Upload
niken-mareta
View
268
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN KASUS
OD ULKUS KORNEA CUM HIPOPION
ET CAUSA SUSPEK BAKTERI
Diajukan untuk melengkapi tugas kepaniteraan senior
Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Penguji kasus : dr. Riski Prihatiningtias, Sp. M
Pembimbing : dr Intan Oktaviana
Dibacakan oleh : Niken Maretasari P.A
Dibacakan tanggal : 25 April 2014
BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014
1
HALAMAN PENGESAHAN
Melaporkan kasus OD Ulkus Kornea cum Hipopion e.c Suspek Bakteri
Penguji kasus : dr. Riski Prihatiningtias, Sp. M
Pembimbing : dr Intan Oktaviana
Dibacakan oleh : Niken Maretasari P.A
Dibacakan tanggal : 25 April 2014
Diajukan guna memenuhi tugas Kepaniteraan Senior di Bagian Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Semarang, 25 April 2014
Mengetahui
Penguji kasus
dr. Riski Prihatiningtias, Sp. M
Pembimbing
dr. Intan Oktaviana
2
LAPORAN KASUS
Penguji kasus : dr. Riski Prihatiningtias, Sp.M
Pembimbing : dr Intan Oktaviana
Dibacakan oleh : Niken Maretasari P.A
Dibacakan tanggal : 25 April 2014
I. PENDAHULUAN
Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea yang dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, virus
atau suatu proses alergi-imunologi. Infeksi kornea pada umumnya didahului oleh
trauma, penggunaan lensa kontak, pemakaian kortikosteroid topikal yang tidak
terkontrol.1 Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat
untuk mencegah perluasan ulkus serta timbulnya komplikasi berupa
descemetocele, perforasi, endoftalmitis, hingga kebutaan.2 Ulkus kornea
merupakan penyebab kebutaan ketiga terbanyak di Indonesia.1 Ulkus kornea yang
sembuh akan menimbulkan jaringan sikatriks yang dapat menyebabkan kekeruhan
kornea sehingga mengakibatkan penurunan ketajaman penglihatan.2
Pada kasus ulkus kornea mata terancam akan kehilangan fungsi penglihatan
atau terjadi kebutaan bila tidak dilakukan tindakan ataupun pengobatan
secepatnya, ulkus kornea termasuk kasus kegawat daruratan pada penyakit mata.
Penatalaksanaan yang tepat terhadap kasus ulkus kornea berupa menegakkan
diagnosis, mencari kausa secara dini dan memberika terapi secara memadai dapat
mengurangi komplikasi yang dapat ditimbulkan.3
II. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn S
Umur : 46 tahun
Agama : Islam
Alamat : Slawi
Pekerjaan : PNS
3
III. ANAMNESIS
(Auto anamnesis pada tanggal 21 April 2014 di bangsal Rajawali RSDK pukul
15.00)
Keluhan Utama : Mata kanan nyeri
Riwayat Penyakit Sekarang
± 1 bulan sebelum masuk rumah sakit tiba – tiba mata kanan pasien
kelilipan (+), terasa gatal (+). Pasien lalu mengucek matanya. Mata kanan merah
(+), lodok (+) kuning kental, mengganjal (+), nrocos (+), nyeri (+), silau (+),
pandangan kabur (+). Pasien kemudian memeriksakan diri ke dokter spesialis
mata setempat dan diberi terapi polydemisin tetes mata 6x1 tetes, ciprofloxacin 2
x 500 mg, dexamethason 3x1 tablet, vit. A 1 kapsul per hari.
± 2 hari kemudian muncul putih – putih di depan teleng mata kanan berupa
titik. Mata merah dirasakan berkurang, lodok (+) kuning kental dan banyak ,
mengganjal (+), nrocos (+), nyeri (+), silau (+), pandangan kabur (+). Lalu pasien
kontrol lagi ke dokter spesialis mata yang sama, obat tetes diganti dengan
Gentamicin tetes mata 6 x 1 tetes, obat oral tetap sama seperti sebelumnya.
± 7 hari kemudian putih – putih di depan teleng mata kanan semakin
meluas. Keluhan lain pada mata kanan masih sama. Pasien periksa lagi lalu obat
tetes diganti Ofloxacin tetes mata 6x1 tetes.
± 7 hari SMRS, putih – putih meluas hampir di seluruh permukaan teleng
mata kanan, nyeri (+), cekot – cekot (+). Pasien juga sulit membuka matanya.
Pasien periksa kembali ke dokter mata setempat dan diberi terapi Baquinor tetes
mata 6x1 tetes, Cefixime 2x100 mg, dexamethasone tetes mata 3x1 tetes, vit. A 1
kapsul per hari. Pasien merasa tidak ada perbaikan kemudian oleh dokter mata
setempat disarankan berobat ke RSDK.
Riwayat Penyakit dahulu
Riwayat trauma pada mata sebelumnya disangkal
Riwayat penggunaan lensa kontak disangkal
Riwayat mata merah berulang disangkal
4
Riwayat membasuh mata dengan air sirih atau cairan dari tumbuh –
tumbuhan lainnya disangkal
Riwayat alergi obat disangkal
Riwayat DM disangkal
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai pegawai administrasi di RSUD Slawi. Biaya pengobatan
ditanggung jaminan kesehatan.
Kesan : sosial ekonomi cukup
IV. PEMERIKSAAN FISIK
Status Praesen (Tanggal 21 April 2014)
Keadaan umum : baik
Kesadaran : komposmentis GCS=15
Tanda vital : TD : 120/80 mmHg suhu : 36,90C
nadi : 86 x/menit RR : 22x/menit
Pemeriksaan fisik : kepala : mesosefal
thoraks : cor : tidak ada kelainan
paru : tidak ada kelainan
abdomen : tidak ada kelainan
ekstremitas : tidak ada kelainan
5
Status Oftalmologi (Tanggal 21 April 2014)
OD OS
Oculus Dexter Oculus Sinister
1/~, LPJ VISUS 6/12
Tidak Dilakukan KOREKSI Tidak dilakukan
Tidak dilakukan SENSUS COLORIS Tidak dilakukan
Gerak bola mata bebas ke
segala arah
PARASE/PARALYSE Gerak bola mata bebas ke
segala arah
Sekret (+) mukopurulen SUPERCILIA Tidak ada kelainan
Edema (+), spasme (+) PALPEBRA SUPERIOR Edema (-), spasme (-)
Edema (-), spasme (-) PALPEBRA INFERIOR Edema (-), spasme (-)
Injeksi konjungtiva (+), sekret
(+) mukopurulen
KONJUNGTIVA
PALPEBRALIS
Injeksi konjungtiva (-), sekret
(-)
Injeksi konjungtiva (+), sekret
(+) mukopurulen
KONJUNGTIVA
FORNICES
Injeksi konjungtiva (-), sekret
(-)
Mixed Injeksi (+), sekret (+)
mukopurulen, khemosis (-)
KONJUNGTIVA BULBI Injeksi (-), sekret (-)
Tidak ada kelainan SKLERA Tidak ada kelainan
edema (+), defek (+) ukuran 5
mm x 6 mm letak sentral,
kedalaman 1/3 stroma
superficial, batas tidak tegas,
infiltrat (+) ukuran 8 mm x 8
mm letak sentral, kedalaman
stroma profunda, batas tidak
KORNEA Jernih
6
Lensa keruh tidak merataLensa keruh tidak merata
Defek kornea (+) kedalaman 1/3 stroma superficial
Infiltrat (+) kedalaman stroma profunda
Hipopion ± ½ COA
Mixed injection
tegas, jaringan nekrotik (+),
lesi satelit (-), sensibilitas
kornea kesan (+) normal,
fluorescein test (+)
Hipopion (+) ½ COA,
kedalaman kesan cukup,
Tyndall Effect tidak dapat
dinilai
CAMERA OCULI
ANTERIOR
Kedalaman cukup, Tyndall
Effect (-), hipopion (-)
Sulit dinilai IRIS Kripte (+), sinekia (-)
Sulit dinilai PUPIL Bulat, sentral, regular,
Ø 3mm, Refleks cahaya (+)
normal
Sulit dinilai LENSA Jernih
(+) suram FUNDUS REFLEKS (+) cemerlang
T(digital) N + 1 TENSIO OCULI T(digital) normal
Tidak dilakukan SISTEM CANALIS
LACRIMALIS
Tidak dilakukan
V. RESUME
Seorang laki-laki usia 46 tahun datang dengan keluhan mata kanan nyeri (+).
Mata kanan terdapat kekeruhan pada kornea (+), hiperemis (+), lakrimasi (+),
sensasi benda asing (+), fotofobi (+), sekret (+) mukopurulen, pandangan kabur
(+). Pasien telah diberikan obat antibiotik, kortikosteroid, dan vitamin A dari
dokter spesialis mata setempat namun tidak ada perbaikan.
Status praesens dalam batas normal
Status oftalmologi
7
Oculus Dexter Oculus Sinister
1/~, LPJ VISUS 6/12
Edema (+), spasme (+) PALPEBRA SUPERIOR Edema (-), spasme (-)
Edema (-), spasme (-) PALPEBRA INFERIOR Edema (-), spasme (-)
Injeksi konjungtiva (+), sekret
(+) mukopurulen
KONJUNGTIVA
PALPEBRALIS
Injeksi konjungtiva (-), sekret
(-)
Injeksi konjungtiva (+), sekret
(+) mukopurulen
KONJUNGTIVA
FORNICES
Injeksi konjungtiva (-), sekret
(-)
Mixed Injeksi (+), sekret (+)
mukopurulen, khemosis (-)
KONJUNGTIVA BULBI Injeksi (-), sekret (-)
edema (+), defek (+) ukuran 5
mm x 6 mm letak sentral,
kedalaman 1/3 stroma
superficial, batas tidak tegas,
infiltrat (+) ukuran 8 mm x 8
mm letak sentral, kedalaman
stroma profunda, batas tidak
tegas, jaringan nekrotik (+),
lesi satelit (-), sensibilitas
kornea kesan (+) normal,
fluorescein test (+)
KORNEA Jernih
Hipopion (+) ½ COA,
kedalaman kesan cukup,
Tyndall Effect tidak dapat
dinilai
CAMERA OCULI
ANTERIOR
Kedalaman cukup, Tyndall
Effect (-), hipopion (-)
(+) suram FUNDUS REFLEKS (+) cemerlang
T (digital) N + 1 TENSIO OCULI T (digital) normal
VI. DIAGNOSIS BANDING
8
OD : ulkus kornea cum hipopion e.c suspek
DD/ Viral
Fungal
Bakterial
VII. DIAGNOSIS KERJA
OD ulkus kornea cum hipopion et causa suspek bacterial
OD glaukoma sekunder
VIII. TERAPI
Rawat inap
Moxifloxacin ED / jam gtt 1 OD
Sulfas Atropine 1 % ED / 8 jam OD
Levofloxacin 1 x 500 mg
Ibuprofen 2 x 400 mg
Acetozolamide 2 x 250 mg
Vit. C 1 x 500 mg
Ranitidine 2 x 150 mg
IX. PROGNOSIS
OD OS
Quo ad visam Ad malam Ad bonam
Quo ad sanam Ad malam Ad bonam
Quo ad vitam Dubia ad bonam Ad bonam
Quo ad cosmeticam Dubia ad malam Ad bonam
X. SARAN
9
Pemeriksaan scrapping kornea mata kanan pada tepi infiltrat yang
aktif, untuk pengecatan bakteri dengan gram dan pengecatan jamur dengan
KOH 10%, serta kultur bakteri, kultur jamur dan sensitivitas antibiotika.
Pemantauan dan evaluasi perkembangan penyakit serta
kemungkinan komplikasi.
XI. EDUKASI
Menjelaskan bahwa pasien menderitapenyakit yang disebut ulkus kornea yaitu
terdapat suatu luka pada jaringan permukaan bola mata (kornea) yang disertai
adanya infeksi sehingga menyebabkan kematian jaringan tersebut.
Menjelaskan bahwa kemungkinan penyebab infeksi disebabkan oleh kuman.
Menjelaskan bahwa luka pada permukaan bola mata (kornea) setelah
mengalami penyembuhan akan menimbulkan jaringan parut yang berwarna
keputihan dan akan menetap terus – menerus. Jaringan parut tersebut selain
akan mengganggu penglihatan juga mengganggu secara kosmetik.
Menjelaskan perlu penatalaksanaan lebih lanjut terhadap pasien yaitu untuk
memastikan lebih jauh penyebab infeksi pada pasien. Pemeriksaan tersebut
antara lain mengambil kerokan pada jaringan permukaan bola mata (kornea)
untuk dilakukan pengecatan dan pengembangbiakan kuman penyebab.
Menjelaskan kepada pasien bahwa sakitnya ini memerlukan pengobatan yang
intensif dan pengawasan yang cermat, sebab penyakit ini mempunyai risiko
untuk berkembang menjadi berbagai macam komplikasi. Oleh karena itu
penderita memerlukan rawat inap.
XII. DISKUSI
ANATOMI DAN FISIOLOGI
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus
cahaya, merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sebelah depan.
Kornea pada orang dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar
0,65 mm di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke posterior.
Lapisan pada kornea terdiri dari lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel
10
konjungtiva bulbaris), membrana Bowman, stroma, membran Descement, dan
lapisan endotel. Batas antara sklera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea
merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Jika
kornea bengkak karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma
yang dapat menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo.3
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama yang berasal dari
nervus siliaris longus, nervus nasosiliaris, nervus ophthalmicus. Nervus siliaris
longus berjalan pada supra koroid lalu masuk ke dalam stroma kornea. Saat
menembus membran Bowman nervus tersebut akan melepaskan selubung
Schwannya.4
Kornea bersifat avaskuler. Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-
pembuluh darah limbus, humour aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga
mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfir. Transparansi kornea
dipertahankan oleh strukturnya yang seragam, avaskularitasnya dan
deturgensinya.3
ULKUS KORNEA
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai
defek kornea bergaung. Diskontinuitas jaringan kornea dapat terjadi dari lapisan
epitel sampai stroma.Terjadinya ulkus kornea biasanya didahului oleh faktor
pencetus yaitu rusaknya sistem barier epitel kornea oleh penyebab-penyebab
seperti :
a. Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi air mata,
sumbatan saluran lakrimal)
b. Faktor-faktor eksternal yaitu : luka pada kornea (erosi kornea) karena trauma,
penggunaan lensa kontak, dan luka bakar pada muka
c. Kelainan lokal pada kornea, meliputi edema kornea kronik, keratitis exposure
(pada lagoftalmos, anestesi umum, koma), keratitis karena defisiensi vitamin
A, keratitis neuroparalitik, keratitis superfisialis karena virus
11
d. Kelainan sistemik, meliputi malnutrisi, alkoholisme, sindrom Steven-
Johnson, sindrom defisiensi imun (AIDS, SLE)
e. Obat-obatan penurun sistem imun, seperti kortikosteroid, obat anestesi lokal
Patofisiologi ulkus kornea
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya,
dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina. Transparansi kornea
disebabkan karena susunan sel dan seratnya yang teratur dan tidak ada pembuluh
darah. Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan anterior dari kornea.
Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, sangat mengganggu
pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil
apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama
bila letaknya di daerah pupil.5
Kornea bersifat avaskuler, oleh karena itu saat terjadi peradangan,
pertahanan oleh sel jaringan kornea tidak segera datang , seperti pada jaringan lain
yang mengandung banyak vaskularisasi. Saat peradangan terjadi, sel-sel yang
terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag, lalu disusul
dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat di limbus yang tampak sebagai
injeksi perikornea. Adanya infiltrasi dari sel-sel mononuklear, sel plasma, leukosit
polimorfonuklear (PMN), kemudian mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang
tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan
permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah
ulkus kornea.6
Kornea mempunyai banyak serabut saraf, maka kebanyakan lesi pada
kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan
fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanya gesekan palpebra (terutama
palbebra superior) pada kornea dan biasanya menetap sampai sembuh.3
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut.
Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini
menyebar ke kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul
kecil dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini
12
menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan
sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan
terjadinya sikatrik.5
Berdasarkan lokasinya, dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea, yaitu:
1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus kornea bakterialis
b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)
Ulkus Kornea Bakterialis
Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi ke arah
tengah kornea (serpiginous). Ulkus berwarna kuning keabu-abuan berbentuk
cakram dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam
dan menyebabkan perforasi kornea.
Ulkus Stafilokokus : Pada awalnya berupa ulkus yang berwarna puti h
k e kuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel.
Apabila tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai
edema stroma dan infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopio n , u lkus
seringkali indolen yaitu reaksi radangnya minimal.
Ulkus Pseudomonas: Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea.
Ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea.
Penyerbukan ke dalam dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu
48 jam. Gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang
dikeluarkan berwarna kehijauan. Bentuk ulkus ini seperti cincin. Dalam bilik
mata depan dapat terlihat hipopion yang banyak.
Ulkus Pneumokokus: Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam.
Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan
13
gambaran karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus terlihat dengan
infiltrasi sel yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran ulkus
sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini
terdapat banyak k uman. Ulkus ini selalu di temukan hipopion yang hilang
lebih cepat dibanding dengan beratnya ulkus yang terlihat. Diagnosa lebih
pasti bila ditemukan adanya dakriosistitis.6
Manifestasi Klinis1,5,6
Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa gejala subjektif
dan gejala objektif.
Gejala subjektif berupa eritema kelopak mata dan konjungtiva, sensasi
benda asing, pandangan kabur, bintik putih pada kornea pada lokasi ulkus, mata
berair, silau, nyeri. Infiltat dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat
pada perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.
Gejala objektif berupa injeksi siliar, sekret mukopurulen, hilangnya
sebagian jaringan kornea, adanya infiltrat, dan adanya hipopion.
Diagnosis3,4,5,6
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan
adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea
misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering kambuh.
Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien seperti
kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus
terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat
penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi
imunosupresi khusus.
Perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti ketajaman
penglihatan, tes air mata, pemeriksaan slit-lamp, respon reflek pupil, pewarnaan
kornea dengan zat fluoresensi, kerokan ulkus untuk analisa atau kultur.
14
Komplikasi
Komplikasi dari ulkus kornea diantaranya perforasi kornea, uveitis, dan
endoftalmitis.
Pengobatan ulkus kornea secara umum
Tujuan pengobatan ulkus kornea secara umum adalah untuk mencegah
berkembangnya bakteri dan mengurangi reaksi radang.
1. Benda asing dan bahan yang merangsang harus lekas dihilangkan. Erosi
kornea yang sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.
2. Pemberian sikloplegika
Sikloplegika yang sering digunakan adalah Sulfas Atropin dengan efek kerjanya
lama 1-2 minggu. Efek kerja Atropin adalah sebagai berikut :
Sedatif, menghilangkan rasa sakit
Dekongestif, menurunkan tanda radang
Menyebabkan paralise m.siliaris dan m.konstriktor pupil sehingga mata
tidak mempunyai daya akomodasi dan mata dalam keadaan istirahat.
Lumpuhnya m.konstriktor pupil menyebabkan terjadi midriasis, sehingga
sinekia posterior yang telah terjadi dapat dilepaskan dan dicegah
pembentukan sinekia posterior yang baru.
3. Antibiotik
Antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum luas
dapat diberikan sebagai salep, tetes, atau suntikan subkonjunctiva.
4. Bedah
Tindakan bedah meliputi
Keratektomi superficial tanpa membuat perlukaan pada membran Bowman
Keratektomi superficial hingga membran Bowman atau stroma anterior
Tarsorafi lateral atau medial
Tissue adhesive atau graft amnion multilayer
Flap konjungtiva
Patch graft dengan flap konjungtiva
15
Keratoplasti tembus
Fascia lata graft1
Analisis Kasus
Pada laporan kasus ini, pasien kami diagnosis dengan OD ulkus kornea
cum hipopion e.c suspek bakteri berdasarkan data dasar yang didapatkan melalui
anamnesis dan pemeriksaan fisik sebagai berikut :
Pada anamnesis didapatkan keluhan mata kanan nyeri dan terdapat bintik
putih di teleng mata OD sejak 1 bulan yang lalu. Mata kanan terdapat kekeruhan
pada kornea (+), hiperemis (+), lakrimasi (+), sensasi benda asing (+), fotofobi
(+), sekret (+) mukopurulen, pandangan kabur (+). Selain itu dari anamnesis
didapatkan faktor risiko ulkus kornea pada pasien ini yaitu riwayat trauma
(kelilipan). Masuknya benda asing ke dalam mata akan mudah menyebabkan
terjadinya infeksi. Infeksi akan mudah terjadi dengan trauma yang minimal dan
mengakibatkan kerusakan jaringan kornea.
Pada pemeriksaan fisik pada mata kanan didapatkan visus 1/~ LPJ,
palpebra superior edem dan spasme ringan, pada konjungtiva palpebra didapatkan
hiperemis (+), sekret (+) mukopurulen, pada konjungtiva bulbi didapatkan mixed
injection (+), pada kornea didapatkan edema (+), defek (+) ukuran 5 mm x 6 mm
letak sentral, kedalaman 1/3 stroma superficial, batas tidak tegas, infiltrat (+)
ukuran 8 mm x 8 mm letak sentral, kedalaman stroma profunda, batas tidak tegas,
jaringan nekrotik (+), lesi satelit (-), sensibilitas kornea kesan (+) normal,
fluorescein test (+). Pada camera oculi anterior didapatkan hipopion (+) ½ COA,
kedalaman kesan cukup, Tyndall Effect tidak dapat dinilai. Fundus refleks positif
suram karena terdapat kekeruhan media refrakta yaitu kornea. Tidak
didapatkannya lesi satelit menyingkirkan etiologi karena jamur. sensibilitas
kornea masih normal sehingga menyingkirkan etiologi viral yang biasanya
menyebabkan penurunan sensibilitas kornea. Oleh karena itu ulkus kornea pada
kasus ini dicurigai disebabkan infeksi bakteri.
Pada kasus ini pasien diberikan terapi antibiotik berupa moxifloxacin tetes
mata dan levofloxacin tablet untuk menangani infeksi sebelum didapatkan hasil
16
kultur dan tes sensitivitas dari scrapping kornea. Moxifloxacin merupakan
antibiotik golongan quinolon spektrum luas sedangkan levofloxacin diberikan
karena adanya keterlibatan intra okuler yaitu adanya hipopion. Hal ini diperlukan
untuk mencegah infeksi berkembang lebih lanjut dan mengakibatkan berbagai
komplikasi. Acetazolamide untuk menurunkan tekanan intra okuler untuk
mencegah terjadinya perforasi. Pasien juga diberikan Sulfas Atropin sebagai
sikloplegik untuk mengistirahatkan mata dan mencegah terbentuknya sinekia.
Pemberian ibuprofen berguna untuk mengurangi nyeri yang ditimbulkan oleh
ulkus kornea sedangkan vitamin C diberikan untuk membantu epitelisasi jaringan.
Ranitidine diberikan untuk melindungi lambung dari efek samping obat – obatan
yang lain.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. PERDAMI, Panduan Menejemen Klinis PERDAMI, Jakarta : PP PERDAMI,
2006.
2. Anonimous. 2007. Ulkus Kornea. Dikutip dari www.medicastore.com.
3. Vaughan D.2000. Opthalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika : Jakarta.
4. Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu Penyakit Mata, Edisi ketiga FKUI : Jakarta.
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia.2002. Ulkus Kornea dalam :
Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisi
ke2. Penerbit Sagung Seto: Jakarta.
6. Anonymous, Corneal Ulcer. Dikutip dari www.HealthCare.com. 2007-04-14
18