36
TUGAS PRESENTASI KASUS “HIPERTIROID” TUTOR: Dr. Dr. I Gede Arinton Sp.PD. K.GEH KELOMPOK H 3 NAMA ANGGOTA: 1. NAHIYAH ISNANDA G1A010098 2. HESTI PUTRI A. G1A010099 3. HANDIKA RHEZA A. G1A010100 4. ANGGITA SETIADI R. G1A010049 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

Tugas Presentasi Kasus_hipertiroid

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hipertiroid

Citation preview

Page 1: Tugas Presentasi Kasus_hipertiroid

TUGAS PRESENTASI KASUS

“HIPERTIROID”

TUTOR: Dr. Dr. I Gede Arinton Sp.PD. K.GEH

KELOMPOK H 3

NAMA ANGGOTA:

1. NAHIYAH ISNANDA G1A010098

2. HESTI PUTRI A. G1A010099

3. HANDIKA RHEZA A. G1A010100

4. ANGGITA SETIADI R. G1A010049

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEDOKTERAN

PURWOKERTO

2013

Page 2: Tugas Presentasi Kasus_hipertiroid

I. PENDAHULUAN

Hipertiroid ialah suatu sindroma klinik yang terjadi karena pemaparan

jaringan terhadap hormone tiroid berlebihan. Hipertiroid merupakan penyakit

yang banyak ditemui di masyarakat, 5% pada pria dan 15% pada wanita. Penyakit

Graves di Amerika sekitar 1% dan di Inggris 20-27/1000 wanita dan 1.5-2.5/1000

pria, sering ditemui di usia kurang dari 40 tahun (Sudoyo, 2007).

Istilah hipertiroidisme sering disamakan dengan tirotoksikosis, meskipun

secara prinsip berbeda. Dengan hipertiroidisme dimaksudkan hiperfungsi kelenjar

tiroid dan sekresi berlebihan dari hormone tiroid dalam sirkulasi. Pada

tirotoksikosis dapat disebabkan oleh etiologi yang amat berbeda, bukan hanya

yang berasal dari kelenjar tiroid. Adapun hipertiroidisme subklinis, secara definisi

diartikan kasus dengan kadar hormone normal tetapi TSH rendah. Di kawasan

Asia dikatakan prevalensi lebih tinggi disbanding yang non Asia (12% versus

2.5%) (Sudoyo, 2010).

Penyakit Graves merupakan penyebab utama dan tersering tirotoksikosis

(80-90%), sedangkan yang disebabkan karena tiroiditis mencapai 15% dan 5%

karena toxic nodular goiter. Prevalensi penyakit Graves bervariasi dalam populasi

terutama tergantung pada intake yodium (tingginya intake yodium berhubungan

dengan peningkatan prevalensi penyakit Graves). Penyakit Graves terjadi pada

2% wanita, namun hanya sepersepuluhnya pada pria. Kelainan ini banyak terjadi

antara usia 20-50 tahun, namun dapat juga pada usia yang lebih tua (Sudoyo,

2010.

Hipertiroidisme sering ditandai dengan produksi hormone T3 dan T4 yang

meningkat, tetapi dalam persentase kecil (kira-kira 5%) hanya T3 yang

meningkat, disebut sebagai tirotoksikosis T3 (banyak ditemukan di daerah dengan

defisiensi yodium). Status tiroid sebenarnya ditentukan oleh kecukuan sel atas

hormon tiroid dan bukan kadar ‘normal’ hormone tiroid dalam darah. Ada

beberapa prinsip faali dasar yang perlu diingat kembali. Pertama bahwa hormone

yang aktif adalah free hormone, kedua bahwa metabolism sel didasarkan atas

tersedianya free T3 bukan free T4, ketiga bahwa distribusi deiodinase I, II, dan III

Page 3: Tugas Presentasi Kasus_hipertiroid

di berbagai organ tubuh berbeda (D1 banyak di hepar, ginjal dan tiroid, DII di

otak, hipofisis, dan DIII di jaringan fetal, otak, plasenta), namun hanya D1 yang

dapat dihambat oleh PTU (Sudoyo, 2010).

Page 4: Tugas Presentasi Kasus_hipertiroid

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Hipertiroid adalah suatu keadaan klinik yang ditimbulkan oleh sekresi

berlebihan dari hormon tiroid yaitu tiroksin (T4) dan triidotironin (T3). Bentuk

umum dari masalah ini adalah Graves, sedangkan bentuk yang lain adalah

toksik adenoma, tumor kelenjar hipofisis yang menimbulkan sekresi TSH

meningkat, tiroiditis subakut dan berbagai kanker tiroid (Kusrini, 2010).

B. ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI

1. Etiologi

a. Penyakit Graves : 75% kasus. Merupakan sebuah kelainan autoimun

akibat interaksi antara antibody terhadap reseptor TSH immunoglobulin

IgG dengan reseptor TSH pada kelenjar tiroid, yang menyebabkan

stimulasi kelenjar tiroid, sekresi tiroksin (T4) yang meningkat, dan

pembesaran tiroid. Penyakit lain yang berhubungan dengan penyakit

graves adalah penyakit mata (oftalmopati) dan penyakit autoimun yang

spesifik pada organ tertentu.

b. Struma toksik multinoduler : 15% kasus. Struma yang berkepanjangan

dapat menyebabkan hipertiroidisme. Sering terjadi relaps setelah terapi

dengan obat anti tiroid, sehingga diperlukan pembedahan atau

radioterapi.

c. Adenoma toksik (struma nodular tunggal): 5% kasus. Suatu nodul yang

hiperfungsi secara otonom yang menyebabkan kelebihan hormone

tiroid dan menekan sekresi TSH.

d. Tiroiditis Hashimoto: bersifat autoimun (berhubungan dengan antibody

peroksidase tiroid), pembesaran tiroid yang licin pada perabaan, dapat

menyebabkan hiper- dan lalu hipotiroidisme.

e. Tiroiditis pasca melahirkan: biasanya sembuh dengan sendirinya.

f. Penyebab yang jarang termasuk: tiroiditis oleh virus (de Quervain),

obat – obatan seperti amiodaron, terapi penggantian T4 yang berlebihan,

kelebihan iodine (efek Jod-Basedow), penyakit hipofisis hipotalamus

Page 5: Tugas Presentasi Kasus_hipertiroid

(tumor yang mensekresi TSH atau hipofisis yang resisten terhadap

hormone tiroid), atau hiperemis gravidarum (stimulasi tiroid oleh

human chorionic gonadotropin [hCG]) (Davey, 2005).

2. Faktor Predisposisi

a. stres

b. merokok

c. radiasi pada leher

d. Terjadi lebih banyak pada wanita dari pada laki-laki

e. Pada usia lebih dari 50 tahun

f. Post trauma emosional

g. Peningkatan stress

(Djokomoeljanto, 2009).

C. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi kasus hipertiroid di Amerika pada wanita sebesar 1,9% dan

pria 0,9%. Di Eropa ditemukan bahwa prevalensi hipertiroid berkisar 1%-2%,

dan di Inggris kasus hipertiroid terdapat pada 0,8 per 1000 wanita per tahun.

Menurut Asdie prevalensi hipertiroid di Indonesia belum diketahui secara pasti

dan penderita hipertiroid wanita lebih banyak dibandingkan dengan pria yaitu 5

banding 1 (Supadmi, et al., 2007).

Prevalensi hipertiroid di Indonesia belum diketahui tetapi kasusnya

semakin meningkat. Data dari Whickham survey pada pemeriksaan penyaring

kesehatan dengan Free Thyroxine Index (FT4) menunjukkan prevalensi

hipertiroid pada masyarakat sebanyak 2% (Kusrini dan Kumorowulan, 2010).

Tingkat kejadian hipertiroidisme dipengaruhi oleh sejumlah faktor,

diantaranya yang mungkin penting adalah asupan yodium dalam populasi.

Daerah dengan tingkat asupan yodium yang tinggi, hipotiroidisme lebih umum

dari hipertiroidisme, sedangkan hipertiroidisme mendominasi di daerah dengan

defisiensi yodium ringan dan sedang (Carle, 2011).

Page 6: Tugas Presentasi Kasus_hipertiroid

D. PATOGENESIS

Kelenjar tiroid pada penyakit hipertiroid (graves) membesar secara

difus, lunak dan hipervaskularisasi. Parenkim kelenjar mengalami hipertrofi

dan hiperflasia yang secara khas terlihat dengan adanya peninggian

epithelium dan redudanci dinding folikular sehingga memberikan gambaran

lipatan papilar dan tanda peningkatan aktivitas selular. Hiperplasi biasanya

disertai dengan infiltrasi limfositik, sebagai adanya gambaran imunitas selular

(CMI= cell mediated immunity) atau mungkin lebih menggambarkan

hubungannya dengan tiroiditis kronik. Apabila penderita mendapat terapi

yodium, akan terjadi penimbunan koloid yang kadang – kadang menyebabkan

pembesaran dan bertambah kerasnya kelenjar. Penyakit graves seringkali

berhubungan dengan pembesaran limfa atau timus. Hipertiroidisme dapat

menyebabkan degenerasi serabut otot skelet dan pembesaran jantung.

Pada kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar

dua sampai tiga kali dari ukuran normalnya, disertai dengan banyak

hyperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel ke dalam folikel, sehingga

jumlah sel-sel ini lebih meningkat beberapa kali dibandingkan dengan

pembesaran kelenjar. Setiap sel juga meningkatkan kecepatan sekresinya

beberapa kali lipat; dan penelitian ambilan iodium radioaktif menunjukkan

bahwa kelenjar-kelenjar hiperplastik ini mensekresi hormone tiroid dengan

kecepatan 5- 15 kali lebih besar daripada normal (Closkey, 2007).

Perubahan pada kelenjar tiroid ini mirip dengan perubahan akibat

kelebihan TSH. Akan tetapi dari penelitian dengan pengukuran

radioimunologik dapat ditunjukkan bahwa pada sebagian besar penderita

besarnya konsentrasi TSH dalam plasma adalah lebih kecil dari normal, dan

seringkali nol. Sebaliknya, pada sebagian besar penderita dijumpai adanya

beberapa bahan yang mempunyai kerja mirip dengan kerja TSH yang ada

dalam darah. Biasanya bahan – bahan ini adalah antibody immunoglobulin

yang berikatan dengan reseptor membrane yang sama dengan reseptor yang

mengikat TSH. Bahan – bahan tersebut merangsang aktivasi cAMP dalam

sel, dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme. Antibody ini disebut

immunoglobulin perangsang tiroid dan disingkat TSI. Bahan ini mempunyai

Page 7: Tugas Presentasi Kasus_hipertiroid

Hipothalamus

Hipofisis(TSH)

T3 dan T4

Ginjal, Hati,Otot, Otak, Dsb

TSHR-Ab

Iodine

efek perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam,

berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu jam. Tingginya

sekresi hormone tiroid yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan

pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis (Closkey, 2007).

Bagan Patogenesis Hipertiroid (Graves Disease)

Pada penyakit Grave, terdapat antibody yang menyerupai TSH.

Sehingga TSH-r (reseptor TSH) mengikat antibody tersebut sehingga TSH

yang berasal hipofisis tidak ditanggap. Produksi T3 dan T4 yang distimulus

oleh autoimun tersebut tidak dapat dihambat dan t3 dan t4 yang dihasilkan

tidak dapat menghasilkan negative feedback sehingga produksi terus

berlebihan (Closkey, 2007).

Page 8: Tugas Presentasi Kasus_hipertiroid

Tabel penyebab dan patogenesis nya.

E. PATOFISIOLOGI

Hipertiroidisme disebabkan oleh antibody reseptor TSH yang

merangsang aktifitas tiroid, sehingga produksi tiroksin (T4) meningkat. Akibat

peningkatan ini ditandai dengan adanya tremor, ketidakstabilan emosi,

palpitasi, meningkatnya nafsu makan, kehilangan berat badan. Kulit lebih

hangat dan berkeringat, rambut halus, detak jantung cepat, tekanan nadi yang

kecil, pembesaran hati, kadang kadang terjadi gagal jantung. Peningkatan

cardiac output dan kerja jantung selama ketidakstabilan atrial menyebabkan

ketidakteraturan irama jantung, terutama pada pasien dengan penyakit jantung.

Ancaman bagi kehidupan di kombinasi dengan delirium atau koma,

temperatur tubuh naik sampai 41o C, detak jantung meningkat, hipotensi,

muntah dan diare.

Penyakit Graves memiliki gejala-gejala patognomonik sebagai ciri khas

atau tanda khusus. Beberapa gejala patognomonik yang menyertai penyakit

Graves, yaitu:

1. Eksoftalmus

Eksoftalmus disebabkan karena limfosit sitotoksik dan antibodi sitotoksik yang

bersintesis dengan antigen serupa seperti TSH reseptor yang ditemukan di

orbital fibroblast, otot orbital, dan jaringan tyroid. Sitokin yang berasal dari

limfosit yang disintesis menyebabkan inflamasi di orbital fibroblast dan otot

Page 9: Tugas Presentasi Kasus_hipertiroid

ekstraokular, dan hasilnya adalah pembengkakan pada otot orbital (Gardner,

2007)

Pada hipertiroidisme imunogenik, eksoftalmus dapat ditambahkan terjadi

akibat peningkatan hormone tiroid, penonjolan mata dengan diplopia, aliran air

mata yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia juga terjadi. Penyebabnya

terletak pada reaksi imun terhadap antigen retrobulbar yang tampaknya sama

dengan reseptor TSH. Akibatnya terjadi pembengkakan otot mata, infiltrasi

limfosit, akumulasi asam mukopolisakarida, dan peningkatan jaringan ikat

retrobulbar (Silbernagl, et al., 2006).

Pengamatan eksoftalmus dapat dimilai menggunakan suatu metode yang

dinamakan NO SPECS:

0 = No signs or symptom

1 = Only signs (lid retraction or lag)

2 = Soft tissue involvement (periorbital edema)

3 = Proptosis (>22 mm)

4 = Extraocular muscle involvement (diplopia)

5 = Corneal involvement

6 = Sight loss

Namun, metode NO SPECS tidak bisa menilai mata secara keseluruhan, dan

kadang-kadang kronologi gangguan pada mata pasien tidak berurutan seperti

yang tertera di daftar NO SPECS untuk menilai derajat keparahan yang diderita

pasien tersebut. Sehingga ditakutkan hasilnya jadi kurang valid.

a. Untuk menilai proptosis bisa dilakukan dengan cara visualisasi antara iris

bagian bawah dengan palpebra bagian bawah. Untuk Graves Disease

Page 10: Tugas Presentasi Kasus_hipertiroid

biasanya iris pasien bisa terlihat di bagian bawah palpebra, padahal

normalnya tidak.

b. Untuk menilai proptosis juga bisa menggunakan alat exopthalmometer

(Harrison, 2005).

Pengamatan eksoftalmus dapat dimilai menggunakan suatu metode yang

dinamakan NO SPECS:

0 = No signs or symptom

1 = Only signs (lid retraction or lag)

2 = Soft tissue involvement (periorbital edema)

3 = Proptosis (>22 mm)

4 = Extraocular muscle involvement (diplopia)

5 = Corneal involvement

6 = Sight loss

Namun, metode NO SPECS tidak bisa menilai mata secara keseluruhan, dan

kadang-kadang kronologi gangguan pada mata pasien tidak berurutan

seperti yang tertera di daftar NO SPECS untuk menilai derajat keparahan

yang diderita pasien tersebut. Sehingga ditakutkan hasilnya jadi kurang

valid.

c. Untuk menilai proptosis bisa dilakukan dengan cara visualisasi antara iris

bagian bawah dengan palpebra bagian bawah. Untuk Graves Disease

biasanya iris pasien bisa terlihat di bagian bawah palpebra, padahal

normalnya tidak.

d. Untuk menilai proptosis juga bisa menggunakan alat exopthalmometer

(Harrison, 2005).

2. Tremor

Berbeda dengan tremor yang biasa tejadi pada penyakit Parkinson, tremor

pada penyakit Graves merupakan tremor lembut, bukan tremor kasar. Tremor

halus terjadi dengan frekuensi 10-15 x/detik, dan dianggap sebagai efek dari

bertambahnya kepekaan sinaps saraf pengatur tonus otot di daerah medulla

(Guyton dan Hall, 2008).

Gejala lain yang mengiringi penyakit Graves, diantaranya:

1. Nafsu makan meningkat, tetapi berat badan turun

Page 11: Tugas Presentasi Kasus_hipertiroid

Tingginya kadar hormon tiroid menyebabkan terjadinya peningkatan

metabolisme pada tubuh. Sehingga, tubuh memerlukan asupan makanan yang

lebih banyak untuk megimbanginya.

2. Berat badan turun

Peningkatan metabolisme yang terjadi karena banyaknya hormon tiroid

membuat tbuh menggunakan senyawa-senyawa glukagonik yang ada di dalam

otot untuk membentuk glukosa melalui proses glukoneogenesis. Karena

diambil dari otot, maka pemakaian senyawa glukogenik secara terus-menerus

dapat mengurangi massa otot sehingga berat badan pun bisa mengalami

penurunan (Guyton dan Hall, 2008).

3. Berdebar-debar

Peningkatan kadar triiodotironin (T3) sebagai salah satu hormon tiroid dapat

merangsang saraf simpatis yang berkaitan dengan hormon-hormon yang

dibentuk medulla suprarenal, yaitu epinephrin dan norepinephrin. Kedua

hormon tersebut dapay meningkatkan frekuensi denyut jantung dengan cara

menstimulasi α dan β reseptor, terutama β reseptor yang berada di membran

plasma otot jantung (Guyton dan Hall, 2008).

4. Peningkatan frekuensi buang air besar dengan konsistensi normal

Hormon tiroid berperan dalam meningkatkan kecepatan sekresi getah

pencernaan dan pergerakan saluran cerna, sehingga hipertiroidisme seringkali

menyebabkan diare (Guyton dan Hall, 2008).

Page 12: Tugas Presentasi Kasus_hipertiroid

Sekresi hormon tiroid

hipertiroidisme

hipermetabolisme

Penguraian glikogen - glukosa

Kontraksi usus masa protein otot rangka

Degradasi KH, protein dan lemak

Kebutuhan metabolisme

Nafsu makan

Sering defekasi

BB

Sering lelah

Bagan patofisiologi berat badan menurun, nafsu makan meningkat, sering defekasi, sering lelah pada hipertiroidisme

Page 13: Tugas Presentasi Kasus_hipertiroid

Bagan patofisiologi diplopia dan eksoftalmus pada hipertiroidisme

Sel-sel tiroid mempunyai kemampuan bereaksi dengan antigen diatas dan bila terangsang oleh pengaruh sitokin (seperti interferon gammaMengekspresikan molekul-molekul permukaan sel kelas II (MHC kelas II, seperti DR4) untuk mempresentasikan antigen pada limfosit TSitokin yang terbentuk dari limfosit akan menyebabkan inflamasi fibroblast dan miositis orbitMenyebabkan pembengkakan otot-otot bola mata, proptosis dan diplopia

Page 14: Tugas Presentasi Kasus_hipertiroid

Bagan patofisiologi tremor pada hipertiroidisme

T3&T4 meningkatFungsi hormon tiroid memodulasi system sarafKepekaan sinaps saraf pada daerah medulla (mengatur tonus otot)Kepekaan sarafRangsangan berlebihtremor

Page 15: Tugas Presentasi Kasus_hipertiroid

F. MANIFESTASI KLINIS

Pada individu yang lebih muda manifestasi yang umum termasuk

palpitasi, kegelisahan, mudah lelah dan diare, banyak keringat, tidak tahan

panas, dan senang dingin. Sering terjadi penurunan berat badan jelas, tanpa

penurunan nafsu makan. Pembesaran tiroid, tanda-tanda tirotoksikosis pada

mata, dan takikardi ringan umumnya terjadi. Kelemahan otot dan berkurangnya

massa otot dapat sangat berat sehingga pasien tidak dapat berdiri dari kursi

tanpa bantuan. Pada anak-anak terdapat pertumbuhan cepat dengan

pematangan tulang yang lebih cepat. Pada pasien diatas 60 tahun, manifestasi

kardiovaskuler dan miopati sering lebih menonjol. Keluhan yang paling

menonjol adalah palpitasi, dispneu d`effort, tremor, nervous dan penurunan

berat badan (Sudoyo, 2007).

Terjadinya hipertiroidisme biasanya perlahan-lahan dalam beberapa

bulan sampai beberapa tahun, namun dapat juga timbul secara dramatik.

Manifestasi klinis yang paling sering adalah penurunan berat badan, kelelahan,

tremor, gugup, berkeringat banyak, tidak tahan panas, palpitasi, dan

pembesaran tiroid. Penurunan berat badan meskipun nafsu makan bertambah

dan tidak tahan panas adalah sangat spesifik, sehingga segera dipikirkan

adanya hipertiroidisme (Sudoyo, 2007).

Penderita hipertiroidisme memiliki bola mata yang menonjol yang

disebut dengan eksoftalmus, yang disebabkan oleh edema daerah retro-orbita

dan degenerasi otot-otot ekstraokuli. Penyebabnya juga diduga akibat proses

autoimun. Eksoftalmus berat dapat menyebabkan teregangnya N. Optikus

sehingga penglihatan akan rusak. Eksoftalmus sering menyebabkan mata tidak

bisa menutup sempurna sehingga permukaan epithel menjadi kering dan sering

terinfeksi dan menimbulkan ulkus kornea (Sudoyo, 2007).

Hipertiroidisme pada usia lanjut memerlukan perhatian khusus sebab

gejala dan tanda sistem kardiovaskular sangat menonjol dan kadang-kadang

berdiri sendiri. Pada beberapa kasus ditemukan payah jantung, sedangkan

tanda-tanda kelainan tiroid sebagai penyebab hanya sedikit. Payah jantung

yang tidak dapat diterangkan pada umur pertengahan harus dipikirkan

hipertiroidisme, terutama bila ditemukan juga curah jantung yang tinggi atau

Page 16: Tugas Presentasi Kasus_hipertiroid

atrium fibrilasi yang tidak dapat diterangkan. Pada usia lanjut ada baiknya

dilakukan pemeriksaan rutin secara berkala kadar tiroksin dalam darah untuk

mendapatkan hipertiroidisme dengan gejala klinik justru kebalikan dari gejala-

gejala klasik seperti pasien tampak tenang, apatis, depresi dan struma yang

kecil (Sudoyo, 2007).

G. PENEGAKAN DIAGNOSIS

a. Anamnesis

Dada berdebar-debar, tangannya sering gemetar, badan mudah lelah,

sering merasa kepanasan, banyak keringat, gelisah, sulit berkonsentrasi dan

sensitif (mudah marah). Pasien menjadi mudah lapar dan makan banyak,

namun berat badan tidak meningkat bahkan cenderung menurun. Frekuensi

buang air besar pasien meningkat, tanpa disertai perubahan jumlah maupun

konsistensi fesesnya. oligomenore/amenore dan libido turun, kulit hangat

dan basah, rambut ontok, bruit. Ada riwayat keluarga yang mempunyai

penyakit sama (Sudoyo, 2007).

b. Pemeriksaan Fisik

1. KU : cemas, tidak tenang

2. Denyut nadi : takikardi (bervariasi)

3. Frekuensi napas : 20/menit

4. Kulit : hangat dan lembab, Rambut rontok, kulit basah,

berkeringat

5. Kepala : mata diplopia, eksoftalmus

6. Leher : teraba massa difus di leher depan tanpa benjolan

diskret dan dapat digerakkan

7. Thorax : disritmia cordis, : hipertensi, aritmia, palpitasi,

gagal jantung.

8. Genitourinaria : Oligomenorea, amenorea, libido turun, infertil,

ginekomasti.

9. Psikis dan saraf : Labil, iritabel, tremor, psikosis, nervositas,

Page 17: Tugas Presentasi Kasus_hipertiroid

paralisis periodik dispneu.

10. Ekstremitas : tremor halus

11. Darah dan limfatik : Limfositosis, anemia, splenomegali, leher

membesar.

12.  Skelet : Osteoporosis, epifisis cepat menutup dan nyeri

tulang.

13. Muskular : Rasa lemah.

(Sudoyo, 2007. Djokomoeljanto, 2009).

c. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium TSHs, T4 atau fT4, T3 atau fT3, TSH Rab, kadar leukosit

(bila timbul infeksi pada awal pemakaian obat antitiroid).

2. Sidik tiroid (thyroid scan) terutama membedakan penyakit Plummer dari

penyakit Graves dengan komponen nodosa.

3. EKG.

4. Foto thoraks (Sudoyo, 2007).

Untuk mendiagnosis hipertiroid bisa menggunakan Indeks Wayne

seperti terlihat pada tabel 1 di bawah ini.

Tabel. Indeks Wayne

No. Gejala Yang Baru Timbul Dan Atau

Bertambah Berat

Nilai

1.   Sesak saat kerja +1

2.   Berdebar +2

3.   Kelelahan +3

4.   Suka udara panas -5

5.   Suka udara dingin +5

6.   Keringat berlebihan +3

7.   Gugup +2

8.   Nafsu makan naik +3

9.   Nafsu makan turun -3

10.   Berat badan naik -3

11.   Berat badan turun +3

Page 18: Tugas Presentasi Kasus_hipertiroid

No Tanda Ada Tidak

1. Tyroid Teraba +3 -3

2. Bising Tyroid +2 -2

3. Exoptalmus +2 -

4. Kelopak Mata Tertinggal Gerak Bola Mata +1 -

5. Hiperkinetik +4 -2

6. Tremor Jari +1 -

7. Tangan Panas +2 -2

8. Tangan Basah +1 -1

9 Fibrilasi Atrial +4 -

10. Nadi Teratur

<80 x/menit

80-90 x/menit

>90 x/menit

-

-

+3

-3

-

-

Hipertiroid : ≥ 20

Eutiroid:  11 - 18

Hipotiroid: <11

H. DIAGNOSIS BANDING

1. Anemia

2. Hipertensi

3. Diabetes mellitus

4. Hipotiroid

5. Parkinson

6. Penyakit Jantung Koroner

(Djokomoeljanto, 2009).

I. PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan hipertiroid adalah produksi hormon (obat anti

tiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi sub total).

Page 19: Tugas Presentasi Kasus_hipertiroid

1. Obat antitiroid

Digunakan dengan indikasi :

a. Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang

menetap pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan

tirrotoksikosis.

b. Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan,

atau sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium radioaktif.

c. Persiapan tiroidektomi

d. Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia

e. Pasien dengan krisis tiroid

(Djokomoeljanto, 2009).

Obat antitiroid yang sering digunakan :

Obat Dosis awal (mg/hari) Pemeriksaan (mg/hari)

          Karbimatol

          Metimazol

          Propiltiourasil

30 – 60

30 – 60

300 – 600

5 – 20

5 – 20

50 – 200

(Djokomoeljanto, 2009).

Obat-obatan ini umumnya diberikan sekitar 18 – 24 bulan. Pada pasien

hamil biasanya diberikan propil tiourasil dengan dosis serendah mungkin

yaitu 200 mg/hari atau lebih lagi. Pada masa laktasi juga diberikan

propiltiourasil karena hanya sedikit sekali yang keluar dari air susu ibu,

oasis yang dipakai 100-500 mg tiap 8 jam (Djokomoeljanto, 2009).

2. Pengobatan dengan yodium  radioaktif

Indikasi pengobatan dengan yodium radiaktif diberikan pada :

a. Pasien umur 35 tahun atau lebih

b. Hipertiroid yang kambuh sesudah di operasi

c. Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid

d. Tidak mampu atau tidak mau pengobatan dengan obat antitiroid

e. Adenoma toksik, goiter multinodular toksik

Page 20: Tugas Presentasi Kasus_hipertiroid

(Djokomoeljanto, 2009).

3. Operasi

Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroid. Indikasi operasi

adalah :

a. Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap

obat antitiroid

b. Pada wanita hamil  (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid

dosis besar

c. Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium

radioaktif.

d. Adenoma toksik atau strauma multinodular toksik

e. Pada penyakit graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul

Sebelum operasi biasanya pasien diberi obat antitiroid sampai eutitiroid

sampai eutiroid kemudian diberi cairan kalium yodida 100-200 mg/hari

atau cairan lugol 10-14 tetes/ hari selama 10 hari sebelum dioperasi

untuk mengurangi vaskularisasi pada kelenjar tiroid.

(Djokomoeljanto, 2009).

4. Pengobatan tambahan

a. Sekat β-adrenergik

Obat ini diberikan untuk mengurangi gejala dan tanda hipertiroid.

Dosis diberikan 40-200 mg/hari yang dibagi atas 4 dosis. Pada orang

lanjut usia diberik 10 mg/6 jam.

b. Yodium

Yodium terutama digunakan untuk persiapan operasi. Sesudah

pengobatan dengan yodium radiaktif dan pada krisis tiroid. Biasanya

diberikan pada dosis 100-300 mg/hari.

c. Ipodat

Page 21: Tugas Presentasi Kasus_hipertiroid

Ipodat kerjanya lebih cepat dan sangat baik digunakan pada keadaan

akut seperti krisis tiroid kerja (padat adalah menurunkan konversi T4

menjadi T3 diperifer, mengurangi sintesis hormon tiroid, serta

mengurangi pengeluaran hormon dari tiroid.

d. Litium

Litium mempunyai daya kerja seperti yodium, namun tidak jelas

keuntungannya dibandingkan dengan yodium. Litium dapat digunakan

pada pasien dengan krisis tiroid alergi terhadap yodium.

(Djokomoeljanto, 2009).

b. Non farmakologi :

1. Istirahat

2. Diet cukup kalori dan vitamin

3. Diet tinggi kalori 2600 – 3000 kal / hari

4. Protein tinggi 100 – 125 gr / hari/ (2,5 gr/ bb), untuk pemecahan

protein jaringan

5. Olahraga teratur

6. Hindari merokok karena dapat menigkatkan metabolism, Menghindari

rokok, dikarenakan dapat memperparah keadaan dari ophthalmopathy,

7. Memakai penutup mata untuk menyiasati terjadinya penekanan di kornea

yang disebabkan oleh ophthalmopathy.

(Djokomoeljanto, 2009).

J. KOMPLIKASI

a) Komplikasi Thyroidectomy

Komplikasi yang bisa terjadi adalah pendarahan, laringeal edema,

hipoparatiroid (disebabkan oleh terlalu banyaknya pengambilan kelenjar

tiroid dan tidak sengaja juga mengambil kelenjar paratiroid), dan kerusakan

pada saraf laryngeal sehingga menyebabkan gangguan pada pengeluaran

suara.

Page 22: Tugas Presentasi Kasus_hipertiroid

Jika terjadi cidera pada tiroidektomi yaitu terkena n. Laringeus

externus mengakibatkan ketidakmampuan menegangkan plica vocalis dan

suara menjadi serak. Selain itu penyulit lain pasca bedah dapat

menimbulkan hematom di lapangan operasi yang menimbulkan penekanan

terutama pada trachea dan obstruksi nafas.

b) Pasien hipertiroidisme berat dapat mengalami krisis atau badai tiroid

Pada kasus seperti ini biasanya manifestasi klinisnya menjadi

semakin berat sehingga akhirnya menjadi faktor yang membahayakan

kehidupan. Demam hampir selalu ada dan ini merupakan petunjuk penting

adanya komplikasi yang serius.

c) Komplikasi lainnya adalah penyakit jantung hipertiroid, oftalmopati Graves,

dermopati Graves, infeksi karena agranulositosis pada pengobatan dengan

obat antitiroid.

K. PROGNOSIS

Biasanya pada penyakit ini dengan penggunaan obat PTU prognosisnya

baik, tapi penyakit ini harus di follow up terus. Hal ini dilakukan agar pasien

tetap dalam kedaan eutiroidesme. Kesehatan dan usia hidup biasanya normal,

kecuali jika terjadi krisis tiroid biasanya prognosanya menjadi lebih lemah.

Bisa terjadi remisi dan eksaserbasi pada prognosis penyakit Grave

kecuali bila glandula terangkat pada operasi dan rusak karena radioiodine.

Setelah pengobatan bisa terjadi eutiroid jangka panjang yang selanjutnya akan

berkembang menjadi hipotiroidisme. Follow-up seumur hidup diindikasikan

pada semua pasien penyakit Grave.

Page 23: Tugas Presentasi Kasus_hipertiroid

CONTOH RESEP

dr. Anggita S

SIP. G1A010049

Alamat: Jalan Merdeka No. 1 Purwokerto Barat

Telp. 081548056784

Purwokerto, 9 Desember 2013

R/. Propiltiurasil tab Mg 100 No. XXI

s. 3 dd. Tab. I. p.c

Pro: Tn. Gito

Umur : 56 tahun

Alamat: Berkoh, Purwokerto

Page 24: Tugas Presentasi Kasus_hipertiroid

CONTOH SURAT RUJUKAN

Yth. Dokter  : Dr. Dr. I Gede Arinton Sp.PD. K.GEHDi RSU  : Margono Soekarjo, Purwokerto

Mohon pemeriksaan dan pengobatan lebih lanjut terhadap penderita,Nama Pasien : Tn. GitoJenis Kelamin : Laki-lakiUmur : 56 tahunNo. Telpon : 081548765429Alamat : Berkoh, Purwokerto

Dengan hasil pemeriksaan sbb: Anamnesa : Dada berdebar-debar, tangannya sering gemetar, badan

mudah lelah, sering merasa kepanasan, banyak keringat, gelisah, sulit berkonsentrasi dan sensitif (mudah marah). Pasien menjadi mudah lapar dan makan banyak, namun berat badan tidak meningkat bahkan cenderung menurun. Frekuensi buang air besar pasien meningkat, tanpa disertai perubahan jumlah maupun konsistensi fesesnya. Libido turun, kulit hangat dan basah, rambut ontok. Ada riwayat keluarga yang mempunyai penyakit sama.

Pemeriksaan fisik : KU: cemas. TD: 130/90 mmHg. Nadi: 105 x/menit. Suhu: 37,50 C. Mata: eksoftalmus. Leher: pembesar glandula tiroid, konsistensi lunak, ikut bergerak saat menelan. Ekstrimitas: tremor halus

Pemeriksaan lab : -Lain-lain : -Diagnosa sementara : hipertiroidTerapi/Obat yang telah diberikan : propiltiorasil

Demikian surat rujukan ini kami kirim, kami mohon balasan atas surat rujukan ini. Atas perhatian Bapak/Ibu kami ucapkan terima kasih. 

  Hormat Kami

Page 25: Tugas Presentasi Kasus_hipertiroid

(dr. Anggita S)No. SIP:G1A0049

III. KESIMPULAN

1. Hipertiroid adalah suatu keadaan klinik yang ditimbulkan oleh sekresi

berlebihan dari hormon tiroid yaitu tiroksin (T4) dan triidotironin (T3).

2. Penyakit Graves merupakan penyebab utama dan tersering tirotoksikosis

3. Faktor Predisposisi meliputi stres, merokok, radiasi pada leher, Terjadi

lebih banyak pada wanita dari pada laki-laki, Pada usia lebih dari 50 tahun

4. Manifestasi klinis yang paling sering adalah penurunan berat badan,

kelelahan, tremor, gugup, berkeringat banyak, tidak tahan panas, palpitasi,

dan pembesaran tiroid. Penurunan berat badan meskipun nafsu makan

bertambah dan tidak tahan panas adalah sangat spesifik, sehingga segera

dipikirkan adanya hipertiroidisme

5. Penatalaksanaan farmakologi dengan obat antitiroid seperti propiltiurasil

6. Prognosis pada hipertiroid yaitu baik jika meminum obat dan evalusi terus

menerus

Page 26: Tugas Presentasi Kasus_hipertiroid

DAFTAR PUSTAKA

Carle, A., Pedersen, I.B., Knudsen, N., Perrild, H., Ovesen, L., Rasmussen, L.B., et al. 2011. Epidemiology of subtypes of hyperthyroidism in Denmark: a population-based study. European Journal of Endocrinology. Vol 164: 801 – 809.

Closkey, Mc, et all. 2007. Diagnosa Keperawatan NOC-NIC. St-Louis.

Djokomoeljanto, R. 2009. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, Hipertiroidisme. Dalam Aru, W.S., Bambang, S., Idrus, A., Marcellus, S.K., Siti, S. Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.

Gardner, David G, Dolores Shoback. 2007. Basic and Clinical Endocrinology. Jakarta: Sagung Seto.

Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC

Harrison, Tinsley R. 2005. Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th

Edition. United States of America: McGraw-Hill Companies.

Kusrini, Ina., Kumorowulan, S. 2010. Nilai Diagnostik Indeks Wayne Dan Indeks Newcastle Untuk Penapisan Kasus Hipertiroid. Balai penelitian dan Pengembangan GAKI, Kementerian RI.

Silbernagl, Stefan, Florian Lang. 2006. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta:EGC

.Sudoyo AW.2007. Buku ajar penyakit dalam jilid II edisi IV. Jakarta:FKUI.

Supadmi, Sri., Emilia, O., Kusnanto, H. 2007. Hubungan Hipertiroid Dengan Aktivitas Kerja Pada Wanita Usia Subur. Berita Kedokteran Masyarakat. Vol. 23 (3). Hal 124 – 130.