47
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sejarah perkembangan manusia tak terdapat seorang pun yang dapat hidup menyendiri terpisah dari kelompok manusia lain, kecuali dalam keadaan terpaksa dan sifatnya sementara waktu, sebab manusia memiliki hasrat untuk berkumpul dengan sesamanya dalam satu kelompok, sebagai hasrat untuk bermasyarakat. Manusia sebagai individu mempunyai kehidupan jiwa yang menyendiri, namun manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Manusia lahir, hidup berkembang dan meninggal dunia di dalam masyarakat. Oleh sebab itu masyarakat merupakan komponen kesatuan hidup yang lahir dan batin yang dapat mendidik jiwa manusia dalam sebuah pergaulan hidup bersama di antara individu manusia. ii

Tinjauan Kriminologis Kekerasan Terhadap Anak

Embed Size (px)

DESCRIPTION

TINJAUAN KRIMINOLOGIS KEKERASAN TERHADAP ANAK DI KABUPATEN KONAWE

Citation preview

Page 1: Tinjauan Kriminologis Kekerasan Terhadap Anak

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam sejarah perkembangan manusia tak terdapat seorang pun yang dapat

hidup menyendiri terpisah dari kelompok manusia lain, kecuali dalam keadaan

terpaksa dan sifatnya sementara waktu, sebab manusia memiliki hasrat untuk

berkumpul dengan sesamanya dalam satu kelompok, sebagai hasrat untuk

bermasyarakat.

Manusia sebagai individu mempunyai kehidupan jiwa yang menyendiri,

namun manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari masyarakat.

Manusia lahir, hidup berkembang dan meninggal dunia di dalam masyarakat.

Oleh sebab itu masyarakat merupakan komponen kesatuan hidup yang lahir dan

batin yang dapat mendidik jiwa manusia dalam sebuah pergaulan hidup bersama

di antara individu manusia.

Hakikat manusia sebagai makhluk sosial yang lahir berdasarkan kodrat

alam. Manusia di mana-mana pada zaman apapun selalu hidup bersama, hidup

berkelompok-kelompok, atau sekurang-kurangnya kehidupan bersama itu terdiri

dari dua orang yaitu suami-istri ataupun ibu dan anak. Hal tersebut merupakan

sebuah realitas hidup bahwa manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain

(human society).

ii

Page 2: Tinjauan Kriminologis Kekerasan Terhadap Anak

Pada zaman modern ini tidaklah mungkin bagi seorang untuk hidup secara

layak dan sempurna tanpa bantuan dari ataupun kerjasama dengan orang lain.

Hasrat untuk hidup bersama memang telah menjadi bawaan manusia, yang

merupakan suatu keharusan badaniah untuk melangsungkan hidupnya. Persatuan

manusia yang timbul dari kodrat yang sama lazim disebut masyarakat.

Masyarakat itu terbentuk apabila ada dua orang atau lebih yang hidup bersama,

sehingga dalam pergaulan hidup itu timbul berbagai hubungan atau pertalian

yang mengakibatkan seorang dan yang lain saling mengenal dan mempengaruhi.

Di Indonesia dari catatan Komisi Perlindungan Anak (Hermawan, 2003 :

45) terdapat ± 45.000.000 jiwa anak yang tidak memperoleh pendidikan yang

layak bagi kemanusiaan, dan ± 35.000.000 jiwa anak-anak dieksploitasi melalui

kerja paksa dan kekerasan anak oleh orang tua atau keluarga yang disharmonis.

Berdasarkan catatan Komisi Perlindungan Anak sejak tahun 2003 sampai

2006 terdapat 17.200 kasus di Indonesia mengenai kekerasan terhadap anak dan

sekitar 15.300 kasus kekerasan terhadap anak banyak terjadi di lingkungan

keluarga yang disharmonis dan ± 1.900 kasus terjadi kekerasan terhadap anak

pada lingkup sekolah dan lingkungan masyarakat.

Catatan Komisi Perlindungan Anak tersebut di atas angka kekerasan

terhadap anak dapat terlihat cukup memprihatinkan dan peristiwa tersebut tidak

tertutup kemungkinan juga dapat terjadi di wilayah hukum Sulawesi Tenggara

khususnya di Kabupaten Konawe.

ii

Page 3: Tinjauan Kriminologis Kekerasan Terhadap Anak

Kabupaten Konawe dalam proses perkembangannya diberbagai aspek

masih dihadapkan pada berbagai persoalan baik persoalan pendidikan,

kemiskinan maupun keamanan dan ketertiban. Hal tersebut telah mendorong

kehidupan yang tidak wajar dalam pergaulan masyarakat sehingga melahirkan

peningkatan kejahatan di kabupaten Konawe terutama mengenai kekerasan

terhadap anak.

Menurut catatan Asosiasi Perlindungan Anak Sulawesi Tenggara diperoleh

keterangan awal penulis bahwa ± 11 kasus sejak tahun 2003 sampai 2006 telah

terjadi kekerasan anak di wilayah hukum Kabupaten Konawe. Lebih lanjut hanya

8 kasus yang telah diproses secara hukum dan kebanyakan 8 kasus tersebut

merupakan hasil laporan dari orang tua anak sendiri dalam hal ini ibu dari anak

tersebut.

Besarnya tingkat kekerasan terhadap anak di Kabupaten Konawe telah

mendorong terciptanya kejahatan baru di lingkungan masyarakat yakni dengan

adanya kejahatan kekerasan terhadap anak merupakan sebuah kejahatan yang

lahir karena dilatarbelakangi oleh kondisi ekonomi yang lemah, tingkat

pendidikan yang rendah serta sebagai akibat dari pergaulan bebas yang timbul

dari pergaulan masyarakat yang diakibatkan oleh pengaruh modernisasi dan

westernisasi yang tidak diimbangi dengan pola pembinaan sosial di dalam

masyarakat.

Gambaran tersebut di atas, merupakan kaji awal penulis dengan melihat

dan menelaah secara obyektif terhadap peristiwa kekerasan terhadap anak yang

ii

Page 4: Tinjauan Kriminologis Kekerasan Terhadap Anak

terjadi saat ini di Indonesia maupun Kabupaten Konawe. Berdasarkan fenomena

tersebut penulis memilih judul “Tinjauan Kriminologis Kekerasan Terhadap

Anak di Kabupaten Konawe”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan di atas, maka

permasalahan yang hendak dikaji adalah sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan timbulnya

kejahatan kekerasan terhadap anak di Kabupaten Konawe ?

2. Bagaimana upaya penanggulangan kejahatan kekerasan

terhadap anak di Kabupaten Konawe ?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan

timbulnya kejahatan kekerasan terhadap anak di Kabupaten Konawe.

2. Untuk mengetahui upaya penanggulangan kejahatan

kekerasan terhadap anak Kabupaten Konawe.

1.3.2 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan banding atau referensi bagi peneliti

selanjutnya yang relevan bagi penelitian ini.

ii

Page 5: Tinjauan Kriminologis Kekerasan Terhadap Anak

2. Sebagai sumbangan pemikiran yang komprehensif, utuh dan

menyeluruh dalam upaya menanggulangi kejahatan kekerasan terhadap

anak di Kabupaten Konawe.

3. Sebagai tambahan pengetahuan bagi masyarakat dalam

melihat fenomena kejahatan mengenai kejahatan kekerasan terhadap

anak di lingkungan keluarga.

4. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi kepada

departemen dan instansi yang terkait terhadap pemecahan masalah

kejahatan kekerasan terhadap anak Kabupaten Konawe.

ii

Page 6: Tinjauan Kriminologis Kekerasan Terhadap Anak

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Kriminologi

Pengertian kriminologi menurut para pakar ilmu hukum memberikan

definisi yang komprehensif dengan sudut pandang yang berbeda. Hal ini

disebabkan adanya perbedaan pola kajian dengan menggunakan analisis yang

didasarkan pada subyek dan obyek suatu kejahatan.

Secara etimologis menurut Soesilo (1985:1) mengemukakan bahwa

kriminologi berasal dari kata “crime” yang berarti kejahatan dan logos artinya

pengetahuan. Jadi kriminologi berarti ilmu pengetahuan tentang kejahatan.

Beberapa pendapat mengenai pengertian dan definisi tentang kriminologi

yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain:

Menurut Bonger (Soesilo, 1985: 1) menyatakan:

“Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala

kejahatan seluas-luasnya (kriminologi teoritis dan kriminologi murni).

Kriminologi teoritis adalah ilmu pengetahuan berdasarkan pengalaman, yang

seperti ilmu-ilmu pengetahuan lainnya yang sejenis, memperhatikan gejala-

gejala dan mencoba menyelidiki murni atau kriminologi teoritis disusun

kriminologi terapan”.

ii

Page 7: Tinjauan Kriminologis Kekerasan Terhadap Anak

Selanjutnya Bonger (Topo Santoso, Eva Achjanizulfa, 2001:1)

menyatakan bahwa “kriminologi adalah ilmu pengetahuan umum yang bertujuan

menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya”.

Di lain pihak Wod (Topo Santoso, Eva Achjanizulfa, 2001:12)

menyatakan bahwa: “Istilah kriminologi meliputi keseluruhan pengetahuan

yang diperoleh berdasarkan teori atau pengalaman yang bertalian dengan

perbuatan jahat dan penjahat, termasuk di dalamnya mengenai reaksi dari

masyarakat terhadap perbuatan jahat dan para penjahat”.

Berdasarkan Vrij (Sahetapy, 1992:8) mendefinisikan kriminologi sebagai

ilmu pengetahuan yang mempelajari perbuatan jahat, pertama-tama menangani

apakah perbuatan jahat itu, tetapi selanjutnya juga mengenai sebab musabab dan

akibat-akibatnya.

Berdasarkan berbagai definisi yang dikemukakan di atas terdapat pula

definisi yang membedakan kriminologi dalam arti luas dan kriminologi dalam

arti sempit, definisi ini dikemukakan oleh Noach (Soesilo, 1985 : 2) :

Kriminologi dalam arti kata luas yang terdiri dari kriminologi dalam arti

luas dan kriminalistik. Kriminalistik adalah ilmu pengetahuan yang

mempelajari kejahatan sebagai masalah teknis, sebagai alat untuk

mengadakan pengajaran atau penyidikan perkara kejahatan secara teknis

dengan menggunakan ilmu-ilmu alam kimia dan lain-lain seperti ilmu

kedokteran kehakiman (ilmu kedokteran forensik) ilmu alam kehakiman

ii

Page 8: Tinjauan Kriminologis Kekerasan Terhadap Anak

antara ilmu sidik jari (Dektiloskopi) dan ilmu kehakiman antara lain ilmu

tentang keracunan (ilmu toksologi); dan

Kriminologi dalam arti kata sempit kalau kita mempunyai kata kriminologi

saja artinya kriminologi dalam arti kata sempit, kriminologi tidak termasuk

di situ, kecuali kata istilah kriminologi dari lembaga kriminologi UI yang

dibidangnya meliputi kriminologi dan kriminalistik. Kriminologi dalam arti

sempit adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari bentuk-bentu

penjelmaan sebab-sebab dan akibat-akibat dari kriminalitas (kejahatan-

kejahatan dan perbuatan-perbuatan buruk).

Mulyana W. Kusumah (1981:3) membagi ruang lingkup kriminalogi

menjadi tiga aspek:

Sosiologi hukum sebagai analisa ilmiah kondisi-kondisi berkembangnya

hukum pidana;

Etiologi kejahatan yang mencoba melakukan analisa ilmiah mengenai

sebab-sebab kejahatan;

Penologi: menaruh perhatiannya pada upaya pengendalian kejahatan

Sahetapy dan Mardjono Reksodiputro (1982:2) memberikan pengertian

kejahatan sebagai berikut:

“Kejahatan mengandung konotasi tertentu, merupakan suatu pengertian

dan penamaan yang mengandung variabilitas dan dinamik serta bertalian dengan

perbuatan atau tingka laku (baik aktif maupun pasif), yang dimulai oleh

ii

Page 9: Tinjauan Kriminologis Kekerasan Terhadap Anak

sebagian masyarakat, atau minoritas masyarakat sebagai perbuatan anti sosial,

suatu pemerkosaan terhadap skala nilai sosial dan atau perasaan hukum yang

hidup dalam masyarakat sesuai dengan ruang dan waktu”.

Manfaat dan Tempat Kriminologi

Di Eropa pada umumnya beranggapan bahwa criminologi as a

subsidiary or accessory sciences to criminal law. Bila ditelaah pertumbuhan

kriminologi sebagaimana yang dikemukakan oleh (Simandjuntak 1981 : 8) maka

dapat diketahui manfaat kriminologi, yaitu:

Memperluas horizon pandangan pribadi

Mempelajari kriminologi sebagai ilmu akan berguna memperkaya ilmu

sehingga memperluas horizon pandangan tentang sesuatu masalah, terutama

fenomena sosial. Kita menyadari sempitnya horizon sering membuat kita

bersikap fanatik yang melahirkan sifat prejudice.

Pengabdian sosial

Memperkaya diri dalam lapangan ilmu ditujukan kepada kesejahteraan

sosial dan ketertiban sosial, bukan untuk l’art pour l’art, tapi l’art pour la

vie. Mempelajari kriminologi seharusnya ditujukan membasmi kejahatan

untuk kesejahteraan manusia. Semboyan l’art pour la gu ere (perang) harus

ditinggalkan.

ii

Page 10: Tinjauan Kriminologis Kekerasan Terhadap Anak

Mengembangkan ilmu

Mendalami kriminologi juga ditujukan untuk pengembangan ilmu itu

sendiri sehingga mendapat pengakuan dari ilmu lain sebagai ilmu yang

otonom. Dalam mencari kedudukan dalam posisi ini sering ilmu mengalami

kelesuan, demikianlah kriminologi dalam memperkenal- kan dirinya masih

ada yang menganggapnya sebagai cabang sosiologi.

Menurut Mannheim (Simandjuntak, 1981:11) telah minta perhatian agar

“Sociology of Criminal Law” dibedakan daripada “Criminology” dan

“Sociological Jurisprudence”, menyatakan tujuan ilmu masyarakat ini adalah

menyelidiki susunan masyarakat dan macam-macam golongan serta lembaga-

lembaganya, kedudukan dan pengaruhnya dan sikapnya dalam hubungannya

dengan hukum pidana yang berlaku. Susunan, kedudukan serta kekuatan suatu

golongan tertentu berpengaruh terhadap terjadinya suatu hukum pidana dan

betapa aturan pidana itu berpengaruh kepada golongan-golongan ini.

Pendapat tersebut di atas dipertegas oleh Sutherland (Simandjuntak,

1981 : 11) yang menganggap bahwa “Sociology of Law” sangat penting. Tetapi

mengingat lapangan kriminologi sangat luas, kiranya perlu dipertimbangkan

bahwa sosiologi hukum pidana dipisahkan dari kriminologi.

Bila ditelaah lebih lanjut kedudukan kriminologi dalam arena ilmu

pengetahuan, maka harus dilihat kelompok ilmu lebih dahulu. Para ahli

ii

Page 11: Tinjauan Kriminologis Kekerasan Terhadap Anak

(Simandjuntak 1981:13) membuat pengelompokan ilmu pengetahuan atas 3

bagian, yaitu :

Ilmu sosial (social sciences), yakni kelompok ilmu pengetahuan yang

meneliti hidup bersama manusia. Ahli-ahli memasukkan ilmu-ilmu pada

kelompok ini ialah: ekonomi, antropologi, psikologi, sejarah, sosiologi.

Ilmu pengetahuan kerokhanian (humanities, humaniora), yakni ilmu

pengetahuan yang mempelajari perwujudan spiritual kehidupan bersama.

Dalam kelompok ini ialah: filsafat, kesenian, agama, ilmu bahasa.

Ilmu pengetahuan alam (natural sciences), yakni kelompok ilmu

pengetahuan yang mempelajari gejala alam. Para ahli memasukkan biologi

dan fisika.

Menurut Bonger (Simandjuntak, 1981:15) kriminologi dalam arti sempit

terdiri dari:

Kriminologi teoritis yang meliputi sosiologi kriminal, antropologi Kriminal,

neuro patologi kriminal.

Kriminologi praktis yang meliputi hygiene kriminal, kriminalistik dan

politik kriminal.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa manfaat dan

tempat kriminologi merupakan sebuah bentuk kajian untuk melengkapi faedah-

faedah mengenai ilmu kejahatan.

ii

Page 12: Tinjauan Kriminologis Kekerasan Terhadap Anak

Sebab Timbulnya Kejahatan

Dalam perkembangan kriminologi, pembahasan mengenai sebab

musabab kejahatan secara sistematis merupakan hal baru, meskipun sebenarnya

hal tersebut telah dibahas oleh banyak ahli kriminologi. Teori tentang sebab-

musabab kejahatan berubah menurut perkembangan zaman.

Lombrosso (Siegel, 1983:156) mengemukakan yang selanjutnya dikenal

dengan teori Lombrosso (Biological Theory) bahwa: Aliran kriminologi positif

awal adalah aliran biologi awal, dikemukakan oleh Cesare Lombrosso di mana

berdasarkan penelitian yakni bahwa beberapa orang memiliki ciri tertentu sejak

lahir yang membuat mereka jahat

Teori lain yang berhubungan dengan sebab-sebab kejahatan adalah teori

kemauan bebas, teori ini berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu hidup

dan filsafat, berpendapat bahwa manusia itu bebas untuk berbuat menurut

kemauan dan bebas untuk menentukan pilihannya. Teori ini dinamakan teori

Klasikal (Classical Theorie) oleh Siegel (1983:92) menyatakan:

Pendekatan klasik terhadap penyebab kejahatan memuat sejumlah

elemen dasar :

Manusia dalam masyarakat memiliki kemauan bebas guna memilih

penyelesaian kriminal ataupun penyelesaian permasalahan mereka

Solusi kriminal mungkin lebih menarik dari solusi konvensional, hal ini

karena biasanya tidak memerlukan upaya dengan tantangan berat

ii

Page 13: Tinjauan Kriminologis Kekerasan Terhadap Anak

Seorang manusia yang memiliki solusi kriminal dipengaruhi oleh reaksi

sosial untuk bertindak demikian

Yang paling efisien untuk membuat pencegahan kejahatan adalah berupa

hukuman yang cukup, guna menjadikan kriminal tidak dipilih.

Dalam perkembangan selanjutnya teori Lombrosso mulai tampak

ketidaktepatan namun masih terdapat teori mempertahankan seperti teori The

Mental Testers yang menitikberatkan kepada Feeble Minded sebagai ciri khas

seorang penjahat yang dapat membedakan bukan penjahat, penganut utama teori

orang tua menurut hukum-hukum kebaikan dari mental mengakibatkan orang-

orang bersangkutan tidak mampu menilai tingkah laku.

Di samping teori-teori tersebut di atas masih terdapat teori-teori penyakit

jiwa di mana kondisi kejiwaan seseorang yang membuat orang tersebut

melakukan tindakan-tindakan kejahatan, sehingga penyakit jiwa termasuk

penyebab kejahatan.

Menurut Soesilo (1985:22-23) menyatakan bahwa :

Teori-teori lain yang banyak ragamnya menyangkut penyimpangan akan

kepercayaan kepada Tuhan, sehingga banyak perceraian dan anak-anak tidak

segan lagi kepada orang tua, melupakan cita-cita luhur para pejuang, kelakuan

orang tua yang tidak semestinya, sehingga memberi contoh yang tidak baik bagi

anak-anaknya, contoh-contoh yang buruk dari film, televisi, dan radio, dansa,

night club, dan lain-lain.

ii

Page 14: Tinjauan Kriminologis Kekerasan Terhadap Anak

Berdasarkan uraian di atas maka munculnya kejahatan sebagai akibat

adanya pengaruh pergaulan bebas dan kehendak yang dipengaruhi oleh tujuan

yang hendak dicapai di dalam masyarakat, serta dipengaruhi adanya pola-pola

kepercayaan yang hidup dan tumbuh di dalam masyarakat sebagai suatu perintah

akan kepercayaan kepada Tuhan (Soesilo,1982 : 32).

Berdasarkan pemikiran di atas untuk menjelaskan masalah penjahat,

kejahatan serta reaksi sosial terhadap penjahat dan kejahatan di Indonesia, maka

berikut ini penulis akan kemukakan beberapa teori penting dalam kriminologi

yang berhubungan dengan sebab-sebab timbulnya kejahatan

1. Teori Differential Association

Teori asosiasi diferensial yang dikemukakan oleh Sutherland terdiri atas

9 (sembilan) proposisi yaitu :

1. Seseorang yang delinkuen disebabkan karena akses dari pengertian yang

lebih banyak dnilai sebagai pelanggaran undang-undang daripada

pentaatan undang-undang yang berlaku.

2. Lingkungan pergaulan yang ditandai oleh perbedaan-perbedaan tersebut

dapat bervariasi/ berubah-ubah dan perubahan tergantung pada frekuensi

jangka waktu, masa lampau dan intensitas.

3. Proses mempelajari tingkah laku jahat melalui pergaulan dengan pola-

pola kriminal dan anti kriminal meliputi semua mekanisme sebagaimana

mempelajari yang lain.

ii

Page 15: Tinjauan Kriminologis Kekerasan Terhadap Anak

4. Apabila tingkah laku kriminal adalah ekspresi dari kebutuhan-kebutuhan

dan nilai-nilai yang umum, tidak dapat dijelaskan oleh nilai-nilai dan

kebutuhan-kebutuhan yang umum tersebut. Hal ini disebabkan kelakuan

yang tidak jahat pun merupakan ekspresi dari kebutuhan-kebutuhan dan

nilai-nilai yang sama. Misalnya pencuri dan buruh yang jujur mereka

bekerja untuk mendapatkan uang.

5. Tingkah laku jahat itu dipelajari Sutherland menyatakan bahwa tingkah

laku itu diwarisi sehingga tidak mungkin ada orang jahat secara

mekanis.

6. Tingkah laku jahat itu dipelajari dari orang-orang lain dalam suatu

proses interaksi.

7. Bagian yang terpenting dari tingkah laku jahat dipelajari, diperoleh

dalam kelompok pergaulan yang akrab.

2. Teori Transmissi Kebudayaan

Teori ini dikembangkan oleh Clifford R.Shaw dan Henry D.Mac Kay

sebagaimana dikemukakan oleh Kusumah (1984:39-43) yang menekankan

pentingnya aspek pewarisan nilai-nilai dan norma-norma khususnya terhadap

anak-anak yang tengah mengalami tahap proses sosialisasi. Efek kumulatif

dari pewarisan nilai dan norma tersebut terlihat dari dua jenis data :

Studi tentang pelanggaran yang mengungkapkan type delinkuen tertentu

cenderung merupakan ciri wilayah-wilayah kota tertentu. Masing-

ii

Page 16: Tinjauan Kriminologis Kekerasan Terhadap Anak

masing menyangkut teknik-teknik yang diajarkan, ukuran-ukuran serta

patokan-patokan perilaku tersendiri.

Terbukti juga bahwa beberapa anggota kelompok delinkuen melakukan

pelanggaran-pelanggarannya dengan disertai delinkuen yang lebih tua.

Berdasarkan teori tersebut di atas telah jelas adanya suatu hubungan

langsung antara kondisi yang terdapat dalam masyarakat setempat di kota-

kota dan angka laju berbeda dalam delinkuen dan kejahatan. Masyarakat

setempat dengan angka rata-rata kejahatan yang tinggi mempunyai ciri-ciri

sosial dan ekonomi yang berbeda dengan masyarakat setempat dengan angka

laju kejahatan yang rendah.

3. Teori Kontrol

Para teoritis kontrol memandang bahwa manusia merupakan mahluk

yang memiliki moral yang murni. Oleh karena itu setiap individu bebas untuk

berbuat sesuatu. Kebebasan ini akan membawa seseorang pada tindakan yang

bermacam-macam. Tindakan ini lazimnya didasarkan pada pilihan : taat pada

hukum atau melanggar aturan-aturan hukum. Tindakan yang dipilih

didasarkan pada ikatan-ikatan sosial yang telah terbentuk.

Seiring dengan perkembangan ilmu kriminologi terdapat beberapa

teori yang menitik beratkan pada kondisi individu penjahat antara lain teori

psikis, teori psikopati, teori yang menyatakan bahwa penjahat memiliki bakat

yang di wariskan oleh orang tuanya.

ii

Page 17: Tinjauan Kriminologis Kekerasan Terhadap Anak

Pengertian Kejahatan

Menurut tata bahasa, kejahatan adalah merupakan suatu kata jadian atau

kata sifat berasal dari kata jahat yang mendapatkan awalan “ke” dan akhiran

“an”. Kata kejahatan sendiri adalah suatu kata benda yang berasal dari kata jahat

yang menunjukkan orang yang melakukan delik itu atau subyek pelaku. Jadi

kejahatan adalah suatu kata keterangan bahwa ada seseorang yang melakukan

sesuatu hal.

Menurut Ruth Coven (Mulyana W. Kusumah, 1952:30) mengemukakan

bahwa: Kejahatan atau delik adalah suatu tindakan yang dilakukan orang karena

gagal menyesuaikan diri terhadap tuntutan masyarakat di mana ketidaksesuaian

norma-norma yang dianut masyarakat menjadi ukuran.

Sebagaimana penulis kemukakan dalam uraian sebelumnya bahwa

kriminologi membahas masalah kejahatan. Timbul sebuah pertanyaan

sejauhmanakah suatu perbuatan/tindakan dikatakan sebagai kejahatan ? secara

formal kejahatan dirumuskan sebagai perbuatan yang oleh negara diberi pidana

(misdaad is een ernstige anti sociale handeling, waar tegen de staat bewust

reageert).

Pemberian pidana terhadap suatu kejahatan dimaksudkan untuk

mengembalikan keseimbangan yang terganggu akibat perbuatan itu.

Keseimbangan yang terganggu itu adalah ketertiban masyarakat terganggu,

masyarakat resah akibatnya penggangguan ini dianggap masyarakat anti sosial,

di mana tindakan itu tidak sesuai dengan tuntutan masyarakat oleh karena

ii

Page 18: Tinjauan Kriminologis Kekerasan Terhadap Anak

itu masyarakat bersifat dinamis, maka tindakan pun harus dinamis sesuai

dengan irama perubahan masyarakat.

Berdasarkan pengertian-pengertian atau rumusan-rumusan tersebut

maka kata kejahatan dalam artian bertentangan, tindakan salah, tidak pantas,

melawan, menyalahi aturan-aturan dengan apa yang seharusnya bisa

dihubungkan perbuatan kejahatan dengan perdagangan perempuan. Maka dapat

dikatakan bertentangan dengan apa yang dilarang dan yang seharusnya oleh

undang-undang yang terkait dengan perdagangan perempuan.

Pengertian Anak

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

termasuk anak yang masih dalam kandungan (Pasal 1 (1) Undang-Undang

No.23 Tahun 2002).

Anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita

perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat

khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa

depan (Undang-Undang No.4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak,

Lembaran Negara No.32 Tahun 1979, Tambahan Lembaran Negara No.3143).

Anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara

wajar baik fisik, mental, spiritual maupun sosial. (Pasal 1 (6) Undang-Undang

No.23 Tahun 2002).

ii

Page 19: Tinjauan Kriminologis Kekerasan Terhadap Anak

Anak penyandang cacat adalah anak yang mengalami hambatan fisik

dan/atau mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya

secara wajar. (Pasal 1 (7) Undang-Undang No.23 Tahun 2002).

Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan

kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang

bertanggungjawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut

ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau

penetapan pengadilan. (Pasal 1 (9) Undang-Undang No.23 Tahun 2002).

2.5.1 Pengertian Kejahatan Kekerasan

Menurut kamus bahasa Indonesia (Edisi 3, 2002) kejahatan kekerasan

adalah perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera

atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang-

barang orang lain dengan secara paksa.

Kata kekerasan yang dimaksud dalam tulisan ini adalah kata yang

diterjemahkan dari kata “violence” yang berasal dari gabungan kata bahasa

latin “vis” (daya, kekuatan) dan “latus” (membawa) jika diartikan kekerasan

berarti membawa kekuatan.

Untuk mencari rumusannya di dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP), maka tidak akan dapat ditemui kata “kekerasan” yang

berdiri sendiri, melainkan pasti disertai (didahului atau diikuti) kata-kata

yang lain, misalnya pada Pasal 89 KUHP dan Pasal 170 KUHP.

ii

Page 20: Tinjauan Kriminologis Kekerasan Terhadap Anak

Pasal 89 KUHP memberikan pengertian “melakukan kekerasan” sebagai

berikut “yang disamakan melakukan kekerasan itu, membuat orang menjadi

pingsan atau tidak berdaya lagi (lemah)”.

Soesilo R. (1996 : 98) memberikan penjelasan Pasal 89 KUHP tersebut

sebagai berikut :

“Melakukan kekerasan” artinya : “mempergunakan tenaga atau kekuatan

jasmani tidak kecil secara tidak sah”, misalnya memukul dengan tangan atau

dengan segala macam senjata, menyepak, menendang, dan sebagainya.

Yang disamakan dengan “melakukan kekerasan” menurut pasal ini ialah

“membuat orang jadi pingsan atau tidak berdaya”.

“Pingsan” artinya “tidak ingat atau tidak sadar akan dirinya”,

umpamanya memberi minum racun kecubung atau lain-lain obat, sehingga

orangnya tidak ingat lagi. Orang yang pingsan itu tidak dapat mengetahui

apa yang terjadi akan dirinya.

Penjelasan Pasal 89 KUHP tersebut, Soesilo berpendapat bahwa

perbuatan mengancam orang dengan akan membuat orang itu pingsan atau

tidak berdaya, tidak boleh disamakan dengan mengancam orang dengan

kekerasan. Alasannya adalah bahwa pasal ini hanya menyatakan tentang

“melakukan kekerasan”, bukan membicarakan tentang “kekerasan” atau

“ancaman kekerasan”.

Selanjutnya dalam Pasal 170 KUHP mengatur tentang perbuatan

“melakukan kekerasan secara bersama-sama” yakni sebagai berikut:

ii

Page 21: Tinjauan Kriminologis Kekerasan Terhadap Anak

1. Barang siapa yang di muka umum bersama-sama melakukan

kekerasan terhadap orang atau barang, dihukum penjara selama-

lamanya 5 tahun 6 bulan.

2. Tersalah dihukum :

a. Dengan penjara selama-lamanya 7 tahun, jika ia dengan sengaja

merusakkan barang atau jika kekerasan yang dilakukannya itu

menyebabkan sesuatu luka

b. Dengan penjara selama-lamanya 9 tahun, jika kekerasan itu

menyebabkan luka berat pada tubuh

c. Dengan penjara selama-lamanya 12 tahun, jika kekerasan itu

menyebabkan matinya orang.

Dalam penjelasan Pasal 170 KUHP, Soesilo (1996:147) berpendapat

bahwa perbuatan “melakukan kekerasan” yang diatur dalam Pasal 170

KUHP mempunyai beberapa syarat, antara lain sebagai berikut :

1. Melakukan kekerasan dalam pasal ini bukan merupakan suatu alat atau

daya upaya untuk mencapai sesuatu, akan tetapi merupakan suatu

tujuan.

2. Kekerasan itu harus dilakukan secara bersama-sama yaitu dilakukan

oleh sedikitnya 2 orang atau lebih. Orang yang hanya mengikuti dan

tidak benar-benar turut melakukan tidak dapat dikenakan pasal ini.

ii

Page 22: Tinjauan Kriminologis Kekerasan Terhadap Anak

3. Kekerasan harus ditujukan kepada orang atau barang, termasuk hewan

atau binatang.

4. Kekerasan itu hanya dilakukan di muka umum atau di tempat-tampat

umum dimana masyarakat umum dapat melihatnya.

Pengertian kekerasan sangat luas dan banyak, tetapi pada prinsipnya

mengarah pada suatu pemahaman yakni adanya suatu perbuatan atau suatu

tindakan yang menggunakan kekuatan, paksaan dan tekanan yang keras.

Dari kata kekerasan dapat timbul pertanyaan; “apakah semua kekerasan itu

merupakan kejahatan?”. Persoalan ini telah banyak dibicarakan oleh para

ahli dan pada hakikatnya mengemukakan bahwa tidak semua kekerasan

merupakan kejahatan. Oleh karena itu, tergantung dari apa yang menjadi

tujuan dan akibat dari kekerasan itu sendiri, serta tergantung pula pada

persepsi kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat, apakah kelompok

berdasarkan ras, agama, dan ideologi (Romli Atmasasmita, 1992 : 53).

Dasar-Dasar Hukum Perlindungan Anak

Adapun yang menjadi instrumen dasar hukum yang digunakan dalam

proses penegakan hukum terhadap kejahatan perdagangan anak dalam sistem

hukum formal di Indonesia yakni :

1. Pasal 20, Pasal 20 A ayat (1), Pasal 28 B ayat (2), dan Pasal 34 Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

ii

Page 23: Tinjauan Kriminologis Kekerasan Terhadap Anak

2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak

(Lembaran Negara Nomor 32 Tahun 1979, Tambahan Lembaran Negara

Nomor 3143).

3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Penghapusan Bentuk

Diskriminasi Terhadap Perempuan (Convention on The Elimination of All

Form of Discrimination Against Women) (Lembaran Negara Tahun 1984

Nomor 29 dan Nomor 3277).

4. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak (Lembaran

Negara Tahun 1997 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3835).

5. Pasal 80, 81 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana

Perlindungan Anak.

6. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 Tentang Pengesahan ILO

Convention Nomor 130 Concerning Minimum Age For Admission to

Employment (Lembaran Negara Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara

Nomor 3835).

7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Azasi Manusia

(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara

Nomor 3886).

8. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak.

9. Pasal 7 dan 8 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Perlakuan

Khusus Terhadap Anak Dalam Proses Perkara Persidangan Dalam

Pengadilan.

ii

Page 24: Tinjauan Kriminologis Kekerasan Terhadap Anak

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam wilayah hukum Kabupaten Konawe

atas dasar pertimbangan bahwa kejahatan terhadap kekerasan anak yang terjadi

di Kabupaten Konawe telah mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan

Kabupaten lain di wilayah hukum Sulawesi Tenggara.

3.2 Tipe Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

hukum empiris yaitu dengan melihat, menganalisa, mengamati, dan mengkaji

secara langsung mengenai kejahatan kekerasan anak yang pernah terjadi di

Kabupaten Konawe.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Penentuan populasi dalam penelitian ini akan berupaya bertindak

selektif dalam mencari informan yang dapat memberikan informasinya.

Yang dimaksud dengan populasi dalam penelitian ini adalah pelaku,

korban dan aparat penegak hukum yang terkait dalam penelitian ini

seperti pengadilan, POLRES, dan kejaksaan.

ii

Page 25: Tinjauan Kriminologis Kekerasan Terhadap Anak

3.3.2 Sampel

Sampel diambil dari populasi yang dianggap cukup representatif

untuk mewakili keseluruhan populasi yaitu 3 orang korban, 2 atau 3

orang pelaku, 1 orang Hakim Pengadilan Konawe, 1 orang Kasat

Reskrim POLRES Konawe, dan 1 orang Jaksa Penuntut Umum.

3.4 Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini diperlukan dua jenis data yaitu data primer dan data

sekunder sebagai berikut:

1. Data primer adalah data yang diperoleh melalui penelitian lapangan dengan

pihak-pihak yang terkait seperti korban, pelaku, pihak kepolisian (POLRES)

Konawe, Pengadilan Negeri Konawe dan Kejaksaan Negeri Konawe.

2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan yaitu

dengan menelaah literatur, liputan, majalah, koran serta peraturan

perundang-undangan yang terkait dengan penulisan topik kajian penulis.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam

penelitian ini untuk memperoleh data adalah :

a. Penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu data

dikumpulkan dengan cara menelaah beberapa literatur serta bacaan-bacaan

lain dan bahan-bahan hukum yang masih relevan serta berhubungan dengan

penelitian ini terkait dengan kejahatan kekerasan anak.

ii

Page 26: Tinjauan Kriminologis Kekerasan Terhadap Anak

b. Penelitian lapangan (Field Research), yaitu data yang

dikumpulkan dengan mengadakan penelitian secara langsung di lapangan

untuk mendapatkan data yang akurat. Adapun cara tersebut dilakukan

dengan cara yaitu :

1) Wawancara (Interview), yaitu mengadakan tanya jawab secara langsung

terhadap para korban, pelaku, pihak kepolisian (Polres) Konawe,

Pengadilan Negeri Konawe dan Kejaksaan Negeri Konawe terkait

dengan kejahatan kekerasan anak.

2) Pengamatan (Observation), yaitu mengadakan pengamatan langsung

terhadap korban dan pelaku kejahatan kekerasan anak.

3) Dokumentasi (Documentation) yaitu mengadakan pemotretan langsung

terhadap sampel atau obyek yang diteliti.

3.6 Analisis Data

Penulis dalam hal ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif yaitu

gambaran penganalisaan data yang diperoleh dari studi lapangan dan

kepustakaan dengan cara menjelaskan dan menerangkan kenyataan obyektif

penelitian yang didapat dari hasil observasi dan wawancara di lapangan. Dalam

hal ini apa yang dinyatakan responden baik itu korban, pelaku, dan instansi

yang khusus menangani persoalan kejahatan kekerasan anak, sehingga dapat

diperoleh sebuah gambaran yang obyektif mengenai kenyataan yang ada terkait

ii

Page 27: Tinjauan Kriminologis Kekerasan Terhadap Anak

dengan kasus kejahatan kekerasan anak. Selanjutnya data informasi yang ada

dikaji lebih lanjut sesuai dengan permasalahan yang ada secara deskriptif.

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Azasi Manusia (Lembaran

Negara Tahun 1999 Nomor 165,

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak.

Pasal 7 dan 8 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Perlakuan Khusus

Terhadap Anak Dalam Proses Perkara Persidangan Dalam Pengadilan.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat (Lembaran

Negara Tahun 1997 Nomor 9,

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 Tentang Pengesahan ILO Convention

Nomor 182 Concerning The Prohibition and Immediate Action For The

Elimination of The Woist Form of Child Labour (Konvensi ILO Nomor 182

Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan

Terburuk Untuk Anak).

ii

Page 28: Tinjauan Kriminologis Kekerasan Terhadap Anak

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 4

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 6

2.1 Pengertian Kriminologi ..................................................................... 6

2.2 Manfaat dan Tempat Kriminologi .................................................... 9

2.3 Sebab Timbulnya Kejahatan ............................................................. 12

2.4 Pengertian Kejahatan ........................................................................ 17

2.5 Pengertian Anak ................................................................................ 18

2.6 Dasar-dasar Hukum Perlindungan Anak .......................................... 22

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 24

3.1 Lokasi Penelitian ............................................................................... 24

3.2 Tipe Penelitian .................................................................................. 24

3.3 Populasi dan Sampel ......................................................................... 24

ii

Page 29: Tinjauan Kriminologis Kekerasan Terhadap Anak

3.4 Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 25

3.5 Tekhnik Pengumpulan Data .............................................................. 25

3.6 Analisis Data ..................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 27

ii

Page 30: Tinjauan Kriminologis Kekerasan Terhadap Anak

Metode Penelitian Administrasi

TINJAUAN KRIMINOLOGIS KEKERASAN TERHADAP ANAK

DI KABUPATEN KONAWE

Oleh :

ANDI DARMAWAN205 101 006

JURUSAN ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

UNIVERSITAS LAKIDENDE

ii

Page 31: Tinjauan Kriminologis Kekerasan Terhadap Anak

KONAWE

2008

ii