73

Click here to load reader

UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

  • Upload
    buidieu

  • View
    325

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

  

UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT (Curcuma domestica Val.) BASAH YANG DIKERINGKAN DAN RIMPANG KUNYIT KERING YANG

DIPERDAGANGKAN DI PASAR “X”

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh: Felisia Wulan Apsari

NIM: 068114072

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2010

Page 2: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

ii  

Page 3: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

iii  

Page 4: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

iv  

Di dalam Kristuslah kita menemukan siapa kita

dan untuk apa kita hidup

Jauh sebelum kita mendengar tentang Kristus untuk pertama kali,

Dia telah melihat kita,

merancang kita bagi kehidupan yang penuh kemuliaan,

bagian dari keseluruhan tujuan yang Dia kerjakan

di dalam segala sesuatu dan semua orang.

(Efesus 1:11)

Kupersembahkan karyaku ini untuk:

Bapak, Ibu, dik Lintang yang selalu menyayangi dan mendoakanku

Octav yang selalu menyemangati

Sahabat-sahabat yang kusayangi

Almamaterku yang kuhormati

Page 5: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

v  

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 3 Januari 2010

Penulis

Felisia Wulan Apsari

Page 6: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

vi  

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Felisia Wulan Apsari Nomor Mahasiswa : 068114072 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: Uji Cemaran Aflatoksin pada Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.)

Basah yang Dikeringkan dan Rimpang Kunyit Kering yang Diperdagangkan

di Pasar “X”

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 17 Februari 2010

Yang menyatakan

Felisia Wulan Apsari

Page 7: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

vii  

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkatNya sehingga penulis

dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi berjudul “Uji Cemaran

Aflatoksin pada Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) Basah yang

Dikeringkan dan Rimpang Kunyit Kering yang Diperdagangkan di Pasar “X”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

Dalam menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi ini, penulis

mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh Karena itu, pada kesempatan ini,

penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

2. Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt. selaku Dosen Pembimbing dan Dosen

Penguji yang telah memberi pengarahan dan dukungan selama proses

penelitian dan penyusunan skripsi ini.

3. Yohanes Dwiatmaka, M.Si., Apt. selaku Dosen Penguji atas segala masukan,

kritik, dan sarannya.

4. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji atas segala masukan, kritik,

dan sarannya.

5. Bapak, Ibu, dan adikku Lintang yang selalu menyayangi dan mendoakanku.

Page 8: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

viii  

6. Seluruh staf laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma: Mas

Wagiran, Mas Sigit, Mas Andri, Mas Bimo, Pak Parlan, Mas Kunto, dan Pak

Timbul yang telah membantu selama penelitian.

7. Ignasius Eka Wibowo, teman seperjuangan dan partner skripsiku.

8. Octavianus Tri Harjanto, untuk semangat, dukungan, kebersamaan, dan

persahabatan.

9. Teman-teman Penelitian Payung: Dwi, Joice, Melia, Thomas, Dimon, Wulan.

10. Angel, Pita, Chooey, Rudi, sahabat-sahabatku yang kusayangi.

11. Nug untuk bantuannya, dan Bayu untuk kebersamaannya.

12. Mba Eva, Mba Dewi, Mba Yanti, Sari, Sekar, Yesi, keluarga keduaku.

13. Teman-teman FST 2006.

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu

penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan

dalam penyusunan skripsi ini. Oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan

kritik yang dapat membangun dari pembaca. Penulis juga berharap supaya skripsi

ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam

bidang Farmakognosi Fitokimia.

Penulis

Page 9: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

ix  

INTISARI

Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu rimpang yang banyak digunakan oleh masyarakat sebagai obat tradisional untuk membantu mengatasi penyakit ringan. Dalam kunyit terkandung senyawa aktif kurkuminoid yang berkhasiat dalam berbagai pengobatan.

Kualitas rimpang kunyit ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah cemaran aflatoksin. Aflatoksin adalah toksin yang dihasilkan oleh jamur Aspergillus flavus dan dapat menyebabkan kanker. Batas aflatoksin yang diperbolehkan dalam simplisia adalah 30 ppb.

Rimpang kunyit basah dan rimpang kunyit kering yang akan digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Pasar “X” di Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian noneksperimental. Kandungan cemaran aflatoksin ditetapkan secara kualitatif dan kuantitatif, kemudian hasilnya dibandingkan dengan Persyaratan Obat Tradisional Nomor 661/MENKES/SK/VII/1994. Pengukuran kualitatif dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan didukung oleh pengukuran kuantitatif menggunakan metode KLT densitometri. Hasil penelitian dianalisis secara deskriptif komparatif, ditinjau dari nilai Rf dan Rx hasil perbandingan simplisia kunyit dan baku aflatoksin, serta ditinjau dari penetapan kadar secara KLT densitometri.

Berdasarkan analisis kualitatif yang dilakukan, tidak terdeteksi adanya aflatoksin pada rimpang kunyit yang diperdagangkan di pasar “X”. Oleh sebab itu, tidak dilakukan penetapan kadar aflatoksin menggunakan KLT densitometri.

Kata kunci: Kunyit, aflatoksin, Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Page 10: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

x  

ABSTRACT

Turmeric (Curcuma domestica Val.) became one of the herbal that has been widely used as a traditional medicine to cure disease. Turmeric contains many kind of active pharmaceutical ingredients such as curcuminoid that has been used to treat many kind of diseases.

Quality of turmeric rhizome determined by some factors, including aflatoxin. Aflatoxin is a toxin that yielded by Aspergillus flavus and could led to cancer. A medicinal herbs should not contain aflatoxin more than 30 ppb.

Dried turmeric rhizome and dry turmeric rhizome of this study is obtained from “X” Market in Yogyakarta. This is a non experimental study. Aflatoxin undergo qualitative and quantitative determination, and then the result was compared with the Persyaratan Obat Tradisional Number 661/MENKES/SK/VII/1994. Thin Layer Chromatography (TLC) used for qualitative determination and supported by TLC-densitometry for quantitative determination. The result analysed descriptive-quantitatively, with comparation of Rf and Rx value between sample and the aflatoxin standard, and also with determination of aflatoxin by densitometry.

Base on the result of qualitative determination, none of the sample, that was obtained from the “X” market, contained aflatoxin.. Thus, quantitative determination of aflatoxin with desitometry is not necessary to be done. Key words: Turmeric, aflatoxin, Thin Layer Chromatography (TLC)

Page 11: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

xi  

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN...................................................................................... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN................................................................................... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA....................................................................... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI………………………………………… vi

PRAKATA.................................................................................................................... vii

INTISARI..................................................................................................................... ix

ABSTRACT.................................................................................................................... x

DAFTAR ISI................................................................................................................. xi

DAFTAR TABEL......................................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR.................................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................................. xvi

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................... 1

A. Latar Belakang...................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah................................................................................................. 3

C. Keaslian Penelitian................................................................................................ 3

D. Manfaat Penelitian................................................................................................ 4

E. Tujuan Penelitian.................................................................................................. 4

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA........................................................................ 6

A. Kunyit .................................................................................................................. 6

1. Keterangan botani dan deskripsi tanaman....................................................... 6

Page 12: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

xii  

2. Klasifikasi ...................................................................................................... 6

3. Pemerian ......................................................................................................... 7

4. Nama daerah.................................................................................................... 7

B. Simplisia .............................................................................................................. 7

1. Definisi ........................................................................................................... 7

2. Metode pembuatan.......................................................................................... 8

C. Aflatoksin ............................................................................................................ 9

D. Kromatografi Lapis Tipis (KLT).......................................................................... 11

E. Densitometri ........................................................................................................ 13

F. Landasan Teori..................................................................................................... 14

G. Data Emperis yang Diharapkan............................................................................ 14

BAB III METODE PENELITIAN.............................................................................. 16

A. Jenis dan Rancangan Penelitian........................................................................... 16

B. Variabel dan Definisi Operasional....................................................................... 16

1. Klasifikasi variabel.......................................................................................... 16

a. Variabel bebas............................................................................................ 16

b. Variabel tergantung................................................................................... 16

c. Variabel pengacau terkendali..................................................................... 16

2. Definisi operasional........................................................................................ 16

C. Bahan..................................................................................................................... 17

D. Alat-Alat................................................................................................................ 18

E. Tata Cara Penelitian.............................................................................................. 18

1. Pengambilan rimpang kunyit basah ................................................................ 18

2. Penyiapan rimpang kunyit basah .................................................................... 18

Page 13: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

xiii  

3. Pengeringan rimpang kunyit basah ................................................................. 18

4. Pengambilan rimpang kunyit kering ...............................................................

5. Identifikasi rimpang kunyit kering ..................................................................

19

19

6. Pembuatan serbuk simplisia kunyit hasil pengeringan dan simplisia kunyit

jadi yang dibeli di Pasar “X” ..........................................................................

19

7. Penetapan kadar air serbuk rimpang kunyit basah yang dikeringkan dan

rimpang kunyit kering .....................................................................................

19

8. Pembuatan euen untuk KLT............................................................................ 20

9. Pembuatan pelarut............................................................................................ 20

10. Preparasi

sampel simplisia kunyit....................................................................

20

11. Preparasi

kolom...............................................................................................

21

12. Identifikasi

aflatoksin.......................................................................................

22

13. Penetapan

kadar aflatoksin..............................................................................

22

F. Analisis Hasil........................................................................................................... 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................... 24

A. Pengolahan Simplisia Kunyit.................................................................................. 24

B. Penetapan Kadar Air Serbuk Simplisia Kunyit....................................................... 28

C. Preparasi Kolom...................................................................................................... 32

D. Peparasi Sampel Simplisia Kunyit........................................................................... 32

E. Identifikasi Aflatoksin............................................................................................. 33

Page 14: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

xiv  

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN....................................................................... 41

A. Kesimpulan ............................................................................................................. 41

B. Saran ....................................................................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................... 42

LAMPIRAN.................................................................................................................. 45

BIOGRAFI PENULIS.................................................................................................. 56

Page 15: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

xv  

DAFTAR TABEL

Tabel I

Tabel II

Tabel III

Tabel IV

Hasil identifikasi makroskopik rimpang kunyit kering ........................

Hasil identifikasi organoleptik rimpang kunyit kering .........................

Kadar air serbuk rimpang kunyit basah yang dikeringkan ...................

Kadar air serbuk rimpang kunyit kering yang dibeli di Pasar

“X”........................................................................................................

26

26

30

31

Page 16: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

xvi  

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Rimpang kunyit............................................................................. 7

Gambar 2. Struktur aflatoksin............................................................................ 10

Gambar 3.

Gambar 4.

Gambar 5.

Kolom untuk uji aflatoksin..................................................................

Hasil identifikasi mikroskopik rimpang kunyit kering .......................

Penampang melintang rimpang kunyit menurut MMI .......................

19

27

27

Gambar 6. Alat destilasi toluene.......................................................................... 29

Gambar 7. Kromatogram KLT serbuk rimpang kunyit basah yang dikeringkan,

pada UV 254 nm ................................................................................

35

Gambar 8. Kromatogram KLT serbuk rimpang kunyit basah yang dikeringkan,

pada UV 365 nm..............................................................................

36

Gambar 9. Kromatogram KLT serbuk rimpang kunyit kering yang dibeli di

Pasar “X”, pada UV 254 nm.............................................................

37

Gambar 10. Kromatogram KLT serbuk rimpang kunyit kering yang dibeli di

Pasar “X”, pada UV 365 nm.............................................................

38

Page 17: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

xvii  

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data penimbangan untuk preparasi sampel......................................... 46

Lampiran 2. Contoh perhitungan kadar air.............................................................. 47

Lampiran 3. Foto-foto lain....................................................................................... 48

A. Alat destilasi toluena................................................................... 48

B. Kromatogram bercak sebelum elusi............................................ 48

C. Kromatogram bercak setelah elusi.............................................. 50

D. Chamber elusi............................................................................. 53

E. Rimpang kunyit basah................................................................. 54

F. Rimpang kunyit kering................................................................ 54

G. Serbuk rimpang kunyit basah yang dikeringkan......................... 55

H. Serbuk rimpang kunyit kering..................................................... 55

Page 18: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

  

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kunyit merupakan salah satu tanaman yang banyak dimanfaatkan

masyarakat sebagai obat tradisional, misalnya sebagai Jamu Kunyit Asam,

antidiabetes, antidiare, antihepatitis, antihipertensi, serta analgetik (Anonim,

2008). Senyawa aktif yang terkandung dalam kunyit adalah kurkuminoid, yang

terdiri dari kurkumin, demetoksikurkumin, dan bisdemetoksikurkumin (Anonim,

2005a). Kurkumin merupakan senyawa aktif dalam rimpang kunyit yang paling

bermanfaat dalam pengobatan, yaitu sebagai kholagoga, antihepatotoksik,

antispasmodik, antiinflamasi, antibakteri, dan kholeretik (Winarti, 2005).

Untuk dapat digunakan sebagai obat tradisional, kunyit harus memenuhi

persyaratan simplisia yang baik, yaitu aman, bermanfaat, dan terstandarisasi. Oleh

sebab itu, perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui keamanan serta kualitas

simplisia rimpang kunyit. Salah satu uji yang dilakukan adalah uji cemaran

aflatoksin.

Aflatoksin adalah senyawa racun yang dihasilkan oleh kapang

Aspergillus flavus. Aflatoksin terdiri dari aflatoksin B1, B2, G1, dan G2. Adapun

jenis aflatoksin yang paling bersifat karsinogenik adalah aflatoksin B1. Risiko

yang ditimbulkan akibat paparan aflatoksin adalah kanker hati (Osweiler, 2005).

Batas kandungan cemaran aflatoksin yang diperbolehkan dalam simplisia adalah

30 ppb (Anonim, 1994).

Page 19: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

2  

  

Pada penelitian ini digunakan rimpang kunyit basah yang dikeringkan

sendiri dan rimpang kunyit kering jadi yang diperdagangkan di Pasar “X”. Hal

tersebut disebabkan karena kedua sampel tersebut belum tentu memiliki proses

pembuatan yang sama. Adapun proses pembuatan simplisia dapat mempengaruhi

kandungan aflatoksin, sehingga proses pembuatan yang berbeda pada rimpang

kunyit basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di

Pasar “X” dapat mempengaruhi cemaran aflatoksin pada kedua sampel tersebut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jamur Aspergillus flavus

serta cemaran aflatoksin meliputi kelembaban, suhu, dan kandungan air. Oleh

karena itu, berbagai proses dalam pembuatan simplisia dan obat tradisional yang

berasal dari rimpang kunyit dapat mempengaruhi kandungan aflatoksin yang

terkandung di dalamnya. Proses pembuatan tersebut meliputi penyortiran,

pencucian, pengeringan, serta penyimpanan rimpang kunyit.

Rimpang kunyit yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Pasar

“X” yang ada di Yogyakarta, karena Pasar “X” merupakan salah satu pasar yang

besar di Yogyakarta, obat-obatan tradisional yang diperdagangkan cukup lengkap,

sehingga memiliki banyak konsumen. Simplisia yang dijual di Pasar “X” berasal

dari beragam petani dan daerah yang berbeda-beda, serta disimpan dengan cara

yang beragam oleh masing-masing penjual. Hal tersebut dapat mempengaruhi

kontaminasi jamur, terutama jamur Aspergillus flavus, sehingga kandungan

cemaran aflatoksin di dalam simplisia menjadi besar.

Page 20: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

3  

  

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat disusun permasalahan

sebagai berikut.

1. Adakah cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit basah yang dikeringkan dan

rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X”?

2. Berapakah kadar cemaran aflatoksin dalam rimpang kunyit basah yang

dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X”?

3. Apakah rimpang kunyit basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering

yang diperdagangkan di Pasar “X” memenuhi persyaratan obat tradisional yang

baik menurut Persyaratan Obat Tradisional yang diputuskan oleh Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 661/MENKES/SK/VII/1994?

C. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang kunyit dan aflatoksin pernah dilakukan di Fakultas

Farmasi Universtas Sanata Dharma Yogyakarta, namun belum ada penelitian yang

membahas tentang uji aflatoksin pada rimpang kunyit basah yang dikeringkan dan

simplisia kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X”. Berdasarkan fakta-

fakta penelitian sebelumnya tentang uji aflatoksin yang diperoleh penulis, maka

dapat dipastikan pengujian kandungan cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit

basah yang dikeringkan dan simplisia kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar

“X” belum pernah dilakukan.

Page 21: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

4  

  

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut.

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

prosedur pembuatan simplisia yang baik supaya didapatkan kandungan cemaran

aflatoksin yang minimal dalam rimpang kunyit basah yang dikeringkan dan

rimpang kunyit kering.

2. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui kualitas rimpang kunyit

basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar

“X”.

E. Tujuan Penelitian

Bedasarkan latar belakang dan permasalahan yang ada, maka tujuan

penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui ada tidaknya cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit basah yang

dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X”.

2. Menetapkan kadar cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit basah yang

dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X”.

3. Mengetahui kesesuaian kadar cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit basah

yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar

“X” dengan persyaratan obat tradisional yang baik menurut Persyaratan Obat

Page 22: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

5  

  

Tradisional yang diputuskan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 661/MENKES/SK/VII/1994.

Page 23: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

  

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Kunyit

1. Keterangan botani dan deskripsi tanaman

Kunyit (Curcuma domestica Val.) termasuk suku Zingiberaceae

(Anonim, 1977). Tanaman memiliki batang berwarna semu hijau atau agak

keunguan, rimpang terbentuk dengan sempurna, bercabang-cabang, dan berwarna

jingga. Jumlah daun 3 sampai 8 helai. Panjang tangkai daun dan pelepah daun

mencapai 70 cm, berwarna hijau. Bunga terminal, gagang berambut, bersisik,

memiliki panjang 16 cm sampai 40 cm. Kelopak bunga berambut, berdaun lanset,

memiliki panjang 4 cm sampai 8 cm (Anonim, 1977).

2. Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Division : Spermatophyta

Subdivision : Angiospermae

Class : Monocotyledoneae

Order : Zingiberales

Family : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Species : Curcuma domestica Val. (Anonim, 2009a).

Page 24: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

  

Gambar 1. Rimpang kunyit

Sumber : grocer-e.blogspot.com/2009/12/manfaat-kunyit.html

3. Pemerian

Bau khas aromatik, rasa agak pahit, agak pedas, lama-kelamaan

menimbulkan rasa tebal (Anonim, 1977).

4. Nama daerah

Tanaman kunyit di Sumatera dikenal dengan Kakunye, di Kalimantan

dikenal dengan Kunit, sedangkan di Pulau Jawa dikenal dengan nama Kunyit atau

Temu kuning (Anonim, 1977). Nama Inggris dari kunyit adalah turmeric.

B. Simplisia

1. Definisi

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat

tradisional yang belum mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan

lain merupakan bahan yang dikeringkan (Anonim, 2005b).

Page 25: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

8  

  

2. Metode pembuatan

Cara pembuatan simplisia meliputi penyortiran, pencucian, pengirisan,

pengeringan, dan penyimpanan. Penyortiran dilakukan setelah bahan selesai

dipanen, digunakan untuk memisahkan rimpang yang rusak dengan rimpang yang

masih bagus, atau bahan asing lainnya yang tidak digunakan dalam pembuatan

simplisia (Anonim, 2004). Bahan asing yang tidak diperlukan misalnya adalah

tanah dan gulma. Tanah dan gulma harus dibersihkan dan dipisahkan

(Widanengsih, 2008).

Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan mengurangi

mikroba yang menempel pada rimpang kunyit (Anonim, 2004). Pencucian harus

segera dilakukan setelah penyortiran, tanah tidak boleh dibiarkan terlalu lama

menempel pada rimpang karena dapat mempengaruhi mutu bahan. Pencucian

menggunakan air bersih. Pencucian dilakukan dengan cara merendam rimpang

sambil disikat dengan menggunakan sikat yang halus. Perendaman tidak boleh

terlalu lama karena zat tertentu dalam bahan dapat larut ke air sehingga

mempengaruhi mutu bahan tersebut. Pada rimpang terdapat banyak lekukan,

sehingga sikat boleh digunakan dalam pencucian rimpang sebagai alat untuk

mempermudah pencucian (Widanengsih, 2008).

Pada tahap pengirisan, ukuran rajangan berpengaruh pada kualitas bahan

simplisia. Pengeringan merupakan proses yang penting karena dapat menentukan

kualitas simplisia (Anonim, 2004). Pengeringan bertujuan supaya diperoleh

simplisia yang tidak mudah rusak sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu

yang lama. Pengeringan menurunkan kadar air, sehingga reaksi enzimatik juga

Page 26: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

9  

  

menurun, akibatnya penurunan mutu dan pengrusakan simplisia dapat dicegah.

Suhu pengeringan bergantung pada simplisia dan cara pengeringan. Suhu

pengeringan berkisar antara 30-90°C (Widanengsih, 2008).

Penyimpanan bahan menggunakan jala plastik, kertas, atau karung goni

yang terbuat dari bahan yang tidak beracun atau bereaksi dengan bahan yang

disimpan. Pada kemasan diberi label, dicantumkan nama bahan, bagian tanaman

yang digunakan, kode produksi, nama atau alamat penghasil dan berat bersih.

Gudang penyimpanan harus bersih, ventilasi cukup dan baik, tidak bocor, suhu

gudang maksimal 30°C, kelembaban udara serendah mungkin 65%, gudang bebas

dari hewan, serangga, tikus, dan lain-lain (Widanengsih, 2008).

C. Aflatoksin

Aflatoksin merupakan toksin yang dihasilkan oleh jamur Aspergillus

flavus, bersifat karsinogenik. Aflatoksin tahan terhadap panas, pencampuran, dan

beberapa bahan kimia.

Aflatoksin dapat menimbulkan kelainan hati pada hewan dan manusia.

Menurut Manik (2003), aflatoksin memiliki sifat khas, yaitu menunjukkan

fluoresensi jika terkena sinar ultraviolet, sehingga sifat tersebut dapat digunakan

untuk uji kualitatif maupun penetapan kadar secara kuantitatif.

Aflatoksin terdiri dari empat jenis, yaitu aflatoksin B1, B2, G1, G2,

namun dari keempat jenis tesebut yang paling berbahaya dan toksik adalah

aflatoksin B1 (Osweiler, 2005). Struktur aflatoksin B1, B2, G1, dan G2 dapat

dilihat pada gambar 2.

Page 27: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

10  

  

Gambar 2. Struktur aflatoksin

Sumber : www.mycotoxinlab.cn/DownloadHtml.asp?ID=27

Aflatoksin bersifat sangat tidak larut dalam air, larut dalam aseton atau

kloroform, dan titik leburnya antara 237-289°C. Kondisi penyimpanan hasil-hasil

pertanian pangan yang mempercepat pertumbuhan kapang Aspergillus flavus

adalah suhu sekitar 20-30 oC, kelembaban nisbi ruangan lebih dari 80%, kadar air

bahan lebih besar dari 9% dengan Aw (water activity) minimal 0,78 dan optimal

0,98 (Muchtadi, 2005).

Bahaya aflatoksin adalah dapat menyebabkan kelainan hati yang berupa

serosis hepatis, karsinoma hepatis primer, dan sindrom Reye (Manik, 2003).

Jika kelembaban dan suhu udara dapat mendukung aktivitas jamur, maka

aflatoksin dapat diproduksi selama masa penyimpanan, khususnya pada

Page 28: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

11  

  

kelembaban udara di atas 12% dan suhu yang lebih tinggi dari 21,111°C

(Osweiler, 2005).

D. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatogafi lapis tipis merupakan metode pemisahan komponen–

komponen atas dasar perbedaan adsorbsi atau partisi oleh fase diam di bawah

gerakan pelarut pengembang atau pelarut pengembangan campur. Pemilihan

pelarut pengembangan sangat dipengaruhi oleh macam dan polaritas zat–zat kimia

yang dipisahkan. Fase diam yang umum dan banyak digunakan adalah silika gel

yang dicampur dengan kalsium sulfat (gips) untuk menambah daya lekat partikel

silika gel pada pendukung (pelat). Absorban lain yang banyak dipakai adalah

alumina, serbuk selulose, kanji dan sephadex (Mulya dan Suharman, 1995).

Parameter pada kromatografi lapis tipis adalah faktor retensi (Rf), merupakan

perbandingan jarak yang ditempuh solut dengan jarak yang ditempuh fase gerak.

Adapun rumusnya sebagai berikut:

Rf =

Harga Rf umumnya lebih kecil dari 1, sedangkan bila dikalikan dengan

100 akan berharga 1-100, sehingga parameter ini dapat digunakan untuk

perhitungan kualitatif dalam pengujian sampel dengan kromatografi lapis tipis

(Sumarno,2001). hRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan

nilai berjangka 0 sampai 100 (Sjahid, 2008).

Cara kerja kromatografi lapis tipis adalah dengan menempatkan 2 sisi

bejana kromatografi, 2 helai kertas saring, tinggi 18 cm, lebar sama dengan

Page 29: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

12  

  

panjang bejana. Masukkan lebih kurang 100 ml pelarut ke dalam bejana

kromatografi hingga tinggi pelarut 0,5 cm sampai 1 cm, tutup rapat, kertas saring

harus basah seluruhnya. Totolkan larutan standar dan sampel menurut cara yang

tertera pada masing-masing monografi dengan jarak kira-kira 1,5 sampai 2 cm

dari tepi bawah lempeng, biarkan kering. Pelarut dalam bejana harus mencapai

tepi bawah lapisan penjerap, tempat penetesan tidak boleh terendam. Tutup rapat,

biarkan hingga pelarut merambat 10 cm sampai 15 cm di atas titik penotolan,

keluarkan lempeng kemudian keringkan di udara. Amati bercak mula-mula

dengan sinar ultraviolet gelombang pendek (254 nm) dan gelombang panjang

(366 nm). Ukur dan catat jarak bercak dari titik penotolan dan tiap bercak yang

tampak. Jika perlu, semprot bercak dengan pereaksi yang tertera pada monografi,

amati dan bandingkan kromatogram sampel dengan kromatogram standar

(Anonim, 1979).

Page 30: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

13  

  

E. Densitometri

Densitometri merupakan teknik analisis kuantitatif kelanjutan dari

kromatografi lapis tipis. Densitometri merupakan pengukuran sifat-sifat absorbsi

atau fluoresensi suatu zat langsung pada kromatogram lapis tipis menggunakan

alat dengan sumber cahaya tunggal atau ganda, baik berdasarkan cahaya yang

ditransmisikan maupun cahaya yang direfleksikan oleh bercak pada lempeng.

Cara ini banyak digunakan dalam analisis farmasi karena sensitif dan

reprodusibel. Pengukuran absorbsi maupun refleksi, dilakukan pada panjang

gelombang yang memberikan absorbsi atau fluoresensi maksimum untuk

memperoleh sensitivitas yang lebih besar (Harmita, 2005).

Spektrodensitometri merupakan metode untuk mengukur absorbsi zat

pada lapisan tipis. Pada dasarnya semua alat densitometer mempunyai desain

yang sama, yaitu terdiri dari sumber cahaya, alat seleksi panjang gelombang,

sistem kondensor dan fokus sistem optik, detektor fotosensitisasi, serta suatu

mekanisme untuk menggerakkan lempeng ke bawah berkas cahaya terfokus guna

men-scann lempeng tersebut (Harmita, 2005).

Sumber cahaya yang digunakan tergantung panjang gelombang

pengukuran. Untuk mengukur pada panjang gelombang ultraviolet (200-400 nm)

dapat digunakan lampu deutorium (D2), merkuri atau xenon. Untuk pengukuran

pada daerah panjang gelombang cahaya tampak (400-700 nm) dapat digunakan

lampu tungsten, walfram. Sebagai alat seleksi panjang gelombang dapat

digunakan monokromator, filter atau keduanya. Penggunaan monokromator lebih

menguntungkan dibandingkan filter karena monokromator memungkinkan

Page 31: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

14  

  

perubahan panjang gelombang dengan mudah dan menghasilkan sebuah berkas

cahaya yang lebih monokromatis. Monokromator terdiri dari entrance slit,

grating, cermin dan exit slit (Harmita, 2005).

F. Landasan Teori

Rimpang kunyit dapat dibuat menjadi simplisia dengan beberapa tahap,

yaitu pencucian, pengirisan, dan pengeringan. Masing-masing tahapan dapat

mempengaruhi kualitas simplisia, khususnya kandungan cemaran aflatoksin.

Adanya aflatoksin dapat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara selama

masa penyimpanan. Suhu dan kelembaban udara di lingkungan pasar

mempengaruhi kandungan air dalam simplisia. Adanya kandungan air dalam

simplisia dapat menyebabkan tumbuhnya jamur pada simplisia tersebut, tidak

terkecuali jamur Aspergillus flavus, sehingga simplisia tersebut dapat

mengandung aflatoksin. Lingkungan pasar juga memiliki suhu yang cukup hangat

sehingga mendukung pertumbuhan jamur dan pembentukan aflatoksin.

Untuk mendeteksi adanya cemaran aflatoksin tersebut, dilakukan uji

kualitatif menggunakan Kromatografi Lapis Tipis, dan selanjutnya cemaran

aflatoksin tersebut ditetapkan kadarnya menggunakan metode spektrodensitometri

in situ.

G. Data Emperis yang Diharapkan

Berdasarkan landasan teori di atas, dapat disusun hipothesis sebagai

berikut.

Page 32: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

15  

  

1. Rimpang kunyit basah dan simplisia kunyit kering yang diperdagangkan di

Pasar “X” mengandung cemaran aflatoksin.

2. Kadar cemaran aflatoksin rimpang kunyit basah dan simplisia kunyit kering

yang diperdagangkan di Pasar “X” tidak sesuai persyaratan obat tradisional

yang baik menurut Persyaratan Obat Tradisional yang diputuskan oleh Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 661/MENKES/SK/VII/1994.

 

Page 33: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

  

16 

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian noneksperimental karena tidak

dilakukan manipulasi terhadap subjek uji. Rancangan penelitian ini bersifat

deskriptif komparatif, sebab hanya mendeskripsikan keadaan yang ada, kemudian

hasil yang ada dibandingkan dengan standar uji.

B. Variabel dan Definisi Operasional

1. Klasifikasi variabel

a. Variabel bebas. Rimpang kunyit basah yang dikeringkan dan rimpang

kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X”.

b. Variabel tergantung. Cemaran aflatoksin dan kadar aflatoksin dalam

rimpang kunyit basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang

diperdagangkan di Pasar “X”.

c. Variabel pengacau terkendali. Suhu, penyimpanan rimpang kunyit

basah dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X”, serta

pengotor-pengotor yang berasal dari alat, bahan, dan pelarut.

2. Definisi operasional

a. Simplisia rimpang kunyit yang ditetapkan kadar aflatoksinnya adalah

rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X” yang kemudian

diserbuk, dan rimpang kunyit basah yang diperdagangkan di Pasar “X” yang

Page 34: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

17  

  

kemudian dicuci, diiris, dikeringkan menggunakan oven sampai mudah

dipatahkan dengan tangan, lalu diserbuk.

b. Uji aflatoksin adalah uji kualitatif untuk mengetahui ada tidaknya

aflatoksin B1, B2, G1, dan G2 dalam rimpang rimpang kunyit basah yang

dikeringkan dan rimpang kunyit kering.

c. Sistem Kromatografi Lapis Tipis yang digunakan adalah kromatografi

lapis tipis fase normal, dimana fase diamnya (silika gel) lebih polar dan fase

geraknya (kloroform:ethanol:asam asetat) lebih nonpolar.

d. Kadar aflatoksin adalah jumlah aflatoksin pada rimpang kunyit basah

yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X”,

ditetapkan dengan satuan ppb, yang diperoleh dengan metode densitometri.

C. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang kunyit

basah dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X” Yogyakarta.

Bahan yang memiliki kualitas p.a meliputi etanol p.a (Merck), toluena p.a

(Merck), kloroform p.a (Merck), metanol p.a (Merck), baku aflatoksin (Sigma).

Baku kurkumin yang digunakan berasal dari sintesis. Bahan yang memiliki

kualitas farmasetis meliputi aseton teknis, heksan, NaCl 0,1%, eter, aquadest,

glass wool, silica gel GF254.

Page 35: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

18  

  

D. Alat-Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas

merek Pyrex, oven merek Memmert, alat penyerbuk, ayakan dengan nomor mesh

100, seperangkat alat destilasi toluena merek Pyrex, timbangan analitik merek

Precition Balance Model AB-204, Mettler Toledo, waterbath merek Memmert,

vortex, lempeng KLT, lampu UV 254 nm dan 365 nm, CAMAG TLC scanner

densitometric, pompa vakum, pipet tetes, cawan porselin, pinset, pipa kapiler,

chamber KLT, kertas saring, mikropipet.

E. Tata Cara Penelitian

1. Pengambilan rimpang kunyit basah

Rimpang kunyit basah diperoleh dari beberapa pedagang rimpang kunyit

di Pasar “X”, selama bulan Agustus sampai September, sebanyak 10 kg. Rimpang

kunyit basah diambil dari masing-masing satu pedagang dari 4 blok yang ada.

Rimpang basah diambil secara acak, masing-masing sebanyak 2,5 kg.

2. Penyiapan rimpang kunyit basah

Rimpang kunyit basah dicuci dengan air mengalir, ditiriskan, kemudian

diangin-anginkan selama beberapa menit. Rimpang kemudian dipotong-potong

dengan tebal ± 3-4 mm.

3. Pengeringan rimpang kunyit basah

Sebanyak 10 kg rimpang kunyit yang telah dicuci dimasukkan ke dalam

oven blower, kemudian suhu pengeringan diatur pada 50°C. Rimpang dioven

sampai kering dan mudah dipatahkan dengan tangan.

Page 36: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

19  

  

4. Pengambilan rimpang kunyit kering

Simplisia kunyit diperoleh dari pedagang simplisia di Pasar “X”, selama

bulan November. Rimpang kunyit kering diambil dari masing-masing satu

pedagang dari 4 blok yang ada. Rimpang kunyit kering diambil secara acak,

masing-masing sebanyak 0,5 kg.

5. Identifikasi rimpang kunyit kering

Rimpang kunyit kering yang dibeli di Pasar “X” diserbuk, kemudian

diamati ciri-ciri makroskopik, mikroskopik, dan organoleptiknya, kemudian

dibandingkan dengan standar MMI. Identifikasi makroskopik dilakukan dengan

mengamati morfologi rimpang kunyit kering. Identifikasi mikroskopik dilakukan

dengan membuat irisan melintang rimpang kunyit kering dan diamati dalam

larutan kloralhidrat dengan menggunakan mikroskop. Identifikasi organoleptik

dilakukan dengan mengamati warna, bau, dan rasa rimpang kunyit kering.

6. Pembuatan serbuk simplisia kunyit hasil pengeringan dan simplisia

kunyit jadi yang dibeli di Pasar “X”

Simplisia rimpang kunyit basah yang sudah dikeringkan dan simplisia

kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X” segera diserbuk menggunakan

alat penyerbuk. Serbuk kemudian diayak menggunakan ayakan dengan nomor

mesh 100.

7. Penetapan kadar air serbuk rimpang kunyit basah yang dikeringkan

dan rimpang kunyit kering

Serbuk simplisia kunyit basah yang sudah dikeringkan dan serbuk

rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X” segera diukur kadar

Page 37: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

20  

  

airnya menggunakan metode destilasi toluena. Sebanyak 20 g serbuk dimasukkan

ke dalam labu alas bulat, kemudian ditambahkan 200 ml toluena. Labu alas bulat

kemudian disambungkan dengan alat destilasi, dan dipanaskan. Alat kemudian

dihidupkan dan kecepatan tetesan diatur sampai 4 tetes per detik. Pemanasan

dihentikan apabila sampai ± 30 menit volume air yang tertampung pada tabung

berskala tidak mengalami perubahan lagi. Selanjutnya kadar air diukur dalam %

v/b.

8. Pembuatan eluen untuk KLT

Eluen yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan

campuran kloroform-etanol-asam asetat (96:4:1 v v⁄ ). Eluen dibuat dalam volume

100 ml. Eluen kemudian dituang ke dalam chamber dan dijenuhkan.

9. Pembuatan pelarut

Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah campuran metanol

dan aquadest dengan perbandingan 80:20, dibuat sebanyak 250 ml. Sebanyak 200

ml metanol dimasukkan ke dalam labu takar dan diencerkan dengan aquadest

sampai 250 ml.

10. Preparasi sampel simplisia kunyit

Sebanyak 3,125 g serbuk rimpang kunyit basah yang sudah dikeringkan

dan serbuk rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X” ditimbang

saksama, kemudian ditambahkan 12,5 ml pelarut metanol:aquadest (80:20).

Campuran digojog dengan vortex selama 15 menit, kemudian disaring

menggunakan kertas saring. Sebanyak 5 ml filtrat diambil, kemudian ditambahkan

dengan 5 ml natrium klorida 0,1% dan 2,5 ml heksana dalam corong pisah.

Page 38: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

21  

  

Lapisan bawah diambil dan lapisan atas dibuang. Lapisan bawah kemudian

diekstraksi dengan 2,5 ml heksana. Lapisan bawah diambil dan lapisan atas

dibuang. Lapisan bawah yang diperoleh kemudian diekstraksi menggunakan 2,5

ml kloroform selama ± 10 menit. Lapisan bawah kemudian diambil dan

ditampung dalam cawan petri (A). Lapisan atas diekstraksi kembali menggunakan

2,5 ml kloroform selama ± 4 menit. Lapisan bawah kemudian diambil dan

ditampung dalam cawan petri (A). Fitrat tersebut kemudian diuapkan di atas

waterbath.

11. Preparasi kolom

Kolom yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dengan menggunakan

pipet tetes kecil yang diisi dengan sedikit glass wool pada lapisan bawah, silica

gel GF254 setinggi 5 cm dari permukaan glass wool, serta sedikit glass wool pada

lapisan atas silica gel GF254.

Gambar 3. Kolom untuk uji aflatoksin

Kolom dicuci dengan 3 ml heksana, kemudian dicuci dengan 3 ml

kloroform. Hasil preparasi sampel dilarutkan dengan 6 ml kloroform, kemudian

dimasukkan ke dalam kolom. Kolom kemudian berturut-turut dicuci dengan 3 ml

heksan, 3 ml eter, 3 ml kloroform, dan 3 ml kloroform:aseton (9:1). Filtrat

ditampung dalam cawan porselin dan diuapkan di atas waterbath sampai kering.

Silica Gel

Glass Wool5 cm

Page 39: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

22  

  

12. Identifikasi aflatoksin

Sampel yang sudah dielusi dalam kolom dilarutkan dengan 0,5 ml

metanol. Sampel kemudian ditotolkan pada plat silica sebanyak 5 bercak. Standar

aflatoksin dan standar kurkumin juga ditotolkan pada plat silica. Sampel yang

sudah ditotolkan kemudian dimasukkan ke dalam chamber KLT, dikembangkan

sampai jarak perambatan eluen mencapai 10 cm dari penotolan. Plat KLT

kemudian diambil dan dikeringkan. Bercak yang terbentuk dideteksi

menggunakan sinar UV 254 nm dan 365 nm. Apabila bercak yang dihasilkan oleh

sampel mengandung warna biru, hal tersebut menandakan bahwa sampel

mengandung aflatoksin. Hasil elusi kemudian digambar pada kertas, dan dihitung

nilai Rf-nya. Nilai Rf yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan nilai Rf

standar aflatoksin campuran B1, B2, G1, dan G2 sehingga diperoleh nilai Rx.

13. Penetapan kadar aflatoksin

Penetapan kadar aflatoksin dilakukan dengan menggunakan metode

spektrodensitometri in situ, lempeng KLT yang sudah dielusi diproses sehingga

melalui bercak elusi aflatoksin dapat ditetapkan kadar aflatoksin dalam simplisia

kunyit.

F. Analisis Hasil

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kadar air serbuk

rimpang kunyit basah yang dikeringkan dan serbuk rimpang kunyit kering, data

perbandingan Rf sampel dengan Rf standar aflatoksin, serta data penetapan kadar

aflatoksin menggunakan KLT densitometer.

Page 40: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

23  

  

Kadar air serbuk rimpang kunyit basah yang dikeringkan dan serbuk

rimpang kunyit kering ditetapkan dengan mengukur volume air yang tertampung

pada tabung skala per 20 g serbuk.

Uji kualitatif aflatoksin ditentukan dengan membandingkan Rf sampel

dengan Rf standar aflatoksin. Bila bercak sampel memiliki warna dan Rf yang

sama dengan bercak standar aflatoksin, maka sampel mengandung aflatoksin.

Namun bila bercak sampel tidak memiliki warna dan Rf yang sama dengan bercak

standar aflatoksin, maka sampel tidak mengandung aflatoksin.

Kadar aflatoksin dalam serbuk rimpang kunyit basah yang sudah

dikeringkan akan dibandingkan dengan kadar aflatoksin dalam serbuk rimpang

kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X”, kemudian dianalisis secara

statistik menggunakan t-test.

 

Page 41: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

  

24 

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengolahan Simplisia Kunyit

Simplisia rimpang kunyit yang digunakan dalam penelitian ini adalah

simplisia rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X” yang ada di

Yogyakarta yang kemudian diserbuk, dan rimpang kunyit basah yang

diperdagangkan di Pasar “X” yang kemudian dicuci, diiris, dikeringkan

menggunakan oven sampai mudah dipatahkan dengan tangan, lalu diserbuk.

Rimpang kunyit kering dan rimpang kunyit basah yang dipergunakan dalam

penelitian ini diperoleh dari Pasar “X”. Alasan pemilihan Pasar “X” sebagai

tempat pengumpulan rimpang kunyit kering dan rimpang kunyit basah adalah

karena Pasar “X” merupakan salah satu pasar yang besar di Yogyakarta dan

barang-barang yang dijual di pasar tersebut cukup lengkap, sehingga memiliki

banyak konsumen. Selain itu, simplisia dan rimpang yang dijual di Pasar “X”

berasal dari beragam petani dan daerah yang berbeda-beda, serta disimpan dengan

cara yang beragam oleh masing-masing penjual.

Rimpang kunyit basah yang digunakan dalam penelitian ini dibeli pada

bulan Agustus sampai September, bulan tersebut merupakan musim kemarau,

sehingga diharapkan kandungan air yang terdapat pada simplisia sedikit. Bagian

obat tradisional di Pasar “X” terdiri dari empat blok, pada masing-masing bagian

dimbil 2,5 kg rimpang kunyit basah, sehingga total berat rimpang kunyit basah

yang dipergunakan adalah 10 kg.

Page 42: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

25  

  

Rimpang yang sudah dibeli kemudian dicuci dengan air mengalir untuk

menghilangkan pengotor khususnya mikroorganisme yang berasal dari tanah.

Kemudian rimpang kunyit basah yang sudah dicuci tersebut ditiriskan untuk

mengurangi air dari proses pencucian, kemudian dipotong-potong dengan tebal

±3-4 mm supaya pengeringan simplisia rimpang kunyit dapat berlangsung dengan

optimal. Bila irisan terlalu tipis, maka simplisia dapat terlalu kering sehingga

kandungan kimia di dalamnya dapat hilang dan simplisia akan mudah hancur. Bila

irisan terlalu tebal, simplisia rimpang kunyit akan sulit kering sehingga

kandungan air di dalamnya masih banyak. Hal ini dapat menyebabkan

pembusukan dan pertumbuhan jamur dalam simplisia tersebut.

Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terdapat pada

simplisia supaya tidak terkontaminasi mikroorganisme dan supaya reaksi

enzimatik yang dapat menguraikan senyawa aktif dalam simplisia terhenti.

Pengeringan dilakukan dengan oven blower pada suhu 40-60°C supaya

kandungan minyak atsiri dalam rimpang kunyit tidak menguap. Penggunaan oven

blower bertujuan supaya sirkulasi udara berjalan dengan baik dan panas yang

dihasilkan merata sehingga semua rimpang kunyit yang ada dalam oven dapat

kering dengan sempurna. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan dapat

dikontrol dengan menggunakan oven, diantaranya adalah faktor suhu,

kelembaban, dan aliran udara. Indikator simplisia yang sudah kering adalah

apabila simplisia tersebut mudah dipatahkan dengan tangan.

Rimpang kunyit kering yang digunakan dalam penelitian ini diambil pada

bulan November, bulan tersebut merupakan musim kemarau, sehingga diharapkan

Page 43: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

26  

  

kandungan air yang terdapat pada simplisia rendah. Bagian obat tradisional di

Pasar “X” terdiri dari empat bagian, pada masing-masing bagian diambil 0,5 kg

simplisia kunyit kering sehingga total berat rimpang kunyit basah yang

dipergunakan adalah 2 kg.

Sebelum diserbuk, perlu dilakukan identifikasi makroskopik,

mikroskopik, dan organoleptik rimpang kunyit kering untuk mengetahui

kebenarannya. Hasil identifikasi makroskopik, mikroskopik, dan organoleptik

rimpang kunyit kering ditunjukkan pada tabel I, tabel II, dan gambar 4.

Tabel I. Hasil identifikasi makroskopik rimpang kunyit kering

Pengamatan Makroskopik Rimpang Kunyit Kering MMI

Bentuk Kepingan bulat, ringan, keras tapi rapuh, Diameter= 2-3 cm,

tebal= 1-3 mm

Kepingan hampir bundar sampai bulat panjang,ringan,

rapuh,Diameter 0,5-9,tebal 1-5 mm

Warna Orange kecoklatan,

Bidang irisan berwarna lebih buram

Kuning jingga sampai coklat kemerahan.

Tabel II. Hasil identifikasi organoleptik rimpang kunyit kering

Pengamatan Organoleptik Rimpang Kunyit Kering MMI Bau Khas aromatis Khas aromatis

Rasa Agak pahit, pedas, lidah terasa tebal

Agak pahit, agak pedas, lama-kelamaan menimbulkan rasa

tebal

Warna Kuning-orange tua Kuning jingga, kuning jingga

kemerahan smapai kuning jingga kecoklatan

Bentuk Pipih, bulat Hampir bundar sampai bulat panjang

Page 44: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

27  

  

Gambar 4. Hasil identifikasi mikroskopik rimpang kunyit kering

Gambar 5. Penampang melintang rimpang kunyit menurut MMI

Berdasarkan hasil identifikasi makroskopik, mikroskopik, dan

organoleptik, diperoleh hasil bahwa rimpang yang dibeli merupakan rimpang

kunyit karena, karena memiliki kesesuaian dengan MMI.

Page 45: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

28  

  

Rimpang kunyit basah hasil pengeringan dan rimpang kunyit kering yang

dibeli dari Pasar “X” kemudian disortir terlebih dahulu. Penyortiran ini dilakukan

dengan memisahkan simplisia dari pengotor, yaitu bahan selain simplisia sehingga

nantinya diperoleh serbuk simplisia yang benar-benar murni. Setelah disortir,

simplisia kemudian diserbuk. Penyerbukan ini bertujuan untuk memperkecil

ukuran partikel sehingga permukaan serbuk simplisia yang kontak dengan pelarut

nantinya akan semakin besar. Serbuk yang diperoleh kemudian diayak dengan

ayakan bernomor mesh 100 supaya dihasilkan partikel dengan ukuran yang

seragam.

B. Penetapan Kadar Air Serbuk Simplisia Kunyit

Kadar air serbuk rimpang kunyit basah hasil pengeringan dan serbuk

rimpang kunyit kering yang dibeli dari Pasar “X” dilakukan dengan metode

destilasi toluena. Prinsip dari metode ini adalah pemisahan berdasarkan berat

jenis. Gambar alat destilasi toluena dapat dilihat pada gambar 6.

Page 46: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

29  

  

Gambar 6. Alat destilasi toluena

Bagian A merupakan pemanas yang berfungsi untuk memberikan panas

untuk menguapkan toluen dan air yang terkandung dalam serbuk. Bagian B

merupakan labu alas bulat yang berguna untuk menampung serbuk kunyit serta

toluena. Bagian C merupakan tabung berskala. Pada tabung ini dapat dilihat

volume air yang tertampung sehingga dapat ditentukan kadarnya. Bagian D

merupakan pendingin yang berguna untuk mengkondensasi uap menjadi cair.

Serbuk dimasukkan ke dalam labu alas bulat, kemudian direndam dengan

toluena dan dipanaskan. Pelarut yang digunakan adalah toluena karena toluena

memiliki titik didih yang mendekati air. Titik didih air adalah 100°C, sedangkan

titik didih toluena adalah 110,6°C. Toluena dan air yang terkandung dalam serbuk

akan menguap dengan adanya pemanasan. Uap toluena dan uap air yang mencapai

pendingin kemudian akan terkondensasi menjadi cair, sehingga akan tertampung

dalam tabung berskala dalam bentuk cairan. Karena memiliki berat jenis yang

C

B

A

D

Page 47: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

30  

  

berbeda, maka toluena dan air akan terpisah. Air akan berada pada lapisan bawah,

karena air memiliki berat jenis yang lebih besar daripada toluena, yaitu 1g/mL.

Toluena akan berada pada lapisan atas karena berat jenis toluena lebih kecil

daripada air, yaitu 0,8869 g/mL (Anonim, 1988). Kecepatan tetesan diatur pada 4

tetes per detik supaya hasil yang diperoleh optimal. Air yang tertampung

kemudian diukur volumenya dan dibandingkan terhadap berat serbuk yang

digunakan, sehingga hasilnya diperoleh dalam %v/b. Destilasi dilakukan sampai

volume air yang tertampung tidak bertambah lagi.

Adanya air dalam simplisia dapat menimbulkan tumbuhnya jamur,

karena air merupakan media yang baik bagi pertumbuhan jamur dan mikroba.

Syarat kadar air simplisia terstandar adalah < 10% (Anonim, 1994). Hal tersebut

sesuai asumsi bahwa pada kadar tersebut jumlah mikroba dan jamur dapat

diminimalisir.

Hasil kadar air serbuk rimpang kunyit basah yang dikeringkan dapat

dilihat pada Tabel III.

Tabel III. Kadar air serbuk rimpang kunyit basah yang dikeringkan

Replikasi Volume air (ml) Berat serbuk (g) Kadar air (%v/b) 1 1,5 20,00 7,5 2 1,5 20,00 7,5 3 1,3 20,00 6,5 4 1,5 20,00 7,5 5 1,6 20,00 8

Berdasarkan hasil yang diperoleh, diketahui bahwa kadar air serbuk

rimpang kunyit basah yang dikeringkan dari kelima replikasi sesuai dengan

persyaratan baku, yaitu < 10%.

Page 48: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

31  

  

Hasil kadar air serbuk rimpang kunyit kering yang dibeli dari Pasar “X”

dapat dilihat pada Tabel IV.

Tabel IV. Kadar air serbuk rimpang kunyit kering yang dibeli di Pasar “X”

Replikasi Volume air (ml) Berat serbuk (g) Kadar air (%v/b) 1 1,8 20,00 9 2 1,75 20,00 8,75 3 1,8 20,00 9 4 1,6 20,00 8 5 1,85 20,00 9,25

Berdasarkan hasil kadar air yang diperoleh, rimpang kunyit kering yang

dibeli di Pasar “X” memiliki kadar air yang sesuai dengan persyaratan baku, yaitu

<10%. Jadi, rimpang kunyit kering yang dibeli di Pasar “X” memenuhi

persyaratan simplisia yang baik. Selain itu, dengan kadar air < 10%, bisa

diasumsikan bahwa jumlah mikroba dan jamur yang terdapat pada rimpang kunyit

kering yang dibeli di Pasar “X” ini sedikit.

Air yang terdapat dalam simplisia dapat digunakan oleh mikroorganisme

sebagai media untuk hidup. Kadar air dalam simplisia dipengaruhi oleh suhu dan

kelembapan udara (Osweiler, 2005). Apabila kandungan air dalam simplisia

tinggi, maka kemungkinan jumlah mikroorganisme yang ada dalam simplisia

tersebut juga tinggi. Dari hasil penetapan kadar air, diketahui bahwa rimpang

kunyit basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di

Pasar “X” memiliki kadar air < 10%, sehingga diharapkan jumlah cemaran

mikroorganisme, khususnya jamur, dalam rimpang kunyit basah yang dikeringkan

dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X” juga sedikit. Kadar

air yang kecil disebabkan oleh kondisi penyimpanan rimpang kunyit basah yang

Page 49: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

32  

  

dikeringkan dan rimpang kunyit kering selama diperdagangkan di Pasar “X”.

Rimpang kunyit basah dan rimpang kunyit kering dibeli pada saat musim

kemarau. Saat musim kemarau, kandungan air dalam simplisia juga sedikit

(Rahmianna, 2007), sehingga kadar air yang diperoleh juga kecil.

C. Preparasi Kolom

Kolom kromatografi yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dari

pipet tetes yang diisi dengan silica gel GF254. Penggunaan silica gel GF254 adalah

sebagai fase diam. Pengisian fase diam sebanyak 5 cm bertujuan untuk

mengoptimalkan pemisahan. Pada bagian bawah dan atas silica gel GF254 adalah

glass wool untuk memperkuat kolom yang digunakan.

Sebelum digunakan, kolom terlebih dahulu dicuci dengan heksan untuk

menghilangkan pengotor-pengotor berupa lemak yang ada dalam kolom.

Kemudian kolom dicuci kembali dengan kloroform untuk menghilangkan sisa-

sisa heksan.

D. Preparasi Sampel Simplisia Kunyit

Serbuk rimpang kunyit basah yang dikeringan dan serbuk rimpang kunyit

kering yang dibeli di Pasar “X” ditimbang, kemudian ditambahkan pelarut

metanol-aquadest (80:20). Pelarut ini bersifat polar, sehingga senyawa polar yang

ada dalam serbuk akan terikat pada pelarut dan yang bersifat non polar akan

terpisah. Pemisahan dioptimalkan dengan vortex selama 15 menit. Campuran

yang diperoleh disaring menggunakan kertas saring untuk menghilangkan

Page 50: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

33  

  

pengotor. Filtrat yang diperoleh kemudian ditampung dan ditambahkan dengan

Natrium Klorida 0,1% dan heksan dalam corong pisah. Natrium Klorida 0,1%

berfungsi untuk mengikat air yang ada dalam filtrat, sedangkan fungsi heksan

adalah untuk menghilangkan lemak yang berada pada filtrat. Lapisan yang

diambil adalah lapisan bawah, yaitu lapisan yang tidak memiliki kandungan

lemak dan air. Lapisan bawah ini kemudian diekstraksi kembali dengan

kloroform, untuk memurnikan senyawa yang diperoleh. Ekstraksi dengan

kloroform dilakukan sebanyak 2 kali selama ± 10 menit untuk mengoptimalkan

pemurnian senyawa yang diperoleh. Larutan yang diperoleh kemudian diuapkan

di atas waterbath untuk menghilangkan pelarut organik yang digunakan untuk

mengekstraksi tadi, sehingga diperoleh ekstrak kering.

Ekstrak kering yang diperoleh tersebut dilarutkan dalam kloroform

supaya senyawa-senyawa nonpolar yang terkandung dalam sampel seperti

aflatoksin dapat tertarik ke dalam pelarut. Kemudian dicuci kembali

menggunakan heksana, eter, kloroform, dan kloroform-aseton (9:1) untuk

menghilangkan pengotor dan semua senyawa nonpolar dapat terelusi dengan

sempurna. Larutan yang diperoleh kemudian diuapkan di atas waterbath untuk

menguapkan pelarut sehingga diperoleh ekstrak kering.

E. Identifikasi Aflatoksin

Identifikasi aflatoksin dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis

Tipis (KLT) fase normal, dimana fase diam yang digunakan bersifat polar dan

fase gerak yang digunakan bersifat nonpolar. Fase diam yang digunakan berupa

Page 51: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

34  

  

plat silica gel GF254. Sedangkan fase gerak yang digunakan adalah campuran

kloroform-etanol-asam asetat ( 96:4:1, v v⁄ ).

Ekstrak kering yang diperoleh dari tahap preparasi sampel simplisia

kunyit dilarutkan dengan metanol sebelum ditotolkan. Dalam penelitian ini

dilakukan replikasi sampel sebanyak lima kali. Untuk mengidentifikasi aflatoksin

dalam sampel, dilakukan penotolan baku aflatoksin, baku kurkumin, dan sampel

sebanyak 5 replikasi, masing-masing untuk sampel serbuk rimpang kunyit basah

yang dikeringkan dan serbuk rimpang kunyit kering yang dibeli di Pasar “X”.

Baku aflatoksin yang digunakan adalah Aflatoksin B + G mixture dari Sigma

(product number A9441). Baku aflatoksin berfungsi sebagai pembanding untuk

mengidentifikasi adanya aflatoksin dalam sampel. Baku kurkumin berfungsi

sebagai pembanding untuk mengidentifikasi adanya kurkumin dalam sampel.

Baku kurkumin digunakan karena dalam kunyit juga terkandung senyawa

kurkumin yang berkhasiat dalam pengobatan. Deteksi dilakukan dengan

menggunakan sinar UV 254 nm dan 365 nm. Hasil yang diperoleh ditunjukkan

pada gambar 7, 8, 9, dan 10.

Page 52: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

35  

  

A B C D E F G Gambar 7. Kromatogram KLT serbuk rimpang kunyit basah yang dikeringkan, pada UV

254 nm Keterangan: A : Baku Aflatoksin B : Baku Kurkumin C : Sampel replikasi I D : Sampel replikasi II E : Sampel replikasi III F : Sampel replikasi IV G : Sampel replikasi V

0,00

0,50

1,00

Rf

Page 53: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

36  

  

A B C D E F G Gambar 8. Kromatogram KLT serbuk rimpang kunyit basah yang dikeringkan, pada UV

365 nm Keterangan: A : Baku Aflatoksin B : Baku Kurkumin C : Sampel replikasi I D : Sampel replikasi II E : Sampel replikasi III F : Sampel replikasi IV G : Sampel replikasi V

Dari gambar 7 dan 8, ditunjukkan bahwa pada serbuk rimpang kunyit

basah yang dikeringkan tidak terdeteksi adanya kandungan aflatoksin. Hal ini

ditunjukkan dengan tidak adanya pendar fluoresensi biru pada sampel seperti pada

baku aflatoksin. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa rimpang kunyit basah

yang dikeringkan memenuhi persyaratan obat tradisional yang baik karena tidak

terdeteksi adanya aflatoksin.

0,00

0,50

1,00

Rf

Page 54: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

37  

  

A B C D E F G Gambar 9. Kromatogram KLT serbuk rimpang kunyit kering yang dibeli di Pasar “X”,

pada UV 254 nm Keterangan: A : Baku Aflatoksin B : Baku Kurkumin C : Sampel replikasi I D : Sampel replikasi II E : Sampel replikasi III F : Sampel replikasi IV G : Sampel replikasi V

0,00

0,50

1,00

Rf

Page 55: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

38  

  

A B C D E F G

Gambar 10. Kromatogram KLT serbuk rimpang kunyit kering yang dibeli di Pasar “X”, pada UV 365 nm

Keterangan: A : Baku Aflatoksin B : Baku Kurkumin C : Sampel replikasi I D : Sampel replikasi II E : Sampel replikasi III F : Sampel replikasi IV G : Sampel replikasi V

Dari gambar 9 dan 10, ditunjukkan bahwa pada serbuk rimpang kunyit

kering yang diperdagangkan di Pasar “X” tidak terdeteksi adanya kandungan

aflatoksin. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya pendar fluoresensi biru pada

sampel seperti pada baku aflatoksin. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa

rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X” memenuhi persyaratan

obat tradisional yang baik karena tidak terdeteksi adanya aflatoksin.

Kandungan aflatoksin yang tidak terdeteksi dalam rimpang kunyit basah

yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X”

kemungkinan disebabkan oleh kadar air yang kecil pada kedua sampel tersebut,

0,00

0,50

1,00

Rf

Page 56: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

39  

  

sehingga cemaran mikroorganisme, khususnya jamur juga sedikit, bahkan tidak

terdapat aflatoksin yang membahayakan. Selain itu, hal tersebut juga bisa

disebabkan oleh aktivitas kunyit itu sendiri, khususnya minyak atsiri dalam

kunyit, yaitu sebagai antijamur dan antibakteri (Parwata, 2008), sehingga cemaran

jamur yang ada dalam simplisia kunyit menjadi sedikit. Selain itu, kandungan

kurmunin dalam kunyit juga berfungsi sebagai antifungi (Zahro, 2009).

Mikotoksin dapat diproduksi dengan optimal pada kadar air 18-30%

(Rukmi, 2009). Pada kadar air ≤ 8%, pertumbuhan jamur Aspergillus flavus dan

adanya aflatoksin dapat terhambat (Rahmianna, 2007). Dari hasil kadar air

diketahui bahwa rimpang kunyit basah yang dikeringkan memiliki kadar air ≤ 8%.

Hal ini kemungkinan dapat menyebabkan tidak terdeteksinya kandungan jamur

Aspergillus flavus dan kandungan aflatoksin dalam rimpang kunyit basah yang

dikeringkan.

Faktor lain yang menyebabkan kontaminasi jamur adalah genetik

tanaman serta kondisi sebelum dan sesudah panen (Noveriza, 2008). Tidak adanya

kandungan aflatoksin juga bisa disebabkan oleh faktor genetik tanaman kunyit

yang memang sudah baik, dan kondisi sebelum dan sesudah panen yang baik.

Karena tidak terdapat kandungan aflatoksin pada rimpang kunyit basah

yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X”,

maka tidak dilakukan penetapan kadar aflatoksin menggunakan metode

densitometri. Selain itu juga tidak dilakukan uji statistika menggunakan t-test

untuk membandingkan hasil antara serbuk rimpang kunyit basah yang

dikeringkan dan serbuk rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X”.

Page 57: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

40  

  

Tidak adanya kandungan aflatoksin dalam rimpang kunyit basah yang

dikeringkan dan rimpang kunyit kering menunjukkan bahwa kedua sampel

tersebut memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

 

Page 58: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

  

41 

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Kandungan aflatoksin pada rimpang kunyit basah yang dikeringkan dan

rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X” tidak terdeteksi.

2. Karena tidak terdeteksinya cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit basah yang

dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X”, maka

tidak dilakukan penetapan kadar aflatoksin menggunakan metode

spektrodensitometri in situ.

3. Rimpang kunyit basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang

diperdagangkan di Pasar “X” memenuhi persyaratan obat tradisional yang baik

menurut Persyaratan Obat Tradisional yang diputuskan oleh Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 661/MENKES/SK/VII/1994 dalam hal cemaran

aflatoksin.

B. Saran

Perlu dilakukan pengujian lain untuk mengetahui kualitas rimpang kunyit basah

dan simplisia kunyit kering yang diperdagangkan di Pasar “X”, seperti uji ALT,

AKK, logam berat, serta cemaran pestisida.

    

Page 59: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

42  

  

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1977, Materia Medika, jilid I, 47-52, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Anonim, 1979, Farmakope Indonesia III, 782-784, Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 1994, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

661/MENKES/SK/VII/1994 tentang Persyaratan Obat Tradisional, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Anonim, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, cetakan

pertama, Badan Obat dan Makanan, Jakarta Anonim, 2004, Teknologi Proses, Buletin Teknopro Hortikultura, edisi 69, 2 Anonim, 2005a, Gerakan Nasional Minum Temulawak, InfoPOM, Vol. 6, No. 6,

2 Anonim, 2005b, Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik, 2,

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 2008, Daftar Obat Alam, Edisi III, Himpunan Seminat Apoteker Industri

Obat Tradisional P D ISFI Jawa Tengah, Semarang Anonim, 2009a, Plants Profile,

http://plants.usda.gov/java/profile?symbol=CULO, diakses tanggal 21 Januari 2010

Anonim, 2009b, Manfaat Kunyit, grocer-e.blogspot.com/2009/12/manfaat-

kunyit.html, diakses tanggal 21 Januari 2010 Egmond, H. P. V., 1999, Worldwide Regulation for Mycotoxins, Third Joint

FAO/WHO/UNEP International Conference of Mycotoxins, Tunis, Tunisia

Handajani, N. M. dan Setyaningsih, R., 2006, Identifikasi Jamur dan Deteksi

Aflatoksin B1 terhadap Petis Udang Komersial, Biodiversitas, Vol. 7, No. 3, 212-215 , Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta

Handajani, N. M., dan Purwoko, T., 2008, Aktivitas Ekstrak Rimpang Lengkuas

(Alpinia galanga) terhadap Pertumbuhan Jamur Aspergillus spp.

Page 60: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

43  

  

Penghasil Aflatoksin dan Fusarium moniliforme, Biodiversitas, Vol. 9, No. 3, 161-164, Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta

Harmita, I.G.A., 2005, Buku Pegangan Kuliah Kromatografi, 101-102,

Universitas Setia Budi, Surakarta Manik, M., 2003, Keracunan Makanan, 3, Universitas Sumatera Utara, Medan Muchtadi, D., 2005, Tidak dapat Hilang Walau Sudah Diolah: Aflatoxin, Racun

Penyebab Kanker, http://web.ipb.ac.id/~tpg/de/pubde_fdsf_aflatoxin.php, diakses tanggal 20 Januari 2010

Mulya, M. dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, Cetakan Pertama, Penerbit

Airlangga University Press, Surabaya Noveriza, R., 2008, Kontaminasi Cendawan dan Mikotoksin pada Tumbuhan

Obat, Perspektif, Vol. 7, No. 1, 35-46, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor

Osweiler, G., 2005, Aflatoxins and Animal Health, 1, Iowa State University, USA Parwata, I. M. O. A., dan Dewi, P. F. S., 2008, Isolasi dan Uji Aktivitas

Antibakteri Minyak Atsiri dari Rimpang Lengkuas, Jurnal Kimia, Vol. 2, No. 2, 100-104, Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bali

Rahmianna, A. A., Ginting, E., dan Yusnawan, E., 2007, Cemaran Aflatoksin B1

pada Kacang Tanah yang Diperdagangkan di Sentra Produksi Banjarnegara, Penelitian Pertanian Tanaman Pangan, Vol. 26, No. 2, 139, Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang

Reddy, S. V. Dan Waliyar, F., 2008, Properties of Aflatoxin and It Producing

Fungi, www.mycotoxinlab.cn/DownloadHtml.asp?ID=27, diakses tanggal 21 Januari 2010

Rukmi, I., 2009, Keanekaragaman Aspergillus pada Berbagai Simplisia Jamu

Tradisional, Jurnal Sains dan Matematika (JSM), Vol. 17, No. 2, 82-89, Jurusan Biologi FMIPA Universitas Diponegoro, Semarang

Sashidar, R. B., 1993, Dip-Strip Method for Monitoring Environmental

Contamination of Aflatoxin in Food and Feed: Use of a Portable Aflatoxin Detection Kit, Environmental Health Perspectives Supplements, Vol. 101, Suppl. 3, 43-46, Department of Biochemistry Osmania University, India

Page 61: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

44  

  

Sjahid, L. R., 2008, Isolasi dan Identifikasi Flavonoid dari Daun Dewandaru

(Eugenia uniflora L.), Skripsi, 12, Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah, Surakarta

Sulaiman, M. R., Yee, C. F., Hamid, A., and Yatim, A. M., 2007, The Occurrence

of Aflatoxins in Raw Shelled Peanut Samples from Three Districts of Perak, Malaysia, EJEAFChe, Vol. 6, No. 5, 2045-2052, School of Food Science and Nutrition Universiti, Malaysia

Sumarno, 2001, Kromatografi Teori Dasar, Bagian Kimia Farmasi Universitas

Gadjah Mada Yogyakarta, Yogyakarta Sustiary, 2005, Uji Identifikasi dan Kemurnian Simplisia Biji Petai Cina

(Leucaena glauca Bth.) dengan Variasi pada Metode Pengeringan, Skripsi, 30-32, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Widanengsih, N., 2008, Teknik Pembuatan Simplisia,

http://niknikwidanengsih.blogspot.com/2008/11/teknik-pembuatan-simplisia.html, diakses tanggal 8 Januari 2010

Winarti, C., dan Nurdjanah, N., 2005, Peluang Tanaman Rempah dan Obat

sebagai Sumber Pangan Fungsional, Jurnal Litbang Pertanian, 24, 49 Zahro, L., Cahyono, B., dan Hastuti, R. B., 2009, Profil Tampilan Fisik dan

Kandungan Kurkuminoid dari Simplisia Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) pada Beberapa Metode Pengeringan, Jurnal Sains dan Matematika, Vol. 17, No. 1, 24-32, Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Diponegoro, Semarang

   

Page 62: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

45  

  

LAMPIRAN

Page 63: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

46  

  

Lampiran 1. Data penimbangan untuk preparasi sampel A. Serbuk rimpang kunyit basah hasil pengeringan

Replikasi Bobot serbuk (g) 1 1,2505 2 1,2508 3 1,2506 4 1,2505 5 1,2505

B. Serbuk rimpang kunyit kering yang dibeli di Pasar “X”

Replikasi Bobot serbuk (g) 1 1,2504 2 1,2507 3 1,2505 4 1,2505 5 1,2506

Page 64: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

47  

  

Lampiran 2. Contoh perhitungan kadar air Volume air = 1,5 ml

Berat serbuk = 20,00 g

Kadar air = , ,

= ,

, = 7,5% v b

Page 65: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

48  

  

Lampiran 3. Foto-foto lain A. Alat destilasi toluena

B. Kromatogram bercak sebelum elusi 1. Kromatogram KLT serbuk rimpang kunyit basah yang dikeringkan, deteksi

pada UV 254 nm

A B C D E F G

Keterangan: A : Baku Aflatoksin B : Baku Kurkumin C : Sampel replikasi I D : Sampel replikasi II E : Sampel replikasi III F : Sampel replikasi IV G : Sampel replikasi V

0,00

0,50

1,00

Rf

Page 66: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

49  

  

2. Kromatogram KLT serbuk rimpang kunyit basah yang dikeringkan, deteksi pada UV 365 nm

A B C D E F G

Keterangan: A : Baku Aflatoksin B : Baku Kurkumin C : Sampel replikasi I D : Sampel replikasi II E : Sampel replikasi III F : Sampel replikasi IV G : Sampel replikasi V

3. Kromatogram KLT serbuk rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di

Pasar “X”, deteksi pada UV 254 nm

A B C D E F G

0,00

0,50

1,00

Rf

0,00

0,50

1,00

Rf

Page 67: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

50  

  

Keterangan: A : Baku Aflatoksin B : Baku Kurkumin C : Sampel replikasi I D : Sampel replikasi II E : Sampel replikasi III F : Sampel replikasi IV G : Sampel replikasi V

4. Kromatogram KLT serbuk rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di

Pasar “X”, deteksi pada UV 365 nm

A B C D E F G

Keterangan: A : Baku Aflatoksin B : Baku Kurkumin C : Sampel replikasi I D : Sampel replikasi II E : Sampel replikasi III F : Sampel replikasi IV G : Sampel replikasi V

C. Kromatogram bercak setelah elusi

1. Kromatogram KLT serbuk rimpang kunyit basah yang dikeringkan, deteksi pada UV 254 nm

0,00

0,50

1,00

Rf

Page 68: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

51  

  

A B C D E F G

Keterangan: A : Baku Aflatoksin B : Baku Kurkumin C : Sampel replikasi I D : Sampel replikasi II E : Sampel replikasi III F : Sampel replikasi IV G : Sampel replikasi V

2. Kromatogram KLT serbuk rimpang kunyit basah yang dikeringkan,

deteksi pada UV 365 nm

A B C D E F G

Keterangan:

0,00

0,50

1,00

Rf

0,00

0,50

1,00

Rf

Page 69: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

52  

  

A : Baku Aflatoksin B : Baku Kurkumin C : Sampel replikasi I D : Sampel replikasi II E : Sampel replikasi III F : Sampel replikasi IV G : Sampel replikasi V

3. Kromatogram KLT serbuk rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di

Pasar “X”, deteksi pada UV 254 nm

A B C D E F G

Keterangan: A : Baku Aflatoksin B : Baku Kurkumin C : Sampel replikasi I D : Sampel replikasi II E : Sampel replikasi III F : Sampel replikasi IV G : Sampel replikasi V

4. Kromatogram KLT serbuk rimpang kunyit kering yang diperdagangkan di

Pasar “X”, deteksi pada UV 365 nm

0,00

0,50

1,00

Rf

Page 70: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

53  

  

A B C D E F G

Keterangan: A : Baku Aflatoksin B : Baku Kurkumin C : Sampel replikasi I D : Sampel replikasi II E : Sampel replikasi III F : Sampel replikasi IV G : Sampel replikasi V

D. Chamber elusi

0,00

0,50

1,00

Rf

Page 71: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

54  

  

E. Rimpang kunyit basah

F. Rimpang kunyit kering

Page 72: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

55  

  

G. Serbuk rimpang kunyit basah yang dikeringkan

H. Serbuk rimpang kunyit kering

    

Page 73: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA RIMPANG KUNYIT … filei uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (curcuma domestica val.) basah yang dikeringkan dan rimpang kunyit kering yang diperdagangkan

56  

  

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skrispi dengan judul “Uji Cemaran Aflatoksin pada

Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) Basah yang

Dikeringkan dan Rimpang Kunyit Kering yang

Diperdagangkan di Pasar “X” memiliki nama lengkap Felisia

Wulan Apsari. Penulis dilahirkan di Jakarta, 1 Oktober 1987

dan merupakan putri pertama dari pasangan F. X. Setya Irawan dan Anna Ratna

Palupi. Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis yaitu tahun 1992 di TK

Maria Assumpta Klaten, tahun 1994 di SD Maria Assumpta Klaten, tahun 2000 di

SMP Pangudi Luhur I Klaten, tahun 2003 di SMA Pangudi Luhur Van Lith

Muntilan. Pada tahun 2006, penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan menyelesaikannya pada tahun 2010.

Selama menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta, penulis pernah bekerja sebagai asisten dosen mata kuliah

Farmakognosi Fitokimia.