23
REFERAT TETRALOGI FALLOT DISUSUN OLEH: Fridistha Hamaldhani 0861050074 PEMBIMBING: Dr. Tri Yanti, SpA KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK PERIODE 1 APRIL 2013 – 25 MEI 2013

tetralogi fallot

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat tetralogi fallot

Citation preview

Page 1: tetralogi fallot

REFERAT

TETRALOGI FALLOT

DISUSUN OLEH:

Fridistha Hamaldhani

0861050074

PEMBIMBING:

Dr. Tri Yanti, SpA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

PERIODE 1 APRIL 2013 – 25 MEI 2013

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA

Page 2: tetralogi fallot

BAB I

PENDAHULUAN

Di seluruh dunia penyakit jantung pada anak terus menjadi masalah kesehatan utama

pada masyarakat. Baik itu penyakit jantung bawaan maupun yang didapat. Penyakit jantung

bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi

jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan

perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin. Terjadinya PJB masih

belum jelas namun dipengaruhi oleh berbagai faktor. Terdapat kecenderungan timbulnya

beberapa PJB dalam satu keluarga. Pembentukan jantung janin yang lengkap terjadi pada

akhir trimester pertama potensial dapat menimbulkan gangguan jantung.

Secara garis besar PJB dibagi dalam 2 kelompok: PJB non-sianotik dan PJB sianotik..

Empat hal paling sering ditemukan pada neonatus dengan PJB adalah sianosis, takipnea,

frekuensi jantung abnormal dan bising jantung.

Pada PJB sianotik didapatkan kelainan struktur dan fungsi jantung sedemikian rupa

sehingga sebagian atau seluruh darah balik vena sistemik yang mengandung darah rendah

oksigen kembali beredar ke sirkulasi sistemik. Terdapat aliran pirau dari kanan ke kiri atau

terdapat percampuran darah balik vena sistemik dan vena pulmonalis. Sianosis pada mukosa

bibir dan mulut serta kuku jari tangan–kaki dalah penampilan utama pada golongan PJB ini

dan akan terlihat bila reduce haemoglobin yang beredar dalam darah lebih dari 5 gram %.

Salah satu bentuk PJB sianotik yang paling banyak ditemukan adalah Tetralogi Fallot.

Angka kejadiannya sekitar 5-7% dari seluruh penyakit jantung bawaan. Kelainan Tetralogi

Fallot mula-mula dilaporkan pada tahun 1672, tetapi Fallot pada tahun 1888 menguraikan

sekelompok penderita dengan stenosis pulmonal; dekstro-posisi pangkal aorta; defek septum

ventrikel; hipertrofi ventrikel kanan. Kecuali selama umur minggu-minggu pertama,

Tetralogi Fallot merupakan bentuk penyakit jantung utama yang menyebabkan sianosis.

Sembilan persen bayi yang ditemukan dengan penyakit jantung berat pada umur tahun

pertama menderita Tetralogi Fallot (0,196-0,258/1000 kelahiran hidup).

2

Page 3: tetralogi fallot

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Tetralogi fallot (TF) adalah kelainan jantung bawaan tipe sianotik. didapatkan adanya

empat kelainan anatomi sebagai berikut :

Defek Septum Ventrikel (VSD) yaitu lubang pada sekat antara kedua rongga ventrikel

Stenosis pulmonal terjadi karena penyempitan klep pembuluh darah yang keluar dari

bilik kanan menuju paru, bagian otot dibawah klep juga menebal dan menimbulkan

penyempitan

Aorta overriding dimana pembuluh darah utama yang keluar dari ventrikel kiri

mengangkang sekat bilik, sehingga seolah-olah sebagian aorta  keluar dari bilik kanan

Hipertrofi ventrikel kanan atau penebalan otot di ventrikel kanan karena peningkatan

tekanan di ventrikel kanan akibat dari stenosis pulmonal

.

Gambar 1. Gambaran kelainan jantung pada tetralogi Fallot

3

Page 4: tetralogi fallot

2.2 Epidemiologi

Tetralogi Fallot timbul pada 3-6 per 10.000 kelahiran dan menempati urutan keempat

penyakit jantung bawaan pada anak setelah defek septum ventrikel, defek septum atrium dan

duktus arteriosus persisten, atau lebih kurang 10-15 % dari seluruh penyakit jantung bawaan.

Diantara penyakit jantung bawaan sianotik, Tetralogi Fallot merupakan 2/3 nya. Tetralogi

Fallot merupakan penyakit jantung bawaan yang paling sering ditemukan yang ditandai

dengan sianosis sentral akibat adanya pirau kanan ke kiri. Angka kejadian antara bayi laki-

laki dan perempuan sama. 

2.3 Etiologi

Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak diketahui secara pasti.

Diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. Faktor–faktor tersebut antara lain :

Faktor endogen

Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom

Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan

Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus, hipertensi,

penyakit jantung atau kelainan bawaan

Faktor eksogen

Riwayat kehamilan ibu : minum obat-obatan tanpa resep dokter,

(thalidomide, dextroamphetamine, aminopterin, amethopterin, jamu), saat

hamil mengkonsumsi alkohol (alkoholik), menderita diabetes.

Ibu menderita penyakit infeksi : rubella.

Pajanan terhadap sinar –X.

Kelainan ini sering ditemukan pada bayi dengan kehamilan ibunya diatas

usia 40 tahun.

Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut jarang terpisah

menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih dari 90% kasus penyebab adalah

multifaktor. Apapun sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab harus ada sebelum akhir

4

Page 5: tetralogi fallot

bulan kedua kehamilan, oleh karena pada minggu ke delapan kehamilan pembentukan

jantung janin sudah selesai. Tetralogi Fallot lebih sering ditemukan pada anak-anak yang

menderita sindroma Down.

2.4 Patofisiologi

Mulai akhir minggu ketiga sampai minggu keempat kehidupan intrauterin, trunkus

arteriosus terbagi menjadi aorta dan A. Pulmonalis. Pembagian berlangsung sedemikian,

sehingga terjadi perputaran seperti spiral, dan akhirnya aorta akan berasal dari posterolateral

sedangkan pangkal A. Pulmonalis terletak antero-medial

Kesalahan dalam pembagian trunkus dapat berakibat letak aorta yang abnormal

(overriding), timbulnya infundibulum yang berlebihan pada jalan keluar ventrikel kanan,

serta terdapatnya defek septum ventrikel karena septum dari trunkus yang gagal berpartisipasi

dalam penutupan foramen interventrikel. Dengan demikian dalam bentuknya yang klasik,

akan terdapat 4 kelainan, yaitu defek septum ventrikel yang besar, stenosis infundibular,

dekstroposisi pangkal aorta dan hipertrofi ventrikel kanan. Kelainan anatomi ini bervariasi

luas, sehingga menyebabkan luasnya variasi patofisiologi penyakit.

Secara anatomis Tetralogi Fallot terdiri dari septum ventrikel subaortik yang besar

dan stenosis pulmonal infundibular. Terdapatnya dekstroposisi aorta dan hipertrofi ventrikel

kanan adalah akibat dari kedua kelainan terdahulu. Derajat hipertrofi ventrikel kanan yang

timbul bergantung pada derajat stenosis pulmonal.

Overriding aorta terjadi karena pangkal aorta berpindah ke arah anterior mengarah ke

septum. Derajat overriding ini lebih mudah ditentukan secara angiografis daripada waktu

pembedahan atau otopsi. Klasifikasi overriding menurut Kjellberg: (1) Tidak terdapat

overriding aorta bila sumbu aorta desenden mengarah ke belakang ventrikel kiri; (2) Pada

overriding 25% sumbu aorta ascenden ke arah ventrikel sehingga lebih kurang 25% orifisium

aorta menghadap ke ventrikel kanan; (3) Pada overriding 50% sumbu aorta mengarah ke

septum sehingga 50% orifisium aorta menghadap ventrikel kanan; (4) Pada overriding 75%

sumbu aorta asdenden mengarah ke depan ventrikel kanan, septum sering berbentuk konveks

ke arah ventrikel kiri, aorta sangat melebar, sedangkan ventrikel kanan berongga sempit.

Derajat overriding ini bersama dengan defek septum ventrikel dan derajat stenosis

menentukan besarnya pirau kanan ke kiri.

Pengembalian vena sistemik ke atrium kanan dan ventrikel kanan berlangsung

normal. Ketika ventrikel kanan menguncup, dan menghadapi stenosis pulmonalis, maka

darah akan dipintaskan melewati cacat septum ventrikel tersebut ke dalam aorta. Akibatnya

5

Page 6: tetralogi fallot

terjadi ketidak-jenuhan darah arteri dan sianosis menetap. Aliran darah paru-paru, jika

dibatasi hebat oleh obstruksi aliran keluar ventrikel kanan, dapat memperoleh pertambahan

dari sirkulasi kolateral bronkus dan kadang dari duktus arteriosus menetap.

2.5 Gambaran Hemodinamik

Pada, Tetralogi Fallot perubahan hemodinamik ditentukan oleh besarnya defek

septum ventrikel dan derajat penyempitan stenosis pulmonal. Pada waktu sistole, tekanan

ventrikel kanan dan ventrikel kiri sama. Karena tekanan ventrikel kiri diatur oleh

baroreseptor karotis, maka tekanan ventrikel kanan tidak pernah melampaui tekanan sistemik.

Inilah sebabnya mengapa pada Tetralogi Fallot jarang terjadi gagal jantung pada masa anak.

Karena tidak terdapat beban volume tambahan maka jantung hanya sedikit membesar.

Aliran darah paru ditentukan oleh: (1) obstruksi akibat stenosis pulmonal yang relatif

menetap, (2) tingginya tekanan ventrikel kanan yang relatif tetap pula, (3) tahanan vaskular

sistemik yang berubah-ubah.

Secara hemodinamik yang memegang peranan adalah VSD dan stenosis pulmonal.

Dan dari kedua kelainan ini yang terpenting adalah stenosis pulmonal. Misalnya, VSD sedang

kombinasi dengan stenosis pulmonal ringan, tekanan pada ventrikel kanan masih rendah

daripada tekanan pada ventrikel kiri. Shunt akan berjalan dari kiri ke kanan. Bila anak dan

jantung semakin besar karena pertumbuhan, defek pada sekat ventrikel relatif lebih kecil,

tetapi derajat stenosis menjadi lebih berat, arah shunt dapat berubah. Pada suatu saat dapat

terjadi tekanan ventrikel kanan sama dengan ventrikel kiri, meskipun defek pada setum

ventrikel besar, shunt tidak ada. Tetapi bila keseimbangan ini terganggu, misalnya karena

melakukan pekerjaan, isi sekuncup bertambah, tetapi obstruksi pada ventrikel kanan tetap,

tekanan pada ventrikel kanan lebih tinggi daripada tekanan pada ventrikel kiri, shunt menjadi

kanan ke kiri dan terjadilah sianosis. Jadi gejala klinis sangat bergantung pada derajat

stenosis dan besarnya defek sekat. Sianosis sendiri tidak akan memberikan banyak keluhan

selama konsumsi oksigen total masih normal.

Kadang-kadang darah dari atrium kanan dapat masuk ke atrium kiri melalui foramen

ovale yang terbuka karena tekanan pada atrium kanan menjadi lebih besar daripada tekanan

pada atrium kiri.

6

Page 7: tetralogi fallot

Keadaan hipoksia akan menimbulkan mekanisme kompensasi berupa timbulnya

sirkulasi kolateral dan terjadinya polisitemia. Gejala hipoksia biasanya mulai timbul pada

usia 18 bulan. Untuk pembentukan sirkulasi kolateral diperlukan waktu bertahun-tahun,

sedangkan positemia sudah dapat terjadi sejak bayi. Sianosis kadang tidak tampak pada

bulan-bulan pertama. Pada waktu anak bangun tidur malam atau tidur siang, atau sesudah

makan, atau pada waktu menangis, sianosis bertambah jelas.

Sebagai mekanisme kompensasi untuk mengatasi hipoksia, anak yang sudah dapat

berjalan akan jongkok (squatting), setelah melakukan aktivitas fisis. Hal ini dimaksudkan

untuk mengurangi alur balik dari ekstremitas bawah yang saturasi oksigennya rendah, dan

kadar CO2 serta laktatnya tinggi. Peningkatan tahanan sistemik dengan jongkok, juga akan

memperbaiki oksigenasi paru.

2.6 Klasifikasi

Secara klinis kelainan ini dibagi menurut derajat beratnya kelainan, yaitu sebagai

berikut:

1. Penderita tidak sianosis, kemampuan kerja normal.

2. Sianosis timbul pada waktu kerja, kemampuan kerja kurang.

3. Sianosis timbul pada waktu istirahat, kuku berbentuk gelas arloji, bila kerja fisik sianosis

bertambah, juga ada dispnea.

4. Sianosis dan dispnea sudah ada pada waktu istirahat, ada jari tabuh.

Dalam masa 2 tahun biasanya gejal-gejala lebih memburuk sehingga kasus dari

golongan 1 dapat bergeser sampai golongan 3. Ada juga kemungkinan perbaikan klinis, tetapi

jarang, bila ada pelebaran anastomosis antara pembuluh darah yang keluar dari aorta dan

yang dari a. pulmonalis

2.7 Manifestasi Klinik

Cyanotic Spell (serangan sianosis terjadi akibat meningkatnya pirau kanan ke kiri

yang tiba-tiba, maka terjadi penurunan aliran darah ke paru yang berakibat hipoksemia berat).

Pada serangan sianosis yang khas, bayi atau anak menjadi distres, paling sering pada

waktu pagi, tidak perlu rangsangan dari luar. Dengan menangis anak menjadi tidak dapat

7

Page 8: tetralogi fallot

didiamkan, hiperneu dan semakin biru. Pada bayi, keterangan tentang adanya sianosis sangat

bergantung pada pengamatan ibunya. Ada orang tua penderita yang tidak terlalu menaruh

perhatian pada anaknya sehingga adanya sianosis ringan tidak diperhatikan. Pada bayi

memang keluhan sianosis sangat ringan. Bila bayi ada sianosis berat, ada kecenderungan

bahwa ada atresi jalan keluar pada ventrikel kanan (infundibulum dan atresi arteri

pulmonalis). Akan tetapi, ketika sianosis mulai tampak, sianosis ini makin lama makin

kelihatan jelas. Pada anak ini disamping keluhan sianosis, orang tuanya juga melaporkan

adanya dispneu, kelelahan dan pertumbuhan terlambat. Serangan sianosis ditemukan paling

sering pada bayi yang baru mulai berjalan. Sesudah 4 sampai 5 tahun, serangan tidak sering

lagi tetapi bukan tidak diketahui. Serangan yang paling mengherankan terjadi pada bayi yang

karena hemoglobinnya rendah atau kadar oksigen arteri istirahat yang tinggi, atau keduanya,

tidak tampak sianosis.

Gejala hipoksia biasanya mulai timbul pada umur 18 bulan. Pada waktu anak bangun

tidur malam atau bangun tidur siang atau sesudah makan atau pada waktu menangis, sianosis

bertambah jelas. Anak menjadi dispneu dan pucat, hilang kesadaran dan apnea, kadang-

kadang menjadi kaku. Kehilangan kesadaran dapat agak lama sehingga anak seperti dalam

keadaan meninggal. Sebab-sebab terjadinya serangan hipoksia diduga karena otot

infundibulum ventrikel kanan berkontraksi, sehingga aliran darah ke dalam paru berkurang.

Untuk mengatasi keadaan ini, biasanya lutut anak ditekuk pada dada, dan ini dimaksudkan

untuk memperbesar tahanan pada sirkulasi besar, dan mengurangi jumlah darah vena yang

kembali ke jantung dari ekstremitas inferior. Dengan demikian, dapat diharapkan mengurangi

tahanan pada infundibulum.

Anak yang sudah dapat berjalan sering menunjukkan gejala sering jongkok (squatting

= hocken (Jerman)). Bila berjalan sekitar 20-50 m, anak ini lalu jongkok, kegiatan ini selalu

dikerjakan berulang-ulang. Jongkok ini maksudnya sama dengan usaha kita menekuk lutut

seperti diatas, dan ternyata mengurangi gejala seperti dispnea.

Pada pemeriksaan, biasanya sianosis terlihat terutama pada kulit dan mukosa. Jari-jari

berbentuk, seperti trommel (jari tabuh), kuku seperti gelas arloji, dan ginggiva hiperplasi.

Takipnea pada saat istirahat dan bertambah berat pada saat kerja fisik sedikit saja. Vena

jugularis biasanya terisi penuh sehingga kelihatan sedikit menonjol, dan gelombang A

(gelombang Atrium) jelas kelihatan. Sering dapat terdengar suara ke-2, yaitu suara penutupan

8

Page 9: tetralogi fallot

katub aorta, suara pertama normal. Getaran kadang-kadang dapat diraba sepanjang linea

parasternal kiri, tetapi jarang teraba pada fosa suprasternalis.

Pada auskultasi sangat khas. Bisingnya ada 2 macam, yaitu bising sistolik keras

dengan nada rendah terdengar terkeras pada sela iga 4 linea parasternalis kiri (bising VSD)

dan bising sistolik ejeksi dengan nada sedang, berbentuk fusiform dengan amplitudo

maksimum pada akhir sistol dan berakhir dekat dengan suara ke-2. Bising ke-2 ini adalah

bisisng stenosis pulmonal. Pada stenosis ringan, bising ke-2 ini akan lebih keras dengan

ampitudo maksimum pada akhir sistole, suara ke-2 masih membelah. Sedang bila stenosisnya

berat, bisingnya lemah dan terdengar pada permulaan sistole. Suara ke-2 keras dan biasanya

tunggal (A2), P2 tidak terdengar. Bising diastolik tidak ada. Bila terjadi pertumbuhan

pembuluh darah kolateral, dapat terdengar bising kontinu pada punggung.

Pada beberapa penderita, hepar sedikit membesar. Bila hepar ditekan, vena jugularis

akan tampak lebih berisi. Fenomena ini disebut juga dengan fenomena Hepato-jugular reflux

merupakan petunjuk bahwa atrium kanan dan vena-vena penuh darah.

2.8 Pemeriksaan Penunjang

a. Elektrokardiografi (EKG)

Elektrokardiografi menunjukkan deviasi sumbu ke kanan dan hipertrofi ventrikel kanan.

Tanpa penemuan ini diagnosa tetralogi Fallot, dengan atau tanpa atresia pulmonalis,

meragukan. Bila ada stenosis pulmonal minimal dengan dengan shunt dari kiri ke kanan yang

besar. Elektrokardiogram dapat menunjukkan hipertrofi biventrikular. Sumbu superior ke kiri

memberi kesan tetralogi fallot dengan defek kanal atrioventrikular.

b. Rontgen thorax

Secara klasik sinar x dada menunjukkan ukuran jantung normal dengan pengurangan

vaskularisasi paru. Biasanya segmen batang atresia pulmonalis adalah defisien. Karena shunt

dari kiri ke kanan yang berlebihan vaskularisasi pulmonal mungkin bertambah dan jantung

membesar dan tidak dapat dibedakan dari tanda-tanda yang ditemukan pada bayi dengan

sekat ventrikel. Pada atresia pulmonal dan sirkulasi kolateral berlebihan, jantung mungkin

agak lebih besar daripada normal tetapi segmen batang arteri pulmonalis biasanya tidak ada.

Tidak ada segmen batang arteri pulmonalis menjadikan jantung tampak seperti sepatu, diberi

nama Coeur en sabot. Biasanya, bila arkus aorta ke kanan, ia dengan mudah terlihat pada foto

9

Page 10: tetralogi fallot

dada biasa. Kadang-kadang gambaran vaskularisasi yang tidak tampak biasa pada foto dada

dikenali sebagai sirkulasi kolateral.

Gambar 2. Foto AP pasien tetralogi fallot. Didapatkan gambaran khas coer en sabot (sepatu kayu),

serta corakan vaskular paru yang berkurang

c. Ekokardiografi

Pada ekokardiografi adalah mungkin memperagakan sekat ventrikel, khas

konoventrikular dengan deviasi anterior sekat infundibulum. Akar aorta besar dan mengarah

ke kanan bervariasi overriding. Saluran keluar pulmonal yang menyempit biasanya dengan

mudah ditampakkan dan obstruksi dapat dengan mudah didokumentasikan dengan teknik

Doppler. Sekarang dimungkinkan bagi ekokardiografer mengenali defek sekat ventrikel

tambahan pada bagian lain sekat ventrikel dengan teknik doppler berwarna dan anatomi

arteria koronaria sering dapat dilihat dengan cukup baik untuk mengenali kelainan cabang-

cabang konus di dalam saluran air keluar ventrikel kanan pada titik dimana irisan bedah

mungkin diperlukan. Stenosis pulmonal perifer proksimal dan hipoplasia relatif pembuluh

darah pulmonal sentral dapat ditampakkan. Belum ada data yang cukup untuk

merekomendasikan bahwa koreksi bedah Tetralogi Fallot yang dilakukan dengan informasi

diagnostik anatomik yang didasarkan seluruhnya atas ekokardiografi, tetapi sangat mungkin

bahwa hal ini akan terjadi tidak lama lagi.

Pandangan subsifoid dan parasternal paling jelas menampakkan defek sekat ventrikel,

aorta yang menggeser ke kanan (overriding), dan obstruksi saluran aliran ke luar ventrikel

kanan. Cabang arteria pulmonalis biasanya terlihat pada pandangan sumbu pendek

10

Page 11: tetralogi fallot

parasternal dan suprasternal. Anatomi arteria koronaria kiri dapat terlihat pada pandangan

sumbu pendek parasternal atau pandangan sumbu-panjang yang ditujukan ke arah bahu kiri.

Sayangnya, ketika penderita menjadi lebih tua dan lebih besar, ketajaman

ekokardiografi menghilang dan angiokardiografi menjadi keharusan.

d. Kateterisasi Jantung dan Angiokardiografi

Kateterisasi jantung tidak diperlukan pada Tetralogi Fallot, bila dengan pemeriksaan

ekokardiografi sudah jelas. Kateterisasi biasanya diperlukan sebelum tindakan bedah koreksi

dengan maksud untuk: 1) mengetahui defek septum ventrikel yang multiple; 2) mendeteksi

kelainan a. koronaria; 3) mendeteksi stenosis pulmonal perifer.

e. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium rutin penting pada setiap penyakit jantung bawaan sianotik, untuk

rnenilai perkembangan penyakit. Hemoglobin dan hematokrit merupakan indikator yang

cukup baik untuk derajat hipoksemia. Peningkatan hemoglobin dan hematokrit ini merupakan

mekanisme kompensasi akibat saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin

dipertahankan antara 16-18 g/dl, sedangkan hematokrit antara 50-65 % . Bila kadar

hemoglobin dan hematokrit melampaui batas tersebut timbul bahaya terjadinya kelainan

trombo-emboli, sebaliknya bila kurang dari batas bawah tersebut berarti terjadi anemia relatif

yang harus diobati.

2.9 Komplikasi

a. Polisitemia

Hal ini merupakan akibat dari keadaan hipoksia sehingga menimbulkan kompensasi berupa

timbulnya sirkulasi kolateral. Akibat yang ditimbulkan dengan terjadinya polisitemia dapat

meningkatkan hematokrit sehingga viskositas darah meninggi yang dapat menimbulkan

trombositopenia sehingga mempengaruhi mekanisme pembekuan darah. Polisitemia dapat

menimbulkan kelainan pada mata, yaitu retinopati berupa pelebaran pembuluh darah retina.

b. Asidosis metabolik.

Asidosis metabolik sebagai akibat hipoksia hebat akan menyebabkan bertambah lamanya

serangan sianotik ini.

11

Page 12: tetralogi fallot

c. Trombosis otak dan abses otak

Biasanya terjadi pada vena serebralis atau sinus dura dan kadang-kadang pada arteria

serebralis, lebih sering bila ada polisitemia berat. Mereka juga dapat dipercepat oleh

dehidrasi. Trombosis paling sering pada penderita diatas usia 2 tahun.

d. Gagal jantung kongestif

Gagal jantung sangat jarang terjadi pada penderita tetralogi fallot. Namun tanda ini dapat

terjadi pada bayi muda dengan tetralogi fallot ‘merah’ atau asianotik. Karena derajat

penyumbatan pulmonal menjelek bila semakin tua. Gejala-gejala gagal jantung mereda dan

akhirnya penderita sianosis, sering pada umur 6-12 bulan. Penderita pada saat ini beresiko

untuk bertambahnya serangan hipersianotik.

2.10 Penatalaksanaan

Tatalaksana Tetralogi Fallot berupa perawatan medis serta tindakan bedah. Pada

penderita yang mengalami serangan sianotik maka terapi ditujukan untuk memutuskan rantai

patofisiologi serangan tersebut, antara lain dengan cara:

a) Posisi lutut ke dada (knee-chest position). Dengan posisi ini diharapkan aliran darah

ke paru bertambah karena peningkatan afterload aorta akibat penekukan arteri

femoralis.

b) Morphine sulfat 0,1-0,2 mg/kg SC, IM atau IV untuk menekan pusat pernafasan dan

mengatasi takipnea.

c) Bikarbonas natrikus 1 meq/kgBB IV untuk mengatasi asidosis.

d) Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian disini bukan karena kekurangan

oksigen, tetapi karena aliran darah ke paru yang berkurang. Dengan usaha diatas

diharapkan anak tidak lagi takipnea, sianosis berkurang dan anak menjadi tenang.

e) Propanolol 0,01-0,25 mg/kg intravena perlahan-lahan untuk menurunkan denyut

jantung sehingga serangan dapat diatasi. 1 mg IV merupakan dosis standar pada

dewasa. Dosis total dilarutkan dengan 10 ml cairan dalam spuit, dosis awal/bolus

diberikan separuhnya, bila serangan belum teratasi sisanya diberikan perlahan dalam

5 sampai 10 menit berikutnya, isoproterenol harus disiapkan untuk mengatasi efek

overdosis.

12

Page 13: tetralogi fallot

f) Ketamin 1-3 mg/kg (rata-rata 2,2 mg/kg) IV perlahan. Preparat ini bekerja dengan

meningkatkan resistensi vaskular sistemik dan juga sebagai sedatif.

g) Vasokonstriktor seperti phenilephrine 0,02 mg/kg IV meningkatkan resistensi

vaskular sistemik sehingga aliran darah ke paru meningkat.

h) Penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat efektif dalam

penanganan sianosis. Volume darah juga dapat mempengaruhi tingkat obstruksi.

Penambahan volume darah juga dapat meningkatkan curah jantung, sehingga aliran

darah ke paru bertambah dan aliran darah sistemik membawa oksigen ke seluruh

tubuh juga meningkat.

Langkah selanjutnya:

1. Propanolol oral 2-4 mg/kg/hari dapat digunakan untuk mencegah serangan dan

menunda tindakan bedah.

2. Bila ada defisiensi zat besi segera diatasi dengan pemberian preparat besi

3. Hindari dehidrasi.

Sedangkan untuk tindakan bedah terdapat 2 pilihan pada Tetralogi Fallot. Pertama

adalah koreksi total (menutup VSD dan reseksi infundibulum), dan kedua bedah paliatif pada

masa bayi untuk kemudian dilakukan koreksi total kemudian. Pada Tetralogi Fallot golongan

1 tidak perlu terapi. Operasi pada golongan ini menimbulkan lebih banyak resiko daripada

hasilnya. Pada anak dibawah umur 6 tahun dengan golongan 3 dan 4 (BB < 10 kg) perlu

dilakukan operasi paliatif. Operasi paliatif ini merupakan operasi pertolongan sebelum

dilakukan koreksi total.

Indikasi prosedur operasi paliatif :

- Neonatus dengan TF-PA

- Bayi dengan hipoplastik anulus pulmonal yang memerlukan ‘patch transanulus’

- Bayi < 3 bulan dengan sianosis berat

- Bayi < 3 bulan dengan spell yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan

13

Page 14: tetralogi fallot

Operasi koreksi total dilakukan pada usia sejak lahir hingga 2 tahun. Operasi koreksi

total pada bayi dan anak dengan berat badan yang masih rendah mengandung banyak resiko.

Operasi paliatif umumnya membuat anastomosis antara aorta dan a. Pulmonalis. Sehingga

diharapkan darah dari aorta mengalir ke dalam a. Pulmonalis. Paru akan mendapat cukup

darah sehingga jumlah darah yang dioksigenasi lebih banyak. Ada beberapa macam teknik

bedah paliatif :

a. Anastomosis Blalock-Taussig: menghubungkan salah satu a. Subklavia dan

salah satu a. Pulmonalis. Hubungan ini dapat secara end to side dapat juga

secara end to end.

b. Anastomosis Pott: menghubungkan sisi sama sisi antara a. Pulmonalis kiri

dengan aorta desendendi luar perikardium. Anastomosis Waterson:

menghubungkan sisi sama sisi antara a. Pulmonalis kanan dengan aorta

asendens.

Tatalaksana Tetralogi Fallot yang telah disepakati di Indonesia:

Gambar 3. Algoritma tatalaksana Tetralogi FallotKeterangan: BTS: Blalock Taussig shunt, PDA stent: patent ductus arteriosus stenting, Kath:

kateterisasi

14

Page 15: tetralogi fallot

2.11 Prognosis.

Tanpa operasi prognosis tidak baik. Rata-rata mencapai umur 15 tahun, tapi semua ini

bergantung kepada besar kelainan. Ancaman pada anak dengan TF adalah abses otak pada

umur 2-3 tahun. Gejala neurologis disertai demam dan leukositosis memberikan kecurigaan

akan adanya abses otak. Anak dengan TF cenderung untuk menderita perdarahan banyak

karena mengurangnya trombosit dan fibrinogen kemungkinan timbulnya endokarditis

bakterialis selalu ada.

15

Page 16: tetralogi fallot

DAFTAR PUSTAKA

1. Fyler, D. C. 1996. Kardiologi Anak Nadas. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press.

2. Behrman, Kliegman, and Jenson. 2003. Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition.

USA: W.B. Saunders.

3. Markum, A. H. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Vol. 2. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI.

4. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak

2. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI

5. Anonymous. 2007. Tetralogy of Fallot. National Heart Lung and Blood Institute.

Cites at: www.nhlbi.nih.gov.

6. Ontoseno, T., Poewodibroto, S., dan Rahman, M. A. 2007. Tetralogi Fallot dan

Serangan Sianosis. Cites at: www.pediatrik.com.

7. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2005. Standar Pelayanan Medis Kesehatan

Anak. Jakarta: Balai Penerbit IDAI.

8. Madiyono, Rahayuningsih, dan sukardi. 2005. Penanganan Penyakit Jantung pada

Bayi dan Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

16