Tresia Dan Stenosis Duodenum

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tresia Dan Stenosis Duodenum

Citation preview

TRESIA DAN STENOSIS DUODENUMATRESIA DAN STENOSIS DUODENUM

Atresia duodenalInsiden 1 : 5000-10000, 30%bayi obstruksi intrinsic duodenum dgn sindroma Down, 10% di proksimal ampula vateri.75% pada bayi dgn hidramnion. Terlambat diagnosis ; aspirasi, dehidrasi, hiponatremia, hipokalemia, harus dikoreksi sebelum bedah, obstruksi duodenum tidak cepat memburuk dibandingkan yeyenum atau ileum.

EmbriologiMinggu 4 pertumbuhan lapis epitel usus lebih cepat dibandingkan panjang lempeng usus,shg terdapat sumbatan usus. Seiring pertumbuhan usus, mulai pula proses vakuolisasi shg terjadi rekanalisasi usus. Rekanalisasi berakhir minggu 8-10. penyimpangan rekanalisasi menyebabkan, stenosis, atresia,web/ diafgrama mukosa.Penyimpangan rekanalisasi paling sering di daerah papila vateri.Atresia duodenal disebabkan kegagalan rekanalisasi duodenal pd fase padat intestinal bag atas, terdapat oklusi vascular dalam duodenum. Terdapat hubungan kel perkembangan khususnya denagn pancreas dalam bentuk baji yang interposisi antara bag proksimal dan distal atresia; pancreas anulare.Pendapat lain ; pancreas bag ventral duodenum mengadakan putaran ke kanan dan fusi dgn bag dorsal. Bila saat putaran berlangsung ujung pancreas bag ventral melekat pd duodenum maka berbentuk cincin pancreas ( anulare) yang melingkari duodenum.duodenum tidak tumbuh shg terbentuk stenosis atau atresia. Akhir sal empedu umumnya duplikasi, masuk ke duodenum di atas dan bawahatresia shg empedu dpt dijumpai baik diproksimal ataupun distal atresia.

PatologiDapat disebabkan factor intrinsic didlm duodenum, dpt total atau parsial, atau tanpa diafgrama mukosa. Diameter bukaan dpt kecil sekali atau besar, mendekati diameter lumen normal. Factor ekstrinsik tekanan laur duodenum seperti pita Ladd.

3 jenis : 1. mukosal web utuh atau intak yg terbentuk dari mukosa dan submukosa.Dari luar tampak perbedaan diameter prok dan distal. Lambung dan duodenum proksimal atresiamengalami dilatasi. 2. ujung buntu duodenum dihub oleh pita jar ikat, 3. dua ujung buntu duodenum terpisah tanpa hub pita jar ikat.

DiagnosisRiwayat kehamilan dengan hidramnion, sinroma Dwon, bbrp jam setelah lahir, muntah proyektil dan berwarna hijau, umumnya letah atresia distal ampula.Abdomen tidak kembung, atau sedikit bag atas dan kempes setelah muntah.Mekoneum normal.

RadiologiPolos abdomen : 2 bayangan gelembung udara, gelembung lambung dan duodenum proksimal atresia. Bila 1 gelembungmungkin duodenum terisi penuh cairan, atau tdp atresia pylorus atau membrane prapilorik.Atresia pilorik sangat jarang terdapat dan harus ditunjang muntah tidak hijau. Bila 2 gelembung disertai gelembung udara kecil kecil di distal, munkin stenosis duodenum, diafgrama membrane mukosa, atau malrotasi dgn atau tanpa volvulus.

TerapiPersiapan prabedah; Dekomresi dgn NGT, isap udara cairan, mencegah muntah dan aspirasi. Resusitasi cairan dan elektrolit, koreksi asam basa, hiponatremia dan hipokalemia. Pembedahan elektif pada pagi hari berikutnya.Pembedahan; Anastomosis duodenoduodenostomi terpilih, atau duodenoyeyunostomi. Tidak dilakukan reseksi bagian atresia, krn dapat terjadi pemotongan ampula vateri dan saluran Wirsungi.Catatan :diagnosis sering terlambat, krn bayi tidak kembugn , mekoneum masih normal, shg obstruksi tidak dipikirkan. Muntah hijau hamper selalu terjadi, 90% atresia diproksimal ampula Vateri, atau ada duplikasimuara sal empedu diproksimal dan distal atresia.Muntah hijau harus dianggap terdapat obstruksi sal gastrointestinal sampai dapat dibuktikan tidak ada obstruksi.

Stenosis duodenalManifestasi tergantung diameter bulaan stenosis. Dpt langsung spt atresia, bila longgar gejala dapat timbul bbrp bulan atau tahun. Pasien mengalami ggg minum dan makan, sering disertai muntah dan infeksi sal nafas berulang, muntah bisa berwarna hijau.

DiagnosisTerlihat kontur dan peristaltic lambung diepigastrium.

RadiologikFoto polos posisi tegak terlihat 2 gelembung udara dgn terlihat udara kecil kecil di bag distal. Barium enema, penyempitan didaerah duodenum. Sebaikan tidak dilakukan krn jelas pada poto polos, kontra indikasi bila muntah muntah,penyempitan dpt terlihat ttp tidak mengetahui kausa intrinsic atau ekstrinsik.Barium enema bila persangkaan malrotasi.

Diagnosis diferensialSemua ggg pasase di daerah duodenum,spt malrotasi dgn pita Ladd, membrane.Pd malrotasi, foto barium enema terlihat sekum di abdomen kuadran kanan atas di bawah hepar.

TerapiTidakan plastic dgn membuat sayatan memanjang di bag usus yg menyempit dan menutup kembali dgn jahitan melintang bila bag stenosis tidak panjang. Bila panjang, terbaik adalah anastomosis end to end.Pankreas anulare : tidak dilakukan reseksi krn :1. sering di dapat kausa obnstruksi duodenum intrinsic2. jar pancreas sering intramural duodenum3. sering pankreatitis.

DefinisiAtresia duodenum diakibatkan kegagalan rekanalisasi setelah tahap solid cord dari pertumbuhan usus proksimal. Ujung yang atresia mungkin terpisah secara lengkap atau terhubung dengan jaringan fibrus. 40 % dari bayi memiliki bentuk obstruksi diafragmaik atau web . Sementrara yg lain atresia inkomplit merupakan suatau stenosis. Obstruksi terletak distal dari ampula vateri sebesar 80% penderita. Annular pancreas selalu dihubungkan dengan atresia atau stenosis dan secara klinis tak dapat dibedakan dengan kedua keadaan tersebut.PatofisiologiMuntah menyebabkan hilangnya sekresi lambung dan duodenal, dapat mengakibatkan terjadinya dehidrasi dan defisiensi sodium, klorida, dan ion hydrogen dan bicarbonateGambaran Klinisa. Polihidramnion terlihat pada 50 % dengan atresia duodenalb. Muntah terjadi pada masa awal terjadinya atresia duodenal biasanya pada hari pertama atau kedua post natal. Biasanya biliousc. Distensi abdominal tidak sering terjadi dan terbatas pada abdomen bagian atas. Banyak bayi dengan atresia duodenal mempunyai abdomen scaphod, sehingga obstruksi intestinal tidak segera dicurigai.d. Pengeluaran meconium tercatat pada 30 % pasiene. Jaundice terlihat pada 40 % pasien, dan diperkirakan karena peningkatan resirkulasi enterohepatik dari bilirubinf. Muntah pada kasus stenosis duodenal terjadi belakangan. Bayi terlihat susah makan, muntah kadang-kadang, dan ada gangguan pertumbuhan. Aspirasi pneumonia yang rekurens dapat merupakan penemuan yang pertama.DiagnosisDikonfirmasi dengan pemeriksaan x-ray abdomen. Sebuah foto upright abdomen menunjukkan gambaran klasik double bubble. Pemeriksaan dengan kontras tidak diperlukan.a. Bila udara terlihat pada usus distal dari duodenum, obstruksinya incomplete, mengarahkan pada stenosis duodenal atau malrotasib. Malrotasi dengan volvulus harus dicurigai (dan disingkirkan) bila abdomen tidak berbentuk scaphoid setelah pemasangan nasogastric tubeProblema. dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolitb. prematuritasc. anomaly yang berhubungan : trisomi 21 ( 33 % ), jantung, ginjal, CNS, dan musculoskeletalIndikasi operasiKecuali bila ada kondisi yang mengancam jiwa, operasi diindikasikan untuk semua bayi yang mengalami kondis ini, karena malformasi ini dapat diperbaiki dengan sempurna.Persiapan operasia. Prinsip umum persiapan terapi pada neonatus.b. Koreksi cairan dan elektrolit.c. Pertimbangan khusus diberikan pada atresia duodenum :- koreksi emergensi tidak dibutuhkan kecuali diduga ada malrotasi- pada obstruksi parsial yang lama, malnutrisi biasanya berat. Koreksi melalui TPN selama seminggu atau lebih sebelum operasi.Perawatan Operasia. End-to-end anastomosis, juga bisa side-to-sideb. Annulare pancreas terbaik dilakukan by pass anastomosis dari duodenum ke jejunum. Pankreas sendiri tidak diincisi.c. Eksisi terhadap web merupakan pilihan tepat bagi atresia duodenum yang berbentuk diafragmatik, setelah identifikasi ampula vateri.d. Deformitas windsock harus disangkakan dan dicari bagi semua pasien dengan atresia duodenum yang berkelanjutan. Kateter dimasukkan dari proksimal sampai distal untuk memastikan patensinya.e. Gastrostomy dilakukan jika gejalanya menetap serta perbaikan dini tidak terjadi.f. Akses pada vena sentral tatau transanastomosis tube ke dalam jejunum diindikasikan bagi nutrisi pasca operasi pada pasien yang berat.Perawatan pasca operasia. Dekompresi gaster dilakukan sampai duodenum benar-benar kosong, selanjutnya dimulai feeding. Sebagian pasien dapat diberi makan dalam seminggu setelah operasi.b. TPN atau makanan melalui jejunum terkadang dibutuhkan.c. Antibiotik tidak diindikasikan jika operasi dilakukan steril dan tidak ada gangguan vaskuler.Komplikasia.Trauma pada ampula vateri sering terjadi pada tiap operasi jika tidak diidentifikasi dengan baik. Jaundice yang meningkat paska operasi merupakan indikasi bagi scanning isotop liver untuk mengevaluasi ekskresi empedu. Operasi ulang dibutuhkan jika terdapat obstruksi.b. Jika terjadi striktur anastomosis maka diperlukan reoperasi. Pengosongan duodenum yang lambat bukan merupakan indikasi untuk reoperasi sebelum 3 minggu dan setelah dibuktikan dengan pemeriksaan radiologist.Prognosis90% penderita yang dioperasi hidup dengan baik. Mortalitas banyak tergantung pada kelainan lain yang menyertai.http://bimaariotejo.wordpress.com/2009/08/30/atresia-duodenum/BackgroundRelatively speaking, congenital duodenal atresia is one of the more common intestinal anomalies treated by pediatric surgeons, occurring 1 in 2500-5000 live births. In 25-40% of cases, the anomaly is encountered in an infant with trisomy 21 (Down syndrome).[1]The definitive intervention to correct the anomaly is surgical and consists of duodenoduodenostomy in the newborn period.History of the ProcedureCalder published the first report of duodenal obstruction in 1733 when he described 2 children with "preternatural confirmation of the guts." Both infants died, as did subsequently reported infants with this defect. Scattered reports of duodenal obstruction appeared in the European literature over ensuing years. In 1916, the first survivor was reported, yet survival in the early 20th century remained rare. Morbidity and mortality significantly improved only over the last 50 years.[2]Because of progress in pediatric anesthesia, neonatology, and surgical techniques, survival is about 90% in infants who present with this anomaly. The standard operative procedure today consists of duodenoduodenostomy via a right upper quadrant incision, although recent advancements have enabled some surgeons to repair the defect by minimally invasive means.[3, 4]Calder menerbitkan laporan pertama dari obstruksi duodenum tahun 1733. Kemudian laporan lain tentang obstruksi duodenum muncul dalam literatur-literatur Eropa pada bertahun-tahun berikutnya. Pada tahun 1916, korban pertama dilaporkan, namun kelangsungan hidup di awal abad 20 tetap langka. Morbiditas dan mortalitas meningkat secara signifikan hanya selama 50 tahun terakhir. [2] Karena kemajuan dalam anestesi pediatrik, neonatologi, dan teknik bedah, harapan hidup pada bayi yang lahir dengan anomali ini sekitar 90%. Prosedur standar operasi saat terdiri dari duodenoduodenostomy melalui insisi kuadran kanan atas, meskipun kemajuan terbaru telah memungkinkan beberapa ahli bedah untuk memperbaiki cacat dengan cara invasif minimal. [3, 4] ProblemDifferential diagnosis of neonatal upper GI obstruction includes the following: Esophageal atresia Malrotation with midgut volvulus Pyloric stenosis Duodenal atresia and stenosis Annular pancreas Preduodenal portal vein Any intestinal atresia Duodenal duplication Foreign body obstruction Hirschsprung disease Gastroesophageal refluxDuodenal obstruction may be complete or incomplete. See the images below.

Complete duodenal obstruction.

Incomplete duodenal obstruction (duodenal stenosis).Duodenal atresia is an example of complete intrinsic obstruction. Duodenal stenosis is an example of an incomplete intrinsic abnormality; however, duodenal extrinsic stenosis can occur in association with malrotation or a preduodenal portal vein. Strictly speaking, annular pancreas does not cause an extrinsic duodenal obstruction because the duodenum within the collar of an annular pancreas is intrinsically narrowed.Duodenal atresia can take many forms, but proximal and distal intestinal segments always end blindly.[5]The intestine on either side of the defect may be in apposition (type 1), separated by a fibrous cord (type 2), or gap (type 3). Regardless of atresia severity, the proximal intestinal segment is typically dilated and the distal segment empty; these are hallmarks of duodenal atresia. Although obstruction may occur anywhere within the duodenum, it is most common in the vicinity of the ampulla of Vater.Stenosis may manifest as a stricture or a perforated intraluminal diaphragm. The perforation within the diaphragm is usually singular and centrally located within the lumen of the duodenum, although variations have been reported. A windsock abnormality is a thin diaphragm that has ballooned distally as a result of peristalsis. Together, both duodenal atresia and stenosis comprise a frequent cause of intestinal obstruction in the newborn.[3]Atresia duodenum adalah contoh obstruksi intrinsik lengkap. Stenosis duodenum adalah contoh dari kelainan intrinsik yang tidak lengkap, namun, stenosis duodenum ekstrinsik dapat terjadi dalam hubungan dengan malrotation atau vena portal preduodenal. Tegasnya, pankreas annular tidak menyebabkan obstruksi duodenum ekstrinsik karena duodenum dalam kerah pankreas annular adalah penyempitan secara intrinsik.Atresia duodenum dapat berupa banyak bentuk, namun segmen usus proksimal dan distal selalu berakhir membabi buta. [5] Usus di kedua sisi cacat mungkin dalam aposisi (tipe 1), dipisahkan oleh sebuah kabel berserat (tipe 2), atau kesenjangan (tipe 3). Terlepas dari keparahan atresia, segmen usus proksimal biasanya melebar dan segmen distal kosong, ini adalah tanda dari atresia duodenum. Meskipun obstruksi mungkin terjadi di mana saja dalam duodenum, namun yang paling umum di sekitar ampula Vater.Stenosis dapat bermanifestasi sebagai striktur atau perforasi diafragma intraluminal. Perforasi dalam diafragma biasanya tunggal dan terletak di dalam lumen duodenum, meskipun variasi telah dilaporkan. Sebuah kelainan windsock adalah diafragma tipis yang telah menggelembung distal sebagai hasil dari gerakan peristaltik. Bersama-sama, baik atresia duodenum dan stenosisEpidemiologyFrequencyReported incidence rates range from 1:2,500 to 1:40,000 live births; published rates in the United States and internationally do not appear to differ. Duodenal atresia is not usually regarded as a familial condition, despite isolated reports of this condition in multiple siblings.Tingkat insiden yang dilaporkan berkisar dari 1:2,500 sampai 1:40,000 kelahiran hidup, tingkat diterbitkan di Amerika Serikat dan internasional tidak tampak berbeda. Atresia duodenum biasanya tidak dianggap sebagai kondisi kekeluargaan, meskipun laporan terisolasi dari kondisi ini dalam beberapa saudara kandung..EtiologyAlthough the underlying cause of duodenal atresia remains unknown, its pathophysiology has been well described. Frequent association of duodenal atresia or stenosis with other neonatal malformations suggests both anomalies are due to a development error in the early period of gestation. Duodenal atresia differs from other atresias of the small and large bowel, which are isolated anomalies caused by mesenteric vascular accidents during later stages of development. No predisposing maternal risk factors are known. Although up to one third of patients with duodenal atresia have Down syndrome (trisomy 21), it is not an independent risk factor for developing duodenal atresia.[3]Meskipun penyebab atresia duodenum masih belum diketahui, patofisiologi yang telah dijelaskan dengan baik. Sering disebutkan bahwa terdapat hubungan atresia duodenum atau stenosis dengan malformasi neonatal lainnya menunjukkan karena kesalahan perkembangan di masa awal kehamilan. Atresia duodenum berbeda dari atresias lain dari usus kecil dan besar, yang merupakan anomali terisolasi yang disebabkan oleh keslahan vaskular mesenterika selama tahap-tahap akhir perkembangan. Tidak ada faktor predisposisi resiko ibu yang diketahui. Meskipun hingga sepertiga pasien dengan atresia duodenum mengidap sindrom Down (trisomi 21), bukan merupakan faktor risiko independen untuk mengembangkan atresia duodenumPathophysiologyDuodenal maldevelopment occurs secondary to either inadequate endodermal proliferation (gut elongation outpaces proliferation) or failure of the epithelial solid cord to recanalize (failure of vacuolization).Multiple investigators have demonstrated that the epithelium of the duodenum proliferates during 30-60 days' gestation, completely plugging the duodenal lumen. A subsequent process termed vacuolation occurs whereby the solid duodenum is recanalized. Vacuolation is believed to occur by way of apoptosis, or programmed cell death, which occurs during normal development within the lumen of the duodenum. Occasionally, duodenal atresia is associated with annular pancreaspancreatic tissue that surrounds the entire circumference of the duodenum. This is likely due to failure of duodenal development rather than robust and/or abnormal growth of the pancreatic buds.At the cellular level, the GI tract develops from the embryonic gut, which is composed of an epithelium derived from endoderm, surrounded by cells of mesodermal origin. Cell signaling between these two embryonic layers appears to play a critical role in coordinating patterning and organogenesis of the duodenum. Sonic hedgehog genes encode members of the Hedgehog family of cell signals. Both are expressed in gut endoderm, whereas target genes are expressed in discrete layers in the mesoderm. Mice with genetically altered sonic hedgehog signaling display duodenal stenosis, which suggests that genetic defects in the sonic hedgehog family of genes may influence the development of duodenal abnormalities.Maldevelopment duodenum terjadi ecara sekunder akibat proliferasi endodermal yang tidak adekuat) atau kegagalan epitel untuk membentuk kanal.Beberapa peneliti telah menunjukkan bahwa epitel duodenum berproliferasi selama kehamilan 30-60 hari ', benar-benar memasukkan lumen duodenum. Sebuah vacuolation proses selanjutnya disebut terjadi dimana duodenum padat recanalized. Vacuolation diyakini terjadi dengan cara apoptosis, atau sel mati terprogram, yang terjadi selama perkembangan normal dalam lumen duodenum. Kadang-kadang, atresia duodenum dikaitkan dengan annular pankreas-pankreas jaringan yang mengelilingi lingkar seluruh duodenum. Hal ini mungkin karena kegagalan pembangunan duodenum daripada pertumbuhan yang kuat dan / atau abnormal dari tunas pankreas.Pada tingkat sel, saluran pencernaan berkembang dari usus embrio, yang terdiri dari epitel berasal dari endoderm, dikelilingi oleh sel asal mesodermal. Sel sinyal antara dua lapisan embrio tampaknya memainkan peran penting dalam mengkoordinasikan pola dan organogenesis dari duodenum. Sonic landak gen menyandikan anggota keluarga Hedgehog sinyal sel. Keduanya dinyatakan dalam endoderm usus, sedangkan gen target yang dinyatakan dalam lapisan diskrit dalam mesoderm. Tikus dengan diubah secara genetik stenosis landak sonic tampilan sinyal duodenum, yang menunjukkan bahwa cacat genetik dalam keluarga landak sonic gen dapat mempengaruhi perkembangan kelainan duodenum.PresentationDuodenal atresia is a disease of newborn infants. Cases of duodenal stenosis or perforated duodenal web (diaphragm) rarely remain undiagnosed until childhood or adulthood; these cases represent the exception rather than the rule. Duodenal atresia appears to be equally distributed between infants of both sexes, with no reported predilection for one race.The use of modern ultrasonography has allowed many infants with duodenal obstruction to be identified prenatally. In a large cohort study of 18 different congenital malformation registries from 11 European countries, 52% of infants with duodenal obstruction were identified in utero.[6]Duodenal obstruction is characterized by a double-bubble sign on prenatal ultrasonography. The first bubble corresponds to the stomach and the second to the postpyloric and prestenotic dilated duodenal loop. Prenatal diagnosis allows the mother the opportunity to receive prenatal counseling and to consider delivery at or near a tertiary care facility that is able to care for infants with GI anomalies.[6, 7]Presenting symptoms and signs are the result of high intestinal obstruction. Duodenal atresia is typically characterized by onset of vomiting within hours of birth. While vomitus is most often bilious, it may be nonbilious because 15% of defects occur proximal to the ampulla of Vater. Occasionally, infants with duodenal stenosis escape detection of an abnormality and proceed into childhood or, rarely, into adulthood before a partial obstruction is noted. Nevertheless, one should assume any child with bilious vomiting has a proximal GI obstruction until proven otherwise, and further workup should be begun expeditiously.Once delivered, an infant with duodenal atresia typically has a scaphoid abdomen. One may occasionally note epigastric fullness from dilation of the stomach and proximal duodenum. Passing meconium within the first 24 hours of life is not usually altered. Dehydration, weight loss, and electrolyte imbalance soon follow unless fluid and electrolyte losses are adequately replaced. If intravenous (IV) hydration is not begun, a hypokalemic/hypochloremic metabolic alkalosis with paradoxical aciduria develops, as with other high GI obstruction. An orogastric (OG) tube in an infant with suspected duodenal obstruction typically yields a significant amount of bile-stained fluid.Atresia duodenum adalah penyakit bayi baru lahir. Kasus stenosis duodenum atau web duodenum perforasi (diafragma) jarang tetap tidak terdiagnosis sampai masa kanak-kanak atau dewasa, kasus ini merupakan pengecualian daripada aturan. Atresia duodenum tampaknya merata antara bayi dari kedua jenis kelamin, tanpa predileksi dilaporkan untuk satu ras.Penggunaan ultrasonografi modern telah memungkinkan banyak bayi dengan obstruksi duodenum untuk diidentifikasi sebelum lahir. Dalam sebuah studi kohort besar dari 18 pendaftar kelainan bawaan yang berbeda dari 11 negara Eropa, 52% bayi dengan obstruksi duodenum diidentifikasi dalam rahim [6] obstruksi duodenum ditandai oleh tanda double-bubble pada ultrasonografi prenatal.. Gelembung pertama sesuai dengan perut dan yang kedua untuk loop postpyloric dan prestenotic duodenum melebar. Diagnosis prenatal memungkinkan ibu kesempatan untuk menerima konseling prenatal dan mempertimbangkan pengiriman di atau dekat fasilitas perawatan tersier yang mampu merawat bayi dengan anomali GI [6, 7].Menyajikan gejala dan tanda-tanda adalah hasil dari obstruksi usus tinggi. Atresia duodenum biasanya ditandai dengan onset muntah dalam beberapa jam setelah lahir. Sementara muntah yang paling sering empedu, mungkin nonbilious karena 15% dari cacat terjadi proksimal ke ampula Vater. Kadang-kadang, bayi dengan stenosis melarikan diri deteksi duodenum suatu kelainan dan melanjutkan ke masa kanak-kanak atau, jarang, menjadi dewasa sebelum obstruksi parsial dicatat. Namun demikian, kita harus berasumsi setiap anak dengan muntah empedu memiliki obstruksi GI proksimal sampai terbukti sebaliknya, dan pemeriksaan lebih lanjut harus dimulai secepatnya.Setelah disampaikan, bayi dengan atresia duodenum biasanya memiliki perut skafoid. Satu sesekali dapat mencatat kepenuhan epigastrium dari pelebaran lambung dan duodenum proksimal. Melewati mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan biasanya tidak diubah. Dehidrasi, penurunan berat badan, dan ketidakseimbangan elektrolit segera menyusul kecuali cairan dan elektrolit kerugian secara memadai diganti. Jika intravena (IV) hidrasi tidak dimulai, alkalosis hipokalemia / hypochloremic metabolik dengan aciduria paradoks berkembang, seperti obstruksi GI tinggi lainnya. Sebuah orogastric (OG) tabung pada bayi dengan obstruksi duodenum diduga biasanya menghasilkan sejumlah besar diwarnai empedu cairan.IndicationsAlthough duodenal atresia is a surgically treated disease, operating on an infant with duodenal obstruction in the middle of the night is unnecessary. Only 2 limitations apply to timing the repair: stabilization of the fluid and electrolyte balance and exclusion of overwhelming congenital defects that would preclude use of a general anesthetic (ie, complex congenital heart disease). Correction can begin any time after these issues are addressed and optimized.Meskipun atresia duodenum adalah penyakit pembedahan diobati, operasi pada bayi dengan obstruksi duodenum di tengah malam tidak diperlukan. Hanya 2 keterbatasan berlaku untuk waktu perbaikan: stabilisasi keseimbangan cairan dan elektrolit dan pengucilan cacat bawaan yang luar biasa yang akan menghalangi penggunaan anestesi umum (misalnya, penyakit jantung bawaan yang kompleks). Koreksi dapat mulai kapan saja setelah masalah ini ditangani dan dioptimalkan.Relevant AnatomyRelevant anatomy of duodenal atresia is addressed in Problem. Anatomi yang relevan dari atresia duodenum dibahas dalam Soal.ContraindicationsContraindications to immediate repair include electrolyte or fluid balance disturbances; severe cardiac defects, which should be repaired prior to addressing the duodenal abnormality; and severe respiratory insufficiency that would preclude a safe operation. Infants can be maintained on orogastric OG suction and intravenous nutrition with aggressive repletion of fluid and electrolyte losses while these life-threatening issues are addressed.Kontraindikasi terhadap perbaikan segera meliputi gangguan keseimbangan elektrolit atau cairan, cacat jantung yang parah, yang harus diperbaiki sebelum mengatasi kelainan duodenum, dan insufisiensi pernafasan parah yang akan menghalangi operasi yang aman. Bayi dapat dipertahankan pada hisap OG orogastric dan nutrisi intravena dengan kepuasan agresif cairan dan elektrolit kerugian sementara ini mengancam jiwa masalah ini ditangani.Laboratory StudiesThe following studies are indicated in duodenal atresia: Serum electrolytes Once delivered, neonates must be resuscitated well and electrolyte disturbances must be corrected prior to repair of duodenal atresia. If duodenal atresia is diagnosed early, electrolyte and fluid balance should be normal. If the diagnosis is delayed at all, laboratory assessment of electrolyte and fluid status is imperative for an infant with duodenal atresia. As noted above, prolonged vomiting can result in a hypokalemic/hypochloremic metabolic alkalosis with paradoxical aciduria. Obtain blood to measure serum electrolytes in order to confirm electrolyte status to prepare for adequate resuscitation. Urinalysis Urine specific gravity can serve as a reliable indicator of fluid status. Fluid status can also be adequately assessed by urine output, capillary refill, mucous membrane examination, and fontanelle character. Chromosome analysis: When trisomy 21 is suspected, a full genetic analysis should be performed; however, but this is not necessary to obtain prior to operative repair of the duodenal anomaly.

Penelitian berikut ini ditunjukkan dalam atresia duodenum: Serum elektrolito Setelah disampaikan, neonatus harus diresusitasi dengan baik dan gangguan elektrolit harus diperbaiki sebelum perbaikan atresia duodenum.o Jika atresia duodenum yang didiagnosis dini, elektrolit dan keseimbangan cairan harus normal. Jika diagnosis tertunda sama sekali, penilaian laboratorium elektrolit dan status cairan sangat penting bagi bayi dengan atresia duodenum. Sebagaimana disebutkan di atas, muntah berkepanjangan bisa mengakibatkan alkalosis hipokalemia / hypochloremic metabolik dengan aciduria paradoks.o Mendapatkan darah untuk mengukur elektrolit serum untuk mengkonfirmasi statusnya elektrolit untuk mempersiapkan resusitasi yang memadai. Urinalisiso Urine gravitasi spesifik dapat berfungsi sebagai indikator yang dapat diandalkan status cairan.o Status Cairan juga dapat dinilai cukup dengan output urine, pengisian kapiler, pemeriksaan selaput lendir, dan karakter ubun. Analisis Kromosom: Ketika trisomi 21 diduga, analisis genetik penuh harus dilakukan, namun, tetapi hal ini tidak diperlukan untuk mendapatkan perbaikan sebelum operasi dari anomali duodenum.

Imaging Studies Prenatal ultrasonography Perform prenatal ultrasonography during any pregnancy with associatedpolyhydramnios. Examination of a fetus with duodenal atresia may reveal a dilated fluid-filled stomach and duodenum in addition to other (eg, cardiac) abnormalities. However, absence of these findings does not rule out duodenal obstruction. Fetal vomiting may be associated with normal ultrasonographic findings in the presence of a duodenal atresia. Mothers with amniotic fluid abnormalities should be monitored with repeat scans. Prenatal ultrasonography does not detect duodenal stenosis. Diagnosis prior to birth enables prenatal consultation with a pediatric surgeon and provides parents an opportunity to discuss plans for postnatal care and management. Erect and recumbent plain radiography of the abdomen When duodenal atresia is suspected, erect and recumbent plain radiography of the abdomen should be the first imaging study obtained. A characteristic finding of duodenal obstruction is the double-bubble image of an air-filled stomach proximal to an air-filled first portion of the duodenum. Absence of gas in the remaining small and large bowel suggests atresia, whereas scattered amounts of gas distal to the obstruction suggests stenosis or malrotation/volvulus. Cardiac and/or renal ultrasonography: Ultrasonography of the heart and kidneys may be warranted to identify potentially life-threatening abnormalities prior to definitive repair of the duodenal obstruction. Upper GI contrast evaluation Upper GI contrast evaluation in the infant with duodenal atresias is unnecessary unless correction is going to be delayed. An upper GI contrast study may be useful if surgery is delayed to detect the presence of malrotation with midgut volvulus or to confirm the presence of an intrinsic duodenal obstruction.

Prenatal ultrasonografi Lakukan ultrasonografi prenatal dalam setiap kehamilan dengan associatedpolyhydramnios. Pemeriksaan janin dengan atresia duodenum dapat mengungkapkan perut berisi cairan melebar dan duodenum selain lain (misalnya, jantung) kelainan. Namun, tidak adanya temuan tidak mengesampingkan obstruksi duodenum. muntah janin dapat dikaitkan dengan temuan ultrasonografi normal adanya atresia duodenum. Ibu dengan kelainan cairan ketuban harus dipantau dengan scan ulang. ultrasonografi Prenatal tidak mendeteksi stenosis duodenum. Diagnosis sebelum kelahiran memungkinkan konsultasi prenatal dengan dokter bedah anak dan orang tua memberikan kesempatan untuk mendiskusikan rencana untuk perawatan setelah melahirkan dan manajemen. radiografi polos tegak dan RACKBIKE perut Bila atresia duodenum diduga, radiografi polos tegak dan berbaring perut harus pertama kalinya studi citra yang diperoleh. Karakteristik menemukan obstruksi duodenum adalah gambar ganda-gelembung perut berisi udara proksimal ke bagian berisi udara pertama duodenum. Tidak adanya gas di usus kecil dan besar yang masih tersisa menunjukkan atresia, sedangkan jumlah tersebar gas distal obstruksi menunjukkan stenosis atau malrotation / volvulus. Jantung dan / atau ginjal USG: Ultrasonografi jantung dan ginjal dapat dibenarkan untuk mengidentifikasi berpotensi mengancam nyawa kelainan sebelum perbaikan definitif dari obstruksi duodenum. Atas GI kontras evaluasi Atas GI kontras evaluasi pada bayi dengan atresias duodenum tidak perlu kecuali koreksi akan tertunda. Sebuah studi GI kontras atas mungkin berguna jika operasi ditunda untuk mendeteksi keberadaan malrotation dengan volvulus midgut atau mengkonfirmasi adanya obstruksi duodenum intrinsik

Histologic Findings Histologic examination is rarely performed or necessary because repair does not involve removal of the obstruction.

Pemeriksaan histologis jarang dilakukan atau diperlukan karena perbaikan tidak melibatkan penghapusan obstruksi.

Medical TherapyNo medical therapies are available for the definitive treatment of duodenal atresia or stenosis; all treatment is surgical. Adequate intravenous (IV) hydration, total parenteral nutrition, and gastric decompression are essential until the neonate has been stabilized for surgical repair.Tidak ada terapi medis yang tersedia untuk pengobatan definitif atresia duodenum, pengobatan satu-satunya adalah bedah. Hidrasi intravena (IV), nutrisi parenteral total, dan dekompresi lambung sangat penting sampai neonatus telah stabil untuk perbaikan bedah.Surgical TherapyDuodenal atresia and stenosis are treated surgically. In patients with duodenal obstruction, a duodenoduodenostomy is the most commonly performed procedure. A duodenojejunostomy is now uncommonly performed due to its higher risk of long-term complications. Duodenal repair may be performed via a right upper quadrant incision, an umbilical incision, or laparoscopically, depending on surgeon preference.[8]Atresia duodenum dan stenosis diperlakukan pembedahan. Pada pasien dengan obstruksi duodenum, duodenoduodenostomi adalah prosedur yang paling umum dilakukan. Duodenojejunostomy Sebuah kini jarang dilakukan karena risiko tinggi dari komplikasi jangka panjang. Perbaikan duodenum dapat dilakukan melalui sayatan kuadran kanan atas, insisi pusar, atau laparoskopi, tergantung pada preferensi ahli bedah. [8]Preoperative DetailsLittle preoperative preparation is necessary if the diagnosis is secured within the first 24 hours. Placement of an orogastric (OG) tube and maintenance of intravenous (IV) hydration is mandatory in all infants with duodenal obstruction. If prolonged OG suction is necessary, IV fluid replacement of the gastric aspirate with one half normal saline with added potassium should be administered. Prior to proceeding with operative repair, the surgeon should ensure that both fluid and electrolyte derangements are adequately corrected. The surgeon should also perform a thorough examination of the infant, with special attention to cardiac and pulmonary function before undertaking duodenal repair.

Persiapan pra operasi kecil diperlukan jika diagnosis dipastikan dalam 24 jam pertama. Penempatan tabung orogastrik (OG) dan pemeliharaan cairan intravena (IV) adalah wajib pada semua bayi dengan obstruksi duodenum. Jika berkepanjangan, hisap OG diperlukan, cairan IV mengganti aspirasi lambung dengan dosis satu setengah saline normal dengan tambahan kalium harus diberikan. Sebelum melanjutkan dengan perbaikan operasi, ahli bedah harus memastikan bahwa kedua cairan dan gangguan elektrolit yang memadai dikoreksi. Dokter bedah juga harus melakukan pemeriksaan menyeluruh pada bayi, dengan perhatian khusus pada fungsi jantung dan paru sebelum melakukan perbaikan duodenum.Intraoperative DetailsAs with all neonatal surgery, pay attention to preserving body temperature. Coordination with an anesthesiologist with specialized training in neonatal surgery is advantageous when possible because advances in pediatric anesthesia have contributed to improved overall survival of these infants. When ready to proceed, the abdomen is entered through a transverse skin incision begun 2 cm above the umbilicus from the midline and extending approximately 5 cm into the right upper quadrant (see the image below).Bila sudah siap untuk melakukan, perut dibuka melalui sayatan kulit melintang mulai 2 cm di atas umbilikus dari garis tengah dan memanjang sekitar 5 cm ke dalam kuadran kanan atas (lihat gambar di bawah).Incision for duodenal exposure.Divide the abdominal musculature transversely using cautery. For adequate exposure, carefully retract the liver superiorly and pack Morisons pouch with laparotomy pads.Disayat otot-otot perut melintang menggunakan kauter. Untuk eksplorisasi yang memadai, dengan hati-hati tarik hati superior dan kantong pak Morison dengan bantalan laparotomi.

Thoroughly explore the abdomen for evidence of other abnormalities. Then mobilize the duodenum using the Kocher maneuver and use an OG tube to determine the location of the obstruction without opening the stomach. The stomach and proximal duodenum are often thickened and dilated. When a significant gap is present between the proximal and distal ends, the distal duodenum must be adequately mobilized.Lakukan eksplorisasi secara menyeluruh rongga abdomen untuk menemukan kelainan rongga abdomen lainnya. Kemudian memobilisasi duodenum menggunakan manuver Kocher dan menggunakan tabung OG untuk menentukan lokasi obstruksi tanpa membuka lambung. Lambung dan duodenum proksimal sering menebal dan melebar. Ketika terdapat kesenjangan yang signifikan antara ujung proksimal dan distal, duodenum distal harus dimobilisasi dengan baik.The authors prefer a duodenoduodenostomy for repair, when possible. This may be performed in either a side-to-side or a diamond-shaped fashion (authors' preference). For the side-to-side technique (see the image below), make parallel incisions in both the proximal and distal segments.Dilakukan duodenoduodenostomy untuk perbaikan, jika memungkinkan. Hal ini dapat dilakukan baik di sisi- ke- sisi atau berbentuk berlian (preferensi penulis '). Untuk teknik side-to-side (lihat gambar di bawah), dibuat sayatan paralel di kedua segmen proksimal dan distal.Side-to-side duodenoduodenostomy. With gentle pressure on the gallbladder, document the site of the ampulla of Vater. Examine the distal segment for other atresias or webs by passing a small red rubber catheter through the distal duodenotomy because 1-3% of patients with duodenal atresia have an additional distal small intestinal atresia.Dengan lembut tekan pada kandung empedu, tentukan letak ampula Vater. Periksa segmen distal untuk atresias lain atau jaring dengan melewatkan kateter karet merah kecil melalui duodenotomy distal karena 1-3% dari pasien dengan atresia duodenum memiliki atresia tambahan pada usus kecil distal.When ready to proceed, the authors' preference is a single layer anastomosis with 4.0 or 5.0 PDS or Vicryl suture. Some surgeons prefer a 2-layer closure; the internal layer is completed with a running 4.0 Vicryl, and Lembert sutures of 5.0 silk are used for the outer layer. The authors prefer a diamond-shaped repair (see the image below), whereby the duodenotomies are created differently.Kemudian lakukan langkah selanjutnya yaitu anastomosiskan lapisan tunggal dengan melakukan jahitanmenggunakan 4,0 atau 5,0 PDS atau Vicryl. Beberapa ahli bedah lebih suka melakukan penutupan terhadap 2-lapisan; lapisan internal dijagit secara berjalan dengan Vicryl 4,0 berjalan, dan jahitan Lembert dengann benang sutra 5.0 yang digunakan untuk lapisan luar. Para penulis lebih memilih perbaikan berbentuk berlian (lihat gambar di bawah), dimana duodenotomies diciptakan berbeda.Diamond-shaped duodenoduodenostomy.Make a transverse incision in the caudal end of the proximal duodenum and a longitudinal incision of the same length in the distal segment. Stay sutures on the proximal segment are often helpful prior to proceeding with the anastomosis. The latter can be accomplished in a single layer (authors' preference) or double layer as described above. When completed, the duodenoduodenostomy assumes the shape of a diamond.Buat sayatan melintang di bagian kaudal duodenum proksimal dan sayatan memanjang dengan panjang yang sama di segmen distal. Jahitkan pada segmen proksimal sering membantu dalam anastomosis. Yang terakhir ini dapat dicapai dalam satu lapisan (preferensi penulis ') atau lapisan ganda seperti dijelaskan di atas. Ketika selesai, duodenoduodenostomy mengasumsikan bentuk berlian.

In patients with a duodenal web, the surgeon can identify the site of the web's origin by passing the OG tube through the pylorus into the duodenum and noting the indentation of the duodenal wall caused by tenting of the web. A duodenotomy can be performed along the site of this indentation. Again, prior to repair, examine the distal duodenum for a second defect. Thereafter, the surgeon must identify the ampulla and note its relationship to the web because the medial portion of most of these defects is located close to the ampulla. Accordingly, excision of the web should proceed from the lateral duodenal wall, leaving the medial third of the web alone to avoid damaging the sphincter of Oddi or ampulla. Oversew the resection line with 4.0 Dexon and close the duodenotomy either longitudinally or transversely in one layer as described above.Pada pasien dengan web duodenum, ahli bedah dapat mengidentifikasi situs asal Web dengan melewati tabung OG melalui pilorus ke dalam duodenum dan mencatat lekukan pada dinding duodenum yang disebabkan oleh tenting dari web. Duodenotomy A dapat dilakukan sepanjang situs lekukan ini. Sekali lagi, sebelum dilakukan perbaikan, periksa duodenum distal untuk mencari cacat kedua. Setelah itu, ahli bedah harus mengidentifikasi ampula dan perhatikan hubungannya dengan web karena bagian pada medial sebagian besar cacat terletak dekat ampula. Dengan demikian, eksisi web tersebut harus dilanjutkan dari dinding duodenum lateral, meninggalkan ketiga medial web sendiri untuk menghindari kerusakan pada sfingter Oddi atau ampula. Dijahit garis reseksi dengan 4,0 Dexon dan tutup duodenotomy baik secara longitudinal maupun melintang dalam satu lapisan seperti dijelaskan di atas.

In patients with an annular pancreas, pancreatic tissue should not be divided for fear of pancreatic fistula. Instead, a diamond-type or side-to-side duodenoduodenostomy is recommended. Patients who present with associated malrotation should undergo a Ladd procedure at the time of duodenal repair. Although gastrostomy tubes were often used in the past, complications associated with their placement and long-term problems with gastroesophageal reflux (following gastrostomy) have prompted the authors to avoid these adjuncts, except in cases where gastrostomy is likely to be needed in the future (ie, an infant with trisomy 21 and complex congenital heart disease).[9]

Pada pasien dengan pankreas annular, jaringan pankreas tidak harus disayat karena ditakutkan terjadi fistula pankreas. Sebaliknya, sebuah duodenoduodenostomy jenis berlian- atau side-to-side dianjurkan. Pasien yang memiliki malrotation terkait harus menjalani prosedur Ladd pada saat perbaikan duodenum. Meskipun tabung gastrostomy sering digunakan di masa lalu, komplikasi yang terkait dengan penempatan dan masalah jangka panjang dengan gastroesophageal reflux (gastrostomy berikut) telah mendorong penulis untuk menghindari tambahan berarti, kecuali dalam kasus di mana gastrostomy kemungkinan akan dibutuhkan di masa depan ( yaitu, bayi dengan trisomi 21 dan penyakit jantung bawaan yang kompleks) [9].If possible, the authors prefer placement a small, transanastomotic feeding tube (5F silastic nasojejunal feeding tube) across the anastomosis to facilitate postoperative enteral feeding. The authors also always leave an OG tube in place for gastric decompression. One should consider placing a peripheral intravenous central catheter (PICC) or central intravenous catheter at the time of operation because of the expected prolonged ileus and the need for parenteral nutrition.Jika memungkinkan, penulis lebih memilih penempatan, kecil makan tabung transanastomotic (5F silastic tabung pengisi nasojejunal) di seluruh anastomosis untuk memfasilitasi makanan enteral pascaoperasi. Para penulis juga selalu meninggalkan tabung OG di tempat untuk dekompresi lambung. Satu harus mempertimbangkan menempatkan kateter sentral perifer intravena (PICC) atau kateter intravena sentral pada saat operasi karena ileus berkepanjangan yang diharapkan dan kebutuhan nutrisi parenteral.

Many patients have a very dilated proximal duodenum at the time of initial repair. In patients with an extensively floppy and distended duodenum (megaduodenum) with persistent symptoms of obstruction, an antimesenteric tapering duodenoplasty can be used to address duodenal dysmotility. An autostapling device is the most common method to resect excess duodenal tissue. Alternatively, resection with a 2-layer closure or plication with interrupted sutures over a dilator can be used. In most cases, the proximal dilatation of the duodenum resolves with time after a successful duodenoduodenostomy. A small number of infants develop megaduodenum later in life. However, the authors do not recommend duodenoplasty at the initial operation.[10, 11]Banyak pasien memiliki duodenum proksimal yang sangat melebar pada saat perbaikan awal. Pada pasien dengan duodenum luas floppy dan buncit (megaduodenum) dengan gejala obstruksi persisten, sebuah duodenoplasty meruncing antimesenteric dapat digunakan untuk mengatasi dysmotility duodenum. Sebuah perangkat autostapling adalah metode yang paling umum untuk reseksi jaringan duodenum berlebih. Atau, reseksi dengan penutupan 2-layer atau lipatan dengan jahitan terputus selama dilator dapat digunakan. Dalam kebanyakan kasus, dilatasi proksimal duodenum menyelesaikan dengan waktu setelah duodenoduodenostomy sukses. Sejumlah kecil bayi mengembangkan megaduodenum di kemudian hari. Namun, penulis tidak merekomendasikan duodenoplasty pada operasi awal [10, 11].

Close the abdominal wound in layers. Close the peritoneum and posterior fascia separately from the anterior fascia, using 4.0 PDS or Vicryl suture. Close the skin with a running subcuticular suture of 5.0 Vicryl.Tutup luka perut perlapisan. Tutup peritoneum dan fasia posterior terpisah dari fasia anterior, menggunakan 4,0 PDS atau jahitan Vicryl. Tutup kulit dengan jahitan subkutikular dengan benang 5,0 Vicryl.An umbilical approach for the treatment of pyloric stenosis was described in 1986; recently, this incision has been applied to other intra-abdominal anomalies such as duodenal atresia and stenosis. A semicircular umbilical incision is made in a skin fold and the peritoneum is entered in the midline. The pliability of the neonatal abdominal wall allows retraction to expose the right upper quadrant. Repair of the duodenal anomaly proceeds in a similar fashion as described above.[12, 13]Sebuah pendekatan pusar untuk pengobatan stenosis pilorus digambarkan pada tahun 1986, baru-baru ini, sayatan ini telah diterapkan untuk lainnya intra-abdominal anomali seperti atresia duodenum dan stenosis. Sebuah insisi pusar berbentuk setengah lingkaran yang dibuat di lipatan kulit dan peritoneum yang dimasukkan di garis tengah. The kelenturan dari dinding perut neonatal memungkinkan pencabutan untuk mengekspos kuadran kanan atas. Perbaikan dari hasil anomali duodenum dengan cara yang sama seperti dijelaskan di atas [12, 13].For the laparoscopic approach, neonatal laparoscopic instruments (3 mm) and trocars are used. The patient is placed supine at the end of the operating table. The operating surgeon stands at the patient's feet. The abdomen is insufflated through a 5-mm umbilical port. Two other ports, one 3 mm and one 5 mm are placed in the right lower quadrant and left mid quadrant, respectively. The left mid-quadrant port is placed for the introduction of suture. At times, a fourth port is placed in the right upper quadrant to retract the liver. After the duodenum is Kocherized, the site of the obstruction typically becomes easily visible. A standard diamond anastomosis is then performed using interrupted sutures or u-clips (see the image below).[14, 8]Untuk pendekatan laparoskopi, instrumen laparoskopi neonatal (3 mm) dan trocars digunakan. Pasien ditempatkan terlentang di ujung meja operasi. Para ahli bedah operasi berdiri di kaki pasien. Perut ini insufflated melalui port pusar 5-mm. Dua port lainnya, salah satu 3 mm dan satu 5 mm ditempatkan di kuadran kanan bawah dan kiri kuadran pertengahan, masing-masing. Pertengahan-kuadran kiri port ditempatkan untuk pengenalan jahitan. Pada kali, port keempat ditempatkan di kuadran kanan atas untuk menarik hati. Setelah duodenum adalah Kocherized, tempat obstruksi biasanya menjadi mudah terlihat. Sebuah berlian anastomosis standar kemudian dilakukan dengan menggunakan jahitan terganggu atau u-klip (lihat gambar di bawah) [14, 8].Upper GI contrast study following laparoscopic duodenal atresia repair. No leak is present, and an open anastomosis is shown. The white arrow highlights the anastomosis, which was performed using u-clips.As with the open repair, stay sutures are placed at each corner to facilitate the anastomosis. The distal bowel is then examined to identify another distal atretic segment or suggestion of a web. Once completed, the ports are removed and the sites are closed with absorbable suture.Seperti dengan perbaikan terbuka, jahitan tinggal ditempatkan di setiap sudut untuk memfasilitasi anastomosis. Usus distal kemudian diperiksa untuk mengidentifikasi segmen lain atresia distal atau saran dari web. Setelah selesai, port akan dihapus dan situs yang ditutup dengan jahitan diserapOne retrospective case series compared the right upper quadrant incision to a laparoscopic repair for duodenal atresia or stenosis.[15]Fourteen patients were in the open group, and 15 patients were in the laparoscopic cohort. No anastomotic leaks were reported in either group. Patients that underwent a laparoscopic repair were advanced to full feeding quicker (9 d vs 17 d) and were discharged from the hospita sooner (13 d vs 20 d) compared with patients who underwent open repair..One series kasus retrospektif membandingkan sayatan kuadran kanan atas untuk perbaikan laparoskopi untuk atresia duodenum atau stenosis [15] Empat belas pasien. Berada di kelompok terbuka, dan 15 pasien berada dalam kelompok laparoskopi. Tidak ada kebocoran anastomotic dilaporkan dalam kelompok baik. Pasien yang menjalani perbaikan laparoskopi yang maju ke makan penuh lebih cepat (9 d vs 17 d) dan dipulangkan dari rumah sakit lebih cepat (13 vs d 20 d) dibandingkan dengan pasien yang menjalani perbaikan terbuka.

Postoperative DetailsNutrition should be provided by intravenous alimentation or via a transanastomotic feeding tube. Maintain low intermittent suction on an OG tube until stool is passed and drainage from the OG is less than 1 mL/kg/h and is clear. Feeding can then be advanced slowly by mouth.Nutrisi harus diberikan melalui intravena atau melalui slang transanastomotic. Pertahankan hisapan tabung OG dengan intermiten rendah sampai feses bisa dilewatkan dan drainase dari OG kurang dari 1 mL / kg / jam. Makanan dapat diberikan perlahan-lahan melalui mulut.Follow-upSee infants 2 weeks following discharge from the neonatal intensive care unit to assess wound healing and ensure adequacy of nutrition and gastrointestinal function. Thereafter, see infants on a yearly basis to assess for the long-term complications of duodenal repair and to ensure that current practices are not contributing to long-term morbidity.Lihat bayi 2 minggu setelah cairan yang keluar dari unit perawatan intensif neonatal untuk menilai penyembuhan luka dan memastikan kecukupan nutrisi dan fungsi pencernaan. Setelah itu, lihat bayi secara tahunan untuk menilai untuk komplikasi jangka panjang dari perbaikan duodenum dan untuk memastikan bahwa praktek saat ini tidak berkontribusi terhadap morbiditas jangka panjang.ComplicationsDespite improvements in early mortality rates, as many as 22% of children may incur late complications. Late complications include blind-loop syndrome, megaduodenum with altered duodenal motility, gastritis with duodenal-gastric reflux,peptic ulcer, esophagitis and gastroesophageal reflux,pancreatitis, andcholecystitis. Blind-loop syndrome can be corrected by conversion to a duodenoduodenostomy. Megaduodenum with abnormal duodenal motility can be addressed by performing a tapering duodenoplasty. Today, these issues may be addressed at the time of initial operation by performing the duodenoduodenostomy along with duodenoplasty when necessary.[16, 17, 18]Meskipun ada peningkatan dalam angka kematian dini, sebanyak 22% anak-anak dapat terkena komplikasi terlambat. Komplikasi akhir termasuk buta loop sindrom, megaduodenum dengan motilitas duodenum diubah, gastritis dengan duodenum-lambung refluks, ulkus peptikum, esofagitis dan refluks gastroesophageal, pankreatitis, andcholecystitis. Blind-loop sindrom dapat dikoreksi dengan konversi ke duodenoduodenostomy a. Megaduodenum dengan motilitas normal duodenum dapat diatasi dengan melakukan duodenoplasty meruncing. Hari ini, isu-isu ini dapat ditangani pada saat operasi awal dengan melakukan duodenoduodenostomy bersama dengan duodenoplasty bila diperlukan [16, 17, 18].Outcome and PrognosisThe overall mortality rate for infants with duodenal atresia was 33% in a large series published in 1967. Today, the early mortality rate associated with this condition has declined to approximately 3% in most series. Most deaths occurring in association with duodenal atresia are attributed to the presence of multiple associated anomalies (usually complex cardiac defects). Improvement in survival rates is most likely a result of advances in neonatal care such as high-frequency ventilation, surfactant supplementation, nutritional support, pediatric anesthesia, and sophisticated cardiac surgery. Long-term survival is excellent at rates reported between 86% and 90%.Angka kematian keseluruhan untuk bayi dengan atresia duodenum adalah 33% dalam serangkaian besar yang diterbitkan pada tahun 1967. Saat ini, tingkat kematian dini terkait dengan kondisi ini telah menurun menjadi sekitar 3% dalam seri kebanyakan. Sebagian besar kematian terjadi dalam hubungan dengan atresia duodenum yang dikaitkan dengan kehadiran anomali terkait beberapa (cacat jantung biasanya kompleks). Peningkatan tingkat kelangsungan hidup kemungkinan besar akibat dari kemajuan dalam perawatan neonatal seperti frekuensi tinggi ventilasi, suplementasi surfaktan, dukungan nutrisi, anestesi pediatrik, dan bedah jantung canggih. Kelangsungan hidup jangka panjang yang sangat baik dengan harga yang dilaporkan antara 86% dan 90%.Future and ControversiesEndoscopic excision of a duodenal web is possible but is not widely practiced and is of questionable efficacy because of the precision required to avoid damaging the ampulla when excising the membrane. Laparoscopic duodenoduodenostomy is a reasonable undertaking when the surgeon is comfortable with advanced minimally invasive techniques in infants. The ideal candidate for a laparoscopic intervention is an infant of reasonable size (>2.5 kg) without significant congenital cardiac disease. The latter may preclude maintenance of a pneumoperitoneum, which is necessary to complete the procedure safely.Timing for the initiation of oral feeds has been traditionally based on return of bowel function (ie, passage of stool, decreased orogastric [OG] tube aspirate volume and change from bilious to clear gastric fluid). However, routine postoperative fluoroscopic evaluation for duodenal leak after laparoscopic repair has contributed to earlier initiation of oral feeds and quicker discharge from the hospital. Routine use of fluoroscopic evaluation, regardless of the technique of duodenal repair, may reduce the need for parenteral nutrition and decrease the length of hospital stays.[15]The value of gastrostomy at the time of duodenal repair remains controversial. In 1969, some 80% of pediatric surgeons surveyed routinely used gastrostomy. Some purport large-caliber gastrostomy offers better gastric drainage when compared to an OG tube, but the authors have had little difficulty in achieving adequate gastric decompression with OG tubes. The authors believe that a gastrostomy tube adds no advantage in postoperative management, and it may contribute to late development of gastroesophageal reflux.The authors use a transanastomotic feeding tube when it can be easily accomplished at the time of surgery. If the tube does not easily pass into the upper jejunum, attempts to place it are abandoned. A transanastomotic tube protects the anastomosis in the early postoperative period when reinstituting feeding and has low risk of causing postoperative complications. Previous worries of anastomotic complications following transanastomotic tube placement are no longer justified. The slender silicone character of newer tubes remains supple in the lumen of the bowel unlike earlier polythene and plastic tubes, which hardened in situ. Nevertheless, pediatric surgeons remain divided in their use of transanastomotic tubes.Eksisi endoskopik web duodenum adalah mungkin, tetapi tidak banyak dipraktekkan dan keberhasilan dipertanyakan karena presisi yang diperlukan untuk menghindari kerusakan ampula ketika excising membran. Laparoskopi duodenoduodenostomy adalah usaha yang wajar ketika ahli bedah yang nyaman dengan teknik invasif minimal canggih pada bayi. Kandidat yang ideal untuk intervensi laparoskopi adalah bayi wajar ukuran (> 2,5 kg) tanpa penyakit jantung bawaan yang signifikan. Yang terakhir ini mungkin menghalangi pemeliharaan pneumoperitoneum, yang diperlukan untuk menyelesaikan prosedur dengan aman.Waktu untuk inisiasi feed lisan secara tradisional didasarkan pada kembalinya fungsi usus (yaitu, bagian dari tinja, penurunan orogastric [OG] tabung Volume aspirasi dan perubahan dari empedu untuk membersihkan cairan lambung). Namun, evaluasi fluoroscopic rutin pasca operasi untuk kebocoran duodenum setelah perbaikan laparoskopi telah memberikan kontribusi untuk inisiasi awal dari makanan oral, dan debit lebih cepat dari rumah sakit. Penggunaan rutin evaluasi fluoroscopic, terlepas dari teknik perbaikan duodenum, dapat mengurangi kebutuhan akan nutrisi parenteral dan mengurangi panjang tetap rumah sakit. [15]Nilai gastrostomy pada saat perbaikan duodenum masih kontroversial. Pada tahun 1969, sekitar 80% dari ahli bedah anak yang disurvei gastrostomy rutin digunakan. Beberapa mengaku kaliber besar gastrostomy menawarkan drainase yang lebih baik lambung bila dibandingkan dengan tabung OG, tetapi penulis memiliki sedikit kesulitan dalam mencapai dekompresi lambung memadai dengan tabung OG. Para penulis percaya bahwa tabung gastrostomy menambahkan ada keuntungan dalam manajemen pasca operasi, dan dapat berkontribusi pada pengembangan akhir gastroesophageal reflux.Para penulis menggunakan slang transanastomotic ketika dapat dengan mudah dicapai pada saat operasi. Jika tabung tidak mudah masuk ke dalam jejunum bagian atas, upaya untuk menempatkannya ditinggalkan. Sebuah tabung transanastomotic melindungi anastomosis pada periode pascaoperasi awal ketika mengadakan kembali makan dan memiliki risiko rendah menyebabkan komplikasi pasca operasi. Kekhawatiran sebelumnya komplikasi anastomotic mengikuti penempatan tabung transanastomotic tidak lagi dibenarkan. Karakter silikon ramping tabung baru tetap lentur dalam lumen usus seperti tabung sebelumnya polythene dan plastik, yang mengeras di situ. Namun demikian, dokter bedah anak tetap dibagi dalam penggunaan tabung transanastomotic.1. Freeman SB, Torfs CP, Romitti PA, et al. Congenital gastrointestinal defects in Down syndrome: a report from the Atlanta and National Down Syndrome Projects.Clin Genet. Feb 2009;75(2):180-4.[Medline].2. Piper HG, Alesbury J, Waterford SD, Zurakowski D, Jaksic T. Intestinal atresias: factors affecting clinical outcomes.J Pediatr Surg. Jul 2008;43(7):1244-8.[Medline].3. AppleBaum H, Lee SL, Puapong DP. Duodenal atresia and stenosis - annular pancreas. In: Grosfeld, O'Neill, Fonkalsrud, and Coran.Pediatric Surgery. Philadelphia, PA: Mosby Elsevier; 2006:1260-1268.4. Aubrespy P, Derlon S, Seriat-Gautier B. Congenital duodenal obstruction: a review of 82 cases.Prog Pediatr Surg. 1978;11:109-24.[Medline].5. Alatas FS, Masumoto K, Esumi G, Nagata K, Taguchi T. Significance of abnormalities in systems proximal and distal to the obstructed site of duodenal atresia.J Pediatr Gastroenterol Nutr. Feb 2012;54(2):242-7.[Medline].6. Haeusler MC, Berghold A, Stoll C, et al. Prenatal ultrasonographic detection of gastrointestinal obstruction: results from 18 European congenital anomaly registries.Prenat Diagn. Jul 2002;22(7):616-23.[Medline].7. Hancock BJ, Wiseman NE. Congenital duodenal obstruction: the impact of an antenatal diagnosis.J Pediatr Surg. Oct 1989;24(10):1027-31.[Medline].8. van der Zee DC. Laparoscopic repair of duodenal atresia: revisited.World J Surg. Aug 2011;35(8):1781-4.[Medline].[Full Text].9. Fonkalsrud EW, DeLorimier AA, Hays DM. Congenital atresia and stenosis of the duodenum. A review compiled from the members of the Surgical Section of the American Academy of Pediatrics.Pediatrics. Jan 1969;43(1):79-83.[Medline].10. Adzick NS, Harrison MR, deLorimier AA. Tapering duodenoplasty for megaduodenum associated with duodenal atresia.J Pediatr Surg. Apr 1986;21(4):311-2.[Medline].11. Ein SH, Shandling B. The late nonfunctioning duodenal atresia repair.J Pediatr Surg. Sep 1986;21(9):798-801.[Medline].12. Soutter AD, Askew AA. Transumbilical laparotomy in infants: a novel approach for a wide variety of surgical disease.J Pediatr Surg. Jun 2003;38(6):950-2.[Medline].13. Takahashi Y, Tajiri T, Masumoto K, Kinoshita Y, Ieiri S, Matsuura T, et al. Umbilical crease incision for duodenal atresia achieves excellent cosmetic results.Pediatr Surg Int. Oct 2010;26(10):963-6.[Medline].14. Rothenberg SS. Laparoscopic duodenoduodenostomy for duodenal obstruction in infants and children.J Pediatr Surg. Jul 2002;37(7):1088-9.[Medline].15. Spilde TL, St Peter SD, Keckler SJ, Holcomb GW 3rd, Snyder CL, Ostlie DJ. Open vs laparoscopic repair of congenital duodenal obstructions: a concurrent series.J Pediatr Surg. Jun 2008;43(6):1002-5.[Medline].16. Escobar MA, Ladd AP, Grosfeld JL, et al. Duodenal atresia and stenosis: long-term follow-up over 30 years.J Pediatr Surg. Jun 2004;39(6):867-71; discussion 867-71.[Medline].17. Grosfeld JL, Rescorla FJ. Duodenal atresia and stenosis: reassessment of treatment and outcome based on antenatal diagnosis, pathologic variance, and long-term follow-up.World J Surg. May-Jun 1993;17(3):301-9.[Medline].18. Spigland N, Yazbeck S. Complications associated with surgical treatment of congenital intrinsic duodenal obstruction.J Pediatr Surg. Nov 1990;25(11):1127-30.[Medline].

ANATOMI DAN FISIOLOGI DUODENUMANATOMI

Panjang dariduodenum 25-30 cm, dimulai dari akhir pylorus lambung, disebelah kanan tulang belakang pada vertebra lumbal 1, kemudian membentuk C-shaped curve mengelilingi kaput pankreas dan akhirnya berhubungan dengan yeyunum disebelah kiri vertebra lumbal 2. Duodenum merupakan bagian paling proksimal, paling lebar, paling pendek, dan paling sedikit pergerakannya dari bagian usus halus lainnya. Duodenum dibagi menjadi 4 bagian:1. Bagian pertama / superior / bulbus duodeni / duodenal cap / D12. Bagian kedua / vertikal / descenden/ D23. Bagian ketiga / horizontal / tranversal/ D34. Bagian keempat / obliq / ascending / D4Bagian pertama (duodenal cap) bebas bergerak dan ditutupi oleh peritoneum kecuali jika terdapat ulkus duodenum. Bagian ini mempunyai cekungan mukosal longitudinal sementara bagian lain hanya cekungan transversal. Lapisan anterior dan posterior dari peritoneum yang meliputi bagian atas dari duodenal cap akan melanjutkan diri menjadi ligamentum hepatoduodenale , yang berisiPortal Triad( duktus koledokus , arteri hepatika dan vena porta). Tepi anterior dari foramen Winslowi terbentuk oleh karena adanya tepi bebas dari ligamentum ini. Tepat diatas duodenal cap terdapat kantong empedu dan hepar segmen empat. Dibawah dan dibelakang dari duodenal cap adalah caput pankreas. Piloroplasti dan reseksi gastroduodenal menjadi lebih mudah jika pilorus dan duodenum di mobilisasikan kearah depan didalam kavum abdomen dengan manuver Kocher. Karena kedekatan duodenum superior dengan kandung empedu dapat menjelaskan adanya batu empedu yang sering secara spontan masuk kedalam duodenum melalui kolesistoduodenal fistula. Selanjutnya peritoneum hanya melapisi bagian ventral dari duodenum sepanjang 2,5 cm berikutnya.Bagian keduadari duodenum adalah retroperitoneal dan terfiksir karena adanya fusi dari peritoneum visceral disebelah lateral peritoneum perietale lateral dinding abdomen. Dengan membuka peritoneum pada sisi lateral kanan (manuver Kocher), dapat memobilisasi duodenum desending sehingga dapat mencapai retroduodenal dan saluran empedu intrapankreatik. Disebelah belakang dari bagian kedua duodenum ini terletak ginjal kanan dan struktur hilusnya, kelenjar adrenal dan vena cava. Tepat dipertengahan duodenum, mesokolon akan melintang secara horizontal, karena bersatunya peritoneum dari arah atas dan arah bawah. Diatas dari fleksura duodenalis, duodenum bagian pertama dan duodenum bagian kedua akan membentuk sudut yang tajam dan berlanjut berkisar 7-8 cm dibawah fleksura duodenalis. Kolon tranversum akan melintang daerah tersebut di sebelah depannya. Untuk memobilisasi duodenum secara menyeluruh yang harus dilakukan adalah membuka fleksura hepatis pada sisi anteromedial kolon. Kurang lebih pertengahan dari bagian kedua duodenum dinding posteromedial adalah papila vateri, yang terdiri atas gabungan antar duktus koledokus dan duktus pankreatikus Wirsungi. Letak dari duktus pankreatikus Santorini lebih proksimal. Cabang superior pankreatikoduodenal yang berasal dari arteri gastroduodenalis, berjalan didalam cekungan antara kaput pankreas dan duodenum bagian kedua atau desending.Bagian ketigadari duodenum panjangnya sekitar 12-13 cm, berjalan horizontal ke arah kiri di depan dari aorta, vena cava inferior, columna vertebra L2 dan ureter, dan berakhir pada sebelah kiri pada vertebra L3. Radiks yeyunoileum menyilang dekat akhir duodenum bagian ketiga. Arteri mesenterika superior berjalan kebawah diatas depan dari duodenum bagian ketiga dan masuk kedalam radiks mesenterii. Arteri pankreatikoduodenale inferior membatasi pankreas dan tepi atas dari duodenum bagian ketiga.Bagian keempatdari duodenum berjalan kearah atas samping kiri sepanjang 2-3cm disebelah kiri dari vertebra dan membentuk sudut duodenoyeyunal pada radiks mesokolon transversal. Disebelah kiri dari vertebra lumbal II, bagian terakhir dari duodenum menurun ke arah kiri depan dan membentuk fleksura duodenoyeyunalis. Pada daerah ini, ligamentum suspensorium duodenum (ligamentum Treitz) berawal, tersusun atas jaringan fibrous dan pita triangular, berjalan ke arah retroperitoneal, dibelakang pankreas dan vena lienalis, didepan vena renalis, dari arah kiri atau kanan dari krus diafragma. Fleksura duodenoyeyunalis dipakai sebagai landmark untuk panduan mencari obstruksi di daerah usus halus dan menentukan bagian atas dari yeyunum untuk dilakukan gastroyeyunostomi. Saat laparotomi, ligamentum ini dapat ditemukan dengan cara menekan daerah dibawah mesokolon tranversal ke arah belakang sampai ke dinding abdomen bagian belakang sementara tangan yang satu mempalpasi kearah atas melalui tepi kiri dari pada tulang belakang sampai fleksura ini ditemukan dengan tanda adanya perabaan yang keras pada tempat fiksasinya. Gabungan antara peritoneum visceral dari pankreatikoduodenal dengan peritoneum parietal posterior yang tersisa akan menutupi semua duodenum kecuali sebagian dari bagian pertama duodenum. Variasi gabungan tadi ke dinding abdomen bagian belakang akan menentukan variasi dari mobilitas duodenum. Fleksura kolon kanan, bagian dari mesokolon tranversalis yang terfiksir, hubungan antara ampulla dan pembuluh darah dari duodenum dapat dilihat dengan jelas. Pada posisi yang cukup dalam ini, menunjukkan bahwa duodenum cukup terproteksi dengan baik dari adanya trauma, tapi kadang-kadang dapat hancur dan bahkan terputus karena adanya penekanan dengan landasan pada tulang belakang dari adanya trauma tumpul abdomen yang berat, dan juga karena tidak ditutupi oleh peritoneum.VaskularisasiVaskularisasai duodenum berasal dari cabang arteri pankreatikoduodenal anterior dan posterior. Anastomosis antara arteri ini akan menghubungkan sirkulasi antara trunkus seliakus dengan arteri mesenterika superior. Arteri ini membagi aliran darahnya ke kaput pankreas, sehingga reseksi terhadap pankreas atau duodenum secara terpisah adalah satu hal yang hampir tidak mungkin dan dapat berakibat fatal. Arteri pankreatikoduodenal superior adalah cabang dari arteri gastroduodenale, dan arteri pankreatikoduodenal inferior adalah cabang dari arteri mesenterika superior. Kedua arteri ini bercabang menjadi dua dan berjalan disebalah anterior dan posterior pada cekungan antara bagian descending dan bagian transversal duodenum dengan kaput pankreas, kemudian beranastomosis sehingga bagian anterior dan posterior masing-masing membentuk cabang sendiri.Vena tersusun paralel bersamaan dengan arteri pankreatikoduodenal anterior dan posterior. Anastomosis cabang psterior berakhir di atas vena porta, dibawahnya vena mesenterika superior (SMV). Vena posterosuperiorpankreatikoduodenal mungkin akan mengikuti arterinya disebelah depan dari saluran empedu, atau mungkin berjalan di belakang saluran tadi. Vena ini akan berakhir pada tepi kiri sebelah bawah dari SMV. Pada tempat tersebut, vena tadi akan bergabung dengan vena yeyunalis atau dengan vena pankreatioduodenal inferior anterior. Sebagian besar aliran vena pada cabang anterior ini berasal dari Trunkus gastrokolika atau ( Henles trunk).Pada saat pankreatikoduodenektomi, lokasi SMV dapat ditelusuri dari vena kolika media sampai ke hubungannya dengan SMV tepat dibawah dari collum pankreas. Kadang- kadang identifikasi SMV dapat dilakukan dengan cara insisi pada daerah avaskuler dari peritoneum sepanjang tepi bawah dari pankreas. Disebelah atas dari pankreas, vena porta akan terekspos dengan jelas bila arteri gastroduodenal dan duktus koledokus dipisahkan. Kadang-kadang arteri hepatika aberans salah di identifikasi dengan arteri gastroduodenal, sehingga untuk kepentingan tersebut, sebelum dilakukan ligasi pada arteri gastroduodenal, harus dilakukakan oklusi sementara dengan klem vaskuler atau jari ahli bedah sambil mempalpasi pulsasi arteri hepatik pada hilus hati.Pembuluh arteri yang memperdarahi separuh bagian atas duodenum adalah arteri pancreatikoduodenalis superior yang merupakan cabang dari arteri gastroduodenalis. Separuh bagian bawah duodenum diperdarahi oleh arteri pancreatikoduodenalis inferior yang merupakan cabang dari arteri mesenterika superior.Vena-vena duodenum mengalirkan darahnya ke sirkulasi portal. Vena superior bermuara langsung pada vena porta dan vena inferior bermuara pada vena mesenterika superior.Pembuluh limfeAliran limfe pada duodenum umumnya berjalan bersama-sama dengan vaskularisasinya. Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe keatas melalui noduli lymphatici pancreatikoduodenalis ke noduli lymphatici gastroduodenalis dan kemudian ke noduli lymphatici coeliacus dan ke bawah melalui noduli lymhaticipancreatico duodenalis ke noduli lymphatici mesentericus superior sekitar pangkal arteri mesenterika superior. Karsinoma duodenum primer mungkin menyebar ke pankreas secara langsung atau melalui infiltrasi limfatik, tetapi biasanya karsinoma ini biasanya menyebar pertama kali ke limfonodus periduodenal dan hati. Nodus pada fleksura duodenalis superior serta nodul pada retroduodenal biasanya berhubungan dengan adanya metastasis karsinoma pancreasInnervasiPersarafan GI tract diinervasi oleh sistem saraf otonom, yang dapat dibedakan menjadi ekstrinsik dan intrinsik (sistem saraf enterik ). Inervasi ekstrinsik dari duodenum adalah parasimpatis yang berasal dari nervus Vagus ( anterior dan cabang celiac ) dan simpatis yang berasal dari nervus splanikus pada ganglion celiac. Inervasi intrinsik dari plexus myenterikus Aurbachs dan dan plexus submucosal Meissner. Sel-sel saraf ini menginervasi terget sel seperti sel-sel otot polos, sel-sel sekretorik dan sel- sel absorptive, dan juga sel-sel saraf tersebut berhubungan dengan reseptor-reseptor sensoris dan interdigitatif yang juga menerima inervasi dari sel-sel saraf lain yang terletak baik didalam maupun di luar plexus. Sehingga pathway dari sistim saraf enterik bisa saja multisinaptik, dan integrasi aktifitasnya dapat berlangsung menyeluruh bersamaan dengan sistim saraf enterik.HistologiDinding duodenum tersusun atas 4 lapisan:1. Lapisan paling luar yang dilapisi peritoneum, disebut serosa.Merupakan kelanjutan dari peritoneum, tersusun atas selapis pipih sel-sel mesothelial diatas jaringan ikat longgar.2. Lapisan muskuler (tunika muskularis) tersusun atas serabut otot longitudinal ( luar) &sirkuler (dalam). Pleksus myenterikus Aurbach terletak diantara kedua lapisan ini. Pleksus Meissners ditemukan didalam submukosa di antara jaringan ikat longgar yang kaya akan pembuluh darah dan limfe.3. Submukosa.Terdapatkelenjar Brunneryang bermuara kekrypta Lieberkuhnmelalui duktus sekretorius. Sekresikelenjar Brunnerbersifat visceus , jernih, dengan pH alkali ( pH 8,2 9,3 ), berguna melindungi mukosa duodenum terhadap sifat korosif dari gastric juice. Epitel kollumnernya mengandung 2 jenis sel:mucus secreting suface cell HCO3-secreting surface celldanabsorptive cell.4. Mukosa, yang merupakan lapisan dinding yang paling dalam.Terdiri dari 3 lapisan: lapisan dalam adalah muskularis mukosa , lapisan tengah adalah lamina propria, lapisan terdalam terdiri dari selapis sel-sel epitel kolumnar yang melapisi krypte dan villi-villinya. Fungsi utama krypte epitelum ialah (1) pertumbuhan sel ; (2) fungsi eksokrin, endokrin, dan fungsi sekresi ion dan air ; (3) penyerapan garam, air dan nutrien spesifik.Krypte epiteliumpaling sedikit tersusun atas 4 jenis sel yang berbeda ; Paneth, goblet, undefferentieted cell dan sel-sel endokrin. Pada bagian pertama duodenum ditutupi oleh banyak lipatan sirkuler yang di namakan plica circularis, tempat saluran empedu & duktus pancreatikus mayor menembus dinding medial bagian ke dua duodenum. Duktus pankreatikus accesorius (bila ada) bermuara ke duodenum pada papila yang kecil yang jaraknya sekitar 1,9 cm di atas papilla duodeni mayor. Dinding duodenum sebelah posterior dan lateral letaknya retoperitoneal sehingga tidak ditemukan lapisan serosa

FISIOLOGIMotilitas.Pengatur pemacu potensial berasal dari dalam duodenum, mengawali kontraksi, dan mendorong makanan sepanjang usus kecil melaluisegmentasi(kontraksi segmen pendek dengan gerakan mencampur ke depan dan belakang) danperistaltik(migrasi aboral dari gelombang kontraksi dan bolus makanan).Kolinergik vagalbersifateksitasi.Peptidergik vagalbersifatinhibisi. Gastrin, kolesistokinin, motilin merangsang aktivitas muskular; sedangkan sekretin dan dihambat oleh glukagon.Pencernaan dan AbsorpsiLemak Lipasepankreas menghidrolisis trigliserida. Komponen yang bergabung dengan garam empedu membentuk micelle. Micelle melewati membran sel secara pasif dengan difusi, lalu mengalami disagregasi, melepaskan garam empedu kembali ke dalam lumen dan asam lemak serta monogliserida ke dalam sel. Sel kemudian membentuk kembali trigliserida dan menggabungkannya dengan kolesterol, fosfolipid, dan apoprotein membentuk kilomikron. Asam lemak kecil memasuki kapiler menuju ke vena porta. Garam empedu diresorbsi ke dalam sirkulasi enterohepatik diileum distal. Dari 5 gr garam empedu, 0,5 gr hilang setiap hari, dan kumpulan ini bersirkulasi ulang enam kali dalam 24 jam.Proteindidenaturasi oleh asam lambung, pepsin memulai proteolisis. Protease pankreas (tripsinogen, diaktivasi oleh enterokinase menjadi tripsin, dan endopeptidase, eksopeptidase), lebih lanjut mencerna protein. Menghasilkan asam amino dan 2-6 residu peptida. Transpor aktif membawa dipeptida dan tripeptida ke dalam sel-sel absorptif.Karbohidrat. Amilase pankreas dengan cepat mencerna karbohidrat dalam duodenum.Air dan Elektrolit. Air, cairan empedu, lambung, saliva, cairan usus adalah 8-10 L/hari, kebanyakan diabsorpsi. Air secara osmotik dan secara hidrostatik diabsorpsi atau secara pasif berdifusi. Natrium dan klorida diabsorpsi berpasangan dengan zat terlarut organik atau dengan transpor aktif.Bikarbonatdiabsorpsi dengan pertukaran natrium/hidrogen.Kalsiumdiabsorpsi melalui transpor aktif dalam duodenum, jejunum, dipercepat oleh PTH dan vitamin D. Kalium di absorpsi secara pasif.Fungsi EndokrinMukosa usus kecil melepaskan sejumlah hormon ke dalam darah (endokrin ) melalui pelepasan lokal (parakrin) atau sebagai neurotransmiter.Major Actions of Duodenal PeptidesCholecystokininGallbladder contraction

Stimulation of pancreatic exocrine and endocrine secretion

Stimulation of bicarbonate secretion from stomach and duodenum

Inhibition of gastric emptying

Growth of pancreas

Satiety effect

SecretionStimulation of pancreatic water and bicarbonate secretion

Stimulation of biliary water and bicarbonate secretion

Stimulation of serum parathormone

Stimulation of pancreatic growth

Stimulation of gastric pepsin secretion

Stimulation of colonic mucin

Inhibition of gastric acid secretion

Inhibition of gastric emptying and gastrointestinal motility

Inhibition of lower esophageal sphincter tone

SomatostatinInhibition of gastric acid and biliary secretions

Inhibition of pancreatic exocrine, and enteric secretions

Inhibition of secretion & action of gastrointestinal endocrine secretion

Inhibition of gastrointestinal motility and gallbladder contraction

Inhibition of cell growth

Small bowel increased reabsorption of water and electrolytes

NeurotensinStimulation of pancreatic secretion

Mesenteric vasodilation

Decreased lower esophageal sphincter pressure

Inhibition of gastric acid secretion

Gastric inhibitory polypeptideGlucose-dependent release of insulin

Inhibition of gastric acid secretion

MotilinInitiation of migrating motor complex (housekeeper) of small intestine

Increased gastric emptying

Increased pepsin secretion

Sekretin.Suatu asam amino 27 peptida dilepaskan oleh mukosa usus kecil melalui asidifikasi atau lemak. Merangsang pelepasan bikarbonat yang menetralkan asam lambung, rangsang aliran empedu dan hambat pelepasan gastrin, asam lambung dan motilitas.Kolesistokinin.Dilepaskan oleh mukosa sebagai respons terhadap asam amino dan asam lemakkontraksi kandung empedu dengan relaksasi sfingter Oddi dan sekresi enzim pankreas. Bersifat trofik bagi mukosa usus dan pankreas, merangsang motilitas, melepaskan insulin.Fungsi Imun.Mukosa mencegah masuknya patogen. Sumber utama dari imunglobulin, adalah sel plasma dalam lamina propria. Sel-sel M menutupi limfosit dalam bercak Peyer yang terpanjang pada antigen, bermigrasi ke dalam nodus regional, ke dalam aliran darah, kemudian kembali untuk berdistribusi kedalam lamina propria untuk meningkatkan antibodi spesifik

OverviewThe duodenum is the first part of the small intestine (5-7 m), followed by the jejunum and ileum (in that order); it is also the widest and shortest (25 cm) part. The duodenum is a C-shaped or horseshoe-shaped structure that lies in the upper abdomen near the midline (see the image below).[1, 2]IkhtisarDuodenum adalah bagian pertama dari usus kecil (m 5-7), diikuti oleh jejunum dan ileum. Duodenum merupakan bagian terluas dan terpendek (25 cm). Struktur duodenum berbentuk hurup C atau berbentuk tapal kuda yang terletak di perut bagian atas dekat garis tengah perut.Gambar 1. Lambung dan duodenum potongan koronal.Gross AnatomyThe pylorus of the stomach (at L1 level) leads to the duodenum, which has the following 4 parts: The first (superior) part, or duodenal bulb (5 cm), which is connected to the undersurface of the liver (porta hepatis) by the hepatoduodenal ligament (HDL), containing the proper hepatic artery, portal vein, and common bile duct (CBD); the quadrate lobe of the liver and the gallbladder are in front, whereas the CBD, the portal vein (PV), and the gastroduodenal artery (GDA) are behind it. The second (descending) part (10 cm), which has an upper and a lower genu (flexure); the transverse mesocolon and colon are in front, and the right kidney and inferior vena cava (IVC) are behind it; the head of the pancreas lies in the concavity of the C The third (horizontal) part (7.5 cm) runs from right to left in front of the IVC and aorta, with the superior mesenteric vessels (the vein on the right and the artery on the left) in front The fourth (ascending) part (2.5 cm) continues as the jejunumThe duodenojejunal (DJ) junction or flexure is an abrupt turn (see the image below); it is identified during surgery by the inferior mesenteric vein (IMV), which lies to its immediate left. The DJ junction is attached to the posterior abdominal wall by the suspensory muscle of the duodenum or the ligament of Treitz; many fossae are found around this junction.

.Stomach and duodenum, coronal section.Except for its first part, the duodenum is largely retroperitoneal and therefore fixed; it has no mesentery and is covered by peritoneum only on its anterior surface.The first part of the duodenum divides the CBD into supraduodenal (in the HDL), retroduodenal, and infraduodenal (retropancreatic) parts; the terminal part of the CBD is intraduodenal (intramural) as it traverses the wall of the duodenum to open into its lumen (see Endoscopic anatomy).Endoscopic anatomyThe terminal part of the CBD is joined by the terminal part of the pancreatic duct in the pancreatic head to form a common channel (called the hepatopancreatic ampulla when dilated), which runs through the medial duodenal wall and opens on the dome of the major duodenal papilla, a nipplelike projection on the medial wall of the middle segment of the second part (C loop) of the duodenum. The site of the greater duodenal papilla marks the junction of the embryologic foregut and midgut.Both ampulla and papilla are eponymously related to Vater. The greater duodenal papilla is covered by a semicircular hoodlike mucosal fold superiorly. A smooth muscle sphincter (of Oddi) is present around the common channel of the CBD and the pancreatic duct and prevents reflux of duodenal juice into the 2 ducts.Bagian terminal dari CBD bergabung dengan bagian terminal dari saluran pankreas di kepala pankreas untuk membentuk saluran yang berjalan melalui dinding duodenum medial dan terbuka pada papil utama duodenum, proyeksi seperti puting di dinding medial segmen tengah bagian kedua (C lingkaran) dari duodenum. Tempat dari papilla duodenum besar menandai pertautan usus depan dan usus tengah.Kedua ampulla dan papilla yang eponymously terkait dengan Vater. Papilla duodenum lebih besar ditutupi oleh superior kali lipat setengah lingkaran hoodlike mukosa. Sebuah sfingter otot polos (Oddi) hadir di saluran umum dari CBD dan saluran pankreas dan mencegah refluks jus duodenum ke 2 saluran.Blood supplyThe duodenum (C loop) shares its blood supply very intimately with the head of the pancreas, which lies in its concavity.The celiac trunk (axis) arises as a branch from the anterior surface of the abdominal aorta at the level of T12L1. It has a short length (about 1 cm) and trifurcates into the common hepatic artery (CHA), the splenic artery, and the left gastric artery (LGA). The CHA runs toward right on the superior border of the proximal body. The superior mesenteric artery (SMA) comes off as the second anterior branch from the abdominal aorta (the inferior mesenteric artery [IMA] is the third anterior branch) just below the origin of the celiac trunk at the level of L1 behind the neck of the pancreas and descends down in front of the third (horizontal) part of the duodenum to enter the small bowel mesentery.The GDA, a branch of the CHA, runs down behind the first part of the duodenum in front of the neck of the pancreas and gives off the posterior superior pancreaticoduodenal artery before it divides into the right gastro-omental (gastroepiploic) artery (RGEA) and the anterior superior pancreaticoduodenal artery (SPDA). The GDA also gives off the small supraduodenal artery (of Wilkie).The inferior pancreaticoduodenal artery (IPDA) arises from the SMA and bifurcates into anterior and posterior branches. Anterior and posterior branches of the SPDA and IPDA join each other and form anterior and posterior pancreaticoduodenal arcades in the anterior and posterior pancreaticoduodenal grooves, supplying small branches to the first, second, and third parts of the duodenum (vasa recta duodeni) and to the head and uncinate process of the pancreas.Veins accompany the SPDA and IPDA. Superior pancreaticoduodenal veins (SPDVs) drain into the PV, and inferior pancreaticoduodenal veins (IPDVs) drain into the SMV.The SMV lies to the right of the SMA in front of the third part of the duodenum. The union of the vertical SMV and the horizontal splenic vein (SV) forms the PV) behind the neck of the pancreas. The IMV lies to the immediate left of the DJ flexure and joins the junction of SV and SMV (or maybe SV or even SMV). The PV receives the SPDV, the right gastro-omental vein (RGEV), the left gastric vein (LGV), and the right gastric vein (RGV) and runs up (superiorly) behind the first part of the duodenum in the HDL) behind (posterior to) the CBD on the right and the proper hepatic artery (HA) on the left. The portal venous system (SV, SMV, and PV) has no valves.Duodenum (C lingkaran) saham suplai darah yang sangat erat dengan kepala pankreas, yang terletak di cekungannya.Batang celiac (sumbu) muncul sebagai cabang dari permukaan anterior aorta abdominal pada tingkat T12-L1. Ini memiliki panjang pendek (sekitar 1 cm) dan trifurcates ke dalam arteri hepatik umum (CHA), arteri limpa, dan arteri lambung kiri (LGA). The CHA berjalan ke kanan di perbatasan unggul dari tubuh proksimal. Arteri mesenterika superior (SMA) datang dari sebagai cabang anterior kedua dari aorta abdominal (arteri mesenterika rendah [IMA] adalah cabang anterior ketiga) tepat di bawah asal batang celiac pada tingkat L1 belakang leher pankreas dan turun turun di depan bagian (horisontal) ketiga dari duodenum untuk memasuki mesenterium usus halus.The GDA, cabang dari CHA, berjalan di belakang bagian pertama dari duodenum di depan leher pankreas dan memberikan dari arteri pankreatikoduodenalis posterior superior sebelum terbagi menjadi arteri gastro-omentum kanan (gastroepiploika) (RGEA) dan arteri pankreatikoduodenalis anterior superior (SPDA). The GDA juga memberikan dari arteri supraduodenal kecil (dari Wilkie).Arteri pankreatikoduodenalis rendah (Ipda) muncul dari SMA dan bifurkasio menjadi cabang anterior dan posterior. Cabang anterior dan posterior SPDA dan Ipda bergabung satu sama lain dan membentuk arcade pankreatikoduodenalis anterior dan posterior di alur pankreatikoduodenalis anterior dan posterior, memasok cabang kecil untuk bagian pertama, kedua, dan ketiga duodenum (vasa recta duodeni) dan untuk kepala dan uncinate proses pankreas.Vena menemani SPDA dan Ipda. Vena pankreatikoduodenalis Superior (SPDVs) mengalir ke PV, dan vena pankreatikoduodenalis rendah (IPDVs) mengalir ke SMV.The SMV terletak di sebelah kanan SMA di depan bagian ketiga dari duodenum. Persatuan SMV vertikal dan horisontal vena limpa (SV) membentuk PV) di belakang leher pankreas. The IMV terletak di sebelah kiri langsung dari DJ lentur dan bergabung persimpangan SV dan SMV (atau mungkin SV atau bahkan SMV). PV menerima SPDV, vena gastro-omentum kanan (RGEV), vena lambung kiri (LGV), dan vena lambung kanan (RGV) dan berjalan ke atas (superior) di belakang bagian pertama dari duodenum di HDL) belakang (posterior) CBD di sebelah kanan dan arteri hepatik yang tepat (HA) di sebelah kiri. The vena sistem portal (SV, SMV, dan PV) tidak memiliki katup.NervesThe duodenum is supplied with parasympathetic nerves by hepatic and celiac branches of the anterior and posterior vagi, respectively, and with sympathetic nerves by branches of the celiac plexus.Duodenum disertakan dengan saraf parasimpatis oleh hati dan cabang celiac dari Vagi anterior dan posterior, masing-masing, dan dengan saraf simpatik oleh cabang pleksus celiac.Lymphatic drainageLymphatics from the duodenum drain into pancreaticoduodenal, supra- and infrapyloric, superior mesenteric, and celiac lymph nodes (LNs).Limfatik dari cerat ke duodenum pankreatikoduodenalis, mesenterika supra-dan infrapyloric, unggul, dan kelenjar getah bening celiac (LNS).Microscopic AnatomyThe wall of the duodenum contains the same 4 layers that are seen in the remainder of the small bowel--namely, the mucosa (lined with columnar epithelium, containing lamina propria and muscularis mucosa), the submucosa, the muscularis propria (with inner circular and outer longitudinal layers), and the serosa (only on its anterior surface). The duodenal mucosa is characterized by the presence of Brunners glands, which secrete mucus.Dinding duodenum berisi 4 lapisan yang sama yang terlihat pada sisa usus kecil - yaitu, mukosa (dilapisi dengan epitel kolumnar, mengandung lamina propria dan mukosa muskularis), yang submukosa, muskularis propria (dengan lingkaran batin dan lapisan terluar memanjang), dan serosa (hanya di permukaan anterior nya). Mukosa duodenum ditandai oleh adanya kelenjar Brunner, yang mensekresikan lendir.Pathophysiologic VariantsThe following anomalies may be noted: Duodenal atresia (stenosis) is associated with Down syndrome and manifests as neonatal gastric outlet obstruction; a radiograph of the abdomen reveals a double bubble (one in the fundus of the stomach and the other in the first part of the duodenum) A Ladds band runs across the duodenum and obstructs it; patients present clinically with signs of duodenal obstruction

Anomali berikut dapat dicatat: Atresia duodenum (stenosis) dikaitkan dengan sindrom Down dan bermanifestasi sebagai obstruksi neonatal l