29
DEPARTEMEN KEDOKTERAN JIWA PENGUJI DR. Dr. H. IWAN ARIJANTO, Sp.KJ, M.Kes PRESENTATOR RIZKY AFTOR, S.Ked UJIAN KASUS KEPANITERAAN KLINIK SENIOR STASE JIWA F.20.1 SKIZOFRENIA HEBERFRENIK

UJIAN STASE JIWA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

mmm

Citation preview

Page 1: UJIAN STASE JIWA

DEPARTEMEN KEDOKTERAN JIWA

PENGUJI DR. Dr. H. IWAN ARIJANTO, Sp.KJ, M.Kes

PRESENTATORRIZKY AFTOR, S.Ked

UJIAN KASUS KEPANITERAAN KLINIK SENIOR STASE JIWAF.20.1 SKIZOFRENIA HEBERFRENIK

Page 2: UJIAN STASE JIWA

DATA PASIEN :

Nama Pasien: Asep Rizal Umur: 25 tahun Nama Kecil : Asep Jenis Kelamin

: Laki-laki Alamat RT/RW : 05/02 - Kp/Desa :

Gegempalan Kecamatan : Cikoneng - Kab/Kodya : Ciamis Agama : Islam Status Marital : Belum Menikah Pendidikan : SD Pekerjaan : Terapis Pijat Refleksi Panggilan

Page 3: UJIAN STASE JIWA

Penanggung Jawab Pasien : Nama : Oman Hubungan : Ayah Alamat

RT/RW : 05/02 - Kp/Desa : Gegempalan Kecamatan : Cikoneng - Kab/Kodya : Ciamis

Keterangan diperoleh dari : Nama : Oman Hubungan : Ayah Alamat

RT/RW : 05/02 - Kp/Desa : Gegempalan Kecamatan : Cikoneng - Kab/Kodya : Ciamis

Kebenaran Anamnesa : Dapat dipercaya

Page 4: UJIAN STASE JIWA

A. Keluhan Utama :Pasien sering bicara dan tertawa sendiri

B. Riwayat Penyakit Sekarang : Sejak dua bulan yang lalu pasien sering terlihat mengurung diri di kamar (solitary) namun terlihat terjaga hingga larut malam, sekalipun keluar hanya mondar-mandir berjalan tanpa tujuan (aimless). Pasien tampak tidak ada minat untuk beraktivitas seperti membantu orang tua dan kerja sebagai pemijat refleksi panggilan di kampungnya, namun masih sadar terhadap kebutuhan primer seperti makan, sholat, dan mandi. Pada saat pasien diajak untuk berinteraksi terkadang pembicaraan pasien tidak menentu (rambling) juga inkoheren dan kadang juga membicarakan topik yang sama berputar-putar secara terus-menerus (circumtancialism) dengan kata-kata yang sama (reiterated phrases). Pasien sering menceritakan kesedihannya ditinggal ibu kandung meninggal 6 tahun yang lalu (faktor predisposisi) namun dengan ekspresi yang berlawanan (inappropiate) diselingi oleh cekikikan (giggling).

Page 5: UJIAN STASE JIWA

Pasien sering terlihat menyapukan tangan ke badannya hal itu diakuinya karena merasa ada kotoran di badannya (halusinasi viceral). Pasien mengaku merasa ada yang menyadap pikirannya (thought withdrawal). Pasien pernah merasa ada yang memberi mukjizat namun hal tersebut masih bisa dibantahkan karena pasien lebih percaya kalo mukjizat hanya diberikan kepada para rasul (preokupasi).

Akhir-akhir ini keluarga pasien ditimpa banyak musibah dan mengalami banyak masalah, sebelum ibunya meninggal 6 tahun yang lalu usaha ayah pasien yang bekerja sebagai pemborong pembangunan rumah di kampung dan mengurus sawah orang lain sudah terhenti, selain itu adik-adik pasien yang mulai bersekolah dan membutuhkan biaya yang lebih membuat keadaan yang semakin sulit, dan yang terakhir adiknya kecelakan 2 bulan yang lalu harus mendapatkan perawatan di rumah sakit yang hingga sekarang belum sehat sepenuhnya. (faktor predisposisi)

Ayah pasien bercerita, pasien mengalami perilaku tersebut setelah meminta diberikan modal untuk membuka tempat pijat refleksi sendiri di daerah Tasikmalaya, namun ayah pasien tidak menyanggupinya karena keadaan ekonomi yang tidak memungkinkan (faktor presipitasi)

Page 6: UJIAN STASE JIWA

C . Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat Gangguan Psikiatri Sebelumnya

Pasien tidak pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya.

Riwayat Gangguan Medis

Pada saat pasien berusia 3 tahun, pasien mengalami demam tinggi yang lama dan baru diobati setelah 3 minggu kemudian karena pasien hanya tinggal bersama ibunya di kampung sedangkan ayahnya berada di Bekasi, hingga akhirnya pasien mengalami gangguan penglihatan sehingga dokter mendiagnosa katarak dan dioperasi oleh dokter spesialis mata di Tasikmalaya namun penglihatan pasien tidak kembali normal sepenuhnya, mata pasien tampak juling (strabismus) dan bergerak tak terkendali (nystagmus).

  Riwayat Gangguan Zat Psikoaktif dan Penggunaan Alkohol

Pasien tidak ada riwayat menggunakan zat-zat psikoaktif dan alkohol.

Page 7: UJIAN STASE JIWA

D. Riwayat Keluarga : Tidak ada keluhan yang sama di keluarga.

E. Riwayat Hidup Penderita : Riwayat Perkembangan Kepribadian

Masa Prenatal dan PerinatalPasien lahir normal dibantu oleh dukun/paraji di rumah. Pada saat hamil usia ibunya 24 tahun, tidak pernah terganggu kesehatannya dan ibu pasien tidak merokok dan meminum alkohol. Tidak ditemukan kelainan dan cacat bawaan. Pasien tidak mendapatkan imunisasi setelah kelahirannya. Pasien mendapatkan ASI ekslusif sampai umur 2 tahun. Pasien juga disusui langsung dari puting ibu, pasien lebih sering ditidurkan saat disusui ibunya (kegagalan fase oral, faktor predisposisi).

Page 8: UJIAN STASE JIWA

Masa kanak awal (usia 0-3 tahun)Pasien tumbuh dan berkembang di perkampungan jauh dari fasilitas kesehatan. Pasien hanya tinggal bersama ibu, nenek dan kakeknya. Pada usia 3 tahun pasien mengalami demam tinggi dan baru dibawa ke dokter 3 minggu kemudian, pasien mengalami gangguan penglihatan dan dioperasi oleh dokter spesialis mata di Tasikmalaya. (kegagalan fase anal, faktor predisposisi)

 Masa kanak pertengahan (usia 3-7 tahun)

Pasien tumbuh dan berkembang bersama ibu dan ayahnya yang memutuskan tidak kembali ke kota serta memilih bekerja serabutan di kampung. Pasien mengalami kecacatan di matanya, namun pasien bisa beradaptasi dengan gangguan penglihatannya. Pasien mulai belajar mengaji pada usia 5 tahun di mesjid dekat rumahnya dan bisa bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Ibu pasien hamil dan melahirkan anak keduanya pada saat pasien berusia 6 tahun.

Masa kanak akhir dan remajaPasien masuk sekolah formal pada usia 7 tahun di SDN 1 Gegempalan, pasien kurang bisa beradaptasi dengan teman-teman barunya karena merasa minder dengan kecacatan matanya, pasien tidak memiliki banyak teman baru dan lebih sering bersosialisasi dengan teman lamanya di pengajian (inferiority). (kegagalan fase latensi, faktor predisposisi)

Page 9: UJIAN STASE JIWA

Riwayat pendidikanPasien menamatkan sekolah dasarnya dan tidak melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya disebabkan oleh keadaan penglihatan pasien yang semakin menurun serta keadaan ekonomi yang kurang baik. Akhirnya pasien memilih ikut belajar di pondok pesantren di bandung bersama guru ngajinya dari kampung sampai usia 18 tahun (faktor predisposisi)

Riwayat PekerjaanPasien pernah diajari cara pijat refleksi oleh teman sekampungnya yang sudah lama di kota bekerja sebagai terapis pijat refleksi di mal-mal, dan pasien ikut bekerja bersama temannya. Namun pasien pulang karena ibunya meninggal dan tidak melanjutkan pekerjaannya. (faktor predisposisi)

Page 10: UJIAN STASE JIWA

Riwayat perkawinanBelum menikah

Aktifitas sosial Pasien memiliki sedikit teman karena merasa memiliki kekurangan pada matanya (faktor predisposisi).

Riwayat pelanggaran hukumPasien tidak pernah melakukan pelanggaran hukum.

Page 11: UJIAN STASE JIWA

Situasi kehidupan sekarangPasien tinggal bersama ibu tiri, ayah, dan saudaranya. Ibu kandung pasien meninggal 6 tahun yang lalu dan ayahnya sudah menikah lagi, ibu tirinya tidak membawa anaknya karena sudah berkeluarga semua. Pasien tinggal di rumah sederhana dengan keadaan ekonomi yang pas-pasan. (faktor predisposisi)

Riwayat di keluargaPasien anak pertama dari 4 bersaudara dengan jarak kelahiran rata-rata 5 tahun dengan saudaranya. Saudara kedua tamat sekolah SMK berusia 19 tahun, saudari ketiga berusia 14 tahun dan mau masuk SMA, saudari keempat berusia 9 tahun sekolah SD.

Page 12: UJIAN STASE JIWA

GENOGRAM

: LAKI-LAKI

: PEREMPUAN

: PASIEN

Page 13: UJIAN STASE JIWA

F. KEPRIBADIAN SEBELUM SAKIT

Pasien dikenal sebagai anak yang pendiam, penurut, rajin beribadah, serta dan tidak banyak keinginan yang berlebihan. Namun pasien tidak memiliki banyak teman, menghindari aktivitas sosial yang melibatkan banyak orang, lebih memilih bersosialisasi dengan orang yang sudah mengetahui kekurangannya dan dikenalnya sejak lama. Pasien merasa minder dengan kekurangannya, pasien merasa takut untuk bersaing dan tidak mampu menerima kritikan orang lain (gangguan kepribadian cemas menghindar).

Pasien lebih sering memendam keinginan ataupun masalah daripada mengungkapkannya (mekanisme pertahanan jiwa : represi), jika pasien mengalami kegagalan pasien sering mengobati perasaannya dengan cara mencari-cari faktor lain yang mempengaruhi kegagalannya (mekanisme pertahanan jiwa : rasionalisasi), menurut ayahnya pasien juga pernah memiliki pacar namun pasien mengaku memutuskannya karena kasihan dengan pacarnya yang malu pada keluarganya karena berpacaran dengan pasien, namun jika ditanya masalah itu pasien selalu mengelak dan sudah melupakannya (mekanisme pertahanan jiwa : isolasi)

Page 14: UJIAN STASE JIWA

G. STATUS FISIK

Tanda Vital Tensi : 110/80 mmhgNadi : 80 kali/menitRR : 18 kali/menitSuhu : 36,0°C

Keadaan Gizi : Baik Keadaan Fisik Lain Kepala

Bentuk : Normochepali Rambut : Hitam Mata : Sklera ikterik (-), Konjungtiva anemis (-),

Strabismus esotropia (+), dan nystagmus manifest (+). Telinga : Nyeri tekan auricular (-/-), massa (-) Hidung : Septum deviasi (-) Mulut : Tidak ada kelainan, letak uvula medial,

pembesaran tonsil (T1/T1) (-)

Page 15: UJIAN STASE JIWA

Leher JVP : Tidak meningkat Tiroid : Tidak membesar KGB : Tidak teraba

ThoraxDada (anterior)

Inspeksi : Massa (-), bentuk dan gerak simetris, retraksi intercostalis (-)

Palpasi : Masa (-), nyeri tekan (-), ICS tidak melebar, Vokal Fremitus Normal (dextra = sinistra)

Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru (dextra = sinistra) Auskultasi : Vokal Breath Sound normal (dextra = sinistra), Ronki (-/-),

Wheezing (-/-).

  Jantung

Inspeksi : Tidak tampak iktus cordis Palpasi : Tidak teraba iktus cordis Perkusi : Batas jantung kanan : linea sternalis dextra Batas jantung kiri : ICS 4 linea midclavicula sinistra Auskultasi : Bunyi jantung murni dan regular, gallop (-)

Page 16: UJIAN STASE JIWA

Abdomen Inspeksi : Datar, tidak tampak benjolan Palpasi : Lembut, datar, nyeri tekan (-), distensi otot

perut / defans muscular (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba Perkusi : Tympani seluruh lapang perut, pekak samping

(-) Auskultasi : Bising usus normal

GenitaliaTidak dilakukan pemeriksaan

EkstremitasDalam batas normal

  H. STATUS NEUROLOGIS

Refleks Fisiologis : Dalam batas normal Refleks Patologis : Tidak ada

Page 17: UJIAN STASE JIWA

I. STATUS PSIKIATRIKUS

Roman Muka : Datar Kesadaran : Composmentis Kontak : Ada Rapport : Adekuat Orientasi

Tempat : Baik Waktu : Baik Orang : Baik

Perhatian : Mudah beralih (distraktibilitas).

Page 18: UJIAN STASE JIWA

Ingatan Daya ingat Remote : Baik Daya ingat Recent past : Baik Daya ingat Recent : Baik Daya ingat Immediate: Baik Intelegansia : Sesuai dengan

pendidikannya.

Page 19: UJIAN STASE JIWA

Persepsi Halusinasi dengar (-) : Halusinasi lihat (-) : Halusinasi viceral (+) : Merasa ada kotoran di badannya

Ilusi : (-) Pikiran

Bentuk pikir : Autistik Jalan pikiran : Inkoheren Isi pikiran : Merasa ada yang menyadap (thougt

withdrwal), merasa mendapat mukjizat (preokupasi). Emosi : Labil

Page 20: UJIAN STASE JIWA

Dekorum Penampilan : Baik Sopan santun : Baik Kebersihan : Baik Sikap : Kooperatif

Bicara : Berputar-putar pada satu topik (Circumtancialism)

Tingkah laku : Normoaktif Penilaian : Baik, Pasien merasa

kejiwaannya terganggu.

Page 21: UJIAN STASE JIWA

PEMERIKSAAN TAMBAHAN : Tes BPRS (Brief Psychiatric Rating Scale) :skor 55 (terlampir)

Page 22: UJIAN STASE JIWA

K. PSIKODINAMIKA :

Pasien lahir normal dibantu oleh dukun/paraji di rumah. Pada saat hamil usia ibunya 24 tahun, tidak pernah terganggu kesehatannya dan ibu pasien tidak merokok dan meminum alkohol. Tidak ditemukan kelainan dan cacat bawaan. Pasien tidak mendapatkan imunisasi setelah kelahirannya. Pasien mendapatkan ASI ekslusif sampai umur 2 tahun. Pasien juga disusui langsung dari puting ibu, pasien lebih sering ditidurkan saat disusui ibunya (kegagalan fase oral, faktor predisposisi).

Pasien tumbuh dan berkembang di perkampungan jauh dari fasilitas kesehatan. Pasien hanya tinggal bersama ibu, nenek dan kakeknya. Pada usia 3 tahun pasien mengalami demam tinggi dan baru dibawa ke dokter 3 minggu kemudian, pasien mengalami gangguan penglihatan dan dioperasi oleh dokter spesialis mata di Tasikmalaya. (kegagalan fase anal, faktor predisposisi)

Page 23: UJIAN STASE JIWA

Pasien tumbuh dan berkembang bersama ibu dan ayahnya yang memutuskan tidak kembali ke kota serta memilih bekerja serabutan di kampung. Pasien mengalami kecacatan di matanya, namun pasien bisa beradaptasi dengan gangguan penglihatannya. Pasien mulai belajar mengaji pada usia 5 tahun di mesjid dekat rumahnya dan bisa bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Ibu pasien hamil dan melahirkan anak keduanya pada saat pasien berusia 6 tahun.

Pasien masuk sekolah formal pada usia 7 tahun di SDN 1 Gegempalan, pasien kurang bisa beradaptasi dengan teman-teman barunya karena merasa minder dengan kecacatan matanya, pasien tidak memiliki banyak teman baru dan lebih sering bersosialisasi dengan teman lamanya di pengajian (inferiority). (kegagalan fase latensi, faktor predisposisi)

Page 24: UJIAN STASE JIWA

Pasien tamat dari sekolah dasarnya dan tidak melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya disebabkan oleh keadaan penglihatan pasien yang semakin menurun serta keadaan ekonomi yang kurang baik. (faktor predisposisi)

Pasien pernah diajari cara pijat refleksi oleh teman sekampungnya yang sudah lama di kota bekerja sebagai terapis pijat refleksi di mal-mal, dan pasien ikut bekerja bersama temannya. Namun pasien pulang karena ibunya meninggal dan tidak melanjutkan pekerjaannya. (faktor predisposisi)

Page 25: UJIAN STASE JIWA

Pasien dikenal sebagai anak yang pendiam, penurut, rajin beribadah, serta dan tidak banyak keinginan yang berlebihan. Namun pasien tidak memiliki banyak teman, menghindari aktivitas sosial yang melibatkan banyak orang, lebih memilih bersosialisasi dengan orang yang sudah mengetahui kekurangannya dan dikenalnya sejak lama. Pasien merasa minder dengan kekurangannya, pasien merasa takut untuk bersaing dan tidak mampu menerima kritikan orang lain. (gangguan kepribadian cemas menghindar).

Pasien lebih sering memendam keinginan ataupun masalah daripada mengungkapkannya (mekanisme pertahanan jiwa, imatur : represi), jika pasien mengalami kegagalan pasien sering mengobati perasaannya dengan cara mencari-cari faktor lain yang mempengaruhi kegagalannya (mekanisme pertahanan jiwa, imatur : rasionalisasi), menurut ayahnya pasien juga pernah memiliki pacar namun pasien mengaku memutuskannya karena kasihan dengan pacarnya yang malu pada keluarganya karena berpacaran dengan pasien, namun jika ditanya masalah itu pasien selalu mengelak dan sudah melupakannya (mekanisme pertahanan jiwa, imatur : isolasi)

Page 26: UJIAN STASE JIWA

Akhir-akhir ini keluarga pasien ditimpa banyak musibah dan mengalami banyak masalah, sebelum ibunya meninggal 6 tahun yang lalu usaha ayah pasien yang bekerja sebagai pemborong pembangunan rumah di kampung dan mengurus sawah orang lain sudah terhenti, selain itu adik-adik pasien yang mulai bersekolah dan membutuhkan biaya yang lebih membuat keadaan yang semakin sulit, dan yang terakhir adiknya kecelakan 2 bulan yang lalu harus mendapatkan perawatan di rumah sakit yang hingga sekarang belum sehat sepenuhnya. (faktor predisposisi)

Ayah pasien bercerita, pasien mengalami perilaku tersebut setelah meminta diberikan modal untuk membuka tempat pijat refleksi sendiri di daerah Tasikmalaya, namun ayah pasien tidak menyanggupinya karena keadaan ekonomi yang tidak memungkinkan (faktor presipitasi)

Terjadi dekompensasi ego yang menimbulkan gejala psikotik, yaitu halusinasi, pre okupasi, dan perilaku-perilaku negatif seperti mengurung diri (solitary), berbicara tidak menentu (aimless), serta cekikikan tanpa sebab (giggling).

Page 27: UJIAN STASE JIWA

DIAGNOSA MULTIAKSIAL :

Aksis I : F20.13 Skizofrenia hebefrenik. DD. F20.9 Skizofrenia YTT

F25.1 Skizoafekti tipe depresif

Aksis II : F60.6 Gangguan Kepribadian Cemas Menghindar.

Aksis III : H00-H59 Penyakit mata dan adnexa Nystagmus & Strabismus (ICD-10:H41.8,H55)

Aksis IV : Masalah ekonomi Pasien punya cita-cita tapi tidak punya modal

Aksis V : GAF Scale 50-41 (gejala berat “serious”, disabilitas berat).

Page 28: UJIAN STASE JIWA

M. PENGOBATAN

Psikofarmaka :

R/Klozapin 25 mg 2x1 (efek sedasi lebih kuat)R/ Olanzapin 10 mg 2x1

Psikoterapi :

Psikoterapi suportifKonseling Keluarga

Memberikan informasi dan penjelasan mengenai kondisi pasien serta kesadaran akan kewajiban menjalankan pengobatan dan pemeriksaan teratur demi kesembuhan pasien.

Memberikan support kepada pasien.

N. PEMERKSAAN USULANMMPI 2 (jika sudah realistis)

Page 29: UJIAN STASE JIWA

O. PROGNOSA

Quo ad Vitam : Dubia ad bonam Quo ad Functionam : Dubia ad malam

Kearah baik : Mendapatkan dukungan penuh dari keluarga. Pasien mau minum obat.

Kearah buruk : Pasien mengalami gangguan jiwa di usia muda 25 tahun. Pasien memiliki kecacatan penglihatan yang semakin

memburuk. Keadaan ekonomi keluarga pasien yang kurang

mendukung.