Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
FAKULTAS HUKUM
Terakreditasi berdasarkan Keputusan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi
Nomor : 429/SK/BAN-PT/Akred/S/XI/2014
TINJAUAN TENTANG TUJUAN, JENIS, DAN MANFAAT STABILIZATION
CLAUSE DALAM PERJANJIAN INVESTASI ASING ANTARA NEGARA
TUAN RUMAH DENGAN INVESTOR ASING DALAM KAITANNYA
DENGAN RESOLUSI PBB TENTANG PERMANENT SOVEREIGNTY OVER
NATURAL RESOURCES
OLEH
Irene Theodora Simatupang
NPM : 2013200134
PEMBIMBING
Anna Fidelia Elly Erawaty, S.H., Ph.D., LL.M.
Penulisan Hukum
Disusun Sebagai Salah Satu Kelengkapan
Untuk Menyelesaikan Program Pendidikan Sarjana
Program Studi Ilmu Hukum
Bandung
2017
Disetujui Untuk Diajukan Dalam Sidang
Ujian Penulisan Hukum Fakultas Hukum
Universitas Katolik Parahyangan
Pembimbing,
Anna Fidelia Elly Erawaty, S.H., Ph.D., LL.M
Dekan,
Dr. Tristam P. Moeliono,S.H.,M.H.,LL.M.
PERNYATAAN INTEGRITAS AKADEMIK
Dalam rangka mewujudkan nilai-nilai ideal dan standar mutu akdemik yang
setinggi-tingginya, maka Saya, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Katolik
Parahyangan yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Irene Theodora Simatupang
NPM : 2013200134
Dengan ini menyatakan dengan penuh kejujuran dan dengan kesungguhan hati
dan pikiran, bahwa karya ilmiah / karya penulisan yang berjudul:
“TINJAUAN TENTANG TUJUAN, JENIS, DAN MANFAAT
STABILIZATION CLAUSE DALAM PERJANJIAN INVESTASI ASING
ANTARA NEGARA TUAN RUMAH DENGAN INVESTOR ASING
DALAM KAITANNYA DENGAN RESOLUSI PBB TENTANG
PERMANENT SOVEREIGNTY OVER NATURAL RESOURCES”
adalah sunggguh-sungguh merupakan Karya Ilmiah / Karya Penulisan Hukum
yang telah Saya susun dan selesaikan atas dasar upaya, kemampuan dan
pengetahuan akademik Saya pribadi, dan sekurang-kurangnya tidak dibuat
melalui dan atau mengandung hasil dari tindakan-tindakan yang:
a. secara tidak jujur dan secara langsung atau tidak langsung melanggar hak-hak atas
kekayaan intelektual orang lain, dan atau
b. dari segi akademik dapat dianggap tidak jujur dan melanggar nilai-nilai integritas
akademik dan itikad baik;
Seandainya di kemudian hari ternyata Saya telah menyalahi dan atau melanggar
pernyataan Saya di atas maka Saya sanggup untuk menerima akibat-akibat dan
atau sanksi-sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku di lingkungan
Universitas Katolik Parahyangan dan atau peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pernyataan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan kesukarelaan, tanpa
paksaan dalam bentuk apapun juga.
Bandung, 14 Desember 2017
Mahasiswa Penyusun Karya Ilmiah / Karya Penulisan Hukum
Nama : Irene Theodora Simatupang
NPM : 2013200134
i
ABSTRAK
Stabilization clause merupakan sebuah klausul yang digunakan untuk menjadi
jaminan bagi investor dalam perjanjian investasi asing. Klausul ini digunakan
dalam rangka mempertahankan hukum dari host state yang diberlakukan pada
saat perjanjian investasi itu disepakati dan menjamin bahwa perubahan
terhadap hukum yang ada di kemudian hari tidak akan diberlakukan terhadap
perjanjian investasi tersebut. Namun, penggunaan stabilization clause dianggap
telah membatasi kewenangan negara berdasarkan prinsip permanent
sovereignty over natural resources. Kewenangan negara dibatasi dalam
membuat dan mengubah hukum atau kebijakan yang baru untuk penggunaan
dan pengelolaan sumber daya alam – termasuk membuat atau mengubah hukum
atau kebijakan yang baru berkenaan dengan investasi yang dibutuhkan untuk
penggunaan dan pengelolaan sumber daya alam tersebut.
Kata kunci: Perjanjian Investasi Asing, Stabilization Clause, Prinsip Permanent
Sovereignty Over Natural Resources.
ii
KATA PENGANTAR
Pertama-tama penulis ingin mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang
Maha Esa atas segala pertolongan dan pemeliharaan-Nya sehigga skripsi dengan judul
“Tinjauan Tentang Tujuan, Jenis, dan Manfaat Stabilization Clause dalam Perjanjian
Investasi Asing antara Negara Tuan Rumah dengan Investor Asing dalam Kaitannya
dengan Resolusi PBB tentang Permanent Sovereignty Over Natural Resources” ini
dapat selesai. Mulai dari penulis mengikuti pelatihan untuk penulisan hukum,
bimbingan untuk seminar judul penulisan hukum, bimbingan untuk skripsi, hingga
akhirnya sidang.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna dan
terbilang cukup sederhana, serta masih banyak kekurangannya. Penulis
mengharapkan kritik dan saran guna membangun dan memperbaiki skripsi ini.
Selesainya skripsi ini penulis sadari tidak lepas dari bantuan dan dukungan
semua pihak yang telah mendukung penulis selama ini. Tidak lepas dari
kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Papa, mama, Kak Dorothy, dan Valerie yang selalu memberi dukungan
dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Elly selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing
penulis. Mulai dari menanyakan perkembangan penulisan skripsi penulis,
mengingatkan penulis, memberi kritik dan saran terhadap penulisan
skripsi penulis. Terima kasih juga untuk apa yang sudah Ibu ajarkan
selama di kelas, baik itu materi mata kuliah dan juga nasihat-nasihat
yang sering Ibu berikan kepada mahasiswa.
3. Bapak Bayu dan Ibu Ida selaku dosen penguji sidang skripsi penulis yang
banyak memberi masukan dan saran untuk skripsi saya.
4. Uga, Tika, Tizia, Yasmine, Karen, Avi, Elvira, Nino, Monang, Derin,
Jodie, Shavril, Aziz, Ojan dan teman-teman angkatan 2013 lainnya, serta
Papoy Galang yang telah menjadi teman-teman dan senior untuk berbagi
cerita, baik itu senang dan sedih selama kehidupan kampus penulis.
Terima kasih untuk support yang diberikan selama ini.
iii
5. Teman-teman Pemuda GRII Bandung serta Bapak dan Ibu Jemaat GRII
Bandung. Penulis berterima kasih kepada Tuhan karena memberikan
penulis kesempatan untuk bertumbuh bersama-sama dengan teman-
teman Pemuda dan jemaat gereja ini.
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1. LATAR BELAKANG ................................................................................................... 1
2. RUMUSAN MASALAH ............................................................................................... 9
3. TUJUAN PENULISAN ................................................................................................. 9
4. METODE PENELITIAN ............................................................................................... 10
5. SISTEMATIKA PENULISAN ...................................................................................... 11
BAB II PERJANJIAN INVESTASI ASING ................................................................. 12
1. JENIS-JENIS PERJANJIAN INVESTASI ASING ...................................................... 12
1.1. International Agreement on Investment .................................................................. 12
a. Perjanjian Investasi Multilateral (Multilateral Agreements) .............................. 12
b. Perjanjian Investasi Regional (Regional Agreements) ....................................... 13
c. Perjanjian Bilateral (Bilateral Investment Treaty) .............................................. 13
d. State Contract ...................................................................................................... 14
2. SEJARAH SINGKAT PERKEMBANGAN PERJANJIAN INVESTASI
ASING ................................................................................................................................ 15
2.1. Masa Kolonial – Perang Dunia II ........................................................................... 15
2.2. Masa setelah Perang Dunia II – Akhir Abad 20 ..................................................... 17
2.3. Masa Akhir Abad ke-20 – Sekarang ...................................................................... 19
3. PERBEDAAN ANTARA BILATERAL INVESTMENT TREATIES (BITS)
DENGAN STATE CONTRACTS ......................................................................................... 23
BAB III STABILIZATION CLAUSE…………………………….... ............................... 25
1. PENDAHULUAN .......................................................................................................... 25
2. PENGERTIAN STABILIZATION CLAUSE ................................................................... 26
3. JENIS-JENIS STABILIZATION CLAUSE ...................................................................... 28
3.1. Freezing Clauses ..................................................................................................... 29
v
3.2. Economic Equilibrium Clauses ............................................................................... 30
3.3. Hybrid Stabilization Clauses ................................................................................... 32
4. ALASAN, TUJUAN, DAN MANFAAT STABILIZATION CLAUSE ........................... 33
BAB IV TINJAUAN TERHADAP STABILIZATION CLAUSE .................................. 37
1. PRO DAN KONTRA PENGGUNAAN STABILIZATION CLAUSE DALAM
PERJANJIAN INVESTASI ASING .................................................................................. 37
2. KEPUTUSAN ARBITRASE YANG BERKAITAN DENGAN
STABILIZATION CLAUSE ................................................................................................. 41
3. HUBUNGAN STABILIZATION CLAUSE DENGAN KEWENANGAN
NEGARA BERDASARKAN PRINSIP PERMANENT SOVEREIGNTY OVER
NATURAL RESOURCES .................................................................................................... 43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 52
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 59
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam tulisan ini saya membahas tentang permasalahan
stabilization clause dalam perjanjian investasi antara investor asing
dengan negara tempat investasi (host state). Ketika ingin mengembangkan
usahanya, khususnya mengembangkan usaha ke pasar internasional,
pelaku usaha dapat melakukan beberapa cara. Salah satu cara yang dapat
dilakukan adalah dengan melakukan investasi. Investasi dapat dilakukan
secara langsung dan tidak langsung. Tulisan ini membahas secara khusus
tentang investasi yang dilakukan secara langsung. Investasi secara
langsung dilakukan dengan menanamkan modal dalam bentuk badan
usaha dan menjalankan proyek bisnis. Pihak investor akan memegang
kendali penuh atas badan usaha dan proyek bisnis yang bersangkutan.1
Salah satu cara untuk investasi asing masuk secara langsung adalah
dengan melakukan perjanjian dengan negara yang bersangkutan. 2
Perjanjian tersebut biasanya disebut perjanjian investasi asing atau foreign
investment agreement, atau lebih sering disingkat menjadi investment
agreement. Perjanjian investasi asing atau investment agreement adalah
perjanjian antara investor asing dengan host state yang mengatur tentang
penanaman modal asing atau investasi asing yang akan dilakukan investor
asing di negara lain tempat investasi (host state). Perjanjian ini berbeda
dengan Bilateral Investment Treaty (BIT). Meskipun dalam BIT juga
diatur tentang penanaman modal asing di host state – seperti dalam
perjanjian investasi asing – dan perlindungan terhadap investasi asing
(misalnya perlindungan yang diberikan melalui fair and equitable
1 Dr. AF. Elly Erawaty, S. H., LL. M., Diktat Hukum Ekonomi Bab 10, hal. 1 (Vol I, Agustus
2016). 2 UNCTAD, State Contracts 1 (UNCTAD Series on issues in international investment agreements,
2004).
2
treatment, national treatment, dan sebagainya)3, tetapi para pihak yang
membuat BIT berbeda, yakni antara negara dengan negara. Di dalam
investment agreement para pihak yang mengadakan perjanjian adalah host
state langsung dengan investor asing yang akan menanamkan modalnya di
negara tersebut.
Contoh dari perjanjian investasi asing seperti ini adalah perjanjian
investasi yang diadakan antara PT Newmont Nusa Tenggara (sekarang
telah diakusisi sahamnya oleh perusahaan nasional menjadi PT Amman
Mineral Nusa Tenggara) yang mayoritas sahamnya dipegang oleh Nusa
Tenggara Partnership BV – entitas Belanda – dengan Indonesia sebagai
negara tempat investasi. Berbeda dengan BIT, para pihak yang
mengadakan perjanjian adalah negara tempat investasi (host state) dengan
negara asal investor yang akan menanamkan investasi (home state). 4
Kedua belah negara yang membuat BIT saling berperan baik sebagai host
state maupun home state. Contoh dari BIT adalah BIT yang diadakan
antara Indonesia dengan Belanda tahun 1994. Keduanya merupakan
entitas negara dan dapat menjadi tempat investasi maupun tempat asal
investor asing.
Di dalam perjanjian investasi asing antara investor asing dengan
host state terdapat klausul-klausul yang mengatur tentang perlindungan
yang diberikan terhadap investasi yang ditanamkan oleh investor asing.
Selain dengan klausul-klausul khusus, perlindungan terhadap investasi
asing dapat diberikan dengan mengatur hak dan kewajiban yang harus
dipenuhi masing-masing pihak, yaitu investor asing dan host state.
Salah satu klausul yang mengatur perlindungan yang diberikan
terhadap investasi asing adalah stabilization clause. Stabilization clause
adalah klausul di dalam perjanjian investasi asing yang bertujuan untuk
mempertahankan hukum dari host state yang diberlakukan pada saat
perjanjian investasi itu disepakati dan menjamin bahwa perubahan
3 Surya P Subedi, International Investment Law Reconciling Policy and Principle 84 (Hart
Publishing, Portland, 2008). 4 UNCTAD, supra catatan no. 2, hal. 9.
3
terhadap hukum yang ada di kemudian hari tidak akan diberlakukan
terhadap perjanjian investasi tersebut.5 Tujuan dari stabilization clause ini
adalah untuk menjamin bahwa perubahan hukum host state yang akan
terjadi di masa mendatang tidak mengubah kondisi yang sudah disepakati
di dalam kontrak sejak kontrak itu diberlakukan.6
Namun demikian, meskipun di dalam perjanjian investasi asing
antara host state dengan investor asing sudah mengatur tentang hak dan
kewajiban masing-masing pihak, tidak dapat dipungkiri bahwa
permasalahan antara kedua pihak ini tetap dapat terjadi. Misalnya saja
permasalahan yang terjadi pada tahun 2014 antara Indonesia dengan PT
Newmont Nusa Tenggara (PT NNT)7, yaitu perusahaan tambang mineral
tembaga. PT NNT mengajukan gugatan terhadap Indonesia ke
International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID).
Gugatan ini diajukan karena adanya peraturan mengenai persyaratan
ekspor yang baru. 8 Inti dari persyaratan ekspor yang baru adalah
5 Id., pada 26. 6 M. Sornarajah, The International Law on Foreign Investment 281 (3rd ed, Cambridge University
Press, Cambridge, 2010). Lihat halaman 283 untuk contoh stabilisation clause yang terdapat pada
kontrak antara Aminoil dengan Pemerintah Kuwait: “The Shaikh shall not by general or special
legislation or by administrative measures or by any other act whatever annul this Agreement
except as provided in Article 11. No alteration shall be made in terms of this Agreement by either
the Shaikh or the Company except in the event of the Shaikh and the Company jointly agreeing
that it is desirable in the interests of both parties to make certain alterations, deletions or additions
to this Agreement.” 7 ICSID Case No. ARB/14/15. 8 Lihat Pasal 170 jo. Pasal 103 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4). Pasal
tersebut menyatakan bahwa Pemegang kontrak karya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169
yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat
(1) selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pada Pasal 103
dinyatakan bahwa:
(1) Pemegang IUP dan IUPK Operasi Produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil
penambangan di dalam negeri.
(2) Pemegang IUP dan IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengolah dan
memurnikan hasil penambangan dari pemegang IUP dan IUPK lainnya
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan nilai tambah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
102 serta pengolahan dan pemurnian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
peraturan pemerintah.
Kemudian lihat juga peraturan turunannya, yaitu Pasal 12 Peraturan Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 jo. Angka 1 dan 3 Pasal 112C Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014. Isi Pasal 12 Peraturan Menteri adalah Pemegang Kontrak Karya
Mineral Logam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112C angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 1
4
perusahaan-perusahaan tambang mineral, seperti PT NNT dilarang untuk
mengekspor bahan mineral mentah. Perusahaan-perusahaan tersebut harus
melakukan pengolahan dan pemurnian terlebih dahulu baru dapat
melakukan ekspor. Kemudian juga peraturan yang menyatakan bahwa
produk mineral setengah jadi seperti konsentrat tembaga dapat diekspor,
tetapi hanya sampai dengan akhir tahun 2016 dan dengan membayar pajak
progresif.9 Pengaturan tentang pajak progresif ini dapat dilihat di Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 6/PMK.011/2014 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
75/PMK.011/2012 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea
Keluar dan Tarif Bea Keluar beserta lampirannya. Dalam peraturan
tersebut dinyatakan tarif yang akan dikenakan untuk ekspor konsentrat
tembaga sejak 12 Januari 2014 sebesar 25% dan terus meningkat sampai
dengan 31 Desember 2016 sebesar 60%.
Pengaturan seperti itu dianggap oleh PT NNT telah melanggar
Kontrak Karya (perjanjian investasi asing khusus pertambangan mineral)
antara PT NNT dengan Pemerintah Indonesia dan Bilateral Investment
Treaty antara Indonesia dan Belanda. 10 Kesepakatan yang dianggap
dilanggar dalam Kontrak Karya tersebut khususnya terdapat dalam Pasal
Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara dapat melakukan penjualan ke
luar negeri dalam jumlah tertentu hasil pengolahan termasuk hasil pemurnian setelah memenuhi
batasan minimum pengolahan dan pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Isi Angka 1 dan 3 Pasal 112C
Peraturan Pemerintah adalah:
1. Pemegang kontrak karya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara wajib melakukan
pemurnian hasil penambangan di dalam negeri.
3. Pemegang kontrak karya sebagaimana dimaksud pada angka 1 yang melakukan kegiatan
penambangan mineral logam dan telah melakukan kegiatan permurnian, dapat melakukan
penjualan keluar negeri dalam jumlah tertentu. 9 Hilde van der Pas & Riza Damanik, Netherlands – Indonesia Bilateral Investment Treaty rolls
back implementation of new Indonesian mining law: The case of Newmont Mining vs Indonesia 2
(2014). 10 PT Newmont Nusa Tenggara, Arbitration Filed Over Export Restrictions in Indonesia (Press
Release, July 2014).
5
13.11 Inti dari Pasal 13 adalah PT NNT hanya dapat dikenakan pajak atau
kewajiban keuangan yang disebutkan dalam pasal tersebut maupun dalam
keseluruhan Kontrak Karya, sehingga pengenaan pajak atau kewajiban
keuangan yang nantinya diterapkan selain yang diatur itu tidak dapat
berlaku. Namun, dari peraturan baru yang telah dijelaskan di atas
(Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara dan peraturan-peraturan turunan lainnya), dapat dilihat
bahwa Pemerintah Indonesia mengenakan kewajiban baru terhadap PT
NNT, yaitu bea keluar dan tarif bea keluar. Dalam Pasal 13, tidak diatur
mengenai bea keluar dan tarif bea keluar. Hal ini berarti PT NNT tidak
dapat dikenakan kewajiban untuk membayarkan bea keluar dalam
mengekspor produk mineralnya, tetapi yang terjadi PT NNT tetap
dikenakan kewajiban untuk membayarnya apabila ingin mengekspor.
Dari penjelasan di atas kita melihat adanya perdebatan mengenai
stabilization clause yang terdapat di dalam Pasal 13 Kontrak Karya PT
NNT. Di satu sisi, PT NNT dan Pemerintah Indonesia telah sepakat untuk
11 Contract of Work between The Government of The Republic of Indonesia and PT Newmont Nusa
Tenggara. Article 13 (Taxes and Other Financial Obligations of The Company)
Subject to the terms of this Agreement, the Company shall pay to the Government and fulfill its
tax liabilities as hereinafter provided:
(i) Deadrent in respect of the Contract Area or the Mining Area
(ii) Royalties in respect of the Company’s production of Minerals
(iii) Additional royalty in respect of Minerals exported
(iv) Income taxes in respect of all kinds of profits received or accrued by the Company
(v) Personal income tax
(vi) Withholding taxes on interest, dividends and royalties
(vii) Value Added Tax on purchases and sales of taxable goods
(viii) Stamp duty on legal documents
(ix) Import duty on goods imported into Indonesia
(x) Land and Building Tax (PBB) in respect of:
a. the Contract Area or the Mining Area, and
b. the use of land area and space in which the Company constructs facilities for its
mining operations
(xi) Levies, taxes, charges and duties imposed by Regional Government in Indonesia which
have been approved by the Central Government
(xii) General administrative fees and charges for facilities or services rendered and special
rights granted by the Government to the extent that such fees and charges have been
approved by the Central Government
(xiii) Tax on the transfer of ownership of motorised vehicles and ships in Indonesia
The Company shall not be subject to any other taxes, duties, levies, contributions, charger or
fees now or hereafter levied or imposed or approved by the Government other than those
provided fot in this Article and elsewhere in this Agreement.
6
tidak mengenakan pajak atau kewajiban keuangan lain selain yang
tercantum dalam Pasal 13. Namun, Pemerintah Indonesia melalui
peraturan perundang-undangannya yang baru juga memiliki tujuan yang
ingin dicapai dalam mengenakan bea keluar progresif. Tujuan yang ingin
dicapai sebenarnya adalah untuk mendorong pelaku usaha agar segera
melakukan kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral dengan
membangun pabrik smelter.12
Kemudian, perdebatan tentang stabilization clause juga terjadi
tahun 2005, yaitu ketika pemerintah Liberia dengan Mittal Steel Holdings
AG (perusahaan asing yang berbasis di Swiss) menandatangani perjanjian
investasi.13 Di dalam pasal 19 perjanjian tersebut terdapat stabilization
clause.14 Klausul tersebut dianggap membuat perjanjian investasi sebagai
prioritas yang lebih besar untuk dipenuhi dibandingkan dengan hukum
nasional Liberia sendiri dan hukum internasional. Hal ini dianggap oleh
sebagian ahli Hukum Hak Asasi Manusia berpotensi untuk melemahkan
kewajiban pemerintah Liberia dalam menghormati, melindungi, dan
memenuhi hak asasi manusia masyarakatnya. Padahal, membuat regulasi
baru yang mendorong hak asasi manusia merupakan aspek penting dari
tugas negara untuk memenuhi hak asasi warga negaranya.15
Di sisi lain, situasi ekonomi, politik, dan hukum di dalam negeri
yang menjamin kepastian hukum dan stabil merupakan jaminan bagi
investor asing dalam menanamkan investasinya. Dengan keadaan yang
12 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Pajak Progresif untuk Ekspor Produk Mineral
<http://www3.esdm.go.id/berita/mineral/43-mineral/6657-pajak-progresif-untuk-ekspor-produk-
mineral.html> diakses pada 14 Januari 2017. 13 Jernej Letnar Černič, Corporate Human Rights Obligations under Stabilization Clauses, 11
German L. J. 210, 217 (2010). 14 Id., pada 218. Stabilization clause dinyatakan sebagai berikut:
“(…) any modifications that could be made in the future to the Law as in effect on the Effective
Date shall not apply to the Concessionaire and its Associates without their prior written consent,
but the Concessionaire and its Associates may at any time elect to be governed by the legal and
regulatory provisions resulting from changes made at any time in the Law as in effect on the
Effective Date. In the event of any conflict between this Agreement or the rights, obligations and
duties of a Party under this Agreement, and any other Law, including administrative rules and
procedures and matters relating to procedure, and applicable international law, then this
Agreement shall govern the rights, obligations and duties of the Parties.” 15 Id., pada 219.
7
kondusif ini investor asing merasa aman untuk menjalankan proyek
investasinya. Oleh karena itu kondisi yang pasti dan stabil itu perlu
dijamin melalui klausul-klausul dalam perjanjian investasi asing yang
mengatur tentang perlindungan bagi investasi dari investor asing. Namun
demikian, jika melihat penjelasan-penjelasan di atas, stabilization clause
masih menuai perdebatan. Di satu sisi klausul tersebut ada untuk menjaga
stabilitas dari proyek investasi yang ditanamkan investor asing di host
state, membantu dalam mengatur risiko 16 , di sisi lain klausul tersebut
dianggap menghambat pemerintah dari host state untuk menjalankan
tugasnya dalam menetapkan dan mengubah hukum di negaranya17.
Oleh karena itu, pengertian akan stabilization clause menjadi hal
yang penting. Pengertian tentang stabilization clause yang menyeluruh
menjadi lebih penting lagi karena selama ini klausul tersebut dirumuskan
dengan berbeda-beda, tidak ada suatu standar yang baku dalam
merumuskan stabilization clause. Tidak semua stabilization clause di
dalam perjanjian investasi yang satu sama dengan stabilization clause
pada perjanjian investasi yang lain.
Contoh dari stabilization clause yang dirumuskan berbeda dapat
dilihat pada perjanjian investasi antara Indonesia dengan PT NNT dan
Liberia dengan Mittal Steel Holdings AG. 18 Klausul yang menyatakan
tentang stabilization clause tidak dirumuskan secara sama. Pada perjanjian
antara Indonesia dengan PT NNT, stabilization clause dirumuskan untuk
mengatur tentang pajak dan kewajiban keuangan lainnya. Dalam
perjanjian Liberia dengan Mittal Steel Holdings AG, stabilization clause
dirumuskan untuk mengatur hukum di masa mendatang yang mungkin
memengaruhi keseluruhan perjanjian. Dengan demikian, perbedaan cara
16 Lorenzo Cotula, Regulatory Takings, Stabilization Clauses and Sustainable Development 5,
dalam Global Forum VII on International Investment, OECD, Paris, 27-28 Maret 2008. 17 Jagriti Singh, Stabilization Clauses in Investment Contract in Developing Countries 6, (SSRN,
September 2015). 18 Bandingkan stabilization clause yang terdapat dalam perjanjian investasi antara Indonesia dan
PT NNT dengan Liberia dan Mittal Steel Holdings AG (lihat di catatan kaki no. 11 dan catatan
kaki no. 14).
8
merumuskan stabilization clause antara Indonesia dan PT NNT dengan
Liberian dan Mittal Steel Holdings AG terlihat.
Stabilization clause dalam perjanjian investasi antara Indonesia
dengan PT NNT secara khusus dibatasi pada ketentuan tentang pajak dan
kewajiban keuangan lainnya, sedangkan dalam perjanjian Liberia dengan
Mittal Steel Holdings AG tidak dibatasi, tetapi diberlakukan secara umum
untuk seluruh ketentuan yang ada. Secara tidak langsung, Indonesia dan
PT NNT menutup kemungkinan adanya pengaturan tentang pajak dan
kewajiban keuangan yang mungkin akan muncul selain yang tercantum
dalam perjanjian. Kemudian secara langsung Liberia dan Mittal Steel
Holdings AG menyatakan bahwa perubahan hukum yang memengaruhi
perjanjian di antara mereka tidak dapat diberlakukan terhadap perjanjian
tersebut sebelum ada pemberitahuan tertulis. Selain itu, apabila terjadi
pertentangan antara perjanjian investasi dengan perubahan hukum yang
terjadi (termasuk hukum internasional), maka ketentuan dalam perjanjian
yang harus dilaksanakan. Namun, pada tahun 2007 stabilization clause
yang tercantum dalam perjanjian tersebut diperbarui dan tidak lagi
mengatur bahwa perjanjian investasi antara Liberia dengan Mittal Steel
Holdings AG lebih superior daripada hukum nasional Liberia.19
Hal ini menimbulkan suatu perdebatan. Di satu sisi stabilization
clause dibutuhkan investor asing agar ada jaminan kepastian terhadap
proyek investasinya. Namun, pemberlakuan stabilization clause dapat
memberikan dampak terhadap kedaulatan suatu negara (host state) –
khususnya dalam menetapkan dan mengubah hukum nasional negara
tersebut. Oleh karena itu, klausul ini perlu ditinjau. Tinjauan ini perlu
dilihat dari segi pro dan kontra penggunaan klausul tersebut, bagaimana
putusan arbitrase mengenai kasus yang berhubungan dengan stabilization
clause, serta hubungan antara stabilization clause ini dengan kewenangan
negara berdasarkan prinsip Permananent Sovereignty Over Natural
Resources.
19 Jernej Letnar Černič, supra catatan no. 13, pada 219.
9
2. Rumusan Masalah
Adapun isu yang dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah:
1. Bagaimana kondisi saat ini seputar pro dan kontra penggunaan
stabilization clause dalam perjanjian investasi?
2. Bagaimana pandangan arbitrase internasional terhadap stabilization
clause dilihat dari beberapa keputusan arbitrase internasional
terhadap kasus yang berkaitan dengan klausul tersebut?
3. Bagaimana hubungan antara stabilization clause dengan
kewenangan negara berdasarkan prinsip Permanent Sovereignty
Over Natural Resources?
3. Tujuan Penulisan
Melalui tulisan ini penulis ingin menunjukkan bahwa pengaturan
tentang stabilization clause dalam sebuah perjanjian investasi antara
investor asing dan host state merupakan hal yang penting. Stabilization
clause menjadi alat untuk mendorong investasi asing dengan menyediakan
perlindungan bagi investor asing menggunakan klausul tersebut.20 Namun,
dalam proses berjalannya investasi asing di host state, ada hal-hal tertentu
yang membuat host state sewaktu-waktu dapat mengubah peraturan atau
kebijakan nasionalnya yang dapat berdampak bagi investasi dari investor
asing tersebut. Host state memang berperan sebagai pihak dalam
perjanjian melalui kontrak investasi dengan investor asing, tetapi host state
juga berperan sebagai pihak yang memiliki kedaulatan untuk membuat
atau mengubah peraturan atau kebijakan nasional negaranya.21
Karena itu penulis menunjukkan pertama tentang bagaimana pro
dan kontra penggunaan dari stabilization clause. Kemudian, bagaimana
keputusan aribitrase internasional terhadap kasus yang berhubungan
dengan stabilization clause, serta bagaimana kaitan stabilization clause
dengan kewenangan negara berdasarkan prinsip Permanent Sovereignty
20 Jagriti Singh, supra catatan no. 17, pada 4. 21 Id.
10
Over Natural Resources. Dengan demikian, stabilization clause dapat
dimengerti lebih jelas dan dapat dipertimbangkan untuk digunakan dalam
perjanjian investasi dengan tetap memerhatikan kepentingan dari investor
asing untuk mendapat kepastian dalam menjalankan proyek investasinya
di host state dan tugas dari host state dalam menetapkan atau mengubah
peraturan atau kebijakan nasional negaranya.
4. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat
deskriptif disertai dengan analisis ringkas dalam beberapa aspek sepanjang
menyangkut soal stabilization clause.22 Metode ini dipilih karena tulisan
ini adalah kajian terhadap salah satu klausul di dalam perjanjian investasi
asing, yaitu stabilization clause yang merupakan bagian dari bidang
hukum investasi internasional. Hukum investasi internasional ini juga
merupakan salah satu bagian di dalam bidang hukum ekonomi
internasional. Stabilization clause ini akan dikaji berdasarkan bahan
hukum primer23, bahan hukum sekunder24, seperti buku-buku, jurnal, dan
tulisan-tulisan ilmiah lainnya yang ditulis oleh ahli dan telah
dipublikasikan, dan bahan hukum tertier 25 mengenai hukum ekonomi
internasional secara umum dan hukum investasi internasional secara
khususnya, serta dengan menggunakan analisis penulis.
22 Prof. Dr. Soerjono Soekanto, S.H., M.A. & Sri Mamudji, S.H., M.L.L., Penelitian Hukum
Normatif Suatu Tinjauan Singkat 13-14 (Rajawali Pers, Jakarta, 2015). Penelitian hukum normatif
adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder.
Data sekunder mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. 23 Id. Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari norma atau
kaidah dasar, peraturan dasar, peraturan perundang-undangan, bahan hukum yang tidak
dikodifikasikan, yurisprudensi, traktat, bahan hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini
masih berlaku. 24 Id. Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum
primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian hasil karya kalangan hukum, dan
seterusnya. 25 Id. Bahan hukum tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap
bahan hukum primer dan sekunder, contohnya kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan
seterusnya.
11
5. Sistematika Penulisan
Pada bab yang pertama dari tulisan ini saya akan menulis mengenai
pendahuluan. Bab ini memuat latar belakang penelitian mengenai
stabilization clause dan masalah yang muncul yang berkaitan dengan
klausul tersebut. Bab I ini menjadi pengantar untuk masuk ke bab II yang
akan membahas secara khusus tentang perjanjian investasi asing. Dalam
bab II akan dibahas tentang jenis-jenis perjanjian investasi internasional,
sejarah singkat perkembangan perjanjian investasi asing, dan perbedaan
antara Bilateral Investment Treaties dengan State Contracts.
Kemudian bab III dalam tulisan ini akan fokus membahas
mengenai stabilization clause, yaitu pengertian stabilization clause; jenis-
jenis stabilization clause; maksud, tujuan, dan manfaat stabilization
clause. Pada bab IV tulisan ini akan dibahas mengenai tinjauan terhadap
stabilization clause, dilihat dari pro dan kontra penggunaan klausul
tersebut, keputusan arbitrase internasional mengenai kasus yang
berhubungan dengan stabilization clause, dan hubungan stabilization
clause dengan kewenangan negara berdasarkan prinsip Permanent
Sovereignty Over Natural Resources. Terakhir, penulisan skripsi ini
diakhiri dengan sebuah simpulan.