dkk., 2008:367-368)

24

Page 25: Tafsir Al-Alaq (1)

Dalam tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur (2003: 4646) diterangkan bahwa

ayat �ل�م ال�ق� �yang“ ال�ذ�ي ع�ل�م� ب%% mengajarkan manusia mempergunakan

kalam (pena).” Bermakna bahwa Tuhan yang paling akram (pemurah) itu adalah

Tuhan yang telah menjadikan pena (qalam) sebagai alat untuk melahirkan

(mengekspresikan, mengungkapkan) buah pikiran melalui tulisan dan untuk

memberikan pengertian kepada orang lain, sebagaimana halnya lisan yang juga

merupakan alat untuk mengemukakan buah pikiran dengan ucapan.

Senada dengan pernyataan yang diungkapkan Ash-Shiddieqy dalam tafsir Al-

Qur’anul Majid An-Nuur (2003: 4646), Quthb (2011: 305) menyebutkan bahwa

tampak jelas pula hakikat pengajaran Tuhan kepada manusia dengan perantara

“kalam” (pena). Karena, kalam merupakan alat pengajaran yang paling luas dan

paling dalam bekasnya di dalam kehidupan manusia. Pada waktu itu belum hakikat

hal ini belum tampak jelas seperti sekarang. Akan tetapi, Allah mengetahui nilai

kalam. Hal ini diisyaratkan pada masa pertama masa-masa risalah terakhir bagi umat

manusia, di dalam surat pertama dari surat-surat Al-Qur’an.

Kesimpulannya adalah bahwa dalam suatu pembelajaran, idealnya

menggunakan sarana. Yang dalam ayat keempat ini sarananya adalah melalui

perantara qalam (pena). Menurut hemat penulis kata qalam tidak hanya diartikan

sebagai pena, melainkan dalam arti yang lebih luas adalah media pembelajaran.

Dengan menggunakan pena seseorang dapat mencatat dan merekam ilmu yang

didapatnya. Sangat besar menfaatnya ketika Tuhan mengajarkan sesuatu dengan

qalam (pena). Karena dalam suatu mahfudhot dikatakan bahwa ilmu itu bagaikan

hewan buruan, apabila tidak diikat (dengan pena), maka buruan itu akan lepas.

5. Ayat kelima

ا ل�م� ي�ع�ل�م� ) ان� م� (٥ع�ل�م� اإلن�س�

Artinya: “Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Dalam tafsir Al-Qurthubi (2009: 555-557) dijelaskan bahwa ayat diatas“Dia

mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” Para ulama

menafsirkan, bahwa yang dimaksud dengan kata ان� pada ayat (manusia) اإلن�س�

25

Page 26: Tafsir Al-Alaq (1)

ini adalah Nabi Adam (seorang), beliaulah yang diajari segala sesuatu. Dalil

penafsiran ini adalah firman Allah pada ayat yang lain, yaitu: “Dan dia mengajarkan

kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 31).

Makna lain berbeda dengan makna yang disampaikan oleh beberapa ulama, mereka

berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kata ان� pada ayat ini adalah اإلن�س�

Nabi Muhammad, dalilnya adalah firman Allah pada ayat yang lain, yaitu: “Dan

telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui.” (Q.S. An-Nisa [4]:

113). Dengan penafsiran seperti itu maka kata ك� pada ayat ini adalah bentuk و�ع�ل�م�

lampau (madhi) yang bermakna mustaqbal (future/masa depan), karena surah Al-

Alaq ini adalah surat yang pertama kali diturunkan. Lalu ada juga yang berpendapat

bahwa makna kata insan pada ayat di atas untuk umum, yakni seluruh manusia.

Dalilnya adalah firman Allah, “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu

dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun.” (Q.S. An-Nahl [16]: 78).

Sesungguhnya zat yang memerintahkan rasul-Nya membaca Dia-lah yang

mengajarkan berbagai ilmu yang dinikmati oleh umat manusia, sehingga manusia

berbeda dari makhluk lainnya. Pada mulanya manusia itu bodoh, ia tidak mengetahui

apa-apa. Lalu apakah mengherankan jika ia mengajarimu (Muhammad) membaca dan

mengajarimu berbagai ilmu selain membaca, sedangkan engkau memiliki

kemampuan untuk menerimanya. Ayat ini merupakan dalil yang menunjukkan

tentang keutamaan membaca, menulis dan ilmu pengetahuan. Sungguh jika tidak ada

qalam, maka anda tidak akan bisa memahami berbagai ilmu pengetahuan, tidak akan

bisa menghitung jumlah pasukan tentara, semua agama akan hilang, manusia tidak

akan mengetahui kadar pengetahuan manusia terdahulu, penemuan-penemuan dan

kebudayaan mereka. Dan jika tidak ada qalam, maka sejarah orang-orang terdahulu

tidak akan tercatat, baik yang mencoreng wajah sejarah maupun yang menghiasinya.

Dan ilmu pengetahuan mereka tidak akan bisa dijadikan penyuluh bagi generasi

berikutnya. Dan dengan qalam bersandar kemajuan umat dan kreatifitasnya. (Al-

Maragi, 1993: 348)

26

Page 27: Tafsir Al-Alaq (1)

Awalnya manusia itu tidak mengetahui apa-apa. Kemudian Allah mengajari

manusia menggunakan qalam. Sesudah itu dia pandai menggunakannya. Banyak

sekali ilmu pengetahuan yang Allah berikan kepadanya, sehingga ilmu yang baru

didapatnya itu dapat ditulis dengan qalam. Ilmu pengetahuan itu ibarat binatang

buruan dan dengan menulisnya maka akan mengikut ilmu tersebut. (Hamka, 1985:

216)

Menurut Al-Mahali & As-Suyuti (2009: 1355) bahwa lafadz ع�ل�م�

ان� ا atau jenis manusia, dan lafadz (Dia mengajarkan kepada manusia) اإلن�س� م�

apa) ل�م� ي�ع�ل�م� yang tidak diketahuinya) yaitu sebelum Dia mengajarkan

kepadanya hidayah, menulis, dan berkreasi serta hal-hal lainnya.

Ayat-ayat yang lalu menegaskan kemurahan Allah Swt. Ayat di atas

melanjutkan dengan memberi contoh sebagian dari kemurahan-Nya itu dengan

menyatakan bahwa: Dia yang maha pemurah itu yang mengajarkan manusia dengan

pena, yakni dengan sarana dan usaha mereka, dan Dia juga yang mengajar manusia

tanpa alat dan usaha apa yang belum diketahuinya.

Selanjutnya dalam tafsir Al-Misbah (2009: 464) dinyatakan bahwa dari uraian

ayat 4 dan 5 di atas, kita dapat menyatakan bahwa kedua ayat di atas menjelaskan dua

cara yang ditempuh Allah swt. dalam mengajar manusia. Pertama melalui pena

(tulisan) yang harus di baca oleh manusia dan yang kedua melalui pengajaran secara

langsung tanpa alat. Cara yang kedua ini dikenal dengan istilah ilmu laduniy.

Ayat yang memiliki arti “Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak

diketahuinya.” Bermakna bahwa Allah memberikan ilmu pengetahuan kepada

manusia, atau jenis manusia, apa yang belum diketahuinya lewat pendidikan dan

pengajaran dengan menggunakan kalam, yaitu sebelum dia memberikan kepadanya

hidayah ilmu pengetahuan, menulis, dan berkreasi serta hal-hal lainnya.

(Abdurrahman,dkk., 2008:368).

Kemudian, dalam ayat ini Allah menambahkan keterangan tentang limpahan

karunia-Nya yang tidak terhingga kepada manusia bahwa Allah yang menjadikan

Nabi-Nya pandai membaca. Dia lah Tuhan yang mengajar manusia bermacam-

27

Page 28: Tafsir Al-Alaq (1)

macam ilmu pengetahuan yang bermanfaat baginya yang menyebabkan dia lebih

utama dari pada lainnya. Manusia, pada permulaan hidupnya, tidak mengetahui apa-

apa. Oleh sebab itu, apakah menjadi suatu keanehan bahwa dia mengajari Nabi-Nya

pandai membaca dan mengetahui bermacam-macam ilmu pengetahuan serta Nabi

saw. sanggup menerimanya. (Abdurrahman,dkk., 2008:368)

Dalam tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur (2003: 4646) dijelaskan bahwa ayat

“Dia mengajarkan kepada manusia tentang apa yang belum diketahui”. Allah yang

telah memerintahkan Nabi-Nya supaya membaca dan memberi kekuatan

(kemampuan) untuk bisa membaca. Dialah, Allah yang telah mengajari manusia

dengan segala macam ilmu, dan dengan ilmu-ilmu itulah manusia berbeda dari

binatang, walaupun pada mulanya mereka tidak mengetahui dan tidak mengerti apa-

apa. Dengan demikian, tidak heranlah jika Allah mengajari kamu untuk membaca dan

mengajarkan ilmu. Ayat ini menjadi dalil yang tegas, yang menunjukkan tentang

keutamaan belajar membaca, menulis, dan keutamaan ilmu pengetahuan.

Adapun dalam tafsir Fi zhilalil Qur’an (2011: 305) dikemukakan bahwa

Allah-lah yang telah menciptakan dan mengajarkan. Dari-Nya segala sesuatu dimulai

dan diciptakan, dan dari-Nyalah timbul pengajaran dan ilmu pengetahuan. Manusia

mempelajari apa yang dipelajari, dan mengetahui apa yang diketahui. Maka, sumber

semua ini adalah Allah yang telah menciptakan dan mengajarkan, “mengajarkan

kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. Inilah hakikat Qur’aniyah yang

pertama, yang diterima oleh hati Rasulullah Saw. pada saat pertama. Inilah yang

mengubah perasaan dan bicaranya. Juga mengubah pengetahuan dan arahnya sesudah

itu sepanjang hidupnya, dengan menyifatinya sebagai kaidah iman yang pertama.

Kesimpulannya bahwa Allah adalah murabbi (guru) yang telah mengajarkan

manusia dari sesuatu yang tidak diketahui sebelumnya. Dia (Allah) yang telah

mengajarkan manusia dengan perantara qalam (pena). Sehingga manusia mengetahui

segala sesuatu. Pada dasarnya ayat ini menjadi kesimpulan bahwa dengan membaca

dan menulis seseorang dapat mengetahui apa-apa yang sebelumnya tidak diketahui.

Membaca dan menulis pula menjadi sarana untuk menambah dan memperkuat basis

keilmuan seseorang.

28

Page 29: Tafsir Al-Alaq (1)

BAB III

IMPLIKASI KEPENDIDIKAN AL-QUR’AN SURAT AL-ALAQ AYAT 1-5

Nilai-nilai tarbiyah yang dapat disimpulkan dari ayat-ayat yang telah di bahas

di atas yaitu;

1. Belajar merupakan sebuah proses pembelajran yang harus dilakukan dengan

rajin, sebab Allah saja mengulang perintah “membaca” dua kali, ini berarti

memberi penegasan terhadap perintah membaca

2. Baca tulis itu merupakan kunci memperoleh ilmu

3. Keterampilan membaca tidak dapat menjadi malakah (dimiliki) kecuali

dilakukan dengan berulang-ulang.

4. Proses pembelajaran hendaknya didahului dengan membaca basmalah atau

berdoa kepada Allah SWT.

5. Dalam proses pembelajaran hendaklah disertai dengan media pembelajaran

yang dapat menunjang tingkat kepahaman seseorang.

6. Dalam menuntut ilmu ada tiga marahil. Pertama, ta’aqul yakni proses

penyerapan ilmu. Kedua, tafakur yakni proses memikirkan asal-mula dari

segala sesuatu. Ketiga, tadabur artinya merenungi sebab-akibat segala sesuatu.

Membaca atau qira’ah merupakan metode pada proses pertama yaitu dalam

marhalah ta’aqul (penyerapan ilmu)

7. Proses pembelajaran menulis hendaknya didahului dengan pembelajaran

membaca.

8. Menurut Amiruddin (2004: 239) tujuannya agar pelakunya selalu melakukan

kegiatan yang bersifat ilmiah dengan keikhlasan hanya mencari keridhaan

Allah swt. sehingga ilmu yang didapatkannya semakin membuat dirinya

merasa takut pada-Nya.

29

Page 30: Tafsir Al-Alaq (1)

9. Menjelaskan bahwa dalam ayat ini merupakan pengembangan dan

pengoptimalan intelektual yang berwawasan tauhid.

10. Manusia yang berilmu akan dinaikkan derajatnya sehingga sesuai dengan

surah Al-Mujadilah [58]: 11 dan menjadi golongan yang berilmu sesuai surah

Faathir [35]: 28.

11. Bisa dijadikan perangkat keilmuan yaitu Iqra (baca, riset, teliti), 'allama

(mengajarkan/mentransfer ilmu), dan qalam (alat tulis/alat penyimpan

data/memori). (Amiruddin, 2004: 243)

12. Surah ini menjelaskan bahwa dalam mencari ilmu harus didapatkan dengan

ikhtiar, adanya proses, serta membutuhkan pengorbanan waktu, pikiran,

tenaga, dsb.

13. Dalam hal membaca atau mengkaji ilmu perlu diperlukan kesadaran

bahwasanya Allah swt. memiliki sifat Maha Pemurah.

14. Menumbuhkan dasar-dasar dalam mencari ilmu dengan memahami makna

disetiap ayat seperti membaca, menulis, dan belajar.

Manusia diciptakan oleh Allah swt. dalam bentuk dan strukur sempurna juga

memiliki daya pikir (akal) juga memiliki kemampuan yang disebut fitrah. Fitrah

sendiri bisa disebut potensi sehingga manusia dapat menggali potensi agar terbentuk

sifat, karakter, dan tabiat. Begitu pun dengan fitrah pendidikan bahwa melalui

pendidikan atau tarbiyah manusia mampu menjadi khalifah yang memiliki keilmuan

dengan mengikuti cara-cara yang diturunkan oleh Allah swt. melalui surah ini.

Misalnya seperti membaca, menulis, juga belajar.

Dalam pemaparan Amiruddin (2004: 240) menyatakan bahwa Alquran

diturunkan untuk membimbing manusia. Alquran ditujukan sebagai pelita bagi

kehidupan manusia, agar ia mampu menggunakan seluruh potensi baiknya untuk

menjadi khalifah (pengelola) bumi ini.

Segala bentuk pendidikan pada dasarnya tetap akan berorientasi pada akhirat

juga, ataupun segala aktivitas pendidikan atau ukhrawi akan memiliki proyeksi

akhirat dan begitu pun sebaliknya bahwa amalan ukhrawi memiliki imbas di dunia.

30

Page 31: Tafsir Al-Alaq (1)

Sehingga terciptalah fiddunya hasanah wa fil akhirati hasanah (di dunia

memiliki supremasi dan di akhirat menikmati surga abadi). Ini terangkum dalam lima

ayat pertama dari surah Al-'Alaq ini. (Amiruddin, 2004: 246)

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Maha Suci Allah yang telah menurunkan surah Al-'Alaq ini, bahwasanya

dalam tafsiran surah ini terdapat banyak keutamaan dan makna yang sangat

penting untuk diaplikasikan terutama dalam bidang pendidikan. Dalam ayat

pertama pun sudah jelas bahwa yang dilakukan pertama itu "membaca" namun

bukan hanya membaca teks atau naskah saja namun mampu juga memerhatikan

tentang segala bentuk ciptaan Allah swt. dan juga dalam bidang pendidikan

bahwa membaca menjadi kunci dalam memahami suatu kaidah keilmuan.

Surah ini pula mampu menyadari tentang proses penciptaan manusia secara

benar bukan seperti Teori Darwin yang selama ini diagungkan. Dan menjadikan

manusia mampu menyadari fitrah ataupun potensi yang ada dalam diri manusia

itu sendiri.

Selain itu inti dari ayat ini adalah bagaimana agar segala sesuatu itu bertujuan

hanya mengharap ridha Allah swt. dan juga menjadikan manusia yang intelektual

namun memiliki basis keimanan dan ketaqwaan yang kuat agar menjadi golongan

orang-orang yang berilmu. Kemudian dalam mencari ilmu dibutuhkan ikhitiar

dan juga melalui proses yang panjang juga penuh pengorbanan seperti waktu,

tenaga, dan pikiran.

Segala bentuk keilmuan memiliki akan orientasi untuk akhirat dan begitu pula

dengan amalan ukhrawi yang akan memiliki imbas untuk dunia. Dan itu semua

agar manusia menjadi khalifah fil ardh dan juga sesuai dengan kalimat fiddunya

hasanah wa fil akhirati hasanah (di dunia memiliki supremasi dan di akhirat

menikmati surga abadi).

31

Page 32: Tafsir Al-Alaq (1)

B. Saran

Sebagai umat Islam yang baik, kita dituntut untuk selalu menjalankan perintah

Allah dan menjauhi larangan Allah. Agar kita selalu mendapat ridha Allah. Untuk

itu, marilah kita bersama-sama berlomba dalam melaksanakan kebaikan seperti

perintah Allah. Seperti dalam shalat, shadaqah, zakat, dll. Dan jangan lupa agar

kita selalu mengucap syukur atau bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan

kepada kita. Karena barang siapa yang selalu bersyukur, maka Allah akan

menambah nikmatnya.

32

Page 33: Tafsir Al-Alaq (1)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman. dkk,.(2008). Tafsir Juz Amma Unisba Vol.1. Bandung: Penerbit

UNISBA.

Al-Maragi, A. M. (1993). Tafsir Al-Maragi (Vol. 28). (A. Rasyidi, M. S. Thahar,

Eds., B. Abubakar, H. N. Aly, & A. U. Sitanggal, Trans.) Semarang: PT. Karya

Toha Putra Semarang.

Al-Qurthubi, S. I. (2009). Tafsir Al-Qurthubi (Vol. 20). (M. S. Akbar, M. B. Mukti,

Eds., D. Rosyadi, & Faturrahman, Trans.) Jakarta Selatan: Pustaka Azzam.

Amiruddin, A. (2008). Tafsir Al-Qur'an Kontemporer (Vol. 1). Bandung: Khazanah

Intelektual.

Ash-Shiddieqy, T. M. (2003). Tafsir Al-Qur'an Majid An-Nuur. (N. Shiddiqi, & F. H.

Ash Shiddieqy, Eds.) Semarang: Pustaka Rizki Putra.

Ath-Thabari, A. J. (2009). Tafsir Ath-Thabari (Vol. 26). (M. B. Mukti, B. H. Amin,

F. Inayati, Eds., & A. Hamzah, Trans.) Jakarta: Pustaka Azzam.

Hamka, B. (1985). Tafsir Al-Azhar (Vol. 28). Jakarta: Pustaka Panjimas.

Hatta, A. (2009). Tafsir Qur'an Per Kata Dilengkapi Dengan Asbabun Nuzul &

Terjemah. (M. Khaer, A. A. Noor, M. Nawawi, & S. Irhamah, Eds.) Jakarta:

Maghfirah Pustaka.

Imam Jalaluddin Al-Mahalli & Imam Jalaluddin As-Suyuti. (2009). Terjemah Tafsir

Jalalain Berikut Asbabun Nuzul (Vol. 2). (A. Abubakar, Kurniasih, Eds., & B.

Abubakar, Trans.) Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Katsir, I. (2008). Tafsir Ibnu Katsir (Vol. 8). (M. Y. Harun, F. A. Okbah, F. G. Anuz,

A. Amri, B. Salam, Eds., M. A. Ghoffar, & A. I. al-Atsari, Trans.) Bogor:

Pustaka Imam Asy-Syafi'i.

Nata, A. (2009). Tafsir Ayat-ayat Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.

Quthb, S. (2011). Tafsir fi zhilalil Qur'an (Vol. 12). (A. Yasin, & A. A. Basyarahil,

Trans.) Jakarta: Gema Insani.

Shihab, Q. (2009). Tafsir Al-Misbah (Vol. 15). Jakarta: Lentera Hati.

33