12
TRAUMA SUSUNAN SARAF CEDERA KEPALA Setiap pasien yang memberikan riwayat cedera kepala yang diikuti oleh keadaan tidak sadar dan setiap pasien yang tidak sadar yang mungkin mengalami cedera kepala harus mendapatkan evaluasi neurology yang cermat. Foto x- ray tengkorak harus dibuat segera mungkin. Pasien yang mengalami cedera kepala perlu dinilai: 1. Kesadaran Dalam dan lamanya trauma mencerminkan derajat trauma. Akan tetapi, pasien yang mula – mula sadar dan dapat mengadakan orientasi dengan baik dapat menjadi ngantuk, stupor dan coma sebagai akibat perdarahan intracranial yang progresif. Selama 24-48 jam pertama, kita harus membangunkan pasien setiap jam untuk mengevaluasi derajat orientasi, kesadaran dan responsnya secara umum terhadap stimulasi. 2. Tanda – tanda vital Suhu, nadi, respirasi, dan tekanan darah harus diamati dengan interval setengah jam sampai 12 jam bergantung kepada beratnya cedera. 3. Paralisis Pada penderita yang tidak sadar atau dalam keadaan stupor, paralysis hanya dapat diketahui dengan pemeriksaan yang seksama. Hilangnya kekuatan dan gerakan, sekalipun derajatnya ringan, dapat menunjukkan adanya perdarahan intracranial. 4. Tanda – tanda ocular Pupil harus diobservasi secara teratur bersama dengan tanda vital. Pupil yang tetap dalam keadaan dilatasi acapkali berarti adanya perdarahan subdural atau epidural yang ipsilateral atau adanya kerusakan otak yang ipsilateral. Pemeriksaan oftalmoskop dapat mengungkapkan adanya papiledema atau perdarahan retina. 1

Trauma Susunan Saraf Ini

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Trauma Susunan Saraf Ini

TRAUMA SUSUNAN SARAF

CEDERA KEPALASetiap pasien yang memberikan riwayat cedera kepala yang diikuti oleh

keadaan tidak sadar dan setiap pasien yang tidak sadar yang mungkin mengalami cedera kepala harus mendapatkan evaluasi neurology yang cermat. Foto x-ray tengkorak harus dibuat segera mungkin.

Pasien yang mengalami cedera kepala perlu dinilai:1. Kesadaran

Dalam dan lamanya trauma mencerminkan derajat trauma. Akan tetapi, pasien yang mula – mula sadar dan dapat mengadakan orientasi dengan baik dapat menjadi ngantuk, stupor dan coma sebagai akibat perdarahan intracranial yang progresif. Selama 24-48 jam pertama, kita harus membangunkan pasien setiap jam untuk mengevaluasi derajat orientasi, kesadaran dan responsnya secara umum terhadap stimulasi.

2. Tanda – tanda vitalSuhu, nadi, respirasi, dan tekanan darah harus diamati dengan interval setengah jam sampai 12 jam bergantung kepada beratnya cedera.

3. ParalisisPada penderita yang tidak sadar atau dalam keadaan stupor, paralysis hanya dapat diketahui dengan pemeriksaan yang seksama. Hilangnya kekuatan dan gerakan, sekalipun derajatnya ringan, dapat menunjukkan adanya perdarahan intracranial.

4. Tanda – tanda ocularPupil harus diobservasi secara teratur bersama dengan tanda vital. Pupil yang tetap dalam keadaan dilatasi acapkali berarti adanya perdarahan subdural atau epidural yang ipsilateral atau adanya kerusakan otak yang ipsilateral. Pemeriksaan oftalmoskop dapat mengungkapkan adanya papiledema atau perdarahan retina.

5. KonvulsiKonvulsi cenderung segera terjadi setelah cedera kepala. Adanya konvulsi fokal menunjukkan kearah lesi iritatif pada hemisferium serebri yang kontralateral. Kontusio dan laseratio serebri yang sering disertai perdarahan epidural, subdural atau intracranial akan menimbulkan konvulsi fokal.

6. Kaku kudukMeskipun kaku kuduk dapat terjadi akibat perdarahan subarachnoid yang sering menyertai cedera kepala, namun cedera vertebra cervikalis harus disingkirkan dengan pemeriksaan klinik dan sinar x yang tepat.

7. Perdarahan dari telingaOtorrhagia menunjukkan fraktura basillaris melalui pyramid petrosus pada tulang temporal, juga sebagai akibat rupture traumatic pada membrane tympani atau laserasi pada membrane mukosa tanpa perforasi membrane tympani. Adanya darah subkutan didaerah mastoideus merupakan petunjuk kearah fraktura dasar tengkorak.

1

Page 2: Trauma Susunan Saraf Ini

Cedera kepala yang tertutup adalah trauma tanpa cedera pada tulang tengkorak atau cedera tengkoraknya terbatas pada fraktura tertutup yang fragmennya tidak bergeser. Cedera kepala tertutup ini, secara klinik digolongkan sebagai cedera ringan, sedang atau berat. Cedera kepala yang ringan ditandai dengan GCS 13-15, hilangnya kesadaran yang berlangsung singkat (beberapa detik sampai beberapa menit) tanpa terlihat perubahan neurologist. Hasil pemeriksaan LCS normal, amnesia retrograde dapat terjadi. Cedera kepala sedang ditandai dengan GCS 9-12, periode pingsan yang lebih lama, disertai tanda –tanda neurologist yang abnormal dan biasanya disertai edema dan kontusio serebri. Cedera kepala yang berat menyebabkan keadaan pingsan yang berlangsung lama dengan tanda – tanda neurologist abnormal, GCS ≤ 8 dan biasanya disertai kontusio serta laceratio serebri.

Cedera kepala terbuka meliputi laceratio kulit kepala, fraktura terbuka pada tengkorak dan pelbagai derajat kerusakan serebral Lesi yang dapat timbul pada trauma kepala:

1. Kulit kepala robek atau mengalami perdarahan subkutan.2. Otot – otot dan tendo pada kepala mengalami kontusio.3. Perdarahan terjadi dibawah galea aponeurotika.4. Tulang tengkorak patah.5. Gegar otak.6. Edema serebri traumatic.7. Kontusio serebri.8. Perdarahan.9. Perdarahan epidural.10. Perdarahan subdural.

Fraktura tengkorak Biasanya terjadi pada tempat benturan. Garis fraktur dapat menjalar hingga ke basis cranii.

Komosio serebri Yaitu keadaan pingsan yang berlangsung tidak lebih dari 10 menit akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan otak. Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, muntah, tampak pucat. Vertigo dan muntah terjadi akibat gegar pada labirin atau terangsangnya pusat – pusat di dalam batang otak. Dapat juga terjadi amnesia retrograde yaitu hilangnya ingatan sepanjang masa yang terbatas sebelum terjadinya kecelakaan. Amnesia ini timbul akibat terhapusnya rekaman kejadian yang terdapat di lobus temporalis. Pemeriksaan tambahan yang perlu di buat yaitu: foto tengkorak, EEG, pemeriksaan memori. Terapinya simptomatis dengan mobilisasi secepatnya setelah keluhan – keluhan menghilang.

Edema serebri traumaticPada keadaan ini pingsan berlangsung lebih dari 10 menit dan pada pemeriksaan neurologik juga tidak dijumpai tanda – tanda kerusakan jaringan otak. Tekanan LCS biasanya sedikit meninggi. Pasien mengeluh nyeri kepala, vertigo, muntah. Pada pembedahan otak tampak sangat pucat dan membengkak.

2

Page 3: Trauma Susunan Saraf Ini

Contusio serebriTerjadi perdarahan – perdarahan di dalam jaringan otak tanpa adanya robekan jaringan yang kasat mata, meskipun neuron – neuron mengalami kerusakan atau terputus. Pada trauma yang membentur dahi kontusio terjadi di daerah otak yang mengalami benturan. Pada benturan di daerah parietal, temporalis dan oksipitalis selain di tempat benturan dapat pula terjadi kontusio pada sisi yang bertentangan pada jalan garis benturan. Perdarahan mungkin terjadi di sepanjang garis gaya benturan ini, dan permukaan bagian otak yang menggeser karena gerakan akibat benturan itu. Pada pemeriksaan neurologik pada kontusio ringan mungkin tidak dijumpai kelainan neurologik yang jelas kecuali kesadaran yang menurun. Pada kontusio serebri dengan penurunan kesadaran yang berlangsung berjam – jam pada pemeriksaan dapat atau tidak dijumpai defisit neurologik. Pada kontusio serebri yang berlangsung lebih dari 6 jam penurunan kesadarannya, biasanya selalu dijumpai defisit neurologik yang jelas. Keadaan klinis yang berat terjadi pada perdarahan besar atau tersebar didalam jaringan otak, sering pula disertai perdarahan subarachnoidal atau kontusio pada batang otak. TIK yang meninggi menimbulkan gangguan mirosirkulasi otak dengan akibat menghebatnya oedemaPada perdarahan dan edema didaerah diensefalon, pernafasan biasa atau bersifat Cheyne – Stokes, pupil mengecil, reaksi cahaya baik. Mungkin terjadi rigiditas dekortikasi yaitu kedua tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan kaku dalam sikap fleksi pada sendi siku.Pada gangguan didaerah mesensefalon dan pons bagian atas, kesadaran menurun hingga koma, pupil melebar, refleks cahaya tidak ada, gerakan mata diskonjugat, tidak teratur, pernafasan hiperventilasi, motorik menunjukkan rigiditas deserebrasi dengan keempat ekstremitas kaku dalam sikap ekstensi.Pada lesi pons bagian bawah bila nukei vestibularis terganggu bilateral, gerakan kompensasi bola mata pada gerakan kepala menghilang. Pernafasan tidak teratur. Bila medulla oblongata terganggu, pernafasan melambat tak teratur, tersengal – sengal menjelang kematian.Pemeriksaan tambahan yang perlu dilakukan yaitu: foto roentgen polos, scan tomografik, EEG, pungsi lumbal.TerapiTindakan yang diambil pada keadaan kontusio berat ditujukan untuk mencegah meningginya TIK.

1. Membersihkan jalan nafas.2. Hentikan perdarahan.3. Bila ada fraktur pasang bidai untuk fiksasi.4. Letakkan pasien dalam posisi miring hingga bila muntah dapat bebas keluar

dan tidak menggangu jalan nafas.5. Profilaksis antibiotic.6. Bila ada syok, segera pasang infuse.7. Pada keadaan edema diberikan manitol 20% dalam waktu 30 menit dapat

diulang tiap 12-24 jam.8. Furosemide IM 20 mg per 24 jam untuk meningkatkan diuresis dan

mengurangi pembentukan cairan otak.

3

Page 4: Trauma Susunan Saraf Ini

9. Untuk menghambat edema diberikan deksametason.

Hematoma epiduralPerdarahan terjadi diantara tulang tengkorak dan duramater dan lebih sering terjadi pada daerah temporal, namun bisa juga terjadi didaerah frontal atau oksipital. Perdarahan yang terjadi berasal dari arteri, sehingga darah akan terpompa keluar terus. Ketika kepala terbentur penderita akan pingsan sebentar kemudian sadar kembali. Dalam beberapa jam penderita akan merasakan nyeri kepala yang progresif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antar dua penurunan kesadaran selama penderita sadar setelah terjadinya kecelakaan disebut interval lusid.Pada pemeriksaan kepala pada tempat benturan tampak bengkak dan nyeri. Pupil pada sisi benturan lebih lebar dan pada sisi kontralateral benturan timbul gejala terganggunya traktus kortikospinalis seperti refleks tendo tinggi, refleks patologis positif, hemiparesis. Papilla nervi optisi dapat menjadi sembab.Pemeriksaan tambahan yang perlu: foto roentgen kepala antero-posterior dan lateral, CT-scan, arterigrafi.Pasien harus segera dioperasi untuk mengeluarkan hematom dan pengikatan cabang arteri yang robek. Bila tidak dioperasi, penderita akan meninggal dalam beberapa hari akibat peningkatan tekanan intracranial

Hematom subduralPerdarahan terjadi antara duramater dan arakhnoidea. Perdarahan dapat terjadi akibat robeknya vena jembatan yang menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam duramater atau karena robeknya arakhnoidea. Perdarahan yang tidak membesar akan membeku dan disekitarnya akan tumbuh jaringan ikat yang membentuk kapsula. Gumpalan darah lambat laun mencair dan menarik cairan dari sekitarnya dan mengembung, memberikan gejala seperti tumor serebri karena tekanan intracranial yang berangsur – angsur meningkat. Gejalanya yaitu: nyeri kepala progresif, tajam penglihatan mundur akibat edema papil, tanda-tanda defisit neurologik daerah otak yang tertekan. Gejala timbul berminggu – minggu hingga berbulan – bulan setelah terjadinya trauma.Pemeriksaan penunjang: foto tengkorak antero – posterior dan lateral, CT-scan, EEG.Terapi dengan dioperasi baik akut maupun kronik.

Perdarahan subarachnoid traumaticBila perdarahan agak besar dan terjadi lebih dekat ke basis serebri dapat timbul kaku kuduk. Pemeriksaan dan perawatan sama seperti contusio serebri.

4

Page 5: Trauma Susunan Saraf Ini

CEDERA MEDULA SPINALIS1. Komosio medulla spinalis

Komosio medulla spinalis adalah suatu keadaan dimana fungsi medulla spinalis hilang sementara akibat suatu trauma dengan atau tanpa disertai fraktur atau dislokasi. Sembuh sempurna akan terjadi beberapa menit hingga beberapa jam/hari tanpa meninggalkan gejala sisa.Kerusakan reversible yang mendasari berupa edema, perdarahan perivaskuler kecil – kecil dan infark disekitar pembuluh darah. Bila paralysis total dan hilangnya sensibilitas menetap lebih dari 48 jam maka kemungkinan sembuh sempurna menipis dan perubahan pada medulla spinalis lebih mengarah ke perubahan anatomic daripada fisiologik.

2. Kontusio medulla spinalisPada keadaan ini dijumpai kerusakan makroskopik dan mikroskopik pada medulla spinalis berupa perdarahan, edema, perubahan neuron dan reaksi peradangan. Perdarahan disubstansia alba memperlihatkan adanya bercak – bercak degenerasi Waller dan pada kornu anterior terjadi hilangnya neuron yang diikuti proliferasi mikroglia dan astrosit.Pada stadium akut conyusio ini disertai liquor cerebrospinalis yang berdarah. Posisi atau tanda dari Jolly menunjukkan lesi unilateral pada segmen radiks cervical yang ketujuh. Lengan bawah penderita berada dalam keadaan fkeksi dengan abduksi bahu. Apabila kelainan ini bilateral, tandanya dinamakan tanda dari Bradnurne atau Thorburn.

3. Kompresi medulla spinalisKompresi medulla spinalis dapat terjadi akibat dislokasi vertebra maupun perdarahan epi dan subdural. Gambaran klinisnya didapati nyeri radikuler dan paralysis flaksid setinggi lesi akibat kompresi pada radiks saraf tepi. Hiperekstensi, hiperfleksi, dislokasi, fraktur dan whiplash dapat menyebabkan radiks saraf tepi dapat tertarik dan mengalami jejas (reksis).Pada trauma lecutan radiks C5-7 dapat timbul nyeri radikuler spontan. Di bawah lesi kompresi medulla spinalis akan didapati paralysis spastic dan gangguan sensorik serta otonom sesuai dengan derajat beratnya kompresi.Kompresi konus medularis terjadi akibat fraktur – dislokasi vertebra L1, yang menyebabkan rusaknya segmen sakralis medulla spinalis. Biasanya tidak dijumpai gangguan motorik yang menetap tetapi terdapat gangguan sensorik pada segmen sakralis yang terutama mengenai daerah sadel, perineum dan bokong. Juga dijumpai gangguan otonom berupa retensio urin serta pada pria didapatkan impotensiKompresi kauda equine akan menimbulkan gejala tergantung pada serabut saraf spinalis mana yang terlibat. Akan dijumpai paralisi flaksid dan atrofi otot. Gangguan sensorik sesuai dengan dermatom yang terlibat.Kompresi pada saraf spinalis S2, S3 dan S4 akan menyebabkan retensio urin dan hlangnya control volunter vesika urinaria, inkontinensia alvi dan impotensi.

5

Page 6: Trauma Susunan Saraf Ini

DIAGNOSIS1. Radiologik

Foto polos posisi antero – posterior dan lateral pada daerah yang diperkirakan mengalami trauma akan memperlihatkan adanya fraktur dan mungkin disertai dengan dislokasi. Pada trauma daerah servikal foto dengan posisi mulut terbuka dapat membantu dalam memeriksa adanya kemungkinan fraktur vertebra C1-C2.

2. Pungsi lumbalBerguna pada fase akut trauma medulla spinalis. Sedikit peningkatan tekanan LCS dan adanya blockade pada tindakan Queckenstedt menggambarkan beratnya derajat edema medulla spinalis.

3. MielografiTindakan ini tidak mempunyai indikasi pada fase akut trauma medulla spinalis. Tetapi mielografi dianjurkan pada penderita yang telah sembuh dari trauma pada daerah lumbal, sebab sering terjadi herniasi discus intervertebralis.

TATALAKSANAPada umumnya pengobatan trauma medulla spinalis adalah konservatif dan

simtomatik. Manajemen mempunyai tujuan mempertahankan fungsi medulla spinalis yang masih ada dan memperbaiki kondisi untuk penyembuhan jaringan medulla spinalis yang mengalami trauma tersebut. Prinsip tatalaksana yaitu:

a. Segera imobilisasi dan diagnosis dini.b. Stabilisasi daerah tulang yang mengalami trauma.c. Pencegahan progresivitas gangguan medulla spinalis.d. Rehabilitasi dini.

Penderita yang diperkirakan mengalami trauma pada dearah servikal harus difiksasi dengan kerah servikal (servikal collar). Bila servikal collar tidak tersedia, maka kepala dan leher difiksasidengan menggunakan bantal pasir pada sisi kanan kiri kepala serta leher, sedang penderita dibaringkan dalam posisi terlentang pada alas yang keras.

Bila tekanan oksigen medulla spinalis atau aliran darah berkurang, maka lesi medulla spinalis bisa memburuk. Pemberian cairan intravena segera dilakukan untuk mencegah terjadinya hipotensi.

Trauma medulla spinalis segmen servikal dapat menyebabkan paralysis otot – otot intercostalis. Oleh karena itu dapat terjadi gangguan pernafasan bahkan kadang kala apnea. Bila perlu dilakukan intubasi nasotrakeal bila pemberian oksigen saja tidak efektif membantu penderita. Pada trauma servikal, hilangnya control vasomotor menyebabkan pengumpulan darah di pembuluh darah abdomen, anggota gerak bawah dan visera yang mengalami dilatasi, menyebabkan timbulnya hipotensi.

Pipa nasogastrik dipasang untuk mencegah distensi abdomen akibat dilatasi gaster akut. Bila tidak dilakukan dapat berakibat adanya vomitus lalu aspirasi dan akan memperberat pernafasan. Dilakukan pemasang kateter foley untuk mencegah timbulnya infeksi traktus urinarius akibat retensio urin.

6

Page 7: Trauma Susunan Saraf Ini

Pada stadium awal dimana terjadi dilatasi gastrointestinal, diperlukan pemberian enema. Kemudian bila peristaltic timbul kembali dapat diberikan obat pelunak feses. Bila traktus gastrointestinal menjadi lebih aktif lagi enema dapat diganti dengan sopositoria. Untuk mencegahtimbulnya dekubitus perlu dilakukan alih baring tiap 2 jam.

Pemberian kortikosteroid untuk mengurangi edema medulla masih controversial. Bila timbul spastisitas dapat digunakan diazepam, baklofen, dan dantrolen sodium untuk mengatasinya.

OperasiPada saat ini laminektomi kompresif tidak dianjurkan kecuali pada kasus – kasus tertentu. Indikasi operasi pada saat ini adalah:

a. Reduksi terbuka dislokasi dengan atau tanpa disertai fraktur pada daerah servikal, bilamana traksi dan manipulasi gagal.

b. Adanya fraktur servikal dengan lesi parsial medulla spinalis dengan fragmen tulang tetap menekan permukaan anterior medulla spinalis meskipun telah dilakukan traksi yang adekuat.

c. Trauma servikal dengan lesi parsial medulla spinalis, dimana tidak tampak adanya fragmen tulang dan diduga terdapar penekanan medulla spinalis oleh herniasi discus intervertebralis.

d. Fragmen yang menekan lengkung saraf.e. Adanya benda asing atau fragmen tulang dalam kanalis spinalis.f. Lesi parsial medulla spinalis yang berangsur – angsur memburuk

setelah padamulanya dengan cara konservatif yang maksimal menujukkan perbaikan, harus dicurigai hematoma.

RehabilitasiRehabilitasi harus dilakukan sedini mungkin untuk mencegah timbulnya komplikasi, mengurangi cacat dan menyiapkan penderita untuk kembali ke masyarakat. Terbagi 2 tahap yaitu: fase akut dan rehabilitasi jangka panjang. Rehabilitasi fase akut yaitu semasa penderita dalam pengobatan intensif, tindakan yang dilakukan berupa latihan, masase, elektroterapi, memelihara jalan nafas, merawat gangguan sensibilitas, merawat gangguan miksi dan defekasi. Tindakan ini terutama dilakukan oleh fisioterapis dan perawat. Program rehabilitasi jangka panjang melibatkan perawat, fisioterapis, pekerja social dll. Bertujuan untuk memasyarakatkan penderita kembali. Tindakan berupa latihan teratur di poliklinik, ruangan, gymnasium, latihan kegiatan sehari – hari, latihan menggunakan tongkat.

PROGNOSISDubia ad malam kecuali commotion medulla spinalis, karena daya regenerasi

serabut – serabut saraf sangat sedikit.

7

Page 8: Trauma Susunan Saraf Ini

DAFTAR PUSTAKA

1. Chusid, JG. Neuroanatomi korelatif dan Neuroanatomi Fungsional bagian II. In: Cedera Medulla Spinalis. Terj: dr. Andri Hartono, Gadjah Mada University Press. 1983. Jogjakarta. P595-615.

2. Hadinoto, S. Kapita Selekta Neurologi. Edisi dua. In: Trauma Medulla Spinalis, Gadjah Mada University Press. 2003. Jogjakarta. P319-328.

3. Mardjono, M. Neurologi Klinis Dasar. In: Trauma Tulang Belakang, Dian Rakyat. 2000. Jakarta. P260-263.

8