UPAYA MENGATASI BLACK CAMPAIGN KELAPA SAWIT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_2012_05B_MP_Bambang.… · kelapa sawit di Indonesia saat ini menghadapi tantangan dari

Embed Size (px)

Citation preview

  • Bambang Dradjat

    276

    UPAYA MENGATASI BLACK CAMPAIGN KELAPA SAWIT DANLANGKAH STRATEGIS KE DEPAN

    Overcoming Black Campaign on Palm Oil and DevelopingFuture Strategy

    Bambang Dradjat

    Lembaga Riset Perkebunan NusantaraJl. Salak No.1, Bogor Jawa Barat

    ABSTRACT

    Palm oil is an important commodity due to its contribution to Indonesian economy.The development of palm oil in Indonesia has experienced fast growth since 1970s,especially during 1980s. The area expansion of Indonesian palm oil faced national andinternational pro-social and environment Non Government Organization (NGO) which raisedblack campaign related to social and environment issues. The development of palm oil hasbeen claimed to the causes of deforestation, loss of biodiversity, social conflicts and climatechanges. In fact, the claims of NGO are not really true on the basis of facts and researchresults related to the issues. The cause of environment and social is not totally originatedfrom palm oil development; even the palm oil development has contributed to environmentprotection and poverty alleviation in rural areas. This calls for the Indonesian governmentand oil palm stakeholders to introduce policy and strategic options to apply sustainable palmoil development in Indonesia.

    Key words : palm oil, deforestation, biodiversity, social conflict, climate change, sustainabledevelopment

    ABSTRAK

    Minyak sawit merupakan komoditas penting di Indonesia karena kontribusinyadalam perekonomian. Pengembangan kelapa sawit di Indonesia mengalami pertumbuhanyang cukup pesat sejak tahun 1970 terutama periode 1980-an. Pertumbuhan luas arealkelapa sawit di Indonesia saat ini menghadapi tantangan dari lembaga swadaya masyarakat(LSM) nasional dan internasional pro-lingkungan dan sosial yang mengembangkan blackcampaign isu lingkungan dan sosial. Pembangunan kelapa sawit diklaim sebagai penyebabterjadinya deforestasi, kehilangan keanekaragaman hayati, konflik sosial, dan perubahaniklim. Klaim dari LSM tersebut ternyata tidak benar menurut beberapa fakta dan hasil riset.Penyebab dari masalah lingkungan dan sosial tidak seluruhnya berasal dari pembangunankelapa sawit, bahkan kelapa sawit ikut berkontribusi dalam menjaga lingkungan danpengurangan kemiskinan di perdesaan. Hal ini mengisyaratkan agar pemerintah danstakeholders kelapa sawit Indonesia perlu menerapkan langkah strategis berupa kebijakandan strategi operasional dalam rangka pembangunan kelapa sawit berkelanjutan.

    Kata kunci : kelapa sawit, deforestasi, keanekaragaman hayati, konflik sosial, perubahaniklim, pembangunan berkelanjutan

  • Upaya Mengatasi Black Campaign Kelapa Sawit dan Langkah Strategis ke Depan

    277

    PENDAHULUAN

    Minyak kelapa sawit, sebagai komoditas yang diperdagangkan secaraglobal, digunakan dalam sejumlah besar produk pangan dan nonpangan dan akhir-akhir ini dipandang sebagai bahan bakar nabati yang menjanjikan. Minyak kelapasawit pada umumnya diproduksi di negara berkembang wilayah tropis yanglembab dan menjadi sektor penting bagi perekonomian setempat, baik untukekspor maupun sebagai bahan baku industri produk turunan. Di Indonesia, kelapasawit dengan produk yang dihasilkannya berperan penting untuk mengurangikemiskinan, memajukan pembangunan ekonomi melalui penyediaan bahan bakubagi industri, penyerapan tenaga kerja dan pembangunan wilayah, danmendukung kenaikan standar hidup bagi rakyat miskin perdesaan terutama di luarJawa. Bahkan, ketika seluruh risiko lingkungan, sosial, ekonomi, dan tata kelolasudah tidak dipermasalahkan, sektor kelapa sawit Indonesia berpotensi untukmemberikan kontribusi kepada keamanan pangan dan energi global. Kelapa sawitjuga berpotensi untuk menjawab tuntutan pemenuhan kebutuhan global dandomestik minyak sawit untuk pangan (food), makanan ternak (feed), bahan bakarnabati atau biodiesel (bio-fuel), dan serat (bio-fibre)

    Pengembangan kelapa sawit di Indonesia mengalami pertumbuhan yangcukup pesat sejak tahun 1970 terutama periode 1980-an. Semula pelakuperkebunan kelapa sawit hanya terdiri dari perkebunan besar negara (PBN)namun pada tahun yang sama pula dibuka perkebunan besar swasta (PBS) danperkebunan rakyat (PR) melalui pola PIR (perkebunan inti rakyat) dan selanjutnyaberkembang pola swadaya. Pada tahun 1980 luas areal kelapa sawit adalah294.000 ha dan pada tahun 2009 luas areal perkebunan kelapa sawit diperkirakansudah mencapai 7,32 juta ha dimana 47,81 persen dimiliki oleh PBS, 43,76 persendimiliki oleh PR, dan 8,43 persen dimiliki oleh PBN. Perkebunan kelapa sawit diIndonesia sebagian besar berada di Pulau Sumatera diikuti oleh Kalimantan.Berdasarkan provinsi, Riau merupakan provinsi penghasil minyak sawit terbesar diIndonesia dengan produksi mencapai 24 persen dari produksi nasional pada tahun2009 sementara Jambi menyumbang minyak sawit sebesar 7,70 persen dariproduksi nasional dengan luas lahan mencapai 8,82 persen dari luas lahannasional (Ditjenbun, 2010).

    Saat ini, Indonesia merupakan negara produsen minyak sawit terbesar didunia dengan jumlah produksi tahun 2009 diperkirakan sebesar 20,6 juta tonminyak sawit, kemudian diikuti dengan Malaysia dengan jumlah produksi 17,57 jutaton. Produksi kedua negara ini mencapai 85 persen dari produksi dunia yangsebesar 45,1 juta ton (Oil World, 2010). Sebagian besar hasil produksi minyaksawit di Indonesia merupakan komoditas ekspor. Pangsa ekspor kelapa sawithingga tahun 2008 mencapai 80 persen total produksi. India adalah negara tujuanutama ekspor kelapa sawit Indonesia, yaitu 33 persen dari total ekspor kelapasawit, kemudian diikuti oleh Cina sebesar 13 persen, dan Belanda 9 persen (OilWorld, 2009).

    Akhir-akhir ini, pengembangan industri kelapa sawit di Indonesia sudahmemperhatikan pelestarian sumber daya alam. Pemerintah telah mengarahkan

  • Bambang Dradjat

    278

    pengembangannya untuk memanfaatkan lahan-lahan terlantar dan melakukanmoratorium pemanfaatan hutan alam dan lahan gambut (Inpres No. 10 Tahun2011) dan menerapkan pembangunan kelapa sawit Indonesia yang berkelanjutan(Permentan No. 19/Permentan/OT.140/3/2011).

    Namun demikian, isu tentang keberlanjutan pengembangan kelapa sawitkhususnya terkait dengan perkembangan luas areal dan produksi kelapa sawit diIndonesia dan Malaysia terus meningkat. Isu/permasalahan lingkungan terfokuspada alih fungsi hutan alam dan lahan gambut untuk kelapa sawit. Permasalahanini dianggap mempunyai andil besar terhadap terjadinya deforestasi hutan tropis,hilangnya habitat satwa liar, sumber utama kebakaran hutan, dan akhirnyaberkontribusi nyata dalam emisi gas rumah kaca. Sedangkan isu keadilan terkaitdengan isu sosial, yaitu terjadinya konflik sosial antara perusahaan perkebunandengan masyarakat lokal perihal status dan hak penggunaan lahan.

    Permasalahan keberlanjutan dan keadilan yang dicerminkan dari masalahlingkungan dan sosial di atas lebih lanjut berdampak lanjutan pada rencanapengetatan perdagangan minyak sawit dan turunannya. Industri pengguna CPO diEropa Barat (salah satu pasar utama ekspor CPO Indonesia) bertekad menolakimpor CPO yang tidak bersertifikat sustainable palm oil (CSPO). Perusahaanpengguna minyak sawit internasional juga telah memperhatikan isu lingkungan dansosial ini. Salah satu kasus penting adalah penolakan Unilever, diikuti Nestle danBurger King, terhadap salah satu produk minyak sawit dari dua perusahaanperkebunan Indonesia (Sinar Mas dan Duta Palma) karena keduanya dianggapsebagai penyebab deforestasi. Negara-negara Uni Eropa juga sedang menyusunEU Directive dengan tujuan yang sama dengan RSPO.

    Isu keberlanjutan di atas digunakan lembaga swadaya masyarakat (LSM)lingkungan dan sosial, baik internasional dan nasional, untuk mengembangkankampanye hitam (black campaign) terhadap kelapa sawit. Klaim-klaim LSMtersebut difokuskan pada beberapa isu, yaitu penebangan hutan, kehilangankeanekaragaman hayati, konflik tanah, dan perubahan iklim. Tulisan ini bertujuanuntuk menyajikan beberapa fakta dan hasil riset tentang kelapa sawit untukmenangkis black campaign kelapa sawit dan menyampaikan beberapa langkahstrategis yang diperlukan industri kelapa sawit Indonesia ke depan dalam rangkapengembangan kelapa sawit berkelanjutan. Untuk keperluan dilakukan studiliteratur secara intensif terkait dengan klaim dan fakta tentang kelapa sawit.

    MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA DALAM PERSPEKTIF MINYAK NABATIGLOBAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

    Pasar minyak dan lemak berkembang sejalan dengan pertumbuhanpenduduk dunia, peningkatan konsumsi per kapita, dan keinginan menggantilemak hewan dalam menu makan manusia. Oil World (2009) memperkirakan untuktahun 2009/10 diantara minyak nabati utama, produksi minyak kelapa sawittertinggi (38,2%) diantara minyak nabati padahal luas areal kelapa sawit hanya 5,6persen. Perbandingan dengan minyak kedelai, misalnya, luas areal mencakup

  • Upaya Mengatasi Black Campaign Kelapa Sawit dan Langkah Strategis ke Depan

    279

    43,9 persen, tetapi produksinya hanya 27,6 persen. Minyak rapeseed yang banyakdijumpai di Eropa, luas arealnya 13,4 persen, produksinya hanya 16,5 persen(Gambar 1). Dalam hal total luas areal, luas areal kelapa sawit pada tahun 2009/10sekitar 13 juta ha, sedangkan luas areal kedelai, rapeseed dan bunga mataharimasing-masing 102; 30 dan 25 juta ha.

    Gambar 1. Luas Areal dan Produksi Minyak Nabati Dunia 2009-2010

    Minyak kelapa sawit juga serba guna dalam banyak aplikasi pengolahan.Kekhawatiran terhadap bahaya kesehatan berkenaan dengan asam lemak atautrans-fatty acids (TFA) dan genetically modified organisms (GMO) jugameningkatkan permintaan untuk minyak kelapa sawit. Minyak kelapa sawit yangmembutuhkan sedikit atau tanpa hydrogenation untuk produksi margarin, mentega,dan pembuatan permen merupakan bahan pengganti yang dapat diterimadibandingkan dengan minyak sayur yang membutuhkan hydrogenation untukmenghasilkan produk ini. Minyak kelapa sawit tidak berasal dari GMO (Teoh,2010).

    Kelebihan lain dari minyak kelapa sawit dalam pasar minyak nabati adalahproduktivitas. Kelapa sawit memiliki produktivitas minyak lebih tinggi dibandingkandengan tanaman penghasil minyak lainnya seperti kedelai, bunga matahari, danrapak (rapeseed). Produktivitas minyak sawit adalah 3,74 ton/ha/tahun denganpengelolaan manajemen budidaya terbaik memiliki potensi sekitar 6 ton/ha/tahun.Minyak kedelai hanya 0,38 ton/ha/tahun, minyak bunga matahari 0,48 ton/ha/

    Sumber: Oil World (2009)

  • Bambang Dradjat

    280

    tahun, dan minyak rapak sebesar 0,67 ton/ha/tahun (Oil World, Maksi, Pusat DataInfoSAWIT, 2010) (Gambar 2). Selain produktivitas, biaya produksi minyak kelapasawit per ton juga lebih rendah dibandingkan minyak nabati lainnya. Industriminyak kelapa sawit adalah industri yang paling efisien dibandingkan denganindustri minyak nabati lainnya (Zimmer,2009) (Gambar 3).

    Sumber: Oil World, Maksi, Pusat Data InfoSAWIT, 2010

    Gambar 2. Perbandingan Produktivitas Minyak Nabati Dunia

    Sumber: Zimmer (2009)

    Gambar 3. Perbandingan Biaya Produksi Minyak Nabati Dunia

  • Upaya Mengatasi Black Campaign Kelapa Sawit dan Langkah Strategis ke Depan

    281

    Hal di atas berarti kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyakyang paling efisien di dunia, hanya memerlukan sekitar 0,25-0,27 ha untukmenghasilkan 1 ton minyak sawit (CPO), sementara tanaman kedelai, bungamatahari, dan rapeseed memerlukan 2,22; 2 dan 1,5 ha untuk menghasilkan 1 tonminyak biji-bijian.

    Walaupun sekitar 80 persen hasil minyak kelapa sawit sedunia sekarangdikonsumsi untuk penggunaan pangan/yang dapat dimakan, penggunaan non-pangan semakin bertambah penting. Penggunaan dalam sabun, deterjen, dansurfactants, kosmetik, farmasi, nutraceuticals dan beberapa produk industri, danrumah tangga semakin bertambah karena pengalihan dari produk-produkberdasarkan minyak bumi dan dengan demikian membuka permintaan non-tradisional untuk minyak kelapa sawit dan minyak palm kernel. Hasrat global untukmenggantikan sedikitnya sebagian kecil penggunaan bahan bakar fosil denganbahan bakar terbarukan telah menimbulkan kenaikan permintaan untuk minyaknabati termasuk minyak kelapa sawit sebagai bahan bakar nabati (biofuel).Disamping kepedulian terhadap lingkungan, secara relatif harga tinggi dari bahanbakar fosil telah menciptakan permintaan untuk bahan bakar alternatif yang murahdan ramah lingkungan.

    Sejalan dengan prospek kelapa sawit di atas, produksi minyak kelapasawit Indonesia meningkat secara konsisten untuk memasok pasar-pasar utama,termasuk Uni Eropa, Cina, Pakistan, dan India. Produksi minyak kelapa sawitIndonesia melampaui Malaysia sebagai penghasil kelapa sawit terbesar sedunia,tepatnya pada tahun 2007. Secara bersama, Indonesia dan Malaysiamenghasilkan 85 persen dari produksi global (Gambar 4). Di Indonesia, walaupunterdapat indikasi rendahnya produktivitas, PR menyumbang cukup signifikan bagiproduksi minyak kelapa sawit nasional dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010,kontribusi PR dalam produksi minyak kelapa sawit nasional sekitar 39 persen.

    Sumber : Oil World (2010)

    Gambar 4. Produksi Minyak Kelapa Sawit Indonesia dan Malaysia

  • Bambang Dradjat

    282

    Dalam pengelolaannya, industri kelapa sawit telah berkontribusi dalampembangunan kelapa sawit berkelanjutan. Sebagian besar perusahaanperkebunan kelapa sawit di Indonesia telah mendapatkan sertifikat ISO 90001 dan14001. Secara pelan tapi pasti, perusahaan perkebunan kelapa sawit Indonesiayang telah menjadi anggota RSPO pada 2010 berjumlah 75 perusahaan.Perusahaan tersebut terlibat aktif penyusunan Prinsip dan Kriteria RSPO1 danInterpretasi Nasional Prinsip dan Kriteria RSPO. Bahkan beberapa perusahaantelah mendapatkan sertifikat RSPO antara lain PT Musim Mas, PT PP LondonSumatera Indonesia Tbk, PT Hindoli, PTPN III, PT Bakrie Sumatera Plantation, PTAgrowiratama, PT Berkat Sawit Sejati, PT Sukajadi Sawit Mekar, PT Inti IndosawitSubur, PT Perkebunan Milano (Wilmar), dan PT First Mujur Plantation & Industry.Mulai tahun 2012, Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO)2 juga akandiberlakukan secara efektif.

    BLACK CAMPAIGN KELAPA SAWIT : KLAIM VS FAKTA DAN HASIL RISET

    Dalam beberapa tahun terakhir, isu tentang keberlanjutan pengembangankelapa sawit khususnya terkait dengan perkembangan luas areal dan produksikelapa sawit di Indonesia dan Malaysia terus meningkat. Isu/permasalahanlingkungan terfokus pada alih fungsi hutan alam dan lahan gambut untuk kelapasawit. Permasalahan ini dianggap mempunyai andil besar terhadap terjadinyadeforestasi hutan tropis, hilangnya habitat satwa liar, sumber utama kebakaranhutan, dan akhirnya berkontribusi nyata dalam emisi gas rumah kaca. Sedangkanisu keadilan terkait dengan isu sosial, yaitu terjadinya konflik sosial antaraperusahaan perkebunan dengan masyarakat lokal perihal status dan hakpenggunaan lahan.

    Pandangan terbagi dalam dua kelompok yang bertentangan dengan pihakpro-pengembangan mempertahankan bahwa minyak kelapa sawit merupakanindustri yang sangat berkelanjutan yang memberi makan kepada dunia sedangkanpihak pro-konservasi menyalahkan sektor minyak kelapa sawit sebagai sebabutama penebangan hutan serta segala penyakit sosial dan lingkungan lainnya.

    Pada umumnya, perluasan besar-besaran dalam industri minyak kelapasawit menarik perhatian LSM besar. Sebagai inisiatif kunci adalah WWF ForestConversion Initiative (FCI) yang disusun pada tahun 2001 untuk mengurangipengubahan hutan konservasi bernilai tinggi bagi pembangunan perkebunankelapa sawit. Untuk mencapai tujuan ini WWF menggunakan gabunganpendekatan seperti pengembangan pengelolaan terbaik dari para pelaku pasarsepanjang rantai persediaan minyak kelapa sawit dan mempengaruhi kebijakaninvestasi bagi pembangunan perkebunan (WWF, 2009).

    1 RSPO merupakan kesepakatan internasional stakeholders kelapa sawit dan memiliki 8 prinsip dan 39kriteria pembangunan kelapa sawit berkelanjutan, bersifat voluntary (sukarela).

    2 ISPO merupakan kebijakan pemerintah Indonesia dan memiliki 7 prinsip dan 41 kriteria pembangunankelapa sawit berkelanjutan, bersifat mandatory (wajib).

  • Upaya Mengatasi Black Campaign Kelapa Sawit dan Langkah Strategis ke Depan

    283

    Fokus perhatian adalah kekhawatiran penebangan hutan, dampak dariekspansi pada kehilangan keanekaragaman nabati serta konflik sosial dan tanah.Sawit Watch bekerja sama dengan Forest Peoples Programme dan LSM-LSMinternasional lainnya memperjuangkan perkara dari masyarakat asli dan lokal(Colchester et al., 2000, Colchester et al., 2006 and Marti, 2008). Keprihatinan ataskehilangan keanekaragaman nabati menempatkan orang utan sebagai titik fokusdari kampanye Borneo Orangutan Survival International (BOS International) sertaLSM-LSM lainnya.

    Tumbuhnya permintaan untuk bahan bakar nabati (biodiesel) dari minyakkelapa sawit, khususnya sesudah terbitnya European Union Directive (EUDirective) tentang energi terbarukan berkenaan dengan kriteria berkelanjutanuntuk bahan bakar nabati, perhatian beralih pada kemungkinan dampak produksiminyak kelapa sawit terhadap emisi CO2 dan pemanasan global. Hooijer et al.(2006) menyimpulkan hutan yang ditebang dan lahan gambut yang dikeringkan diAsia Tenggara adalah sumber utama yang signifikan dari emisi CO2. GreenPeace (2007) menggunakan istilah industri minyak kelapa sawit memasak iklimuntuk menunjuk pada pengertian bagaimana persediaan karbon lahan gambutIndonesia sedang dihabiskan melalui pengembangan minyak kelapa sawit.

    Sebaliknya, industri minyak kelapa sawit dan organisasi-organisasi pro-pengembangan menyatakan bahwa industri minyak kelapa sawit sudahberkelanjutan untuk waktu lama. Minyak kelapa sawit terbukti satu-satunya minyaknabati yang mampu secara efisien dan berkelanjutan memenuhi bagian terbesardari kenaikan permintaan untuk bahan pangan dan bahan bakar nabati. Minyakkelapa sawit memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif dibandingkan minyaknabati lain, khususnya minyak kedelai, minyak rapeseed dan minyak bungamatahari. Minyak kelapa sawit paling produktif dari semua minyak nabatiberkenaan dengan jumlah ton per hektar yang dihasilkan, sehingga membutuhkanlahan yang jauh lebih sedikit. Alasan-alasan lainnya yang mendukung industriminyak kelapa sawit meliputi kontribusi industri kepada perekonomian nasional,sumber pekerjaan dan pengurangan kemiskinan melalui penciptaan lapangankerja dan skema pengembangan perkebunan rakyat di Malaysia, Indonesia, dannegara-negara penghasil lainnya. Tentang bekas kaki ekologisnya, parapendukung minyak kelapa sawit mengatakan bahwa minyak kelapa sawit dapatmenjadi tempat penampungan karbon dan menghasilkan karbon dioksida secaraefisien. Sifat positif dan kontribusi minyak kelapa sawit kepada perekonomiannasional dan kesejahteraan lokal dipromosikan oleh World Growth. Dalamlaporannya, Minyak Kelapa Sawit Minyak yang Berkelanjutan, World Growthmengkaji ulang segala tuduhan terhadap industri minyak kelapa sawit tentangkeberlanjutan dan pembangunan ekonomi (World Growth, 2009a).

    Lebih lanjut, isu pembangunan kelapa sawit berkelanjutan difokuskan olehLSM-LSM anti-kelapa sawit internasional pada beberapa hal, yaitu penebanganhutan, kehilangan keanekaragaman hayati, konflik tanah, dan perubahan iklim.Kampanye negatif (black campaign) terhadap kelapa sawit diuraikan sebagai suatukampanye yang melihat sisi kekurangan dalam penerapan pengembangan kelapasawit di Indonesia secara berlebihan. Kampanye tersebut perlu ditanggapi dengankampanye positif dengan menyajikan fakta dan upaya ke depan dalam

  • Bambang Dradjat

    284

    pengembangan kelapa sawit berkelanjutan di Indonesia. Pada uraian berikutdisajikan beberapa klaim yang dikembangkan oleh kelompok anti kelapa sawitfakta dan hasil penelitian yang disajikan oleh kelompok pro-kelapa sawit.

    Penebangan Hutan

    Perlindungan dan pelestarian hutan tropis yang tersisa merupakanprogram inti bagi LSM seperti WWF dan Greenpeace. Tujuan Forest ConversionInitiative atau Inisiatif Pengubahan Hutan dari WWF adalah menghentikanperubahan hutan menjadi lahan pertanian. Klaim LSM terhadap penebangan hutanadalah walaupun prinsip & kriteria RSPO tidak mengizinkan pengembangan Highconservation value forests atau hutan bernilai pelestarian tinggi sejak tahun 2005,penebangan hutan secara signifikan masih berlanjut, khususnya di Indonesia. Initerjadi meskipun sudah ada permintaan untuk penghentian sementara secaraglobal (moratorium) penebangan hutan untuk kelapa sawit. Greenpeacemengklaim 20 persen dari emisi GHG global disebabkan oleh deforestasi.Perkebunan kelapa sawit diklaim sebagai penyebab utama hutan hujan tropis diIndonesia. Dalam 2 dekade belakangan ini, Nature Alert mengklaim kawasanhutan di Indonesia hanya tersisa sedikit.

    Klaim di atas berlebihan, setidaknya hal ini disampaikan oleh WorldGrowth (2009b). Fakta menunjukkan bahwa 2/3 penebangan hutan dilakukanoleh penduduk berpendapatan rendah di negara-negara miskin dalam rangkauntuk memperoleh lahan bagi kehidupan dan produksi pangan. Fakta inimenunjukkan bahwa kunci untuk mereduksi deforestasi adalah motif kesejahteraanbukan motif lain. Data spesifik tentang peranan kelapa sawit dalam penggundulanhutan memang terbatas dan beragam. Asumsi yang digunakan LSM adalah semuapertumbuhan areal kelapa sawit dilakukan melalui konversi hutan sehinggadisimpulkan perubahan areal kelapa sawit sama dengan tingkat penggundulanhutan pada periode waktu tertentu.

    World Growth (2009a) mengutip data FAO tentang laju penyusutan hutandari tahun 1999 hingga tahun 2010. FAO memperkirakan bahwa areal hutan diIndonesia menyusut 5 persen, dari 99,4 juta hektare menjadi 94,4 juta hektare.Laju penyusutan ini berkurang dari dasawarsa sebelumnya, ketika areal hutanmenyusut 1,75 persen per tahun dari 118,5 juta hektare menjadi 99,4 juta hektare(Gambar 5). Namun demikian, Pemerintah Indonesia meluncurkan program untukmengurangi penebangan hutan melalui moratorium penebangan hutan primer danlahan gambut selama 2 tahun. Pada Mei 2010, Pemerintah Indonesiamenandatangani Letter of Intent (LoI) dengan Pemerintah Norwegia untukmemberlakukan penangguhan 2 tahun yang dimaksudkan untuk mengurangi emisikarbon. Pada bulan yang sama, Pemerintah Indonesia mengumumkan kebijakanuntuk mengembangkan kelapa sawit di lahan kritis dan areal penggunaan lain(APL) yang luasannya tidak kurang dari 6 juta ha.

    Secara ilmiah, perkiraan laju deforestasi sangat lemah. Ilmuwanmenyatakan bahwa perkiraan tersebut berlebihan dan didasarkan pada data yangsudah tertinggal. Sumber dan kehilangan karbon dapat dihitung dari laju

  • Upaya Mengatasi Black Campaign Kelapa Sawit dan Langkah Strategis ke Depan

    285

    perubahan penggunaan lahan dan perubahan per hektar persediaan karbonsebagai hasil dari penggunaan dan manajemen lahan. Perkiraan emisi karbonberdasarkan pembukaan lahan saja tidak cukup. Untuk negara tropis sepertiIndonesia, perkiraan tersebut mempunyai 50 persen error marjin. Analisismenggunakan satelit menunjukkan bahwa perkiraan laju deforestasi 23 persenhingga 54 persen lebih rendah dari laju yang dilaporkan LSM. Data penelitian olehStern (2006) menunjukkan bahwa hanya 20-30 persen dari pembukaan lahan(hutan) untuk kelapa sawit. FAO menemukan bahwa lahan hutan turun 13,1 jutaha sepanjang tahun 2000-2005, lahan dimaksud yang digunakan untukinfrastruktur naik 9,4 juta ha. Dalam konteks kawasan hutan, Indonesia mempunyai60 persen total daratan untuk hutan, walaupun sebagian diantaranya untuk hutanproduksi, bukan hutan primer. Indonesia menyadari adanya kebutuhan untukmempertahankan kawasan hutan sebagai komitmen.

    Gambar 5. Kawasan Hutan Indonesia, 1990 2010

    Kehilangan Keanekaragaman Hayati

    Negara-negara penghasil minyak kelapa sawit utama juga menjadi pusatkeanekaragaman nabati yang luas sekali. Klaim LSM (Friend of the Earth) adalahkelompok binatang tertentu (orang utan, gajah dan harimau) terancam punahmelalui perluasan kebun kelapa sawit. Keadaan gawat dari orang utan yangterancam punah menjadi titik fokus dari berbagai kampanye dan diberikan ulasanpemberitaan ekstensif melalui media masa. Ancaman terbesar terhadap masadepan orang utan adalah pembalakan liar, perubahan hutan menjadi kebun kelapasawit dan kebakaran hutan. Kelompok binatang lain yang terkena dampakpembangunan adalah gajah dan harimau. Masalah terkait adalah fragmentasidaerah pemukiman hutan alami dan gangguan dari pengembangan kelapa sawityang mengakibatkan konflik manusia binatang liar yang serius.

    Fakta menunjukkan bahwa penyusutan habitat orang utan, gajah, danharimau tidak semata-mata akibat konversi lahan hutan menjadi kebun kelapasawit. Faktor lain yang mempengaruhi habitat orang utan, gajah, dan harimau

  • Bambang Dradjat

    286

    diantaranya adalah perburuan dan pertambangan. Dengan fakta bahwa kelapasawit bukan penyebab utama konversi lahan, klaim bahwa pengembangan kelapasawit sebagai penyebab utama berkurangnya populasi orang utan tidak tepat danmenghentikan pengembangan kelapa sawit tidak akan menyelamatkan orang utan.Di Indonesia, habitat orang utan dilestarikan melalui suaka marga satwa yangditetapkan dan mematuhi sejumlah undang-undang. Lembaga pemerintah,organisasi konservasi dan industri kelapa sawit mendukung program perlindunganorang utan. Lebih dari 23 persen hutan Indonesia dicadangkan untuk pelestarianhutan salah satunya sebagai habitat orang utan, termasuk 42 persen di Aceh dan40 persen di Kalimantan.

    Konflik Tanah

    Klaim dari LSM adalah konflik tanah merupakan masalah utama di sektorminyak kelapa sawit. Konflik terjadi antara petani kecil, masyarakat setempat danpenduduk asli dan perusahaan perkebunan serta dengan pemerintah. DiIndonesia, Sawit Watch mendokumentasikan lebih dari 500 sengketa tanahsedangkan WALHI mencatat 200 kasus konflik di Kalimantan Barat. Friends of theEarth mengklaim bahwa penduduk asli dipaksa menyerahkan tanah mereka untukmemberi jalan bagi pengembangan perkebunan kelapa sawit. Pengembangankelapa sawit yang cepat meminggirkan masyarakat lokal menjadi miskin dan tidakmampu membayar hutang.

    Fakta menunjukkan bahwa ketertinggalan masyarakat lokal terkait isu hakdan manfaat hanya merupakan kekhawatiran saja terkait dengan friksi yang takterhindarkan diantara kelompok-kelompok berkepentingan. Hal ini biasa terjadi dinegara berkembang karena hak milik lahan masih belum tegas pendefinisiannya.Dan, kemiskinan sangat jarang terjadi dalam kasus pengembangan kelapa sawit.Alasan yang mendasari adalah kelapa sawit merupakan tanaman yang produktifdan mempunyai kapasitas untuk menghasilkan pendapatan yang cukup untukmenjamin kehidupan pemilik lahan kecil yang mau bekerja di kelapa sawit. Konflik-konflik lahan yang terjadi tidak representatif dan tidak akurat.

    Dampak pengembangan kelapa sawit terhadap masyarakat lokal dibesar-besarkan dan mengabaikan kontribusi terhadap perekonomian lokal dari introduksikelapa sawit. Komisi Minyak Sawit Indonesia (KMSI) dan Pemerintah Indonesiamembantu dan mendukung petani (plasma) dalam mengembangkan kebun kelapasawitnya. Di bawah skema PIR, perusahaan inti sebagai pengembang mempunyaikomitmen untuk membeli tandan buah segar (TBS) yang dihasilkan petani denganformula harga yang ditetapkan Menteri Pertanian. KMSI bekerja sama denganbank lokal memfasilitasi akses kredit murah untuk petani dalam rangkaperemajaan dan mengurangi beban hutang petani.

    Perubahan Iklim

    Klaim LSM adalah karena lahan diatas tanah mineral semakin menipismaka ekspansi kelapa sawit meningkat dalam lahan gambut. Diperkirakan bahwa

  • Upaya Mengatasi Black Campaign Kelapa Sawit dan Langkah Strategis ke Depan

    287

    Indonesia sendiri mempunyai 22,5 juta hektar lahan gambut atau sekitar 12 persendari seluruh lahan. Pengeringan dari persediaan karbon yang sangat banyak inidan perubahan menjadi lahan kelapa sawit memberikan kontribusi kepada emisiyang sangat luas dari gas rumah kaca dan memberikan kontribusi kepada masalahmutu udara musiman. LSM (Greenpeace) memperkirakan 20 persen efek gasrumah kaca (GHG) disebabkan oleh deforestasi. Nature Alert mengklaim bahwadengan argumen yang dapat dipertanggungjawabkan industri kelapa sawit adalahindustri yang paling merusak lingkungan di dunia.

    Klaim LSM di atas berlebihan bahkan dogmatis. Tidak ada bukti kuat untukmendukung klaim LSM di atas. Bukti empiris menunjukkan fakta sebaliknya.Biodiesel dari kelapa sawit telah terbukti secara nyata lebih efisien untukmereduksi emisi GHG dibandingkan biofuel lainnya. LSM anti sawit mengalamikesulitan untuk mengkampanyekan penurunan emisi karbon dari pengurangankonsumsi bahan bakar fosil karena strategi ini lebih mahal dibandingkan denganstrategi menekan penebangan hutan.

    Fakta menunjukkan kelapa sawit yang ditanam di lahan gambut palingbanyak hanya menghasilkan 1/8 dari produksi. Pengetahuan tentang dampaknyata penanaman kelapa sawit di lahan gambut masih diperdebatkan. Industrikelapa sawit senantiasa melakukan inovasi dan mengembangkan teknik untukmeminimumkan emisi karbon jika kelapa sawit dikembangkan di lahan gambut.

    PROSPEK KELAPA SAWIT DAN LANGKAH STRATEGIS KE DEPAN

    Permintaan minyak kelapa sawit untuk pangan diperkirakan terusbertambah sejalan dengan pertumbuhan penduduk, kenaikan konsumsi per kapitadan untuk mensubtitusi lemak jenuh hewan. Selama tahun 2008/09, konsumsi perkapita minyak dan lemak di Uni Eropa dan Amerika Serikat masing-masing adalah59,3 kg dan 51,7 kg, konsumsi di negara berkembang seperti India, Pakistan danNigeria masing-masing adalah 13,4 kg, 19,9 kg, dan 12,5 kg. Konsumsi di negara-negara berkembang ke depan menuju pada mutu kehidupan yang lebih baik danperubahan konsumsi per kapita menuju rata-rata dunia kini adalah 23,8 kg perorang maka lompatan lebih lanjut dalam produksi minyak nabati dibutuhkan untukmemenuhi permintaan masa depan (Bek-Nielsen, 2010).

    Berdasarkan proyeksi World Bank tahun 2009, seperti dilaporkan olehTeoh (2010), jumlah penduduk tahun 2020 sekitar 7,58 milyar, dengan asumsikenaikan jumlah penduduk sebesar 11,6 persen dan kenaikan 5 persen dalamkonsumsi per kapita maka tambahan 27,7 juta ton minyak nabati diperlukansebelum tahun 2020. Apabila kenaikan permintaan ini dipenuhi oleh minyak kelapasawit maka tambahan luas areal yang diperlukan adalah 6,3 juta ha. Hal ini dapatdipenuhi dengan asumsi terjadi kenaikan 10 persen dalam produktivitas per hektar.Namun demikian, apabila kenaikan disediakan oleh minyak kedelai makatambahan luas areal yang diperlukan 42 juta hektar.

    Di sektor bahan bakar terbarukan dari minyak nabati (biofuel), negara-negara di seluruh dunia sudah menetapkan sasaran biodiesel berkisar; 1 persen di

  • Bambang Dradjat

    288

    Filipina sampai 10 persen di Uni Eropa sebelum tahun 2020. Apabila rencana initerwujud diperkirakan 4 juta hektar lahan tambahan harus ditanami untukmemenuhi kebutuhan Uni Eropa sedangkan satu juta hektar lahan lagi dibutuhkanuntuk mencukupi permintaan Cina (Sheil et al., 2009).

    Menguatnya permintaan untuk minyak kelapa sawit, pertanyaan yangmuncul adalah dari mana saja produksi masa depan akan datang?. Visipemerintah Indonesia adalah untuk menjadi penghasil minyak kelapa sawitberkelanjutan terbaik sedunia, dengan tujuan menghasilkan 40 juta ton minyakkelapa sawit tahun 2020 untuk pangan dan untuk energi. Ini berarti bahwaproduksi harus berlipat dua dalam 10 tahun mendatang. Selain peningkatanproduktivitas, untuk memenuhi permintaan ini maka diperlukan lahan tambahanbaru dari areal penggunaan lain (APL) dan lahan terlantar yang perlu ditanamikelapa sawit setiap tahunnya. Potensi dan peluang tersebut dimiliki Indonesia.

    Kecemburuan internasional terhadap perkembangan kelapa sawit perludidalami dengan mengurai isu negatif (black campaign) pembangunan kelapasawit dimana pembangunan kelapa sawit dikhawatirkan tidak berkelanjutan.Dengan mengurai isu pembangunan kelapa sawit berkelanjutan, maka dapatdiketahui bahwa akar masalahnya adalah di pasar pangsa minyak sawit menguatdibandingkan minyak nabati lain dan hal ini dimungkinkan karena produktivitas danefisiensi minyak sawit lebih tinggi dibandingkan minyak nabati lain yang diproduksinegara-negara sub-tropis yang umumnya negara-negara maju. Dengan posisiminyak sawit lebih kuat ini, isu yang dikembangkan adalah isu pembangunankelapa sawit berkelanjutan melalui penciptaan hambatan teknis produksi danperdagangan (Gambar 6).

    Dengan analisis di atas, maka klaim dari berbagai LSM internasional dapatdipandang sebagai bagian dari dinamika lingkungan strategis eksternal. Untuk ituperjuangan untuk mengatasi black campaign perlu dilakukan denganmengembangkan langkah-langkah strategis terutama dalam menguraipermasalahan pembangunan kelapa sawit di Indonesia. Untuk itu, kajianBappenas (2010) yang melihat permasalahan/isu kelapa sawit secarakomprehensif dapat menjadi salah satu rujukan penting.

    Menurut Bappenas (2010), permasalahan pembangunan kelapa sawit diIndonesia dapat diatasi dengan menerapkan 8 alternatif kebijakan pembangunankelapa sawit, yaitu: (i) pengembangan produk (hilir dan samping) dan peningkatannilai tambah produk kelapa sawit; (ii) transparansi informasi pembangunan kebunkelapa sawit; (iii) promosi, advokasi dan kampanye publik tentang industri kelapasawit berkelanjutan; (iv) mendorong penerapan prinsip dan kriteria RSPO; (v)pengembangan mekanisme resolusi konflik; (vi) pengembangan aksesibilitaspetani terhadap sumber daya; (vii) penguatan dan penegakan hukumpembangunan kelapa sawit berkelanjutan melalui penerapan IndonesianSustainable Palm Oil (ISPO) dan tata kelola perizinan, dan; (viii) pengendaliankonversi hutan alam primer dan lahan gambut.

  • Upaya Mengatasi Black Campaign Kelapa Sawit dan Langkah Strategis ke Depan

    289

    Gambar 6. Analisis Akar Masalah Pembangunan Kelapa Sawit Berkelanjutan

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Kesimpulan

    Beberapa fakta dan hasil riset literatur tentang kelapa sawit menujukkanbahwa kelapa sawit mempunyai kontribusi signifikan bagi pembangunan diIndonesia. Dalam perspektif global, produksi minyak sawit berperan penting dalamproduski minyak nabati dunia untuk memenuhi kebutuhan pangan dan non-pangan. Indonesia dan Malaysia merupakan dua negara yang dominan dalamproduksi minyak sawit dunia. Khusus untuk Indonesia, kontribusi produksi minyaksawit dari perkebunan rakyat cukup penting.

    Beberapa fakta dan hasil riset literatur juga dapat digunakan untukmenangkis black campaign terhadap kelapa sawit. Sumber dari deforestasi adalahtingkat kesejahteraan masyarakat dan pembangunan infrastruktur, bukan semata-mata sebagai akibat dari pembangunan kelapa sawit. Seiring dengan kemajuan

    Pangsa minyak sawitmenguat

    dibandingkan minyaknabati lain

    Produktivitas danefisiensi minyak sawit

    lebih tinggidibandingkan minyak

    nabati lain

    Posisi minyak sawitlebih kuat

    dibandingkan minyaknabati lain

    Hambatanteknis

    perdagangan

    Peningkatan luasareal danproduksi

    Isu global :Pembangunan kelapa

    sawit berkelanjutan

    Alih fungsihutan dan

    lahangambut

  • Bambang Dradjat

    290

    pembangunan di Indonesia, areal hutan di Indonesia juga cenderung menyusutdari waktu ke waktu. Pemerintah Indonesia telah memberlakukan penangguhan 2tahun (moratorium) penebangan hutan. Pemerintah Indonesia juga telahmenerapkan kebijakan pembangunan kelapa sawit di lahan kritis dan arealpenggunaan lain (APL) yang luasannya tidak kurang dari 6 juta ha.

    Kehilangan keanekaragaman hayati juga bukan semata-mata karenaperluasan kebun kelapa sawit, melainkan adanya faktor lain seperti perburuan danpertambangan. Penyelamatan orang utan di Indonesia dilakukan melalui suakamarga satwa yang ditetapkan dan mematuhi sejumlah undang-undang sertadidukung oleh organisasi konservasi. Lebih dari 23 persen hutan Indonesiadicadangkan untuk pelestarian hutan salah satunya sebagai habitat orang utan,termasuk 42 persen di Aceh dan 40 persen di Kalimantan.

    Konflik tanah yang terjadi pada beberapa daerah pembangunan kelapasawit pada dasarnya merupakan konflik kepentingan terkait dengan friksi yang takterhindarkan diantara kelompok-kelompok berkepentingan. Hal ini biasa terjadi dinegara berkembang karena hak milik lahan masih belum tegas pendefinisiannya.Kelapa sawit merupakan tanaman yang produktif dan mempunyai kapasitas untukmenghasilkan pendapatan yang cukup untuk menjamin kehidupan pemilik lahankecil yang mau bekerja di kelapa sawit.

    Kelapa sawit juga bukan penyebab terjadinya perubahan iklim karenapembangunan kelapa sawit bukan merupakan penyebab deforestasi danpeningkatan emisi karbon dari penggunaan lahan gambut. Biodiesel dari kelapasawit bahkan telah terbukti secara nyata lebih efisien untuk mereduksi emisi GHGdibandingkan biofuel lainnya. Pengetahuan tentang dampak nyata penanamankelapa sawit di lahan gambut juga masih diperdebatkan. Industri kelapa sawitsenantiasa melakukan inovasi dan mengembangkan teknik untuk meminimumkanemisi karbon jika kelapa sawit dikembangkan di lahan gambut.

    Prospek kelapa sawit ke depan masih cerah sejalan dengan pertubuhanjumlah penduduk, kenaikan konsumsi per kapita dan adanya kebutuhan substitusipangan dan nonpangan menjadi berbasis minyak sawit di dunia internasional.Indonesia berpotensi untuk memenuhi kebutuhan minyak sawit dunia baik untukpangan maupun nonpangan. Sementara itu, persaingan dengan minyak nabati laintetap akan berjalan dengan mengalihkannya ke dalam isu pembangunan kelapasawit berkelanjutan. Delapan langkah srategis yang diajukan Bappenas dapatmenjadi rujukan dalam pembangunan kelapa sawit berkelanjutan di Indonesia.

    Saran

    Pemerintah dan stakeholders kelapa sawit Indonesia perlu menyiapkanstrategi dalam implementasi pembangunan kelapa sawit berkelanjutan. Strategidimaksud merupakan langkah-langkah operasional untuk menjawab tantangandinamika pembangunan kelapa sawit di Indonesia sekaligus penjabaran kebijakandasar yang mengacu pada delapan langkah strategis yang diajukan Bappenas.Berbagai langkah operasional diantaranya sebagai berikut:

  • Upaya Mengatasi Black Campaign Kelapa Sawit dan Langkah Strategis ke Depan

    291

    1. Respon kebijakan yang jelas dan tegas untuk menghadapi kampanye negatifterhadap kelapa sawit dengan memanfaatkan fakta dan hasil penelitiantentang kelapa sawit.

    2. Meningkatkan intensitas promosi dan advokasi dalam menghadapi kampanyenegatif terhadap kelapa sawit.

    3. Menggunakan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) sebagai alat promosi,advokasi dan kampanye publik untuk memperkuat posisi tawar kelapa sawitIndonesia.

    4. Sosialisasi dan pelatihan penerapan prinsip dan kriteria berkelanjutan,terutama kepada petani.

    5. Monitoring dan evaluasi penerapan prinsip dan kriteria berkelanjutan.

    6. Promosi, advokasi dan kampanye positif bahwa pembangunan perkebunan diIndonesia telah menerapkan prinsip dan kriteria pembangunan kelapa sawitberkelanjutan.

    7. Penanganan dampak negatif dan pengembangan dampak positif.

    8. Kerja sama kemitraan antara perusahaan perkebunan dan industri pengolahankelapa dengan masyarakat sekitar/petani untuk mengembangkan perkebunanrakyat.

    9. Penguatan penelitian dan pengembangan (R&D) kelapa sawit melaluipeningkatan anggaran dan investasi R&D, kerja sama penelitian danpengembangan antara pemerintah, swasta, dan lembaga penelitian termasukperguruan tinggi, agenda riset pengembangan komoditas kelapa sawit untukmemenuhi kebutuhan pangan, pakan, bahan bakar dan serat, dan penelitianpengembangan daya saing.

    10. Pengembangan sistem manajemen penerapan hukum dan perizinanpembangunan kelapa sawit berkelanjutan dengan menerapkan indikator danpersayaratan yang jelas dan tertib.

    11. Percepatan padu serasi antara Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK)dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) semua tingkatan.Penguatan penataan ruang melalui mekanisme insentif disinsentif danpengenaan sanksi.

    12. Penyediaan tenaga pendamping dalam penerapan inovasi teknologi dankelembagaan.

    13. Penyediaan lahan bagi petani untuk menguasai lahan-lahan terlantar ataulahan lain sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

    14. Pemberdayaan dan penguatan kelembagaan petani sehingga kelembagaanpetani mempunyai status hukum yang pasti.

    15. Penguatan SDM bidang kelembagaan petani, baik dari pihak petani maupunperusahaan

  • Bambang Dradjat

    292

    DAFTAR PUSTAKA

    Bappenas, 2010. Kebijakan dan Strategi dalam Meningkatkan Nilai Tambah dan DayaSaing Kelapa Sawit Indonesia Secara Berkelanjutan dan Berkeadilan. DirektoratPangan dan Pertanian, Bappenas, Jakarta.

    Bek-Nielsen, C. 2010. A perspective on Palm Oil and Its Sustainability. Paper presented atPalm Oil and Lauric Oils Conference POC2010, Kuala Lumpur in Teoh, C.H., 2010.Persoalan Keberlanjutan Kunci dalam Sektor Minyak Kelapa Sawit. IFC, WorldBank Group.

    Colchester, M., A.P. Wee, M.C. Wong, and T. Jalong. 2000. Land is Life: Land Rights andOil Palm Development in Sarawak. Forest Peoples Programme & SawitWatch.http: www.rengah.c2o.org/assets/pdf/de0175a.pdf (Access on 29 March 2011).

    Colchester, M., N. Jiwan, Andiko, M. Sirait, A.Y. Firdaus, A. Surambo, and H. Pane. 2006.Promised Land: Palm Oil and Land Acquisition in Indonesian Implications forLocal Communities and Indigenous peoples. Forest Peoples Programme &SawitWatch. http: www.landcoalition.org/program/cpl_case_studies. (Access on 29March 2011).

    Greenpeace.2007. How the Palm Oil Industry is Cooking the Climate. GreenpeaceInternational, The Netherlands.

    Hooijer, A., M. Silvius, H. Wosten, and S. Page. 2006. Peat-CO2: Assessment of CO2Emissions from Drained Peatlands in SE Asia. Delft Hydraulics report Q3943.

    Marti, S. 2008. Losing Ground: The Human Rights Impacts of Oil Palm Expansions inIndonesia. A report by Friends of the Earth, LifeMosaic and Sawit Watch, February2008. http://www.wrm.org.uy/countries/Indonesia/losingground.pdf (Acsess 29March 2011).

    Oil World, 2009. Global Supply, Demand and Price Outlook of Poils and Fats. Paper givenat the Global Oils & Forum of the APOC in New Orleans on 5 6 Oct 2009.http://www.americanpalmoil.com/pdf/GOFF2009/Session1-ThomasMielke.pdf(Acess on 29 March 2011).

    Oil World, Maksi, Pusat Data InfoSAWIT, 2010 dalam Tim Advokasi Minyak Sawit Indonesia- Dewan Minyak Sawit Indonesia (TAMSI-DMSI), 2010. Fakta Kelapa SawitIndonesia. Dewan Minyak Sawit Indonesia.

    Sheil, D., A. Casson, E. Meijaard, M. van Nordwijk, J. Gaskell, J. Sunderland-Groves, K.Wertz, and M. Kanninen. 2009. The Impacts and Opportunities of Oil Palm inSoutheast Asia: What Do We Know and What Do We Need to Know? OccasionalPaper No. 51. CIFOR, Bogor, Indonesia.

    Stern, N. 2006. Stern Review: The Economics of Climate Change. Cambridge, UK.Cambridge University Press. http: webarchive.nationalarchives.gov.uk/+/.../sternreview_index.cfm. (Acess on 29 March 2011).

    Teoh, C.H., 2010. Persoalan keberlanjutan Kunci dalam Sektor Minyak Kelapa Sawit. IFC,World Bank Group.

    World Growth, 2009a. Palm Oil: The Sustainable Palm Oil. A World Growth Report.

    World Growth, 2009b. Collateral Damage: How The Bogus Campaign against Palm OilHarms the Poor A World Growth Report.

    WWF, 2009. WWF. Forest Conversion Initiative. http://wwf.panda.org/what_we_do/footprint/agriculture/forescomversion.cfm (Access: 5 April 2011)

    www.rengah.c2o.org/assets/pdf/de0175a.pdfwww.landcoalition.org/program/cpl_case_studieshttp://www.wrm.org.uy/countries/Indonesia/losingground.pdfhttp://www.americanpalmoil.com/pdf/GOFF2009/Session1-ThomasMielke.pdfhttp://wwf.panda.org/what_we_do/