Upload
yoseph-caesario-purba
View
473
Download
45
Embed Size (px)
DESCRIPTION
modul
Citation preview
AUDIT INVESTIGATIF DENGAN MENGANALISIS UNSUR PERBUATAN MELAWAN HUKUM
Modul Audit Investigatif
Modul Audit Investigatif i
sd
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Alloh SWT Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmatnya modul ini
dapat diselesaikan dengan baik. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW. Terima kasih sebesar-besarnya kami sampaikan kepada dosen
kami Bapak Drs. Muh. Ashari, MSA, Ak, CA yang telah memberikan bimbingan kepada
kami.
Dalam pelaksanaan audit salah satu hal terpenting yang harus diperhatikan oleh
suatu tim audit adalah kertas kerja audit. Bahkan kertas kerja audit dapat berguna sebagai
alat pembuktian bagi auditor terhadap tuntutan pengadilan jika terjadi kelalaian atau
penyelewengan yang dituduhkan kepada auditor.
Dalam modul ini dijelaskan pelaksanaan proses reviu KKA dilakukan secara
berjenjang mulai dari ketua tim, pengendali teknis (supervisor) dan pengendali mutu serta
penanggung jawab. Proses reviu dilakukan mulai dari tahapan perencanaan audit,
pelaksanaan audit dan penyelesaian pekerjaan audit
Mengingat betapa pentingnya fungsi kertas kerja audit maka mutu dari KKA ini harus
benar-benar diperhatikan melalui proses reviu berjenjang. Reviu dilakukan untuk
memastikan bahwa audit dijalankan sesuai dengan program kerja audit, serta simpulan
audit yang diambil dan dituangkan dalam laporan hasil audit telah didukung oleh bukti-bukti
kompeten yang cukup.
Kami berharap modul ini dapat membantu mahasiswa dalam mempelajari dan
memahami akan pentingnya menjamin mutu suatu audit melalui proses reviu kertas kerja
audit.
Makassar, 20 Mei 2015
Penulis
i
Modul Audit Investigatif i
DAFTAR ISI
A. AUDIT INVESTIGATIF DENGAN MENGANALISIS UNSUR PERBUATAN MELAWAN HUKUM
i
Modul Audit Investigatif 1
I. TINJAUAN MATA KULIAH
1. Deskripsi Mata Kuliah2. Kegunaan Mata Kuliah3. Sasaran Belajar4. Urutan Penyajian5. Petunjuk Belajar bagi Mahasiswa dalam mempelajari modul
II. PENDAHULUAN1. Sasaran pembelajaran yang ingin dicapai
a. Mampu menganalisis unsur perbuatan melawan hukum dari beberapa contoh
kasus tindak pidana korupsi
b. Mampu memahami 30 jenis tindak pidana korupsi menurut Undang-Undang
Tipikor
c. Mampu menguraikan unsur-unsur tindak pidana korupsi sesuai Undang-
Undang Pemberantasan Tipikor
d. Mampu memahami beberapa istilah atau konsep undang-undang
e. Mampu menganalisis beberapa kasus korupsi yang pernah terjadi di Indonesia
2. Ruang lingkup bahan modulBahan modul ini terutama berasal dari Undang-Undang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 199 juncto Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001
3. Manfaat mempelajari modulDengan mempelajari modul ini, memudahkan pembaca dalam memahami Undang-
Undang Tindak Pidana Korupsi secara terstruktur dan sistematis sesuai 7 (tujuh)
pengelompokan tindak pidana korupsi serta menguraikan menjadi 30 jenis tindak
pidana korupsi dan masing-masing unsur-unsur di dalamnya.
4. Urutan pembahasanDi awal pembahasan, pembaca akan diberikan pengantar bagaimana seorang
akuntan forensik bekerja dalam hubungan dengan masalah hukum. Pembaca
selanjutnya langsung disajikan empat contoh kasus sederhana yang dianalisis sesuai
pasal-pasal yang ada dalam Undang-Undang Pemberantasan Tipikor dan
1
Modul Audit Investigatif 2
menguraikan unsur-unsur tipikor di dalamnya untuk memberikan gambaran awal
bagaimana mengaitkan antara suatu kasus dengan UU pemberantasan tipikor dan
menguraikan unsur-unsur tipikornya.
Di bagian selanjutnya, disajikan ringkasan pengelompokan 30 jenis bentuk tipikor
yang diuraikan dari tujuh kelompok tipikor. Kemudian secara lengkap, tujuh kelompok
dan 30 jenis bentuk tipikor tadi, diuraikan unsur-unsurnya sesuai pasal-pasal yang
ada dalam UU Pemberantasan Tipikor.
Di bagian akhir pembahasan, dijelaskan pula beberapa konsep baik yang secara
umum dikenal dalam KUHP dan KUHAP maupun yang khas untuk tindak pidana
korupsi. Terkahir, disajikan analisis beberapa kasus korupsi yang terjadi di Indonesia
yaitu kasus Akbar Tandjung, Samadikun Hartono dan Djoko S. Tjandra.
5. Petunjuk khusus (bila ada yang spesifik)Dalam modul ini, apabila pembaca menemukan istilah UU Pemberantsan Tipikor
artinya adalah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001.
2
Modul Audit Investigatif 1
III. MATERI PEMBELAJARAN1. Pengantar
Akuntan forensik bekerja sama dengan praktisi hukum dalam menyelesaikan
masalah hukum. Karena itu akuntan forensik perlu memahami hukum pembuktian
sesuai dengan masalah hukum yang dihadapi, seperti pembuktian untuk tindak
pidana umum (dimana beberapa pelanggaran dan kejahatan mengenai fraud diatur),
tindak pidana khusus (seperti korupsi, pencucian uang, perpajakan, dan lain-lain),
pembuktian dalam hukum perdata, pembuktian dalam hukum administrasi dan
sebagainya.
Akuntan forensik mengenal teknik analisis dari pengalamannya sebagai
auditor. Modul ini membahas teknik analisis dengan menggunakan rumusan
mengenai perbuatan-perbuatan melawan hukum seperti yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut “Undang-
Undang Tipikor). Dari contoh Undang-Undang Tipikor, pembaca dapat
menerapkannya dalam pembuktian hukum lainnya.
Perbuatan melawan hukum dirumuskan dalam satu atau beberapa kalimat
yang dapat dianalisis atau dipilah-pilah ke dalam bagian yang lebih kecil. Unsur-
unsur ini dikenal dengan istilah Belanda, Bestanddeel (tunggal) atau bestanddeelen
(jamak). Penyidik atau akuntan forensik mengumpulkan bukti dan barang bukti untuk
setiap unsur tersebut. Bukti dan barang bukti yang dikumpulkan untuk setiap unsur
akan mendukung atau membantah adanya perbuatan melawan hukum.
2. Mengurai Unsur-Unsur Tindak Pidana Korupsi dari Contoh Kasus
Berikut ini disajikan empat matriks (diambil dari buku panduan yang diterbitkan
Komisi Pemberantasan Korupsi) yang masing-masing menunjukkan unsur-unsur dari
Pasal 2, Pasal 5 ayat (1) huruf a, Pasal 11, dan Pasal 13 Undang-Undang Tipikor.
Setiap matriks diberikan contoh kasus untuk memudahkan dalam memahami unsur-
unsur dan pembuktian.
Contoh Kasus I
B selaku Dirut BUMN telah menjual tanah negara yang merupakan aset
perusahaan (BUMN) yang dipimpinnya kepada F seluas 50 Ha. Akan tetapi sebelum
melakukan transaksi penjualan B mengadakan beberapa kali pertemuan dengan F
sehingga tercapai kesepakatan bahwa B akan menurunkan harga NJOP tana h serta
1
Modul Audit Investigatif 2
sistem pembayaran dari F akan dilakukan secara bertahap. Kemudian B meminta
kepada F agar menyertakan 2 perusahaan pendamping untuk memenuhi
persyaratan formal dalam proses lelang.
Selanjutnya, B mengupayakan penurunan harga NJOP atas tanah sehingga
NJOP tanah tersebut menjadi sesuai dengan kesepakatan harga yang telah
dibuatnya dengan F dan meminta suatu perusahaan appraisal untuk membuat
taksiran harga jual sesuai dengan permintaannya.
B kemudian mengatur siasat agar penjualan seolah-olah sesuai dengan
prosedur dengan cara membentuk panitia penaksir harga dan panitia penjualan,
akan tetapi B lebih dahulu memberikan pengarahan kepada panitia penaksir harga
agar menetapkan harga jual sesuai dengan keinginannya dan memerintahkan panitia
penjualan agar penawaran dibatasi hanya untuk F dan 2 perusahaan lain yang
disodorkan oleh F serta sistem pembayaran di dalam RKS dilakukan secara
bertahap. Sebenarnya, perbuatan B tersebut telah bertentangan dengan SK Menkeu
tentang penjualan aset negara dengan prosedur lelang terbuka untuk umum.
Pada tanggal 10 Januari 2005 aset berupa tanah tersebut dijual kepada F di
depan Notaris dengan harga Rp 100 M, padahal menurut SK Meneg BUMN
penjualan tanah aset BUMN adalah sesuai dengan NJOP tertinggi tahun berjalan
atau harga pasar sehingga seharusnya aset tersebut dijual dengan harga Rp 150 M.
Dalam proses penjualan aset tersebut, F mentransfer uang sebesar Rp. 15 M
ke rekening milik B.
Atas perbuatan B tersebut negara c.q. perusahaan BUMN tersebut telah dirugikan sebesar
Rp. 50 M.
Kasus diatas selanjutnya dianalisis dengan menggunakan matrik unsur tindak
pidana korupsi Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 dengan
hasil sebagai berikut:
Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
2
Modul Audit Investigatif 3
Tabel 1No Unsur
Tindak PidanaFakta Perbuatan yang dilakukan dan kejadian
Alat Bukti yang mendukung
1 Setiap orang B adalah seorang Dirut BUMN - Keterangan dari Terdakwa B- KTP A/n B- SK pengangkatan B sebagai
Dirut BUMN
2 Memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi
- Pada tanggal 10 Januari 2005 B mendapat transfer uang sebesar Rp 15 M dari F
- F telah mendapat kekayaan berupa aset tanah seluas 50
- Ha dengan harga dibawah NJOP/harga pasar
- Keterangan dari Terdakwa B- Keterangan dari Saksi F- Keterangan dari Petugas
Bank- Print-out rekening bank
3
Modul Audit Investigatif 4
No UnsurTindak Pidana
Fakta Perbuatan yang dilakukan dan kejadian
Alat Bukti yang mendukung
3 Dengan cara melawan hukum
- B telah menjual tanah negara aset per usahaan (BUMN)
- yang dipimpinnya kepada F seluas 50 Ha.
- Sebelum menjual, B mengadakan beberapa kali pertemuan dengan F untuk melakukan negosiasi harga dan tata cara pembayaran.
- Setelah tercapai kesepakatan, B mengupayakan penurunan harga NJOP atas tanah sehingga sesuai dengan kesepakatannya dengan F
- B meminta F agar mencari 2 perusahaan lain untuk melengkapi persyaratan administrasi penjualan secara lelang.
- B menunjuk panitia penaksir harga dan panitia penjualan untuk memenuhi formalitas administrasi proses penjualan secara lelang serta telah menetapkan harga tanah dan pembelinya serta sistem pembayaran secara bertahap.
- Padahal menurut SK Menkeu penjualan harus dengan prosedur lelang terbuka untuk umum dan pembayarannya harus dengan tunai.
- Pada tanggal 10 Januari 2005 aset tanah tersebut dijual dengan harga Rp 100 M, padahal menurut SK Meneg BUMN penjualan tanah aset BUMN adalah sesuai dengan NJOP tertinggi tahun berjalan dan atau harga pasar sehingga seharusnya aset tersebut dijual dengan harga Rp 150 M.
- Keterangan dari Saksi F- Keterangan dari Panitia
penaksir Harga- Keterangan dari Panitia
penjualan- Keterangan dari Kantor PBB- Keterangan dari
PerusahaanAppraisal
- Keterangan dari Komisaris- Perusahaan- Keterangan dari Para
Direksi- Keterangan dari Notaris- Surat, seperti dokumen
yang berhubungan dengan penjualan, NJOP tanah, SK Panitia.
- SK Menteri Keuangan- SK Meneg- BUMN- Akta Jual Beli- Sertifikat tanah- Kwitansi penjualan- Print-out Rekening Koran
Perusahaan BUMN
4. Dapat merugikan keuangan negara atau Perekonomian negara
Negara dirugikan sebesar Rp 50 M - Keterangan dari Ahli dari BPKP
- Surat berupa laporan hasil perhitungan kerugian keuangan negara.
KESIMPULAN:Keempat unsur tindak pidana korupsi pada Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 terpenuhi. Keseluruhan rangkaian perbuatan yang telah dilakukan oleh B adalah sebuah tindak pidana korupsi berdasarkan Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 sehingga B dituntut untuk dipidana penjara.
Contoh Kasus II
W salah seorang pejabat di sebuah lembaga Negara dan telah ditunjuk
4
Modul Audit Investigatif 5
menjadi ketua panitia/penanggungjawab proyek pengadaan barang pada tahun 2005
di lembaga tersebut.
Pada akhir tahun anggaran, S selaku salah seorang pemeriksa dari instansi
yang berwenang melakukan pemeriksaan keuangan telah ditugaskan untuk
melakukan pemeriksaan pertanggungjawaban keuangan atas proses pengadaan
barang yang telah dilakukan oleh W. Dalam melakukan pemeriksaan, S menemukan
adanya sejumlah indikasi penyimpangan dalam proses pengadaan yang
mengakibatkan timbulnya kerugian negara. W mengetahui hal tersebut, lalu
berusaha melakukan pendekatan kepada S dengan menawarkan uang sebesar Rp
300 juta dan menyampaikan keinginannya kepada S supaya temuan indikasi
penyimpangan itu dihilangkan dari laporan hasil pemeriksaan.
S melaporkan upaya pemberian uang tersebut kepada Penyidik yang kemudian ditindak
lanjuti dengan melakukan perekaman terhadap pembicaraan W dengan S serta merekam
proses pemberian uang yang dilakukan oleh W kepada S. Pada saat W memberikan uang
kepada S, Penyidik melakukan penangkapan.
Kasus di atas selanjutnya dianalisis dengan menggunakan matrik unsur tindak
pidana korupsi Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun
2001 dengan hasil sebagai berikut:
Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)
tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang
yang:
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara
negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara
tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang
bertentangan dengan kewajibannya; atau
b. ....
Tabel 2No Unsur
Tindak PidanaFakta Perbuatan yang dilakukan dan kejadian
Alat Bukti yang mendukung
1. Setiap orang - W salah seorang pejabat di sebuah lembaga Negara.
- W adalah ketua panitia/penanggungjawab proyek pengadaan barang di lembaga tersebut.
- Keterangan dari TerdakwaW
- KTP A/n W- SK sebagai ketua panitia
5
Modul Audit Investigatif 6
No UnsurTindak Pidana
Fakta Perbuatan yang dilakukan dan kejadian
Alat Bukti yang mendukung
2. Memberi sesuatu atau menjanjikan sesuatu
- W memberi uang Rp 300 jt kepada S.- S melaporkan kepada Penyidik tentang
rencana pemberian uang oleh W.
- Keterangan dari Terdakwa- W dan Keterangan dari
Saksi S- Keterangan dari Petugas
Penyidik yang melakukan penangkapan.
- Alat bukti petunjuk berupa:1. Hasil perekaman oleh Penyidik tentang rekaman peristiwa pemberian uang dari Terdakwa W kepada Saksi S2. Uang tunai Rp 300 jt
3. Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
- S adalah seorang pegawai negeri di salah satu lembaga negara yang berfungsi sebagai pemeriksa keuangan negara.
- S sedang melakukan pemeriksaan pertanggungjawaban keuangan atas pelaksanaan pengadaan barang yang dilakukan oleh W.
- Keterangan dari Saksi S- SK S sebagai Pegawai
Negeri.- Surat Tugas S untuk
melakukan pemeriksaan di lembaga W
- Keterangan dari Atasan S.
4. Dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatudalam jabatannya sehingga bertentangan dengan kewajibannya
- Pemberian uang oleh W kepada S dimaksudkan agar S dalam membuat laporan hasil pemeriksaan tidak mencantumkan temuan tentang adanya indikasi penyimpangan dalam pengadaan barang.
- W mengetahui bahwa hal tersebut bertentangan dengan kewajiban S selaku pemeriksa.
- Keterangan dari Terdakwa- W dan Keterangan dari
Saksi S- Keterangan dari Anggota- Tim S- Keterangan dari Atasan S- Surat berupa Laporan Hasil- Pemeriksaan Keuangan.
KESIMPULAN:Keempat unsur tindak pidana korupsi pada Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 terpenuhi. Keseluruhan rangkaian perbuatan yang telah dilakukan oleh W adalah sebuah tindak pidana korupsi berdasarkan Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 sehingga W dituntut untuk dipidana penjara.
Contoh Kasus III
X selaku Panitera pada salah satu Pengadilan Negeri di Jakarta adalah
panitera dalam perkara penipuan dengan Terdakwa Y (Terdakwa Y dalam perkara
penipuannya tidak ditahan).
Pada tanggal 2 Januari 2006, X didatangi oleh Y di ruang kerjanya untuk
melobi Ketua Majelis Hakim yaitu Hakim A yang menangani perkara tersebut agar 6
Modul Audit Investigatif 7
dalam putusan persidangan Y dinyatakan tidak terbukti bersalah dan diputus bebas,
dan X akan mendapat uang dari Y. Terhadap hal tersebut, X menyanggupi dan
meminta agar uang tersebut diserahkan terlebih dahulu kepadanya sebelum
perkaranya diputus.
Pada tanggal 10 Januari 2006 sekitar pukul 14.00 WIB, Y mendatangi X
diruang kerjanya dengan membawa satu buah tas hitam yang di dalamnya berisi
uang Rp 500 juta dan menyerahkannya kepada X, lalu X menerima tas yang berisi
uang tersebut.
Pada tanggal 24 Januari 2006, dalam sidang perkara penipuan dengan
Terdakwa Y, ternyata majelis hakim menyatakan Terdakwa Y terbukti bersalah
melakukan penipuan dan menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 5 tahun.
Mendengar putusan tersebut, Terdakwa Y langsung marah dan berteriak bahwa
seharusnya ia dibebaskan karena ia telah menyerahkan uang Rp 500 juta kepada X.
Atas kejadian tersebut, Y melaporkan X ke Polres. Dalam pengakuannya X
menyatakan ia telah melobi Hakim A selaku Ketua Majelis Hakim, namun Hakim A
tidak bersedia membantu Y, sedangkan uang Rp 500 juta telah habis ia gunakan
untuk membayar hutang-hutangnya.
Polres kemudian melakukan penyidikan dengan menetapkan X dan Y, masing-masing
sebagai Tersangka (berkas terpisah) dan perkara tersebut oleh Jaksa dilimpahkan ke
Pengadilan Negeri.
Kasus di atas selanjutnya dianalisis dengan menggunakan matrik unsur tindak
pidana korupsi Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 dengan
hasil sebagai berikut:
Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun
dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut
diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan
yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan
hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
Tabel 3No Unsur
Tindak PidanaFakta Perbuatan
yang dilakukan dan kejadianAlat Bukti yang mendukung
7
Modul Audit Investigatif 8
1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara
Si “X” selaku Panitera Pengadilan Negeri - Keterangan dari Saksi A dan Saksi Y
- Keterangan dari Terdakwa X
- SK Pengangkatan selaku- Panitera
2 Menerima hadiah atau janji
Pada tgl 10 Januari 2006 di ruang kerjanya, X menerima uang sejumlah Rp 500 juta dari si “Y”
- Keterangan dari Saksi Y.- Keterangan dari Terdakwa
X- Keterangan dari Saksi-saksi
lain- Sebagian dari uang Rp 500
juta
3 Diketahuinya Si “Y” mengetahui - Keterangan dari Saksi Y
4 Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya dan menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan
Dengan uang Rp 500 juta tersebut, “X” selaku Panitera dapat melakukan pendekatan / melobi hakim yang memeriksa perkaranya untuk memenangkan perkaranya.
- Keterangan dari Saksi Y dan
- Saksi A- Keterangan dari Terdakwa
X
KESIMPULAN:Keempat unsur tindak pidana korupsi pada Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 terpenuhi. Keseluruhan rangkaian perbuatan yang telah dilakukan oleh X adalah sebuah tindak pidana korupsi berdasarkan Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 sehingga X dituntut untuk dipidana penjara.
Contoh Kasus IV
X selaku Panitera pada salah satu Pengadilan Negeri di Jakarta adalah panitera dalam
perkara penipuan dengan Terdakwa Y (Terdakwa Y dalam perkara penipuannya tidak
ditahan).
Pada tanggal 2 Januari 2006, X didatangi oleh Y di ruang kerjanya untuk melobi Ketua
Majelis Hakim yaitu Hakim A yang menangani perkara tersebut agar dalam putusan
persidangan Y dinyatakan tidak terbukti bersalah dan diputus bebas, dan X akan mendapat 8
Modul Audit Investigatif 9
uang dari Y. Terhadap hal tersebut, X menyanggupi dan meminta agar uang tersebut
diserahkan terlebih dahulu kepadanya sebelum perkaranya diputus.
Pada tanggal 10 Januari 2006 sekitar pukul 14.00 WIB, Y mendatangi X diruang kerjanya
dengan membawa satu buah tas hitam yang di dalamnya berisi uang Rp 500 juta dan
menyerahkannya kepada X, lalu X menerima tas yang berisi uang tersebut.
Pada tanggal 24 Januari 2006, dalam sidang perkara penipuan dengan Terdakwa Y,
ternyata majelis hakim menyatakan Terdakwa Y terbukti bersalah melakukan penipuan dan
menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 5 tahun. Mendengar putusan tersebut,
Terdakwa Y langsung marah dan berteriak bahwa seharusnya ia dibebaskan karena ia telah
menyerahkan uang Rp 500 juta kepada X.
Atas kejadian tersebut, Y melaporkan X ke Polres. Dalam pengakuannya X menyatakan ia
telah melobi Hakim A selaku Ketua Majelis Hakim, namun Hakim A tidak bersedia
membantu Y, sedangkan uang Rp 500 juta telah habis ia gunakan untuk membayar hutang-
hutangnya.
Polres kemudian melakukan penyidikan dengan menetapkan X dan Y, masing-masing
sebagai Tersangka (berkas terpisah) dan perkara tersebut oleh Jaksa dilimpahkan ke
Pengadilan Negeri.
Kasus di atas selanjutnya dianalisis dengan menggunakan matrik unsur tindak
pidana korupsi Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 dengan
hasil sebagai berikut;
Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001:
Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat
kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh
pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak
Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Tabel 4No Unsur
Tindak PidanaFakta Perbuatan yang dilakukan dan kejadian
Alat Bukti yang mendukung
9
Modul Audit Investigatif 10
1 Setiap orang Si “Y” - Keterangan dari Saksi X- Keterangan dari Saksi lain- Keterangan dari Terdakwa
Y
2 Memberi hadiah atau janji
Pada tanggal 10 Januari 2006 di ruang kerja X, Y memberikan uang sejumlah Rp 500 juta kepada X
- Keterangan dari Saksi X- Keterangan dari Terdakwa
Y- Keterangan dari Saksi-saksi
lain- Sebagian dari uang Rp 500
juta
3 Kepada pegawai negeri
X selaku Panitera Pengadilan Negeri - Keterangan dari Saksi X- Keterangan dari Saksi lain- SK Pengangkatan selaku- Panitera
4 Dengan mengingat kekuasaan atau wewenangyang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberihadiah atau janji dianggap, melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut
Y mengetahui selaku Panitera yang memegang perkaranya dapat melobi Ketua Majelis Hakim yang menangani perkaranya untuk membebaskan Y dalam perkara penipuan yang telah dilakukannya.
Keterangan dari Terdakwa Y
KESIMPULAN:Keempat unsur tindak pidana korupsi pada Pasal 13 UU 31 Tahun 1999 jo UU 20 Tahun 2001terpenuhi. Keseluruhan rangkaian perbuatan yang telah dilakukan oleh Y adalah sebuah tindak pidana korupsi berdasarkan Pasal 13 UU 31 Tahun 1999 jo UU 20 Tahun 2001 sehingga Y dituntut untuk dipidana penjara.
3. Tiga Puluh Jenis Tindak Pidana Korupsi
Undang-undang tipikor merumuskan 30 jenis atau bentuk tindak pidana korupsi
yang dibagi dalam tujuh kelompok yang diringkas dalam Tabel 5.
Dalam Tabel 5 terdapat kolom d/da. Dalam kolom ini d berarti “dan” atau da
berarti “dan/atau”. Kalau tertulis “dan” berarti kedua jenis pidana pokoknya (dalam 10
Modul Audit Investigatif 11
hal ini, pidana penjara dan pidana denda) harus dijatuhkan bersama-sama.
Penjatuhan dua jenis pidana pokok ini secara bersamaan merupakan sistem
kumulatif imperatif, dan terlihat dalam Pasal 2, 6, 8, 9, 10, 12, dan 12B. Tindak
pidana korupsi dalam pasal-pasal ini dapat dikenakan pidana penjara seumur hidup,
bahkan dalam Pasal 2 dikenakan hukuman mati. Ini menandakan bahwa sistem
kumulatif imperatif dikenakan terhadap tindak pidana korupsi yang paling berat. Di
samping sistem kumulatif imperatif, juga ada sistem kumulatif fakultatif. yang dapat
dilihat pada pasal-pasal yang menggunakan istilah “dan/atau” (da).
Tabel 5Perincian 30 Jenis Tindak Pidana Korupsi
Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
No Kelompok Tipikor
Keterangan PidanaPenjara
PidanaPenjara(tahun) d/da
PidanaDenda
( juta Rp )Min Maks Min Maks
Kerugian Keuangan Negara1 Pasal 2 Memperkaya diri Seumur hidup 4 20 d 200 1.000
Pidana mati2 Pasal 3 Menyalahgunakan
wewenangSeumur hidup 1 20 da 50 1.000
Suap Menyuap3 Psl 5 ayat
(1)aMenyuap PN 1 5 da 50 250
4 Psl 5 ayat(1)b
Menyuap PN 1 5 da 50 250
5 Pasal 13 Memberi hadiah ke PN 3 da 1506 Psl 5 ayat(2) PN menerima suap 1 5 da 50 2507 Pasal 12.a PN menerima suap Seumur hidup 4 20 d 200 1.0008 Pasal 12.b. PN menerima suap Seumur hidup 4 20 d 200 1.0009 Pasal 11 PN menerima suap 1 5 da 50 25010 Psl 6
ayat(1).aMenyuap Hakim 3 15 d 150 750
11 Psl 6 ayat(1).b
Menyuap advokat 3 15 d 150 750
12 Psl 6 ayat(2)
Hakim & Advokat terima suap
3 15 d 150 750
13 Pasal 12.c Hakim menerima suap Seumur Hidup 4 20 d 200 1.00014 Pasal 12.d Advokat menerima suap Seumur Hidup 4 20 d 200 1.000Penggelapan dalam Jabatan15 Pasal 15 PN menggelapkan uang
atau membiarkan penggelapan
3 15 d 150 750
16 Pasal 9 PN. I memalsukan buku 1 5 d 50 25017 Pasal 10.a PN. I merusak bukti 2 7 d 100 35018 Pasal 10.b PN membiarkan orang lain
merusakkan bukti2 7 d 100 350
19 Pasal 10.c PN membantu orang lain merusakkan bukti
2 7 d 100 350
11
Modul Audit Investigatif 12
No Kelompok Tipikor
Keterangan PidanaPenjara
PidanaPenjara(tahun) d/da
PidanaDenda
( juta Rp )Min Maks Min Maks
Perbuatan Pemerasan20 Pasal 12.e PN memeras Seumur Hidup 4 20 d 200 1.00021 Pasal 12.g PN memeras Seumur Hidup 4 20 d 200 1.00022 Pasal 12.h PN memeras Seumur Hidup 4 20 d 200 1.000Perbuatan Curang23 Psl 7 ayat(1)
aPemborong berbuat curang
2 7 da 100 350
24 Psl 7 ayat(1)b
Pengawas proyek membiarkan perbuatan curang
2 7 da 100 350
25 Psl 7 ayat(1)c
Rekanan TNI/Polri berbuat curang
2 7 da 100 350
26 Psl 7 ayat(1)d
Pengawas rekanan TNI/Polri berbu at curang
2 7 da 100 350
27 Psl 7 ayat (2) Penerima barang TNI/Polri membiarkan perbuatan curang
2 7 da 100 350
28 Psl 12.h PN memeras 4 20 d 200 1.000Benturan Kepentingan dalamPengadaan29 Pasal 12.i PN turut serta dlm
pengadaan yang diurusnyaSeumur Hidup 4 20 d 200 1.000
Gratifikasi30 Psl 12B
jo.12CPN menerima gratifikasi dan tidak melapor ke KPK
Seumur Hidup 4 20 d 200 1.000
4. Tindak Pidana Lain Berkaitan Dengan Tipikor
Selain ke-30 bentuk tindak pidana korupsi, Undang-Undang Tipikor Bab III
mengatur beberapa tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi.
1. Mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung
penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka,
terdakwa, atau saksi dalam perkara korupsi.
2. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar.
3. Dalam perkara korupsi, melanggar KUHP Pasal 220 (mengadukan perbuatan
pidana, padahal ia tahu perbuatan itu tidak dilakukan), Pasal 231 (menarik barang
yang disita), Pasal 421 (pejabat menyalahgunakan kekuasaan, memaksa orang
melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu), Pasal 422 (pejabat
menggunakan paksaan untuk memeras pengakuan atau mendapat keterangan),
Pasal 429 (pejabat melampaui kekuasaan ... memaksa masuk ke dalam rumah atau
ruangan atau pekarangan tertutup ... atau berada di situ secara melawan hukum)
atau Pasal 430 (pejabat melampaui kekuasaan menyuruh memperlihatkan
12
Modul Audit Investigatif 13
kepadanya atau merampas surat, kartu pos, barang atau paket ... atau kabar lewat
kawat)
5. Unsur-Unsur Tindak Pidana Korupsi (TPK)
Tabel 5 di atas menyajikan pasal-pasal dan ayat-ayat dari Undang-Undang
Tipikor yang berisi 30 jenis tindak pidana berdasarkan tujuh kelompok. Pada
pembahasan di bawah ini, pasal-pasal dan ayat-ayat tersebut diuraikan ke dalam
unsur-unsurnya (bestanddeelen)
TPK – KERUGIAN KEUANGAN NEGARA
TPK – 1
Pasal 2:
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya
diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Penjelasan: Yang dimaksud dengan “secara melawan hukum” dalam Pasal ini mencakup
perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun
perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perudang-undangan, namun apabila
perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-
norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana. Dalam
ketentuan ini, kata “dapat” sebelum frasa “merugikan keuangan atau perekonomian
negara” menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak
pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan
bukan dengan timbulnya akibat.
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Penjelasan: yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” dalam ketentuan ini dimaksudkan
sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut
dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang
berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana
korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter dan pengulangan
tindak pidana korupsi.
13
Modul Audit Investigatif 14
No Unsur Tindak Pidana
1. Setiap orang
2. Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi
3. Dengan cara melawan hukum
4. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
TPK – 2
Pasal 3:
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya
karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling
sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00
(satu milyar rupiah).
Penjelasan: Kata “dapat” dalam ketentuan ini diartikan sama dengan Penjelasan Pasal 2.
No Unsur Tindak Pidana
1. Setiap orang
2. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
3. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana
4. Yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan
5. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
TPK – SUAP MENYUAPTPK – 3
Pasal 5 ayat (1) huruf a:
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)
tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang
yang:
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara
negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara
14
Modul Audit Investigatif 15
tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang
bertentangan dengan kewajibannya; atau
Penjelasan: cukup jelas
b. .........
No Unsur Tindak Pidana
1. Setiap orang
2. Memberi atau menjanjikan sesuatu
3. Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
4. Dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut
berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan
kewajibannya
TPK – 4
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)
tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang
yang:
a. .........
b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena
atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban,
dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
Penjelasan: cukup jelas
No Unsur Tindak Pidana
1. Setiap orang
2. Memberi sesuatu
3. Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
4. Berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau
tidak dilakukan dalam jabatannya
TPK – 5
Pasal 13:
15
Modul Audit Investigatif 16
Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat
kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh
pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Penjelasan: Cukup jelas.
No Unsur Tindak Pidana
1. Setiap orang
2. Memberi hadiah atau janji
3. Kepada pegawai negeri
4. Dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau
kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada
jabatan atau kedudukan tersebut
TPK – 6
Pasal 5 ayat (2):
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)
tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang
yang:
a. ........
b. ........
(2) Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana
yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Penjelasan: Yang dimaksud dengan "penyelenggara negara" dalam Pasal ini adalah
penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor
28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme. Pengertian "penyelenggara negara" tersebut berlaku pula
untuk pasal-pasal berikutnya dalam Undang-undang ini.
No Unsur Tindak Pidana
1. Pegawai Negeri
2. Menerima pemberian atau janji16
Modul Audit Investigatif 17
3. Kepada pegawai negeri
4. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b
TPK – 7
Pasal 12 Huruf a:
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah):
a. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal
diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk
menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang
bertentangan dengan kewajibannya;
Penjelasan: Cukup jelas
b. ........
No Unsur Tindak Pidana
1. Pegawai Negeri atau penyelenggara negara
2. Menerima hadiah atau janji
3. Diketahuinya bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkannya
agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang
bertentangan dengan kewajibannya
4. Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan
dengan kewajibannya
TPK – 8
Pasal 12 huruf b:
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah):
a. ..........
17
Modul Audit Investigatif 18
b. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui
atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan
karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya;
Penjelasan: Cukup jelas
c. ..........
No Unsur Tindak Pidana
1. Pegawai Negeri atau penyelenggara negara
2. Menerima hadiah
3. Diketahuinya bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan
karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya
4. Patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan
karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya
TPK – 9
Pasal 11:
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun
dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut
diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan
yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan
hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
Penjelasan: Cukup jelas
No Unsur Tindak Pidana
1. Pegawai Negeri atau penyelenggara negara
2. Menerima hadiah atau janji
3. Diketahuinya
4. Patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau
kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran
orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan
18
Modul Audit Investigatif 19
No Unsur Tindak Pidana
jabatannya
TPK – 10
Pasal 6 ayat (1) huruf a:
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah)
setiap orang yang:
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk
mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau
Penjelasan: Cukup jelas
b. ........
No Unsur Tindak Pidana
1. Setiap orang
2. Memberi atau menjanjikan sesuatu
3. Kepada hakim
4. Dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya
untuk diadili
TPK – 11
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah)
setiap orang yang:
a. ........
b. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri
sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat
yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada
pengadilan untuk diadili.
Penjelasan: Cukup jelas
19
Modul Audit Investigatif 20
No Unsur Tindak Pidana
1. Setiap orang
2. Memberi atau menjanjikan sesuatu
3. Kepada advokat yang menghadiri sidang pengadilan
4. Dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan
berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
TPK – 12
Pasal 6 ayat (2):
(2) Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf a atau advokat yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1).
Penjelasan: Cukup jelas
No Unsur Tindak Pidana
1. Hakim atau advokat
2. Yang menerima pemberian atau janji
3. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a atau huruf b
TPK – 13
Pasal 12 huruf c:
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah):
c. hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa
hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang
diserahkan kepadanya untuk diadili
Penjelasan: Cukup jelas
d. .......
No Unsur Tindak Pidana
1. Hakim20
Modul Audit Investigatif 21
2. Menerima hadiah atau janji
3. Diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk
mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili
TPK – 14
Pasal 12 huruf d:
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah):
c. ......
d. seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan
menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji,
padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk
mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan
perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili
Penjelasan: Yang dimaksud dengan "advokat" adalah orang yang berprofesi memberi
jasa hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
e. .........
No Unsur Tindak Pidana
1. Advokat yang menghadiri sidang di pengadilan
2. Menerima hadiah atau janji
3. Diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi
nasihat atau pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara yang
diserahkan kepada pengadilan untuk diadili
TPK – SUAP MENYUAPTPK – 15
Pasal 8:
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
21
Modul Audit Investigatif 22
rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah), pegawai
negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum
secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang
atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat
berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam
melakukan perbuatan tersebut.
Penjelasan: Cukup jelas
No Unsur Tindak Pidana
1. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan
suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu
2. Dengan sengaja
3. Menggelapkan atau membiarkan orang lain mengambil atau membiarkan orang lain
menggelapkan atau membantu dalam melakukan perbuatan itu.
4. Uang atau surat berharga
5. Yang disimpan karena jabatannya
TPK – 16
Pasal 9:
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang
selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus
menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-
daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi.
Penjelasan: Cukup jelas
No Unsur Tindak Pidana
1. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan
suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu
2. Dengan sengaja
3. Memalsu
4. Buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi
TPK – 1722
Modul Audit Investigatif 23
Pasal 10 huruf a:
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh)
tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang
selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus
menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja:
a. menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai
barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan
di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya; atau
Penjelasan: Cukup jelas
b. ......
No Unsur Tindak Pidana
1. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan
suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu
2. Dengan sengaja
3. Menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai
4. Barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau
membuktikan di muka pejabat yang berwenang
5. Yang dikuasainya karena jabatan
TPK – 18
Pasal 10 huruf b:
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh)
tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang
selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus
menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja:
a. .........
b. membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat
tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut; atau
Penjelasan: Cukup jelas
c. ..........
No Unsur Tindak Pidana
23
Modul Audit Investigatif 24
1. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan
suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu
2. Dengan sengaja
3. Menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai
4. Barang, akta, surat, atau daftar sebagaimana disebut pada Pasal 10 huruf a
TPK – 19
Pasal 10 huruf c:
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh)
tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang
selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus
menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja:
b. .........
c. membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat
tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut.
Penjelasan: Cukup jelas
No Unsur Tindak Pidana
1. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan
suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu
2. Dengan sengaja
3. Membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat
tidak dapat dipakai
4. Barang, akta, surat, atau daftar sebagaimana disebut pada Pasal 10 huruf a
TPK – PEMERASANTPK – 20
Pasal 12 huruf e:
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
24
Modul Audit Investigatif 25
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah):
d. ......
e. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri
sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan
kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima
pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
Penjelasan: Cukup jelas
f. .........
No Unsur Tindak Pidana
1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara
2. Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain
3. Secara melawan hukum
4. Memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran
dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri
5. Menyalahgunakan kekuasaan
TPK – 21
Pasal 12 huruf g:
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah):
f. ......
g. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas,
meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan
utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang
Penjelasan: Cukup jelas
h. .........
No Unsur Tindak Pidana
1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara
2. Pada waktu menjalankan tugas
3. Meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang25
Modul Audit Investigatif 26
4. Seolah-olah merupakan utang kepada dirinya
5. Diketahuinya bahwa hal tersebut bukan merupakan utang
TPK – 22
Pasal 12 huruf f:
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah):
e. ......
f. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas,
meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri
atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang
kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang
Penjelasan: Cukup jelas
g. .........
No Unsur Tindak Pidana
1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara
2. Pada waktu menjalankan tugas
3. Meminta atau menerima pekerjaan, atau memotog pembayaran
4. Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas
umum
5. Seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum
tersebut mempunyai utang kepadanya
6. Diketahuinya bahwa hal tersebut bukan merupakan utang
TPK – PERBUATAN CURANGTPK – 23
Pasal 7 ayat (1) huruf a:
26
Modul Audit Investigatif 27
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh)
tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah):
a. pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual
bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan
perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang,
atau keselamatan negara dalam keadaan perang;
Penjelasan: Cukup jelas
b. ........
No Unsur Tindak Pidana
1. Pemborong, ahli bangunan atau penjual bahan
2. Melakukan perbuatan curang
3. Pada waktu membuat bangunan atau menyerahkan bahan bangunan
4. Yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan
negara dalam keadaan perang
TPK – 24
Pasal 7 ayat (1) huruf b:
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh)
tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah):
a. ..........
b. setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan
bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud
dalam huruf a;
Penjelasan: Cukup jelas
c. ..........
No Unsur Tindak Pidana
1. Pengawas bangunan atau pengawas penyerahan bahan bangunan
2. Membiarkan dilakukannya perbuatan curang pada waktu membuat bangunan atau
menyerahkan bahan bangunan.
3. Dilakukan dengan sengaja
27
Modul Audit Investigatif 28
No Unsur Tindak Pidana
4. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a.
TPK – 25
Pasal 7 ayat (1) huruf c:
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh)
tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah):
b. ..........
c. setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional
Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan
curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang;
atau
Penjelasan: Cukup jelas
d. ..........
No Unsur Tindak Pidana
1. Setiap orang
2. Melakukan perbuatan curang
3. Waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau
Kepolisian Negara Republik Indonesia
4. Dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang
TPK – 26
Pasal 7 ayat (1) huruf d:
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh)
tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah):
c. ..........
d. setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara
Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan
sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c
Penjelasan: Cukup jelas
28
Modul Audit Investigatif 29
No Unsur Tindak Pidana
1. Orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional
Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia
2. Melakukan perbuatan curang
3. Membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf
c
4. Dilakukan dengan sengaja
TPK – 27
Pasal 7 ayat (2)
(2) Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima
penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian
Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf c, dipidana dengan pidana yang sama
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
Penjelasan: Cukup jelas
No Unsur Tindak Pidana
1. Orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima
penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian
Negara Republik Indonesia
2. Membiarkan perbuatan curang
3. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a atau huruf c
TPK – 28
Pasal 12 huruf h:
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah):
g. ..........
h. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas,
telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah
29
Modul Audit Investigatif 30
sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang berhak,
padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan; atau
Penjelasan: Cukup jelas
i. ......
No Unsur Tindak Pidana
1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara
2. Pada waktu menjalankan tugas menggunakan tanah negara yang di atasnya
terdapat hak pakai
3. Seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan
4. Telah merugikan orang yang berhak
5. Diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan
TPK – 29
Pasal 12 huruf i:
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah):
h. ..........
i. pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung
dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang
pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk
mengurus atau mengawasinya
Penjelasan: Cukup jelas
No Unsur Tindak Pidana
1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara
2. Dengan sengaja
3. Langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan,
pengadaan, atau persewaan.
4. Pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk
30
Modul Audit Investigatif 31
No Unsur Tindak Pidana
mengurus atau mengawasinya
TPK – 30
Pasal 12 B:
(1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap
pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan
dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian
bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima
gratifikasi;
b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian
bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.
Penjelasan: Yang dimaksud dengan "gratifikasi" dalam ayat ini adalah pemberian
dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi,
pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata,
pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di
dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana
elektronik atau tanpa sarana elektronik.
(2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat
4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling
sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Penjelasan: Cukup jelas
Pasal 12 C:
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B ayat (1) tidak berlaku, jika
penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
(2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh
penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal
gratifikasi tersebut diterima.
31
Modul Audit Investigatif 32
(3) Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam waktu paling lambat 30 (tiga
puluh) hari kerja sejak tanggal menerima laporan wajib menetapkan gratifikasi dapat
menjadi milik penerima atau milik negara.
(4) Ketentuan mengenai tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) dan penentuan status gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur
dalam Undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
No Unsur Tindak Pidana
1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara
2. Menerima gratifikasi
3. Yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban
atau tugasnya
4. Penerimaan gratifikasi tersebut tidak dilaporkan ke KPK dalam jangka waktu 30 hari
sejak diterimanya gratifikasi
6. Beberapa Konsep Undang-UndangDi bawah ini ada catatan mengenai beberapa konsep, baik yang secara
umum dikenal dalam KUHP dan KUHAP maupun yang khas untuk tindak pidana
korupsi. Konsep-konsep itu adalah:
1. Alat bukti yang sah
2. Beban pembuktian terbalik
3. Gugatan perdata atas harta yang disembunyikan
4. Pemidanaan secara in absentia
5. “memperkaya” versus “menguntungkan”
6. Pidana mati
7. Nullum delictum
8. Concursus idealis
9. Concursus realis
10. Perbuatan berlanjut
11. “lepas dari tuntutan hukum” versus “bebas”.
Konsep-konsep ini akan dibahas secara singkat dan dimaksudkan untuk
membantu akuntan forensik yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan
hukum. Dalam analisis kasus, pembaca dapat melihat penerapan sebagian konsep-
konsep ini.
32
Modul Audit Investigatif 33
Alat Bukti yang SahPenjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 menyebutkan:
Ketentuan perluasan mengenai sumber perolehan alat bukti yang sah yang berupa
petunjuk, dirumuskan bahwa mengenai "petunjuk" selain diperoleh dari keterangan saksi,
surat, dan keterangan terdakwa, juga diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi
yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau
yang serupa dengan itu tetapi tidak terbatas pada data penghubung elektronik (electronic
data interchange), surat elektronik (e-mail), telegram, teleks, dan faksimili, dan dari
dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca dan atau
didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang
tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara
elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka,
atau perforasi yang memiliki makna.
Ini merupakan perluasan pengertian alat bukti yang sah dalam KUHAP sesuai
dengan perkembangan teknologi. Rumusannya sendiri dapat dilihat dalam Pasal 26 A
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 berikut:
Pasal 26 A
Alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2)
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, khusus untuk tindak
pidana korupsi juga dapat diperoleh dari :
a. alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan
secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan
b. dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan
atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik
yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam
secara elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf,
tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna.
Penjelasan dari pasal ini berbunyi sebagai berikut:
Huruf a
Yang dimaksud dengan "disimpan secara elektronik" misalnya data yang disimpan dalam
mikro film, Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once Read Many
(WORM).
Yang dimaksud dengan "alat optik atau yang serupa dengan itu" dalam ayat ini tidak
terbatas pada data penghubung elektronik (electronic data interchange), surat elektronik (e-
mail), telegram, teleks, dan faksimili.
33
Modul Audit Investigatif 34
Huruf b Cukup jelas
Ketentuan serupa mengenai alat bukti yang sah juga terdapat dalam Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tinda Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003.
Beban Pembuktian TerbalikPenjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 menyebutkan:
Ketentuan mengenai "pembuktian terbalik" perlu ditambahkan dalam Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai ketentuan
yang bersifat "premium remidium" dan sekaligus mengandung sifat prevensi khusus
terhadap pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 atau terhadap
penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 28
Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi,
dan Nepotisme, untuk tidak melakukan tindak pidana korupsi.
Pembuktian terbalik ini diberlakukan pada tindak pidana baru tentang gratifikasi dan
terhadap tuntutan perampasan harta benda terdakwa yang diduga berasal dari salah satu
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 13, Pasal 14,
Pasal 15, dan Pasal 16 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 5 sampai dengan Pasal 12 Undang-undang ini.
Penggunaan istilah “pembuktian terbalik” sebenarnya kurang tepat, istilah yang
seharusnya digunakan adalah pembalikan beban pembuktian (omkering van bewijslast).
Gugatan Perdata atas Harta yang DisembunyikanPenjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 menyebutkan:
Dalam Undang-undang ini diatur pula hak negara untuk mengajukan gugatan perdata
terhadap harta benda terpidana yang disembunyikan atau tersembunyi dan baru diketahui
setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Harta benda yang
disembunyikan atau tersembunyi tersebut diduga atau patut diduga berasal dari tindak
pidana korupsi. Gugatan perdata dilakukan terhadap terpidana dan atau ahli warisnya.
Untuk melakukan gugatan tersebut, negara dapat menunjuk kuasanya untuk mewakili
negara.
Ketentuan mengenai hal ini dapat dilihat dalam Pasal 38 C dari Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001
Pasal 38 C
34
Modul Audit Investigatif 35
Apabila setelah putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, diketahui
masih terdapat harta benda milik terpidana yang diduga atau patut diduga juga berasal dari
tindak pidana korupsi yang belum dikenakan perampasan untuk negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 B ayat (2), maka negara dapat melakukan gugatan perdata
terhadap terpidana dan atau ahli warisnya.
Penjelasan pasal ini berbunyi sebagai berikut:
Dasar pemikiran ketentuan dalam Pasal ini adalah untuk memenuhi rasa keadilan
masyarakat terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang menyembunyikan harta benda yang
diduga atau patut diduga berasal dari tindak pidana korupsi.
Harta benda tersebut diketahui setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum
tetap. Dalam hal tersebut, negara memiliki hak untuk melakukan gugatan perdata kepada
terpidana dan atau ahli warisnya terhadap harta benda yang diperoleh sebelum putusan
pengadilan memperoleh kekuatan tetap, baik putusan tersebut didasarkan pada Undang-
undang sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau setelah berlakunya Undang-undang tersebut.
Untuk melakukan gugatan tersebut negara dapat menunjuk kuasanya untuk mewakili
negara.
Perampasan Harta Benda yang DisitaKetentuan ini dapat dilihat dalam Pasal 38 ayat 5 dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 yang berbunyi sebagai berikut:
“Dalam hal terdakwa meninggal dunia sebelum putusan dijatuhkan dan terdapat bukti yang cukup kuat bahwa yang bersangkutan telah melakukan tindak pidana korupsi, maka hakim atas tuntutan penuntut umum menetapkan perampasan barang-barang yang telah disita”
dan penjelasannya yang berbunyi sebagai berikut: “Ketentuan dalam ayat ini, dimaksudkan
pula untuk menyelamatkan kekayaan Negara”.
Karena orang itu telah meninggal dunia, kesempatan baginya banding tidak ada. Setelah ia
meninggal, pertanggungjawabannya dibatasi sampai pada perampasan harta benda yang
telah disita. Inilah peluang yang diberikan kepada negara di bawah pasal ini.
Pasal 38 ayat 7 Undang-Undang Tipikor memberi kesempatan kepada yang berkepentingan
untuk mengajukan keberatan. Ayat ini sekaligus memberi kepastian mengenai batas
waktunya. Ayat ini berbunyi:
“Setiap orang yang berkepentingan dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan
yang telah menjatuhkan penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5), dalam
35
Modul Audit Investigatif 36
waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pengumuman sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3).”
dan penjelasannya yang berbunyi sebagai berikut: Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan
untuk melindungi pihak ketiga yang beritikad baik. Batasan waktu 30 (tiga puluh) hari
dimaksudkan untuk menjamin dilaksanakannya eksekusi terhadap barang-barang yang
memang berasal dari tindak pidana korupsi.
Pemidanaan secara in AbsentiaGugatan kepada ahli waris dapat dilihat dalam kasus korupsi pengadaan alat berat dan
ambulans oleh Pemda Jawa Barat.
Ahli Waris Tersangka Korupsi DituntutAhli waris Yusuf Setiawan, tersangka korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran di Provinsi
Jawa Barat, digugat secara perdata. Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Edwin
P Situmorang memastikan hal itu saat dihubungi, Kamis (21/1).
Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Marwan Effendy memastikan ahli waris
tersangka Yusuf digugat secara perdata. Itu dilakukan setelah kasus yang sebelumnya ditangani
KPK tersebut lalu diserahkan pula penanganannya kepada kejaksaan.
Sebelum meninggal, almarhum Yusuf terancam didakwa dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kerugian negara yang ditimbulkan
dalam kasus korupsi tersebut mencapai lebih dari Rp 48 miliar.
Sumber: http://www.antikorupsi.org/id/content/ahli-waris-tersangka-korupsi-dituntut
Pengalaman mengenai koruptor yang melarikan diri atau tidak hadir dalam persidangan,
diatasi dengan ketentuan mengenai pemidanaan secara in absentia. Hal ini diatur dalam
pasal 38 ayat 1, 2, 3, dan 4 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor yang berbunyi sebagai
berikut:
(1) Dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah, dan tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, maka perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa kehadirannya.
(2) Dalam hal terdakwa hadir pada sidang berikutnya sebelum putusan dijatuhkan, maka terdakwa wajib diperiksa, dan segala keterangan saksi dan surat-surat yang dibacakan dalam sidang sebelumnya dianggap sebagai diucapkan dalam sidang yang sekarang.
(3) Putusan yang dijatuhkan tanpa kehadiran terdakwa diumumkan oleh penuntut umum pada papan pengumuman pengadilan, kantor Pemerintah Daerah, atau diberitahukan kepada kuasanya.
36
Modul Audit Investigatif 37
(4) Terdakwa atau kuasanya dapat mengajukan banding atas putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
dan penjelasannya berbunyi sebagai berikut:
(1) Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk menyelamatkan kekayaan negara sehingga tanpa kehadiran terdakwa pun, perkara dapat diperiksa dan diputus oleh hakim.
(2) Cukup jelas(3) Yang dimaksud dengan “putusan” yang diumumkan atau diberitahukan adalah
petikan surat putusan pengadilan(4) Cukup jelas
“Memperkaya” versus “Menguntungkan”Perumusan TPK dalam Pasal 2 Undang-Undang Tipikor berbeda dari perumusan dalam
Pasal 3. Dalam Pasal 2, digunakan istilah “memperkaya diri sendiri atau orang lain”.
Sementara itu, dalam Pasal 3, digunakan istilah “menguntungkan diri sendiri atau orang lain”
Mengapa pembuktian “memperkaya” lebih sulit dari pada “menguntungkan”?.
Memperkaya bermakna adanya tambahan kekayaan. Menguntungkan bermakna
keuntungan materiil (tambahan kekayaan, uang, harta) dan immateriil (timbulnya
goodwill,utang budi dan lain-lain).
Seorang pejabat menerima suap dari seorang pengusaha dan seluruh jumlah
itu diberikan kepada atasannya. Pejabat itu tidak memperkaya dirinya, tetapi tetap
menguntungkan dirinya. Dengan meneruskan seluruh suap itu kepada atasannya, ia
menguntungkan diri karena bisa mendapat keistimewaan (favor) dalam bentuk
kenaikan pangkat, jabatan, gaji dan seterusnya.
Pidana MatiBanyak orang menginginkan ketentuan pidana mati terhadap para koruptor dalam hal
jumlah yang dikorupsi besar. Namun, berapa jumlah korupsi yang dikategorikan besar?
Dalam Pasal 2 ayat 2 dari Undang-Undang Tipikor, dikatakan: “Dalam hal
tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam
keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan”. Penjelasannya berbunyi sebagai
berikut:
Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” dalam ketentuan ini dimaksudkan
sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana
tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan
undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai
pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis
ekonomi dan moneter.
37
Modul Audit Investigatif 38
Nullum DelictumDalam bahasa Latin, asa ini selengkapnya berbunyi:
1. Nullum delictum, nulla poena sine praevia lege poenali,
2. Nullum crimen, nulla poena sine praevia lege poenali, atau
3. Nullum crimen, nulla poena sine lege praevia.
Yang disingkat menjadi:
1. Nullum delictum
2. Nullum poena sine lege atau
3. Nullum crimen, nulla poena sine lege
Maknanya dapat dilihat pada Pasal 1 ayat (1) KUHP yang berbunyi: “Suatu
perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan
perundangundangan pidana yang telah ada”
Dalam kaitan dengan TPK, asas ini dikemukakan dalam dua kasus. Pertama
untuk kasus-kasus TPK yang dilakukan sebelum keluarnya suatu undang-undang,
tetapi diadili setelah keluarnya undang-undang tersebut.
Hal ini misalnya terlihat dalam perdebatan di DPR ketika membahas
Rancangan Undang-Undang (yang kemudian menjadi Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1971). Meskipun ada keinginan yang kuat dari beberapa fraksi untuk
menerapkan undang-undang itu secara retroaktif (berlaku surut), perumusan Pasal
36 dari undang-undang yang disahkan menunjukkan dipertahankannya asas nullum
delictum ini. Berikut ini kutipan dari pasal tersebut: “Terhadap segala tindak pidana
korupsi yang telah dilakukan sebelum saat Undang-Undang ini berlaku, tetapi
diperiksa dan diadili setelah Undang-Undang ini berlaku maka diperlukan Undang-
Undang yang berlaku pada saat tindak pidana dilakukan.”
Timbulnya berbagai interpetrasi tentang berlakunya Undang-Undang Tipikor
juga dicatat dalam penjelasan undang-undang itu:
Sejak Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) diundangkan,
terdapat berbagai interpretasi atau penafsiran yang berkembang di masyarakat
khususnya mengenai penerapan Undang-undang tersebut terhadap tindak pidana
korupsi yang terjadi sebelum Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 diundangkan.
Hal ini disebabkan Pasal 44 Undang-undang tersebut menyatakan bahwa Undang-
undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
dinyatakan tidak berlaku sejak Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 diundangkan,
38
Modul Audit Investigatif 39
sehingga timbul suatu anggapan adanya kekosongan hukum untuk memproses
tindak pidana korupsi yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 31
Tahun 1999.
Kedua, sewaktu KPK menangani kasus yang terjadi sebelum keuarnya
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan TPK, ada
orang yang mempertanyakan wewenang KPK dengan menggunakan asas nullum
delictum ini. Dalam kasus semacam ini, asas ini sebenarnya tidak dilanggar karena
substansi hukumnya sudah diatur dalam undang-undang yang mendahului TPK itu.
Yang terjadi kemudian adalah perluasan dari aparat yang menanganinya, yakni dari
polisi dan jaksa ke KPK.
Concursus IdeaisKonsep concursus idealis dan concursus realis ini terdapat dalam KUHP Bab
VI mengenai “Perbarengan Tindak Pidana”.
Konsep concursus idealis berkenaan dengan satu perbuatan yang tercakup
dalam lebih dari satu aturan pidana. Hal ini terlihat dalam Pasal 63 yang berbunyi
sebagai berikut:
(1) Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka
yang dikenakan hanya salah satu di antara aturan-aturan itu; jika berbeda-beda,
yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.
(2) Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum,
diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang
diterapkan.
Concursus RealisKonsep concursus realis ini berkenaan dengan beberapa perbuatan yang
dilakukan berbarengan. Hal ini terdapat dalam KUHP Pasal 65 yang berbunyi
sebagai berikut.
(1) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang
sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan,
yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, maka dijatuhkan hanya satu
pidana.
(2) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana yang
diancam terhadap perbuatan itu, tetapi boleh lebih dari maksimum pidana yang
39
Modul Audit Investigatif 40
trerberat ditambah sepertiga.
Perbuatan BerlanjutMasih dalam Bab VI KUHP, ada ketentuan mengenai apa yang dikenal sebagai satu
perbuatan berlanjut yang mirip dengan concursus realis (yakni dianggap satu perbuatan).
Namun pemidanaannya mirip dengan concursus idealis (dikenakan hanya satu pidana).
Perbuatan berlanjut ini diatur dalam Pasal 64 ayat 1 KUHP yang berbunyi
sebagai berikut.
(1) Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan
kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus
dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, maka hanya diterapkan satu aturan
pidana; jika berbeda-beda, yang diterapkan yang memuat ancaman pidana pokok
yang paling berat.
“Lepas dari Tuntutan Hukum” versus “Bebas”Bagi orang awam, keputusan “Lepas dari tuntutan hukum” dan keputusan “bebas”
mempunyai makna yang sama. Dari sudut pandang KUHAP, kedua putusan ini mempunyai
makna dan konsekuensi yang berbeda.
Putusan bebas (vrijspraak) atau bebas murni (zuivere vrijspraak) diatur dalam
KUHAP Pasal 191 ayat 1 yang berbunyi: “Jika pengadilan berpendapat bahwa dari
hasil pemeriksaan di sidang kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwaan
kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan maka terdakwa diputus bebas.”
“Lepas dari segala tuntutan hukum” (ontslag van alle rechtsvervolging) diatur
dalam KUHAP Pasal 191 ayat 2 yang berbunyi sebagai berikut: “Jika pengadilan
berpendapat bahwa perbuatan yang didakwaan kepada terdakwa terbukti, tetapi
perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas
dari segala tuntutan hukum.”
Dalam hal putusan lepas dari segala tuntutan hukum, jaksa penuntut umum
dapat melakukan kasasi. Sementara itu, dalam putusan bebas murni, jaksa penuntut
umum tidak dapat melakukan kasasi.
7. Analisis Beberapa Kasus KorupsiPara akuntan forensik dapat menarik pelajaran berharga dari pendapat dan
komentar para ahli hukum mengenai kasus-kasus yang sudah ada putusan hakim.
Prof. Dr. Jur. Andi Hamzah adalah salah satu seorang di antara para ahli hukum
pidana dan hukum acara pidana yang banyak menulis tentang kasus-kasus korupsi.
40
Modul Audit Investigatif 41
Analisis berikut disarikan dari tulisan beliau. Beliau memberikan pendapat
dalam kasus-kasus korupsi, seperti dalam kasus Akbar Tandjung di Pengadilan
Tinggi. Selanjutnya pendapat beliau digunakan oleh Mahkamah Agung meskipun
tidak secara utuh.
Dalam bukunya, Profesor Andi Hamzah mencantumkan posisi dan analisis
kasusnya secara terperinci. Analisis di bawah merupakan ringkasan untuk
menonjolkan hal-hal penting bagi akuntan forensik. Para akuntan forensik sebaiknya
mempelajari dokumentasi dari suatu kasus secara utuh, yaitu sejak surat dakwaan
yang diajukan penuntut umum, sampai kepada Mahkamah Agung.
Kasus Akbar Tandjung
Ringkasan posisi kasus ini adalah sebagai berikut. Pada tanggal 10 Februari 1999, ada
pertemuan terbatas antara Presiden B.J Habibie, Akbar Tandjung (Sekretaris Negara),
Rahadi Ramelan (pejabat sementara Kepala Bulog), dan Haryono Suyono (Menteri
Koordinator Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan) di Istana Merdeka.
Pertemuan itu membahas krisis pangan. Rahadi Ramelan melaporkan kepada Presiden
Habibie, ada dana non-budgeter untuk membeli sembako bagi rakyat miskin sebesar Rp40
miliar.
Dadang Sukandar (Ketua Yayasan Islam Raudatul Jannah) mengajukan
permohonan kepada Haryono Suyono untuk melaksanakan pengadaan dan
penyaluran sembako. Dadang Sukandar memperkenalkan Winfried Simatupang
(selaku mitra kerjanya) kepada Akbar Tandjung. Di depan Akbar Tandjung dan
stafnya, mereka berdua melakukan pemaparan.
Akbar Tandjung menyetujui rencana pengadaan dan penyaluran sembako.
Rahadi Ramelan membuat nota kepada Ruskandar (Deputi Keuangan Bulog) dan
Jusnadi Suwarta (Kepala Biro Pembiayaan Bulog). Selanjutnya Ruskandar dan
Jusnadi Suwarta membuat dan menandatangani beberapa cek.
Pada tanggal 2 Maret 1999, mereka menyerahkan dua cek (Bank Bukopin
dan Bank Ekspor Impor Indonesia) masing-masing sebesar Rp10 miliar kepada
Akbar Tandjung, yang kemudian diserahkannya lagi kepada Dadang Sukandar.
Pada tanggal 19 April 1999, mereka menyerahkan delapan cek Bank Bukopin
berjumlah Rp20 miliar, juga kepada Akbar Tandjung yang menyerahkannya lagi
kepada Dadang Sukandar; empat cek @Rp3 miliar dan empat cek lagi @Rp2 miliar.
Penyerahan cek-cek di atas sejumlah Rp40 miliar dilakukan tanpa bukti
tertulis. Dadang Sukandar menyerahkan uang pencairan cek itu kepada Winfried
Simatupang. Pengadaan dan penyaluran sembako tidak pernah terlaksana.
41
Modul Audit Investigatif 42
Pasal-pasal yang didakwakan penuntut umum terhadap Akbar Tandjung,
Dadang Sukandar dan Winfried Simatupang adalah sebagai berikut: Dakwaan
primair menggunakan Pasal 1 ayat (1) hurf b Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971,
sedangkan dakwaan subsidair menggunakan Pasal 1 ayat (1) huruf a.
Pasal 1Dihukum karena tindak pidana korupsi ialah:
Ayat (1)a) barangsiapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri
atau orang lain, atau suatu Badan, yang secara langsung atau tidak langsung
merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara, atau diketahui atau patut
disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara;
b) barangsiapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
Badan, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya
karena jabatan atau kedudukan, yang secara langsung atau tidak langsung dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
Mengenai hal ini, Andi Hamzah menanggapi: ”.... dakwaan primair – subsidair
secara terbalik, .... menyimpang dari kebiasaan penyusunan surat dakwaan.”
Lazimnya, Pasal 1 ayat (1) huruf a dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 yang
digunakan untuk dakwaan primair dan Pasal 1 ayat (1) huruf b untuk dakwaan
subsidair.
Selanjutnya Andi Hamzah menulis:
Kerancuan lain dalam dakwaan penuntut umum adalah dicantumkannya
Pasal 65 KUHP (concursus realis). Ini berarti para terdakwa didakwa melakukan
lebih dari satu delik, yaitu Pasal 1 ayat (1) huruf b dan a dari Undang-Undang Nomor
3 Tahun 1971.
“Untuk menghapus kekeliruan tersebut, majelis hakim Pengadilan Negeri
menganggap pasal tersebut tidak tercantum dan mengganti dengan Pasal 64 KUHP.
Pencantuman pasal 64 KUHP atau perbuatan berlanjut (Voortgezette Handeling) ini
pun tidak tepat karena penyerahan uang ke Dadang Sukandar dan Winfried
Simatupang hanya dua kali saja, masing-masing dua puluh miliar rupiah”
Mengenai kerja sama dengan keikutsertaan (medeplegen) yang disebutkan
dalam KUHP Pasal 55 (untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
Badan dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana karena
jabatan atau kedudukan, yang dapat merugikan keuangan negara atau
42
Modul Audit Investigatif 43
perekonomian negara), Andi Hamzah menyebutnya sebagai konstruksi yang paling
sulit dibuktikan.
Kalau mereka bertiga bersama-sama menguntungkan orang lain,
pertanyaannya adalah (pertanyaan ini diajukan oleh Andi Hamzah): Siapa orang lain
yang diuntungkan itu? Dadang dan Winfried adalah swasta murni yang tidak punya
jabatan atau kedudukan yang disalahgunakan. Masalah kedua ialah: Bagaimana
membuktikan berapa bagian mereka masing-masing dari jumlah Rp40 miliar?
Selanjutnya Andi Hamzah menulis: “Kelihatan dakwaan penuntut umum
bermaksud Akbar Tandjung menguntungkan orang lain (Dadang dan Winfried), dan
pada waktu yang bersamaan kedua orang itu menguntungkan diri mereka sendiri,
lalu mereka melakukannya bersama-sama (medeplegen). Konstruksi seperti ini
menurut Mahkamah Agung tidak logis.” Kalau Akbar menguntungkan kedua orang
itu, mereka berdua mustinya tidak dipidana. Padahal baik Pengadilan Negeri
maupun Pengadilan Tinggi, memidana mereka berdua.
Masih ada kemungkinan lain. Bagaimana jika Dadang dan Winfried
menguntungkan diri sendiri, dan bukan Akbar Tandjung yang menguntungkan
mereka? Andi Hamzah menyimpulkan: “Jelas pikiran inilah yang ditempuh
Mahkamah Agung.” Akbar diputus bebas. Sebaliknya Dadang dan Winfried dipidana
berdasarkan dakwaan subsidair, yakni memperkaya sendiri secara bersama-sama
(mereka berdua). Dalam kasus ini Andi Hamzah merupakan saksi ahli yang
pendapatnya dikutip Mahkamah Agung. Pendapat beliau adalah penyerahan cek dari
Bulog ke Akbar belum ada tindak pidana. Tindak pidana terjadi saat sembako tidak
jadi dibeli.
Andi Hamzah berpendapat bahwa Akbar Tandjung seharusnya tidak didakwa
medeplegen dengan Dadang Sukandar dan Winfried Simatupang, tetapi dengan
Pasal 415 KUHP juncto Pasal 1 ayat (1) huruf c Undang-Undang Noor 3 tahun 1971,
yakni menggelapkan uang. Pendapat ini dikemukakannya di depan Pengadilan
Negeri, tetapi tidak dikutip oleh Mahkamah Agung.
Sebagai penutup, berikut ini ringkasan tuntutan dan pidana penjara dari
kasus yang dimulai tanggal 11 Februari 1999 (rapat terbatas dengan Presiden
Habibie) dan berakhir tanggal 12 Februari 2004 (persidangan Mahkamah Agung).
Penuntut Umum Pengadilan Negeri
Pengadilan Tinggi
Mahkamah Agung
Akbar Tandjung 4 tahun 3 tahun 3 tahun bebas
Dadang Sukandar 3 tahun 18 bulan 3 tahun 18 bulan
43
Modul Audit Investigatif 44
Winfried Simatupang
3 tahun 18 bulan 3 tahun 18 bulan
Kasus Samadikun Hartono
Penuntut Umum mendakwa Samadikun Hartono (Presiden Komisaris PT Bank Modern Tbk),
bersama-sama dengan Bambang Trianto (Presiden Direktur PT Bank Modern Tbk).
Dakwaan primair
Secara berlanjut (voortgezette handeling) melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau suatu badan secara melawan hukum atau secara tidak patut
menggunakan uang atau menyalurkan dana BLBI atau bertentangan dengan peruntukannya
yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara sebesar
Rp169.492.986.461,54.
Dakwaan subsidair
Perbuatan itu juga menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan dengan
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan, yang langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara.
Menarik sekali apa yang dikatakan Andi Hamzah mengenai putusan Pengadilan Negeri dan
Mahkamah Agung dalam kasus Samadikun Hartono, serta tragedi pada akhirnya.
Dalam pertimbangan Pengadilan Negeri, perbuatan terdakwa tidak dapat dikualifikasikan
sebagai perbuatan melangar hukum. Karena itu terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan
baik yang primair maupun yang subsidair.
Nyata sekali kekeliruan hakim karena pada dakwaan subsidair yang terdakwa juga
dibebaskan, tidak ada bagian inti (bestanddeel) melawan hukum sehingga tidak perlu
dibuktikan.
Adalah hak terdakwa dan penasihat hukumnya untuk membuktikan bahwa tidak ada unsur
melawan hukum, dan jika hakim menerima alasan tersebut, putusannya harus lepas dari
segala tuntutan hukum dan bukan bebas (vrispraak). Putusan macam inilah yang disebut
oleh doktrin sebagai bebas murni atau niet zuivere vrijspraak yang sama dengan lepas dari
segala tuntutan hukum terselubung (verkapte ontslag van alle rechtsvervolging).
Oleh karena itu, benar putusan mahkamah agung yang menerima permohonan kasasi jaksa
44
Modul Audit Investigatif 45
penuntut umum karena putusan tersebut seharusnya lepas dari segala tuntutan hukum yang
dapat diajukan dalam tingkat kasasi.
Mahkamah Agung memutuskan bahwa terdakwa Samadikun Hartono terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-
sama dan berlanjut. Terdakwa dipidana dengan pidna penjara empat tahun dan denda
sebesar Rp20.000.000,00 subsidair tiga bulan kurungan.
Kasus Djoko S. Tjandra
Djoko S. Tjandra merupakan kontrak cessie dengan Rudi Ramli (Bank Bali). Karena
perbuatan itu dilakukan pada tahun 1998, penuntut umum mendakwa Djoko Tjandra dengan
Pasal 1 ayat 1 huruf a dari Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Nomor
3 Tahun 1971.
Menurut Andi Hamzah:
Kurang tepat mendakwa perbuatan cessie sebagai perbuatan melawan hukum memperkaya
diri sendiri. Sehingga Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung membebaskan Djoko S.
Tjandra, dengan alasan perbeuatan melakukan cessie adalah perbuatan perdata dan bukan
pidana.
Yang menjadi soal sebenarnya adalah mengapa pencairan uang hasil cessie berjalan cepat
dan mulus. Mengapa kalau orang lain yang membuat cessie, hasil cessie-nya sulit
dicairkan? Jadi seharusnya Djoko S. Tjandra didakwa memberi suap kepada penjabat
negara dan BPPN primair pasal 209 KUHP juncto pasal 1 ayat (1) huruf c undang-undang
3/1971; subsidair pasal 1 ayat (1) huruf d undang-undang 3/1971 yang sekarang menjadi
Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor 1999.
Uang suapan dapat ditelusuri aliran dananya melalui bank atas nama Djoko S. Tjandra
kepada pejabat-pejabat tertentu. Mengapa aliran dana itu tertuju kepada pejabat tersebut,
apa andilnya dalam membuat cessie?
Pandangan Prof. Andi Hamzah tadi sejalan dengan pendekatan dalam audit investigasi
yang dikenal dengan sebutan ikuti jalannya uang atau follow the money.Kasus Djoko S. Tjandra berlanjut dengan Keputusan Mahkamah Agung atas PK (peninjauan
kembali) yang diajukan Kejaksaan. Dalam putusan MA tersebut, Djoko S. Tjandra dipidana
penjara 2 tahun.
45
Modul Audit Investigatif 46
DAFTAR PUSTAKA
Komisi Pemberantasan Korupsi. 2006. Memahami untuk Membasmi (Buku Panduan untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi). Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi
Tuanakota, Theodorus M. 2016. Akuntansi Forensik & Audit Investigatif (Edisi 2). Jakarta: Salemba Empat
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 1999. Jakarta: Republik Indonesia
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 2001. Jakarta: Republik Indonesia.
46