Terapi Aktifitas Kelompok Sosial

Embed Size (px)

DESCRIPTION

TAK kelompok sosial

Citation preview

  • 5

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    1. TAK (Terapi Aktivitas Kelompok)

    1.1 Defenisi

    Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan

    yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama (Stuart & Laraia,

    2001 dikutip dari Cyber Nurse, 2009).

    Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok

    pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau

    diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih

    (Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental Rumah Sakit Jiwa di Indonesia dalam

    Yosep, 2007). Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara

    kelompok untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan

    interpersonal (Yosep, 2008).

    1.2 Manfaat TAK

    Terapi aktivitas kelompok mempunyai manfaat :

    a) Umum

    1. Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing) melalui

    komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain.

    2. Membentuk sosialisasi

    Universitas Sumatera Utara

  • 6

    3. Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesadaran tentang

    hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku defensive

    (bertahan terhadap stress) dan adaptasi.

    4. Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti

    kognitif dan afektif.

    b) Khusus

    1. Meningkatkan identitas diri.

    2. Menyalurkan emosi secara konstruktif.

    3. Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk diterapkan sehari-hari.

    4. Bersifat rehabilitatif: meningkatkan kemampuan ekspresi diri, keterampilan

    sosial, kepercayaan diri, kemampuan empati, dan meningkatkan kemampuan

    tentang masalah-masalah kehidupan dan pemecahannya.

    (Yosep, 2007)

    1.3 Tahapan dalam TAK

    Kelompok sama dengan individu, mempunyai kapasitas untuk tumbuh dan

    berkembang. Kelompok akan berkembang melalui empat fase, yaitu: Fase pra-

    kelompok; fase awal kelompok; fase kerja kelompok; fase terminasi kelompok

    (Stuart & Laraia, 2001 dalam Cyber Nurse, 2009).

    1. Fase Prakelompok

    Dimulai dengan membuat tujuan, menentukan leader, jumlah anggota,

    kriteria anggota, tempat dan waktu kegiatan, media yang digunakan. Menurut Dr.

    Wartono (1976) dalam Yosep (2007), jumlah anggota kelompok yang ideal

    Universitas Sumatera Utara

  • 7

    dengan cara verbalisasi biasanya 7-8 orang. Sedangkan jumlah minimum 4 dan

    maksimum 10. Kriteria anggota yang memenuhi syarat untuk mengikuti TAK

    adalah : sudah punya diagnosa yang jelas, tidak terlalu gelisah, tidak agresif,

    waham tidak terlalu berat (Yosep, 2007).

    2. Fase Awal Kelompok

    Fase ini ditandai dengan ansietas karena masuknya kelompok baru, dan

    peran baru. Yalom (1995) dalam Stuart dan Laraia (2001) membagi fase ini

    menjadi tiga fase, yaitu orientasi, konflik, dan kohesif. Sementara Tukman (1965)

    dalam Stuart dan Laraia (2001) juga membaginya dalam tiga fase, yaitu forming,

    storming, dan norming.

    a) Tahap orientasi

    Anggota mulai mencoba mengembangkan sistem sosial masing-masing,

    leader menunjukkan rencana terapi dan menyepakati kontrak dengan anggota.

    b) Tahap konflik

    Merupakan masa sulit dalam proses kelompok. Pemimpin perlu

    memfasilitasi ungkapan perasaan, baik positif maupun negatif dan membantu

    kelompok mengenali penyebab konflik. Serta mencegah perilaku perilaku yang

    tidak produktif (Purwaningsih & Karlina, 2009).

    c) Tahap kohesif

    Anggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang informasi dan lebih

    intim satu sama lain (Keliat, 2004).

    Universitas Sumatera Utara

  • 8

    3. Fase Kerja Kelompok

    Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim. Kelompok menjadi stabil dan

    realistis (Keliat, 2004). Pada akhir fase ini, anggota kelompok menyadari

    produktivitas dan kemampuan yang bertambah disertai percaya diri dan

    kemandirian (Yosep, 2007).

    4. Fase Terminasi

    Terminasi yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan pengalaman

    kelompok akan digunakan secara individual pada kehidupan sehari-hari.

    Terminasi dapat bersifat sementara (temporal) atau akhir (Keliat, 2004).

    1.4 TAK: Stimulasi Persepsi

    Terapi aktivitas kelompok (TAK) dibagi empat, yaitu terapi aktivitas

    kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori,

    terapi aktivitas orientasi realita, dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat,

    2004).

    Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang

    menggunakan aktivitas sebagai stimulus terkait dengan pengalaman dan atau

    kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok (Keliat, 2004).

    Fokus terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi adalah membantu pasien

    yang mengalami kemunduran orientasi dengan karakteristik: pasien dengan

    gangguan persepsi; halusinasi, menarik diri dengan realitas, kurang inisiatif atau

    ide, kooperatif, sehat fisik, dan dapat berkomunikasi verbal (Yosep, 2007).

    Universitas Sumatera Utara

  • 9

    1.5 Tujuan TAK Stimulasi Persepsi

    Adapun tujuan dari TAK stimulasi persepsi adalah pasien mempunyai

    kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang diakibatkan oleh paparan

    stimulus kepadanya. Sementara, tujuan khususnya: pasien dapat mempersepsikan

    stimulus yang dipaparkan kepadanya dengan tepat dan menyelesaikan masalah

    yang timbul dari stimulus yang dialami (Darsana, 2007).

    1.6 Aktivitas TAK Stimulasi Persepsi : Halusinasi

    Aktivitas mempersepsikan stimulus tidak nyata dan respon yang dialami

    dalam kehidupan, khususnya untuk pasien halusinasi. Aktivitas dibagi dalam lima

    sesi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu :

    1. Sesi pertama: Mengenal Halusinasi

    Tujuan:

    1. Pasien dapat mengenal halusinasi.

    2. Pasien mengenal waktu terjadinya halusinasi.

    3. Pasien mengenal situasi terjadinya halusinasi.

    4. Pasien mengenal perasaannya pada saat terjadi halusinasi.

    Langkah kegiatan

    1 Persiapan

    a) Memilih pasien sesuai dengan indikasi yaitu pasien dengan perubahan sensori

    persepsi: halusinasi.

    b) Membuat kontrak dengan pasien

    c) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

    Universitas Sumatera Utara

  • 10

    2. Orientasi

    a) Salam terapeutik

    1. Salam dari terapis kepada pasien.

    2. Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama).

    3. Menanyakan nama dan panggilan semua pasien (beri papan nama).

    b) Evaluasi/ validasi

    Menanyakan perasaan pasien saat ini.

    c) Kontrak

    1. Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu mengenal

    suara-suara yang didengar.

    2. Terapis menjelaskan aturan main berikut:

    Jika ada pasien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin kepada terapis.

    Lama kegiatan 45 menit Setiap pasien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.

    3. Tahap kerja

    a) Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, yaitu mengenal suara-

    suara yang didengar (halusinasi) tentang isinya, waktu terjadinya, situasi

    terjadinya, dan perasaan pasien pada saat terjadi.

    b) Terapis meminta pasien menceritakan isi halusinasi, kapan terjadinya, situasi

    yang membuat terjadi, dan perasaan pasien saat terjadi halusinasi. Mulai dari

    pasien yang sebelah kanan , secara berurutan sampai semua pasien mendapat

    giliran. Hasilnya ditulis di whiteboard.

    Universitas Sumatera Utara

  • 11

    c) Beri pujian pada pasien yang melakukan dengan baik.

    d) Simpulkan isi, waktu terjadi, situasi terjadi, dan perasaan pasien dari suara

    yang biasa didengar.

    4. Tahap terminasi

    a) Evaluasi

    1. Terapis menanyakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK.

    2. Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.

    b) Tindak lanjut

    Terapis meminta pasien untuk melaporkan isi, waktu, situasi, dan

    perasaanya jika terjadi halusinasi.

    c) Kontrak yang akan datang

    1. Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu cara mengontrol halusinasi

    2. Menyepakati waktu dan tempat.

    2. Sesi kedua: Mengontrol Halusinasi dengan Menghardik

    Tujuan:

    1. Pasien dapat menjelaskan cara yang selama ini dilakukan untuk mengatasi

    halusinasi.

    2. Pasien dapat memahami cara menghardik halusinasi.

    3. Pasien dapat memperagakan cara menghardik halusinasi.

    Langkah kegiatan

    1. Persiapan

    a) Mengingatkan kontrak kepada pasien yang telah mengikuti sesi 1.

    b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

    Universitas Sumatera Utara

  • 12

    2. Orientasi

    a) Salam terapeutik

    1. Salam dari terapis kepada pasien.

    2. Pasien dan terapis pakai papan nama.

    b) Evaluasi/validasi

    1. Terapis menanyakan persaan pasien saat ini.

    2. Terapis menanyakan pengalaman halusinasi yang terjadi: isi, waktu,

    situasi, dan perasaan.

    c) Kontrak

    1. Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu dengan latihan satu cara mengontrol

    halusinasi.

    2. Menjelaskan aturan main (sama seperti pada sesi 1)

    3. Tahap kerja

    a) Terapis meminta pasien menceritakan apa yang dilakukan pada saat

    mengalami halusinasi, dan bagaimana hasilnya. Ulangi sampai semua pasien

    mendapat giliran.

    b) Berikan pujian setiap pasien selesai bercerita.

    c) Terapis menjelaskan cara mengatasi halusinasi dengan menghardik

    halusinasi saat halusinasi muncul.

    d) Terapis memperagakan cara menghardik halusinasi, yaitu Pergi jangan

    ganggu saya, saya mau bercakap-cakap dengan

    Universitas Sumatera Utara

  • 13

    e) Terapis meminta masing-masing pasien memperagakan cara menghardik

    halusinasi dimulai dari pasien sebelah kiri terapis, berurutan searah jarum

    jam sampai semua peserta mendapat giliran.

    f) Terapis memberikan pujian dan mengajak semua pasien bertepuk tangan

    saat setiap pasien selesai memperagakan menghardik halusinasi.

    4. Tahap terminasi

    a) Evaluasi

    1. Terapis menayakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK.

    2. Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.

    b) Tindak lanjut

    1. Terapis menganjurkan pasien untuk menerapkan cara yang telah

    dipelajari jika halusinasi muncul.

    2. Memasukkan kegiatan menghardik dalam jadwal kegiatan harian pasien.

    c) Kontrak yang akan datang

    1. Terapis membuat kesepakatan dengan pasien untuk TAK yang

    berikutnya, yaitu belajar cara mengontrol halusinasi dengan melakukan

    kegiatan.

    2. Terapis membuat kesepakatan waktu dan tempat TAK berikutnya.

    3. Sesi ketiga: Mengontrol Halusinasi dengan Melakukan Kegiatan

    Tujuan:

    1. Pasien dapat memahami pentingnya melakukan kegiatan untuk mencegah

    munculnya halusinasi.

    2. Pasien dapat menyusun jadwal kegiatan untuk mencegah terjadinya halusinasi.

    Universitas Sumatera Utara

  • 14

    Langkah kegiatan

    1. Persiapan

    a) Mengingatkan kontrak dengan pasien yang telah mengikuti Sesi 2.

    b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

    2. Orientasi

    a) Salam terapeutik

    1. Salam dari terapis kepada pasien.

    2. Pasien dan terapis pakai papan nama.

    b) Evaluasi/validasi

    1. Terapis menanyakan keadaan pasien saat ini.

    2. Terapis menanyakan cara mengontrol halusinasi yang sudah dipelajari.

    3. Terapis menanyakan pengalaman pasien menerapkan cara menghardik

    halusinasi.

    c) Kontrak

    1. Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mencegah terjadinya halusinasi

    dengan melakukan kegiatan.

    2. Menjelaskan aturan main (sama seperti sesi sebelumnya).

    3. Tahap kerja

    a) Terapis menjelaskan cara kedua, yaitu melakukan kegiatan sehari-hari.

    Memberi penjelasan bahwa dengan melakukan kegiatan yang teratur akan

    mencegah munculnya halusinasi.

    b) Terapis meminta tiap pasien menyampaikan kegiatan yang biasa dilakukan

    setiap sehari-hari, daan tulis di whiteboard.

    Universitas Sumatera Utara

  • 15

    c) Terapis membagikan fomulir jadwal kegiatan harian. Terapis menulis

    formulir yang sama di whiteboard.

    d) Terapis membimbing satu persatu pasien untuk membuat jadwal kegiatan

    harian, dari bangun pagi sampai tidur malam. Pasien menggunakan formulir,

    terapis menggunakan whiteboard.

    e) Terapis melatih pasien memperagakan kegiatan yang telah disusun.

    f) Berikan pujian dengan tepuk tangan bersama kepada pasien yang sudah

    selesai membuat jadwal dan memperagakan kegiatan.

    4. Tahap terminasi

    a) Evaluasi

    1. Terapis menanyakan perasaan pasien setelah selesai menyusun jadwal

    kegiatan dan memperagakannya.

    2. Terapis memberikan pujian atas kebehasilan kelompok.

    b) Tindak lanjut

    Terapis menganjurkan pasien melaksanakan dua cara mengontrol

    halusinasi, yaitu menghardik dan melakukan kegiatan.

    c) Kontrak yang akan datang

    1. Terapis membuat kesepakatan dengan pasien untuk TAK berikutnya, yaitu

    mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap.

    2. Terapis membuat kesepakatan waktu dan tempat.

    Universitas Sumatera Utara

  • 16

    4. Sesi keempat: Mencegah Halusinasi dengan Bercakap-Cakap

    Tujuan:

    1. Pasien memahami pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain untuk

    mencegah munculnya halusinsi.

    2. Pasien dapat bercakap-cakap dengan orang lain untuk mencegah halusinasi.

    Langkah kegiatan

    1. Persiapan

    a) Mengingatkan kontrak dengan pasien yang telah mengikuti sesi 3.

    b) Terapis membuat kontrak dengan pasien.

    c) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

    2. Orientasi

    a) Salam terapeutik

    1. Salam dari terapis kepada pasien.

    2. Pasien dan terapis memakai papan nama.

    b) Evaluasi/validasi

    1. Menanyakan perasaan pasien saat ini.

    2. Menanyakan pengalaman pasien setelah menerapkan dua cara yang telah

    dipelajari (mengahardik dan menyibukkan diri dengan kegiatan yang terarah)

    untuk mencegah halusinasi.

    c) Kontrak

    1. Terapis menjelaskan tujuan, yaitu mengontrol halusinasi dengan bercakap-

    cakap.

    2. Terapis menjelaskan aturan main (sama dengan sesi sebelumnya).

    Universitas Sumatera Utara

  • 17

    3. Tahap kerja

    a) Terapis menjelaskan pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain untuk

    mengontrol dan mencegah halusinasi.

    b) Terapis meminta tiap pasien menyebutkan orang yang biasa diajak bercakap-

    cakap.

    c) Terapis meminta tiap pasien menyebutkan pokok pembicaraan yang biasa

    dan bisa dilakukan.

    d) Terapis memperagakan cara bercakap-cakap jika halusinasi muncul Suster,

    ada suara di telinga, saya mau ngobrol saja dengan suster atau Suster,

    tentang kapan saya boleh pulang.

    e) Terapis meminta pasien untuk memperagakan percakapan dengan orang di

    sebelahnya.

    f) Berikan pujian atas keberhasilan pasien.

    g) Ulangi e s/d f sampai semua pasien mendapat giliran.

    4. Tahap terminasi

    a) Evaluasi

    1. Terapis menayakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK.

    2. Terapis menanyakan TAK mengontrol halusinasi yang sudah dilatih.

    3. Memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.

    b) Tindak lanjut

    Menganjurkan pasien untuk menggunakan tiga cara mengontrol halusinasi,

    yaitu menghardik, melakukan kegiatan harian, bercakap-cakap.

    Universitas Sumatera Utara

  • 18

    c) Kontrak yang akan datang

    1. Terapis membuat kesepakatan dengan pasien untuk TAK berikutnya, yaitu

    belajar cara mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.

    2. Terapis menyepakati waktu dan tempat.

    5. Sesi kelima: Mengontrol Halusinasi dengan Patuh Minum Obat

    Tujuan:

    1. Pasien mamahami pentingnya patuh minum obat.

    2. Pasien memahami akibat tidak patuh minum obat.

    3. Pasien dapat menyebutkan lima benar cara minum obat.

    Langkah kegiatan

    1. Persiapan

    a) Mengingatkan kontrak pada pasien yang telah mengikuti sesi 4.

    b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

    2. Orientasi

    a) Salam terapeutik

    1. Salam dari terapis kepada pasien.

    2. Terapis dan pasien memakai papan nama.

    b) Evaluasi/validasi

    1. Menanyakan perasaan pasien saat ini.

    2. Terapis menanyakan pengalaman pasien mengontrol halusinasi setelah

    menggunakan tiga cara yang telah dipelajari (menghardik, menyibukkan diri

    dengan kegiatan, dan bercakap-cakap).

    Universitas Sumatera Utara

  • 19

    c) Kontrak

    1. Terapis menjelaskan tujuan, yaitu mengontrol halusinasi dengan patuh

    minum obat.

    2. Menjelaskan aturan main (sama seperti sesi sebelumnya).

    3. Tahap kerja

    a) Terapis menjelaskan untungnya patuh minum obat, yaitu mencegah kambuh

    karena obat memberi perasaan tenang, memperlambat kambuh.

    b) Terapis menjelaskan kerugian tidak patuh minum obat, yaitu penyebab

    kambuh.

    c) Terapis meminta pasien menyampaikan obat yang dimakan dan waktu

    memakannya. Buat daftar di whiteboard.

    d) Menjelaskan lima benar minum obat yaitu benar obat, benar waktu minum

    obat, benar orang yang minum obat,benar cara minum obat, benar dosis obat.

    e) Minta pasien menyebutkan lima benar cara minum obat, secara bergiliran.

    f) Berikan pujian pada pasien yang benar.

    g) Mendiskusikan perasaan pasien sebelum minum obat (catat di whiteboard).

    h) Mendiskusikan perasaan pasien setelah teratur minum obat (catat di

    whiteboard).

    i) Menjelaskan keuntungan patuh minum obat, yaitu salah satu mencegah

    halusinasi/kambuh.

    j) Meminta pasien menyebutkan kembali keuntungan patuh minum obat dan

    kerugian tidak patuh minum obat.

    k) Memberi pujian tiap kali pasien benar.

    Universitas Sumatera Utara

  • 20

    4. Tahap terminasi

    a) Evaluasi

    1. Terapis menanyakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK.

    2. Terapis menanyakan jumlah cara mengontrol halusinasi yang sudah

    dipelajari.

    3. Terapis membaerikan pujian atas keberhasilan kelompok.

    b) Tindak lanjut

    Menganjurkan pasien untuk menggunakan empat cara mengontrol

    halusinasi, yaitu menghardik, melakukan kegiatan harian, bercakap-cakap, dan

    patuh minum obat.

    c) Kontrak yang akan datang

    1. Terapis mengakhiri sesi TAK stimulasi persepsi untuk mengontrol

    halusinasi.

    2. Buat kesepakatan baru untuk TAK yg lain sesuai dengan indikasi pasien

    (Keliat, 2004).

    2. Kemampuan Mengontrol Halusinasi

    2.1 Defenisi

    Kemampuan merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan suatu

    perbuatan (Chaplin 1997, dikutip dari Simamora 2002). Kemampuan mengontrol

    halusinasi merupakan kesanggupan (potensi) menguasai persepsi sensori secara

    langsung, atau merupakan hasil latihan atau praktek (Robbins 2000, dikutip dari

    Simamora 2002).

    Universitas Sumatera Utara

  • 21

    Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau pengalaman persepsi

    eksternal yang tidak realita atau tidak ada (Videbeck, 2008). Halusinasi adalah

    suatu keadaan dimana individu mengalami suatu perubahan dalam jumlah atau

    pola ransang yang mendekat (baik yang dimulai secara eksternal maupun internal)

    disertai dengan respon yang berkurang, dibesar-besarkan, distorsi atau kerusakan

    rangsang tertentu (Towsend, 1998 dikutip dari Yosep 2008). Halusinasi adalah

    persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya ransangan (stimulus)

    eksternal (Stuart & Laraia, 2001 dikutip dari Marlindawany, dkk, 2008).

    2.2 Tahapan halusinasi

    Menurut Janice Clack (1962), pasien yang mengalami gangguan jiwa

    sebagian besar disertai halusinasi meliputi beberapa tahapan antara lain :

    1. Tahap Comforting

    Timbul kecemasan ringan disertai gejala kesepian, perasaan berdosa, pasien

    biasanya mengkompensasikan stressornya dengan koping imajinasi sehingga

    merasa senang dan terhindar dari ancaman.

    2. Tahap Condeming

    Timbul kecemasan moderate, cemas biasanya makin meninggi selanjutnya

    pasien merasa mendengarkan sesuatu, pasien merasa takut apabila orang lain ikut

    mendengarkan apa-apa yang ia rasakan sehingga timbul perilaku menarik diri

    (With drawl).

    Universitas Sumatera Utara

  • 22

    3. Tahap Controling

    Timbul kecemasan berat, pasien berusaha memerangi suara yang timbul

    tetapi suara tersebut terus menerus mengikuti, sehingga menyebabkan pasien

    susah berhubungan dengan orang lain. Apabila suara tersebut hilang pasien

    merasa sangat kesepian/sedih.

    4. Tahap Conquering

    Pasien merasa panik, suara atau ide yang datang mengancam apabila tidak

    diikuti perilaku pasien dapat bersifat merusak atau dapat timbul perilaku suicide.

    (Yosep, 2008)

    2.3 Jenis halusinasi

    Berbagai jenis halusinasi antara lain (Cancro & Lehman, 2000):

    1. Halusinasi pendengaran

    Mendengar suara-suara, paling sering adalah suara orang, berbicara kepada

    pasien atau membicarakan pasien. Mungkin ada satu atau banyak suara; dapat

    berupa suara orang yang dikenal atau tidak dikenal. Halusinasi pendengaran

    merupakan jenis halusinasi yang paling sering terjadi. Halusinasi berupa perintah,

    suara-suara yang menyuruh pasien untuk mengambil tindakan, seringkali

    membahayakan diri sendiri atau orang lain dan dianggap berbahaya.

    2.Halusinasi penglihatan

    Melihat bayangan yang sebenarnya tidak ada sama sekali, misalnya cahaya

    atau orang yang telah meninggal, atau mungkin sesuatu yang bentuknya rusak.

    Halusinasi ini merupakan jenis halusinasi kedua yang sering terjadi.

    Universitas Sumatera Utara

  • 23

    3. Halusinasi penciuman

    Mencium aroma atau bau padahal tidak ada. Bau tersebut dapat berupa bau

    tertentu seperti urine atau feses, atau bau yang sifatnya lebih umum , misalnya bau

    busuk atau bau yang tidak sedap. Jenis halusinasi ini sering ditemukan pada

    pasien demensia, kejang atau stroke.

    4. Halusinasi pengecapan

    Mencakup rasa yang tetap ada dalam mulut, atau perasaan bahwa makanan

    terasa seperti sesuatu yang lain. Rasa tersebut bisa seperti rasa logam atau pahit

    atau mungkin seperti rasa tertentu.

    5. Halusinasi taktil

    Mengacu pada sensasi seperti aliran listrik yang menjalar ke seluruh tubuh

    atau seperti binatang kecil yang merayap di kulit. Paling sering ditemukan pada

    pasien yang mengalami putus alcohol.

    6. Halusinasi kenestetik

    Meliputi laporan pasien bahwa ia merasakan fungsi tubuh yang biasanya

    tidak bisa dideteksi. Contohnya sensasi pembentukan urine atau impuls yang

    ditransmisikan melalui otak.

    7. Halusinasi kinestetik

    Terjadi ketika pasien tidak bergerak tetapi melaporkan sensasi gerakan

    tubuh. Gerakan tubuh kadang kala tidak lazim, misalnya melayang di atas tanah.

    (Videbeck, 2008)

    Universitas Sumatera Utara

  • 24

    7.3 Etiologi

    Adapun etiologi dari halusinasi terbagi menjadi dua yaitu faktor

    predisposisi dan presipitasi.

    Faktor predisposisi dari halusinasi adalah aspek biologis, psikologis,

    genetik, sosial dan biokimia. Jika tugas perkembangan terlambat atau hubungan

    interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stress atau kecemasan.

    Beberapa faktor di masyarakat dapat membuat seseorang terisolasi dan kesepian

    sehingga menyebabkan kurangnya rangsangan dari eksternal. Stress yang

    menggangggu sistem metabolisme tubuh akan mengeluarkan suatu zat yang

    bersifat halusinogen (Carson, 2000).

    Menurut Cloninger (1989), gangguan jiwa terutama gangguan persepsi

    sensori: halusinasi dan gangguan psikotik lainnya erat sekali penyebabnya dengan

    faktor genetik. Individu yang memiliki hubungan sebagai ayah, ibu, saudara atau

    anak dari pasien yang mengalami gangguan jiwa memiliki kecenderungan 10 %,

    sedangkan keponakan atau cucu kejadiannya 2-4 %. Individu yang memiliki

    hubungan sebagai kembar identik dengan pasien yang mengalami gangguan jiwa

    memiliki kecenderungan 46-48 %, sedangkan kembar dizygot memiliki

    kecenderungan 14-17 % (Yosep, 2008).

    Menurut Andreasan (1991), bahwa neurotransmiter dan resptor di sel-sel

    saraf otak (neuron) dan interaksi zat neurokimia dopamin dan serotonin, ternyata

    mempengaruhi alam pikir, perasaan, dan perilaku yang menjelma dalam bentuk

    gejala-gejala positif dan negatif skizofrenia (Yosep, 2008).

    Universitas Sumatera Utara

  • 25

    Selain perubahan-perubahan yang sifatnya neurokimiawi, dalam penelitian

    dengan menggunakan CT Scan otak, ditemukan pula perubahan pada anatomi

    otak pasien, terutama pada penderita kronis. Perubahannya ada pada pelebaran

    lateral ventrikel, atrofi korteks bagian depan, dan atrofi otak kecil (Yosep, 2008).

    Faktor presipitasi adalah stresor sosial dimana stress dan kecemasan akan

    meningkat bila terjadinya penurunan stabilitas, keluarga, perpisahan dari orang

    yang sangat penting atau diasingkan oleh kelompok/masyarakat; faktor biokimia

    dapat meyebabkan partisipasi pasien berinteraksi dengan kelompok kurang,

    suasana yang terisolasi (sepi) sehingga dapat meningkatkan stress dan kecemasan

    yang mengeluarkan halusinogenik; faktor psikologis yang juga akan

    meningkatkan intensitas kecemasan yang berkepanjangan disertai terbatasnya

    kemampuan dalam memecahkan masalah mungkin akan mulai berkembangnya

    perubahan sensori persepsi pasien, biasanya hal ini untuk pengembangan koping

    menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan diganti dengan hayalan yang

    menyenangkan (Stuart & Sundeen, 1998 dikutip dari Cyber nurse 2009).

    7.4 Tanda dan gejala

    Adapun tanda dan gejala halusinasi adalah sebagai berikut :

    a) Berbicara, senyum dan tertawa sendiri.

    b) Mengatakan mendengar suara, melihat, menghirup, mengecap dan merasakan

    sesuatu yang tidak nyata.

    c) Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

    Universitas Sumatera Utara

  • 26

    d) Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal tidak nyata, serta tidak

    mampu melakukan asuhan keperawatan mandiri seperti mandi, sikat gigi,

    berganti pakaian dan berhias yang rapi.

    e) Sikap curiga, bermusuhan, menarik diri, sulit membuat keputusan, ketakutan,

    mudah tersinggung, jengkel, mudah marah, ekspresi wajah tegang,

    pembicaraan kacau dan tidak masuk akal, banyak keringat.

    (Towsend & Mary, 1995 dikutip dari Cyber Nurse 2009)

    Universitas Sumatera Utara