Upload
rijal-faqih-nazala
View
134
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Perkembangan perekonomian pulau Jawa dalam abad ke 19, yaitu
merupakan masa dimana terjadinya terjadinya sistem-sistem perekonomian
seperti sistem sewa tanah (land-rent), sistem tanam paksa (Cultuurstelsel) dan
juga sistem ekonomi kolonial yang umumnya disebut sistem liberalisme.
Perekonomian pulau Jawa pada masa itu merupakan masa dimana rakyat
pulau Jawa tidak diuntungkan dalam kegiatan ekonomi, dikarenakan kegiatan
ekonomi umumnya di monopoli oleh pemerintah kolonial.
Adanya tanam paksa di karenakan kesulitan keuangan yang dialami oleh
Pemerintah Belanda. Pengeluaran Belanda digunakan untuk membiayai
keperluan militer sebagai akibat Perang Belgia pada tahun 1830 di Negeri
Belanda dan Perang Jawa atau Perang Diponegoro (1825-1830) di Indonesia.
Perang Belgia berakhir dengan kemerdekaan Belgia (memisahkan diri dari
Belanda) dan menyebabkan keuangan Belanda memburuk. Perang
Diponegoro merupakan perang termahal bagi pihak Belanda dalam
menghadapi perlawanan dari pihak pribumi yaitu sekitar 20 juta gulden.
Usaha untuk menyelamatkan keuangan Belanda sebenarnya sudah
dilakukan sejak masa pemerintahan Van der Capellen (1819-1825). Van der
Capellen menerapkan suatu kebijakan yang menjamin orang Jawa untuk
menggunakan dan memetik hasil tanah mereka secara bebas. Kebijakan yang
ditempuh saat itu diharapkan dapat mendorong orang Jawa untuk
menghasilkan produk yang dapat dijual sehingga lebih memudahkan mereka
membayar sewa tanah. Kebijakan ini menemui kegagalan karena pengeluaran
1 | P a g eTanam Paksa di Indonesia (Cultuurstelsel)
tambahan akibat Perang Jawa dan merosotnya harga komoditi pertanian tropis
di dunia.
Usaha-usaha Belanda tersebut semakin mendapat hambatan karena
persaingan-persaingan dagang internasional. Persaingan dagang tersebut
diantaranya dengan pihak Inggris, dan setelah berdirinya Singapura pada
tahun 1819 menyebabkan peranan Batavia dalam perdagangan semakin kecil
di kawasan Asia Tenggara. Permasalahan di kawasan Indonesia sendiri
diperparah dengan jatuhnya harga kopi dalam perdagangan Eropa, dimana
kopi merupakan produk ekspor andalan pendapatan utama bagi Belanda.
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana sistem tanam paksa Belanda yang di jalankan di Indonesia ?
b. Apa dampak dan pengaruh dari tanam paksa bagi Belanda maupun
Indonesia ?
c. Tokoh-tokoh yang menentang tanam paksa di Indonesia ?
d. Bagaimana penghapusan tanam paksa di Indonesia ?
e. Apa saja perbedaan pemerintahan Raffles dan Daendles?
3. Tujuan
a. Menjelaskan jalannya tanam paksa yang terjadi di Indonesia.
b. Menjelaskan dampak dan pengaruh yang disebabkan tanam paksa , baik
bagi Indonesia maupun bagi Belanda.
c. Mengetahui tokoh-tokoh yang menentang sekaligus menghapus sistem
tanam paksa di Indonesia.
d. Menjelaskan bagaimana tanam paksa dapat di hapuskan.
e. Menjelaskan perbedaan pemerintahan Raffles dan Daendles.
2 | P a g eTanam Paksa di Indonesia (Cultuurstelsel)
BAB II
PEMBAHASAN
1. Penjelasan Tentang Sistem Tanam Paksa
Berdasarkan konverensi London pada tahun 1814 yang isinya bahwasanya
wilayah Belanda dulunya harus dikembalikan kembali kepada Belanda
termasuk Indonesia harus kembali berada dibawah kekuasaan Belanda.
Pemerintah Belanda berkuasa kembali atas Indonesia dan merebut kembali
kekuasaan yang ada di Indonesia meskipun kondisi ekonomi Negara Belanda
masih sangat lemah karena kas keuangannya dalam keadaan kosong.
Lemahnya perekonomian Belanda pada saat itu diakibatkan oleh faktor-faktor
sebagai berikut :
1. Adanya pengeluaran biaya perang dalam menghadapi perlawanan
rakyat daerah di Indonesia seperti Perang Diponegoro (1825-1830) dan
Perang Paderi (1821-1837).
2. Pemerintah Belanda banyak mengeluarkan biaya perang untuk
menghadapi pemberontakan Belgia yang ingin melepaskan diri untuk
merdeka.
3. Badan Usaha Dagang Belanda (Nederlansche Handels Maatschapipij)
yang didirikan pada tahun 1824 gagal menghasilkan keuntungan bagi
negara Belanda.
4. Belanda terlilit hutang luar negeri sehingga banyak biaya yang harus
dikeluarkan untuk membayar hutang.
Pada tahun 1830, Pemerintah Belanda mengangkat Johannes Van Den
Bosch sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang baru. Ia diserahi tugas
meyelamatkan keuangan Belanda dengan cara menarik masukan sebanyak
3 | P a g eTanam Paksa di Indonesia (Cultuurstelsel)
mungkin dari rakyat Indonesia. Van Den Bosch kemudian mengeluarkan
gagasan yang terkenal dengan nama Cultuurstelsel atau sistem tanam paksa.
Pemberlakuan sistem tanam paksa tersebut bertujuan untuk memperoleh
pendapatan sebanyak-banyaknya dalam waktu singkat. Oleh karena itu,
Pemerintah Kolonial mengerahkan tenaga rakyat untuk menanam berbagai
jenis tanaman. Sistem tanam paksa ini, diharapkan dapat mengumpulkan
sejumlah tanaman yang akan didistribusikan kepasaran Eropa atau Amerika.
Dalam kegiatan ini, pihak swasta juga diperlibatkan dalam kegiatan
perlayaran dan perdagangan.
Johannes Van Den Bosch
Dalam menjalankan sistem tanam paksa, Pemerintah Belanda
mengeluarkan aturan-aturan yang dimuat dalam lembaran-lembaran Negara
atau Staatblad atau semacam Undang-Undang yaitu NO.22 tahun 1834.
Aturan–aturan ini berbunyi sebagai berikut :
1. Tuntutan kepada setiap rakyat Indonesia agar menyediakan tanah
pertanian untuk cultuurstelsel tidak melebihi 20% atau seperlima bagian
dari tanahnya untuk ditanami jenis tanaman perdagangan.
4 | P a g eTanam Paksa di Indonesia (Cultuurstelsel)
2. Pembebasan tanah yang disediakan untuk cultuurstelsel dari pajak,
karena hasil tanamannya dianggap sebagai pembayaran pajak.
3. Rakyat yang tidak memiliki tanah pertanian dapat menggantinya
dengan bekerja di perkebunan milik Pemerintah Belanda atau di pabrik
milik Pemerintah Belanda selama 66 hari atau seperlima tahun.
4. Waktu untuk mengerjakan tanaman pada tanah pertanian untuk
cultuurstelsel tidak boleh melebihi waktu tanam padi atau kurang lebih
3 (tiga) bulan.
5. Kelebihan hasil produksi pertanian dari ketentuan akan dikembalikan
kepada rakyat.
6. Kerusakan atau kerugian sebagai akibat gagal panen yang bukan karena
kesalahan petani seperti bencana alam dan terserang hama, akan
ditanggung Pemerintah Belanda.
7. Penyerahan teknik pelaksanaan aturan tanam paksa kepada kepala desa.
Selain itu, Van Den Bosch juga menyusun program-program sebagai
berikut :
1. Menghapus sistem sewa tanah karena dianggap sulit dan tidak efisien.
2. Mengganti sistem tanam bebas menjadi sistem tanam wajib dengan
jenis-jenis tanaman yang telah ditentukan oleh Pemerintah.
3. Menghidupkan kembali program kerja wajib untuk menunjang program
tanam wajib.
Berdasarkan peraturan-peraturan diatas, maka tanam paksa sebenarnya
tidak memberatkan bagi rakyat, bahkan sebagian rakyat mendukung sistem
tanam paksa ini terutama mereka yang tidak memiliki pekerjaan dan sawah
ataupun perkebunan karena mereka mendapatkan pekerjaan dan sekaligus
dapat bekerja. Akan tetapi, tanam paksa ternyata menyebabkan penderitaan
5 | P a g eTanam Paksa di Indonesia (Cultuurstelsel)
yang sangat luar biasa terhadap rakyat karena penyimpangan-penyimpangan
tanam paksa yang dilakukan oleh Pemerintah Belanda, yaitu sebagai berikut :
1. Tanah yang diserahkan petani lebih dari seperlima.
2. Tanah petani yang diserahkan untuk tanam paksa ternyata tidak bebas
pajak bahkan diberbagai daerah pajak lebih tinggi dari sebelumnya
seperti di Priangan atau Jawa Barat.
3. Mereka yang tidak memiliki tanah ternyata bekerja di perkebunan
Pemerintah lebih dari seperlima tahun lamanya.
4. Kegagalan panen apapun penyebabnya ternyata menjadi tanggung
jawab petani.
5. Waktu pekerjaan tanam paksa melebihi waktu tanam padi.
6. Kelebihan hasil panen tidak dikembalikan kepada rakyat.
Penyimpangan-penyimpangan aturan tanam paksa diatas, terjadi karena
adanya cultuur procenten yaitu hadiah atau bonus bagi pelaksana sistem
tanam paksa yang dapat menyerahkan hasil tanaman melebihi ketentuan yang
telah ditetapkan. Oleh karena itu, para Bupati dan kepala desa menyerahkan
hasil tanaman yang sebanyak-banyaknya. Mereka memaksa penduduk desa
untuk menanam melebihi ketentuan yang berlaku. Selain itu, rakyat juga
dibebani pekerjaan yang lebih lama dari pada waktu yang telah ditentukan.
Bagi rakyat yang dianggap tidak mematuhi kehendak para petugas akan
dijatuhi hukuman. Kalaupun tidak dihukum mereka diancam akan dilaporkan
kepada Pemerintah Belanda sebagai pembangkang dan pemberontak.
Dengan kebijakan tanam paksa, Pemerintah Kolonial Belanda ingin
melatih rakyat untuk mengenal jenis-jenis tanaman tropis yang laku dipasaran
dunia, terutama kopi, gula, dan nila (indigo). Tidak hanya itu saja, untuk
menjamin bahwa para pegawai Belanda maupun Bupati dan kepala desa
setempat menunaikan tugasnya dengan baik, selain mendapatkan gaji,
6 | P a g eTanam Paksa di Indonesia (Cultuurstelsel)
Pemerintah Belanda juga memberikan perangsang, yaitu cultuur procenten
(hadiah).
Cultuurstelsel (Sistem Tanam Paksa)
Sistem tanam paksa berlaku selama tahun 1830-1840 telah membuat
volume ekspor gula, kopi, dan nila meningkat pesat rata-rata lebih dari
sepuluh kali lipat. Sebagai contoh, ekspor gula tahun 1830 berjumlah
1.558.000 golden lalu pada tahun 1840 menjadi 13.782.000 golden. Antara
tahun 1832 hingga 1867 saldo untung Belanda mencapai 967.000.000
golden.
2. Wilayah-wilayah di Indonesia yang Dipengaruhi Sistem
Tanam Paksa
1. Pulau Jawa
Pulau Jawa merupakan salah satu target utama sistem tanam paksa karena
di Pulau Jawalah terdapat sumber daya alam dan sumber daya manusia yang
sangat besar yang pastinya dapat menunjang potensi untuk mengisi kas
Negara Belanda yang sedang kosong melompong. Berikut ini beberapa
daerah di Pulau Jawa yang menjadi tempat eksekusi sistem tanam paksa.
7 | P a g eTanam Paksa di Indonesia (Cultuurstelsel)
a. Jawa Tengah dan Jawa Timur
Salah satu potensi yang sangat besar untuk daerah ini yaitu pemanfaatan
lahan untuk ditanami tanaman gula, dan merupakan daerah pengekspor
gula pada waktu itu. Selain itu, tanaman yang menjanjikan adalah teh dan
tembakau untuk dijual dipasaran Eropa dan Belanda berhasil mengeruk
dan menarik keuntungan yang sebanyak-banyaknya sehingga kas Belanda
terisi bahkan berlebih sehingga dimanfaatkan untuk memperkaya diri
tanpa harus memperhatikan nasib bangsa Indonesia yang semakin lama
semakin terpuruk serta terlindas oleh roda tanam paksa yang ditetapkan
oleh Belanda.
b. Jawa Barat dan Banten
Penghasilan terbesar dari daerah ini adalah kopinya yang sangat
terkenal dan salah satu tambang emas bagi Belanda yang bertujuan
menarik keuntungan sebesar-besarnya dari bangsa Indonesia. Selain
itu,tanaman lain yang dapat menunjang kualitas dari daerah ini adalah teh
dan tembakau.
Sistem Tanam Paksa di Pulau Jawa
8 | P a g eTanam Paksa di Indonesia (Cultuurstelsel)
2. Pulau Sumatera
Pulau Sumatera merupakan salah Pulau kedua yang sangat menjadi target
utama Belanda dalam menjalankan praktek sistem tanam paksa. Berikut ini,
merupakan daerah-daerah yang terkena dampak sistem tanam paksa:
a. Sumatera Utara
Keterlibatan Belanda dalam kegiatan ekonomi di Sumatera Utara
diawali oleh Jacobus Nienhuys. Daerah perkebunan seperti Deli Serdang
pada tahun 1865 merupakan daerah penghasil tembakau sebesar 189 bal.
Belanda pun memperoleh keuntungan besar. Selain itu, daerah lainnya
seperti Asahan atau Kisaran yang merupakan penghasil karet, sehingga
merupakan pengantar ekspor Indonesia yang menghasilkan karet mumpuni
atau bagus pada saat itu.
Jacobus Nienhuys.
9 | P a g eTanam Paksa di Indonesia (Cultuurstelsel)
b. Riau
Walaupun tidak terlalu terkenal, namun ada daerah penghasil yang juga
terlibat sistem tanam paksa. Seperti di Siak Sri Indrapura yang merupakan
penghasil sawit dan karet, walaupun tidak terlalu besar jumlahnya. Karena
pada saat itu, Sultan Siak yaitu Sultan Syarif Khosim 1 dan Sultan Syarif
Khosim 11 menolak sistem tanam paksa pada rakyatnya.
3. Kritik Terhadap Tanam Paksa
Serangan-serangan dari orang-orang non-pemerintah mulai menggencar
akibat terjadinya kelaparan dan kemiskinan yang terjadi menjelang akhir
1840-an di Grobogan, Demak, Cirebon. Gejala kelaparan ini diangkat ke
permukaan dan dijadikan isu bahwa pemerintah telah melakukan eksploitasi
yang berlebihan terhadap bumiputra Jawa. Muncullah orang-orang humanis
maupun praktisi Liberal menyusun serangan-serangan strategisnya. Dari
bidang sastra muncul Multatuli (Eduard Douwes Dekker), di lapangan
jurnalistik muncul E.S.W. Roorda van Eisinga, dan di bidang politik dipimpin
oleh Baron van Hoevell. Dari sinilah muncul gagasan politik etis.
Kritik Kaum Liberal
Usaha kaum liberal di negeri Belanda agar Tanam Paksa dihapuskan telah
berhasil pada tahun 1870, dengan diberlakukannya UU Agraria, Agrarische
Wet. Namun tujuan yang hendak dicapai oleh kaum liberal tidak hanya
terbatas pada penghapusan Tanam Paksa. Mereka mempunyai tujuan lebih
lanjut.
Gerakan liberal di negeri Belanda dipelopori oleh para pengusaha swasta.
Oleh karena itu kebebasan yang mereka perjuangkan terutama kebebasan di
bidang ekonomi. Kaum liberal di negeri Belanda berpendapat bahwa
seharusnya pemerintah jangan ikut campur tangan dalam kegiatan ekonomi.
Mereka menghendaki agar kegiatan ekonomi ditangani oleh pihak swasta,
sementara pemerintah bertindak sebagai pelindung warga negara,
10 | P a g eTanam Paksa di Indonesia (Cultuurstelsel)
menyediakan prasarana, menegakkan hukuman dan menjamin keamanan
serta ketertiban.
UU ini memperbolehkan perusahaan-perusahaan perkebunan swasta
menyewa lahan-lahan yang luas dengan jangka waktu paling lama 75 tahun,
untuk ditanami tanaman keras seperti karet, teh, kopi, kelapa sawit, tarum
(nila), atau untuk tanaman semusim seperti tebu dan tembakau dalam bentuk
sewa jangka pendek.
Kritik Kaum Humanis
a. Eduard Douwes Dekker
Kondisi kemiskinan dan penindasan sejak tanam paksa dan UU
Agraria, ini mendapat kritik dari para kaum humanis Belanda. Seorang
Asisten Residen di Lebak, Banten, Eduard Douwes Dekker mengarang
buku Max Havelaar (1860). Dalam bukunya Douwes Dekker
menggunakan nama samaran Multatuli. Dalam buku itu diceritakan
kondisi masyarakat petani yang menderita akibat tekanan pejabat Hindia
Belanda.
Eduard Douwes Dekker
11 | P a g eTanam Paksa di Indonesia (Cultuurstelsel)
b. C. Th Van Deventer
Seorang anggota Raad van Indie, C. Th van Deventer membuat tulisan
berjudul Een Eereschuld, yang membeberkan kemiskinan di tanah jajahan
Hindia-Belanda. Tulisan ini dimuat dalam majalah De Gids yang terbit
tahun 1899. Van Deventer dalam bukunya menghimbau kepada
Pemerintah Belanda, agar memperhatikan penghidupan rakyat di tanah
jajahannya. Dasar pemikiran van Deventer ini kemudian berkembang
menjadi Politik Etis.
c. Baron Van Howvel(1812-1879) dan Frans Van De Putte
Baron Van Howvel merupakan salah satu seseorang anggota parlemen
negeri Belanda. Ia sempat beberapa tahun menetap di Indonesia yaitu di
Batavia. Bersama dengan Frans Van De Putte ia menentang sistem tanam
paksa lewat parlemen Belanda. Van De Putte menulis buku Suiker
Contracten (Kontrak Gula).
4. Dampak Tanam Paksa
Dampak Positif
a. Pemerintah Belanda
1. Pemerintah Belanda memperoleh surplus keuangan yang dapat
digunakan untuk menjalankan Pemerintahan Hindia Belanda dan
memperkaya Belanda.
2. Uang kas Negara Belanda selalu penuh dan tidak pernah kosong.
3. Badan Usaha Dagang Belanda (Nederlandsche Handles Maatschapipij)
memperoleh keuntungan yang sangat besar setelah mendapat hak
monopoli pengangkutan hasil tanam paksa.
12 | P a g eTanam Paksa di Indonesia (Cultuurstelsel)
b. Bagi Rakyat Indonesia
1. Banyak Rakyat Indonesia yang memperoleh pengetahuan tentang
tanam-menanam dan kualitas suatu tanaman.
2. Rakyat mengetahui bahan yang bisa dijual dipasaran dunia.
Dampak Negatif
1. Banyak Rakyat Indonesia yang meninggal karena kelaparan dan sakit
hingga menimbulkan korban jiwa yang sangat besar terutama di
Priangan.
2. Bangsa Indonesia mengalami penderitaan lahir dan batin.
3. Munculnya demam berdarah akibat pembawaan bibit penyakit oleh
Belanda untuk melenyapkan Bangsa Indonesia yang menentang.
Dalam Bidang Pertanian
Cultuurstelsel menandai dimulainya penanaman tanaman komoditi
pendatang di Indonesia secara luas. Kopi dan teh, yang semula hanya ditanam
untuk kepentingan keindahan taman mulai dikembangkan secara luas. Tebu,
yang merupakan tanaman asli, menjadi populer pula setelah sebelumnya,
pada masa VOC, perkebunan hanya berkisar pada tanaman "tradisional"
penghasil rempah-rempah seperti lada, pala, dan cengkeh. Kepentingan
peningkatan hasil dan kelaparan yang melanda Jawa akibat merosotnya
produksi beras meningkatkan kesadaran pemerintah koloni akan perlunya
penelitian untuk meningkatkan hasil komoditi pertanian, dan secara umum
peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pertanian. Walaupun
demikian, baru setelah pelaksanaan UU Agraria 1870 kegiatan penelitian
pertanian dilakukan secara serius.
13 | P a g eTanam Paksa di Indonesia (Cultuurstelsel)
Dalam Bidang Sosial
Dalam bidang pertanian, khususnya dalam struktur agraris tidak
mengakibatkan adanya perbedaan antara majikan dan petani kecil penggarap
sebagai budak, melainkan terjadinya homogenitas sosial dan ekonomi yang
berprinsip pada pemerataan dalam pembagian tanah. Ikatan antara penduduk
dan desanya semakin kuat hal ini malahan menghambat perkembangan desa
itu sendiri. Hal ini terjadi karena penduduk lebih senang tinggal di desanya,
mengakibatkan terjadinya keterbelakangan dan kurangnya wawasan untuk
perkembangan kehidupan penduduknya.
Dalam Bidang Ekonomi
Dengan adanya tanam paksa tersebut menyebabkan pekerja mengenal
sistem upah yang sebelumnya tidak dikenal oleh penduduk, mereka lebih
mengutamakan sistem kerjasama dan gotongroyong terutama tampak di kota-
kota pelabuhan maupun di pabrik-pabrik gula. Dalam pelaksanaan tanam
paksa, penduduk desa diharuskan menyerahkan sebagian tanah pertaniannya
untuk ditanami tanaman eksport, sehingga banyak terjadi sewa menyewa
tanah milik penduduk dengan pemerintah kolonial secara paksa. Dengan
demikian hasil produksi tanaman eksport bertambah,mengakibatkan
perkebunan-perkebunan swasta tergiur untuk ikut menguasai pertanian di
Indonesia di kemudian hari.
Akibat lain dari adanya tanam paksa ini adalah timbulnya “kerja rodi”
yaitu suatu kerja paksa bagi penduduk tanpa diberi upah yang layak,
menyebabkan bertambahnya kesengsaraan bagi pekerja. Kerja rodi oleh
pemerintah kolonial berupa pembangunan-pembangunan seperti; jalan-jalan
raya, jembatan, waduk, rumah-rumah pesanggrahan untuk pegawai
pemerintah kolonial, dan benteng-benteng untuk tentara kolonial. Di samping
itu, penduduk desa se tempat diwajibkan memelihara dan mengurus gedung-
gedung pemerintah, mengangkut surat-surat, barang-barang dan sebagainya.
14 | P a g eTanam Paksa di Indonesia (Cultuurstelsel)
Dengan demikian penduduk dikerahkan melakukan berbagai macam
pekerjaan untuk kepentingan pribadi pegawai-pegawai kolonial dan kepala-
kepala desa itu sendiri.
5. Penghapusan Sistem Tanam Paksa
Sebagai akibat banyaknya reaksi yang muncul terhadap tanam paksa,
Pemerintah Belanda mulai menghapusnya secara bertahap. Tekanan-tekanan
yang dilontarkan bangsa Belanda untuk menghapus sistem tanam paksa
terutama muncul dari kalangan liberal yang menganggap bahwa Belanda
keterlaluan terhadap bangsa Indonesia dan dari pihak kerohanian yang
menganggap Belanda tidak berperikemanusiaan. Selanjutnya tanam paksa
lada dihapus pada tahun 1860, tanam paksa nila dan teh dihapus pada tahun
1865. Secara keseluruhan tanam paksa dihapus pada tahun 1870.
6. Perbedaan Pemerintahan Raffles dan Daendles
Thomas Stamford Raffles
Pada tahun 1811 pimpinan Inggris di India yaitu Lord Muito
memerintahkan Thomas Stamford Raffles yang berkedudukan di Penang
(Malaya) untuk menguasai Pulau Jawa. Dengan mengerahkan 60 kapal,
Inggris berhasil menduduki Batavia pada tanggal 26 Agustus 1811 dan pada
tanggal 18 September 1811 Belanda menyerah melalui Kapitulasi Tuntang.
Pemerintahaan Inggris di Indonesia dipegang oleh Raffles. Raffles
diangkat sebagai Letnan Gubernur dengan tugas mengatur pemerintahan dan
peningkatan perdagangan dan keamanan.
15 | P a g eTanam Paksa di Indonesia (Cultuurstelsel)
Thomas Stamford Raffles
Tindakan Raffles selama memerintah di Indonesia :
a. Bidang Pemerintahan
1. Membagi Pulau Jawa menjadi 18 karesidenan.
2. Mengangkat Bupati menjadi pegawai negeri yang digaji.
3. Mempraktekan sistem yuri dalam pengadilan seperti di Inggris.
4. Melarang adanya perbudakan.
5. Membangun pusat pemerintahan di Istana Bogor.
b. Bidang Perekonomian dan Keuangan
1. Melaksanakan sistem sewa tanah (land rente), Tindakan ini didasarkan
pada pendapatan bahwa pemerintah Inggris adalah yang berkuasa atas
semua tanah, sehingga penduduk yang menempati tanah wajib
membayar pajak.
16 | P a g eTanam Paksa di Indonesia (Cultuurstelsel)
2. Meneruskan usaha yang pernah dilakukan Belanda misalnya penjualan
tanah kepada swasta, serta penanaman kopi.
3. Melakukan penanaman bebas, melibatkan rakyat ikut serta dalam
perdagangan.
4. Memonopoli garam agar tidak dipermainkan dalam perdagangan karena
sangat penting bagi rakyat.
5. Menghapus segala penyerahan wajib dan kerja rodi.
Di samping tindakan Raffles di bidang pemerintahaan dan
perekonomian/keuangan tersebut masih ada tindakan lain yang berpegaruh
bagi Indonesia. Selain pengusaha, Raffles juga seorang sarjana yang sangat
tertarik dengan sejarah dan keadaan alam Indonesia. Tindakan yang
dilakukan Raffles antara lain :
1. Membangun gedung Harmoni di jalan Majapahit Jakarta untuk Lembaga
Ilmu pengetahuan yang berdiri sejak tahun 1778 bernama Bataviaasch
Genootschap.
2. Menyusun sejarah Jawa berjudul “Histori of Jawa“ yang terbit tahun 1817.
3. Namanya diabadikan pada nama Bunga Bangkai raksasa yang ditemukan
seorang ahli Botani bernama Arno.
H. W. Daendles
Pada masa Daendels berkuasa, Prancis bermusuhan dengan Inggris dalam
perang koalisi di Eropa. Maka tugas utama Dandels di Hindia Belanda adalah
mempertahankan pulau Jawa dari serangan pasukan Inggris. Untuk
melaksanakan tugas tersebut langkah-langkah yang ditempuh H.W. Dandels
adalah sebagai berikut :
17 | P a g eTanam Paksa di Indonesia (Cultuurstelsel)
a. Bidang Pertahanan
1. Menambah jumlah prajurit menjadi 18.000 yang sebagian besar dari
suku-suku bangsa di Indonesia (pribumi).
2. Membangun benteng di beberapa kota dan pusat pertahananya di
Kalijati Bandung.
3. Membangun jalan raya dari Anyer sampai Panarukan kurang lebih
1.000 kilometer yang diselesaikan dalam waktu 1 tahun dengan kerja
paksa/rodi di setiap 7 kilometer dibangun pos jaga.
4. Membangun armada laut dan pelabuhan armada dengan pusat di
Surabaya.
H. W. Daendles
18 | P a g eTanam Paksa di Indonesia (Cultuurstelsel)
b. Bidang Keuangan
1. Mengeluarkan mata uang kertas
2. Menjual tanah produktif milik rakyat kepada swasta sehingga muncul
tanah swasta (partikelir) yang banyak dimiliki orang Cina, Arab,
Belanda.
3. Meningkatkan pemasukan uang dengan cara-cara sebelumnya (VOC)
yaitu memborongkan pungutan pajak, contingenten, penanaman kopi
dll.
c. Bidang Pemerintahan
1. Membentuk sekretariat negara untuk membereskan administrasi negara.
2. Kedudukan Bupati sebagai penguasa tradisional diubah menjadi
pegawai pemerintahan dan digaji.
3. Memindahkan pusat pemerintahan dari Sunda Kelapa ke Welterreden
(sekarang gedung Mahkamah Agung di Jakarta).
4. Pulau Jawa dibagi menjadi 9 perfec/wilayah.
5. Membangun kantor-kantor pengadilan.
Sisi negatif pemerintahan Daendels adalah membiarkan terus praktek
perbudakan serta hubungan dengan raja-raja di Jawa yang buruk, sehingga
menimbulkan perlawanan. Pada tahun 1811 Daendels ditarik ke Eropa
digantikan oleh Gubernur Jendral Jansen yang semula bertugas di Tanjung
Harapan (Afrika Selatan). Tidak lama setelah Jansen memerintah, Inggris
melakukan serangan atas wilayah-wilayah yang dikuasai Belanda.
19 | P a g eTanam Paksa di Indonesia (Cultuurstelsel)
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Tanam paksa adalah suatu aturan yang sengaja ditetapkan oleh Belanda
untuk mengisi kekosongan kas Negara Belanda dari pembiayaan biaya perang
melawan Belgia maupun di Indonesia, serta Karena hutang luar negeri
Belanda. Namun, secara tidak langsung setelah diutusnya Van Den Bosch,
maka ia menetapkan aturan-aturan tanam paksa yang ternyata adalah
kebalikan dari aturan-aturan tanam paksa yang telah dibentuk sebelumnya di
Belanda. Dengan dilakukannya penyimpangan-penyimpangan pada aturan-
aturan tanam paksa mengakibatkan penderitaan lahir dan batin bagi rakyat
Indonesia karena banyak rakyat Indonesia yang meninggal dunia serta
terserang penyakit pada saat tanam paksa dan membuat keuntungan yang
sangat besar kepada Belanda karena dapat mengeruk kekayaan Indonesia
untuk mengisi kekosongan kas Belanda bahkan Belanda mampu memperkaya
dan memperindah diri.
2. Saran
Apabila bangsa Indonesia tidak melakukan perubahan pada aspek iptek,
bangsa Indonesia akan tergilas bangsa lain serta dapat dibodoh-bodohi dan
dimanfaatkan kelemahan Indonesia untuk keuntungan bangsa lain. Oleh
karena itu, marilah kita sebagai Bangsa Indonesia bersama-sama mewujudkan
Indonesia untuk tidak dapat lagi dibodoh-bodohi.
20 | P a g eTanam Paksa di Indonesia (Cultuurstelsel)
Daftar Pustaka
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20110807175228AAirJM9
http://id.wikipedia.org/wiki/Cultuurstelsel
http://priyambodouns.blogspot.com/2013/05/makalah-tanam-paksa.html
Museum Kebangkitan Nasional. 2007. Koleksi Museum Kebangkitan Nasional.
Jakarta.
Poesponegoro, Marati, dan Nugroho.1993. Sejarah Nasional Indonesia 111 dan
IV. Jakarta : Balai Pustaka Depdikbud.
Siboro, J. 1998. Dinamika Perjuangan Kemerdekaan Indonesia. Bandung :
Tarsito.
Terry L. Smart. 1987. World History, A Story of Progress. New York : Holt,
Rinehart and Winston Publishers.
21 | P a g eTanam Paksa di Indonesia (Cultuurstelsel)