15
TEKNIK MODIFIKASI CUACA UNTUK MENEKAN CURAH HUJAN PADA DAERAH RAWAN BANJIR MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Bahasa Indonesia Keilmuan Yang dibina oleh Dr. Endah Tri Priyatni, M.Pd., dan Muyassaroh, S.S., S.Pd. Oleh Rina Sri Utami 120722403875 UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL JURUSAN GEOGRAFI PROGRAM STUDI S1 GEOGRAFI Mei 2013

Teknik Modifikasi Cuaca Untuk Menekan Curah Hujan Pada Daerah Rawan Banjir

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Teknik Modifikasi Cuaca Untuk Menekan Curah Hujan Pada Daerah Rawan Banjir

TEKNIK MODIFIKASI CUACA UNTUK MENEKAN CURAH HUJAN

PADA DAERAH RAWAN BANJIR

MAKALAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH

Bahasa Indonesia Keilmuan

Yang dibina oleh Dr. Endah Tri Priyatni, M.Pd., dan Muyassaroh, S.S., S.Pd.

Oleh

Rina Sri Utami

120722403875

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS ILMU SOSIAL

JURUSAN GEOGRAFI

PROGRAM STUDI S1 GEOGRAFI

Mei 2013

Page 2: Teknik Modifikasi Cuaca Untuk Menekan Curah Hujan Pada Daerah Rawan Banjir

2

TEKNIK MODIFIKASI CUACA UNTUK MENEKAN CURAH HUJAN

PADA DAERAH RAWAN BANJIR

1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Disamping kaya akan sumber daya alam serta keindahan alamnya,

Indonesia merupakan daerah rawan akan terjadinya bencana alam. Jenis bencana

alam yang sangat umum terjadi di Indonesia adalah bencana alam geologis dan

bencana alam hidrometeorologis. Bencana alam geologis adalah bencana alam

yang disebabkan oleh faktor yang bersumber dari dalam bumi, seperti gempa

bumi dan tsunami. Teori tektonik lempeng telah mengajarkan bahwa bagian luar

bumi terdiri dari berbagai lempeng kerak benua dan samudera, yang saling

bergerak satu terhadap lainnya, dengan kecepatan hingga bisa mencapai

20 cm/tahun (Pusat Informasi Riset Bencana Alam, Kementrian Riset dan

Teknologi). Sedangkan bencana alam hidrometeorologis merupakan bencana alam

yang disebabkan oleh faktor angin dan curah hujan. Banjir merupakan contoh

bencana alam hidrometeorlogis.

Selama Januari 2013, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)

mencatat ada 119 kejadian bencana yang terjadi di Indonesia. Nugroho (2013)

menyatakan bahwa 96 % dari 119 kasus bencana alam yang terjadi selama Januari

2013 merupakan bencana alam hidrometeorologis dan 36 kasus diantaranya

merupakan bencana banjir (detik.com). Bencana banjir di Indonesia bukan hanya

terjadi pada akhir-akhir ini saja. Data yang dicatat oleh BNPN menyatakan bahwa

sejak tahun 1815 hingga tahun 2013 telah terjadi 4000 kasus banjir di Indonesia.

Angka tersebut menduduki angka tertinggi dari angka-angka bencana alam yang

terjadi di Indonesia. Hal tersebut belum kasus-kasus yang pada masa lalu yang

tidak dapat dihimpun oleh BNPB karena keterbatasan akses informasi.

Banjir terjadi karena adanya faktor alam dan faktor aktivitas manusia.

Faktor alam terjadi dengan sendirinya, tanpa ada bantuan dari manusia. Faktor

aktivitas manusia merupakan keberadaan manusia dengan segala aktivitasnya.

Kedua faktor tersebut bekerja secara sinergis dan saling melengkapi, sehingga

Page 3: Teknik Modifikasi Cuaca Untuk Menekan Curah Hujan Pada Daerah Rawan Banjir

3

banjir dapat terjadi. Jika dilihat dari fenomena banjir yang akhir-akhir ini terjadi

kesinergisan antara faktor alam dan faktor manusia tersebut terlihat dari intensitas

curah hujan, sedangkan faktor dari aktivitas manusia berupa pendangkalan sungai.

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Pelaksana Harian Badan Koordinasi

Nasional Penanggulangan Bencana (Lakhar Bakornas PB: 2007), yang

mengatakan:

Pada umumnya banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi diatas

normal, sehingga sistim pengaliran air yang terdiri dari sungai dan anak sungai alamiah serta sistem saluran drainase dan kanal

penampung bajir buatan yang ada tidak mampu menampung

akumulasi air hujan tersebut hingga meluap. Kemampuan/daya tampung sistem pengaliran air dimaksud tidak selamanya sama, tetapi

berubah akibat adanya sedmentasi, penyempitan sungai akibat

fenomena alam dan ulah manusia, tersumbat sampah serta hambatan lainnya.

Perubahana penggunaan lahan pada daerah pegunungan dan hulu sungai

menjadi pemicu utama terjadinya pendangkalan sungai. Idealnya penggunaan

lahan di daerah pegunungan dan hulu sungai adalah hutan yang berfungsi sebagai

daerah resapan air hujan. Hujan yang jatuh menuju permukaan bumi tidak secara

langsung jatuh ke tanah. Air hujan tersebut jatuh pada batang-batang pohon dan

ditahan oleh dedaunan sebelum sampai ke permukaan bumi. Ketika sampai pada

permukaan bumi air hujan juga masih ditahan oleh daun-daun kering yang telah

gugur sehingga sedikit air hujan yang mengalir ke aliran sungai dan megurangi

terjadinya erosi.

Saat ini banyak daerah pegunungan yang beralihfungsi menjadi vila-vila,

permukiman penduduk dan tegalan. Jika air hujan jatuh pada daerah ini, maka

resapan (infiltrasi) tidak bisa berjalan secara optimal. Pada daerah dengan

penggunaan lahan sebagai tegalan, air hujan yang jatuh tidak mengalami

hambatan apapun. Air hujan langsung jatuh pada tanah serta mengalir dengan

leluasa. Tanah yang tidak memiliki guguran dedaunan mengurangi infiltrasi air.

Air menjadi leluasa mengalir dan dalam aliran tersebut air membawa material

tanah. Jika air sudah sampai pada daerah yang datar maka tanah tersebut akan

diendapkan. Hal tersebut menjadi penyebab timbulnya pendangkalan daerah aliran

sungai yang memicu terjadinya banjir. Banjir yang terjadi pada daerah hilir sulit

untuk diatasi. Hujan yang terus mengguyur sementara air tidak berkurang karena

Page 4: Teknik Modifikasi Cuaca Untuk Menekan Curah Hujan Pada Daerah Rawan Banjir

4

air sungai mengalir dengan lambat. Pada kondisi seperti ini, perlu adanya

antisipasi modifikasi cuaca pada daerah rawan banjir untuk menekan curah hujan

sebagai upaya pencegahan terjadinya banjir.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa saja faktor penyebab terjadinya banjir?

2. Cara apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi banjir?

3. Bagaimana teknik modifikasi cuaca dapat dilaksanakan untuk menekan

curah hujan pada daerah rawan banjir?

1.3. Tujuan

1. Untuk mendeskripsikan faktor yang menyebabkan terjadinya banjir.

2. Untuk mendeskripsikan cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi banjir.

3. Untuk mendeskripsikan teknik modifikasi cuaca dapat dilaksanakan untuk

menekan curah hujan pada daerah rawan banjir.

2. Pembahasan

2.1. Faktor Penyebab Daerah Rawan Banjir

Daerah rawan banjir merupakan daerah yang potensial untuk dilanda

banjir yang diindikasikan dengan frekuensi terjadinya banjir (pernah atau

berulangkali), (Departemen Pekerjaan Umum). Banjir merupakan fenomena yang

sering terjadi pada berbagai wilayah di Indonesia. Menurut Bakornas PB (2007)

banjir dapat diartikan sebagai berikut:

a. Aliran air sungai yang tingginya melebihi muka air normal sehingga melimpas

dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah di sisi

sungai. Aliran limpasan tersebut yang semakin meninggi, mengalir dan

melimpas muka tanah yang biasanya tidak dilewati aliran air.

b. Gelombang banjir berjalan kearah hilir sistem sungai yang berinteraksi dengan

kenaikan muka air akibat badai.

Lee, (1990) mengatakan bahwa suatu banjir diberi batasan sebagai laju

aliran yang relatif tinggi yang menyebabkan suatu aliran sungai melebihi tepinya.

Sedangkan Richard (1995) dalam Martha (2011) mengartikan banjir dalam dua

Page 5: Teknik Modifikasi Cuaca Untuk Menekan Curah Hujan Pada Daerah Rawan Banjir

5

pengertian, yaitu: 1) meluapnya air sungai yang disebabkan oleh debit air sungai

yang melebihi daya tampung sungai pada keadaan curah hujan tinggi, 2) genangan

pada daerah dataran rendah yang datar yang biasaya tidak tergenang.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa banjir

merupakan peristiwa yang terjadi karena meluapnya debit air sungai. Sungai

menerima limpasan air yang tidak sesuai dengan kemampuannya. Ketika sungai

tidak mampu menerima air yang tidak sesuai dengan kemampuannya maka debit

sungai akan meningkat dan tidak sesuai dengan volume yang seharusnya. Pada

kondisi yang demikian, sungai sudah tidak mampu menampung air, sehingga air

sungai yang meluap mengalir ke tempat disekitarnya. Air yang mengalir tersebut

menjadi genangan yang sering disebut dengan banjir.

Penyebab terjadinya banjir pada berbagai wilayah sangat bervariasi.

Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh karakteristik yang berbeda-beda pada

masing-masing wilayah. Secara garis besar banjir disebabkan oleh dua faktor

yaitu faktor alam dan faktor aktivitas manusia. Faktor alam dan faktor manusia

bekerja secara sinergis, sehingga keduanya mempunyai hubungan yang saling

mempengaruhi. Faktor alam merupakan faktor yang terjadi karena alam itu

sendiri, tanpa memperoleh bantuan dari manusia. Sedangkan faktor aktivitas

manusia merupakan keberadaan manusia dan segala aktivitasnya. Alam telah

mempunyai siklus sendiri, sehingga tanpa adanya manusiapun alam akan berjalan

sesuai dengan siklusnya. Hal ini berbanding terbalik dengan manusia, keberadaan

manusia tentu sangat membutuhkan alam sebagai tempat tinggal dan untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya.

Melihat fenomena banjir yang terjadi pada akhir-akhir ini, banjir lebih

banyak disebabkan oleh tingginya intensitas curah hujan dan pendangkalan

sungai. Pelaksana Harian Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana

(Lakhar Bakornas PB: 2007) mengatakan bahwa pada umumnya banjir

disebabkan oleh curah hujan yang tinggi diatas normal, sehingga sistim pengaliran

air yang terdiri dari sungai dan anak sungai alamiah serta sistem saluran drainase

dan kanal penampung bajir buatan yang ada tidak mampu menampung akumulasi

air hujan tersebut hingga meluap. Kemampuan/daya tampung sistem pengaliran

air dimaksud tidak selamanya sama, tetapi berubah akibat adanya sedimentasi,

Page 6: Teknik Modifikasi Cuaca Untuk Menekan Curah Hujan Pada Daerah Rawan Banjir

6

penyempitan sungai akibat fenomena alam dan ulah manusia, tersumbat sampah

serta hambatan lainnya.

Hujan merupakan fenomena hidrologis yang berlangsung di atmosfer.

Curah hujan yang jatuh ke bumi kadang-kadang sangat deras, deras, sedang, dan

sangat kecil (Utaya, 2012). Intensitas curah hujan merupakan faktor alami

(faktor alam) terjadinya banjir. Hujan merupakan input air yang ada pada aliran

sungai. Curah hujan yang di atas normal tentu sangat berpengaruh terhadap

peluang terjadinya banjir pada suatu wilayah. Biasanya curah hujan tertinggi di

Indonesia terjadi pada bulan Februari-Maret.

Jika dikaji secara mendalam, pendangkalan sungai lebih banyak

disebabkan oleh faktor aktivitas manusia. Peningkatan jumlah penduduk dari

tahun ketahun, diikuti oleh peningkatan jumlah kebutuhan hidup. Kebutuhan yang

paling pokok pada kehidupan manusia adalah kebutuhan sandang, pangan dan

papan. Perubahan penggunaan lahan terjadi seiring dengan tuntutan manusia

dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Utaya (2012) menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk yang semakin

tinggi, menuntut tersedianya kebutuhan hidup yang lebih tinggi. Akibatnya

manusia melakukan eksploitasi terhadap alam. Dalam hal ini, di satu sisi alam

rusak akibat eksploitasi, disisi lain manusia membuang sampah atau limbah ke

alam sehingga mencemari alam.

Hal utama yang menyebabkan pendangkalan sungai pada Daerah Aliran

Sungai (DAS) adalah perubahan penggunaan lahan. Lahan banyak beralihfungsi

menjadi permukiman, industri dan pariwisata. Perubahan peggunaan lahan ini

menyebabkan berkurangnya tutupan vegetasi penutup lahan. Padahal vegetasi

memiliki peranan yang penting dalam proses peresapan air hujan.

Sunaryo, Walujo dan Harnanto (2005), Yusuf (2005), Saida (2012)

mengungkapkan hal yang senada bahwa ketimpangan daerah tangkapan hujan

terutama disebabkan oleh ketimpangan dalam pemanfaatan lahan. Ketimpangan

tersebut disebabkan oleh perubahan perubahan (konversi) lahan yang tidak

terkendali sehingga kawasan hutan yang semula dilindungi oleh vegetasi alami

berubah menjadi kawasan terbuka.

Page 7: Teknik Modifikasi Cuaca Untuk Menekan Curah Hujan Pada Daerah Rawan Banjir

7

Pada saat hujan berlangsung, air tidak dapat tertahan secara memadai di

perrmukaan tanah sehingga proses peresapan kedalam tanah menjadi terhambat.

Hal ini mengakibatkan limpasan air mengalir tanpa hambatan di permukaan tanah.

Kondisi yang demikian dapat memicu terjadinya banjir secara mendadak.

Saat ini banyak wilayah, terutama pada daerah tangkapan hujan yang

mengalami alihfungsi lahan. Kawasan bervegetasi semakin mengalami penurunan

dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Dari data diperoleh informasi yang

menunjukkan laju kerusakan hutan di Indonesia yang mencapai 1,6 juta hingga

dua juta hektar dalam lima tahun. Sedangkan hutan di Pulau Jawa diperkirakan

tinggal 3—5 % dari luas Pulau Jawa secara keseluruhan.

Akibat penurunan jumlah kawasan vegetasi, kemampuan DAS dalam

menahan air semakin menurun. Tanah yang terhempas oleh air hujan mudah

tererosi, yang mengakibatkan meningkatnya intensitas sedimentasi pada dasar

sungai. Sedimentasi yang terjadi berujung pada pendangkalan sungai.

2.2. Cara yang Bisa Dilakukan Untuk Mengatasi Banjir

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi banjir. Upaya tersebut

meliputi pembangunan tanggul, normalisasi sungai dan larangan membuang

sampah secara sembarangan. Upaya tersebut memang dapat menekan terjadinya

banjir. Namun disadari atau tidak, bahwa upaya-upaya tersebut mengarah pada

upaya pengendalian banjir yang bersifat secara struktur. Upaya yang seharusnya

dilakukan adalah upaya jangka panjang yang memperhatikan pola hidrologis atau

siklus air. Hal tersebut juga diungkapkan oleh pengamat banjir sekaligus mantan

Dirjen Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum, Siswoko (2013) yang

menyatakan bahwa kebijakan pemerintah dalam penanganan masalah banjir lebih

berorientasi pada pembangunan fisik dan bukan pengelolaan di jaringan sumber

air maupun pada lahan daerah tangkapan air. Upaya mengatasi masalah banjir

yang mengandalkan pembangunan struktur yang dilaksanakan pemerintah terbukti

tidak efektif untuk mengatasi atau mengurangi masalah banjir, sehingga

diperlukan model pengendalian banjir secara terpadu dan komprehensif dengan

mengacu pada upaya pembangunan non struktur yang melibatkan seluruh

stakeholder (ugm.ac.id).

Page 8: Teknik Modifikasi Cuaca Untuk Menekan Curah Hujan Pada Daerah Rawan Banjir

8

Sebenarnya kegiatan nonstruktur lebih utama untuk dilakukan, karena hal

tersebut merupakan akar permasalahan penyebab banjir. Konservasi lahan di

hulu-hulu sungai dan daerah tangkapan hujan perlu dilakukan untuk menekan

besarnya aliran permukaan air. Selai itu dengan adanya konservasi dapat menekan

terjadinya erosi dan sedimentasi pada dasar sungai, sehingga dapat menekan

pendangkalan sungai. Hal ini memang membutuhkan waktu yang cukup lama.

Mengingat pohon yang ditanam memerlukan waktu puluhan tahun untuk tumbuh

menjadi besar. Bakornas PB dalam Susanto (2006) merekomendasikan perlunya

reboisasi dan pembangunan sistem peresapan air untuk mengatur kecepatan aliran

dan debit permukaan air dari daerah hulu sungai guna mengurangi banjir.

Saat ini banyak gerakan tanaman seribu pohon yang dilakukan oleh

sekelompok masyarakat. Pada peringatan hari bumi misalnya, terdapat berbagai

macam organisasi yang melakukan tanam seribu pohon. Hal ini merupakan bentuk

kepedulian terhadap lingkungan yang patut untuk diapresiasi, namun yang perlu

diingat adalah perawatan pohon-pohon tersebut yang perlu diperhatikan.

Perawatan pohon-pohon yang telah ditanam memang membutuhkan waktu, tenaga

dan biaya yang tidak sedikit. Ada baiknya hal tersebut dilaksanakan, jika

membawa pada kepentingan dan kebaikan bersama. Hal itu agar sesuai dengan

tujuan utama penanaman pohon-pohon tersebut, yaitu dapat tumbuh dan

manfaatnya benar-benar bisa dirasakan oleh masyarakat, terutama dalam menekan

terjadinya banjir.

Kondisi banjir yang akhir-akhir ini terjadi sulit untuk diatasi. Hal ini

disebabkan oleh permasalahan yang terlanjur kompleks. Akar dari permasalahan

banjir telah bercabang menjadi akar-akar yang baru. Ketika banjir sudah tidak

mampu diatasi dan air tetap menggenang pada daerah yang terkena banjir, maka

perlu dilakukan antisipasi berupa modifikasi cuaca untuk menekan terjadinya

penambahan volume genangan air.

2.3. Upaya Penekanan Curah Hujan Pada Daerah Rawan Banjir dengan

Teknik Modifikasi Cuaca

Teknik modifikasi cuaca merupakan metode modifikasi awan atas usaha

manusia. Pada awalnya modifikasi cuaca dilakukan untuk mendapatkan hujan

Page 9: Teknik Modifikasi Cuaca Untuk Menekan Curah Hujan Pada Daerah Rawan Banjir

9

buatan, karena pada satu daerah terlanjur kering. Sebelum muncul teknik

modifikasi cuaca, manusia membuat hujan dengan melakukan berbagai ritual

kepada dewa. Manusia pada zaman itu melakukan tari-tarian, doa-doa, dan

membaca mantra untuk mendapatkan hujan. Pada zaman sekarang teknik

modifikasi cuaca bisa digunakan untuk berbagai keperluan, salah satunya adalah

untuk mangatasi banjir. Teknik modifikasi cuaca terbukti efektif mengurangi

curah hujan pada area yang terkena banjir. Hal ini dilihat dengan penerapan

modifikasi cuaca pada acara Sea Games XXVI di Palembang, Sumatera Selatan

pada tahun 2011. Keberhasilah pada teknik modifikasi cuaca tersebut mencapai

80% dan hujan tidak turun di area Sea Games.

Teknik modifikasi cuaca dilakukan oleh Badan Penelitian dan

Pengembangan Teknologi (BPPT) yang bekerjasama dengan Badan Nasional

Penanggulangan Bencana (BNPB) dan TNI Angkatan Udara. Kerjasama yang

dilakukan oleh BPPT dengan TNI Angkatan Udara adalah untuk mendukung

kegiatan teknik modifikasi cuasa dengan menyediakan pesawat yang dimiliki oleh

TNI Angkatan Udara.

Sebagaimana teknik modifikasi cuaca yang telah dilakukan di Jakarta

untuk mengatasi banjir. Pelaksanaan teknik modfikasi cuaca bisa menggunakan

pesawat Hercules milik TNI Angkatan Udara dan pesawat Cassa milik BPPT.

Pesawat tersebut membawa material garam untuk menyemai awan yang

berpotensi hujan. Pesawat diberangkatkan dari Bandara Halim Perdanakusuma

dan Pondok Cabe, Pamulang, Tangerang Selatan (metrotvnews.com). Hal senada

juga diungkapkan oleh Humas BNPB yang menyatakan bahwa pelaksanaan teknik

modfikasi cuaca dilakukan dengan mengerahkan empat pesawat terbang yaitu satu

Hercules C-130 TNI AU dan tiga peswat CASA 212-200 untuk mempercepat

awan menjadi hujan (setkab.go.id).

Metode yang digunakan dalam penyemaian awan bisa dilakukan dengan

dua cara. Cara yang pertama yaitu dengan membuyarkan awan-awan cumulus

yang berpotensi menghasilkan hujan dengan intensitas tinggi. Sedangkan yang

kedua adalah dengan cara memepercepat turunnya hujan misalnya dengan

mengadakan penyemaian awan pada saat awan tersebut mulai tumbuh menjadi

awan potensial. Bahan semai yang digunakan untuk membuyarkan awan adalah

Page 10: Teknik Modifikasi Cuaca Untuk Menekan Curah Hujan Pada Daerah Rawan Banjir

10

Kalsium Oksida (CaCO 3). Sedangkan untuk mempercepat turunnya hujan adalah

garam dapur (NaCl). Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Lestari yang

menyatakan bahwa metode yang digunakan dalam teknik modifikasi cuaca adalah

dengan mengatur strategi penyemaian awan, dengan dua cara yaitu : 1)

Membuyarkan awan-awan cumulus yang berpotensi menghasilkan hujan dengan

intensitas tinggi dan cara, 2) Memepercepat turunnya hujan misalnya dengan

mengadakan penyemaian awan pada saat awan tersebut mulai tumbuh menjadi

awan potensial.

Teknik modifikasi cuaca dapat dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya

banjir yang terlanjur parah pada suatu wilayah. Teknik modifikasi cuaca

yang sering dilakukan adalah dengan metode memepercepat turunnya hujan

sebelum mencapai tempat yang sedang terkena banjir. Untuk mempercepat

tumbuhnya awan dilakukan dengan penyemaian Natrium Klorida (NaCl) atau

garam dapur pada awan hangat. Garam merupakan bahan semai yang dapat

mematangkan awan. Secara higroskopis garam mampu melakukan tarikan pada

awan. Garam yang bertemu dengan aerosol mempercepat pembentukan inti

kondensasi. Inti kondensasi merupakan syarat yang harus dimiliki dalam proses

terjadinya hujan.

Tjasyono HK (2004) mengatakan bahwa garan dapur (NaCl) bertindak

sebagai inti kondensasi dan jika ditaburka didalam awan, ia bertindak sebagai

larutan yang dapat menggiatkan mekanisme benturan dan penggabungan. Jika

diameter butir garam 40 µm (atau jejarinya 20 µm) maka satu butir garam adalah

32x10-9

cm3.

Berikut adalah penjelasan kekuatan garam dalam menyemai awan :

V = 4/3πr2 = 4/3 x 3,14 x (2.10

-2)

3 mm

3

= 32 x 10-6

mm3 = 32 x 10

-9 cm

3

Jika massa jenis garam, ρ = 1,2 gram/cm3, maka satu butir garam :

m = V. Ρ = 32 x 10-9

cm3 x 1,2 gr/cm

3

= 38,4 x 10-9

gram

Jadi dalam satu kilogram terdapat = 1000 x 109 butir

38,4

= 26 x 109 butir

1000

38,4

Page 11: Teknik Modifikasi Cuaca Untuk Menekan Curah Hujan Pada Daerah Rawan Banjir

11

Pesawat Dakota mampu mengangkat satu ton garam yang setara dengan

26 x 1012

butir garam, biasanya disebar dalam tempo, t = 45 menit = 45 x 60 detik

= 2.700 detik. Jadi setiap detik disebarkan = ( 26 x 1012

) 2700 = 1010

butir garam

NaCl. Hasil ini sesuai dengan hujan rangsanga di India, yaitu 1010

butir

garam tiap detik disebar dari bawah dengan memakai generator dan menambah

hujan 42% dengan asumsi semua butir garam masuk melalui dasar awan

(Tjasyono HK, 2004).

Sebelum melaksanakan modifikasi cuaca, hal yang harus diperhatikan

adalah kondisi cuaca. Kondisi cuaca merupakan salah satu penentu keberhasilan

dalam pelaksanaan kegiatan teknik modifikasi cuaca. Informasi kondisi cuaca

akan akan dikirim pada Pos Komando pada pukul 06.00 WIB. Informasi yang

disampaikan pada Pos Komando adalah laporan mengenai arah dan kecepatan

angin pada setiap ketinggian, suhu dan kelembapan udara, perawanan, jenis awan

dan lain-lainnya. Pada pukul 07.00 WIB disiapkan pesawat helikopter atau

pesawat Porter Pillatus. Setelah itu, dilakukan rapat singkat selama kurang lebih

30 menit untuk membuat perencanaan operasi seperti lokasi seperti lokasi

penyebaran penyebaran dan jenis serta banyaknya garam yang akan disebarkan.

Jika rapat telah selesai dilaksanakan, langkah selanjutnya adalah

pelaksanaan operasi pertama dengan menyebarkan garam pada lokasi yang

ditentukan. Pada pukul 08.00 WIB diluncurkan radiosonde untuk mengukur

tekanan (p), suhu (T), dan kelembapan nisbi (RH) pada setiap ketinggian. Awan

yang memasuki tingkat dewasa kemudian dirangsang menggunakan NaCl. Garam

disemai mengggunakan pesawat Porter Pillatus pada ketinggian 200 m diatas

dasar awan. Operasi akan selesai sekitar pukul 17.00 WIB. Setelah operasi selesai

akan dilakukan rapat evaluasi untuk mengukur keberhasilan operasi yang telah

dilaksanakan. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Tjasjono (1995) yang

menyatakan bahwa setelah operasi selesai (jam 17.00 WIB) biasanya dilakukan

rapat kembali sebagai evaluasi keberhasilan operasi yang baru saja dilakukan.

Page 12: Teknik Modifikasi Cuaca Untuk Menekan Curah Hujan Pada Daerah Rawan Banjir

12

3. Penutup

3.1. Simpulan

Dari pembahasan makalah teknik modifikasi cuaca ini, dapat disimpulkan

bahwa :

1. Banjir merupakan peristiwa meluapnya debit air sungai karena sungai

menerima aliran air yang tidak sesuai dengan kemampuannya. Secara garis

besar banjir disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia yang bekerja

secara sinergis. Pada akhir-akhir ini, banjir lebih banyak disebabkan oleh

pendangkalan sungai sebagai faktor aktivitas manusia yang didukung oleh

tingginya intensitas curah hujan sebagai faktor alam. Penurunan jumlah

kawasan vegetasi, menyebabkan kemampuan DAS dalam menahan air

semakin menurun yang berujung pada pendangkalan sungai.

2. Hal yang harus diperhatikan dalam penanganan bajir adalah akar dari

permasalahan banjir itu sendiri. Selama ini, cara yang dilakukan untuk

megatasi banjir fokus pada kegiatan yang bersifat struktur. Kegiatan

nonstruktur sebenarnya lebih utama untuk dilakukan. Karena hal tersebut

merupakan penanganan secara langsung dari akar permasalahan penyebab

banjir. Konservasi lahan di hulu-hulu sungai dan daerah tangkapan hujan

perlu dilakukan untuk menekan besarnya aliran permukaan air. Selain itu

dengan adanya konservasi dapat menekan terjadinya erosi dan sedimentasi

pada dasar sungai, sehingga dapat menekan pendangkalan sungai.

3. Pada kawasan yang terlanjur banjir parah, diperlukan teknik modifikasi cuaca

sebagai cara yang efektif untuk menangani banjir. Teknik modifikasi cuaca

dapat dilakukan dengan dua metode yaitu dengan membuyarkan awan-awan

dan mematangkan awan sehingga memepercepat turunnya hujan.

Pembuyaran awan dilakukan dengan menaburkan Kalsium Oksida (CaCO3)

pada awan. Sedangkan untuk mempercepat turunnya hujan sebelum mencapai

kawasan banjir diakukan dengan penyemaian garam dapur (NaCl) setinggi

200 m diatas dasar awan dengan menggunakan pesawat.

Page 13: Teknik Modifikasi Cuaca Untuk Menekan Curah Hujan Pada Daerah Rawan Banjir

13

3.2. Saran

Dari pembahasan makalah modifikasi cuaca ini diharapkan kepada

pemerintah daerah untuk mempertimbangkan pelepasan hutan dan ruang terbuka

hijau guna kepentingan-kepentingan tertentu. Hal ini harus dilakukan karena

mengingat pentingnya hutan dan ruang terbuka hijau bagi kehidupan. Jika hal

tersebut tidak dilaksanakan, maka pertumbuhan lahan terbangun menjadi tidak

terkendali. Petumbuhan lahan terbangun yang tidak terkendali menyababkan

rendahnya infiltrasi sehingga banjir sulit untuk dikendalikan. Kepada masyarakat

juga diharapkan agar secara bersama-sama turut menjaga lingkungan. Masyarakat

diharapkan tidak membuang sampah sembarangan terutama di sungai. Hal ini

dilakukan mengingat pentingnya sungai bagi kehidupaan yaitu sebagai

penampung mengalirnya limpasan air ketika terjadi hujan. Jika hal tersebut tidak

dilaksanakan maka dimungkinkan banjir dan bencana yang lainnya akan tetap

menjadi permasalahan yang tidak kunjung usai. Menjaga lingkungan tidak hanya

menjadi tanggungjawab pihak pemerintah atau instansi tertentu. Menjaga

lingkungan merupakan tanggungjawab bersama, karena lingkungan tidak hanya

menjadi tempat tinggal instansi tertentu. Lingkungan adalah tempat tinggal

bersama, yang harus dijaga secara bersama-sama.

Page 14: Teknik Modifikasi Cuaca Untuk Menekan Curah Hujan Pada Daerah Rawan Banjir

14

DAFTAR RUJUKAN

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Data & Informasi Bencana Indonesia.

(Online),

(http://dibi.bnpb.go.id/DesInventar/dashboard.jsp?countrycode=id&con

tinue=y&lang=ID), diakses 11 April 2013.

Departemen Pekerjaan Umum. Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Daerah

Rawan Bencana Banjir. (online),

(https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd

=9&cad=rja&ved=0CFsQFjAI&url=http%3A%2F%2Fwww.penataanr

uang.net%2Ftaru%2Fupload%2Fnspk%2Fpedoman%2FPengendalian_

PR_Kaw_RBBanjir.pdf&ei=AFN1UfSCNsyXrgeFg4GIBw&usg=AFQ

jCNFVWJATGWOiRX06tRLPWUvxJPd2kA&sig2=EZZUl_QUCiMJ

WbqeHHU4rw&bvm=bv.45512109,d.bmk), diakses 22 April 2013.

Detik.com. 2013. Januari 2013, Indonesia Dirundung 119 Bencana. (online),

(http://news.detik.com/read/2013/02/02/002615/2159288/10/januari-

2013-indonesia-dirundung-119-bencana), diakses 11 April 2013.

Lee, Richard. 1990. Hidrologi Hutan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Lestari, Sri. 2002. Efektifitas Teknologi Modifikasi Cuaca Dalam Pengendalian

Banjir di DKI Jakarta. (online),

(http://www.iptek.net.id/ind/?mnu=8&ch=jsti&id=292) diakses 15 Mei

2013.

Martha, A. 2011. Pemetaan Kawasan Berpotensi Banjir Menggunakan Sistem

Informasi Geografi. (online),

(https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd

=1&cad=rja&ved=0CDEQFjAA&url=http%3A%2F%2Frepository.ipb.

ac.id%2Fbitstream%2Fhandle%2F123456789%2F51807%2FA11ama1

_BAB%2520II%2520Tinjauan%2520Pustaka.pdf%3Fsequence%3D6&

ei=iWGOUaTGOZDLrQfaoYCoDg&usg=AFQjCNEdIgOINlMpX3x-

PmhSqbvbAjdNsA&sig2=oshEYK_yAaxC6tUcGEBggA&bvm=bv.46

340616,d.bmk) diakses 10 April 2013.

Metrotvnews. 2013. BPPT: Modifikasi Cuaca di Jakarta Selesai Hari Ini.

(online),

(http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/02/27/5/134388/B

PPT-Modifikasi-Cuaca-di-Jakarta-Selesai-Hari-ini), diakses 15 Mei

2013.

Pusat Informasi Riset Bencana Alam, Kementrian Riset dan Teknologi. Jenis

Bencana. (online,

http://www.pirba.ristek.go.id/index.php/module/Disaster), diakses 11

April 2013.

Page 15: Teknik Modifikasi Cuaca Untuk Menekan Curah Hujan Pada Daerah Rawan Banjir

15

Saida, Baiti Nur. 2012. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Masyarakat Terhadap

Upaya Pengurangan Dampak Banjir di Desa Kadungrejo Kecamatan

Baureno Kabupaten Bojonegoro. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FIS

UM.

Sekretariat Kabinet Republik Indonesia. 2013. Atasi Banjir Jakarta,BNPB dan

BPPT Gelar Modifikasi Cuaca. (online),

(http://www.setkab.go.id/nusantara-7149-atasi-banjir-jakarta-bnpb-dan-

bppt-gelar-modifikasi-cuaca.html) diakses 15 Mei 2013.

Sunaryo, Trie M, Tjoek Walujo dan Aris Harnanto. 2005. Pengelolaan Sumber

Daya Air Konsep dan Penerapannya. Malang: Bayumedia Publishing.

Susanto, A.B. 2006. Disaster Management di Negeri Rawan Bencana. Jakarta:

The Jakarta Consulting Group.

Tjasjono, Bayong. 1995. Klimatologi Umum. Bandung: Penerbit ITB Bandung.

Tjasyono HK, Bayong. 2004. Klimatologi. Bandung: Penerbit ITB.

Universitas Gajah Mada. 2013. Pakar UGM Beri Masukan Mengatasi Banjir

Jakarta. (online),

(http://www.ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=5271) diakses 14

Mei 2013.

Utaya, Sugeng. 2012. Pengantar Hidrologi. Yogyakarta: Aditya Media

Publishing.

Yusuf, Yasin. 2005. Anatomi Banjir Kota Pantai Perspektif Geografi. Surakarta:

Pustaka Cakra Surakarta.