53
1. Etiologi biologi dari skizofrenia Skizofrenia merupakan sindrom klinik dari berbagai psikopatologi yang melibatkan gangguan kognisi, emosi, persepsi, dan aspek perilaku lainnya. Skizofrenia terdiri dari lima gejala utama yakni gejala positif, gejala negative, gejala kognitif, gejala afektif, dan gejala agresifitas. Gambar 1. Gejala Positif dan Negatif Pada Skizofrenia

Tugas Ujian Jiwa-Dr. Zainie Hassan, SpKJ (K) Erizka Rivani Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Ilmu Kedokteran Jiwa

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tugas UjianSkizofreniaObat Anti PsikotikMekanisme Pertahanan

Citation preview

Page 1: Tugas Ujian Jiwa-Dr. Zainie Hassan, SpKJ (K)  Erizka Rivani  Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya  Ilmu Kedokteran Jiwa

1. Etiologi biologi dari skizofrenia

Skizofrenia merupakan sindrom klinik dari berbagai psikopatologi yang

melibatkan gangguan kognisi, emosi, persepsi, dan aspek perilaku lainnya.

Skizofrenia terdiri dari lima gejala utama yakni gejala positif, gejala negative,

gejala kognitif, gejala afektif, dan gejala agresifitas.

Gambar 1. Gejala Positif dan Negatif Pada Skizofrenia

Page 2: Tugas Ujian Jiwa-Dr. Zainie Hassan, SpKJ (K)  Erizka Rivani  Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya  Ilmu Kedokteran Jiwa

Gambar 2. Lima gejala utama skizofrenia

Skizofrenia selama ini diduga memiliki kausa yang heterogen, namun

dengan gejala perilaku yang sedikit banyak serupa. Etiologi skizofrenia saat ini

terbagi menjadi tiga, yakni pendekatan etiologi dengan model diathesis-stres,

etiologi neurobiology, dan etiologi factor psikososial.

Seperti gangguan jiwa yang lain, berbagai gejala dari skizofrenia

dihipotesiskan berasal dari kelainan pada regio otak yang berbeda. Gejala positif

dari skizofrenia dihipotesiskan terjadi akibat malfungsi dari sirkuit mesolimbik,

terutama melibatkan kelainan pada nucleus akumbens. Gejala negative dan gejala

afektif diduga berkaitan dengan malfungsi pada sirkuit mesokorteks dan korteks

prefrontal ventromedial. Gejala kognitif berkaitan dengan malfungsi pada korteks

prefrontal dorsolateral, dan kelainan pada korteks orbitofrontal dan amigdala

berhubungan dengan gejala agresi dan impulsivitas.

Hipotesis ini sebenarnya terlalu menyederhanakan etiologi dan mekanisme

yang sebenarnya dari gangguan skizofrenia dan gejala yang diakibatkan olehnya,

Page 3: Tugas Ujian Jiwa-Dr. Zainie Hassan, SpKJ (K)  Erizka Rivani  Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya  Ilmu Kedokteran Jiwa

karena setiap area otak memiliki lebih dari satu fungsi dan setiap fungsi biasanya

diatur oleh lebih dari satu area otak.

Gambar 3. Lokalisasi Kelainan pada Area Otak yang Mendasari Gejala

Kausa biologis dari skizofrenia sebenarnya sampai saat ini masih berupa

berbagai hipotesis. Kelainan pada area otak yang berkaitan dengan gejala diduga

diakibatkan oleh kelainan sirkuit dan fungsi dari berbagai neurotransmitter.

Page 4: Tugas Ujian Jiwa-Dr. Zainie Hassan, SpKJ (K)  Erizka Rivani  Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya  Ilmu Kedokteran Jiwa

Neurotransmiter utama yang berkaitan adalah dopamine, dan neurotransmitter

lain seperti serotonin, norepinefrin, GABA, dan glutamate.

Rumusan paling sederhana hipotesis dopamine tentang skizofrenia

menyatakan bahwa skizofrenia timbul akibat aktivitas dopaminergik yang

berlebihan. Terdapat lima jalur neuron dopaminergik pada otak, empat

diantaranya berkaitan dengan skizofrenia.

Gambar 4. Jalur Dopamin

Jalur dopamine mesolimbik membentang dari badan sel dopaminergik di

area tegmental ventral di batang otak hingga ke akson terminal di salah satu area

limbic otak yakni nucleus akumbens di striatum ventral. Jalur ini diduga memiliki

peran penting pada beberapa perilaku emosional, termasuk gejala positif dari

Page 5: Tugas Ujian Jiwa-Dr. Zainie Hassan, SpKJ (K)  Erizka Rivani  Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya  Ilmu Kedokteran Jiwa

psikosis (halusinasi dan waham). Jalur ini juga penting dalam pengaturan

motivasi, kesenangan, dan penghargaan.

Pengamatan menemukan bahwa penyakit atau obat-obatan yang

meningkatkan dopamine akan meningkatkan atau menghasilkan gejala positif

psikosis, dan obat yang menurunkan kadar dopamine akan mengurangi dan

bahkan menghilangkan gejala positif.

Semua obat antipsikotik yang diketahui dapat mengatasi gejala positif

merupakan obat golongan blockade reseptor dopamine D2. Observasi inilah yang

diformulasikan sebagai hipotesis dopamine pada skizofrenia, atau yang lebih

tepatnya disebut sebagai “hipotesis dopamin-mesolimbik pada gejala positif

skizofrenia”, karena dipercaya bahwa hiperaktivitas dari jalur ini yang

menimbulkan gejala positif pada skizofrenia.

Gambar 5. Hipotesis Dopamin Dalam Menimbulkan Gejala Positif

Page 6: Tugas Ujian Jiwa-Dr. Zainie Hassan, SpKJ (K)  Erizka Rivani  Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya  Ilmu Kedokteran Jiwa

Berbeda dengan mekanisme timbulnya gejala positif yang berkaitan dengan

hiperaktivitas dari neuron dopaminergik, timbulnya gejala negative, gejala

gangguan afektif, dan gejala gangguan kognitif diakibatkan oleh kekurangan

aktivasi dari neuron dopaminergik pada area otak yang bersangkutan. Keadaan

deficit dopamin yang menimbulkan gejala negative ini menunjukkan keadaan

hipoaktivitas bahkan kerusakan dari system saraf dopamine. Hal ini dapat

berkaitan dengan gangguan hiperaktifitas oksitotoksik dari system glutamate

sebelumnya yang pada akhirnya menyebabkan gangguan fungsi neuron

dopaminergik.

Gambar 6. Jalur Dopamin Dalam Menimbulkan Gejala Negatif, Gejala Gangguan

Afektif, dan Gejala Gangguan Kognitif

Secara teori, meningkatkan dopamine pada jalur mesokortikal dapat

memperbaiki gejala negative, gejala gangguan afektif, dan gejala gangguan

Page 7: Tugas Ujian Jiwa-Dr. Zainie Hassan, SpKJ (K)  Erizka Rivani  Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya  Ilmu Kedokteran Jiwa

kognitif. Namun karena pada jalur mesolimbik terjadi hiperaktifitas dari

dopamine, maka meningkatkan dopamine justru akan memperparah gejala positif.

Tantangan penatalaksanaan skizofrenia terletak pada dilema ini, yakni bagaimana

cara mengurangi aktivitas dopamine pada jalur mesolimbik sehingga gejala positif

dapat dihilangkan, dengan tetap meningkatkan aktivitas dopamine di jalur

mesokorteks. Solusi untuk masalah ini adalah dengan penemuan obat antipsikotik

atipikal yang selain bekerja pada neuron dopaminergik, juga memengaruhi kerja

neuron serotonergik.

Jalur dopamine lain yang penting dan berkaitan dengan skizofrenia adalah

jalur nigrostriatal yang merupakan bagian dari system saraf ekstrapiramidal yang

mengatur gerakan motorik. Defisiensi dari dopamine pada jalur ini menyebabkan

gangguan gerakan seperti pada penyakit Parkinson (gejala: tremor, kekakuan, dan

akinesia/bradikinesia). Defisiensi dopamine pada ganglia basalis juga

menimbulkan gangguan seperti akatisia dan diskinesia. Hiperaktivitas dari jalur

nigrostriatal menyebabkan gangguan hiperkinetik seperti korea, diskinesia, dan

tik. Blokade kronik terhadap reseptor dopamine D2 pada jalur ini menyebabkan

gangguan yang dikenal sebagai tardive diskinesia diinduksi neuroleptik. Pada

seseorang dengan skizofrenia yang belum mendapat medikasi, aktivitas

dopaminergik pada jalur nigrostriatal berada pada batas normal.

Page 8: Tugas Ujian Jiwa-Dr. Zainie Hassan, SpKJ (K)  Erizka Rivani  Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya  Ilmu Kedokteran Jiwa

Gambar 7. Jalur Dopamin Nigrostriatal- Berkaitan Dengan Efek Samping obat

Anti Psikotik

Meskipun neurotransmiter dopamine telah menjadi pusat perhatian sebagian

besar penelitian skizofrenia, terdapat peningkatan perhatian yang ditujukan pada

neurotransmitter lain.

Serotonin telah banyak mendapat perhatian dalam penelitian skizofrenia sejak

dinyatakan bahwa obat antagonis serotonin-dopamin (SDA) seperti klozapin,

risperidon, sertindol, memiliki aktivitas terkait serotonin yang poten. Secara

spesifik, antagonism pada reseptor 5-HT2 serotonin ditekankan sebagai sesuatu

yang penting dalam mengurangi gejala psikotik sekaligus mengatasi gejala

negative.

Sejumlah peneliti melaporkan bahwa pemberian obat antipsikotik jangka

panjang menurunkan aktivitas neuron noradrenergic di lokus sereleus dan bahwa

efek terapetik beberapa antipsikotik melibatkan aktivitasnya pada reseptor

adrenergic-α dan adrenergic-α2. Terdapat peningkatan jumlah data yang

menyatakan bahwa system noradrenergic memodulasi system dopaminergik

Page 9: Tugas Ujian Jiwa-Dr. Zainie Hassan, SpKJ (K)  Erizka Rivani  Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya  Ilmu Kedokteran Jiwa

dalam suatu cara sehingga abnormalitas system noradrenergic yang

mempredisposisikan pasien untuk mengalami relaps yang sering.

Neurotransmiter asam amino inhibitorik, asam γ-aminobutirat (GABA) juga

dianggap terlibat dalam patofisiologi skizofrenia. Data yang tersedia sejalan

dengan hipotesis bahwa sejumlah pasien skizofrenia mengalami kehilangan

neuron GABAnergik di hipokampus. Hilangnya neuron GABAnergikk secara

teoritis dapat mengakibatkan hiperaktivitas neuron dopaminergik dan

noradrenergic.

Hipotesis lain diajukan tentang glutamate, yang mencakup hiperaktivitas,

hipoaktivitas, dan neurotoksisitas terinduksi glutamate. Glutamat dilibatkan

karena ingesti akut fensiklidin, suatu antagonis glutamate, menimbulkan sindrom

yang menyerupai skizofrenia.

Dua neuropeptida, kolesistokinin dan neurotensin, ditemukan di sejumlah

regio otak yang terlibat dalam skizofrenia. Konsentrasinya mengalami perubahan

pada keadaan psikotik.

Kelainan dan perubahan aktivitas berbagai system neurotransmitter di

berbagai area otak terkait skizofrenia sampai saat ini masih diduga diakibatkan

oleh dua hipotesis, yakni hipotesis neurodegenerative dan hipotesis

neurodevelopmental.

2. Mekanisme terjadi halusinasi dengar

Halusinasi merupakan persepsi sensoris yang palsu dan tidak disertai

stimulus eksternal yang nyata. Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana

pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Berbeda dengan

ilusi dimana pasien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah

persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang terjadi.

Stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata oleh pasien.

Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:

Page 10: Tugas Ujian Jiwa-Dr. Zainie Hassan, SpKJ (K)  Erizka Rivani  Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya  Ilmu Kedokteran Jiwa

a. Faktor Predisposisi

Faktor Biologis

Halusinasi timbul akibat kelainan di area otak yang dinamakan system

limbic. Terdapat berbagai malfungsi dari system neurotransmitter di

daerah tersebut, yang paling lama diketahui adalah adanya

hiperaktivitas dari neuron dopaminergik.

Gambar 8. Kelainan pada Jaras Mesolimbik yang Dipengaruhi Dopamin dan

Neurotransmiter Lainnya- Menghasilkan Halusinasi Sebagai Salah Satu

Gejala Positif

Faktor Psikologis

Keluarga, pengasuh dan lingkungan pasien sangat mempengaruhi respon

dan kondisi psikologis pasien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat

mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan

kekerasan dalam rentang hidup pasien.

Sosial Budaya

Page 11: Tugas Ujian Jiwa-Dr. Zainie Hassan, SpKJ (K)  Erizka Rivani  Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya  Ilmu Kedokteran Jiwa

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:

kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan

kehidupan yang terisolasi disertai stres.

b. Faktor Presipitasi

Factor Biologis

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur

proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam

otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif

menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.

Stres Lingkungan

Ambang toleransi terhadap stres yang berinteraksi terhadap stresor

lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.

Mekanisme Koping

Mekanisme koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi

stresor.

Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam

rentang respon neurobiologis. Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika

individu yang sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan

menginterprestasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca

indera (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), pasien

dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun sebenarnya

stimulus tersebut tidak ada.

Page 12: Tugas Ujian Jiwa-Dr. Zainie Hassan, SpKJ (K)  Erizka Rivani  Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya  Ilmu Kedokteran Jiwa

Gambar 9. Rentang Respon Terhadap Stimulus (Stressor)- Respon Maladaptif

Berupa Halusinasi

Jenis halusinasi antara lain :

a.    Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %

Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara orang,

biasanya pasien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang

sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

b.   Halusinasi penglihatan (visual) 20 %

Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran

cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan/atau panorama yang luas dan

kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.

c.    Halusinasi penghidu (olfactory)

Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang

menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau

harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.

d.   Halusinasi peraba (tactile)

Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus

yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati

atau orang lain.

e.    Halusinasi pengecap (gustatory)

Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan

menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.

f.    Halusinasi sinestetik

Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir

melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.

g.   Halusinasi Kinesthetic

Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

Page 13: Tugas Ujian Jiwa-Dr. Zainie Hassan, SpKJ (K)  Erizka Rivani  Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya  Ilmu Kedokteran Jiwa

Halusinasi dapat terjadi pada pasien dengan gangguan jiwa seperti

skizofrenia, depresi atau keadaan delirium, demensia, dan k o n d i s i

y a n g b e r h u b u n g a n d e n g a n p e n g g u n a a n a l k o h o l d a n s u b s t a n s i

l a i n n y a . H a l u s i n a s i d a p a t j u g a t e r j a d i d e n g a n e p i l e p s i ,

k o n d i s i i n f e k s i s i s t e m i k d e n g a n gangguan metabolik. Halusinasi juga dapat

dialami sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yang meliputi anti depresi,

anti kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik,sedangkan obat-obatan

halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi sama seperti pemberian

obat diatas. Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan individu n o r m a l y a i t u p a d a

i n d i v i d u y a n g m e n g a l a m i i s o l a s i , p e r u b a h a n s e n s o r i k s e p e r t i

kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya permasalahan pada

pembicaraan.Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik tidak diketahui namun banyak

faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis , psikologis , sosial

budaya,dan stressor pencetusnya adalah stress lingkungan, biologi,

pemicu masalah sumber-sumber koping dan mekanisme koping.

Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori yang

diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik, fisiologik dan

lain-lain. Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga yang normal otak

dibombardir oleh aliran stimulus yang yang datang dari dalam tubuh

ataupun dari luar tubuh. Input ini akan m e n g i n h i b i s i p e r s e p s i

y a n g l e b i h d a r i m u n c u l n y a k e a l a m s a d a r . B i l a i n p u t

i n i dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti yang kita jumpai pada keadaan

normal atau patologis, maka materi-materi yang ada dalam unconsicisus atau

preconscious bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi. Pendapat lain mengatakan bahwa

halusinasi dimulai dengan adanya keinginan yang direpresi ke unconsicious

dan kemudian karena sudah retaknya kepribadian dan rusaknya daya

menilai realitas maka keinginan tadi diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus

eksterna.

Page 14: Tugas Ujian Jiwa-Dr. Zainie Hassan, SpKJ (K)  Erizka Rivani  Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya  Ilmu Kedokteran Jiwa

3. Mekanisme delusional perception

Delusional perception merupakan salah satu gejala yang termasuk dalam

criteria diagnosis skizofrenia menurut PPDGJ-III. Dalam PPDGJ-III dijelaskan

bahwa delusional perception merupakan pengalaman inderawi yang tak wajar,

yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukzizat.

Delusional perception juga merupakan gejala urutan pertama dari criteria

diagnosis skizofrenia oleh Kurt Schneider. Arti yang aneh, tidak sesuai, dan

mengacu kepada diri sendiri diberikan kepada situasi atau benda yang biasa, tanpa

alasan yang jelas. Contohnya saat lampu merah berubah menjadi hijau itu berarti

istrinya akan pergi dari rumah, saat laptop dihidupkan ia akan menjadi hamil, dan

lain sebagainya. Karena persepsi terhadap objek itu sendiri tetap sesuai, Schneider

menggolongkan persepsi waham ini kedalam gangguan pikiran, bukan gangguan

persepsi. Delusional perception ini merupakan suatu waham.

Kadang objek tidak hanya diartikan secara benar-benar ‘aneh’, namun

kehilangan jarak dan bergabung dengan persepsi subjek atau tubuh yang

bersangkutan. Seorang pasien dengan skizofrenia misalnya berkata saat melihat

mobil melintasi jalan, ia merasa ‘suatu besi, keras, tajam, dan dingin’ memasuki

tubuhnya, persis seperti mobil yang dilihatnya tadi. Pasien lain mengatakan

bahwa ia merasa suatu ‘energi roh orang lain’ menembus dirinya melalui kening

saat ia bertatapan mata dengan orang lain.

Pada delusional perception, obyek (benda, orang, situasi) mendapatkan

ekspresi fisiognomik yang berlebihan dan kadang digabungkan dengan tubuhnya

sendiri. Perubahan ini dijelaskan dengan konsep persepsi intensional Husserl dan

konsep persepsi bersamaan Merleau-Ponty.

Walaupun patogenesis waham tidak diketahui dengan pasti, namun ada

beberapa teori yang sudah dikembangkan. Pada hipotesis pembentukan waham,

kiranya perlu dipertimbangkan beberapa hal yang berikut ini, yaitu :

a. Waham terdapat pada penyakit-penyakit umum dan psikiatrik.

Page 15: Tugas Ujian Jiwa-Dr. Zainie Hassan, SpKJ (K)  Erizka Rivani  Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya  Ilmu Kedokteran Jiwa

b. Tidak semua orang dengan gangguan tersebut mengalami waham.

c. Isi waham menentukan tipe-tipe waham.

d. Waham dapat hilang bila diberi pengobatan terhadap gangguan yang

mendasar.

e. Waham dapat menetap atau menjadi sistematik.

f. Waham dapat menyertai perubahan persepsi seperti halusinasi dan

gangguan sensorik.

g. Keberadaan waham dapat dikaburkan bila fungsi sosial, intelektual dan

emosional tidak terganggu.

Ada tiga kategori dari teori pembentukan waham :

a. Waham yang timbul pada sistem kognitif muncul karena adanya pola yang

berbeda dari motivasi yang ada (mekanisme psikodinamika dan teori fungsi

sosial).

b. Waham timbul sebagai akibat dari defek kognitif fundamental yang

mengakibatkan kapasitas pasien untuk membuat kesimpulan dari bukti-

bukti (gangguan hubungan sebab akibat).

c. Waham yang timbul dari proses kognitif yang normal menunjukkan adanya

pengalaman persepsi abnormal (mekanisme psikobiologik, hipotesis

pengalaman yang menyimpang)

Teori-teori ini penting untuk tidak saling mengistimewakan satu dengan yang

lainnya.

4. Membangkang merupakan simtomatologi apa?

Page 16: Tugas Ujian Jiwa-Dr. Zainie Hassan, SpKJ (K)  Erizka Rivani  Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya  Ilmu Kedokteran Jiwa

5. Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang cenderung terkena skizofrenia

Skizofrenia merupakan suatu sindrom dengan penyebab yang hingga saat ini

masih terus diteliti. Namun factor predisposisi yang menyebabkan seseorang

cenderung terkena skizofrenia dibagi menjadi tiga, yakni model diathesis stress,

factor biologis, dan factor psikososial.

a. Model Diatesis-Stres

Satu model untuk integrasi factor biologis dan factor psikososial dan

lingkungan adalah model diathesis stress. Model ini mendalilkan bahwa

seseorang memiliki suatu kerentanan spesifik (diathesis) yang jika

dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang menimbulkan stress,

menimbulkan perkembangan gejala skizofrenia. Pada model diathesis-

stres yang paling umum diathesis dapat biologis atau lingkungan atau

keduanya.

Suatu stresor lingkungan dapat mencetuskan onset pertama skizofrenia,

atau onset ulangan, atau perburukan gejala pada seseorang dengan

predisposisi genetic skizofrenia.

Walker dan Diforio menyatakan eksposur terhadap stress direspon tubuh

dengan pelepasan kortisol yang diatur oleh aksis hipotalamus-hipofisi

adrenal yang ternyata juga mempengaruhi neuro transmitter dopamine.

Stres dengan respon peningkatan kortisol ini mencetuskan atau

mengekserbasi kelainan dari neurotransmisi dopamine dan

neurotransmitter lainnya, menghasilkan onset dari penyakit.

Peran kortisol, hormone respon tubuh terhadap stress, pada penyakit

skizofrenia dijelaskan berdasarkan penelitian yang menemukan bahwa

level dasar dari hormone kortisol pada pasien sizofrenia lebih tinggi

dibandingkan dengan subyek normal. Kadar kortisol pada pasien juga

dilaporkan berkaitan dengan keparahan dari gejala.

Page 17: Tugas Ujian Jiwa-Dr. Zainie Hassan, SpKJ (K)  Erizka Rivani  Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya  Ilmu Kedokteran Jiwa

Penelitian juga menemukan bahwa obat-obatan yang meningkatkan kadar

kortisol dapat memperparah gejala skizofrenia, konsumsi obat neuroleptik

dapat menumpulkan aktivitas aksis HPA, dan kadar kortisol ditemukan

lebih tinggi pada orang dengan gangguan skizotipal dibanding populasi

normal. Keterlibatan kortisol diperkuat dengan penemuan yang

menyatakan bahwa pasien skizofrenia mengalami kelainan pada

hipokampus, yang merupakan area yang berperan dalam menghasilkan

kortisol. Dijelaskan bahwa aksis HPA dan kortisol memiliki peran dalam

pathogenesis skizofrenia akibat efek ‘knock-on’ atau eksitasi yang

ditimbulkannya pada system saraf, secara spesifik pada system

dopaminergik.

Saat ini penelitian melanjutkan focus pada stresor apa saja, seberapa

berat, yang mampu meningkatkan kadar kortisol yang signifikan untuk

mencetuskan gejala pada pasien dengan predisposisi biologis skizofrenia.

Selain stresor fisik yang memaksa seseorang untuk berespon agar dapat

menjaga keutuhan diri dan menjauh dari ancaman fisik yang dapat

melukai, stresor psikis dan social ternyata juga turut berperan. Stresor

psikis dapat berupa ketegangan, kecemasan, kehilangan, dan lain

sebagainya. Stresor social berupa suatu ancaman yang dapat mengancam

integritas dan status kehormatan seseorang di lingkungan sosialnya.

Berbagai stresor psikis ini direspon dengan mekanisme pertahanan yang

berbeda (tergantung integritas kepribadian dan maturitas ego), dan

menimbulkan perubahan biologis berupa aktivasi berbagai system saraf

dan hormonal seseorang.

Page 18: Tugas Ujian Jiwa-Dr. Zainie Hassan, SpKJ (K)  Erizka Rivani  Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya  Ilmu Kedokteran Jiwa

Gambar 10. Model Diatesis Stres

b. Faktor Biologis

Terkait dengan gangguan nerotransmiter dan area otak yang mengalami

perubahan. Hipotesis neurootransmiter yang paling terkenal adalah

hipotesis dopaminergik, dimana area otak yang terlibat dalam skizofrenia

adalah system limbic, korteks serebri, dan ganglia basalis. Beberapa

penelitian menyatakan bahwa thalamus dan batang otak juga ikut terlibat.

c. Genetika

Berbagai macam penelitian telah dengan kuat menyatakan suatu

komponen genetika terhadap penurunan skizofrenia. Penelitian klasik

awal tentang genetika dari skizofrenia dilakukan di tahun 1930-an

menemukan bagwa seseorang kemungkinan menderita skizofrenia jika

anggota keluarga lainnya juga menderita skizofrenia dan kemungkinan

seseorang menderita skizofrenia adalah berhubungan dengan dekatnya

hubungan persaudaraan tersebt (sebagai contoh: sanak saudara derajat

pertama dan kedua).

Lebih dari setengah kromosom telah dihubungkan dengan dengan

skizofrenia yaitu lengan panjang kromosom 5,11,18 dan lengan pendek

Page 19: Tugas Ujian Jiwa-Dr. Zainie Hassan, SpKJ (K)  Erizka Rivani  Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya  Ilmu Kedokteran Jiwa

kromosom 19, dan kromosom X adalah yang paling sering berhubungan

dengan skizofrenia.

d. Faktor Psikososial

Skizofrenia ditinjau dari factor psikososial sangat dipengaruhi oleh factor

keluarga dan stressor psikososial. Pasien yang keluarganya memiliki

emosi ekspresi (EE) yang tinggi memiliki angka relaps lebih tinggi

daripada pasien yang berasal dari keluarga berekspresi yang rendah. EE

didefinisikan sebagai perilaku yang intrusive, terlihat berlebihan, kejam,

dan kritis. Disamping itu stress psikologik dan lingkungan paling

mungkin mencetuskan dekompensasi psikotik yang lebih terkontrol.

Di negara industri sejumlah pasien skizofrenia berada dalam kelompok

sosioekonomi rendah. Pengamatan tersebut telah dijelaskan oleh

hipotesis pergeseran ke bawah (downward drift hypothesis), yang

menyatakan bahwa orang yang terkena bergeser ke kelompok

sosioekonomi rendah karena penyakitnya. Suatu penjelasan alternative

adalah hipotesis akibat sosial, yang menyatakan stress yang dialami oleh

anggota kelompok sosioekonomi rendah berperan dalam perkembangan

skizofrenia.

Beberapa pendapat mengatakan bahwa penyebab sosial dari skizofenia di

setiap kultur berbeda tergantung dari bagaimana penyakit mental diterima

di dalam kultur, sifat peranan pasien, tersedianya sistem pendukung

sosial dan keluarga, dan kompleksitas komunikasi sosial.

6. Mekanisme pertahanan

Status internal manusia selalu diliputi dengan kecemasan sebagai produk dari

konflik antara struktur kepribadian yaitu Id, Ego, dan Super Ego. Kemudian status

Page 20: Tugas Ujian Jiwa-Dr. Zainie Hassan, SpKJ (K)  Erizka Rivani  Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya  Ilmu Kedokteran Jiwa

internal tersebut bermanifestasi ke dalam perilaku konkrit yang tercermin dalam

suatu mekanisme pertahanan diri atau mekanisme pertahanan ego.

Id adalah instansi kepribadian yang paling mendasar, orisinil, bersifat

impulsive, dan paling primitive; aspek biologis yang merupakan system original,

yaitu suatu realitas psikis yang sesungguhnya, dunia batin atau subyektif manusia

dan tidak memiliki koneksi secara langsung dengan realitas obyektif. Pada

mulanya yang ada hanyalah Id. Id terletak di ketidak sadaran, sehingga tidak

bersentuhan langsung dengan realitas. Oleh karena itu Id dikenal dengan istilah

pleasure principal yang berprinsip pada kesenangan dan berusaha menghindari

rasa sakit. Inti utama dari kecenderungan Id adalah menuntut agar apa yang

diinginkannya dapat diperoleh dengan segera. Id berisi hal-hal yang dibawa sejak

lahir seperti libido seksualitas dan insting-insting organism.

Ego adalah aspek psikologis karena adanya kebutuhan sinkronisasi antara

kebutuhan Id dengan realitas dunia eksternal. Ego merupakan komponen

kepribadian yang bertugas sebagai eksekutor. Ego terbentuk melalui diferensiasi

dari Id karena setiap manusia selalu mempunyai kontak dengan dunia luar. Sistem

kerjanya memakai prinsip realistis dan mengatur interaksi dan transaksi antara

dunia internal individu dengan realitas eksternal. Untuk melaksanakan tugas itu

ego memiliki tiga fungsi yakni reality testing, identify, dan defense mechanism.

Superego merupakan aspek sosiologis yang dibentuk melalui jalan

internalisasi dalam upaya menekan dorongan Id. Superego artinya larangan-

larangan atau norma-norma yang berasal dari luar. Superego merupakan kekuatan

moral dan etik dari kepribadian. Superego merupakan struktur kepribadian

(bagian dari dunia internal) yang mewakili nilai-nilai realitas eksternal. Superego

memakai prinsip idealistik yakni mengejar hal-hal yang bersifat moralitas dan

mendorong individu untuk mematuhi nilai-nilai yang berlaku di realitas eksternal

sehingga dapat menghindari konflik antara individu dengan realitas eksternal.

Superego ibarat polisi internal yang mendorong kita untuk tidak melanggar nilai

Page 21: Tugas Ujian Jiwa-Dr. Zainie Hassan, SpKJ (K)  Erizka Rivani  Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya  Ilmu Kedokteran Jiwa

dan norma yang berlaku dalam realitas eksternal, dengan atau tanpa orang lain

yang mengawasi.

Energi Id akan meningkat karena rangsangan (impuls) sehingga menimbulkan

ketegangan atau pengalaman yang tidak enak dan menguasai Ego agar bertindak

secara konkrit dalam memenuhi rangsangan tersebut sesegera mungkin. Di sisi

lain Super ego berusaha untuk menentang dan menguasai Ego agar tidak

memenuhi hasrat dari Id karena tidak sesuai dengan konsepsi Ideal. Ego berdiri di

tengah-tengah kekuatan dahsyat kebutuhan biologis dan norma. Ketika terjadi

konflik di antara kekuatan-kekuatan ini, ego merasa terjepit dan terancam, serta

merasa seolah-olah akan lenyap dan tidak berdaya digilas kedua kekuatan

tersebut. Perasaan terjepit dan terancam ini disebut kecemasan, sebagai tanda bagi

ego bahwa sedang berada dalam bahaya dan berusaha tetap bertahan.

Kunci untuk kepribadian yang sehat adalah keseimbangan Id, Ego,dan

Superego. Ego berusaha sekuat mungkin menjaga kestabilan hubungannya

dengan id dan superego. Namun ketika kecemasan begitu menguasai, ego harus

berusaha mempertahankan diri. Secara tidak sadar, seseorang akan bertahan

dengan cara memblokir seluruh dorongan-dorongan atau dengan menciutkan

dorongan-dorongan tersebut menjadi wujud yang lebih dapat diterima konsepsi

dan tidak terlalu mengancam. Timbullah apa yang disebut sebagai mekanisme

pertahanan.

Menurut Sigmund Freud, mekanisme pertahanan ego bersumber dari bawah

sadar yang digunakan ego untuk mengurangi konflik antara dunia internal

seseorang dengan realitas eksternal. Freud menggunakan istilah mekanisme

pertahanan ego untuk menunjukkan proses tidak sadar yang melindungi individu

dari kecemasan pemutarbalikkan kenyataan.

Pada dasarnya strategi-strategi ini tidak mengubah kondisi obyektif bahaya.

Mekanisme pertahanan ego hanya mengubah cara individu mempersepsi atau

memikirkan masalah itu. Bila individu menggunakan mekanisme pertahanan

sesuai dengan taraf perkembangannya maka individu tersebut menggunakan

Page 22: Tugas Ujian Jiwa-Dr. Zainie Hassan, SpKJ (K)  Erizka Rivani  Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya  Ilmu Kedokteran Jiwa

mekanisme pertahanan yang matang.Bila individu menggunakan mekanisme

pertahanan yang tidak efektif dan tidak sesuai dengan tahapan perkembangannya,

dikatakan individu tersebut menggunakan mekanisme pertahanan imatur.

Mekanisme pertahanan dibagi menjadi empat kelompok menurut George

Valliant, yakni mekanisme pertahanan narsistik, mekanisme pertahanan imatur,

mekanisme pertahanan neurotik, dan mekanisme pertahanan matur. Mekanisme

pertahanan narsistik digunakan oleh anak-anak dan seseorang dengan psikosis.

Mekanisme pertahanan neurotik digunakan oleh orang dewasa yang sedang

berada dalam kondisi stres, sedangkan mekanisme pertahanan matur digunakan

oleh seseorang sesuai dengan taraf perkembangannya dan bisa dikatakan

merupakan mekanisme pertahanan yang cukup baik.

Kelompok mekanisme pertahanan narsistik:

a. Denial

Bila individu menyangkal kenyataan, maka dia menganggap tidak ada atau

menolak adanya pengalaman yang tidak menyenangkan (yang sebenarnya

mereka sadari sepenuhnya) dengan maksud untuk melindungi dirinya

sendiri.

b. Distorsi

Merubah realitas agar sesuai dengan kebutuhan dunia dalamnya. Contoh:

terbentuknya waham, halusinasi

c. Proyeksi

Biasanya sangat cepat dalam memperlihatkan ciri pribadi individu lain

yang tidak dia sukai dan apa yang dia perhatikan itu akan cenderung

dibesar-besarkan. Teknik ini mungkin dapat digunakan untuk mengurangi

kecemasan karena dia harus menerima kenyataan akan keburukan dirinya

sendiri.

d. Identifikasi proyeksi

Aspek yang tidak diinginkan dari diri diendapkan kepada orang lain

sehingga orang memproyeksikan merasa bersatu dengan obyek proyeksi.

Page 23: Tugas Ujian Jiwa-Dr. Zainie Hassan, SpKJ (K)  Erizka Rivani  Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya  Ilmu Kedokteran Jiwa

aspek yang keluar dimodifikasi oleh dan ditutupi dari resipien. Pertahanan

memungkinkan seseorang untuk menjauhi dan membuat dirinya sendirinya

mengerti dengan mengeluarkan tekanan pada orang lain untuk mengalami

perasaan yang serupa dengan perasaannya.

e. Pembelahan

Obyek eksternal dibagi menjadi “baik“ dan “jahat” disertai oleh pergeseran

suatu obyek yang tiba-tiba dari satu kategori eksrim kepada kategori

lainnya.

Kelompok mekanisme pertahanan imatur:

a. Acting Out

Pemeran mempunyai sifat yaitu dapat mengurangi kecemasan yang

dibangkitkan oleh berbagai keinginan yang terlarang dengan membiarkan

ekspresinya dan melakukan dalam keadaan biasa. Mengeluarkan keinginan

yang tak sadar ke alam sadar secara langsung.

b. Blocking

Inhibisi sementara atau transien dari pikiran terjadi pada penghambatan

(blocking). penghentian arus pikir yang tiba-tiba. Contoh: tiba- tiba diam

seribu bahasa.

c. Hipokondriasis

Melebih-lebihkan atau terlalu menekankan penyakit untuk tujuan

penghindaran dan regresi. Celaan yang timbul dari kehilangan, kesepian,

atau impuls agresif yang tidak dapat diterima terhadap dirinya diubah

menjadi celaan diri dan keluhan nyeri, penyakit somatic, dan neurasthenia.

Pada hipokondriasis, pertanggungjawaban dapat dihindari, rasa bersalah

dapat dielakkan, dan dorongan naluri dapat dihindari. Karena introyeksi

hipokondrial bersifat ego-distonik, orang yang menderita mengalami

disforia dan rasa penderitaan.

d. Identifikasi

Page 24: Tugas Ujian Jiwa-Dr. Zainie Hassan, SpKJ (K)  Erizka Rivani  Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya  Ilmu Kedokteran Jiwa

Mekanisme dengan membawa kepribadian orang lain masuk ke dalam diri

sendiri, karena dengan begitu dapat menyelesaikan masalah perasaan yang

mengganggunya. Anak-anak remaja sering mengidentifikasi diri dengan

bintang-bintang favorit, musisi, artis, atlet, dan sebagainya, untuk

meneguhkan identitas diri.

e. Introyeksi

Internalisasi kualitas suatu obyek. Meskipun penting untuk pengembangan,

juga melayani fungsi defensive spesifik. Bila digunakan sebagai

pertahanan, itu dapat melenyapkan perbedaan antara subyek dengan obyek.

Melalui introyeksi obyek yang dicintai, kesadaran yang menyakitkan dari

keterpisahan atau ancaman kehilangan dapat dihindari. Introyeksi dari

suatu obyek yang ditakuti melayani untuk menghindari kecemasan ketika

karakter agresif obyek yang diinternalisasikan, sehingga menempatkan

agresi dibawah control sendiri.

f. Perilaku pasif agresif

Mengekspresikan agresi terhadap lainnya secara tidak langsung melalui

pasif, masokisme, dan perubahan dirinya. Manifestasi dari perilaku pasif-

agresif termasuk kegagalan, penundaan, dan penyakit yang mempengaruhi

orang lain lebih dari diri sendiri.

g. Regresi

Mencoba untuk kembali ke fase awal libidinal yang berfungsi untuk

menghindari ketegangan dan bangkitan konflik pada tingkat perkembangan

sekarang.

h. Fantasi schizoid

Terlibat dalam pengunduran autistic dalam rangka untuk menyelesaikan

konflik dan untuk memperoleh kepuasan. Keintiman interpersonal

dihindari, dan eksentrisitas berfungsi untuk mengusir orang lain. Orang

tersebut tidak sepenuhnya percaya pada fantasinya dan tidak berakting

keluar.

Page 25: Tugas Ujian Jiwa-Dr. Zainie Hassan, SpKJ (K)  Erizka Rivani  Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya  Ilmu Kedokteran Jiwa

i. Somatisasi

Mengkonversi derivative psikis menjadi gejala tubuh dan cenderung untuk

bereaksi dengan manifestasi somatic daripada manifestasi psikis

Kelompok pertahanan neurotic adalah:

a. Pengendalian

Usaha berlebihan untuk menangani atau mengatur peristiwa atau objek

dalam lingkungan untuk menekan kecemasan dan memecahkan konflik

dalam diri.

b. Displacement

Mengalihkan pikiran kepada bentuk yang lain dimana secara emosional

pikiran tadi masih ada hubungan.

c. Disosiasi

Bersifat sementara, tetapi secara drastic mengubah karakter seseorang atau

identitas pribadi untuk menghindari tekanan emosional.

d. Eksternalisasi

Kecendrungan untuk merasakan kepribadian sendiri, termasuk impuls

instinkual, konflik, mood, sikap, dan gaya berpikir, pada dunia luar dan

elemen objek luas.

e. Inhibisi

Pembatasan atau penolakan fungsi ego terjadi secara disadari.

f. Intelektualisasi

Menghadapi situasi yang seharusnya menimbulkan perasaan yang amat

menekan dengan cara analitik, intelektual dan sedikit menjauh dari

persoalan. Dengan kata lain, bila individu menghadapi situasi yang menjadi

masalah, maka situasi itu akan dipelajarinya atau merasa ingin tahu apa

tujuan sebenarnya supaya tidak terlalu terlibat dengan persoalan tersebut

secara emosional.

g. Isolasi

Page 26: Tugas Ujian Jiwa-Dr. Zainie Hassan, SpKJ (K)  Erizka Rivani  Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya  Ilmu Kedokteran Jiwa

Membagi atau memisahkan ide dari efek yang menyertai. Isolasi social

terjadi karena tidak adanya hubungan obyek.

h. Rasionalisasi

Memberikan penjelasan yang rasional dalam upaya untuk membenarkan

sikap, keyakinan, atau perilaku yang mungkin tidak dapat diterima. Alasan

ini umumnya ditentukan secara naluriah.

i. Pembentukan reaksi

Mengubah impuls yang tidak dapat diterima menjadi kebalikannya.

Pembentukan reaksi adalah karakteristik neurosis obsesional, namun juga

terjadi dalam bentuk neurosis lain.

j. Represi

Menekan peristiwa tertentu dari alam sadar ke alam tak sadar.

Kelompok pertahanan matur:

a. Altruisme

Menggunakan layanan konstruktif dan intuitif yang memuaskan kepada

orang lain yang seolah-olah ikut merasakan. Ini termasuk pembentukan

reaksi yang ramah dan konstruktif.

b. Antisipasi

Mengantisipasi atau berencana secara realistis atas ketidaknyamanan di

masa depan. Mekanismenya adalah tujuan yang diarahkan dan menyiratkan

perencanaan secara hati-hati atau khawatir dan premature tetapi realistis

untuk mengantisipasi afek yang berbahaya atau potesial berbahaya.

c. Ascetisisme

Menghilangkan perasaan yang menyenangkan yang timbul dari suatu

pengalaman yang menyenangkan pula.

d. Humor

Ekspresi perasaan ditunjukkan tanpa menimbulkan rasatidak senang

kepada orang lain

Page 27: Tugas Ujian Jiwa-Dr. Zainie Hassan, SpKJ (K)  Erizka Rivani  Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya  Ilmu Kedokteran Jiwa

e. Sublimasi

Mengarahkan dorongan dari dalam dirinya kepada yang dapat diterima

masyarakat.

f. Supresi

g. Supresi

Secara sadar atau semisadar menunda perhatian atas impuls atau konflik.

Masalahnya mungkin sengaja ditahan, tetapi mereka tidak dihindari.

Ketidaknyamanan diakui tetapi diminimalkan.

7. Haloperidol dan Chlorpromazine

Page 28: Tugas Ujian Jiwa-Dr. Zainie Hassan, SpKJ (K)  Erizka Rivani  Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya  Ilmu Kedokteran Jiwa

Tabel 1. Obat Antipsikotik

Clorpomazine

Merk Dagang : Cepezet – Meprosetil – Promactil – Largactil

Bentuk sediaan: Tablet 25 mg, 100 mg, Injeksi 25mg/ml, 2ml

Farmakodinamik : Salah satu derivat dari fenotiazin adalah Klorpromazin

(CPZ) yang merupakan 2-klor-N-(dimetil-aminopropil)-fenotiazin. Derivat

fenotiazin lain dapat dengan cara substitusi pada tempat 2 dan 10 inti

fenotiazin. CPZ berefek farmakodinamik sangat luas. Largactil diambil dari kata

large action. Sususan Saraf  Pusat : CPZ  menimbulkan efek sedasi disertai sikap

acuh tak acuh terhadap rangasngan lingkungan. Pada pemakaian lama dapat

timbul toleransi terhadap efek sedasi. Timbulnya sedasi amat tergantung dari

status emosinal penderita sebelum minum obat.  Klorpromazin berefek

antispikosis terlepas dari efek sedasinya. Semua derivat fenotiazin mempengaruhi

ganglia basal, sehingga menimbulkan gejala parkinsonisme (efek

ekstrapiramidal). CPZ dapat mempengaruhi atau mencegah muntah yang

Page 29: Tugas Ujian Jiwa-Dr. Zainie Hassan, SpKJ (K)  Erizka Rivani  Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya  Ilmu Kedokteran Jiwa

disebabkan oleh rangsangan pada chemoreseptor trigger zone. Fenotiazin

terutama yang potensinya rendah menurunkan ambang bangkitan sehingga

penggunanya pada pasien epilepsi harus berhati-hati. Otot Rangka: CPZ dapat

menimbulkan relaksasi otot skelet yang berada dalam keadaan spastik. Cara

kerjanya relaksasi ini diduga bersifat sentral, sebab sambungan saraf otot dan

medula spinalis tidak dipengaruhi CPZ.

Farmakokinetik : Kebanyakan antipsikosis absorbsi sempurna, sebagian

diantaranya mengalami metabolisme lintas pertama. Biovailabilitas klorpromazin

dan tioridazin berkisar antara 25-35% sedangkan haloperidol mencapai 65%.

Kebanyakan antipsikosis bersifat larut dalam lemak dan terikat kuat dengan

protein plasma(92-99%) serta mamiliki volume distribusi besar ( >7 L/kg).

Metabolit klorpromazin ditemukan di urin sampai beberapa minggu setelah

pemberian obat terakhir.

Mekanisme kerja: Obat anti psikosis memblokade dopamine pada

reseptor pasca sinaptik neuron di otak, prosesnya di sistem limbik dan sistem

ekstrapiramidal (dopamine D2 reseptor a n t a g o n i s ) . O b a t a n t i

p s i k o s i s y a n g b a r u ( m i s a l n y a r i s p e r i d o n e d i s a m p i n g

berafinitas terhadap dopamine D2 reseptor juga terhadap serotonin.

Efek samping: CPZ menghambat ovulasi dan menstruasi. CPZ juga

menghambat sekresi ACTH. Efek terhadap sistem endrokin ini terjadi

berdasarkan efeknya terhadap hipotalamus. Semua fenotiazin, kecuali klozapin

menimbulkan hiperprolaktinea lewat penghambatan efek sentral dopamine. Batas

keamanan CPZ cukup lebar, sehingga obat ini cukup aman. Efek samping

umumnya merupaan perluasan efek farmakodinamiknya. Gejala idiosinkrasi

mungkin timbul,berupa ikterus, dermatitis dan leukopenia. Reaksi ini disertai

eosinofilia dalam darah perifer.

Kardiovaskular: CPZ dapat menimbulkan hipotensi berdasarkan beberapa hal,

yaitu:

Page 30: Tugas Ujian Jiwa-Dr. Zainie Hassan, SpKJ (K)  Erizka Rivani  Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya  Ilmu Kedokteran Jiwa

Refleks Presor yang penting untuk mempertahankan tekanan darah yang

dihambat oleh CPZ

CPZ berefek a-bloker

CPZ menimbulkan efek intropotik negatif pada jantung

Haloperidol

Merk Dagang : Haloperidol, Dores, Govotil, Haldol, Halonace, Lodomer,

Serenace, Seradol, Quilez, Upsikis

Sediaan:

Tablet 1,5 mg, 2 mg, 5 mg, larutan injeksi sebagai laktat, injeksi sebagai

dekanoat, 50 mg/ml, 1 ml

Aksi Dan Farmakologi klinis:

a. Haloperidol adalah butyrophenone antipsikotik turunan dengan sifat-sifat

yang telah dianggap sangat efektif dalam pengelolaan hiperaktivitas, gelisah,

dan mania.

b. Haloperidol adalah neuroleptic yang efektif dan juga memiliki sifat

antimuntah, tetapi memiliki kecenderungan untuk memprovokasi ditandai

efek ekstrapiramidal dan relatif lemah adrenolytic alfa-properti. Ini juga

menunjukkan anorexiant hipotermia dan efek dan mungkin terjadi tindakan

barbiturates, anestesi umum, dan obat-obatan depresan SSP lain.

Farmakokinetik: Puncak haloperidol tingkat plasma terjadi dalam waktu 2 sampai

6 jam pemberian dosis oral dan sekitar 20 menit setelah im administrasi. Mean

plasma (terminal tereliminasi) paruh telah ditetapkan sebagai 20,7 ± 4.6 (SD) jam,

dan meskipun ekskresi dimulai dengan cepat, hanya 24 sampai 60% dari obat

radioaktif tertelan diekskresikan (terutama sebagai metabolit dalam urin, beberapa

di tinja) pada akhir minggu pertama, dan sangat kecil tetapi tingkat radioaktivitas

Page 31: Tugas Ujian Jiwa-Dr. Zainie Hassan, SpKJ (K)  Erizka Rivani  Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya  Ilmu Kedokteran Jiwa

dideteksi terus berada di dalam darah dan dikeluarkan selama beberapa minggu

setelah pemberian dosis. Sekitar 1% dari dosis yang tertelan kembali berubah

dalam urin.

Indikasi dan penggunaan klinis: Manajemen dari manifestasi psikosis.

Kontra-Indikasi: Pada keadaan koma dan dalam kehadiran depresi SSP karena

alkohol atau obat depresan lainnya. Hal ini juga kontraindikasi pada pasien

dengan depresi berat, penyakit kejang sebelumnya, lesi ganglia basal, dan dalam

sindrom Parkinson, kecuali dalam kasus dyskinesias akibat pengobatan levodopa.

Tidak boleh digunakan pada pasien yang diketahui sensitif terhadap obat, atau di

pikun pasien dengan Parkinson yang sudah ada gejala seperti. Anak-anak:

Keamanan dan efektivitas pada anak-anak belum ditetapkan, karena itu,

haloperidol adalah kontraindikasi pada kelompok usia ini.

Interaksi Obat:

a. Haloperidol dilaporkan dapat mengganggu sifat antikoagulan phenindione

dalam kasus yang terisolasi, dan kemungkinan harus diingat efek yang serupa

terjadi ketika haloperidol digunakan dengan antikoagulan lain.

b. Dalam studi farmakokinetik, ringan sampai sedang meningkat tingkat

haloperidol telah dilaporkan ketika haloperidol diberikan secara bersamaan

dengan obat-obatan berikut: quinidine, busipirone, fluoxetine. Mungkin perlu

untuk mengurangi dosis haloperidol.

Efek SSP lain: Insomnia, reaksi depresif, dan beracun negara confusional adalah

efek yang lebih umum ditemui. Mengantuk, kelesuan, pingsan dan katalepsia,

kebingungan, kegelisahan, agitasi, gelisah, euforia, vertigo, kejang grand mal, dan

eksaserbasi gejala psikotik, termasuk halusinasi, juga telah dilaporkan.

8. Kenapa diberikan antikolinergik untuk mengatasi efek ekstrapiramidal?

Page 32: Tugas Ujian Jiwa-Dr. Zainie Hassan, SpKJ (K)  Erizka Rivani  Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya  Ilmu Kedokteran Jiwa

Triheksifenidil adalah antikolinergik yang mempunyai efek sentral lebih kuat

daripada perifer, sehingga banyak digunakan untuk terapi penyakit parkinson.

Senyawa ini bekerja dengan menghambat pelepasan asetil kolin endogen dan

eksogen. Triheksifenidil bekerja di ganglia basalis dengan menginhibisi pada

sistem saraf parasimpatetik, sehingga mengurangi gejala sindrom parkinson.

Triheksifinidil juga mempunya efek merelaksasi otot polos; secara langsung

memberikan efek kepada otot dan secara tidak langsung melalui sistem saraf

parasimpatetik.

Dosis:

Parkinson idiopatik: Dosis awal 1 mg (hari pertama), kemudian ditingkatkan

menjadi 2 mg, 2-3 x sehari selama 3-5 hari atau sampai tercapai dosis terapi;

Pasca ensefalitis: 12-15 mg/hari;

Parkinson karena obat (gangguan ekstrapiramidal): Dosis harian total 5-

15mg/hr, pada awal terapi dianjurkan 1 mg/dosis.

Pasien > 65 thn perlu dosis lebih kecil.

Efek Samping :

Mulut kering, penglihatan kabur, pusing, cemas, konstipasi, retensi urin,

takikardi, dilatasi pupil, TIO meningkat, sakit kepala.

9. Jenis terapi dalam psikiatri

a. Organo-biologik

Insulin coma therapy

Pharmacological convulsive therapy

Electro convulsive therapy (ECT)

Operasi otakà psycho surgery

Terapi farmakolgik, dg obat psikotropika

Cara 1,2,4 – sangat jarang/tak pernah dipakai lagi

b. Psiko-edukatif

Page 33: Tugas Ujian Jiwa-Dr. Zainie Hassan, SpKJ (K)  Erizka Rivani  Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya  Ilmu Kedokteran Jiwa

Psikoterapi

Behaviour Therapy ( terapi perilaku )

Terapi / Latihan Kerja

c. Sosio-kultural

Sosial – rekreasi

Terapi musik – tari – drama

Manipulasi Lingkungan

10. Jenis prevensi dalam kedokteran

Salah satu kegunaan pengetahuan tentang riwayat alamiah penyakit

adalah untuk dipakai dalam merumuskan dan melakukan upaya

pencegahan. Artinya, dengan mengetahui perjalanan penyakit dari waktu

ke waktu serta perubahan yang terjadi di setiap masa/fase tersebut, dapat

dipikirkan upaya-upaya pencegahan apa yang sesuai dan dapat dilakukan

sehingga penyakit itu dapat dihambat perkembangannya sehingga tidak

menjadi lebih berat, bahkan dapat disembuhkan. Upaya pencegahan yang

dapat dilakukan akan sesuai dengan perkembangan patologis penyakit itu

dari waktu ke waktu, sehingga upaya pencegahan itu di bagi atas berbagai

tingkat sesuai dengan perjalanan penyakit.

1.      Pencegahan tingkat awal (Priemodial Prevention)

2.      Pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention)

3.      Pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention)

4.      Pencegahan tingkat ketiga (Tertiary Prevention)

Pencegahan tingkat awal dan pertama berhubungan dengan keadaan

penyakit yang masih dalam tahap prepatogenesis, sedangkan pencegahan

Page 34: Tugas Ujian Jiwa-Dr. Zainie Hassan, SpKJ (K)  Erizka Rivani  Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya  Ilmu Kedokteran Jiwa

tingkat kedua dan ketiga sudah berada dalam keadaan pathogenesis atau

penyakit sudah tampak. Bentuk-bentuk upaya pencegahan yang dilakukan

pada setiap tingkat itu meliputi 5 bentuk upaya pencegahan sebagai

berikut :

1. Pencegahan tingkat awal (primodial prevention)

Pemantapan status kesehatan (underlying condition)

2. Pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention)

Promosi kesehatan (health promotion)

Pencegahan khusus

3. Pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention)

Diagnosis awal dan pengobatan tepat (early diagnosis

and prompt treatment)

Pembatasan kecacatan (disability limitation)

4. Pencegahan tingkat ketiga (Tertiary Prevention)

Rehabilitasi (rehabilitation)

Tingkat pencegahan dan kelompok targetnya menurut fase penyakit

Tingkat pencegahan Fase penyakit Kelompok target

primordial

Kondisi normal

kesehatan

Populasi total dan

kelompok terpilih

Primary

Keterpaparan factor

penyebab khusus

Populasi total dan

kelompok terpilih dan

individu sehat

secondary Fase patogenesitas awal Pasien

Tertiary Fase lanjut (pengobatan Pasien

Page 35: Tugas Ujian Jiwa-Dr. Zainie Hassan, SpKJ (K)  Erizka Rivani  Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya  Ilmu Kedokteran Jiwa

dan rehabilitasi)

Tabel 2. Jenis-Jenis Prevensi

11. Prevensi dalam kasus skizofrenia pada anak