21
UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN FAKULTAS HUKUM Terakreditasi berdasarkan Keputusan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi Nomor : 429/SK/BAN-PT/Akred/S/XI/2014 TINJAUAN TENTANG TUJUAN, JENIS, DAN MANFAAT STABILIZATION CLAUSE DALAM PERJANJIAN INVESTASI ASING ANTARA NEGARA TUAN RUMAH DENGAN INVESTOR ASING DALAM KAITANNYA DENGAN RESOLUSI PBB TENTANG PERMANENT SOVEREIGNTY OVER NATURAL RESOURCES OLEH Irene Theodora Simatupang NPM : 2013200134 PEMBIMBING Anna Fidelia Elly Erawaty, S.H., Ph.D., LL.M. Penulisan Hukum Disusun Sebagai Salah Satu Kelengkapan Untuk Menyelesaikan Program Pendidikan Sarjana Program Studi Ilmu Hukum Bandung 2017

UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN FAKULTAS HUKUM

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN

FAKULTAS HUKUM

Terakreditasi berdasarkan Keputusan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi

Nomor : 429/SK/BAN-PT/Akred/S/XI/2014

TINJAUAN TENTANG TUJUAN, JENIS, DAN MANFAAT STABILIZATION

CLAUSE DALAM PERJANJIAN INVESTASI ASING ANTARA NEGARA

TUAN RUMAH DENGAN INVESTOR ASING DALAM KAITANNYA

DENGAN RESOLUSI PBB TENTANG PERMANENT SOVEREIGNTY OVER

NATURAL RESOURCES

OLEH

Irene Theodora Simatupang

NPM : 2013200134

PEMBIMBING

Anna Fidelia Elly Erawaty, S.H., Ph.D., LL.M.

Penulisan Hukum

Disusun Sebagai Salah Satu Kelengkapan

Untuk Menyelesaikan Program Pendidikan Sarjana

Program Studi Ilmu Hukum

Bandung

2017

Page 2: UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN FAKULTAS HUKUM

Disetujui Untuk Diajukan Dalam Sidang

Ujian Penulisan Hukum Fakultas Hukum

Universitas Katolik Parahyangan

Pembimbing,

Anna Fidelia Elly Erawaty, S.H., Ph.D., LL.M

Dekan,

Dr. Tristam P. Moeliono,S.H.,M.H.,LL.M.

Page 3: UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN FAKULTAS HUKUM

PERNYATAAN INTEGRITAS AKADEMIK

Dalam rangka mewujudkan nilai-nilai ideal dan standar mutu akdemik yang

setinggi-tingginya, maka Saya, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Katolik

Parahyangan yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Irene Theodora Simatupang

NPM : 2013200134

Dengan ini menyatakan dengan penuh kejujuran dan dengan kesungguhan hati

dan pikiran, bahwa karya ilmiah / karya penulisan yang berjudul:

“TINJAUAN TENTANG TUJUAN, JENIS, DAN MANFAAT

STABILIZATION CLAUSE DALAM PERJANJIAN INVESTASI ASING

ANTARA NEGARA TUAN RUMAH DENGAN INVESTOR ASING

DALAM KAITANNYA DENGAN RESOLUSI PBB TENTANG

PERMANENT SOVEREIGNTY OVER NATURAL RESOURCES”

adalah sunggguh-sungguh merupakan Karya Ilmiah / Karya Penulisan Hukum

yang telah Saya susun dan selesaikan atas dasar upaya, kemampuan dan

pengetahuan akademik Saya pribadi, dan sekurang-kurangnya tidak dibuat

melalui dan atau mengandung hasil dari tindakan-tindakan yang:

a. secara tidak jujur dan secara langsung atau tidak langsung melanggar hak-hak atas

kekayaan intelektual orang lain, dan atau

b. dari segi akademik dapat dianggap tidak jujur dan melanggar nilai-nilai integritas

akademik dan itikad baik;

Page 4: UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN FAKULTAS HUKUM

Seandainya di kemudian hari ternyata Saya telah menyalahi dan atau melanggar

pernyataan Saya di atas maka Saya sanggup untuk menerima akibat-akibat dan

atau sanksi-sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku di lingkungan

Universitas Katolik Parahyangan dan atau peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Pernyataan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan kesukarelaan, tanpa

paksaan dalam bentuk apapun juga.

Bandung, 14 Desember 2017

Mahasiswa Penyusun Karya Ilmiah / Karya Penulisan Hukum

Nama : Irene Theodora Simatupang

NPM : 2013200134

Page 5: UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN FAKULTAS HUKUM

i

ABSTRAK

Stabilization clause merupakan sebuah klausul yang digunakan untuk menjadi

jaminan bagi investor dalam perjanjian investasi asing. Klausul ini digunakan

dalam rangka mempertahankan hukum dari host state yang diberlakukan pada

saat perjanjian investasi itu disepakati dan menjamin bahwa perubahan

terhadap hukum yang ada di kemudian hari tidak akan diberlakukan terhadap

perjanjian investasi tersebut. Namun, penggunaan stabilization clause dianggap

telah membatasi kewenangan negara berdasarkan prinsip permanent

sovereignty over natural resources. Kewenangan negara dibatasi dalam

membuat dan mengubah hukum atau kebijakan yang baru untuk penggunaan

dan pengelolaan sumber daya alam – termasuk membuat atau mengubah hukum

atau kebijakan yang baru berkenaan dengan investasi yang dibutuhkan untuk

penggunaan dan pengelolaan sumber daya alam tersebut.

Kata kunci: Perjanjian Investasi Asing, Stabilization Clause, Prinsip Permanent

Sovereignty Over Natural Resources.

Page 6: UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN FAKULTAS HUKUM

ii

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis ingin mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang

Maha Esa atas segala pertolongan dan pemeliharaan-Nya sehigga skripsi dengan judul

“Tinjauan Tentang Tujuan, Jenis, dan Manfaat Stabilization Clause dalam Perjanjian

Investasi Asing antara Negara Tuan Rumah dengan Investor Asing dalam Kaitannya

dengan Resolusi PBB tentang Permanent Sovereignty Over Natural Resources” ini

dapat selesai. Mulai dari penulis mengikuti pelatihan untuk penulisan hukum,

bimbingan untuk seminar judul penulisan hukum, bimbingan untuk skripsi, hingga

akhirnya sidang.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna dan

terbilang cukup sederhana, serta masih banyak kekurangannya. Penulis

mengharapkan kritik dan saran guna membangun dan memperbaiki skripsi ini.

Selesainya skripsi ini penulis sadari tidak lepas dari bantuan dan dukungan

semua pihak yang telah mendukung penulis selama ini. Tidak lepas dari

kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Papa, mama, Kak Dorothy, dan Valerie yang selalu memberi dukungan

dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Elly selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing

penulis. Mulai dari menanyakan perkembangan penulisan skripsi penulis,

mengingatkan penulis, memberi kritik dan saran terhadap penulisan

skripsi penulis. Terima kasih juga untuk apa yang sudah Ibu ajarkan

selama di kelas, baik itu materi mata kuliah dan juga nasihat-nasihat

yang sering Ibu berikan kepada mahasiswa.

3. Bapak Bayu dan Ibu Ida selaku dosen penguji sidang skripsi penulis yang

banyak memberi masukan dan saran untuk skripsi saya.

4. Uga, Tika, Tizia, Yasmine, Karen, Avi, Elvira, Nino, Monang, Derin,

Jodie, Shavril, Aziz, Ojan dan teman-teman angkatan 2013 lainnya, serta

Papoy Galang yang telah menjadi teman-teman dan senior untuk berbagi

cerita, baik itu senang dan sedih selama kehidupan kampus penulis.

Terima kasih untuk support yang diberikan selama ini.

Page 7: UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN FAKULTAS HUKUM

iii

5. Teman-teman Pemuda GRII Bandung serta Bapak dan Ibu Jemaat GRII

Bandung. Penulis berterima kasih kepada Tuhan karena memberikan

penulis kesempatan untuk bertumbuh bersama-sama dengan teman-

teman Pemuda dan jemaat gereja ini.

Page 8: UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN FAKULTAS HUKUM

iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK ........................................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

1. LATAR BELAKANG ................................................................................................... 1

2. RUMUSAN MASALAH ............................................................................................... 9

3. TUJUAN PENULISAN ................................................................................................. 9

4. METODE PENELITIAN ............................................................................................... 10

5. SISTEMATIKA PENULISAN ...................................................................................... 11

BAB II PERJANJIAN INVESTASI ASING ................................................................. 12

1. JENIS-JENIS PERJANJIAN INVESTASI ASING ...................................................... 12

1.1. International Agreement on Investment .................................................................. 12

a. Perjanjian Investasi Multilateral (Multilateral Agreements) .............................. 12

b. Perjanjian Investasi Regional (Regional Agreements) ....................................... 13

c. Perjanjian Bilateral (Bilateral Investment Treaty) .............................................. 13

d. State Contract ...................................................................................................... 14

2. SEJARAH SINGKAT PERKEMBANGAN PERJANJIAN INVESTASI

ASING ................................................................................................................................ 15

2.1. Masa Kolonial – Perang Dunia II ........................................................................... 15

2.2. Masa setelah Perang Dunia II – Akhir Abad 20 ..................................................... 17

2.3. Masa Akhir Abad ke-20 – Sekarang ...................................................................... 19

3. PERBEDAAN ANTARA BILATERAL INVESTMENT TREATIES (BITS)

DENGAN STATE CONTRACTS ......................................................................................... 23

BAB III STABILIZATION CLAUSE…………………………….... ............................... 25

1. PENDAHULUAN .......................................................................................................... 25

2. PENGERTIAN STABILIZATION CLAUSE ................................................................... 26

3. JENIS-JENIS STABILIZATION CLAUSE ...................................................................... 28

3.1. Freezing Clauses ..................................................................................................... 29

Page 9: UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN FAKULTAS HUKUM

v

3.2. Economic Equilibrium Clauses ............................................................................... 30

3.3. Hybrid Stabilization Clauses ................................................................................... 32

4. ALASAN, TUJUAN, DAN MANFAAT STABILIZATION CLAUSE ........................... 33

BAB IV TINJAUAN TERHADAP STABILIZATION CLAUSE .................................. 37

1. PRO DAN KONTRA PENGGUNAAN STABILIZATION CLAUSE DALAM

PERJANJIAN INVESTASI ASING .................................................................................. 37

2. KEPUTUSAN ARBITRASE YANG BERKAITAN DENGAN

STABILIZATION CLAUSE ................................................................................................. 41

3. HUBUNGAN STABILIZATION CLAUSE DENGAN KEWENANGAN

NEGARA BERDASARKAN PRINSIP PERMANENT SOVEREIGNTY OVER

NATURAL RESOURCES .................................................................................................... 43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 52

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 59

Page 10: UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN FAKULTAS HUKUM
Page 11: UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN FAKULTAS HUKUM

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Dalam tulisan ini saya membahas tentang permasalahan

stabilization clause dalam perjanjian investasi antara investor asing

dengan negara tempat investasi (host state). Ketika ingin mengembangkan

usahanya, khususnya mengembangkan usaha ke pasar internasional,

pelaku usaha dapat melakukan beberapa cara. Salah satu cara yang dapat

dilakukan adalah dengan melakukan investasi. Investasi dapat dilakukan

secara langsung dan tidak langsung. Tulisan ini membahas secara khusus

tentang investasi yang dilakukan secara langsung. Investasi secara

langsung dilakukan dengan menanamkan modal dalam bentuk badan

usaha dan menjalankan proyek bisnis. Pihak investor akan memegang

kendali penuh atas badan usaha dan proyek bisnis yang bersangkutan.1

Salah satu cara untuk investasi asing masuk secara langsung adalah

dengan melakukan perjanjian dengan negara yang bersangkutan. 2

Perjanjian tersebut biasanya disebut perjanjian investasi asing atau foreign

investment agreement, atau lebih sering disingkat menjadi investment

agreement. Perjanjian investasi asing atau investment agreement adalah

perjanjian antara investor asing dengan host state yang mengatur tentang

penanaman modal asing atau investasi asing yang akan dilakukan investor

asing di negara lain tempat investasi (host state). Perjanjian ini berbeda

dengan Bilateral Investment Treaty (BIT). Meskipun dalam BIT juga

diatur tentang penanaman modal asing di host state – seperti dalam

perjanjian investasi asing – dan perlindungan terhadap investasi asing

(misalnya perlindungan yang diberikan melalui fair and equitable

1 Dr. AF. Elly Erawaty, S. H., LL. M., Diktat Hukum Ekonomi Bab 10, hal. 1 (Vol I, Agustus

2016). 2 UNCTAD, State Contracts 1 (UNCTAD Series on issues in international investment agreements,

2004).

Page 12: UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN FAKULTAS HUKUM

2

treatment, national treatment, dan sebagainya)3, tetapi para pihak yang

membuat BIT berbeda, yakni antara negara dengan negara. Di dalam

investment agreement para pihak yang mengadakan perjanjian adalah host

state langsung dengan investor asing yang akan menanamkan modalnya di

negara tersebut.

Contoh dari perjanjian investasi asing seperti ini adalah perjanjian

investasi yang diadakan antara PT Newmont Nusa Tenggara (sekarang

telah diakusisi sahamnya oleh perusahaan nasional menjadi PT Amman

Mineral Nusa Tenggara) yang mayoritas sahamnya dipegang oleh Nusa

Tenggara Partnership BV – entitas Belanda – dengan Indonesia sebagai

negara tempat investasi. Berbeda dengan BIT, para pihak yang

mengadakan perjanjian adalah negara tempat investasi (host state) dengan

negara asal investor yang akan menanamkan investasi (home state). 4

Kedua belah negara yang membuat BIT saling berperan baik sebagai host

state maupun home state. Contoh dari BIT adalah BIT yang diadakan

antara Indonesia dengan Belanda tahun 1994. Keduanya merupakan

entitas negara dan dapat menjadi tempat investasi maupun tempat asal

investor asing.

Di dalam perjanjian investasi asing antara investor asing dengan

host state terdapat klausul-klausul yang mengatur tentang perlindungan

yang diberikan terhadap investasi yang ditanamkan oleh investor asing.

Selain dengan klausul-klausul khusus, perlindungan terhadap investasi

asing dapat diberikan dengan mengatur hak dan kewajiban yang harus

dipenuhi masing-masing pihak, yaitu investor asing dan host state.

Salah satu klausul yang mengatur perlindungan yang diberikan

terhadap investasi asing adalah stabilization clause. Stabilization clause

adalah klausul di dalam perjanjian investasi asing yang bertujuan untuk

mempertahankan hukum dari host state yang diberlakukan pada saat

perjanjian investasi itu disepakati dan menjamin bahwa perubahan

3 Surya P Subedi, International Investment Law Reconciling Policy and Principle 84 (Hart

Publishing, Portland, 2008). 4 UNCTAD, supra catatan no. 2, hal. 9.

Page 13: UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN FAKULTAS HUKUM

3

terhadap hukum yang ada di kemudian hari tidak akan diberlakukan

terhadap perjanjian investasi tersebut.5 Tujuan dari stabilization clause ini

adalah untuk menjamin bahwa perubahan hukum host state yang akan

terjadi di masa mendatang tidak mengubah kondisi yang sudah disepakati

di dalam kontrak sejak kontrak itu diberlakukan.6

Namun demikian, meskipun di dalam perjanjian investasi asing

antara host state dengan investor asing sudah mengatur tentang hak dan

kewajiban masing-masing pihak, tidak dapat dipungkiri bahwa

permasalahan antara kedua pihak ini tetap dapat terjadi. Misalnya saja

permasalahan yang terjadi pada tahun 2014 antara Indonesia dengan PT

Newmont Nusa Tenggara (PT NNT)7, yaitu perusahaan tambang mineral

tembaga. PT NNT mengajukan gugatan terhadap Indonesia ke

International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID).

Gugatan ini diajukan karena adanya peraturan mengenai persyaratan

ekspor yang baru. 8 Inti dari persyaratan ekspor yang baru adalah

5 Id., pada 26. 6 M. Sornarajah, The International Law on Foreign Investment 281 (3rd ed, Cambridge University

Press, Cambridge, 2010). Lihat halaman 283 untuk contoh stabilisation clause yang terdapat pada

kontrak antara Aminoil dengan Pemerintah Kuwait: “The Shaikh shall not by general or special

legislation or by administrative measures or by any other act whatever annul this Agreement

except as provided in Article 11. No alteration shall be made in terms of this Agreement by either

the Shaikh or the Company except in the event of the Shaikh and the Company jointly agreeing

that it is desirable in the interests of both parties to make certain alterations, deletions or additions

to this Agreement.” 7 ICSID Case No. ARB/14/15. 8 Lihat Pasal 170 jo. Pasal 103 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan

Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4). Pasal

tersebut menyatakan bahwa Pemegang kontrak karya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169

yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat

(1) selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pada Pasal 103

dinyatakan bahwa:

(1) Pemegang IUP dan IUPK Operasi Produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil

penambangan di dalam negeri.

(2) Pemegang IUP dan IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengolah dan

memurnikan hasil penambangan dari pemegang IUP dan IUPK lainnya

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan nilai tambah sebagaimana dimaksud dalam Pasal

102 serta pengolahan dan pemurnian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan

peraturan pemerintah.

Kemudian lihat juga peraturan turunannya, yaitu Pasal 12 Peraturan Menteri Energi dan Sumber

Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 jo. Angka 1 dan 3 Pasal 112C Peraturan

Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014. Isi Pasal 12 Peraturan Menteri adalah Pemegang Kontrak Karya

Mineral Logam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112C angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 1

Page 14: UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN FAKULTAS HUKUM

4

perusahaan-perusahaan tambang mineral, seperti PT NNT dilarang untuk

mengekspor bahan mineral mentah. Perusahaan-perusahaan tersebut harus

melakukan pengolahan dan pemurnian terlebih dahulu baru dapat

melakukan ekspor. Kemudian juga peraturan yang menyatakan bahwa

produk mineral setengah jadi seperti konsentrat tembaga dapat diekspor,

tetapi hanya sampai dengan akhir tahun 2016 dan dengan membayar pajak

progresif.9 Pengaturan tentang pajak progresif ini dapat dilihat di Peraturan

Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 6/PMK.011/2014 tentang

Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor

75/PMK.011/2012 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea

Keluar dan Tarif Bea Keluar beserta lampirannya. Dalam peraturan

tersebut dinyatakan tarif yang akan dikenakan untuk ekspor konsentrat

tembaga sejak 12 Januari 2014 sebesar 25% dan terus meningkat sampai

dengan 31 Desember 2016 sebesar 60%.

Pengaturan seperti itu dianggap oleh PT NNT telah melanggar

Kontrak Karya (perjanjian investasi asing khusus pertambangan mineral)

antara PT NNT dengan Pemerintah Indonesia dan Bilateral Investment

Treaty antara Indonesia dan Belanda. 10 Kesepakatan yang dianggap

dilanggar dalam Kontrak Karya tersebut khususnya terdapat dalam Pasal

Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang

Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara dapat melakukan penjualan ke

luar negeri dalam jumlah tertentu hasil pengolahan termasuk hasil pemurnian setelah memenuhi

batasan minimum pengolahan dan pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Isi Angka 1 dan 3 Pasal 112C

Peraturan Pemerintah adalah:

1. Pemegang kontrak karya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara wajib melakukan

pemurnian hasil penambangan di dalam negeri.

3. Pemegang kontrak karya sebagaimana dimaksud pada angka 1 yang melakukan kegiatan

penambangan mineral logam dan telah melakukan kegiatan permurnian, dapat melakukan

penjualan keluar negeri dalam jumlah tertentu. 9 Hilde van der Pas & Riza Damanik, Netherlands – Indonesia Bilateral Investment Treaty rolls

back implementation of new Indonesian mining law: The case of Newmont Mining vs Indonesia 2

(2014). 10 PT Newmont Nusa Tenggara, Arbitration Filed Over Export Restrictions in Indonesia (Press

Release, July 2014).

Page 15: UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN FAKULTAS HUKUM

5

13.11 Inti dari Pasal 13 adalah PT NNT hanya dapat dikenakan pajak atau

kewajiban keuangan yang disebutkan dalam pasal tersebut maupun dalam

keseluruhan Kontrak Karya, sehingga pengenaan pajak atau kewajiban

keuangan yang nantinya diterapkan selain yang diatur itu tidak dapat

berlaku. Namun, dari peraturan baru yang telah dijelaskan di atas

(Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral

dan Batubara dan peraturan-peraturan turunan lainnya), dapat dilihat

bahwa Pemerintah Indonesia mengenakan kewajiban baru terhadap PT

NNT, yaitu bea keluar dan tarif bea keluar. Dalam Pasal 13, tidak diatur

mengenai bea keluar dan tarif bea keluar. Hal ini berarti PT NNT tidak

dapat dikenakan kewajiban untuk membayarkan bea keluar dalam

mengekspor produk mineralnya, tetapi yang terjadi PT NNT tetap

dikenakan kewajiban untuk membayarnya apabila ingin mengekspor.

Dari penjelasan di atas kita melihat adanya perdebatan mengenai

stabilization clause yang terdapat di dalam Pasal 13 Kontrak Karya PT

NNT. Di satu sisi, PT NNT dan Pemerintah Indonesia telah sepakat untuk

11 Contract of Work between The Government of The Republic of Indonesia and PT Newmont Nusa

Tenggara. Article 13 (Taxes and Other Financial Obligations of The Company)

Subject to the terms of this Agreement, the Company shall pay to the Government and fulfill its

tax liabilities as hereinafter provided:

(i) Deadrent in respect of the Contract Area or the Mining Area

(ii) Royalties in respect of the Company’s production of Minerals

(iii) Additional royalty in respect of Minerals exported

(iv) Income taxes in respect of all kinds of profits received or accrued by the Company

(v) Personal income tax

(vi) Withholding taxes on interest, dividends and royalties

(vii) Value Added Tax on purchases and sales of taxable goods

(viii) Stamp duty on legal documents

(ix) Import duty on goods imported into Indonesia

(x) Land and Building Tax (PBB) in respect of:

a. the Contract Area or the Mining Area, and

b. the use of land area and space in which the Company constructs facilities for its

mining operations

(xi) Levies, taxes, charges and duties imposed by Regional Government in Indonesia which

have been approved by the Central Government

(xii) General administrative fees and charges for facilities or services rendered and special

rights granted by the Government to the extent that such fees and charges have been

approved by the Central Government

(xiii) Tax on the transfer of ownership of motorised vehicles and ships in Indonesia

The Company shall not be subject to any other taxes, duties, levies, contributions, charger or

fees now or hereafter levied or imposed or approved by the Government other than those

provided fot in this Article and elsewhere in this Agreement.

Page 16: UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN FAKULTAS HUKUM

6

tidak mengenakan pajak atau kewajiban keuangan lain selain yang

tercantum dalam Pasal 13. Namun, Pemerintah Indonesia melalui

peraturan perundang-undangannya yang baru juga memiliki tujuan yang

ingin dicapai dalam mengenakan bea keluar progresif. Tujuan yang ingin

dicapai sebenarnya adalah untuk mendorong pelaku usaha agar segera

melakukan kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral dengan

membangun pabrik smelter.12

Kemudian, perdebatan tentang stabilization clause juga terjadi

tahun 2005, yaitu ketika pemerintah Liberia dengan Mittal Steel Holdings

AG (perusahaan asing yang berbasis di Swiss) menandatangani perjanjian

investasi.13 Di dalam pasal 19 perjanjian tersebut terdapat stabilization

clause.14 Klausul tersebut dianggap membuat perjanjian investasi sebagai

prioritas yang lebih besar untuk dipenuhi dibandingkan dengan hukum

nasional Liberia sendiri dan hukum internasional. Hal ini dianggap oleh

sebagian ahli Hukum Hak Asasi Manusia berpotensi untuk melemahkan

kewajiban pemerintah Liberia dalam menghormati, melindungi, dan

memenuhi hak asasi manusia masyarakatnya. Padahal, membuat regulasi

baru yang mendorong hak asasi manusia merupakan aspek penting dari

tugas negara untuk memenuhi hak asasi warga negaranya.15

Di sisi lain, situasi ekonomi, politik, dan hukum di dalam negeri

yang menjamin kepastian hukum dan stabil merupakan jaminan bagi

investor asing dalam menanamkan investasinya. Dengan keadaan yang

12 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Pajak Progresif untuk Ekspor Produk Mineral

<http://www3.esdm.go.id/berita/mineral/43-mineral/6657-pajak-progresif-untuk-ekspor-produk-

mineral.html> diakses pada 14 Januari 2017. 13 Jernej Letnar Černič, Corporate Human Rights Obligations under Stabilization Clauses, 11

German L. J. 210, 217 (2010). 14 Id., pada 218. Stabilization clause dinyatakan sebagai berikut:

“(…) any modifications that could be made in the future to the Law as in effect on the Effective

Date shall not apply to the Concessionaire and its Associates without their prior written consent,

but the Concessionaire and its Associates may at any time elect to be governed by the legal and

regulatory provisions resulting from changes made at any time in the Law as in effect on the

Effective Date. In the event of any conflict between this Agreement or the rights, obligations and

duties of a Party under this Agreement, and any other Law, including administrative rules and

procedures and matters relating to procedure, and applicable international law, then this

Agreement shall govern the rights, obligations and duties of the Parties.” 15 Id., pada 219.

Page 17: UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN FAKULTAS HUKUM

7

kondusif ini investor asing merasa aman untuk menjalankan proyek

investasinya. Oleh karena itu kondisi yang pasti dan stabil itu perlu

dijamin melalui klausul-klausul dalam perjanjian investasi asing yang

mengatur tentang perlindungan bagi investasi dari investor asing. Namun

demikian, jika melihat penjelasan-penjelasan di atas, stabilization clause

masih menuai perdebatan. Di satu sisi klausul tersebut ada untuk menjaga

stabilitas dari proyek investasi yang ditanamkan investor asing di host

state, membantu dalam mengatur risiko 16 , di sisi lain klausul tersebut

dianggap menghambat pemerintah dari host state untuk menjalankan

tugasnya dalam menetapkan dan mengubah hukum di negaranya17.

Oleh karena itu, pengertian akan stabilization clause menjadi hal

yang penting. Pengertian tentang stabilization clause yang menyeluruh

menjadi lebih penting lagi karena selama ini klausul tersebut dirumuskan

dengan berbeda-beda, tidak ada suatu standar yang baku dalam

merumuskan stabilization clause. Tidak semua stabilization clause di

dalam perjanjian investasi yang satu sama dengan stabilization clause

pada perjanjian investasi yang lain.

Contoh dari stabilization clause yang dirumuskan berbeda dapat

dilihat pada perjanjian investasi antara Indonesia dengan PT NNT dan

Liberia dengan Mittal Steel Holdings AG. 18 Klausul yang menyatakan

tentang stabilization clause tidak dirumuskan secara sama. Pada perjanjian

antara Indonesia dengan PT NNT, stabilization clause dirumuskan untuk

mengatur tentang pajak dan kewajiban keuangan lainnya. Dalam

perjanjian Liberia dengan Mittal Steel Holdings AG, stabilization clause

dirumuskan untuk mengatur hukum di masa mendatang yang mungkin

memengaruhi keseluruhan perjanjian. Dengan demikian, perbedaan cara

16 Lorenzo Cotula, Regulatory Takings, Stabilization Clauses and Sustainable Development 5,

dalam Global Forum VII on International Investment, OECD, Paris, 27-28 Maret 2008. 17 Jagriti Singh, Stabilization Clauses in Investment Contract in Developing Countries 6, (SSRN,

September 2015). 18 Bandingkan stabilization clause yang terdapat dalam perjanjian investasi antara Indonesia dan

PT NNT dengan Liberia dan Mittal Steel Holdings AG (lihat di catatan kaki no. 11 dan catatan

kaki no. 14).

Page 18: UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN FAKULTAS HUKUM

8

merumuskan stabilization clause antara Indonesia dan PT NNT dengan

Liberian dan Mittal Steel Holdings AG terlihat.

Stabilization clause dalam perjanjian investasi antara Indonesia

dengan PT NNT secara khusus dibatasi pada ketentuan tentang pajak dan

kewajiban keuangan lainnya, sedangkan dalam perjanjian Liberia dengan

Mittal Steel Holdings AG tidak dibatasi, tetapi diberlakukan secara umum

untuk seluruh ketentuan yang ada. Secara tidak langsung, Indonesia dan

PT NNT menutup kemungkinan adanya pengaturan tentang pajak dan

kewajiban keuangan yang mungkin akan muncul selain yang tercantum

dalam perjanjian. Kemudian secara langsung Liberia dan Mittal Steel

Holdings AG menyatakan bahwa perubahan hukum yang memengaruhi

perjanjian di antara mereka tidak dapat diberlakukan terhadap perjanjian

tersebut sebelum ada pemberitahuan tertulis. Selain itu, apabila terjadi

pertentangan antara perjanjian investasi dengan perubahan hukum yang

terjadi (termasuk hukum internasional), maka ketentuan dalam perjanjian

yang harus dilaksanakan. Namun, pada tahun 2007 stabilization clause

yang tercantum dalam perjanjian tersebut diperbarui dan tidak lagi

mengatur bahwa perjanjian investasi antara Liberia dengan Mittal Steel

Holdings AG lebih superior daripada hukum nasional Liberia.19

Hal ini menimbulkan suatu perdebatan. Di satu sisi stabilization

clause dibutuhkan investor asing agar ada jaminan kepastian terhadap

proyek investasinya. Namun, pemberlakuan stabilization clause dapat

memberikan dampak terhadap kedaulatan suatu negara (host state) –

khususnya dalam menetapkan dan mengubah hukum nasional negara

tersebut. Oleh karena itu, klausul ini perlu ditinjau. Tinjauan ini perlu

dilihat dari segi pro dan kontra penggunaan klausul tersebut, bagaimana

putusan arbitrase mengenai kasus yang berhubungan dengan stabilization

clause, serta hubungan antara stabilization clause ini dengan kewenangan

negara berdasarkan prinsip Permananent Sovereignty Over Natural

Resources.

19 Jernej Letnar Černič, supra catatan no. 13, pada 219.

Page 19: UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN FAKULTAS HUKUM

9

2. Rumusan Masalah

Adapun isu yang dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Bagaimana kondisi saat ini seputar pro dan kontra penggunaan

stabilization clause dalam perjanjian investasi?

2. Bagaimana pandangan arbitrase internasional terhadap stabilization

clause dilihat dari beberapa keputusan arbitrase internasional

terhadap kasus yang berkaitan dengan klausul tersebut?

3. Bagaimana hubungan antara stabilization clause dengan

kewenangan negara berdasarkan prinsip Permanent Sovereignty

Over Natural Resources?

3. Tujuan Penulisan

Melalui tulisan ini penulis ingin menunjukkan bahwa pengaturan

tentang stabilization clause dalam sebuah perjanjian investasi antara

investor asing dan host state merupakan hal yang penting. Stabilization

clause menjadi alat untuk mendorong investasi asing dengan menyediakan

perlindungan bagi investor asing menggunakan klausul tersebut.20 Namun,

dalam proses berjalannya investasi asing di host state, ada hal-hal tertentu

yang membuat host state sewaktu-waktu dapat mengubah peraturan atau

kebijakan nasionalnya yang dapat berdampak bagi investasi dari investor

asing tersebut. Host state memang berperan sebagai pihak dalam

perjanjian melalui kontrak investasi dengan investor asing, tetapi host state

juga berperan sebagai pihak yang memiliki kedaulatan untuk membuat

atau mengubah peraturan atau kebijakan nasional negaranya.21

Karena itu penulis menunjukkan pertama tentang bagaimana pro

dan kontra penggunaan dari stabilization clause. Kemudian, bagaimana

keputusan aribitrase internasional terhadap kasus yang berhubungan

dengan stabilization clause, serta bagaimana kaitan stabilization clause

dengan kewenangan negara berdasarkan prinsip Permanent Sovereignty

20 Jagriti Singh, supra catatan no. 17, pada 4. 21 Id.

Page 20: UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN FAKULTAS HUKUM

10

Over Natural Resources. Dengan demikian, stabilization clause dapat

dimengerti lebih jelas dan dapat dipertimbangkan untuk digunakan dalam

perjanjian investasi dengan tetap memerhatikan kepentingan dari investor

asing untuk mendapat kepastian dalam menjalankan proyek investasinya

di host state dan tugas dari host state dalam menetapkan atau mengubah

peraturan atau kebijakan nasional negaranya.

4. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat

deskriptif disertai dengan analisis ringkas dalam beberapa aspek sepanjang

menyangkut soal stabilization clause.22 Metode ini dipilih karena tulisan

ini adalah kajian terhadap salah satu klausul di dalam perjanjian investasi

asing, yaitu stabilization clause yang merupakan bagian dari bidang

hukum investasi internasional. Hukum investasi internasional ini juga

merupakan salah satu bagian di dalam bidang hukum ekonomi

internasional. Stabilization clause ini akan dikaji berdasarkan bahan

hukum primer23, bahan hukum sekunder24, seperti buku-buku, jurnal, dan

tulisan-tulisan ilmiah lainnya yang ditulis oleh ahli dan telah

dipublikasikan, dan bahan hukum tertier 25 mengenai hukum ekonomi

internasional secara umum dan hukum investasi internasional secara

khususnya, serta dengan menggunakan analisis penulis.

22 Prof. Dr. Soerjono Soekanto, S.H., M.A. & Sri Mamudji, S.H., M.L.L., Penelitian Hukum

Normatif Suatu Tinjauan Singkat 13-14 (Rajawali Pers, Jakarta, 2015). Penelitian hukum normatif

adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder.

Data sekunder mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. 23 Id. Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari norma atau

kaidah dasar, peraturan dasar, peraturan perundang-undangan, bahan hukum yang tidak

dikodifikasikan, yurisprudensi, traktat, bahan hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini

masih berlaku. 24 Id. Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum

primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian hasil karya kalangan hukum, dan

seterusnya. 25 Id. Bahan hukum tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap

bahan hukum primer dan sekunder, contohnya kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan

seterusnya.

Page 21: UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN FAKULTAS HUKUM

11

5. Sistematika Penulisan

Pada bab yang pertama dari tulisan ini saya akan menulis mengenai

pendahuluan. Bab ini memuat latar belakang penelitian mengenai

stabilization clause dan masalah yang muncul yang berkaitan dengan

klausul tersebut. Bab I ini menjadi pengantar untuk masuk ke bab II yang

akan membahas secara khusus tentang perjanjian investasi asing. Dalam

bab II akan dibahas tentang jenis-jenis perjanjian investasi internasional,

sejarah singkat perkembangan perjanjian investasi asing, dan perbedaan

antara Bilateral Investment Treaties dengan State Contracts.

Kemudian bab III dalam tulisan ini akan fokus membahas

mengenai stabilization clause, yaitu pengertian stabilization clause; jenis-

jenis stabilization clause; maksud, tujuan, dan manfaat stabilization

clause. Pada bab IV tulisan ini akan dibahas mengenai tinjauan terhadap

stabilization clause, dilihat dari pro dan kontra penggunaan klausul

tersebut, keputusan arbitrase internasional mengenai kasus yang

berhubungan dengan stabilization clause, dan hubungan stabilization

clause dengan kewenangan negara berdasarkan prinsip Permanent

Sovereignty Over Natural Resources. Terakhir, penulisan skripsi ini

diakhiri dengan sebuah simpulan.