29
Rhinitis Atrofi (Ozaena) RHINITIS ATROFI (OZAENA) PENDAHULUAN Rinitis atrofi adalah penyakit infeksi hidung kronik, yang ditandai adanya atrofi progresif pada mukosa dan tulang konka dan pembentukan krusta. Disebut juga rhinitis chronica atrophicanscum foetida, sebab ada rhinitis chronica atrophican non foetida. Secara klinis, mukosa hidung menghasilkan sekret yang kental dan cepat mengering, sehingga terbentuk krusta yang berbau busuk. Etiologi dan patogenesis rinitis atrofi sampai sekarang belum dapat diterangkan dengan memuaskan. Oleh karena etiologinya belum pasti, maka pengobatannya belum ada yang baku. Pengobatan ditujukan untuk menghilangkan faktor penyebab dan untuk menghilangkan gejala. Pengobatan dapat diberikan secara konservatif atau jika tidak menolong, dilakukan operasi. Menurut pengalaman, untuk kepentingan klinis perlu ditetapkan derajat ozaena sebelum diobati, yaitu ringan, sedang atau berat, oleh karena ini sangat menentukan terapi dan prognosisnya. Biasanya diagnosis ozaena secara klinis tidak sulit. Biasanya discharge berbau, bilateral, terdapat crustae Engki Irawan FK-UNBRAH Halaman KKS SMF THT RSU Dr. Pirngadi Medan 2010 1

THT RINITIS ATROFI

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: THT RINITIS ATROFI

Rhinitis Atrofi (Ozaena)

RHINITIS ATROFI (OZAENA)

PENDAHULUAN

Rinitis atrofi adalah penyakit infeksi hidung kronik, yang ditandai adanya

atrofi progresif pada mukosa dan tulang konka dan pembentukan krusta. Disebut juga

rhinitis chronica atrophicanscum foetida, sebab ada rhinitis chronica atrophican non

foetida. Secara klinis, mukosa hidung menghasilkan sekret yang kental dan cepat

mengering, sehingga terbentuk krusta yang berbau busuk.

Etiologi dan patogenesis rinitis atrofi sampai sekarang belum dapat

diterangkan dengan memuaskan. Oleh karena etiologinya belum pasti, maka

pengobatannya belum ada yang baku. Pengobatan ditujukan untuk menghilangkan

faktor penyebab dan untuk menghilangkan gejala. Pengobatan dapat diberikan secara

konservatif atau jika tidak menolong, dilakukan operasi. Menurut pengalaman, untuk

kepentingan klinis perlu ditetapkan derajat ozaena sebelum diobati, yaitu ringan,

sedang atau berat, oleh karena ini sangat menentukan terapi dan prognosisnya.

Biasanya diagnosis ozaena secara klinis tidak sulit. Biasanya discharge berbau,

bilateral, terdapat crustae kuning kehijau-hijauan. Keluhan subjektif yang sering

ditemukan pada pasien biasanya napas berbau (sementara pasien sendiri menderita

anosmia).(1,2,10,11,15)

Menurut Boies frekwensi penderita rhinitis atrofi wanita : laki adalah 3 : 1.

Penyakit ini lebih sering mengenai wanita, usia 1-35 tahun terutama pada usia

pubertas. Sering ditemukan pada masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi rendah

dan di lingkungan yang buruk dan di negara sedang berkembang.(1,2)

Ozaena lebih umum di negara-negara sekitar Laut Tengah daripada di

Amerika Serikat. Menurunnya insidens campak, scarlet fever, dan difteria di Eropa

Selatan sejak perang dunia ke II tampaknya timbul bersaman dengan suatu penurunan

tajam dalam insidens ozaena.(3)

Engki Irawan FK-UNBRAH HalamanKKS SMF THT RSU Dr. Pirngadi Medan 2010

1

Page 2: THT RINITIS ATROFI

Rhinitis Atrofi (Ozaena)

Rhinitis alergi merupakan penyakit yang mempengaruhi masyarakat dengan

persentase yang besar, dengan perkiraan prevalensi sebesar 9-42%. Penyakit ini dapat

diklasifikasikan menjadi seasonal atau perennial tergantung apakah gejala yang

muncul terjadi dengan interval tahunan yang tetap atau terjadi sepanjang tahun.

Japanese cedar pollinosis (JCPsis) merupakan alergi tipe I yang diperantarai oleh

imunoglobulin E (IgE), yang disebabkan oleh paparan terhadap Japanese cedar

(Crptomeria japonica) pollen (JCP), yang normalnya ada dari awal Februari-akhir

April. Beberapa dekade terakhir terjadi peningkatan prevalensi alergi ini dan

mengenai >16% masyarakat Jepang. Penjelasan mengenai peningkatan prevalensi

tersebut adalah dengan hipotesis hygiene, yang mendalilkan bahwa penurunan

kesempatan terpapar dengan patogen immunostimulating pada masa kanak-kanak

awal dapat menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit alergi (9)

ANATOMI

Untuk mengetahui penyakit dan kelainan hidung perlu diketahui dulu tentang

anatomi hidung. Hidung terdiri dari hidung bagian luar dan rongga hidung dengan

perdarahan serta persarafannya, serta fisiologi hidung.

Hidung luar berbentuk pyramid dengan bagian-bagiannya :

1. Pangkal hidung (bridge).

2. Dorsum nasi.

3. Puncak hidung.

4. Ala nasi.

5. Kolumela.

6. Lubang hidung.

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,

jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau

menyempitkan lubang hidung.

Engki Irawan FK-UNBRAH HalamanKKS SMF THT RSU Dr. Pirngadi Medan 2010

2

Page 3: THT RINITIS ATROFI

Rhinitis Atrofi (Ozaena)

Rongga hidung atau cavum nasi berbentuk terowongan dari depan

kebelakang, dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya menjadi cavum nasi

kanan dan kiri dan lubang belakang disebut nares posterior atau koana yang

menghubungkan cavum nasi dengan nasofaring.

Gambar 1. Anatomi Rongga Hidung

Bagian dari cavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat dibelakang

nares anterior disebut vestibulum. Vestibulum mempunyai banyak kelenjar sebasea

dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrise.

Tipa cavum nasi yang mempunyai 4 (empat) buah dinding, yaitu dinding

lateral, medial, inferior dan superior.

Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan

tulang rawan. Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os etmoid, vomer, Krista

nasalis os maksila dan Krista nasalis os palatina. Bagian tulang rawan adalah

kartilago septum tampak kolumela.

Bagian depan dinding lateral hidung licin, yang disebut ager nasi dan

dibelakangnya terdapat konka-konka yang mengisi sebahagian besar dinding lateral

hidung.

Engki Irawan FK-UNBRAH HalamanKKS SMF THT RSU Dr. Pirngadi Medan 2010

3

Page 4: THT RINITIS ATROFI

Rhinitis Atrofi (Ozaena)

Pada dinding lateral terdapat 4 (empat) buah konka. Yang terbesar dan

letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang paling kecil ialah konka

media, lebih kecil lagi ialah konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka

suprema ini biasanya rudimenter.

Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang

disebut meatus. Tergantung dari letak meatus ada 3 meatus yaitu superior, inferior,

media.(1)

Pendarahan Hidung

Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a.etmoid anterior dan

posterior yang merupakan cabang dari a.oftalmikus, sedangkan a.oftalmikus berasal

dari a.karotis interna.

Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang a.maksila

interna. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari a.fasialis. Pada bagian depan

septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.sfenopalatina, a.etmoidalis

anterior, a.labialis superior dan a.palatina mayor, yang disebut pleksus kiesselbach.

Pleksus kiesselbach letaknya superficial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga

sering menjadi sumber epistaksis.(1)

Gambar 2 . Perdarahan Hidung

Persarafan Hidung.

Engki Irawan FK-UNBRAH HalamanKKS SMF THT RSU Dr. Pirngadi Medan 2010

4

Page 5: THT RINITIS ATROFI

Rhinitis Atrofi (Ozaena)

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari

n.etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris yang berasal dari

N.oftalmikus (N.V-I).

Rongga hidung lainnya sebahagian besar mendapat persarafan sensoris dari

n.maksila melalui ganglion sfenopalatinum.(1)

Fisiologi Hidung.

Fungsi hidung ialah :

1. Sebagai jalan nafas, untuk mengatur keluar masuknya udara.

2. Pengatur kondisi udara (Air Conditioning), perlu untuk mempersiapkan udara

yang akan masuk kedalam alveolus paru. Fungsi ini dilakukan dengan cara

mengatur kelembaban udara dan mengatur suhu.

3. Sebagai penyaring dan pelindung, ini berguna untuk membersihkan udara

yang masuk dari debu dan bakteri.

4. Indera pencium dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung,

konka superior dan sepertiga atas septum.

5. Resonansi suara, penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi.

6. Proses bicara, hidung membantu proses pembentukan kata-kata.

7. Reflek nasal, mukosa hidung merupakan reseptor reflek yang berhubungan

dengan saluran cerna, kardiovaskuler, pernafasan.(1)

DEFENISI

Rhinitis atrofi adalah suatu penyakit infeksi hidung dengan tanda adanya

atrofi progresif tulang dan mukosa konka. Secara klinis mukosa hidung menghasilkan

secret kental dan cepat mongering sehingga terbentuk krusta berbau busuk, sering

mengenai tingkat social ekonomi rendah dan lingkungan yang buruk.

Lebih sering mengenai wanita pada usia antara 1-35 tahun, terbanyak pada

usia pubertas. Secara histopatologik tampak mukosa hidung menjadi tipis, silia

Engki Irawan FK-UNBRAH HalamanKKS SMF THT RSU Dr. Pirngadi Medan 2010

5

Page 6: THT RINITIS ATROFI

Rhinitis Atrofi (Ozaena)

menghilang. Metaplasia epitel torak bersilia menjadi epitel kubik atau gepeng

berlapis, kelenjar-kelenjar bergenerasi dan atrofi serta jumlahnya berkurang dan

berbentuk menjadi kecil.(5,7,11,12,13)

EPIDEMIOLOGI

Beberapa kepustakaan menuliskan bahwa rinitis atrofi lebih sering mengenai

wanita, terutama pada usia pubertas. Baser dkk mendapatkan 10 wanita dan 5 pria,

dan Jiang dkk mendapatkan 15 wanita dan 12 pria. Samiadi mendapatkan 4 penderita

wanita dan 3 pria. Menurut Boies frekwensi penderita rhinitis atrofi wanita : laki

adalah 3 : 1. Tetapi dari segi umur, beberapa penulis mendapatkan hasil yang

berbeda. Baser dkk mendapatkan umur antara 26-50 tahun, Jiang dkk berkisar 13-68

tahun, Samiadi mendapatkan umur antara 15-49 tahun. Penyakit ini sering ditemukan

di kalangan masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi rendah dan lingkungan yang

buruk dan di negara sedang berkembang. Di RS H. Adam Malik dari Januari 1999

sampai Desember 2000 ditemukan 6 penderita rinitis atrofi, 4 wanita dan 2 pria, umur

berkisar dari 10-37 tahun.1,2

Ozaena lebih umum di negara-negara sekitar Laut Tengah daripada di

Amerika Serikat. Menurunnya insidens campak, scarlet fever, dan difteria di Eropa

Selatan sejak perang dunia ke II tampaknya timbul bersaman dengan suatu penurunan

tajam dalam insidens ozaena

ETIOLOGI

Teori mengenai etiologi dan patogenesis rhinitis atrofi sampai sekarang belum

dapat diterangkan dengan memuaskan, ada beberapa hal yang dianggap sebagai

penyebabnya, antara lain :(4,5,7,8)

1. Infeksi kuman spesifik, yang tersering ditemukan adalah spesies Klebsiela,

terutama klebsiela ozaena. Kuman lainnya antara lain staphylokokus,

streptokokus dan pseudomonas aeruginosa.

Engki Irawan FK-UNBRAH HalamanKKS SMF THT RSU Dr. Pirngadi Medan 2010

6

Page 7: THT RINITIS ATROFI

Rhinitis Atrofi (Ozaena)

2. Beberapa factor yang mungkin menimbulkan penyakit ini adalah sinusitis

kronis, trauma yang luas pada mukosa, sifilis.

3. Oleh karena penyakit ini mulai timbul pada usia remaja (pubertas) dan lebih

banyak ditemukan pada wanita, maka diduga ketidakseimbangan endokrin

juga berperan sebagai penyebab penyakit ini.

4. Gizi buruk, biasanya karena defisiensi vitamin A, vitamin C dan zat besi.

5. Penyakit kolagen, yang termasuk penyakit autoimun.

6. Herediter.

7. Berhubungan dengan trauma atau terapi radiasi. Trauma dapat terjadi karena

kecelakaan ataupun iatrogenik, yaitu efek lanjut pembedahan, sedangkan

terapi radiasi pada hidung segera merusak pembuluh darah dan kelenjar

penghasil mucus.

PATOLOGI DAN PATOGENESIS (4,7,8)

Adanya metaplasi epitel kolumnar bersilia menjadi epitel skuamous atau

atrofik dan fibrosis dari tunika propria. Terdapat pengurangan kelenjar alveolar baik

dalam jumlah dan ukuran dan adanya endarteritis dan periarteritis pada arteriole

terminal. Oleh karena itu secara patologi, rinitis atrofi bisa dibagi menjadi dua:

1) Tipe I : adanya endarteritis dan periarteritis pada arteriole terminal akibat

infeksi kronik; membaik dengan efek vasodilator dari terapi estrogen.

2) Tipe II : terdapat vasodilatasi kapiler, yang bertambah jelek dengan terapi

estrogen.

Sebagian besar kasus merupakan tipe I. Endarteritis di arteriole akan

menyebabkan berkurangnya aliran darah ke mukosa. Juga akan ditemui infiltrasi sel

bulat di submukosa. Taylor dan Young mendapatkan sel endotel berreaksi positif

dengan fosfatase alkali yang menunjukkan adanya absorbsi tulang yang aktif.

Atrofi epitel bersilia dan kelenjar seromusinus menyebabkan pembentukan

krusta tebal yang melekat. Atrofi konka menyebabkan saluran nafas jadi lapang. Ini

juga dihubungkan dengan teori proses autoimun; Dobbie mendeteksi adanya antibodi

Engki Irawan FK-UNBRAH HalamanKKS SMF THT RSU Dr. Pirngadi Medan 2010

7

Page 8: THT RINITIS ATROFI

Rhinitis Atrofi (Ozaena)

yang berlawanan dengan surfaktan protein A. Defisiensi surfaktan merupakan

penyebab utama menurunnya resistensi hidung terhadap infeksi

Fungsi surfaktan yang abnormal menyebabkan pengurangan efisiensi mucus

clearance dan mempunyai pengaruh kurang baik terhadap frekuensi gerakan silia. Ini

akan menyebabkan bertumpuknya lendir dan juga diperberat dengan keringnya

mukosa hidung dan hilangnya silia. Mukus akan mengering bersamaan dengan

terkelupasnya sel epitel, membentuk krusta yang merupakan medium yang sangat

baik untuk pertumbuhan kuman

Perubahan histopatologi dalam hidung pada rinitis atrofi (Ozaena), yaitu : (5)

Mukosa hidung. Berubah menjadi lebih tipis.

Silia hidung. Silia akan menghilang.

Epitel hidung. Terjadi perubahan metaplasia dari epitel torak bersilia menjadi

epitel kubik atau epitel gepeng berlapis.

Kelenjar hidung. Mengalami degenerasi, atrofi (bentuknya mengecil), atau

jumlahnya berkurang.

GEJALA KLINIS

Atrofi sedang tidak hanya mempengaruhi daerah mukosa hidung yang lebih

besar, namun terutama melibatkan suplai darah epitel hidung, secara berlahan

memperbesar rongga hidung ke segala jurusan dengan semakin tipisnya epitel.

Kelenjar mukosa atrofi dan menghilang sementara fibrosis jaringan subepitel

berlahan-lahan menyeluruh. Jaringan disekitar mukosa juga ikut terlibat termasuk

kartilago, otot dan kerangka tulang hidung. Akhirnya kekeringan, pembentukan

krusta dan iritasi mukosa hidung dapat meluas ke epitel nasofaring dan laring.

Keadaan ini dapat mempengaruhi potensi tuba eustachius, berakibat efusi

telinga kronik, dan dapat menimbulkan perubahan yang tidak diharapkan pada

apparatus lakrimalis, termasuk keratitis sikka.(2)

Pada perubahan lanjut rhinitis atrofi, dikenal sebagai ozaena atau krusta yang

banyak dapat disertai bau busuk mamualkan. Sementara orang disekeliling penderita

Engki Irawan FK-UNBRAH HalamanKKS SMF THT RSU Dr. Pirngadi Medan 2010

8

Page 9: THT RINITIS ATROFI

Rhinitis Atrofi (Ozaena)

tidak tahan terhadap bau busuk tersebut, pasien sendiri tidak merasakannya karena

anosmia. Ia mengeluh kehilangan indera pengecap dan tidak bisa tidur nyenyak

ataupun tidak tahan udara dingin. Meskipun jalan menjadi semakin lebar, pasien

merasakan sumbatan yang makin progresif saat bernafas lewat hidung, terutama

karena katup udara yang mengatur perubahan tekanan hidung, dan menghantarkan

impuls sensoris dari mukosa hidung ke sistem saraf pusat telah bergerak semakin

jauh. Keluhan yang lain pada rhinitis atrofi adalah nyeri kepala dan epistaksis.(1,3,4,7,8)

Sutomo dan Samsudin membagi ozaena secara klinik dalam tiga tingkat : (4,7,8)

a) Tingkat I : Atrofi mukosa hidung, mukosa tampak kemerahan dan berlendir,

krusta sedikit.

b) Tingkat II : Atrofi mukosa hidung makin jelas, mukosa makin kering, warna

makin pudar, krusta banyak, keluhan anosmia belum jelas.

c) Tingkat III : Atrofi berat mukosa dan tulang sehingga konka tampak sebagai

garis, rongga hidung tampak lebar sekali, dapat ditemukan krusta di nasofaring,

terdapat anosmia yang jelas.

Pemeriksaan THT pada kasus rinitis atrofi (Ozaena) dapat kita temukan : (5)

Rongga hidung. Rongga hidung sangat lapang. Konka hidung. Konka nasi media dan konka nasi inferior mengalami hipotrofi

atau atrofi. Sekret. Sekret purulen dan berwarna hijau. Krusta. Berwarna hijau.

PEMERIKSAAN PENUNJANG (5,6,12)

Pemeriksaan penunjang pada kasus rinitis atrofi (Ozaena) yang dapat kita lakukan antara lain :

Transiluminasi. Foto Rontgen. Foto sinus paranasalis. Pemeriksaan mikroorganisme. Uji resistensi kuman.

Engki Irawan FK-UNBRAH HalamanKKS SMF THT RSU Dr. Pirngadi Medan 2010

9

Page 10: THT RINITIS ATROFI

Rhinitis Atrofi (Ozaena)

Pemeriksaan darah tepi. Pemeriksaan Fe serum. Pemeriksaan histopatologi.

Perubahan histopatologi dalam hidung pada rinitis atrofi (Ozaena), yaitu : (5)

Mukosa hidung. Berubah menjadi lebih tipis. Silia hidung. Silia akan

menghilang. Epitel hidung. Terjadi perubahan metaplasia dari epitel torak bersilia

menjadi epitel kubik atau epitel gepeng berlapis. Kelenjar hidung. Mengalami

degenerasi, atrofi (bentuknya mengecil), atau jumlahnya berkurang.

DIAGNOSIS(4,7,8)

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan darah rutin,

rontgen foto sinus paranasal, pemeriksaan Fe serum, Mantoux test, pemeriksaan

histopatologi dan test serologi (VDRL test dan Wasserman test) untuk menyingkirkan

sifilis. Diagnosis Banding: Rinitis kronik tbc, rinitis kronik lepra, rinitis kronik sifilis

dan rinitis sika.

DIAGNOSIS BANDING(4,8)

Diagnosis rinitis atrofi (ozaena) antara lain :

1. Rinitis kronik TBC

Secara klinis rinitis aropi dan rhinitis kronik TBC sama,dapat dibedakan

dengan pemeriksaan Foto Rontgen Thorak.

2. rinitis kronik lepra

penderita rinitis kronik lepra mempunyai riwayat atau sedang menderita

penyakit Lepra

3. rinitis kronik sifilis

Rinitis kronik sifilis terjadi pada penderita yang sedang atau sudah pernah

menderita penyakit sifilis sebelumnya

4. rinitis sika

Engki Irawan FK-UNBRAH HalamanKKS SMF THT RSU Dr. Pirngadi Medan 2010

10

Page 11: THT RINITIS ATROFI

Rhinitis Atrofi (Ozaena)

KOMPLIKASI(4,7,8)

Komplikasi rinitis atrofi (ozaena) dapat berupa :

1. Perforasi septum

2. Faringitis

3. Sinusitis

4. Miasis hidung

5. Hidung pelana

PENATALAKSANAAN

Hingga kini pengobatan medis terbaik rinitis atrofik hanya bersifat paliatif.

Termasuk dengan irigasi dan membersihkan krusta yang terbentuk, terapi sistemik

dan lokal dengan endokrin; steroid; dan antibiotik; vasodilator; pemakaian iritan

jaringan lokal ringan seperti alkohol; dan salep pelumas. Penekanan terapi utama

adalah pembedahan, yaitu usaha-usaha langsung mengecilkan rongga hidung, dan

dengan demikian juga memperbaiki suplai darah mukosa hidung.5 Tujuan pengobatan

adalah menghilangkan faktor etiologi/ penyebab dan menghilangkan gejala.

Pengobatan dapat diberikan secara konservatif atau kalau tidak menolong dilakukan

operasi.(1)

Konservatif(1,3,4,6,7,8,10,11,12,13,)

Pengobatan konservatif ozaena meliputi pemberian antibiotik, obat cuci

hidung, dan simptomatik

1) Antibiotik spektrum luas sesuai uji resistensi kuman, dengan dosis adekuat

sampai tanda-tanda infeksi hilang. Qizilbash dan Darf melaporkan hasil yang baik

pada pengobatan dengan Rifampicin oral 600 mg 1 x sehari selama 12 minggu.

2) Obat cuci hidung, untuk membersihkan rongga hidung dari krusta dan sekret dan

menghilangkan bau. Antara lain :

a. Betadin solution dalam 100 ml air hangat atau

Engki Irawan FK-UNBRAH HalamanKKS SMF THT RSU Dr. Pirngadi Medan 2010

11

Page 12: THT RINITIS ATROFI

Rhinitis Atrofi (Ozaena)

b. Campuran :

NaCl

NH4Cl

NaHCO3 aaa 9

Aqua ad 300 cc 1 sendok makan dicampur 9 sendok makan air hangat

c. Larutan garam dapur

d. Campuran :

Na bikarbonat 28,4 g

Na diborat 28,4 g

NaCl 56,7 g dicampur 280 ml air hangat

Larutan dihirup ke dalam rongga hidung dan dikeluarkan lagi dengan

menghembuskan kuat-kuat, air yang masuk ke nasofaring dikeluarkan melalui mulut,

dilakukan dua kali sehari. Pemberian obat simptomatik pada rinitis atrofi (Ozaena)

biasanya dengan pemberian preparat Fe.

3) Obat tetes hidung , setelah krusta diangkat, diberi antara lain : glukosa 25% dalam

gliserin untuk membasahi mukosa, oestradiol dalam minyak Arachis 10.000 U /

ml, kemisetin anti ozaena solution dan streptomisin 1 g + NaCl 30 ml. diberikan

tiga kali sehari masing-masing tiga tetes.

4) Vitamin A 3 x 10.000 U selama 2 minggu.

5) Preparat Fe.

6) Selain itu bila ada sinusitis, diobati sampai tuntas. Sinha, Sardana dan Rjvanski

melaporkan ekstrak plasenta manusia secara sistemik memberikan 80% perbaikan

dalam 2 tahun dan injeksi ekstrak plasenta submukosa intranasal memberikan

93,3% perbaikan pada periode waktu yang sama. Ini membantu regenerasi epitel

dan jaringan kelenjar. Samiadi dalam laporannya memberikan : trisulfa 3 x 2

tablet sehari selama 2 minggu, natrium bikarbonat, cuci hidung dengan Na Cl

fisiologis 3 x sehari, kontrol darah dan urine seminggu sekali untuk melihat efek

samping obat, pembersihan hidung di klinik tiap 2 minggu sekali, cuci hidung

Engki Irawan FK-UNBRAH HalamanKKS SMF THT RSU Dr. Pirngadi Medan 2010

12

Page 13: THT RINITIS ATROFI

Rhinitis Atrofi (Ozaena)

diteruskan sampai 2-3 bulan kemudian dan didapatkan hasil yang memuaskan

pada 6 dari 7 penderita.

OPERASI (1,4,7,8,11,14)

Tujuan operasi pada rhinitis atrofi (ozaena) antara lain untuk : menyempitkan

rongga hidung yang lapang, mengurangi pengeringan dan pembentukan krusta dan

mengistirahatkan mukosa sehingga memungkinkan terjadinya regenerasi. Teknik

bedah dibedakan menjadi dua kategori utama :

1) Implan dengan pendekatan intra atau ekstra nasal dan

2) Operasi, seperti penyempitan lobulus hidung atau fraktur tulang hidung ke arah

dalam.

Beberapa teknik operasi yang dilakukan antara lain :

1) Young's operation

Penutupan total rongga hidung dengan flap. Sinha melaporkan hasil yang baik

dengan penutupan lubang hidung sebagian atau seluruhnya dengan menjahit salah

satu hidung bergantian masing-masing selama periode tiga tahun.

2) Modified Young's operation

Penutupan lubang hidung dengan meninggalkan 3 mm yang terbuka.

3) Lautenschlager operation

Dengan memobilisasi dinding medial antrum dan bagian dari etmoid, kemudian

dipindahkan ke lubang hidung.

4) Implantasi submukosa dengan tulang rawan, tulang, dermofit, bahan sintetis

seperti Teflon, campuran Triosite dan Fibrin Glue.

5) Transplantasi duktus parotis ke dalam sinus maksila (Wittmack's operation)

dengan tujuan membasahi mukosa hidung. Mewengkang N melaporkan operasi

penutupan koana menggunakan flap faring pada penderita ozaena anak berhasil

dengan memuaskan.

Engki Irawan FK-UNBRAH HalamanKKS SMF THT RSU Dr. Pirngadi Medan 2010

13

Page 14: THT RINITIS ATROFI

Rhinitis Atrofi (Ozaena)

Bila pengobatan konsevatif adekuat yang cukup lama tidak menunjukkan

perbaikan, pasien dirujuk untuk dilakukan operasi penutupan lubang hidung.

Prinsipnya mengistirahatkan mukosa hidung pada nares anterior atau koana sehingga

menjadi normal kembali selama 2 tahun. Atau dapat dilakukan implantasi untuk

menyempitkan rongga hidung.(3)

KESIMPULAN

1. Rhinitis atrofi adalah penyakit infeksi hidung kronik dengan tanda adanya

atrofi progresif tulang dan mukosa konka.

2. Etiologi penyakit ini belum jelas. Beberapa hal dianggap sebagai penyebab

seperti infeksi oleh kuman spesifik, yaitu sepsis klebsiela, yang sering

Engki Irawan FK-UNBRAH HalamanKKS SMF THT RSU Dr. Pirngadi Medan 2010

14

Page 15: THT RINITIS ATROFI

Rhinitis Atrofi (Ozaena)

klebsiela ozaena, kemudian staphylokokus, dan pseudomonas aeruginosa,

defisiensi Fe, defisiensi vitamin A, sinusitis kronik, kelainan hormonal dan

penyakit kolagen. Mungkin berhubungan dengan trauma atau terapi radiasi.

3. Gejala klinis adalah berupa keluhan subyektif yang sering ditemukan pada

pasien biasanya nafas berbau (sementara pasien sendiri menderita anosmia),

ingus kental hijau, krusta hijau, gangguan penciuman, sakit kepala dan hidung

tersumbat. Pada pemeriksaan THT ditentukan rongga hidung sangat lapang,

konka inferior dan media hipotrofi atau atrofi, sekret purulen hijau, dan krusta

berwarna hijau.

4. Terapi belum ada yang baku, ditujukan untuk menghilangkan etiologi dan

gejala dapat dilakukan secara konservatif ataupun operatif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. Dr. H. Nurbaiti Iskandar, Sp.THT, Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga

Hidung Tenggorokan, Edisi III, editor : H. Dr. Efianty Arsyad Soepardi,

Sp.THT, Fak. Kedokteran UI, Jakarta, 1997, Hal : 89-95 ; 113-115.

2. Adams, Boeis higler, Buku Ajar Penyakit THT, Edisi VI, Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Hal : 221-222.

Engki Irawan FK-UNBRAH HalamanKKS SMF THT RSU Dr. Pirngadi Medan 2010

15

Page 16: THT RINITIS ATROFI

Rhinitis Atrofi (Ozaena)

3. A. Mansyoer, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid Satu, FK UI,

Jakarta, Hal : 100-101.

4. Asnir, A. R. 2004. Rinitis Atrofi. Available from : http://www.kalbe.co.id.

Accessed : 2008, April 12. Sumber : Cermin Dunia Kedokteran No. 144,

2004. Hal 5-7.

5. Http://hennykartika.wordpress.com/

6. Http://www.rachimuddin.com/rhinitis+atopi-file .

7. Http://www.kesimpulan.com/2009/05/rhinitis-atrofi.htm

8. Http://www.netdoctor.co.uk/diseases/facts/cermin dunia kedokteran.htm.

9. http://www.kalbe.co.i d/health profesional .

10. Http://www. sutrisno09.blogspot.com/.../tht-pada-hidung-

pengrtiansebabpenyakitp.html

11. Http://www. rizsa82.wordpress.com/2008/07/19/ozaena-rhinitis-atrofi/

12. Http://www. mercywords.blogspot.com/2008/09/ozaena.html

13. Http://www. usupress.usu.ac.id/.../MKN%20Vol_%2039%20No_

%202%20Juni%202006.pdf

14. Http://en.wikipedia.org/wiki/Atrophic_rhinitis#Aetiology

15. http://www.kalbe.co.id/?mn=med&tipe=cdk&detail=printed&cat=det&det_id

Engki Irawan FK-UNBRAH HalamanKKS SMF THT RSU Dr. Pirngadi Medan 2010

16

Page 17: THT RINITIS ATROFI

Rhinitis Atrofi (Ozaena)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia-Nyalah

penulis dapat menyelesaikan Paper ini.

Dengan penulisan Paper ini penulis bermaksud membahas mengenai

“Rhinitis Atrofi ” sebagai salah satu persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior

dibagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorok di RSU. Dr. Pirngadi Medan.

Dalam kesempatan ini penulis bermaksud menyampaikan terima kasih kepada

Dr. Beresman Sianipar, SpTHT sebagai pembimbing dalam Kepaniteraan dibagian

Engki Irawan FK-UNBRAH HalamanKKS SMF THT RSU Dr. Pirngadi Medan 2010

17

Page 18: THT RINITIS ATROFI

Rhinitis Atrofi (Ozaena)

Ilmu Penyakit THT serta dokter-dokter lainnya yang telah banyak memberikan

bimbingan selama Kepaniteraan Klinik dipoliklinik THT.

Dr. Zulkifli, SpTHT.

Dr. Netty Harnita, Sp.THT

Dr. Dewi Fauziah Syahnan, SpTHT.

Dr. Rehulina Surbakti, SpTHT.

Dr. Ali Syahbana Siregar, Sp.THT

Dr. Beresman Sianipar, SpTHT.

Dr. Linda Samosir, SpTHT.

Dr. Ita L. Roderthani, SpTHT.

Dr. Magdalena Hutagalung, SpTHT.

Dr. Zalfina Cora, Sp.THT.

Dr. M. Taufiq Ishaq, Sp.THT

Dr. Olina Hulu, Sp.THT

Dr. Seri Ulina, Sp.THT

Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, April 2010 Pembimbing

Dr. Beresman Sianipar, SpTHT Penulis

Engki Irawan FK-UNBRAH HalamanKKS SMF THT RSU Dr. Pirngadi Medan 2010

18

Page 19: THT RINITIS ATROFI

Rhinitis Atrofi (Ozaena)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................. i

Daftar Isi........................................................................................................... ii

Pendahuluan...................................................................................................... 1

Defenisi............................................................................................................. 4

Etiologi............................................................................................................. 5

Gejala klinis...................................................................................................... 6

Pemeriksaan penunjang.................................................................................... 7

Penatalaksanaan................................................................................................ 7

Kesimpulan....................................................................................................... 8

Daftar pustaka................................................................................................... 10

Engki Irawan FK-UNBRAH HalamanKKS SMF THT RSU Dr. Pirngadi Medan 2010

19