28
TINGKAT MELEK POLITIK WARGA (PEMILIH) DI KABUPATEN SIKKA PADA PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014 DI KABUPATEN SIKKA LAPORAN HASIL PENELITIAN dalam Kerja Sama dengan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sikka OLEH PETRUS YULIUS YAYASAN A-LETHEIA KUPANG 2015

Tingkat Melek Politik Warga pada Pemilu (KPU Kabupaten Sikka)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tingkat Melek Politik Warga pada Pemilu (KPU Kabupaten Sikka)

TINGKAT MELEK POLITIK WARGA (PEMILIH) DI KABUPATENSIKKA PADA PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014 DI KABUPATEN

SIKKA

LAPORAN HASIL PENELITIAN

dalam Kerja Sama dengan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sikka

OLEH

PETRUS YULIUS

YAYASAN A-LETHEIAKUPANG

2015

Page 2: Tingkat Melek Politik Warga pada Pemilu (KPU Kabupaten Sikka)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang....................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................4

1.3 Tujuan Penelitian................................................................................4

1.4 Manfaat Penelitian..............................................................................4

1.4.1. Manfaat Teoritis. ......................................................................4

1.4.2. Manfaat Praktis.........................................................................4

BAB II KERANGKA PENELITIAN

2.1 Kerangka Teori ....................................................................................5

2.2 Alur Pikir..............................................................................................8

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Fokus Penelitian .......................................................25

3.2 Jenis Penelitian ...................................................................................25

3.3 Metode Penelitian ...............................................................................25

3.4 Teknik Pengumpulan Data .................................................................26

3.5 Teknik Pengujian Keabsahan Data.....................................................28

3.6 Lingkup dan Lokasi Penelitian’..........................................................28

Page 3: Tingkat Melek Politik Warga pada Pemilu (KPU Kabupaten Sikka)

3.7 Teknik Analisis Data ..........................................................................28

BAB IV PEMBAHASAN

4. 1.

4. 2.

4. 3.

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

5. 1. SIMPULAN

5. 2. REKOMENDASI

Daftar Pustaka

Lampiran (Soft Copy)

Page 4: Tingkat Melek Politik Warga pada Pemilu (KPU Kabupaten Sikka)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Melek politik (political literacy) merupakan sebuah conditio sine qua

non dalam demokrasi modern. Tanpa adanya melek politik, demokrasi

modern akan mengalami kerapuhan dalam berproses. Melek politik

merupakan salah satu pilar utama dalam membangun peradaban manusia di

dalam demokrasi. Logika ini tidak terbantahkan. Fenomena politik mutakhir

membuktikan bahwa hal ini telah menjadi sebuah tesis besar dalam ilmu

politik kontemporer.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyebutkan bahwa melek

politik berarti mengetahui arti dan fungsi politik. Logikanya jelas, melek

pemilihan umum berarti mengetahui arti dan fungsi pemilihan umum. Pada

titik ini, fenomena pemilihan umum sebuah sebuah aktus besar dalam

kehidupan politik harus dijalankan dalam beberapa aspek sekaligus.

Dikatakan demikian sebab terminologi “mengetahui” terjadi dalam

aspek kognitif. Aspek ini memiliki korelasi yang sangat erat dengan aspek

psikomotorik yang dalam konteks ini dapat disebut sebagai sebuah

keterampilan dalam berpolitik. Selanjutnya, kedua aspek tersebut tentu saja

tidak dapat terlepaspisahkan dari aspek berikutnya yaitu afeksi yang pada

tingkatan tertentu berhubungan erat dengan nilai-nilai. Aspek terakhir ini

kadang dan bahkan sering menjadi pijakan utma bagi seseorang di dalam

Page 5: Tingkat Melek Politik Warga pada Pemilu (KPU Kabupaten Sikka)

2

bertindak, termasuk di dalamnya adalah dalam melakukan tindakan politik,

seperti dalam ajang pemilihan umum.

Urgensi melek politik sebagaimana dieaborasi secara singkat tersebut

menjadi landasan akademis bagi Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sikka

untuk bekerja sama dengan peneliti dari Yayasan A-letheia (The A-Letheia

Foundation) Kupang untuk melakukan penelitian tentang Tingkat Melek

Politik Warga (Pemilih) di Kabupaten Sikka Pada Pemilihan Umum

Tahun 2014 di Kabupaten Sikka.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan elaborasi pada latar belakang di atas, maka rumusan

masalah penelitian adalah bagaimana Tingkat Melek Politik Warga

(Pemilih) di Kabupaten Sikka Pada Pemilihan Umum Tahun 2014 di

Kabupaten Sikka?

Dari rumusan masalah yang bersifat umum tersebut, diturunkan tiga

rumusan masalah yang bersifat khusus yaitu:

a. Bagaimana pengetahuan pemilih di Kabupaten Sikka tentang

politik/pemilu?

b. Bagaimana keterampilan pemilih di Kabupaten Sikka dalam mengelola

isu yang ada pada pemilihan umum tahun 2014 di Kabupaten Sikka

dalam pengambilan keputusan politk?

Page 6: Tingkat Melek Politik Warga pada Pemilu (KPU Kabupaten Sikka)

3

c. Bagaimana pemilih di Kabupaten Sikka mempertahankan nilai-nilai

yang ada pada dirinya, termasuk mempertahankan kesetaraan dan

keadilan yang diyakini pemilih dalam menentukan pilihannya?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini

terdiri atas dua bagian yaitu tujuan umum dan tujuan khsusus.

Tujuan umum :

- mentradisikan kebijakan berbasis riset atas persoalan-persoalan yang

berkaitan dengan pemilihan umum;

- Sebagai bahan untuk penyusunan kebijakan guna meningkatkan dan

memperkuat partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemilihan

umum.

Tujuan khusus :

- menemukan akar masalah atas persoalan-persoalan yang terkait dengan

Tingkat Melek Politik Warga (Pemilih) di Kabupaten Sikka;

- Terumuskannya rekomendasi kebijakan atas permasalahan yang dihadapi

dalam kaitannya dengan Tingkat Melek Politik Warga (Pemilih) di

Kabupaten Sikka.

Page 7: Tingkat Melek Politik Warga pada Pemilu (KPU Kabupaten Sikka)

4

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.4.1. Secara teoritis, diharapkan hasil kajian dalam penelitian ini dapat

menjadi sumber informasi yang mengarah pada pengembangan ilmu

pengetahuan terutama dalam bidang ilmu politik, psikologi dan

psikologi politik.

1.4.2. Secara praktis, diharapkan agar hasil kajian penelitian ini dapat

memberikan gambaran mengenai Tingkat Melek Politik Warga

(Pemilih) di Kabupaten Sikka Pada Pemilihan Umum Tahun 2014 di

Kabupaten Sikka.

Page 8: Tingkat Melek Politik Warga pada Pemilu (KPU Kabupaten Sikka)

5

BAB II

KERANGKA PENELITIAN

2.1. Landasan Teori

Teori politik adalah pembahasan dan generalisasi dari fenomena

yang bersifat politik mengenai :

a. tujuan kegiatan politik

b. cara-cara mencapai tujuan tersebut

c. kemungkinan dan kebutuhan yang ditimbulkan oleh situasi politik

tertentu

d. kewajiban-kewajiban yang diakibatkan oleh tujuan politik itu.

Merujuk pada Thomas P. Jenkin (1967) teori yang dipakai dalam

penelitian ini termasuk dalam teori-teori yang memiliki dasar moral atau

bersifat akhlak dan menentukan norma-norma untuk perilaku politik (norms

for political behavior). Dengan adanya unsur norma dan nilai-nilai (values)

ini, maka teori ini boleh disebutkan sebagai yang mengandung nilai.

Teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah Teori Relasi Perilaku

Politik Sehat LPTK (The LPTK’s Healthy Political Behaviour Relation

Theory), (Petrus Yulius, 2015). Teori ini menggagas tentang cara

membangun perilaku politik sehat individu dengan cara memperhatikan

pemilihan jenis makanan/minuman, belajar mendengarkan suara hati dan

pesan-pesan tubuh, berjuang membangun relasi dengan Allah, sesama dan

alam semesta dalam membentuk pola pikir, emosi, dan akhirnya dapat

Page 9: Tingkat Melek Politik Warga pada Pemilu (KPU Kabupaten Sikka)

6

terbentuk perilaku politik yang baik. Teori Relasi Perilaku Politik Sehat

LPTK dibangun dari asumsi teoretis bahwa sehat tidaknya perilaku politik

seseorang bergantung pada keseimbangan relasional seseorang dalam

hubungannya dengan Allah, diri sendiri, sesama, dan alam semesta.

Keseimbagan relasional tersebut pada gilirannya akan menghadirkan sebuah

pemenuhan tuntutan eksistensial seseorang yang seimbang dengan keutuhan

jiwa dan tubuhnya.

2.2. Alur Pikir

Melek politik dalam penelitian berhubugan dengan pengetahuan (kognisi),

keterampilan (psikomotorik) dan nilai-nilai (afeksi). Pengetahuan yang

dimaksudkan adalah pengetahuan pada tingkatan yang paling mendasar

tentang politik dan pemilihan umum. Keterampilan adalah tindakan konkret

yang dilakukan oleh seseorang dalam menjatuhkan keputusan politik,

termasuk memengaruhi orang lain untuk menjatuhkan keputusan politik

tertentu. Keterampilan dalam konteks ini berhubungan erat dengan basis

pengetahuan dan nilai-nilai yang dimilikinya. Nilai-nilai adalah basis

kepercayaan seseorang yang diyakini, yang sangat kontributif baginya dalam

menjatuhkan sebuah keputusan politik tertentu.

Dengan elaborasi tersebut, alur pikir dalam penelitian ini dapat digambarkan

dalam skema sebagai berikut:

Page 10: Tingkat Melek Politik Warga pada Pemilu (KPU Kabupaten Sikka)

7

Bagan 1 Skema Alur Pikir

- Nilai Pengetahuan- Sikap/Keterampilan

/ Tingkah lakuPemilihan Umum

MELEK POLITIK

Page 11: Tingkat Melek Politik Warga pada Pemilu (KPU Kabupaten Sikka)

8

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan dan Fokus Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam rangka menjawab permasalahan

dalam penelitian ini bersifat kualitatif, dengan memberikan fokus

penelitian pada Tingkat Melek Politik Warga (Pemilih) di Kabupaten

Sikka Pada Pemilihan Umum Tahun 2014 di Kabupaten Sikka.

3.2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif yaitu prosedur

pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan dan

melukiskan tentang makna dari topik yang menjadi permasalahan. Dalam

konteks penelitian ini, deskriptif yaitu menjelaskan atau menggambarkan

tentang Tingkat Melek Politik Warga (Pemilih) di Kabupaten Sikka Pada

Pemilihan Umum Tahun 2014 di Kabupaten Sikka.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Ada beberapa metode yang digunakan dalam pengumpulan data

yaitu :

a. Wawancara mendalam/in depth Interview adalah cara pengumpulan data

yang dilakukan melalui percakapan antara peneliti (atau orang yang

ditugasi) dengan subjek penelitian atau informan, dalam hal ini

pewawancara menggunakan percakapan sedemikian rupa sehingga yang

diwawancara bersedia terbuka mengeluarkan pendapatnya. Instrument

Page 12: Tingkat Melek Politik Warga pada Pemilu (KPU Kabupaten Sikka)

9

yang digunakan dalam wawancara adalah alat tulis alat perekam suara dan

kamera

b. Studi kepustakaan yaitu dengan mempelajari buku-buku, artikel-artikel

online dan majalah atau surat kabar serta bahan-bahan lain dari

lembaga/institusi yang berkaitan dengan deskripsikan tentang tingkat

melek politik warga di Kabupaten Sikka pada Pemilihan Umum 2014.

c. Observasi yaitu, pengumpulan data atau informasi dengan cara mengamati

secara langsung di lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui gambaran umum lokasi penelitian sesuai dengan

permasalahan.

Untuk menentukan informan yang akan digunakan dalam penelitian

ini, peneliti menggunakan purposive sampling yaitu pengambilan sumber data

dengan pertimbangan. Misalnya orang yang dianggap paling tahu, mengerti

atau yang mempunyai kekuasaan di lokasi penelitian.

Teknik pengumpulan data juga menggunakan teknik snow ball

sampling. Dalam konteks ini, peneliti melakukan pendekatan terhadap orang-

orang tertentu yang dianggap paling mengetahui tentang obyek penelitian,

selanjutnya orang tersebut akan menunjuk beberapa orang untuk dimintai

keterangannya terkait penelitian mengenai topik ini.

3.4. Teknik Pengujian Keabsahan Data

Dalam penelitian ini, peneliti berusaha untuk mendapatkan akurasi

dan kredibilitas hasil penelitian melalui strategi yang tepat. Teknik yang

Page 13: Tingkat Melek Politik Warga pada Pemilu (KPU Kabupaten Sikka)

10

digunakan oleh peneliti untuk menjamin akurasi dan kredibilitas hasil

penelitian adalah teknik Triangulasi. Menurut Poerwandari (2009:241) yang

dimaksudkan dengan Teknik Triangulasi adalah sebuah proses yang

mempergunakan berbagai persepsi untuk mengklarifikasi makna, dan juga

memverifikasi proses observasi atau interpretasi. Cara mengklarifikasi adalah

dengan mengidentifikasi cara-cara yang berbeda yang dipergunakan dalam

mengamati fenomena. Dengan cara ini peneliti akan menggunakan beberapa

macam data dan beberapa teknik analisis.

3.5. Lingkup, Lokasi, Waktu dan Jumlah Informan

a. Lingkup penelitian adalah pemilih di Kabupaten Sikka pada Pemilihan

Umum tahun 2014.

b. Lokasi penelitian berada di 21 Desa di 21 Kecamatan yang berada dalam

wilayah Kabupaten Sikka.

c. Waktu penelitian adalah sejak 29 Mei hingga 27 Juli 2015.

d. Jumlah informan dalam penelitian ini adalah sebanyak 187 orang.

3.6. Teknik Analisis Data

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan tujuan memberikan gambaran

mengenai situasi dengan menggunakan analisa kualitatif. Data yang telah

dikumpul, baik data primer maupun data sekunder yang diperoleh dari

lapangan akan dianalisis secara mendalam. Selanjutnya akan menghasilkan

suatu kesimpulan yang menjelaskan masalah yang diamati.

Page 14: Tingkat Melek Politik Warga pada Pemilu (KPU Kabupaten Sikka)

11

Di dalam penelitian ini, data yang telah dikumpulkan akan dianalisa

secara kualitatif yakni data yang diperoleh akan dianalisis dalam bentuk kata-

kata lisan maupun tulisan. Teknik ini bertujuan untuk memperoleh gambaran

yang umum dan menyeluruh dari obyek penelitian, serta hasil-hasil penelitian

baik dari hasil studi lapangan maupun studi literatur untuk kemudian

memperjelas gambaran hasil penelitian.

Teknik analisis data menggunakan 3 cara yaitu :

a. Kategorisasi yaitu teknik menganalisis data dengan cara mengumpulkan

data kemudian mengategorikan data secara sistematis.

b. Interpretasi yaitu teknik menganalisis data dengan cara mengambil data

yang telah dikategorikan lalu memilih data-data mana yang penting untuk

dipakai. Selanjutnya data-data yang tidak penting tidak dipakai dalam

analisa.

c. Induksi yaitu cara berpikir dengan menarik kesimpulan dari pengamatan

atas gejala-gejala yang bersifat khusus.

Page 15: Tingkat Melek Politik Warga pada Pemilu (KPU Kabupaten Sikka)

12

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Pengetahuan pemilih di Kabupaten Sikka tentang politik/pemilu

Secara akademis, pengetahuan pemilih atau warga masyarakat di

Kabupaten Sikka mengenai politik dan pemilu sebagai salah satu turunan

langsung dari demokrasi modern ibarat merupakan sebuah barang yang mahal

harganya. Karena terlampau mahal, barang ini sulit dijangkau oleh

masyarakat kebanyakan. Tidak ada satupun informan yang dapat secara detail

menjelaskan tentang apa itu politik, apa itu demokrasi, dan apa itu pemilu

sebagai salah satu wujud tertinggi dari pelembagaan demokrasi modern.

Apa yang disebutkan dalam alinea sebelumnya ditemukan ketika

penelitian ini berlangsung. Dari 187 informan yang diminta informasinya,

tidak ada satu pun informan yang dapat menjelaskan secara utuh, sistematis,

dan terstruktur tentang apa itu politik dan pemilu. Padahal, secara ideal,

pengetahuan secara utuh, sistematis, dan terstruktur mengenai politik dan

pemilu sudah pasti dibutuhkan dalam pelembagaan demokrasi modern. Paling

tidak, pengetahuan tersebut dapat menjadi salah satu rujukan utama dalam

pengambilan keputusan politik. Sebuah hal mendasar dalam konteks tersebut

yang absen dari pengetahuan para pemilih yang dijadikan informan adalah

pengetahuan bahwa politik dilakukan untuk sebuah bonum commune

(kebaikan bersama), eudaimonia (kehidupan yang baik dari setiap

warganegara). Ketika pengetahuan tentang hal tersebut tidak dimiliki,

Page 16: Tingkat Melek Politik Warga pada Pemilu (KPU Kabupaten Sikka)

13

dampaknya bisa terjadi pada keterampilan mereka dalam mengelola semua

isu yang terdapat dalam pemilu untuk menjatuhkan keputusan politik.

Akibatnya, para pemilih hampir selalu terjebak oleh kepentingan sempit

dalam urusan politik dan bukannya memiliki kesadaran untuk kepentingan

yang lebih luas terlebih dahulu. Batas antara kepentingan privat dan

kepentingan publik menjadi sangat kabur karena kedua entitas tersebut selalu

dipertukarkan satu sama lain.

Contoh konkret tentang absennya pengetahuan tentang

politik/pemilu adalah semua informan yang dimintai keterangannya langsung

menjawab pada dasar pijakan atau rujukan yang dipakai dalam menjatuhkan

keputusan politik ketika mengikuti pemilihan umum pada tahun 2014, tanpa

terlebih dahulu membicarakan tentang substansinya, yaitu apa pemahaman

mendasarnya tentang poltik dan pemilu. Bahkan, di beberapa tempat tertentu,

peneliti dan asisten peneliti diminta untuk meninggalkan lokasi penelitian

sebab para informan masih dihantui oleh trauma G-30-S. Sebagai misal, di

daerah Lere, Egon Gahar, Kecamatan Mapitara, para informan mengalami

ketakutan kalau saja setelah mereka memberikan informasi, mereka akan

mengalami nasib yang sama dengan orang-orang yang menjadi korban G-30-

S. Di desa Bola, Kecamatan Bola, persis di kantor desa, para stafnya tidak

bersedia memberikan informasi dan atau diambil gambar mereka. Menurut

ceritanya, mereka masih trauma karena pernah dikibuli oleh seorang

wartawan gadungan yang menipu mereka. Apalagi pada saat tersebut, ibu

kepala desa sedang bertugas keluar. Dalam kasus ini, peneliti akhirnya

Page 17: Tingkat Melek Politik Warga pada Pemilu (KPU Kabupaten Sikka)

14

terpaksa meninggalkan lokasi karena walaupun telah memberikan semua

kartu identitas, termasuk KTP dan semua dokumen pelengkap (surat tugas)

dari lembaga asal peneliti dan KPU Sikka, para staf tersebut tetap tidak

berkenan memberikan informasi.

Masih tentang pengetahuan mengenai politik dan partai politik, dari

semua informan, tidak ada satu pun yang memberikan jawaban bahwa

rujukan pilihannya adalah partai politik. Padahal, literarur ilmu politik

menyebutkan bahwa pemimpin formal dalam demokrasi modern harus lahir

dari partai politik. Artinya, rujukan partai politik harus menjadi rujukan yang

pertama dan terutama di dalam menjatuhkan keputusan politik. Semua

rujukan yang lain boleh dipakai sepanjang tidak menjadi rujukan pertama,

apalagi yang terutama.

Salah satu contoh yang dapat diberikan di sini adalah informasi

dari ibu Yuventa di Maumere,

“ saya memilih …karena dia adalah tetangga saya dan sudah

seperti keluarga sendiri…”

Atau seperti diungkapkan oleh bapak Henri,

“kami lebih banyak menjatuhkan keputusan karena faktor

kedekatan, bukan karena pemahaman politik…”

Page 18: Tingkat Melek Politik Warga pada Pemilu (KPU Kabupaten Sikka)

15

4.2. Keterampilan pemilih di Kabupaten Sikka dalam mengelola isu yang

ada pada pemilihan umum tahun 2014 di Kabupaten Sikka dalam

pengambilan keputusan politik yang tepat atas pilihannya

Dari penelitian ini, ditemukan dua buah hal yang menarik secara

akademis. Pertama, dengan pengetahuan tentang politik dan pemilu yang

rendah, masyarakat nyaris tidak memiliki sama sekali keterampilan dalam

mengelola semua isu yang terjadi selama pemilu berlangsung, termasuk di

dalamnya adalah dalam menjatuhkan keputusan politik. Urusan politik dilihat

sebagai sebuah urusan privat yang tidak perlu membutuhkan

pertanggungjawaban secara publik. Hampir semua informan menyebutkan

bahwa rujukan utama yang dipakai dalam menjatuhkan keputusan/pilihan

politik dalam pemilihan umum adalah faktor kedekatan. Yang dimaksudkan

dengan kedekatan dalam konteks ini adalah kedekatan secara kekeluargaan,

kedekatan secara emosional, dan kedekatan karena hubungan pertemanan.

Seperti disebutkan oleh bapak Yoseph Joka, Kepala Desa Paga, Kecamatan

Paga,

“kami di sini masih tradisional, sehingga keterampilan kami

seperti itu juga. Kami di sini mau kalah atau menang yang

penting kami punya keluarga…”

Alasan kedekatan seperti disebutkan di atas dengan tidak adanya

distingsi di antara urusan privat dan urusan public pada akhirnya cukup

potensial bermuara pada keadaan yang berbanding terbalik dengan cita-cita

politik/pemilu itu sendiri. Contoh konkretnya adalah sebuah konflik laten

Page 19: Tingkat Melek Politik Warga pada Pemilu (KPU Kabupaten Sikka)

16

yang terjadi di desa Hewokloang, kecamatan Hewokloang. Di desa ini,

menurut dua orang informan berpendidikan, masih terdapat konflik di antara

dua belah pihak yang sesungguhnya berasal dari keluarga besar yang sama.

Menurut mereka, konflik ini masih dapat terjadi kembali jika tidak dapat

ditangani secara tuntas oleh semua pihak yang harus turut serta di dalamnya,

khususnya pihak eksekutif dan yudikatif. Menurut kedua informan yang asli

berasal dari Hewokloang tersebut, salah satu sebab utama terjadinya konflik

tersebut adalah perhelatan pemilukada pada periode sebelumnya yang

melebar ke berbagai urusan politik yang lain, termasuk pada pemilu yang

lalu.

Selain faktor kedekatan, factor lainnya adalah factor figur. Akan

tetapi, hanya 10 informan yang menyebutkan rujukan ini. Yang dimaksudkan

dengan figur dalam konteks ini adalah visi dan misi serta apa yang telah

dilakukan selama ini oleh seorang kandidat (baik presiden/wakil presiden

maupun anggota legislatif). Rujukan ini seperti diungkapkan oleh bapak

Hengky di Paga,

“salah satu faktor yang kami jadikan rujukan dalam menjatuhkan

pilihan adalah figur seseorang. Alasan ini memengaruhi kami

dalam bertindak…”

Kedua, walaupun tidak di-back up oleh pengetahuan tentang politik

dan pemilu yang memadai, namun di beberapa tempat di kabupaten Sikka,

warga pemilih dapat memiliki keterampilan yang relatif bagus. Bahkan,

mereka juga pada akhirnya dapat tetap memiliki tingkat partisipasi politik

Page 20: Tingkat Melek Politik Warga pada Pemilu (KPU Kabupaten Sikka)

17

yang sangat tinggi, bahkan hampir mencapai 100 %. Hal ini dapat terjadi

karena para warga pemilih ini masih relatif kuat dalam memegang dan

menjalankan suara hatinya. Factor ini menjadi sangat menarik sebab rujukan

suara hati yang sebahagian besar dipakai oleh masyarakat yang berasal dari

stara sosial yang tingkat pendidikannya dari Sekolah Menengah Atas (SMA)

ke bawah ini pada akhirnya menjadikan para warga pemilih ini memiliki

kedewasaan yang tinggi dalam kehidupan politik. Para warga pemilih ini

dapat tetap menjalankan aktivitasnya dalam kehidupan politik secara sangat

aktif sambil pada saat yang bersamaan aktivitasnya tersebut tidak pernah

mengganggu interaksi mereka dalam kehidupan social sehari-harinya.

Sebagai contoh, perbedaan pilihan di antara sepasang suami isteri di dalam

menjatuhkan keputusan politik tidak pernah menjadikan mereka berdua

berada di dalam keadaan bertikai. Begitu pula dengan warga pemilih lainnya.

Sebahagian besar warga pemilih yang memandang kehidupan politik,

demokrasi dan pemilu dengan menggunakan teropong suara hatinya ini

terdapat di Kecamatan Waiblama (desa Ilin Medo) dan Kecamatan Palue (desa

Reruwairere). Pada masyarakat ini, pengetahuan politik memang penting akan

tetapi belum (bukan) menjadi sesuatu yang mendesak untuk segera dimiliki.

Ketajaman penglihatan dengan menggunakan suara hati adalah hal yang

pertama dan terutama.

Hal ini seperti diungkapkan oleh bapak Charles di desa

Reruwairere,

Page 21: Tingkat Melek Politik Warga pada Pemilu (KPU Kabupaten Sikka)

18

“masyarakat di sini menggunakan suara hati, mereka memiliki

partisipasi politik yang tinggi, sangat transparan, terbuka satu

sama lain dan sangat susah dibeli. …hal tersebut dapat terjadi

karena tata nilai adat, nilai-nilai gereja dan aturan-aturan dari

pihak pemerintah yang betul-betul ditaati…”

Hal yang sama juga terjadi di desa Ilin Medo, seperti diungkapkan

oleh ibu Emilia Contesa,

“benar orang di sini menggunakan suara hati. Hal ini selalu

dipakai dalam menjatuhkan keputusan, misalnya dalam pemilu.

Kadang-kadang suami isteri tidak mengetahui keputusan apa

yang diambil oleh pasangan masing-masing. Tidak ada

pemaksaan satu sama lain sebab kami menghormati kesamaan di

antara kami…hal ini terjadi karena kami sangat menghormati

tiga tungku, yang terdiri atas adat, gereja dan pemerintah…”

Secara khusus, bapak Fransiskus Xaverius dan ibu Yosefina Nona

menjelaskan bahwa hukum adat di Tana Ai sangat menghormati hubungan

dengan alam semesta, penjagaan terhadap lingkungan hidup. Hukum adat

juga menjaga makanan/minuman yang selalu dikonsumsi. Makanan/minuman

yang diberikan kepada isteri dan anak-anak harus merupakan

makanan/minuman yang benar.

Apa yang terjadi pada kedua desa di dua kecamatan tersebut secara

tidak langsung mengaplikasikan Teori Relasi Perilaku Politik Sehat LPTK

(The LPTK’s Healthy Political Behaviour Relation Theory), (Petrus Yulius,

Page 22: Tingkat Melek Politik Warga pada Pemilu (KPU Kabupaten Sikka)

19

2015). Ditemukan bahwa masyarakat (para warga pemilih) di kedua desa

tersebut membangun perilaku politik sehat individu dengan cara

memperhatikan pemilihan jenis makanan/minuman, belajar mendengarkan

suara hati dan pesan-pesan tubuh, berjuang membangun relasi dengan Allah,

sesama dan alam semesta dalam membentuk pola pikir, dan emosi. Pada

akhirnya, setelah melakukan beberapa aktivitas tersebut secara bersamaan dan

berkesinambungan, mereka dapat membentuk perilaku politik yang baik.

Dari realita tersebut, terbukti bahwa Teori Relasi Perilaku Politik Sehat LPTK

dibangun dari asumsi teoretis bahwa sehat tidaknya perilaku politik seseorang

bergantung pada keseimbangan relasional seseorang dalam hubungannya

dengan Allah, diri sendiri, sesama, dan alam semesta. Keseimbagan relasional

tersebut pada gilirannya akan menghadirkan sebuah pemenuhan tuntutan

eksistensial seseorang yang seimbang dengan keutuhan jiwa dan tubuhnya.

Selain beberapa elaborasi tersebut, dari sekian banyak warga

pemilih yang menjadi informan, tidak ada satu pun yang dapat memberikan

bukti materil bahwa terdapat oknum-oknum tertentu yang menggunakan

keterampilan yang berbanding terbalik dengan aturan formal yang telah

ditetapkan oleh Undang-undang mengenai pemilu. Sebagai misal, tidak ada

seorangpun yang sanggup memberikan bukti tentang adanya serangan fajar

dan atau money politik.

Page 23: Tingkat Melek Politik Warga pada Pemilu (KPU Kabupaten Sikka)

20

4.3. Cara pemilih di Kabupaten Sikka mempertahankan nilai-nilai yang ada

pada dirinya, termasuk nilai-nilai kesetaraan dan keadilan yang diyakini

pemilih dalam menentukan pilihannya

Dari semua informan, didapatkan informasi bahwa hal utama yang

dipakai oleh warga pemilih di Kabupaten Sikka untuk mempertahankan nilai-

nilai yang diyakininya adalah dengan tetap melestarikan nilai-nilai luhur yang

telah berlangsung selama ini dalam tiga aspek.

Pertama adalah dalam hal adat. Sebagai misal, di daerah Tana Ai, ada

ungkapan Tiga Tungku untuk penyebutan terhadap nilai-nilai adat, nilai-nilai

gereja dan aturan-aturan dari pihak pemerintah. Di desa Ilin Medo,

Kecamatan Waiblama, sudah ada Peraturan Desa Tiga Tungku, yang secara

khusus mengatur tentang hal tersebut. Hal ini seperti diungkapkan oleh Bapak

Kepala Desa Ilin Medo, bapak Damianus Gobang,

“ Kami di sini memiliki perdes tiga tungku, yaitu adat, agama

dan pemerintah. Dengan perdes tersebut, kami tidak bisa dibeli

dengan duit. Hukum adat kami masih kuat, kami masih punya

“pie”, pemali (maksudnya terhadap imbalan duit). Oleh karena

itu, jangan janji yang muluk (maksudnya para politisi sebaiknya

tidak perlu memberikan janji-janji yang muluk-muluk). Kami

selalu memilih yang polos…”

Kedua, seperti telah disebutkan sebelumnya di daerah Waiblama,

warga pemilih di Kabupaten Sikka juga masih menggunakan ajaran-ajaran

dari lembaga agama dalam melestarikan nilai-nilai yang diyakninya. Peran

Page 24: Tingkat Melek Politik Warga pada Pemilu (KPU Kabupaten Sikka)

21

lembaga agama, khususnya lembaga agama Katolik dan Islam sebagai dua

buah lembaga agama yang memiliki umat terbanyak di kabupaten ini dalam

membantu memberikan pencerahan terhadap umatnya masih sangat urgen.

Nilai-nilai kesetaraan dan keadilan sebagai dua buah nilai yang selalu

diajarkan oleh kedua agama ini tetap dijadikan patokan oleh para pemilih

dalam menjatuhkan keputusan politiknya.

Sebagai misal, hal ini disampaikan oleh Drs. Petrus Tenda, Kepala

Desa Magepanda, Kecamatan Magepanda,

“peran Gereja sangat diperlukan di sini, dalam hampir semua

aspek kehidupan. Bahkan, di sini, Gereja yang memberantas judi.

Tentara dan pemerintah juga berjudi, sehingga masyarakat tidak

mendengarkan mereka.”

Ketiga, unsur terakhir yang dijadikan rujukan oleh para pemilih

untuk dapat tetap mempertahankan nilai-nilai yang diyakininya adalah

dengan melaksanakan apa yang dianjurkan/disosialisasikan oleh pihak

pemerintah. Sebagai misal, seperti diungkapkan oleh ibu Paternus, di

Maumere, Kecamatan Alok,

“sosialisasi dari KPU sungguh sangat penting untuk

dilaksanakan dari waktu ke waktu. Sosialisasi tersebut sangat

berguna bagi kami dalam menjatuhkan keputusan…”

Page 25: Tingkat Melek Politik Warga pada Pemilu (KPU Kabupaten Sikka)

22

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

5. 1. SIMPULAN

Beberapa simpulan yang dapat dtemukan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Secara akademis, pengetahuan pemilih untuk sebahagian besar

masyarakat di Kabupaten Sikka tentang politik/pemilihan umum

(pemilu) masih berada dalam tingkatan yang kurang memadai.

Salah satu hal yang sangat menonjol adalah belum dapat dibuat

distingsi antara kepentingan publik dan kepentingan privat dalam

perhelatan pemilihan umum.

2. Keadaan sebagaimana disebutkan dalam nomor pertama pada

gilirannya langsung berpengaruh terhadap keterampilan pemilih di

Kabupaten Sikka dalam mengelola isu yang ada pada pemilu tahun

2014 di Kabupaten Sikka dalam pengambilan keputusan politik

yang tepat atas pilihannya. Akibatnya, terdapat relatif banyak

keterampilan pemilih yang cukup potensial bermuara pada keadaan

yang berbanding terbalik dengan cita-cita politik/pemilu itu sendiri.

Namun, sebuah hal yang menarik secara akademis adalah

keterampilan pemilih di beberapa tempat di Kabupaten Sikka juga

banyak yang ditentukan oleh factor suara hati. Factor ini di

antaranya sangat mengedepankan nilai-nilai positif seperti nilai

Page 26: Tingkat Melek Politik Warga pada Pemilu (KPU Kabupaten Sikka)

23

kejujuran dan kesetaraan. Akibatnya, keterampilan pemilih menjadi

relatif bagus dalam mengelola setiap isu yang terdapat dalam

pemilu.

3. Untuk dapat mempertahankan nilai-nilai positif seperti nilai-nilai

kesetaraan dan keadilan yang diyakini pemilih dalam menentukan

pilihannya, pemilih di Kabupaten Sikka tetap melembagakan nilai-

nilai yang mereka dapatkan dari beberapa aspek sekaligus, yaitu

aspek adat, agama dan pemerintah.

5. 2. REKOMENDASI

Beberapa rekomendasi yang dapat diberikan adalah sebagai

berikut:

1. Perlu ada sosialisasi, bahkan pendidikan politik secara

berkesinambungan dan terintegrasi mengenai politik/pemilu demi

kepentingan Negara.

2. Sosialisasi dan pendidikan politik tersebut sebaiknya meng-cover

secara sekaligus aspek kognisi, afeksi dan psikomotorik dari

politik/pemilu. Dalam sosialisasi ini, eksistensi Yang Ilahi tidak

pernah boleh dikesampingkan.

3. Sosialisasi dan pendidikan politik tersebut sebaiknya bukan saja

dilakukan oleh pihak pemerintah tetapi juga pihak adat setempat

dan pihak agama.

Page 27: Tingkat Melek Politik Warga pada Pemilu (KPU Kabupaten Sikka)

24

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Agustino, Leo. 2009. Pilkada Dalam Dinamika Politik Lokal. Pustaka Pelajar,

Yogyakarta.

Budiardjo, Miriam. 2009. Dasar-dasar Ilmu Politik. Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta.

Denzin, K. Norman & Licoln, K. Yvonna. 1994. Handbook of Qualitative

Research. SAGE Publications, inc. California.

Duverger Maurice 1982, Sosiologi Politik. Rajawali Pers, Jakarta.

Horton, Paul B. 1999. Sosiologi. PT. Penerbit Erlangga Mahameru, Jakarta.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Keempat, Departemen Pendidikan

Nasional, (2008). Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Kartono, K. 1988. Pemimpin dan Kepemimpinan. CV Rineka Cipta, Jakarta.

Maran Raga, Rafael. 2001. Pengantar Sosiologi Politik. PT Rineka Cipta, Jakarta.

Nawawi, H.Handari. 2003. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada

University Press. Yogyakarta.

Poerwandari, Kristi. E. 2009. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku

Manusia. Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan

Psikologi Universitas Indonesia. Depok.

S.P. Siagian. 1994. Teori dan Praktek Pengambilan Keputusan. Haji Masagung,

Jakarta.

Surbakti, Ramlan.1999. Memahami Ilmu Politik. Gramedia widiasarana, Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Varma S. P. 2001. Teori Politik Modern. Rajawali Pers, Jakarta.

Wutun, Rufus Patty (eds). 2014. Manusia Sehat dalam Modus To Have dan To

Be. Penerbit GrafikaMardiyuana Bogor.

Page 28: Tingkat Melek Politik Warga pada Pemilu (KPU Kabupaten Sikka)

25

Yulius, Petrus. Kekuasaan Dalam Rumah Tangga dan Kesehatan Janin, dalam

Petrus Yulius (eds). 2015. Konsepsi Ketahanan Diri: Malaria. Penerbit

GrafikaMardiyuana Bogor.

Dokumen:

http://carapedia.com/pengertian_definisi_pengaruh_info2117.html (di akses padatanggal 14 februari 2013 pukul 10:48 Wita)