22
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang. Teratoma adalah tumor germ cell umumnya terdiri dari beberapa jenis sel yang berasal dari satu atau lebih dari 3 lapisan kuman.nomenklatur tidak konsisten sering membingungkan dari berbagai subtipe teratoma. Kata ini berasal dari teras Yunani, yang berarti rakasa, yang diciptakan Virchow dalam edisi pertama buku tentang tumor diterbitkan di tahun 1863. teratoma berkisar dari jinak, baik dibedakan (matang) lesi kistik kepada mereka yang padat dan ganas ( belum matang). Selain itu, mungkin teratoma monodermal dan sangat khusus. Jarang, dalam beberapa teratoma dewasa unsur-unsur tertentu (komponen yang paling sering skuamosa) dapat mengalami transformasi ganas. Tumor sel germinal Sacrococcygeal adalah tumor sekunder dengan disorganisasi dari beberapa sel saraf primitif totipoten selama embriogenesis. Berbagai kuman tumor jinak dan ganas sel dapat terjadi, tergantung pada tingkat diferensiasi sel- sel ini. Teratoma dan teratokarsinoma hasil dari diferensiasi sel totipoten sepanjang jalur embrio. Sel-sel induk juga bisa berkembang di sepanjang jalur ekstraembrionik dan menghasilkan tumor kantung 1

Teratoma Sakrokoksigeus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

medical

Citation preview

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang.

Teratoma adalah tumor germ cell umumnya terdiri dari beberapa jenis sel yang berasal dari satu atau lebih dari 3 lapisan kuman.nomenklatur tidak konsisten sering membingungkan dari berbagai subtipe teratoma.Kata ini berasal dariteras Yunani, yang berarti rakasa, yang diciptakan Virchow dalam edisi pertama buku tentang tumor diterbitkan di tahun 1863.teratoma berkisar dari jinak, baik dibedakan (matang) lesi kistik kepada mereka yang padat dan ganas ( belum matang).Selain itu, mungkin teratoma monodermal dan sangat khusus.Jarang, dalam beberapa teratoma dewasa unsur-unsur tertentu (komponen yang paling sering skuamosa) dapat mengalami transformasi ganas.

Tumor sel germinal Sacrococcygeal adalah tumor sekunder dengan disorganisasi dari beberapa sel saraf primitif totipoten selama embriogenesis. Berbagai kuman tumor jinak dan ganas sel dapat terjadi, tergantung pada tingkat diferensiasi sel-sel ini. Teratoma dan teratokarsinoma hasil dari diferensiasi sel totipoten sepanjang jalur embrio. Sel-sel induk juga bisa berkembang di sepanjang jalur ekstraembrionik dan menghasilkan tumor kantung kuning telur (yaitu, tumor sinus endodermal) atau karsinoma. Karsinoma embrional hasil dari sel-sel totipoten terdiferensiasi.

Teratoma Sacrococcygeal adalah keganasan presacral yang paling umum pada anak-anak dan tumor padat paling umum pada neonatus. Prevalensi bentuk jinak dari teratoma sacrococcygeal adalah sekitar satu dalam 35,000-40,000 kelahiran. Enam puluh persen dari semua teratoma sacrococcygeal adalah dalam bentuk jinak. Tumor sel lain germinomatous dan nongerminomatous dari daerah presacral sangat jarang. Teratoma non-sistem saraf pusat Sebagian besar (60%) berasal dari wilayah sacrococcygeal, diikuti oleh indung telur dan testis (30%), mediastinum (5%), dan retroperitoneum (4%).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.Epidemiologi.

Teratoma Sakrokoksigeus adalah tumor jarang. Insiden teratoma sakrokoksigeus 1 dari 5.000 sampai 40.000 kelahiran hidup dan paling sering ditemukan pada wanita dengan Rasio 3:1 sampai 4:1 pernah dilaporkan. Sakrokoksigeus adalah bagian yang sering terdapat teratoma pada neonatus (46-65%) Lokasi selanjutnya yang paling sering adalah : gonad (10-35 %), mediastinal (10-12 %),retroperitoneal (3-5%), cervical (3-6%), Presakral (3-5 %), system saraf pusat (2-4 %). Tumor ini paling sering ditemuan pada bayi dan anak anak, tetapi dilaporkan telah ditemukan ada orang dewasa. Ada kecenderungan diantara populasi pediatrik mengarah ke transformasi maligna pada teratoma sakrokoksigeus dengan peningkatan umur. Tetapi pada pasien dewasa tumor benigna yang paling sering.

2. Anatomi.

Sacrum terdiri dari lima vertebra yang menyatu. Aspek anterior dan leteral sacrum masing-masing disebut massa sentral dan lateral. Bagian anterior atasnya disebut dengan promontorium sakralis. Empat foramina sakralis anterior di setiap sisi mengantarkan empat rami primer sakralis anterior teratas. Di Posterior, pedikel dan lamina menyatu membentuk kanalis sakralis yang merupakan terusan dari kanalis vetebralis. Di inferior, kanalis ini berakhir sebagai hiatus sakralis. Kornu sakralis membatasi hiatus di inferior tiap sisi. Rongga subarachnoid berakhir setinggi S2. Sacrum miring ke depan membentuk angulus lumbosakralis dengan vertebra lumbalis.

Koksigis berartikulasi dengan sacrum di superior. Tulang ini terbentuk antara tiga dan lima vertebra rudimenter yang menyatu.

3. Etiopatogenesis.

Teratoma terbentuk dan berkembang selama kehidupan intrautrin, dapat menjadi sangat besar pada teratoma sakrokoksigeus seiring dengan perkembangan fetus. Teratoma sakrokoksigeus muncul dari primitif knot atau hensens node. Hensens node adalah suatu agregasi dari sel totipotensial yang merupakan pengatur utama pada perkembangan embrionik. Semula terletak di bagian posterior embrio yang bermigrasi secara caudal pada minggu pertama kehidupan didalam ekor embrio, akhirnya berhenti di anterior tulang ekor (coccyx).

Alur migrasi dari sel germinal menunjukan lokasi dan patologi yang paling sering terdapat teratoma (sakrokoksigeus dan gonad). Sel-sel ini dapat meluas ke postero-inferior masuk daerah glutea dan /atau postero-superior masuk ke rongga abdominopelvik. Pemisahan sel totipotensial dari hansens node mungkin menyebabkan munculnya teratoma sakrokoksigeus. Sel pleuripotensial ini melarikan diri dari kontrol pengatur embrionik dan berdiferensiasi masuk dalam jaringan yang tidak biasa ditemukan pada daerah sakrokoksigeus. Tumor terjadi dekat dengan tulang ekor, dimana konsentrasi terbesar primitif sel berada untuk waktu yang lama selama masa perkembangan.

4. Klasifikasi

Tumor ini diklasifikasikan berdasarkan Altman Classification of Surgical Section of the American Academy of Pediatrics kedalam 4 tipe yaitu :

a. Tipe I - tumor terutama di bagian luar mengarah dari daerah sakrokoksigeus dan muncul dengan distorsi bokong.

b. Tipe II tumor terutama diluar , tetapi ada bagian yang luas didalam pelvis.

c. Tipe III tumor terutama didalam pelvis dengan sedikit pada bagian luar, benjolan pada bokong.

d. Tipe IV tumor deluruhnya didalam tanpa ada dibagian luar atau bagian bokong.

Sebagian besar teratoma terdapat daerah baik yang padat dan kistik, walaupun teratoma padat secara lengkap terjadi. Cairan kista dapat sereus, mukoid, darah, dan lapisan kista sering terdiri dari epitel skuamous serta sebasea dan gigi. Terutama tumor kistik lebih mungkin benigna dan insiden malignansi meningkat pada sejumlah jaringan padat. Teratoma benigna biasanya berkapsul, dan adanya bagian yang nekrosis atau perdarahan memberi kesan adanya kanker.

Pemeriksaan mikroskopik pada teratoma biasanya menunjukkan variasi jaringan lebih dari satu lapisan germinal. Pentingnya memiliki keseragaman dalam klasifikasi histologi teratoma agar evaluasi prognosis yang sesuai dan kelangsungan hidup serta dapat membandingkan hasil dari laporan bertahap dari institut yang berbeda.

Teratoma diklasifikasikan kedalam tiga kategori histopatologi :

1. Teratoma benigna : Terdapat deferensiasi baik, benigna, matur, hanya jaringan dewasa

2. Teratoma dengan imatur jaringan embrionik yang bukan maligna seutuhnya, dengan atau tanpa jaringan matur.

3. Teratoma maligna , dengan jaringan maligna seutuhnya, ditambah jaringan matur dan /atau embrionik.

5. Diagnosis

a. Gambaran klinis dan Patofisiologi

Secara klinis, Tumor paling sering muncul sebagai massa yang menonjol antara coccyx dan anus yang biasa ditutupi dengan kulit normal yang intak. Beberapa pasien, seluruh atau sebagian benjolan terletak pada permukaan retrorektal atau retroperitoneum. Pada bayi dan anak-anak, Tumor muncul sebagai massa pada daerah sakropelvis yang menekan kandung kemih dan rectum. Seringnya gejala obstruksi pada traktus urinarius yang disebabkan oleh kompresi ureter dan urethra terhadap pubis atau kompresi ureter terhadap pinggiran pelvis dan terjadi kesulitan defekasi sebagai tanda obstruksi yang mungkin tidak cukup dikenali.

Sebagian kecil pasien dapat mengalami paralysis, nyeri, atau kelemahan pada kaki, terutama pada stadium lambat dari invasi maligna dari tumor. Pada teratoma sakrokoksigeus pada fetus, jika tumornya besar, dapat menyebabkan distosia, kesulitan melahirkan dan perdarahan atau laserasi tumor.

b. Pemeriksaan fisik

Diagnosis teratoma sakrokoksigeus biasanya ditegakkan melalui pemeriksaan fisik. Tumor ini biasanya didiagnosa ketika ditemukan benjolan sacrum yang besar setelah kelahiran yang sulit atau obstruksi pada kelahiran. Anamnesis didapatkan adanya nyeri rectum, konstipasi, dan adanya sebuah benjolan.

c. Pemeriksaan penunjang.

Beberapa teratoma mengandung elemen yolk salk, dimana mengeluarkan alfafetoprotein. Deteksi AFP dapat membantu memperjelas diagnosis dan sering digunakan sebagai marker untuk rekurensi atau efektifitas pengobatan, tapi metode yang jarang pada diagnosis awal. Pada satu tahap, AFP meningkat pada 31 dari 32 teratoma maligna. AFP juga ditemukan meningkat pada cairan amnion jika infan menderita teratoma

6. Radiologis

a. Konvensional.

Foto thoraks membantu menyingkirkan penyakit metastase. Foto polos pada sacral dapat menunjukkan adanya kalsifikasi dalam tumor

Figure 1.Mature (benign) sacrococcygeal teratoma in an 11-day-old girl with a perineal mass. (a) Frontal pelvic radiograph reveals ischiopubic separation due to a presacral mass. (b) Axial unenhanced CT scan through the upper portion of the lesion shows attenuation similar to that of water, a finding indicative of a predominant cystic component. (Reprinted, with permission, from reference 6.)

b. USG.

Teratoma sakrokoksigeus juga sering didiagnosa sebelum bayi lahir dengan pemeriksaan ultrasonografi fetal. Laporan bertahap diagnosis antenatal pada teratoma sakrokoksigeus menunjukkan bahwa sebagian besar fetus yang didiagnosa teratoma sakrokoksigeus kemungkinan meninggal sebelum kelahiran. Diagnosis prenatal penting karena tumor ini mungkin cukup besar untuk menyebabkan distosia dan ruptur dari tumor dengan perdarahan masif dapat terjadi selama kehamilan. Ultrasonografi berguna untuk menentukan sifat lesi (padat atau kistik, adanya komponen intraabdominal dan keterlibatan hati)

c. CT Scan.

Figure 2.Mature (benign) sacrococcygeal teratoma in an 11-day-old girl with a perineal mass. (a) Frontal pelvic radiograph reveals ischiopubic separation due to a presacral mass. (b) Axial unenhanced CT scan through the upper portion of the lesion shows attenuation similar to that of water, a finding indicative of a predominant cystic component. (Reprinted, with permission, from reference 6.)

Figure 3.Benign sacrococcygeal teratoma in an infant boy. Axial unenhanced CT scan at the level of the coccyx shows a presacral mass with multilocular cystic (C) and solid (S) components. The rectosigmoid (R) segment of the colon is displaced anteriorly.

Figure 4.Recurrent sacrococcygeal teratoma in a 2-year-old girl. Axial T1-weighted (repetition time msec/echo time msec, 600/17) spin-echo MR image (a) and axial T2-weighted (5500/132) fat-saturated turbo spin-echo image (b) show two well-defined round cystic masses with predominantly intermediate signal intensity in a and high signal intensity in b. High-signal-intensity areas in a represent fat. The rectum (R) was displaced anterolaterally. The coccyx previously was removed.

Figure 5.Recurrent sacrococcygeal teratoma in a 2-year-old girl. Axial T1-weighted (repetition time msec/echo time msec, 600/17) spin-echo MR image (a) and axial T2-weighted (5500/132) fat-saturated turbo spin-echo image (b) show two well-defined round cystic masses with predominantly intermediate signal intensity in a and high signal intensity in b. High-signal-intensity areas in a represent fat. The rectum (R) was displaced anterolaterally. The coccyx previously was removed.

Figure 6.Malignant sacrococcygeal teratoma with an abdominopelvic component in an 18-month-old girl. Sagittal MR images show a midline region of fat with high signal intensity on the T1-weighted image (arrows in a) and intermediate to low signal intensity on the T2-weighted fat-saturated image (b). Also visible are involvement of the distal sacrum and coccyx (arrowheads in b), anterior displacement of the vagina and uterus (arrows in b), and superior and anterior displacement of the bladder (B).

Figure 7.Malignant sacrococcygeal teratoma with an abdominopelvic component in an 18-month-old girl. Sagittal MR images show a midline region of fat with high signal intensity on the T1-weighted image (arrows in a) and intermediate to low signal intensity on the T2-weighted fat-saturated image (b). Also visible are involvement of the distal sacrum and coccyx (arrowheads in b), anterior displacement of the vagina and uterus (arrows in b), and superior and anterior displacement of the bladder (B).

Figure 8.Malignant sacrococcygeal teratoma in a 2-year-old girl. (a, b) Axial unenhanced T1-weighted (540/12) MR image (a) and axial T2-weighted (4333/99) fat-saturated turbo spin-echo image (b) at the level of the pelvis demonstrate a well-defined lobular cystic mass with multiple septa that has displaced the rectum (R), uterus (U), and bladder (B) anteriorly. The images also show a subcutaneous left inguinal soft-tissue mass (arrow). (c) Axial T1-weighted fat-saturated image obtained with intravenous contrast material shows contrast enhancement of the septa and rim of the cystic mass and the left inguinal soft-tissue mass (arrow). The latter was diagnosed as metastatic adenopathy.

Figure 9.Malignant sacrococcygeal teratoma in a 2-year-old girl. (a, b) Axial unenhanced T1-weighted (540/12) MR image (a) and axial T2-weighted (4333/99) fat-saturated turbo spin-echo image (b) at the level of the pelvis demonstrate a well-defined lobular cystic mass with multiple septa that has displaced the rectum (R), uterus (U), and bladder (B) anteriorly. The images also show a subcutaneous left inguinal soft-tissue mass (arrow). (c) Axial T1-weighted fat-saturated image obtained with intravenous contrast material shows contrast enhancement of the septa and rim of the cystic mass and the left inguinal soft-tissue mass (arrow). The latter was diagnosed as metastatic adenopathy.

Figure 10.Malignant sacrococcygeal teratoma in a 2-year-old girl. (a, b) Axial unenhanced T1-weighted (540/12) MR image (a) and axial T2-weighted (4333/99) fat-saturated turbo spin-echo image (b) at the level of the pelvis demonstrate a well-defined lobular cystic mass with multiple septa that has displaced the rectum (R), uterus (U), and bladder (B) anteriorly. The images also show a subcutaneous left inguinal soft-tissue mass (arrow). (c) Axial T1-weighted fat-saturated image obtained with intravenous contrast material shows contrast enhancement of the septa and rim of the cystic mass and the left inguinal soft-tissue mass (arrow). The latter was diagnosed as metastatic adenopathy.

d. MRI.

MRI cukup dapat membedakan lemak densitas dari cairan lain dan darah, serta berguna untuk diagnosis teratoma ovarium, dengan akurasi 99%.Baik CT Scan lateral dan magnetic resonance imaging (MRI) akan menunjukkan perluasan intrapelvis dan intraspinal dari lesi sacral dengan jelas.

e. Echocardiografi.

Echocardiography dapat digunakan untuk menggambarkan efek fisiologis dari massa mediastinum, seperti tamponade atau stenosis pulmonal, dan dapat digunakan untuk membantu tindakan biopsi jarum

f. Nuklir.

g. Angiografi.

7. Diagnosis Banding

Diagnosis banding teratoma sakrokoksigeus adalah meningocele dan berbagai tumor jaringan lunak. Penting untuk membedakan lipomeningocele dari teratoma. Secara klinis, lipomeningocele lebih tinggi di belakang dan terletak di atas kanal spinal. Roentgenoram menunjukkan adanya spina bifida. Disisi lain, Teratoma terletak dibawah belahan intergluteal dan meluas ke anterior sampai sacrum lebih masuk ke kanal. Presakral meningocele lebih lembut, dan lebih fluktuasi dari pada teratoma. CT scan akan memudahkan dalam membedakan meningocele presakral dari teratoma.

8. Penatalaksanaan.

Teratoma sakrokoksigeus harus dieksisi lengkap. Lesi Tipe I dan II dapat dimulai pada daerah posterior melalui insisi chevron dan sagital. Lesi tipe III dan IV harus insisi tambahan transversal pada perut bagian bawah. Hal penting pada prosedur termasuk pengangkatan lengkap pada tumor intak, ligasi arteri sakral tengah, dan eksisi tulang ekor ( coccyx ) bersama tumor.

Jika tumor secara histologi benigna ( hanya jaringan matur) atau mengandung jaringan embrionik tanpa maligna seutuhnya, eksisi lengkap adekuat. Jika lesi benigna (97 %), tidak diindikasikan terapi lanjutan. Untuk Tumor yang agresif dan terdapat jaringan malignan seutuhnya, pembedahan eksisi sendiri tidak adekuat dan pasien harus mendapatkan kemoterapi dan atau radioterapi. Pasien dengan rekurensi kanker dan tidak dapat dieksisi diberikan terapi VAC (vinkristin, dactinomycin, cyclophosphamide) ditambah radiasi lokal. Pasien ini harus dievaluasi setiap 3 bulan selama 2 tahun pertama dengan pemeriksaan rectal dan jumlah AFP. Pasien yang diperkirakan rekurensi harus dievalusi dengan pemeriksan radiologi yang sesuai, Ultrasonografi dan atau CT.

Lesi ini paling baik direseksi dalam 24 jam pertama, sejak usus tidak dikoloni pada 24 jam pertama setelah kelahiran., mengurangi resiko infeksi pada daerah yang terkontaminasi feses selama reseksi. Perioperatif antibiotic diberikan segera sebelum pembedahan dan dilanjutkan 24-48 jam setelah operasi.

9. Komplikasi.

Komplikasi maternal pada kelahiran dapat termasuk seksio sesarea atau kelahiran pervaginam dengan mekanisme distosia. Komplikasi yang berpeluang terjadi dalam uterus termasuk polihidramnion dan perdarahan tumor yang menyebabkan anemia dan nonimun hidrops fetalis. Komplikasi akibat pengaruh benjolan pada teratoma sakrokoksigeus yang besar termasuk pembesaran pinggul, obstruksi saluran cerna, obstruksi urinarius, hidronefrosis dan hidrop fetalis. Komplikasi berikutnya dari pengaruh benjolan atau pembedahan dapat termasuk neurogenik bladder, bentuk lain dari inkontinensia urin, inkontinensia fekal, dan masalah kronik lain yang menyebabkan kerusakan yang mengorbankan saraf dan otot dalam pelvis. Komplikasi akibat tidak diangkatnya coccyx dapat termasuk rekurensi dan metastase kanker.

10. Prognosis.

Prognosis teratoma sakrokoksigeus dapat membaik dipengaruhi oleh deteksi prenatal, rencana penanganan intrapartum, dan cepat dilakukan pembedahan reseksi. Prognosis pada neonatus berdasarkan klasifikasi teratoma oleh the American Academy of Pediatrics Surgical Section dengan adanya perluasan tumor, sedangkan prognosis fetus didasarkan pada ukuran tumor, laju pertumbuhan tumor dan ada tidaknya plasentomegali dan hidrops fetalis.

Walaupun sebagian besar tumor ini secara histologi benigna, tumor ini dihubungkan dengan mortalitas dan morbilitas karena pengaruh sekunder dari teratoma sakrokoksigeus seperti premature, distosia dan trauma kelahiran, perdarahan tumor dan kegagalan sekunder output yang tinggi.

Adanya tumor yang berukuran besar baik ada atau tidak adanya kalsifikasi dalam tumor tidak begitu penting apakah lesi benigna atau maligna. Secara histologi tumor benigna, prognosisnya sangat baik setelah pembedahan eksisi yang adekuat. Prognosis buruk jika tumor mengandung jaringan maligna. Resiko maligna tergantung pada bagian dan luasanya tumor serta umur pada saat didiagnosis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton and Hall. 1997. Buku ajar fisiologi kedokteran. Cetakan pertama. EGC

2. Dorland. 2000. Kamus kedokteran. Edisi 29. EGC

3. Wim De Jong. 2004. Ilmu bedah. Edisi kedua. Jakarta. EGC

4. Murat Kocaoglu, Donald P. Frush. Pediatric Presacral Masses. Diakses dari http://radiographics.rsna.org/content/26/3/833.full pada tanggal 23Desember 2010 pukul 17.45

5. Chad A Hamilton, Margarett C Ellison, Teratoma, Cystic. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/281850-overview pada tanggal 24 Desember 2010 pukul 19.00

6. Pringgoutomo S. HimawanS. Tjarta. Buku ajar Patologi I (umum). Ed 1. Jakarta: Sagung Seto. 2006

7. Teratoma. From Wikipedia, the free encyclopedia. [cited on Desember,gth ZOO71 Available from : U l www.emedicine.comlmed~ic 3449.htm

8. Maasilta PK, Salrninen USE, Taskinen El. Malignant Teratoma of the Lung. Acta Oncologica 1999;38:113-5.

9. Malignant teratoma From google [cited on Desember 2010 file:///G:/teratoma%20adit/Malignant%20teratoma%20%20MedlinePlus%20Medical%20Encyclopedia.htm

1