19
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Trauma atau cedera medulla spinalis merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi saraf yang sering menimbulkan kecacatan permanen pada usia muda. Kelainan yang lebih banyak dijumpai pada usia produktif ini seringkali mengakibatkan penderita harus terbaring di tempat tidur atau duduk di kursi roda karena tetraplegia atau paraplegia. Data epidemiologik dari berbagai negara menyebutkan bahwa angka kejadian (insidensi) trauma ini sekitar 11,5 53,4 kasus per 100.000 penduduk tiap tahunnya. Belum termasuk dalam data tersebut jumlah penderita yang meninggal pada saat terjadinya cedera akut (Islam, 2006). Sedangkan 40% trauma spinal ini disebabkan kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40% luka tembak, olahraga, kecelakaan kerja. Lokasi trauma dislokasi cervical paling sering pada C2 diikuti dengan C5 dan C6 terutama pada usia dekade 3 (Japardi, 2002). Cedera akut tulang belakang spinal cord merupakan penyebab yang paling sering dari kecacatan dan kelemahan setelah trauma. Oleh karena itu, evaluasi dan pengobatan pada cedera tulang belakang, spinal cord dan nerve roots memerlukan pendekatan yang terintegrasi. Diagnosa dini, prevervasi fungsi spinal cord dan pemeliharaan aligment dan stabilitas merupakan kunci keberhasilan manajemen. Penanganan, rehabilitas spinal cord dan kemajuan perkembangan multidisipliner tim trauma dan perkembangan metode modern dari fusi cervical dan stabilitas merupakan hal penting harus dikenal masyarakat (Japardi, 2002). Melihat fenomena semacam ini, tenaga medis khususnya perawat sangat perlu mendapatkan pengetahuan dan pelatihan mengenai penanganan pasien trauma spinalis agar nantinya dapat merencanakan asuhan keperawatan yang tepat sehingga dapat mengurangi komplikasi dan meningkatkan kesehatan optimal pasien.

TMS Medulla Spinalis Trauma

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TMS Medulla Spinalis Trauma

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Trauma atau cedera medulla spinalis merupakan salah satu penyebab

gangguan fungsi saraf yang sering menimbulkan kecacatan permanen pada usia

muda. Kelainan yang lebih banyak dijumpai pada usia produktif ini seringkali

mengakibatkan penderita harus terbaring di tempat tidur atau duduk di kursi roda

karena tetraplegia atau paraplegia.

Data epidemiologik dari berbagai negara menyebutkan bahwa angka

kejadian (insidensi) trauma ini sekitar 11,5 – 53,4 kasus per 100.000 penduduk

tiap tahunnya. Belum termasuk dalam data tersebut jumlah penderita yang

meninggal pada saat terjadinya cedera akut (Islam, 2006). Sedangkan 40% trauma

spinal ini disebabkan kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40% luka tembak,

olahraga, kecelakaan kerja. Lokasi trauma dislokasi cervical paling sering pada

C2 diikuti dengan C5 dan C6 terutama pada usia dekade 3 (Japardi, 2002).

Cedera akut tulang belakang spinal cord merupakan penyebab yang paling

sering dari kecacatan dan kelemahan setelah trauma. Oleh karena itu, evaluasi dan

pengobatan pada cedera tulang belakang, spinal cord dan nerve roots memerlukan

pendekatan yang terintegrasi. Diagnosa dini, prevervasi fungsi spinal cord dan

pemeliharaan aligment dan stabilitas merupakan kunci keberhasilan manajemen.

Penanganan, rehabilitas spinal cord dan kemajuan perkembangan multidisipliner

tim trauma dan perkembangan metode modern dari fusi cervical dan stabilitas

merupakan hal penting harus dikenal masyarakat (Japardi, 2002).

Melihat fenomena semacam ini, tenaga medis khususnya perawat sangat

perlu mendapatkan pengetahuan dan pelatihan mengenai penanganan pasien

trauma spinalis agar nantinya dapat merencanakan asuhan keperawatan yang tepat

sehingga dapat mengurangi komplikasi dan meningkatkan kesehatan optimal

pasien.

Page 2: TMS Medulla Spinalis Trauma

2

1.2 Rumusan masalah

1. Bagaimanakan anatomi fisiologi medulla spinalis?

2. Apakah definisi trauma spinal?

3. Apakah etiologi/mekanisme trauma spinal?

4. Bagaimana patofisiologi trauma spinal?

5. Apakah manifestasi klinis trauma spinal?

6. Apakah komplikasi klien dengan trauma spinal?

7. Apakah pemeriksaan penunjang klien dengan trauma spinal?

8. Bagaimana penatalaksanaan klien trauma spinal?

9. Bagaimana asuhan keperawatan klien trauma spinal?

1.3 Tujuan

1. Memberikan penjelasan anatomi fisiologi medulla spinalis.

2. Memberikan penjelasan definisi trauma spinal.

3. Memberikan penjelasan etiologi/mekanisme trauma spinal.

4. Memaparkan patofisiologi trauma spinal.

5. Memberikan penjelasan manifestasi klinis trauma spinal.

6. Memberikan penjelasan komplikasi klien trauma spinal.

7. Memberikan penjelasan pemeriksaan penunjang klien trauma spinal.

8. Memberikan penjelasan penatalaksanaan klien trauma spinal.

9. Memberikan penjelasan asuhan keperawatan klien trauma spinal.

1.4 Manfaat

Dengan pembuatan makalah ini kami berharap dapat bermanfaat bagi

semua komponen kesehatan khususnya perawat supaya mengetahui dan

memahami tentang hal-hal yang berkenaan dengan trauma spinal yang angka

kejadiaanya juga cukup banyak, sehingga pada akhirnya dapat bermanfaat bagi

diri sendiri maupun klien dan keluarganya.

Page 3: TMS Medulla Spinalis Trauma

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi

Columna Vertebralis adalah pilar utama tubuh yang berfungsi melindungi

medulla spinalis dan menunjang berat kepala serta batang tubuh, yang

diteruskannya ke lubang-lubang paha dan tungkai bawah. Masing-masing tulang

dipisahkan oleh disitus intervertebralis.

Vertebralis dikelompokkan sebagai berikut:

a. Vetebra Cervicalis

Vertebrata cervicalis ini memiliki dens, yang mirip dengan pasak.

Veterbrata cervicalis ketujuh disebut prominan karena mempunyai

prosesus spinosus paling panjang.

b. Vertebra Thoracalis

Ukurannya semakin besar mulai dari atas kebawah. Corpus berbentuk

jantung, berjumlah 12 buah yang membentuk bagian belakang thorax.

c. Vertebra Lumbalis

Corpus setiap vertebra lumbalis bersifat masif dan berbentuk ginjal,

berjumlah 5 buah yang membentuk daerah pinggang, memiliki corpus

vertebra yang besar ukurnanya sehingga pergerakannya lebih luas

kearah fleksi.

d. Os. Sacrum

Terdiri dari 5 sacrum yang membentuk sakrum atau tulang kengkang

dimana ke 5 vertebral ini rudimenter yang bergabung yang membentuk

tulang bayi.

e. Os. Coccygeal

Terdiri dari 4 tulang yang juga disebut ekor pada manusia, mengalami

rudimenter. Beberapa segmen ini membentuk 1 pasang saraf

coccygeal.

Page 4: TMS Medulla Spinalis Trauma

4

Gambar 2.1 Segmen Corda Spinalis

Lengkung kolumna vertebralis kalau dilihat dari samping maka kolumna

vertebralis memperlihatkan empat kurva atau lengkung antero-pesterior yaitu

lengkung vertikal pada daerah leher melengkung kedepan daerah torakal

melengkung kebelakang, daerah lumbal kedepan dan daerah pelvis melengkung

kebelakang. Kedua lengkung yang menghadap pasterior, yaitu torakal dan pelvis,

disebut promer karena mereka mempertahankan lengkung aslinya kebelakang dari

hidung tulang belakang, yaitu bentuk (sewaktu janin dengna kepala membengkak

ke bawah sampai batas dada dan gelang panggul dimiringkan keatas kearah depan

badan. Kedua lengkung yang menghadap ke anterior adalah sekunder → lengkung

servikal berkembang ketika anak-anak mengangkat kepalanya untuk melihat

sekelilingnya sambil menyelidiki, dan lengkung lumbal di bentuk ketika ia

merangkak, berdiri dan berjalan serta mempertahankan tegak.

Fungsi dari kolumna vertebralis yaitu sebagai penunjang badan yang

kokoh dan sekaligus bekerja sebagai penyangga ke depan perantaraan tulang

rawan cakram intervertebralis yang lengkungnya memberikan fleksibilitas dan

memungkinkan membongkok tanpa patah. Cakramnya juga berguna untuk

menyerap goncangan yang terjadi bila menggerakkan berat badan seperti waktu

berlari dan meloncat, dan dengan demikian otak dan sumsum belakang terlindung

terhadap goncangan. Disamping itu juga untuk memikul berat badan,

menyediakan permukaan untuk kartan otot dan membentuk tapal batas pasterior

Page 5: TMS Medulla Spinalis Trauma

5

yang kukuh untuk rongga-rongga badan dan memberi kaitan pada iga. (Eveltan.

C. Pearah, 1997 dalam Ilham, 2008)

Medulla spinalis atau sumsum tulang belakang bermula ada medulla

oblongata, menjulur kearah kaudal melalu foramen magnum dan berakhir diantara

vertebra-lumbalis pertama dan kedua. Disini medulla spinalis meruncing sebagai

konus medularis, dan kemudian sebuah sambungan tipis dasri piameter yang

disebut filum terminale, yang menembus kantong durameter, bergerak menuju

koksigis. Sumsum tulang belakang yang berukuran panjang sekitar 45 cm ini,

pada bagian depannya dibelah oleh fisura anterior yang dalam, sementara bagian

belakang dibelah oleh sebuah fisura sempit.

Pada sumsum tulang belakang terdapat dua penebalan, servikal dan

lumbal. Dari penebalan ini, plexus-plexus saraf bergerak guna melayani anggota

badan atas dan bawah dan plexus dari daerah thorax membentuk saraf-saraf

interkostalis. Fungsi sumsum tulang belakang adalah mengadakan komunikasi

antara otak dan semua bagian tubuh dan bergerak refleks.

Untuk terjadinya gerakan refleks, dibutuhkan struktur sebagai berikut:

1. Organ sensorik: menerima impuls, misalnya kulit

2. Serabut saraf sensorik: mengantarkan impuls-impuls tersebut menuju

sel-sel dalam ganglion radix posterior dan selanjutnya menuju

substansi kelabu pada kornu posterior mendula spinalis.

3. Sumsum tulang belakang, dimana serabut-serabut saraf penghubung

menghantarkan impuls-impuls menuju kornu anterior medula spinalis.

4. Sel saraf motorik: dalam kornu anterior medula spinalis yang

menerima dan mengalihkan impuls tersebut melalui serabut sarag

motorik.

5. Organ motorik yang melaksanakan gerakan karena dirangsang oleh

impuls saraf motorik.

6. Kerusakan pada sumsum tulang belakang khususnya apabila terputus

pada daerah torakal dan lumbal mengakibatkan (pada daerah torakal)

paralisis beberapa otot interkostal, paralisis pada otot abdomen dan

otot-otot pada kedua anggota gerak bawah, serta paralisis sfinker pada

uretra dan rektum.

Page 6: TMS Medulla Spinalis Trauma

6

Berikut ini adalah fungsi dari tiap segmen saraf pada tulang belakang:

Gambar 2.2 Fungsi segmen tulang belakang

Level Function

C1-C6 Neck flexors

C1-T1 Neck extensors

C3, C4,

C5

Supply diaphragm (mostly C4)

C5, C6 Shoulder movement, raise arm (deltoid); flexion of elbow (biceps);

C6 externally rotates the arm (supinates)

C6, C7 Extends elbow and wrist (triceps and wrist extensors); pronates wrist

C7, T1 Flexes wrist

Supply small muscles of the hand

T1 -T6 Intercostals and trunk above the waist

T7-L1 Abdominal muscles

L1, L2,

L3, L4

Thigh flexion

Page 7: TMS Medulla Spinalis Trauma

7

L2, L3,

L4

Thigh adduction

Extension of leg at the knee (quadriceps femoris)

L4, L5,

S1

Thigh abduction

Dorsiflexion of foot (tibialis anterior)

Extension of toes

L5, S1, S2 Extension of leg at the hip (gluteus maximus)

Plantar flexion of foot

Flexion of toes

L4, L5,

S1, S2

Flexion of leg at the knee (hamstrings)

2.2 Definisi

Trauma spinal yaitu gangguan pada serabut spinal (spinal cord) yang

menyebabkan perubahan secara permanen atau sementara, akan tetapi fungsi

motorik, sensorik atau autonomik masih normal.

Cedera medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang

disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth,

2001).

Cedera medulla spinalis adalah kerusakan tulang dan sumsum yang

mengakibatkan gangguan sistem persyarafan didalam tubuh manusia yang

diklasifikasikan sebagai:

- komplet (kehilangan sensasi dan fungsi motorik total)

- tidak komplet (campuran kehilagan sensori dan fungsi motorik)

Cedera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang

disebabkan seringkali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila cedera itu mengenai

daerah servikal pada lengan, badan dan tungkai mata penderita itu tidak tertolong.

Dan apabila saraf frenitus itu terserang maka dibutuhkan pernafasan buatan,

sebelum alat pernafasan mekanik dapat digunakan

2.3 Mekanisme Cedera

Ada 4 mekanisme yang mendasari :

a. Kompresi oleh tulang, ligamen, benda asing, dan hematoma. Kerusakan

paling berat disebabkan oleh kompresi dari fragmen korpus vertebra yang

tergeser ke belakang dan cedera hiperekstensi.

Page 8: TMS Medulla Spinalis Trauma

8

b. Tarikan/regangan jaringan: regangan berlebih yang menyebabkan

gangguan jaringan biasanya setelah hiperfleksi. Toleransi regangan pada

medulla spinalis menurun sesuai usia yang meningkat.

c. Edema medulla spinalis timbul segera dan menimbulkan gangguan

sirkulasi kapiler lebih lanjut serta aliran balik vena yang menyertai cedera

primer.

d. Gangguan sirkulasi merupakan hasil kompresi oleh tulang atau strukttur

lain pada sistem arteri spinal posterior atau anterior.

Kecelakaan automobil, terjatuh, olahraga, kecelakaan industri, tertembak

peluru, dan luka tusuk dapat menyebabkan trauma medulla spinal. Sebagian besar

pada medulla spinal servikal bawah (C4-C7, T1), dan sambungan torakolumbal

(T11-T12, L1). Medulla spinal torakal jarang terkena.

Cedera medulla spinalis dapat diklasifikasikan sesuai dengan

level,beratnya defisit neurologik, spinal cord syndrome, dan morfologi.

A. Level

Level neurologist adalah segmen paling kaudal dari medulla spinalis

yang masih dapat ditemukan keadaan sensoris dan motoris yang normal di

kedua sisi tubuh. Apabila level sensoris digunakan, ini menunjukan kearah

bagian segmen kaudal medulla spinalis dengan fungsi sensoris yang normal

pada ke dua bagian tubuh. Level motoris dinyatakan seperti sensoris, yaitu

daerah paling kaudal dimana masih dapat ditemukan motoris dengan tenaga

3/5 pada lesi komplit, mungkin masih dapat ditemukan fungsi sensoris

maupun motoris di bawah level sensoris/motoris. Ini disebut sebagai daerah

dengan “preservasi parsial”. Penentuan dari level cedera pada dua sisi adalah

penting.

Terdapat perbedaan yang jelas antara lesi di bawah dan di atas T1.

Cedera pada segmen servikal diatas T1 medulla spinalis menyebabkan

quadriplegia dan bila lesi di bawah level T1 menghasilkan paraplegia. Level

tulang vertebra yang mengalami kerusakan, menyebabkan cedera pada

medulla spinalis. Level kelainan neurologist dari cedera ini ditentukan hanya

dengan pemeriksaan klinis. Kadang-kadang terdapat ketidakcocokan antara

level tulang dan neurologis disebabkan nervus spinalis memasuki kanalis

Page 9: TMS Medulla Spinalis Trauma

9

spinalis melalui foramina dan naik atau turun didalam kanalis spinalis

sebelum benar-benar masuk kedalam medulla spinalis. Ketidakcocokan akan

lebih jelas kearah kaudal dari cedera. Pada saat pengelolaan awal level

kerusakan menunjuk pada kelainan tulang, cedera yang dimaksudkan level

neurologist.

B. Beratnya Defisit Neurologis

Cedera medulla spinalis dapat dikategorikan sebagai paraplegia tidak

komplit, paraplegia komplit, kuadriplegia tidak komplit, dan kuadraplegia

komplit. Sangat penting untuk menilai setiap gejala dari fungsi medulla

spinalis yang masih tersisa. Setiap fungsi sensoris atau motoris dibawah level

cedera merupakan cedera yang tidak komplit. Yang termasuk dalam cedera

tidak komplit adalah :

1. Sensasi (termasuk sensasi posisi) atau gerakan volunteer pada

ekstremitas bawah.

2. Sakra l sparing, sebagai contoh: sensasi perianal, kontraksi sphincter

ani secara volunter atau fleksi jari kaki volunter.

Suatu cedera tidak dikualifikasikan sebagai tidak komplit hanya

dengan dasar adanya reservasi refleks sacral saja, misalnya

bulbocavernosus, atau anal wink. Refleks tendo dalam juga mungkin

dipreservasi pada cedera tidak komplit.

C. Spinal Cord Syndrome

Beberapa tanda yang khas untuk cedera neurologist kadang-kadang

dapat dilihat pada penderita dengan cedera medulla spinalis. Pada sentral cord

syndrome yang khas adalah bahwa kehilangan tenaga pada ekstremitas atas,

lebih besar dibanding ekstremitas bawah, dengan tambahan adanya

kehilangan adanya sensasi yang bervariasi. Biasanya hal ini terjadi cedera

hiperekstensi pada penderita dengan riwayat adanya stenosis kanalis sevikalis

(sering disebabkan oleh osteoarthritis degeneratif). Dari anamnesis umumnya

ditemukan riwayat terjatuh ke depan yang menyebabkan tumbukan pada

wajah yang dengan atau tanpa fraktur atau dislokasi tulang servikal.

Page 10: TMS Medulla Spinalis Trauma

10

Penyembuhannya biasanya mengikuti tanda yang khas dengan

penyembuhan pertama pada kekuatan ekstremitas bawah. Kemudian fungsi

kandung kemih lalu kearah proksimal yaitu ekstremitas atas dan berikutnya

adalah tangan. Prognosis penyembuhannya sentral cord syndrome lebih baik

dibandingkan cedera lain yang tidak komplit. Sentral cord syndrome diduga

disebabkan karena gangguan vaskuler pada daerah medulla spinalis pada

daerah distribusi arteri spinalis anterior. Arteri ini mensuplai bagian tengah

medulla spinalis. Karena serabut saraf motoris ke segmen servikal secara

topografis mengarah ke senter medulla spinalis, inilah bagian yang paling

terkena.

Anterior cord syndrome ditandai dengan adanya paraplegia dan

kehilangan dissosiasi sensoris terhadap nyeri dan sensasi suhu. Fungsi

kolumna posterior (kesadaran posisi, vibrasi, tekanan dalam) masih

ditemukan. Biasanya anterior cord syndrome disebabkan oleh infark medulla

spinalis pada daerah yang diperdarahi oleh arteri spinalis anterior. Sindrom

ini mempunyai prognosis yang terburuk diantara cidera inkomplik.

Brown Sequard Sydrome timbul karena hemiksesi dari medulla

spinalis dan akan jarang dijumpai. Akan tetapi variasi dari gambaran klasik

cukup sering ditemukan. Dalam bentuk yang asli syndrome ini terdiri dari

kehilangan motoris opsilateral (traktus kortikospinalis) dan kehilangan

kesadaran posisi (kolumna posterior) yang berhubungan dengan kehilangan

disosiasi sensori kontralateral dimulai dari satu atau dua level dibawah level

cedera (traktus spinotalamikus). Kecuali kalau syndrome ini disebabkan oleh

cedera penetrans pada medulla spinalis, penyembuhan (walaupun sedikit)

biasanya akan terjadi.

D. Morfologi

Cedera tulang belakang dapat dibagi atas fraktur, fraktur dislokasi,

cedera medulla spinalis tanpa abnormalitas radiografik (SCIWORA), atau

cedera penetrans. Setiap pembagian diatas dapat lebih lanjut diuraikan

sebagai stabil dan tidak stabil. Walaupun demikian penentuan stabilitas tipe

cedera tidak selalu sederhana dan ahlipun kadang-kadang berbeda pendapat.

Page 11: TMS Medulla Spinalis Trauma

11

Karena itu terutama pada penatalaksanaan awal penderita, semua penderita

dengan deficit neurologist,harus dianggap mempunyai cedera tulang belakang

yang tidak stabil. Karena itu penderita ini harus tetap diimobolisasi sampai

ada konsultasi dengan ahli bedah saraf/ ortofedi.

Cedera servikal dapat disebabkan oleh satu atau kombinasi dari

mekanisme cedera:

(1) pembebanan aksial (axial loading),

(2) fleksi,

(3) ekstensi,

(4) rotasi,

(5) lateral bending, dan

(6) distraksi.

Cedera yang mengenai kolumna spinalis akan diuraikan dalam urutan

anatomis, dari cranial mengarah keujung kaudal tulang belakang.

Dislokasi atlanto – oksipita (atlanto – occipital dislokatiaon)

Cedera ini jarang terjadi dan timbul sebagai akibat dari

trauma fleksi dan distraksi yang hebat. Kebanyakan penderita

meninggal karena kerusakan batang otak. Kerusakan neurologist

yang berat ditemukan pada level saraf karanial bawah.kadang –

kadang penderita selamat bila resusitasi segera dilakukan ditempat

kejadian.

Fraktur atlas (C-1)

Atlas mempunyai korpus yang tipis dengan permukaan

sendi yang lebar. Fraktur C-1 yang paling umum terdiri dari burst

fraktur (fraktur Jefferson). Mekanisme terjadinya cedera adalah

axial loading, seperti kepala tertimpa secara vertikal oleh benda

berat atau penderita terjatu dengan puncak kepala terlebih dahulu.

Fraktur jefferson berupa kerusakan pada cincin anterior maupun

posterior dari C-1, dengan pergeseran masa lateral. Fraktur akan

terlihat jelas dengan proyeksi open mouth dari daerah C-1 dan C-2

dan dapat dikomfirmasikan dengan CT Scan. Fraktur ini harus

ditangani secara awal dengan koral sevikal.

Page 12: TMS Medulla Spinalis Trauma

12

Rotary subluxation dari C-1

Cedera ini banyak ditemukan pada anak –anak. Dapat

terjadi spontan setelah terjadi cedera berat/ ringan, infeksi saluran

napas atas atau penderita dengan rematoid arthritis. Penderita

terlihat dengan rotasi kepala yang menetap. .pada cedera ini jarak

odontoid kedua lateral mass C-1 tidak sama, jangan dilakukan

rotasi dengan paksa untuk menaggulangi rotasi ini, sebaiknya

dilakukan imobilisasi. Dan segera rujuk.

Fraktur aksis(C-2)

Aksis merupakan tulang vertebra terbesar dan mempunyai

bentuk yang istimewah karena itu mudah mengalami cedera.

1. fraktur odontoid

Kurang 60% dari fraktur C-2 mengenai odontoid suatu

tonjolan tulang berbentuk pasak. Fraktur ini daoat

diidentifikasi dengan foto ronsen servikal lateral atau buka

mulut.

2. Fraktur dari elemen posterior dari C-2

Fraktur hangman mengenai elemen posterior C-2, pars

interartikularis 20 % dari seluruh fraktur aksis fraktur

disebabkan oleh fraktur ini. Disebabkan oleh trauma tipe

ekstensi, dan harus dipertahankan dalam imobilisasi

eksternal.

Fraktur dislocation ( C-3 sampai C-7)

Fraktur C-3 sangat jarang terjadi, hal ini mungkin

disebabkan letaknya berada diantara aksis yang mudah mengalami

cedera dengan titik penunjang tulang servikal yang mobile, seperti

C-5 dan C-6, dimana terjadi fleksi dan ekstensi tulang servikal

terbesar.

Fraktur vertebra torakalis ( T-1 sampai T-10)

Fraktur vertebra Torakalis dapat diklasifikasikan menjadi 4

kategori : (1) cedera baji karena kompresi bagian korpus anterior,

(2) cedera bursi, (3) fraktur Chance, (4) fraktur dislokasi.

Page 13: TMS Medulla Spinalis Trauma

13

Axial loading disertai dengan fleksi menghasilkan cedera kompresi

pada bagian anterior. Tip kedua dari fraktur torakal adalah cedera

burst disebabkan oleh kompresi vertical aksial. Fraktur dislokasi

relative jarang pada daerah T-1 sampai T-10.

Fraktur daerah torakolumbal (T-11 sampai L-1) fraktur lumbal

Fraktur di daerah torakolumbal tidak seperti pada cedera

tulang servikal, tetapi dapat menyebabkan morbiditas yang jelas

bila tidak dikenali atau terlambat mengidentifikasinya. Penderita

yang jatuh dari ketinggian dan pengemudi mobil memakai sabuk

pengaman tetapi dalam kecepatan tinggi mempunyai resiko

mengalami cedera tipe ini. Karena medulla spinalis berakhir pada

level ini , radiks saraf yang membentuk kauda ekuina bermula pada

daerah torakolumbal

2.4 Patofisiologi

Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma dapat menyebabkan

kerusakan pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatic pada medulla spinalis tidak

selalu terjadi karena fraktur dan dislokasi. Efek trauma yang tidak langsung

bersangkutan tetapi dapat menimbulkan lesi pada medulla spinalis disebut

“whiplash”/trauma indirek. Whiplash adalah gerakan dorsofleksi dan anterofleksi

berlebihan dari tulang belakang secara cepat dan mendadak.

Trauma whiplash terjadi pada tulang belakang bagian servikalis bawah

maupun torakalis bawah misalnya pada waktu duduk dikendaraan yang sedang

cepat berjalan kemudian berhenti secara mendadak. Atau pada waktu terjun dari

jarak tinggi menyelam dan masuk air yang dapat mengakibatkan paraplegia.

Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi,

hiperfleksi, tekanan vertikal (terutama pada T12 sampai L2), rotasi. Kerusakan

yang dialami medulla spinalis dapat bersifat sementara atau menetap Akibat

trauma terhadap tulang belakang, medula spinalis dapat tidak berfungsi untuk

sementara (komosio medulla spinalis), tetapi dapat sembuh kembali dalam

beberapa hari. Gejala yang ditimbulkan adalah berupa edema, perdarahan peri

vaskuler dan infark disekitar pembuluh darah. Pada kerusakan medulla spinalis

Page 14: TMS Medulla Spinalis Trauma

14

yang menetap, secara makroskopis kelainannya dapat terlihat dan terjadi lesi,

contusio, laserasio dan pembengkakan daerah tertentu di medulla spinalis.

Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat trauma tulang

belakang secara langsung karena tertutup atau peluru yang dapat mematahkan

/menggeserkan ruas tulang belakang (fraktur dan dislokasi). Lesi transversa

medulla spinalis tergantung pada segmen yang terkena (segmen transversa,

hemitransversa, kuadran transversa). Hematomielia adalah perdarahan dalam

medulla spinalis yang berbentuk lonjong dan bertempat disubstansia grisea.

Trauma ini bersifat “whiplash“ yaitu jatuh dari jarak tinggi dengan sifat badan

berdiri, jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau fraktur dislokasio.kompresi

medulla spinalis terjadi karena dislokasi, medulla spinalis dapat terjepit oleh

penyempitan kanalis vertebralis.

Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstra

meduler traumatic dan dapat juga tertekan oleh kepingan tulang yang patah yang

terselip diantara duramater dan kolumna vertebralis. Gejala yang didapat sama

dengan sindroma kompresi medulla spinalis akibat tumor, kista dan abses didalam

kanalis vertebralis.

Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis

dapat tertarik dan mengalami jejas/reksis. Pada trauma whislap, radiks columna 5-

7 dapat mengalami hal demikian, dan gejala yang terjadi adalah nyeri radikuler

spontan yang bersifat hiperpatia, gambaran tersebut disebut hematorasis atau

neuralgia radikularis traumatik yang reversible. Jika radiks terputus akibat trauma

tulang belakang, maka gejala defisit sensorik dan motorik yang terlihat adalah

radikuler dengan terputusnya arteri radikuler terutama radiks T8 atau T9 yang

akan menimbulkan defisit sensorik motorik pada dermatoma dan miotoma yang

bersangkutan dan sindroma sistema aaanastomosis anterial anterior spinal.

2.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis bergantung pada lokasi yang mengalami trauma dan

apakah trauma terjadi secara parsial atau total. Berikut ini adalah manifestasi

berdasarkan lokasi trauma :

Page 15: TMS Medulla Spinalis Trauma

15

Antara C1 sampai C5

Respiratori paralisis dan kuadriplegi, biasanya pasien meninggal

Antara C5 dan C6

Paralisis kaki, tangan, pergelangan; abduksi bahu dan fleksi siku yang lemah;

kehilangan refleks brachioradialis

Antara C6 dan C7

Paralisis kaki, pergelangan, dan tangan, tapi pergerakan bahu dan fleksi siku

masih bisa dilakukan; kehilangan refleks bisep

Antara C7 dan C8

Paralisis kaki dan tangan

C8 sampai T1

Horner's syndrome (ptosis, miotic pupils, facial anhidrosis), paralisis kaki

Antara T11 dan T12

Paralisis otot-otot kaki di atas dan bawah lutut

T12 sampai L1

Paralisis di bawah lutut

Cauda equina

Hiporeflex atau paresis extremitas bawah, biasanya nyeri dan usually pain and

hyperesthesia, kehilangan control bowel dan bladder

S3 sampai S5 atau conus medullaris pada L1

Kehilangan kontrol bowel dan bladder secara total

Bila terjadi trauma spinal total atau complete cord injury, manifestasi yang

mungkin muncul antara lain total paralysis, hilangnya semua sensasi dan aktivitas

refleks (Merck,2010).

Page 16: TMS Medulla Spinalis Trauma

16

Gambar 2.3 Efek Trauma Spinal

2.6 Komplikasi

a. Neurogenik shock.

b. Hipoksia.

c. Gangguan paru-paru

d. Instabilitas spinal

e. Orthostatic Hipotensi

f. Ileus Paralitik

g. Infeksi saluran kemih

h. Kontraktur

i. Dekubitus

j. Inkontinensia blader

k. Konstipasi

Page 17: TMS Medulla Spinalis Trauma

17

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain:

1. X-Ray spinal: menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur atau

dislokasi)

2. CT Scan: untuk menentukan tempat luka/jejas, mengevaluasi gangguan

struktural.

3. MRI: untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal, edema dan kompresi

4. Mielografi

Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor

patologisnya tidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub

arakhnoid medulla spinalis (biasanya tidak akan dilakukan setelah

mengalami luka penetrasi).

5. Foto rongent thorak: mengetahui keadaan paru (contoh : perubahan pada

diafragma, atelektasis)

6. Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vital, volume tidal): mengukur volume

inspirasi maksimal khususnya pada pasien dengan trauma servikat bagian

bawah atau pada trauma torakal dengan gangguan pada saraf frenikus /otot

interkostal).

7. AGD : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi

2.8 Penatalaksanaan Cedera Medulla Spinalis (Fase Akut)

Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah cedera medulla spinalis

lebih lanjut dan untuk mengobservasi gejala perkembangan defisit neurologis.

Lakukan resusitasi sesuai kebutuhan dan pertahankan oksigenasi dan kestabilan

kardiovaskuler.

Farmakoterapi: Berikan steroid dosis tinggi (metilpredisolon) untuk melawan

edema medula.

Airway

Jika penderita dapat berbicara maka jalan napas kemungkinan besar

dalam keadaan adekuat. Obstruksi jalan napas sering terjadi pada penderita

yang tidak sadar, yang dapat disebabkan oleh benda asing, muntahan, jatuhnya

Page 18: TMS Medulla Spinalis Trauma

18

pangkal lidah, atau akibat fraktur tulang wajah. Usaha untuk membebaskan

jalan napas harus melindungi vertebra servikalis (cervical spine control), yaitu

tidak boleh melakukan ekstensi, fleksi, atau rotasi yang berlebihan dari leher.

Dalam hal ini, dapat dilakukan chin lift atau jaw thrust sambil merasakan

hembusan napas yang keluar melalui hidung. Bila ada sumbatan maka dapat

dihilangkan dengan cara membersihkan dengan jari atau suction jika tersedia.

Untuk menjaga patensi jalan napas selanjutnya dilakukan pemasangan pipa

orofaring.

Breathing

Bila hembusan napas tidak adekuat, perlu bantuan napas. Bantuan

napas dari mulut ke mulut akan sangat bermanfaat. Apabila tersedia, O2 dapat

diberikan dalam jumlah yang memadai. Pada penderita dengan cedera kepala

berat atau jika penguasaan jalan napas belum dapat memberikan oksigenasi

yang adekuat, bila memungkinkan sebaiknya dilakukan intubasi endotrakheal.

Sirkulasi

Status sirkulasi dapat dinilai secara cepat dengan memeriksa tingkat

kesadaran dan denyut nadi. Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah

mencari ada tidaknya perdarahan eksternal, menilai warna serta temperatur

kulit, dan mengukur tekanan darah. Denyut nadi perifer yang teratur, penuh,

dan lambat biasanya menunjukkan status sirkulasi yang relatif normovolemik.

Pada penderita dengan cedera kepala, tekanan darah sistolik sebaiknya

dipertahankan di atas 100 mmHg untuk mempertahankan perfusi ke otak yang

adekuat.

Denyut nadi dapat digunakan secara kasar untuk memperkirakan

tekanan sistolik. Bila denyut arteri radialis dapat teraba maka tekanan sistolik

lebih dari 90 mmHg. Bila denyut arteri femoralis yang dapat teraba maka

tekanan sistolik lebih dari 70 mmHg. Sedangkan bila denyut nadi hanya teraba

pada arteri karotis maka tekanan sistolik hanya berkisar 50 mmHg. Bila ada

perdarahan eksterna, segera hentikan dengan penekanan pada luka.

Cairan resusitasi yang dipakai adalah Ringer Laktat atau NaCl 0,9%,

sebaiknya dengan dua jalur intra vena. Pemberian cairan jangan ragu-ragu,

karena cedera sekunder akibat hipotensi lebih berbahaya terhadap cedera otak

Page 19: TMS Medulla Spinalis Trauma

19

dibandingkan keadaan edema otak akibat pemberian cairan yang berlebihan.

Posisi tidur yang baik adalah kepala dalam posisi datar, cegah head down

(kepala lebih rendah dari leher) karena dapat menyebabkan bendungan vena di

kepala dan menaikkan tekanan intrakranial (Idmgarut,2009).