45
BAB I PENDAHULUAN Kornea berfungsi sebagai membran pelindung ‘jendela’ yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform, avaskuler, dan deturgesens. Namun, sekali kornea ini cedera, stroma yang avaskuler dan membran bowman mudah terkena infeksi oleh berbagai macam organisme, seperti bakteri, amuba, dan jamur. Penyebab utama kebutaan dan gangguan penglihatan di dunia adalah pembentukan parut akibat ulserasi kornea. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobat secara memadai. Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi seperti descemetocele, perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang sembuh akan menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskuler. Penyembuhan yang lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan 1

Ulkus Kornea.doc

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung ‘jendela’ yang dilalui berkas

cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform,

avaskuler, dan deturgesens. Namun, sekali kornea ini cedera, stroma yang avaskuler

dan membran bowman mudah terkena infeksi oleh berbagai macam organisme,

seperti bakteri, amuba, dan jamur.

Penyebab utama kebutaan dan gangguan penglihatan di dunia adalah

pembentukan parut akibat ulserasi kornea. Kebanyakan gangguan penglihatan ini

dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini dan

diobat secara memadai. Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat

dan cepat untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi seperti

descemetocele, perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang sembuh

akan menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan penyebab kebutaan nomor dua

di Indonesia.

Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena

jaringan kornea bersifat avaskuler. Penyembuhan yang lama mungkin juga

dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila ketaatan penggunaan

obat terjadi pada penggunaan antibiotik maka dapat menimbulkan masalah baru, yaitu

resistensi.

Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis yang baik, sedangkan

kausanya atau penyebabnya ditegakkan berdasarkan pemeriksaan mikroskopik dan

kultur. Pemeriksaaan laboratorium sangat berguna untuk membantu membuat

diagnosis kausa.

Tujuan penatalaksanaan ulkus kornea adalah eradikasi penyebab dari ulkus

kornea, menekan reaksi peradangan sehingga tidak memperberat destruksi pada

kornea, mempercepat penyembuhan defek epitel, mengatasi komplikasi, serta

memperbaiki tajam penglihatan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pemberian

1

terapi yang tepat dan cepat sesuai dengan kultur serta hasil uji sensitivitas

mikroorganisme penyebab. Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat

keparahan dan cepat lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme

penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi yang timbul.

2

II. LAPORAN KASUS

II.1. IDENTIFIKASI

Nama : Astinah

Umur : 32 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Bangsa : Indonesia

Pekerjaan : Petani Karet

Alamat : Jl. Raya Tambangan Kecamatan Rambang Kuang

MRS : 28 Desember 2007

II.2. ANAMNESIS (autoanamnesis, 30 Desember 2007)

Keluhan Utama:

± Mata kiri nyeri sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Perjalanan Penyakit:

± 4 hari sebelum masuk rumah sakit mata kiri penderita terkena pukul lateks,

kemudian mata kiri penderita kemasukan serbuk pohon karet, mata menjad

merah, nyeri, pandangan silau dan berair-air. Keluhan penderita tidak disertai

adanya sakit kepala, muntah, ataupun demam.

± 6 jam setelah kejadian mata kiri penderita mulai kabur, mata penderita

semakin bertambah nyeri, silau, serta bertambah merah dan berair-air.

Penderita juga mengeluh nyeri pada kelopak mata dan sukar membuka mata.

Nyeri pada mata kiri dirasakan terus menerus, nyeri tidak bertambah hebat

bila penderita di ruang gelap atau setelah minum banyak. Keluhan ini tidak

disertai adanya sakit kepala, muntah, ataupun demam.

± 2 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita mengeluh tampak warna

keputihan pada mata kiri dengan ukuran sebesar bagian hitam tengah bola

3

mata, penglihatan makin kabur serta mata bertambah nyeri. Penderita lalu

berobat ke puskesmas dan diberi obat tetes mata (chloramphenicol tetes mata)

dan obat makan amoksilin lalu mata kiri ditutup perban, tetapi penderita tidak

merasakan adanya perubahan. Penderita kemudian berobat ke RSMH bagian

poliklinik mata..

Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat memakai kacamata disangkal.

Riwayat mata merah sebelumnya disangkal.

Riwayat penglihatan kabur sebelumnya disangkal.

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga:

Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal

Status Gizi :

Habitus : athleticus

Berat Badan : 55 kg

Tinggi Badan : 160 cm

RBW : 92,59% (normoweight)

Status Ekonomi:

Cukup

II.3. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum : tampak sakit

Keadaan sakit : sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

4

Nadi : 84 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Pernafasan : 20 x/menit tipe abdomino-torakal

Suhu : 37oC

Status Oftalmologikus

OD OS

Visus 6/6 F2 PH 6/6 1/~ PSB

TIO 9/7,5 Tidak dilakukan

KBM Simetris

GBM

Segmen Anterior

- Alis mata

- Kelopak atas

- Kelopak bawah

- Bulu mata

- Konjungtiva tarsal atas

- Konjungtiva tarsal bawah

- Konjungtiva bulbi

- Kornea

Tenang

Tenang

Tenang

Tenang

Tenang

Tenang

Tenang

Jernih

Tenang

Edema, blepharospasme

Edema, blepharospasme

Tenang

Hiperemis

Hiperemis

Mixed injeksi (+),

Ulkus (+) ukuran

10mm, sentral, tepi tidak

rata, berbatas tegas,

5

- BMD

- Iris

- Pupil

- Lensa

Sedang, jernih

Gambaran baik

Bulat, central, refleks

cahaya (+)

Jernih

descemetocele (-),

perforasi (-), warna putih

kekuningan,

sensibilitas menurun,

FT(+), lesi satelit (-)

Hipopion <1/3 BMD

dengan gambaran tidak

sejajar

Detail sulit dinilai

Detail sulit dinilai

Detail sulit dinilai

Segmen Posterior

- Refleks fundus

- Papil

- Makula

- Retina

RFOD (+)

Bulat, batas tegas,

warna merah normal,

c/d 0,3 , a:v = 2:3

Refleks cahaya (+)

Kontur pembuluh darah

baik

Tidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai

II.4 DIAGNOSIS KERJA

Ulkus kornea sentral cum hipopion ocular sinistra et causa suspek jamur

II.5 DIAGNOSIS BANDING

Ulkus kornea sentral cum hipopion ocular sinistra et causa suspek bakteri

6

II.6 PENATALAKSANAAN

- Irigasi RL - Povidon Iodine 0,5% 2 x 1

- Pewarnaan Gram dan KOH dengan bahan pemeriksaan kerokan kornea

- Kultur resistensi dengan bahan pemeriksaan kerokan kornea

- Gentamisin ED gtt I/jam OS

- Natamisin ED gtt I/jam OS

- Cefotaksim 2x1 gr iv

- Sulfas Atropin 1% 2 x gtt I OS

- Asam Mefenamat 3x500 mg

- Cen Fresh ED gtt I/jam OS

- Vitamin C tablet 2x500 mg

- Pro USG

- Pro keratoplasti

II.7 PROGNOSIS

Quo ad vitam : bonam

Quo ad functionam : dubia ad malam

II.8 FOLLOW UP

Sabtu, 29 Desember 2007 OD OS

Visus 6/6 1/~ PSB

TIO 8/7,5 T = N

7

KBM Simetris

GBM

Segmen Anterior

- Alis mata

- Kelopak atas

- Kelopak bawah

- Bulu mata

- Konjungtiva tarsal atas

- Konjungtiva tarsal bawah

- Konjungtiva bulbi

- Kornea

- BMD

- Iris

- Pupil

- Lensa

Tenang

Tenang

Tenang

Tenang

Tenang

Tenang

Tenang

Jernih

Sedang, jernih

Gambaran baik

Bulat, central, refleks

cahaya (+)

Jernih

Tenang

Blepharospasme

Blepharospasme

Tenang

Hiperemis

Hiperemis

Mixed injeksi (+)

Ulkus (+) ukuran 8 mm,

sentral, tepi tidak rata,

berbatas tegas,

descemetocele (-),

perforasi (-), warna putih

kekuningan,

sensibilitas menurun, lesi

satelit (-)

Hipopion <1/3 BMD

dengan gambaran tidak

sejajar

Detail sulit dinilai

Detail sulit dinilai

Detail sulit dinilai

8

Segmen Posterior

- Refleks fundus

- Papil

- Makula

- Retina

RFOD (+)

Bulat, batas tegas,

warna merah normal,

c/d 0,3 , a:v = 2:3

Refleks cahaya (+)

Kontur pembuluh darah

baik

Tidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai

DIAGNOSIS KERJA

Ulkus kornea sentral cum hipopion ocular sinistra et causa suspek jamur

DIAGNOSIS BANDING

Ulkus kornea sentral cum hipopion ocular sinistra et causa suspek bakteri

RENCANA PEMERIKSAAN

Pro USG OS

PENATALAKSANAAN

- Irigasi RL - Povidon Iodine 0,5% 2 x 1

- Tobramisin ED gtt I/jam OS

- Diflucan ED 8x1 OS

- Cefotaksim 2x1 gr iv hari ke II

- Sulfas Atropin 1% 2 x gtt I OS

- Asam Mefenamat 3x500 mg

- Cen Fresh ED gtt I/jam OS

- Vitamin C tablet 2x500 mg

FOLLOW UP

9

Minggu, 30 Desember 2007

OD OS

Visus 6/6 1/~ PSB

TIO 8/7,5 T = N

KBM Simetris

GBM

Segmen Anterior

- Alis mata

- Kelopak atas

- Kelopak bawah

- Bulu mata

- Konjungtiva tarsal atas

- Konjungtiva tarsal bawah

- Konjungtiva bulbi

- Kornea

Tenang

Tenang

Tenang

Tenang

Tenang

Tenang

Tenang

Jernih

Tenang

Blepharospasme

Blepharospasme

Tenang

Hiperemis

Hiperemis

Mixed injeksi (+),

sekret (+)

Ulkus (+) ukuran 8 mm,

sentral, kotor, tepi tidak

rata, berbatas tegas,

descemetocele (-),

perforasi (-), warna putih

kekuningan,

10

- BMD

- Iris

- Pupil

- Lensa

Sedang, jernih

Gambaran baik

Bulat, central, refleks

cahaya (+)

Jernih

sensibilitas menurun, lesi

satelit (-)

Hipopion <1/3 BMD

dengan gambaran tidak

sejajar

Detail sulit dinilai

Detail sulit dinilai

Detail sulit dinilai

Segmen Posterior

- Refleks fundus

- Papil

- Makula

- Retina

RFOD (+)

Bulat, batas tegas,

warna merah normal,

c/d 0,3 , a:v = 2:3

Refleks cahaya (+)

Kontur pembuluh darah

baik

Tidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai

DIAGNOSIS KERJA

Ulkus kornea sentral cum hipopion ocular sinistra et causa suspek jamur dan

bakteri

RENCANA PEMERIKSAAN

Pro USG OS

PENATALAKSANAAN

- Irigasi RL - Povidon Iodine 0,5% 2 x 1

- Tobramisin ED 8x1 OS

- Diflucan ED 8x1 OS

11

- Diflucan SC 0,5 cc OS (3 hari)

- Cefotaksim 2x1 gr iv hari ke III

- Sulfas Atropin 1% 2 x gtt I OS

- Asam Mefenamat 3x500 mg

- Cen Fresh ED gtt I/jam OS

- Ranitidin 2x150 mg

- Vitamin C tablet 2x500 mg

FOLLOW UP

Senin, 31 Desember 2007

OD OS

Visus 6/6 1/~ PSB

TIO 8/7,5 T = N

KBM Simetris

GBM

Segmen Anterior

- Alis mata

- Kelopak atas

- Kelopak bawah

- Bulu mata

- Konjungtiva tarsal atas

Tenang

Tenang

Tenang

Tenang

Tenang

Tenang

Blepharospasme

Blepharospasme

Tenang

Hiperemis

12

- Konjungtiva tarsal bawah

- Konjungtiva bulbi

- Kornea

- BMD

- Iris

- Pupil

- Lensa

Tenang

Tenang

Jernih

Sedang, jernih

Gambaran baik

Bulat, central, refleks

cahaya (+)

Jernih

Hiperemis

Mixed injeksi (+),

sekret (+)

Ulkus (+) ukuran 8 mm,

sentral, kotor, tepi tidak

rata, berbatas tegas,

descemetocele (-),

perforasi (-), warna putih

kekuningan,

sensibilitas menurun, lesi

satelit (-)

Hipopion <1/3 BMD

dengan gambaran tidak

sejajar

Detail sulit dinilai

Detail sulit dinilai

Detail sulit dinilai

Segmen Posterior

- Refleks fundus

- Papil

- Makula

- Retina

RFOD (+)

Bulat, batas tegas,

warna merah normal,

c/d 0,3 , a:v = 2:3

Refleks cahaya (+)

Kontur pembuluh darah

baik

Tidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai

13

DIAGNOSIS KERJA

Ulkus kornea sentral cum hipopion ocular sinistra et causa suspek jamur dan

bakteri

RENCANA PEMERIKSAAN

Pro USG OS

PENATALAKSANAAN

- Irigasi RL - Povidon Iodine 0,5% 2 x 1

- Tobramisin ED 8x1 OS

- Diflucan ED 8x1 OS

- Diflucan SC 0,5 cc OS (3 hari)

- Cefotaksim 2x1 gr iv hari ke IV

- Sulfas Atropin 1% 2 x gtt I OS

- Asam Mefenamat 3x500 mg

- Cen Fresh ED gtt I/jam OS

- Ranitidin 2x150 mg

- Vitamin C tablet 2x500 mg

FOLLOW UP

Selasa, 01 Januari 2008

OD OS

Visus 6/6 1/~ PSB

TIO 8/7,5 T = N

14

KBM Simetris

GBM

Segmen Anterior

- Alis mata

- Kelopak atas

- Kelopak bawah

- Bulu mata

- Konjungtiva tarsal atas

- Konjungtiva tarsal bawah

- Konjungtiva bulbi

- Kornea

- BMD

- Iris

- Pupil

- Lensa

Tenang

Tenang

Tenang

Tenang

Tenang

Tenang

Tenang

Jernih

Sedang, jernih

Gambaran baik

Bulat, central, refleks

cahaya (+)

Jernih

Tenang

Blepharospasme

Blepharospasme

Tenang

Hiperemis

Hiperemis

Mixed injeksi (+),

sekret (+)

Ulkus (+) ukuran 8 mm,

sentral, kotor, tepi tidak

rata, berbatas tegas,

descemetocele (-),

perforasi (-), warna putih

kekuningan,

sensibilitas menurun, lesi

satelit (-)

Hipopion <1/3 BMD

dengan gambaran tidak

sejajar

Detail sulit dinilai

Detail sulit dinilai

Detail sulit dinilai

15

Segmen Posterior

- Refleks fundus

- Papil

- Makula

- Retina

RFOD (+)

Bulat, batas tegas,

warna merah normal,

c/d 0,3 , a:v = 2:3

Refleks cahaya (+)

Kontur pembuluh darah

baik

Tidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai

DIAGNOSIS KERJA

Ulkus kornea sentral cum hipopion ocular sinistra et causa suspek jamur dan

bakteri

RENCANA PEMERIKSAAN

Pro USG OS

PENATALAKSANAAN

- Irigasi RL - Povidon Iodine 0,5% 2 x 1

- Tobramisin ED 8x1 OS

- Diflucan ED 8x1 OS

- Diflucan SC 15 cc OS (3 hari)

- Cefotaksim 2x1 gr iv hari ke V

- Sulfas Atropin 1% 2 x gtt I OS

- Asam Mefenamat 3x500 mg

- Cen Fresh ED gtt I/jam OS

- Ranitidin 2x150 mg

- Vitamin C tablet 2x500 mg

16

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Definisi

Ulkus Kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya

infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea dapat

terjadi dari epitel sampai stroma.

Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat

kematian jaringan kornea. Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang

tepat dan cepat uuntuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi seperti

desmetokel, perforasi, endoftalmitis.

III.2 Etiologi

Penyakit kornea adalah penyakit mata yang serius karena menyebabkan

gangguan tajam penglihatan, bahkan dapat menyebabkan kebutaan. Ulkus kornea

merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea.

Ulkus biasanya terbentuk akibat; infeksi oleh bakteri (misalnya stafilokokus,

pseudomonas, atau pneumokokus), jamur virus (misalnya herpes) atau protozoa

akantamuba, selain itu ulkus kornea disebabkan reaksi toksik, degenerasi, alergi dan

penyakit kolagen vaskuler. Kekurangan vitamin A atau protein, mata kering (karena

kelopak mata tidak menutup secara sempurna dan melembabkan kornea).

Faktor resiko terbentuknya antara lain adalah cedera mata, ada benda asing di

mata, dan iritasi akibat lensa kontak.

III.3 Patofisiologi

Bila pertahanan normal pada mata seperti epitel kornea mengalami gangguan,

resiko terjadinya infeksi sangat tinggi. Penyebab yang mungkin seperti trauma

langsung pada kornea, penyakit alis mata yang kronis, abnormalitas tear film yang

17

mengganggu keseimbangan permukaan bola mata dan trauma hipoksia akibat

pemakaian lensa kontak.

Koloni bakteri patologi pada lapisan kornea bersifat antigen dan akan

melepaskan enzim dan toksin. Hal ini akan mengaktifkan reaksi antigen antibodi

yang mengawali proses inflamasi. Sel-sel PMN pada kornea akan membentuk

infiltrat. PMN berfungsi memfagosit bakteri. Lapisan kolagen stroma dihancurkan

oleh bakteri dan enzim leukosit dan proses degradasi berlanjut meliputi nekrosis dan

penipisan. Karena penipisan lapisan ini, dapat terjadi perforasi menyebabkan

endoftalmitis. Bila kornea telah sembuh, dapat timbul jaringan sikatrik yang

menyebabkan penurunan tajam penglihatan. Bakteri gram positif lebih banyak

menjadi penyebab infeksi bakterialis di dunia bagian selatan. Psaeudomonas

aeruginosa paling banyak ditemukan pada ulkus kornea dan keratitis karena lensa

kontak.

Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak ditentukan oleh adanya

kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang. Dikenal ada 2 bentuk

tukak pada kornea, yaitu sentral dan marginal/perifer.

Tukak kornea sentral disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, dan virus.

Sedangkan perifer umumnya disebabkan oleh reaksi toksik, alergi, autoimun, dan

infeksi. Infeksi pada kornea perifer biasanya disebabkan oleh kuman Stafilokok

aureus, H. influenza, dan M. lacunata. Gambar 1 berikut ini menunjukkan

patofisiologi terjadinya ulkus kornea.

18

aktivasi

hidrolase

Gambar 1. Patofisiologi Terjadinya Ulkus Kornea.

III.4 Jenis

III.4.1 Ulkus Kornea Sentral

Ulkus kornea sentral dapat disebabkan oleh pseudomonas, streptococcus,

pneumonia, virus, jamur, dan alergi. Pengobatan ulkus kornea secara umum adalah

dengan pemberian antibiotika yang sesuai dan sikloplegik. Pembentukan parut

akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan dan gangguan penglihatan di

seluruh dunia. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya

bila diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai.

19

Reaksi homograft, Herpes stroma, dan auto-immune

keratitis

Trauma kimia dan

kalor, infeksi bakteri,

dan defisiensi nutrisi

Ag: Ab kompleks Aktivasi Komplemen Denaturasi Jaringan

DESTRUKSI KOLAGEN DAN PROTEOGLIKAN

Pelepasan Enzim Lisosom(kolagenase dan hidrolase lainnya

Kemotaksis Leukosit

EPITELIUM & KERATOCIT

Ulserasi supuratif sentral dahulu hanya disebabkan oleh S pneumonia. Tetapi akhir-

akhir ini sebagai akibat luasnya penggunaan obat-obat sistemik dan lokal (sekurang-

kurangnya di negara-negara maju), bakteri, fungi, dan virus opurtunistik cenderung

lebih banyak menjadi penyebab ulkus kornea daripada S pneumonia.

Ulkus kornea sentral dengan hipopion

Ulkus sentral biasanya merupakan ulkus infeksi akibat kerusakan pada epitel.

Lesi terletek di sentral, jauh dari limbus vaskuler. Hipopion biasanya (tidak selalu)

menyertai ulkus. Hipopion adalah pengumpulan sel-sel radang yang tampak sebagai

lapis pucat di bagian bawah kamera anterior dan khas untuk ulkus sentral kornea

bakteri dan fungi. Meskipun hipopion itu steril pada ulkus kornea bakteri, kecuali

terjadi robekan pada membran descemet, pada ulkus fungi lesi ini mungkin

mengandung unsur fungi.

Ulkus Kornea Bakterialis

Ulkus kornea yang khas biasanya terjadi pada orang dewasa yang bekerja di

bidang konstruksi, industri, atau pertanian yang memungkinkan terjadinya cedera

mata. Terjadinya ulkus biasanya karena benda asing yang masuk ke mata, atau karena

erosi epitel kornea. Dengan adanya defek epitel, dapat terjadi ulkus kornea yang

disebabkan oleh mikroorganisme patogen yang terdapat pada konjungtiva atau di

dalam kantong lakrimal. Banyak jenis ulkus kornea bakteri mirip satu sama lain dan

hanya bervariasi dalam beratnya penyakit. Ini terutama berlaku untuk ulkus yang

20

disebabkan bakteri oportunitik (misalnya Streptococcus alfa-hemolyticus,

Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Nocardia, dan M fortuitum-

chelonei), yang menimbulkan ulkus indolen yang cenderung menyebar perlahan dan

superficial.

Ulkus sentral yang disebabkan Streptococcus beta-hemolyticus tidak memiliki

ciri khas. Stroma kornea disekitarnya sering menunjukkan infiltrat dan sembab, dan

biasanya terdapat hipopion yang berukuran sedang. Kerokan memperlihatkan kokus

gram (+) dalam bentuk rantai. Obat-obat yang disarankan untuk pengobatan adalah

Cefazolin, Penisillin G, Vancomysin dan Ceftazidime.

Ulkus kornea sentral yang disebabkan Staphylococcus aureus, Staphylococcus

epidermidis, dan Streptococcus alfa-hemolyticus kini lebih sering dijumpai daripada

sebelumnya, banyak diantaranya pada kornea yang telah terbiasa terkena

kortikosteroid topikal. Ulkusnya sering indolen namun dapat disertai hipopion dan

sedikit infiltrat pada kornea sekitar. Ulkus ini sering superficial, dan dasar ulkus

teraba padat saat dilakukan kerokan. Kerokan mengandung kokus gram (+) satu-satu,

berpasangan, atau dalam bentuk rantai. Keratopati kristalina infeksiosa telah

ditemukan pada pasien yang menggunakan kortikosteroid topikal jangka panjang,

penyebab umumnya adalah Streptococcus alfa-hemolyticus.

Ulkus Kornea Fungi

Ulkus kornea fungi, yang pernah banyak dijumpai pada pekerja pertanian, kini

makin banyak diantara penduduk perkotaan, dengan dipakainya obat kortikosteroid

dalam pengobatan mata. Sebelum era kortikosteroid, ulkus kornea fungi hanya timbul

bila stroma kornea kemasukan sangat banyak mikroorganisme. Mata yang belum

terpengaruhi kortikosteroid masih dapat mengatasi masukkan mikroorganisme

sedikit-sedikit.

21

Ulkus kornea akibat jamur (fungi)

Ulkus fungi itu indolen, dengan infiltrate kelabu, sering dengan hipopion,

peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superficial, dan lesi-lesi satelit (umumnya

infiltrat, di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama laserasi). Lesi utama

merupakan plak endotel dengan tepian tidak teratur dibawah lesi kornea utama,

disertai dengan reaksi kamera anterior yang hebat dan abses kornea.

Kebanyakan ulkus fungi disebabkan organisme oportunistik seperti Candida,

Fusarium, Aspergillus, Penicillium, Cephalosporium, dan lain-lain. Tidak ada ciri

khas yang membedakan macam-macam ulkus fungi ini.

Kerokan dari ulkus kornea fungi, kecuali yang disebabkan Candida umumnya

mengandung unsur-unsur hifa; kerokan dari ulkus Candida umumnya mengandung

pseudohifa atau bentuk ragi, yang menampakkan kuncup-kuncup khas.

Ulkus Kornea Virus

A. Keratitis Herpes Simpleks

Keratitis herpes simpleks ada dua bentuk yaitu primer dan rekurens. Keratitis

ini adalah penyebab ulkus kornea paling umum dan penyebab kebutaan kornea paling

umum di Amerika. Bentuk epitelialnya adalah padanan dari herpes labialis yang

memiliki ciri-ciri imunologik dan patologik sama juga perjalanan penyakitnya.

Perbedaan satu-satunya adalah bahwa perjalanan klinik keratitis dapat

berlangsung lama karena stroma kurang vaskuler sehingga menghambat migrasi

limfosit dan makrofag ke tempat lesi. Penyakit stroma dan endotel tadinya diduga

22

hanyalah respons imunologik terhadap partikel virus atau perubahan seluler akibat

virus, namun sekarang makin banyak bukti yang menunjukkan bahwa infeksi virus

aktif dapat timbul di dalam stroma dan mungkin juga sel-sel endotel selain di jaringan

lain dalam segmen anterior seperti iris dan endotel trabekel. Kortikosteroid topikal

dapat mengendalikan respons peradangan yang merusak namun memberi peluang

terjadinya replikasi virus. Jadi setiap kali menggunakan kortikosteroid topikal harus

ditambahkan obat anti virus.

Temuan Klinis

Herpes simpleks primer pada mata jarang ditemukan dan bermanifestasi

sebagai blefarokonjungtivitis vesikuler kadang-kadang mengenai kornea dan

umumnya terdapat pada anak-anak muda. Terapi anti virus topikal dapat dipakai

untuk profilaksis agar kornea tidak terkena dan sebagai terapi untuk penyakit kornea.

Gejala pertama umumnya iritasi, fotofobia dan berair-air. Bila kornea bagian

pusat terkena terjadi sedikit gangguan penglihatan. Lesi paling khas adalah ulus

dendritik. Ini terjadi pada epitel kornea, memiliki bulbus terminalis pada ujungnya.

Ulkus geografik adalah sebentuk penyakit dendritik menahun yang lesi dendritiknya

berbentuk lebih lebar. Tepian ulkus tidak kabur. Sensasi kornea menurun. Lesi

epitelial kornea lain yang dapat ditimbulkan HSV adalah keratitis epitelial “blotchy”,

keratitis stelata dan keratitis filamentosa.

Terapi

Terapi keratitis HSV hendaknya bertujuan menghentikan replikasi virus

didalam kornea sambil memperkecil efek merusak respons radang.

Debridement

Cara efektif mengobati keratitis adalah debridement epitelial karena virus

berlokasi di dalam epitel. Debridement juga mengurangi beban antigenik

virus pada stroma kornea. Debridement dilakukan dengan aplikator

berujung kapas khusus. Obat siklopegik seperti atropin 1% diteteskan ke

23

dalam sakus konjungtiva dan ditutup sedikit dengan tekanan. Pasien harus

diperiksa setiap hari dan diganti penutupnya sampai defek korneanya

sembuh umumnya dalam 72 jam. Pengobatan tambahan dengan anti virus

topikal mempercepat pemulihan epitel.

Terapi Obat

Agen anti virus topikal yang dipakai pada keratitis herpes adalah

idoxuridine, trifluridine, vidarabine dan acyclovir. Replikasi virus dalam

pasien imunokompeten khususnya bila terbatas pada epitel kornea

umumnya sembuh sendiri dan pembentukan parut minimal. Dalam hal ini

penggunaan kortikosteroid topikal tidak perlu bahkan berpotensi sangat

merusak. Penting sekali ditambahkan obat anti virus secukupnya untuk

mengendalikan replikasi virus

Terapi Bedah

Keratoplasi penetrans mungkin diindikasikan untuk rehabilitasi penglihatan

pasien yang mempunyai parut kornea berat namun hendaknya dilakukan

beberapa bulan setelah penyakit herpes non aktif. Pasca bedah infeksi

herpes rekurens dapat timbul karena trauma bedah dan kortikosteroid

topikal yang diperlukan untuk mencegah penolakan transplantasi kornea.

Lensa kontak lunak untuk terapi atau tarsorafi mungkin diperlukan untuk

pemulihan defek epitel yang terdapat pada keratitis herpes simpleks.

B. Keratitis Virus Varicella-Zoster

Infeksi virus varicella-zoster (VZV) terjadi dalam dua bentuk yaitu primer

(varicella) dan rekurens (zoster). Manifestasi pada mata jarang terjadi pada varicella

namun sering pada zoster oftalmik. Berbeda dari keratitis HVS rekurens yang

umumnya hanya mengenai epitel, keratitis VZV mengenai stroma dan uvea anterior

pada awalnya. Lesi epitelnya keruh dan amorf kecuali kadang-kadang ada

pseudodendritlinier yang sedikit mirip dendrit pada keratitis HSV. Kekeruhan stroma

disebabkan oleh edema dan sedikit infiltrat sel yang awalnya hanya subepitel.

24

Kehilangan sensasi kornea selalu merupakan ciri mencolok dan sering berlangsung

berbulan-bulan setelah lesi kornea tampak sembuh. Acyclovir intravena dan oral telah

dipakai dengan hasil baik untuk mengobati herpes zoster oftalmik.

Kortikosteroidtopikal mungkin diperlukan untuk mengobati untuk mengobati keratitis

berat, uveitis dan glaukoma sekunder.

III.4.2 Ulkus Kornea Perifer

Ulkus Dan Infiltrat Marginal

Kebanyakan ulkus kornea marginal bersifat jinak namun sangat sakit. Ulkus

ini timbul akibat konjungtivitis bakteri akut atau menahun khususnya

blefarokonjungtivitis stafilokokus. Ulkus timbul akibat sensitisasi terhadap produk

bakteri, antibodi dari pembuluh limbus bereaksi dengan antigen yang telah berdifusi

melalui epitel kornea. Infiltrat dan ulkus marginal mulai berupa infiltrat linier atau

lonjong terpisah dari limbus oleh interval bening dan hanya pada akhirnya menjadi

ulkus dan mengalami vaskularisasi. Proses ini sembuh sendiri umumnya setelah 7

sampai 10 hari. Terapi terhadap blefaritis umumnya dapat mengatasi masalah ini,

untuk beberapa kasus diperlukan kortikosteroid topikal untuk mempersingkat

perjalanan penyakit dan mengurangi gejala. Sebelum mamekai kortikosteroid perlu

dibedakan keadaan ini yang dulunya dikenal sebagai ulserasi kornea catarrhal dari

keratitis marginal.

Ulkus Mooren

Penyebab ulkus mooren belum diketahui namun diduga autoimun. Ulkus ini

termasuk ulkus marginal. Pada 60-80 kasus unilateral dan ditandai ekstravasi limbus

dan kornea perifer yang sakit dan progresif dan sering berakibat kerusakan mata.

Ulkus mooren paling sering terdapat pada usia tua namun agaknya tidak berhubungan

dengan penyakit sistemik yang sering diderita orang tua. Ulkus ini tidak responsif

terhadap antibiotik maupun kortikosteroid. Belakangan ini telah dilakukan eksisi

konjungtiva limbus melalui bedah dalam usaha untuk menghilangkan substansi

25

perangsang. Keratoplasi tektonik lamelar telah dipakai dengan hasil baik pada kasus

tertentu. Terapi imunosupresif sistemik ada manfaatnya untuk penyakit yang telah

lanjut.

Ulkus kornea marginal dengan penyakit reumatik

II.5 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata.

Pemeriksaan diagnosis yang biasa dilakukan adalah:

Ketajaman penglihatan

Tes refraksi

Pemeriksaan slit-lamp

Keratometri (pengukuran kornea)

Respon refleks pupil

Goresan ulkus untuk analisis atau kultur

Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi

II.6 Pengobatan

Pengobatan pada ulkus korne bertujuan untuk menghalangi hidupnya bakteri

dengan antibiotik dan mengurangi reaksi radang dengan steroid. Ulkus korne adalah

keadaan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis mata agar tidak terjadi

cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan pada ulkus tergantung kepada

26

penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung antibiotik, antivirus atau

anti jamur. Untuk mengurangi peradangan bisa diberikan tetes mata kortikosteroid.

Yang harus diperhatikan dalam terapi ulkus kornea adalah bahwa ulkus

kornea tidak boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu sehingga berfungsi sebagai

inkubator, selain itu debridement juga sangat membantu dalam keberhasilan

penyembuhan. Pengobatan ulkus dihentikan bila sudah terjadi epitelisasi dan mata

terlihat tengan kecuali bila penyebabnya pseudomonas yang memerlukan pengobatan

ditambah 1-2 minggu. Pada ulkus kornea dilakukan keratoplasti atau pembedahan

apabila dengan terapi medikamentosa tidak sembuh, terjadi jaringan parut yang

menganggu penglihatan, penurunan visus yang menganggu pekerjaan penderita,

kelainan kornea yang tidak disertai kelainan ambliopia.

27

IV. ANALISIS KASUS

Seorang perempuan berumur 32 tahun, bekerja sebagai petani karet dengan

tempat tinggal di luar kota. Datang ke RSMH dengan keluhan utama nyeri pada mata

kiri sejak 4 hari SMRS. Penderita juga mengeluhkan penglihatan mata kirinya

semakin kabur, disertai dengan mata yang memerah.

Berdasarkan keluhan utama dari penderita, yaitu adanya penurunan

penglihatan disertai dengan nyeri dan mata merah, maka dapat dipikirkan

kemungkinan adanya ulkus kornea, keratitis, glaukoma akut, uveitis anterior,

endofthalmitis, dan panofthalmitis.

Berdasarkan riwayat perjalanan penyakit, terdapat riwayat trauma pada mata

dan mata penderita yang mengalami trauma tersebut menjadi kabur, merah, nyeri,

berair-air. Penderita juga mengeluh adanya bintik putih pada mata yang mengalami

trauma dua hari kemudian. Diagnosa yang sangat memungkinkan pada kasus ini

adalah ulkus kornea dan keratitis.

Kemungkinan diagnosa glaukoma akut dapat disingkirkan karena pada

penderita ini tidak ada riwayat penurunan penglihatan dengan tiba-tiba dan nyeri

kepala hebat yang menyertainya, ataupun keluhan adanya penglihatan pelangi atau

halo ketika melihat lampu. Selain itu, glaukoma akut biasanya terjadi pada usia lebih

dari 40 tahun.

Kemungkinan uveitis anterior sebagai diagnosa utama pada pasien ini juga

dapat disingkirkan karena pada penderita ini ditemukan adanya infiltrat dan gambaran

tukak di kornea yang menunjukkan bahwa ini adalah bukan suatu murni uveitis

anterior. Kelainan pada kornea seperti ini menunjukkan adanya suatu inflamasi dan

infeksi pada kornea. Kemungkinan uveitis anterior sebagai komplikasi diagnosa

utama dapat dipertimbangkan karena infeksi pada kornea dapat menyebar ke uvea

anterior. Adanya hipopion pada mata kiri penderita ini menunjukkan terjadi

peradangan pada uvea anterior yaitu badan silier dan iris.

28

Kemungkinan terjadinya endofthalmitis dapat dipertimbangkan karena

terdapat faktor penyebab yaitu tukak pada kornea, akan tetapi menjadikan

endofthalmitis sebagai diagnosa utama dan pasti tidak dapat dilakukan karena segmen

posterior tidak dapat dinilai. Selain itu, biasanya endofthalmitis ditandai dengan

demam.

Kemungkinan diagnosa panofthalmitis juga dapat disingkirkan karena pada

penderita ini tidak ditemukan gejala-gejala panothalmitis seperti nyeri pada

pergerakan bola mata, bola mata yang menonjol (eksoftalmos), dan penderita yang

kelihatan sakit, menggigil, demam, ataupun sakit kepala berat. Selain itu, diagnosa

pasti panofthalmitis tidak dapat ditegakkan karena segmen posterior tidak dapat

dinilai.

Diagnosa yang sangat memungkinkan pada kasus ini adalah ulkus kornea dan

keratitis. Diagnosa keratitis dapat disingkirkan karena pada penderita ini bukan hanya

terdapat infiltrasi sel radang pada kornea yang ditandai oleh kekeruhan pada kornea

akan tetapi terdapat juga gambaran tukak pada kornea.

Diagnosa ulkus kornea ini dapat ditegakkan karena ditemukan adanya

penurunan visus disertai dengan mata yang merah, silau, berair, dan adanya secret.

Adanya riwayat trauma sebelumnya, semakin memperjelas kemungkinan suatu ulkus.

Pada pemeriksaan oftalmologis, ditemukan adanya mix injeksi serta ulkus ukuran

diameter 10 mm.

Untuk menentukan penyebab dari ulkus, maka dapat dilihat dari pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan fisik, letak ulkus yang sentral

mengandung sekret kental dengan dasar yang keruh, memberikan kemungkinan

penyebabnya adalah proses infeksi oleh bakteri atau jamur. Karena itu dilakukan

pemeriksaan mikroskopik dari kerokan kornea dengan cara screeping dan dengan

KOH 10%.

Pada waktu hasil screeping belum keluarpun, telah diberikan antifungi

Natamisin. Pemberian antifungi ini untuk mengobati dan mencegah terjadinya infeksi

yang lebih luas. Karena kemungkinan terjadinya ulkus yang disebabkan jamur yang

29

menyebabkan kerusakan yang hebat dan cepat pada mata dapat saja terjadi.

Pemberian antibakteri spektrum luas juga dilakukan karena mungkin saja infeksi

disebabkan oleh bakteri. Gentamisin lebih ditujukan untuk bakteri gram negatif dan

Cefotaksim lebih ditujukan untuk bakteri gram positif. Pengobatan dengan antibiotik

atau antifungi selanjutnya sesuai dengan hasil kultur.

Penatalaksanaan pada pasien ini adalah irigasi dengan RL dan Povidon Iodine

0,5% dengan tujuan untuk membersihkan mata dari sekret dan kotoran mata dan

benda asing. Obat lain yang diberikan adalah natamisin sebagai antifungi, gentamisin

dan cefotaksim sebagai antibakteri dan asam mefenamat untuk mengurangi rasa

nyeri. Sulfas Atropin 1% dimaksudkan untuk menekan peradangan dan untuk

melepaskan dan mencegah terjadinya sinekia anterior, karena sulfas atropin memiliki

efek sikloplegik yang menyebabkan pupil midriasis, sehingga mencegah perlengkatan

iris pada kornea. Cen fresh diberikan sebagai air mata buatan agar terjadi penyerapan

obat tetes mata dengan baik. Vitamin C diberikan untuk reepitelisasi kornea. USG

dilakukan untuk mengetahui keadaan corpus vitreus karena funduskopi tidak dapat

dilakukan akibat kekeruhan pada kornea. Kekeruhan korpus vitreus berupa abses

menunjukkan telah terjadi endothalmitis atau panofthalmitis. Keratoplasti dilakukan

setelah kornea steril dan tanda-tanda inflamasi menghilang.

Prognosis penderita ini, quo ad vitam bonam, karena tanda-tanda vitalnya

masih dalam batas normal, sedangkan quo ad functionam dubia ad malam karena

walaupun dengan pengobatan yang tepat dan teratur ulkusnya dapat sembuh, namun

meninggalkan bekas berupa sikatrik yang dapat menimbulkan gangguan tajam

penglihatan.

30

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Opthalmology. External Disease and Cornea. Section

11. San Fransisco: MD Association, 2005-2006

2. Ilyas, S. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FK

UI; 2002.

3. Ilyas, S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FK UI,

Jakarta;2005.

4. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14.

Jakarta: Widya Medika, 2000.

5. Wijaya N. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 1983.

31