Upload
mahmud-yazid-khoiri
View
532
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
i
TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI GULA KRISTAL
PUTIH DI PT. PABRIK GULA CANDI BARU SIDOARJO
PRAKTIK KERJA LAPANG
Oleh :
MAHMUD YAZID KHOIRI
NPM 13.03.3.1.1.00087
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
BANGKALAN
2016
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gula merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok (sembako).
Indonesia memiliki potensi untuk menjadi produsen gula dunia karena adanya
dukungan agroekosistem, luas lahan, dan tenaga kerja (Deperin, 2009). Terdapat
62 pabrik gula di seluruh Indonesia tahun 2015 (Han, 2014). Produksi gula
nasional tahun 2010 mencapai 1.014.272 ton, 2011 mencapai 1.051.642 ton, dan
2012 mencapai 1.252.788 ton (Disbun, 2013).
Jumlah produksi gula Jawa Timur mencapai 45 % dari total produksi gula
nasional. Jumlah volume produksi yang besar ini dikarenakan Jawa Timur
didukung adanya 31 pabrik gula milik PTPN, PT RNI, dan milik swasta yang
beroperasi. Salah satu pabrik gula yang memberikan kontribusi besar tersebut
adalah Pabrik Gula Candi Baru Sidoarjo (Heriawan, 2013).
PT. Pabrik Gula Candi Baru merupakan salah satu anak perusahaan PT.
Rajawali Nusantara Indonesia yang memproduksi gula jenis SHS-1A atau Gula
Kristal Putih 1 (GKP 1). Proses produksi GKP 1 di PG Candi Baru sendiri
menggunakan teknik sulfitasi. Pemasarannya sendiri masih melingkupi kebutuhan
gula dalam negeri dengan nama produk “Raja Gula”. Diharapkan untuk kemudian
hari, pabrik ini menjadi pabrik gula yang efisien.
Salah satu faktor penting dalam peningkatan produktivitas perusahaan
adalah tata letak fasilitas produksi, baik mesin ataupun peralatan yang digunakan.
Tata letak fasilitas produksi yang baik menunjang efisiensi biaya dan juga respon
yang cepat. Selain itu, tata letak yang baik juga meningkatkan daya saing
perusahaan dalam hal fleksibilitas, biaya, kualitas lingkungan kerja, dan lain
sebagainya. Tata letak fasilitas produksi mencakup desain dari susunan mesin,
perlatan, dan fasilitas industri lainnya. Tujuan dasar tata letak menurut
Wignjosoebroto (2009) adalah integrasi menyeluruh dari semua faktor produksi,
perpindahan jarak seminimal mungkin, aliran kerja berlangsung lancar, semua
area yang ada dimanfaatkan secara efektif serta efisien, menjaga rasa aman serta
kepuasan kerja para karyawan, dan pengaturan tata letak harus cukup fleksibel.
Sebagai pabrik yang menginginkan efisiensi produksi, efisiensi dan efektifitas
produksi adalah hal yang penting. Oleh sebab itu, PKL ini dilakukan untuk
mengetahui secara jelas tata letak fasilitas produksi PT. Pabrik Gula Candi Baru.
2
1.2 Tujuan
Tujuan praktik kerja lapang ini adalah sebagai berikut:
Mengetahui tata letak fasilitas produksi di PT. Pabrik Gula Candi Baru
Sidoarjo
Mengetahui tipe tata letak fasilitas produksi di PT. Pabrik Gula Candi Baru
Sidoarjo
1.3 Manfaat PKL
1.3.1. Manfaat bagi instansi
Mendapatkan informasi tata letak fasilitas produksi serta permasalahan
yang berkaitan dengan hal tersebut.
1.3.2. Manfaat bagi mahasiswa
Mahasiswa dapat mengetahui tata letak fasilitas produksi PT. Pabrik Gula
Candi Baru Sidoarjo serta memperoleh pengalaman langsung dalam kinerja
perusahaan.
1.3.3. Manfaat bagi universitas
Mampu menghasilkan sarjana yang berkualitas dan berpengalaman di
bidangnya
Meningkatkan hubungan kemitraan antara pihak universitas dengan pihak
PT. Pabrik Gula Candi Baru Sidoarjo.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gula Kristal Putih
Berdasarkan Hendrawati (1997) gula adalah bagian dari sembilan bahan
pokok yang menempati posisi penting dalam perekonomian. Gula merupakan
bahan pemanis yang biasanya berbentuk kristal (butir-butir kecil) yang dibuat dari
air tebu, aren (enau), atau kelapa (nyiur) yang mengalami beberapa proses
sehingga menjadi gula. Gula pasir adalah hasil kristalisasi cairan tebu. Biasanya
berwarna putih namun ada pula yang berwarna coklat (raw sugar). Disebut gula
pasir karena bentuknya yang seperti pasir (Sugar Labinta, 2015).
Menurut Silaban (2011), gula paling sering dipasarkan pada konsumen
dalam bentuk kristal sukrosa padat atau biasa disebut Gula Kristal Putih (GKP).
Proses pembuatan gula dimulai dari pemerasan atau ekstraksi, dilanjutkan proses
pemurnian, dan dilakukan pengkristalan. Negara Indonesia yang dulunya bernama
Hindia Belanda pernah menjadi produsen gula utama di tingkat internasional pada
tahun 1930, lalu mulai tersaingi oleh produsen lain yang lebih efisien.
Hairani et al. (2014) menyebutkan bahwa gula terdiri dari 3 macam yaitu
gula kristal putih, gula kristal rafinasi dan gula kristal mentah. Indonesia hingga
saat ini mampu memproduksi gula kristal putih dan gula rafinasi. Menurut Badan
Standar Nasional (SNI) (2010) gula kristal putih harus memiliki syarat mutu dan
melewati pengujian. Pengujian gula kristal putih meliputi keadaan, warna, besar
butir, sakarosa, gula pereduksi, bahan asing tak larut, dan cemaran logam.
2.2 Tata Letak Fasilitas
Perancangan tata letak fasilitas produksi (Facilities Lay-out Design) adalah
salah satu bagian dari perancangan fasilitas (Facilities Design). Perancangan
fasilitas merupakan penentu bagaimana aktivitas-aktivitas dari fasilitas produksi
dapat diatiur sedemikian rupa sehingga mampu mencapai proses produksi yang
efektif dan efisien. Tata letak fasilitas produksi sendiri meliputi pengaturan letak
mesin, peralatan, dan fasilitas produksi lainnya (Wignjosoebroto, 2009).
Perancangan tata letak fasilitas sangat penting untuk memperbaiki kinerja
dari suatu pabrik. Contohnya adaalah pengaturan tata letak fasilitas dan
pemindahan bahan yang efisien mampu mengurangi backtracking pada proses
produksi di PT. XYZ (Siregar et al., 2013) dan mampu meningkatkan efektivitas
4
dan efisiensi proses produksi melalui penurunan perpindahan jarak material, biaya
angkut material handling dan waktu siklus yang digunakan di PT. Atmindo
(Sembiring, 2012). Dari contoh tersebut, dapat disimpulkan bahwa perancangan
tata letak fasilitas produksi sangat penting dan dibutuhkan untuk operasional suatu
pabrik agar lebih efektif dan efisien.
Tata letak fasilitas produksi dalam pabrik harus dirancang dengan se-
efisien mungkin agar aliran bahan maupun orang dapat menjadi ekonomis.
Terkadang, untuk memenuhi kebutuhan produksi yang telah direncanakan oleh
bagian production planninng, diharuskan adanya penambahan dan penggantian
mesin serta peralatan secara teratur. Biasanya, ketika pertumbuhan bisnis makin
besar, penambahan mesin akan lebih banyak daripada mesin yang dikeluarkan.
Hal ini mengakibatkan adanya keharusan pengubahan tata letak mesin dan
peralatan serta sistem penanganan bahan. Kadang kala, ada perusahaan yang
mendesain tata letak yang kurang efisien. Hal ini disebabkan perusahaan tersebut
tidak mengetahui bahwa tata letak tersebut kurang baik ataupun tahu bahwa tata
letak tersebut tidak baik, tetapi tidak ada dana untuk mengubahnya (Handoko,
1984).
Menurut Wignjosoebroto (2009) tujuan dari pengaturan tata letak pabrik
adalah sebagai berikut:
Menaikkan output produksi
Mengurangi waktu tunggu (delay)
Mengurangi proses pemindahan bahan (material handling)
Penghematan penggunaan areal untuk produksi, gudang dan service
Pendaya guna yang lebih besar dari pemakaian mesin, tenaga kerja, dan/atau
fasilitas produksi lainnya
Mengurangi inventory in-process
Proses manufakturing yang lebih singkat
Mengurangi resiko bagi kesehatan dan keselamatan kerja dari operator
Memperbaiki moral dan kepuasan kerja
Mempermudah aktivitas supervisi
Mengurangi kemacetan dan kesimpang-siuran
5
Mengurangi faktor yang bisa merugikan dan mempengaruhi kualitas dari bahan
baku ataupun produk jadi
Berdasarkan Wignjosoebroto (2009), berikut ini adalah tipe tata letak dan
penjelasannya:
1. Product layout (tata letak berdasarkan produk)
Penggunaan layout ini adalah untuk pabrik dengan satu macam produk
atau kelompok produk dalam jumlah/volume besar. Prinsip pengaturan layout ini
adalah machine after machine. Peletakan fasilitas-fasilitas produksi dalam layout
ini didasarkan pada garis aliran dari proses produksi.
Keuntungan dari product layout ini adalah aliran pemindahan material
makin pendek, waktu produksi makin singkat, work in-process jarang terjadi, tiap
stasiun kerja memerlukan luas area minimal, dan pengendalian proses produksi
mudah dilaksanakan. Kelemahan dari layout tipe produk ini adalah kerusakan satu
mesin mengakibatkan penghentian proses produksi secara total, tidak mempunyai
fleksibilitas dalam meningkatkan volume produksi, stasiun kerja yang lambat
akan menghambat aliran produksi, dan diperlukan investasi besar untuk
pengadaan mesin dari segi jumlah maupun spesialisasi fungsinya.
2. Fixed position layout (tata letak material berdasarkan lokasi material tetap)
Tipe layout ini merupakan tata letak dengan komponen produk utama yang
besar sehingga komponen tersebut tinggal tetap di tempat dan fasilitas-fasilitas
produksinya yang bergerak menuju lokasi komponen utama tersebut. Penggunaan
layout ini biasanya untuk perakitan (assembly).
Keuntungan tata letak jenis ini adalah perpindahan material dapat
dikurangi, kesempatan untuk melakukan pengkayaan kerja (job enrichment)
mudah diberikan, fleksibilitas kerja sangat tinggi, dan kontinuitas operasi dan
tanggung jawab kerja bisa dicapai bilamana pendekatan kelompok kerja dilakukan
dalam kegiatan produksi. Kelemahan dari layout tipe material tetap ini adalah
peningkatan frekuensi pemindahan fasilitas produksi atau operator saat operasi,
memerlukan operator dengan skill yang tinggi selain aktivitas supervisi yang
umum dan intensif, adanya duplikasi peralatan kerja yang mengakibatkan space
area dan work in-process, dan memerlukan pengawasan dan koordinasi kerja yang
ketat.
6
3. Group technology layout (tata letak berdasarkan kelompok produk)
Tata letak ini berdasarkan pada pengelompokan komponen atau produk
yang akan dibuat. Pengelompokannya berdasarkan langkah-langkah pemrosesan,
bentuk, mesin, atau peralatan yang dipakai. Pengelompokannya bukan
berdasarkan produk akhir melainkan komponen penyusun produk akhir.
Keuntungan dari layout tipe ini adalah pendayagunaan mesin yang
maksimal, lintasan aliran kerja lebih lancar serta lebih pendek dari pada dua tipe
layout sebelumnya, keuntungan job enlargement akan dapat diperoleh, memiliki
keuntungan dua tipe layout sebelumnya, dan umumnya memakai mesin general
purpose sehingga lebih murah. Keterbatasan dari layout tipe ini adalah diperlukan
tenaga kerja dengan ketrampilan tinggi, kelancaran krja sangat tergantung pada
pengendalian produksi, diperlukan buffers and work in-process storage bila
keseimbangan aliran sulit dicapai, kerugian dari dua tipe layout sebelumnya juga
ada dalam tipe layout ini, dan kesempatan aplikasi fasilitas produksi tipe special-
purpose sulit dilakukan.
4. Process layout (tata letak berdasarkan macam proses)
Layout jenis ini merupakan metode penempatan fasilitas produksi dengan
tipe sama ke dalam satu departemen. Pada umumnya layout ini dipergunakan
dalam industri manufakturing dengan volume produksi relatif kecil. Tata letak ini
lebih fleksibel dari pada product layout.
Tata letak berdasarkan macam proses mempunyai keuntungan investasi
fasilitas yang dibutuhkan rendah, fleksibilitas fasilitas produksi tinggi, aktivisi
supervisi dimungkinkan lebih efisien, pengawasan lebih mudah, dan mudah
mengatasi keadaan mesin breakdown. Batasan dari layout tipe ini adalah
pemindahan material makin panjang, sulit menyeimbangkan kerja tiap fasilitas
produksi, proses serta pengendalian produksi makin kompleks, hanya sesuai untuk
pabrik yang beroperasi berdasarkan job order, dan diperlukan skill operator yang
tinggi untuk menangani aktivitas produksi yang bervariasi.
Dalam melakukan perancangan tata letak, diperlukan suatu rancangan aliran
bahan yang efektif dan efisien terlebih dahulu. Pola aliran bahan merupakan aliran
yang diperlukan untuk memindahkan bahan dari awal proses hingga akhir proses
7
produksi. Macam–macam pola aliran bahan dalam Wignjosoebroto (2009) adalah
sebagai berikut:
1. Straight Line
Pola aliran bahan berdasarkan garis lurus umum dipakai apabila proses
produksi berlangsung singkat, umum, dan relatif sederhana serta terdiri dari
beberapa production equipment.. Keuntungan dari pola aliran ini adalah jarak
perpindahan bahan dapat dibuat sependek mungkin. Hal ini dikarenakan proses
produksi berlangsung dalam satu garis lurus.
2. Serpentine atau Zig-zag (S-Shape)
Pola aliran serpentine ini cocok untuk aliran proses produksi yang lebih
panjang dari pada luas area yang tersedia. Hal ini dapat mengatasi keterbasan area
dan ukuran dari pabrik yang ada.
3. U-Shape
Pola bentuk U ini digunakan pada proses produksi yang memungkinkan
untuk menempatkan penerimaan bahan baku dan pengiriman bahan baku dalam
satu tempat yang sama. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pemanfaatan
fasilitas produksi. Namun, aliran bahan yang terlalu panjang tidak cocok
menggunakan pola ini.
4. Circular
Pola ini berbentuk melingkar dengan dengan tujuan mengembalikan
material pada titik awal produksi. Hal ini hanya dapat digunakan apabila
departemen penerimaan dan pengiriman direncanakan berada pada tempat yang
sama.
5. Odd Angle
Pola ini tidak begitu dikenal karena hanya digunakan pada kondisi tertentu.
Kondisi yang menyebabkan penggunaan pola ini antara lain proses handling
dilaksanakan secara mekanis, terdapat keterbatasan ruangan, dikehendaki pola
aliran yang tetap dari fasilitas-fasilitas yang ada. Dalam keadaan tersebut, pola ini
memberi lintasan terpendek dan berguna banyak pada area yang terbatas.
8
III. METODE PELAKSANAAN
3.1 Waktu dan Tempat
Pelaksanaan praktik kerja lapang ini bertempat di PT. Pabrik Gula Candi
Baru Sidoarjo yang beroperasi dalam produksi gula GKP I atau SHS I. Waktu
pelaksanaan PKL ini dimulai dari tanggal 11 Januari 2016 dan berakhir pada 11
Februari 2016.
3.2 Tahapan Pelaksanaan
Tahapan pelaksanaan kegiatan praktik kerja lapang ini dapat dilihat pada
Gambar 3.1 berikut ini:
Gambar 3.1 Tahapan pelaksanaan
3.3 Pengumpulan Data
Data yang akan diambil pada praktik kerja lapang di PT. Pabrik Gula
Candi Baru untuk melengkapi keperluan data dalam pembuatan laporan praktik
kerja lapang adalah sebagai berikut:
Mulai
Selesai
Studi Pustaka Survey Lokasi
Pengumpulan Data
Gambaran umum perusahaan
Struktur organisasi perusahaan
Tata letak fasilitas pabrik
Penulisan laporan
Kesimpulan dan saran
9
1. Data Primer
Rangkuti (2006) menyatakan bahwa data primer merupakan data yang
didapatkan melalui pengamatan langsung terhadap sumbernya dan dicatat sesuai
data lapangan. Selain itu, data primer juga bisa didapatkan dengan wawancara
langsung terhadap narasumber data tersebut. Dalam praktik kerja lapang ini, data
primer didapatkan dengan wawancara dan observasi kondisi lapang. Data yang
didapatkan berupa profil perusahaan dan tata letak pabrik.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang didapatkan secara tidak langsung.
Data ini berupa studi literature. Literature yang dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan data praktik kerja lapang ini terdiri dari dokumentasi perusahaan,
buku-buku ilmiah, artikel ilmiah dalam jurnal, dan catatan-catatan perusahaan.
10
11
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional. 2010. SNI 01-3140-2001: Gula Kristal Putih.
Departemen Perindustrian. 2009. Roadmap Industri Gula. Jakarta: Direktorat
Jenderal Industri Agro dan Kimia.
Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur. 2013. Menyatukan visi demi capai
swasembada gula. Dinamika Perkebunan Majalah Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur Hal 4-7.
Freddy Rangkuti. 2009. Strategi Promosi yang Kreatif. Jakarta : Gramedia
Hairani, R.I; J.M.M. Aji dan J. Januar. 2014. Analisis Trend Produksi dan Impor Gula Serta Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Gula Indonesia.
Jurnal Berkala Ilmiah Pertanian. 1 (4): 77-85.
Han. 2014. Tahun 2015 Gula Nasional Semakin Sulit Bersaing. (Online). http://www.pabrikgulamini.com/tahun-2015-gula-nasional-semakin-sulit-
bersaing/ Diakses tanggal 11 Desember 2015.
Hendrawati, D. 1997. Efisiensi Pengusahaan Gula Tebu di Lahan Sawah dengan
Analisis Biaya Sumberdaya Domestik . [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Heriawan, R. 2013. Nasional masih bergantung pada gula dari Jawa Timur.
Dinamika Perkebunan Majalah Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur Hal 13-14.
National Geographic Indonesia. 2012. Swasembada Gula Nasional di 2014 Sulit Dicapai.(online). http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/08/swasem bada-gula-nasional-di-2014-sulit-dicapai. Diakses tanggal 10 Desember
2015.
PT Sugar Labinta. 2014. Pengetahuan dan Informasi Mengenai Gula, Kesehatan
dan Gaya Hidup. (online). http://www.sugarlabinta.com/about.php?id=20. Diakses tanggal 11 Desember 2014.
Sembiring, AC. 2012. Perancangan Ulang Tata Pabrik Untuk Meminimalisasi
Material Handling Di PT. Atmindo. [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Silaban, D.J. 2011. Gula Tebu Sejarah dan Proses Pembuatan. (Online). http://xavixer.blog.com/2011/01/21/gula-tebu-sejarah-dan-proses-pembuatan/ Diakses tanggal 11 Desember 2015.
Siregar, RM., Sukatendel. D, & Tarigan. U. 2013. Perancangan Ulang Tata Letak Fasilitas Produksi Dengan Menerapkan Algoritma Blocplan Dan
Algoritma Corelap Pada PT. XYZ. J Teknik Industri PT USU. 01: 35 – 44.
Wignjosoebroto, S. 2003.Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.