18
1 URGENSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WADAH PENGOKOHAN KARAKTER NASIONAL MAHASISWA DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015 Oleh: Mariske Myeke Tampi A. Pendahuluan Seiring dengan berkembangnya kerjasama antar negara dalam berbagai bidang baik di tingkat regional maupun internasional, karakter nasional Indonesia merupakan salah satu aspek yang sangat perlu untuk dikokohkan secara signifikan terutama di kalangan mahasiswa yang akan melanjutkan perkuliahan di luar negeri dalam rangka dual degree program maupun studi lanjut. Menurut data dari OECD (Organisation of Economic Co-operation and Development), terdapat sekitar 15%-30% mahasiswa internasional (termasuk Indonesia) yang memilih untuk tinggal di negara dimana mereka lulus dari perkuliahan 1 . Pelajar dari Asia (termasuk Indonesia) berjumlah 52% dari seluruh mahasiswa internasional yang belajar di negara-negara anggota OECD. Lebih dari 75% dari jumlah tersebut terpusat pada 4 (empat) negara: Amerika Serikat, Australia, Inggris dan Jepang 2 . Hal ini merupakan berita baik, karena belajar di negara maju tentunya memberikan banyak keuntungan dari segi kualitas akademis, penguasaan bahasa asing dan pergaulan internasional. Namun demikian, hal yang perlu ditelaah lebih lanjut adalah apakah kemudian setelah para mahasiswa tersebut menyelesaikan perkuliahan, semangat mengabdinya cenderung dipersembahkan untuk negara maju tersebut ataukah tetap diabdikan untuk kepentingan bangsa Indonesia? Dalam rangka menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang dimulai pada akhir tahun 2015, ASEAN pada umumnya dan Indonesia pada khususnya membutuhkan sosok pemimpin yang cukup kuat untuk menghadapi globalisasi. Harapan utama dari ASEAN pada umumnya dan Indonesia pada khususnya terhadap mahasiswa yang berkuliah di luar negeri adalah dengan proses perkuliahan tersebut, sang mahasiswa memiliki kemampuan akademis, penguasaan bahasa asing dan pergaulan internasional yang mapan, sehingga pada gilirannya kualitas tersebut akan menjadi dasar yang kuat sebagai pemimpin di masa yang akan datang (future leader). Negara Indonesia adalah negara yang kaya. Persebaran hutan dan sawah, kekayaan tambang maupun hasil laut merupakan kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia sebagai perpaduan dari sifat negara agraris, berbentuk kepulauan (archipelago state) dan beriklim tropis. Hanya saja, rasio antara sumber 1 Asian Development Bank Institute, Labor Migration, Skills, and Student Mobility in Asia (Japan: Asian Development Bank Institute, 2014), iii. 2 Ibid.

URGENSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN · PDF filemahasiswa internasional (termasuk Indonesia) ... Pergerakan nasionalisme tidak bisa lepas dari sejarah pembentukan bangsa Indonesia. Menurut

  • Upload
    letu

  • View
    228

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: URGENSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN · PDF filemahasiswa internasional (termasuk Indonesia) ... Pergerakan nasionalisme tidak bisa lepas dari sejarah pembentukan bangsa Indonesia. Menurut

1

URGENSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

SEBAGAI WADAH PENGOKOHAN KARAKTER NASIONAL MAHASISWA

DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015

Oleh: Mariske Myeke Tampi

A. Pendahuluan

Seiring dengan berkembangnya kerjasama antar negara dalam berbagai bidang baik di tingkat

regional maupun internasional, karakter nasional Indonesia merupakan salah satu aspek yang sangat

perlu untuk dikokohkan secara signifikan terutama di kalangan mahasiswa yang akan melanjutkan

perkuliahan di luar negeri dalam rangka dual degree program maupun studi lanjut. Menurut data dari

OECD (Organisation of Economic Co-operation and Development), terdapat sekitar 15%-30%

mahasiswa internasional (termasuk Indonesia) yang memilih untuk tinggal di negara dimana mereka

lulus dari perkuliahan1. Pelajar dari Asia (termasuk Indonesia) berjumlah 52% dari seluruh mahasiswa

internasional yang belajar di negara-negara anggota OECD. Lebih dari 75% dari jumlah tersebut

terpusat pada 4 (empat) negara: Amerika Serikat, Australia, Inggris dan Jepang2. Hal ini merupakan

berita baik, karena belajar di negara maju tentunya memberikan banyak keuntungan dari segi kualitas

akademis, penguasaan bahasa asing dan pergaulan internasional. Namun demikian, hal yang perlu

ditelaah lebih lanjut adalah apakah kemudian setelah para mahasiswa tersebut menyelesaikan

perkuliahan, semangat mengabdinya cenderung dipersembahkan untuk negara maju tersebut ataukah

tetap diabdikan untuk kepentingan bangsa Indonesia?

Dalam rangka menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang dimulai pada akhir tahun

2015, ASEAN pada umumnya dan Indonesia pada khususnya membutuhkan sosok pemimpin yang

cukup kuat untuk menghadapi globalisasi. Harapan utama dari ASEAN pada umumnya dan Indonesia

pada khususnya terhadap mahasiswa yang berkuliah di luar negeri adalah dengan proses perkuliahan

tersebut, sang mahasiswa memiliki kemampuan akademis, penguasaan bahasa asing dan pergaulan

internasional yang mapan, sehingga pada gilirannya kualitas tersebut akan menjadi dasar yang kuat

sebagai pemimpin di masa yang akan datang (future leader).

Negara Indonesia adalah negara yang kaya. Persebaran hutan dan sawah, kekayaan tambang maupun

hasil laut merupakan kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia sebagai perpaduan dari sifat negara

agraris, berbentuk kepulauan (archipelago state) dan beriklim tropis. Hanya saja, rasio antara sumber

1 Asian Development Bank Institute, Labor Migration, Skills, and Student Mobility in Asia (Japan: Asian Development Bank

Institute, 2014), iii. 2 Ibid.

Page 2: URGENSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN · PDF filemahasiswa internasional (termasuk Indonesia) ... Pergerakan nasionalisme tidak bisa lepas dari sejarah pembentukan bangsa Indonesia. Menurut

2

daya alam dan sumber daya manusia yang mampu mengelola sumber daya alam tersebut secara

optimal belumlah sepadan. Hal itu dibuktikan dengan data ekspor-impor 10 (sepuluh) negara ASEAN

pada tahun 2013-2014 dimana Indonesia selama 2 tahun berturut-turut yang hanya menduduki urutan

ke-empat dari bidang ekspor3 setelah Singapore, Thailand dan Malaysia.

Country 2013 2014/p

Exports Imports Total trade Exports Imports Total trade

Brunei Darussalam 11.445,4 3.611,8 15.057,2

10.584,1 3.596,6 14.180,7

Cambodia 9.148,2 9.176,0 18.324,2

10.681,4 18.973,2 29.654,6

Indonesia 182.551,8 186.628,7 369.180,5

176.292,7 178.178,8 354.471,5

Lao PDR 2.592,8 3.292,0 5.884,9

2.639,9 2.748,9 5.388,8

Malaysia 228.331,3 205.897,4 434.228,7

234.161,2 208.918,2 443.079,4

Myanmar 11.436,3 12.009,1 23.445,4

11.030,6 16.226,1 27.256,7

Philippines 53.978,3 65.130,6 119.108,9

61.809,9 67.756,9 129.566,9

Singapore 410.249,7 373.015,8 783.265,5

409.768,7 366.247,3 776.016,0

Thailand 228.730,2 249.517,1 478.247,3

227.573,6 227.952,3 455.525,9

Viet Nam 132.664,1 132.109,9 264.774,0

148.091,5 145.685,6 293.777,1

ASEAN 1.271.128,1 1.240.388,4 2.511.516,5 1.292.633,6 1.236.283,8 2.528.917,4

Source: ASEAN Merchandise Trade Statistics Database

Gambar 1.

Data ekspor-impor 10 (sepuluh) negara ASEAN pada tahun 2013-2014

Selain mengelola sumber daya alam, para mahasiswa juga kelak diharapkan bisa mengelola sumber

daya manusia dalam negeri untuk berkarya, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, termasuk di

dalamnya mengadopsi standar kompetensi internasional untuk setiap institusi untuk dapat memiliki

kemampuan bersaing baik di tingkat regional maupun internasional. Selain itu mengusahakan

kesejahteraan pekerja luar negeri merupakan hal yang penting, agar kasus-kasus pelanggaran hak

asasi manusia bisa dihentikan.4

Pengokohan semangat komunitas antar negara-negara di ASEAN juga merupakan hal yang perlu

untuk melancarkan MEA. Hal tersebut disampaikan oleh Tan Sri Ramon Navaratnam sebagai Ketua

Pusat Studi Kebijakan Publik dari Asian Law Institute (ASLI)5, wadah dimana Fakultas Hukum

UNTAR menjadi salah satu anggotanya.

3 Indonesia stopped sending domestic workers to Saudi Arabia in 2011 after the Saudi government, without informing the

Indonesian government, beheaded a domestic worker who confessed to killing her employer. A“EAN, A“EAN Trade -

(O -line), tersedia di http://www.asean.org/resources/2012-02-10-08-47-55/asean-statistics/item/external-trade-

statistics-3, (3 Desember 2015) 4 Southeast Asia: ASEAN 2015 (On-line), tersedia di https://migration.ucdavis.edu/mn/more.php?id=3868 , (3 Desember

2015) 5 Ta “ri Ra o Navarat a , “tre gthe i g Co u ity “pirit , The Jakarta Post, 30 November 2015, 6

Page 3: URGENSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN · PDF filemahasiswa internasional (termasuk Indonesia) ... Pergerakan nasionalisme tidak bisa lepas dari sejarah pembentukan bangsa Indonesia. Menurut

3

B. Rumusan Masalah

Berikut ini adalah rumusan masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini:

1. Mengapa pengokohan karakter nasional dianggap penting?

2. Bagaimana cara pengokohan karakter nasional pada mahasiswa dalam menghadapi Masyarakat

Ekonomi ASEAN 2015?

C. Isi

Masyarakat Ekonomi ASEAN merupakan pergaulan yang mensyaratkan leburnya batas-batas antar

negara demi menjalankan kesepakatan yang telah dibuat. Leburnya batas-batas tersebut sejatinya

tidak mengurangi karakteristik sebagai bangsa Indonesia, terutama bagi mahasiswa yang akan

menempuh studi ke luar negeri. Berikut ini adalah uraian mengenai urgensi pengokohan karakter

nasional dan cara pengokohannya dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.

1. Urgensi Pengokohan Karakter Nasional

Mahasiswa seringkali menjadi sasaran empuk dari pengaruh budaya maupun paham-paham luar

yang bersifat mengurangi karakter Pancasilais. Dengan berkembangnya kecanggihan media

maupun sarana komunikasi, penetrasi budaya maupun paham-paham luar terjadi secara serta-

merta, sehingga membentuk pola pikir tertentu yang tidak sejalan bahkan bertentangan sama

sekali dengan karakter Pancasilais, apalagi bagi mahasiswa yang akan terjun langsung ke dalam

lingkungan yang paham dan budayanya sama sekali berbeda dengan paham dan budaya

Indonesia.

Bukan berarti penulis menentang pergaulan regional dan internasional, justru karena penulis

memiliki keinginan yang kuat agar bangsa Indonesia menjalin pergaulan dengan dunia luar dan

kelak bisa menjadi penggerak (mover) berskala regional bahkan internasioanal, maka penulis

menulis tulisan ini. Harapannya agar tulisan ini bisa memberikan inspirasi mengenai bagaimana

cara membentuk mahasiswa agar kelak bukanlah insan pengikut (follower) melainkan insan

penggerak (mover) dengan memiliki karakter nasional yang kokoh.

Bacharuddin Jusuf Habibie merupakan figur penggerak (mover) di bidangnya. Setelah belajar di

Jerman dan memperoleh prestasi summa cum laude sebagai doctor-ingenieur dari Fakultas

Teknik Mesin Jurusan Desain dan Konstruksi Pesawat Terbang, ia sempat bekerja di Jerman

selama 8 (delapan) tahun. Setelah itu, ia mengabdikan ilmunya di tanah air dengan menjadi

Menteri Negara Riset dan Teknologi serta Direktur Utama PT. Industri Pesawat Terbang

Nusantara (IPTN). Ia pun pernah menjabat menjadi wakil presiden yang kemudian diangkat

Page 4: URGENSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN · PDF filemahasiswa internasional (termasuk Indonesia) ... Pergerakan nasionalisme tidak bisa lepas dari sejarah pembentukan bangsa Indonesia. Menurut

4

menjadi Presiden dalam situasi genting6, dalam peristiwa lengsernya Soeharto. Dalam

pergaulannya dengan manusia dari berbagai belahan bumi yang memiliki berbagai budaya dan

paham, B. J. Habibie tetap memiliki karakter nasional, sehingga pada gilirannya, ia menjadi

penggerak (mover). Bukan terpengaruh melainkan mempengaruhi. Hal ini yang kemudian

menjadi titik tolak pemikiran penulis mengenai pengokohan karakter nasional bagi mahasiswa.

Sejatinya, mereka adalah pemimpin masa depan (future leader) yang akan menjadi pemegang

tampuk kepemimpinan. Kemana arah bangsa ini akan dibawa oleh mereka, tentunya berdasarkan

pola pikir dan karakter yang dibangun pada masa kini.

2. Urgensi Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wadah Pengokohan Karakter Nasional

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata kuliah yang secara nyata membentuk mahasiswa

untuk mengenal hak dan kewajiban sebagai warga negara termasuk di dalamnya mengenal

Pancasila sebagai identitas nasional. Pendidikan Kewarganegaraan sebenarnya berkedudukan

sebagai Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU)7 dalam setiap pendidikan tinggi bidang hukum

(higher education in legal field). Tulisan ini bukan bermaksud untuk menghimbau para dosen

sebagai akademisi untuk beralih dan mengajar mata kuliah tersebut, melainkan bagaimana jiwa

dari mata kuliah ini menjadi akar semangat bagi para akademisi dalam menyalurkan ilmu

maupun melatih kemahiran mahasiswa dalam praktek hukum. Nasionalisme diharapkan menjadi

motor penggerak setiap aktivitas perkuliahan dalam pendidikan tinggi bidang hukum (higher

education in legal field). Nasionalisme diharapkan makin kokoh seiring dengan luasnya

pengetahuan mahasiswa tentang ilmu hukum dan mahirnya mahasiswa dalam praktek hukum,

sehingga pada gilirannya ilmu dan kemahiran praktek hukum tersebut diarahkan untuk

memajukan kesejahteraan bangsa Indonesia.

3. Nasionalisme Sebagai Semangat Pemersatu Keberagaman Kultur di Bawah Naungan

Negara Kesatuan Republik Indonesia

Menurut sensus Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia pada tahun 20108, jumlah suku bangsa di

Indonesia adalah sebanyak 1.128 suku bangsa. Negara kita sejatinya merupakan negara

multikultural. Pergerakan nasionalisme tidak bisa lepas dari sejarah pembentukan bangsa

Indonesia. Menurut George Mc. Turnan Kahin, kejayaan masa lalu pada masa terbentuknya

6 Bacharuddin Jusuf Habibie, Detik-Detik yang Menentukan: Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi (Jakarta: THC

Mandiri, 2006), 548-549. 7 H. R. B. Soepardi, Pancasila dan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Tangerang: Pustaka Mandiri,

2010), 3 8 BPS, (On-line), tersedia di http://www.jpnn.com/berita.detail-57455, (1 Desember 2015)

Page 5: URGENSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN · PDF filemahasiswa internasional (termasuk Indonesia) ... Pergerakan nasionalisme tidak bisa lepas dari sejarah pembentukan bangsa Indonesia. Menurut

5

Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit pada abad ke-9 dan ke-14 merupakan titik tolak pergerakan

nasionalisme bangsa Indonesia9. Kemudian diikuti dengan usaha dini para tokoh pergerakan

kebangsaan sebelum tahun 1942 yaitu Raden Adjeng Kartini, anak seorang Bupati Jawa yang

perintis sekolah untuk anak perempuan10

; Wahidin Soediro Hoesodo, pensiunan dokter Jawa

yang berusaha meningkatkan pengetahuan masyarakat Jawa dengan pengetahuan Barat yang

dimilikinya maupun warisan kebudayaannya sendiri11

; Raden Soetomo dan Eaden Gunawan

Mangunkusumo yang membentuk organisasi Boedi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908, yang

memobilisasi generasi muda pada saat itu untuk memajukan pendidikan, pertanian, industri dan

perdagangan di Jawa dan Madura12

. Semua tokoh tersebut memberikan sumbangsih besar dalam

masa perintis. Selain itu, ada pula gerakan Pan Islamisme yang dimotori oleh Jamaluddin al-

Afghani yang mempengaruhi pergerakan umat Islam di Indonesia.

Masa penegas ditandai dengan adanya Kongres Pemuda II pada tanggal 27-28 Oktober 1928

yang diketuai oleh Sugondo Joyopuspito. Kongres ini menghasilkan “Putusan Kongres Pemuda

Pemudi Indonesia yang terkenal dengan nama “Sumpah Pemuda”13 sebagai pemersatu seluruh

pemuda yang ada di daerah-daerah di Indonesia.

Gerakan-gerakan kedaerahan tersebut merupakan beberapa contoh dari banyak gerakan

kedaerahan yang bergerak sebelum terbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini yang

merupakan bukti bahwa bangsa Indonesia sejatinya merupakan bangsa multikultural dan

semangat nasionalisme adalah semangat pemersatu keberagaman kultur-kultur tersebut di bawah

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

4. Pancasila Sebagai Dasar Negara yang Paling Sesuai dengan Sifat Bangsa Indonesia yang

Multikulturalis

Proses perumusan Dasar Negara Indonesia merupakan proses yang alot. Dimulai dari adanya

janji politik dari pemerintah bala tentara Jepang kepada bangsa Indonesia bahwa “Kemerdekaan

9 George Mc. Turnan Kahin, seorang ahli politik dan sejarah dari Cornell University, Amerika Serikat, yang terjun dalam

penelitian mengenai revolusi sampai pada berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia bersimpati dengan tujuan

revolusi Indonesia. Menurut beliau, sebelum kedatangan Belanda, Indonesia sudah merupakan wilayah kesatuan pada saat

terbentuknya Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Pada masa jayanya Sriwijaya melakukan berbagai tingkat pengawasan atas

hampir seluruh Hindia, laut Tiongkok Selatan, sebagian India dan berhasil dalam perang melawan Kamboja. Meskipun tidak

memiliki pengaruh di Jawa Tengah dan Jawa Timur, namun menguasai hampir seluruh Hindia (termasuk Kalimantan Utara),

begitu juga Malaya. George Mc. Turnan Kahin, Refleksi Pergumulan Lahirnya Republik: Nasionalisme dan Revolusi di

Indonesia, terjemahan Nin Bakdi Soemanto (Solo: UNS Press, 1995), 49-50 10

Ibid. 11

Ibid. 12

Ibid. 13

Hartono, Pancasila ditinjau dari Segi Historis (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), 21. Bandingkan dengan Aryaning Arya Kresna,

et al, Modul Pendidikan Kewarganegaraan (Tangerang: UPH, 2006) Tangerang: UPH , 7.

Page 6: URGENSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN · PDF filemahasiswa internasional (termasuk Indonesia) ... Pergerakan nasionalisme tidak bisa lepas dari sejarah pembentukan bangsa Indonesia. Menurut

6

Indonesia akan diberikan pada tanggal 24 Agustus 1945” dengan latar belakang bahwa bala

tentara Jepang menderita kekalahan dan tekanan dari tentara sekutu serta tuntutan dan desakan

dari pemimpin bangsa Indonesia14

. Tanpa menunggu lama dibentuklah Badan Penyelidik Usaha-

usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Coosakai pada tanggal 29 April

1945 yang diketuai Dr. Rajiman Wedyodiningrat. Badan ini bertugas untuk menyelidiki segala

sesuai mengenai persiapan kemerdekaan Indonesia.

Panitia ini kemudian mempersiapkan acara sidang pada tanggal 29 Mei 1945 berupa

mempersiapkan rancangan Dasar Negara Indonesia. Pada sidang pertama Prof. Mr. H. Moh.

Yamin mengajukan usul berupa 5 (lima) Asas dan Dasar Kebangsaan Republik Indonesia yaitu:

1) Ketuhanan Yang Maha Esa; 2) Kebangsaan Persatuan Indonesia; 3) Rasa Kemanusiaan yang

adil dan beradab; 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan dan 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tetapi

rumusan ini pada saat itu tidak mencapai kesepakatan karena golongan Islam mengusulkan juga

konsepsi Dasar Negara Indonesia adalah berdasarkan syariat Islam.

Pada sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Junbi Inkai pada

tanggal 1 Juni 1945 yang diketuai oleh Ir. Soekarno, dirumuskan konsep dasar negara yang berisi

tentang: 1) Kebangsaan; 2) Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan; 3) Mufakat atau

demokrasi; 4) Kesejahteraan Sosial; dan 5) Ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Kemudian pada tanggal

22 Juni 1945, dalam piagam Jakarta dituliskan bahwa dasar negara Indonesia adalah: 1)

Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya; 2)

Kemanusiaan yang adil dan beradab; 3) Persatuan Indonesia; 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh

hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; dan 5) Keadilan sosial bagi seluruh

rakyat Indonesia. Sejatinya kesemuanya itu merupakan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.

Dari proses tersebut bisa digambarkan bahwa proses perumusan dasar negara merupakan proses

destilasi dimana kelima sila Pancasila muncul sebagai produk terakhir sebagai kristalisasi dari

nilai-nilai perjuangan bangsa. Berikut ini adalah bagan yang menunjukkan bahwa Pancasila

dihasilkan melalui proses yang cukup alot:

14

Ibid, 27 et seq.

Page 7: URGENSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN · PDF filemahasiswa internasional (termasuk Indonesia) ... Pergerakan nasionalisme tidak bisa lepas dari sejarah pembentukan bangsa Indonesia. Menurut

7

Gambar 2.

Pancasila sebagai kristalisasi dari nilai-nilai perjuangan bangsa

Dengan kata lain, dengan latar belakang bangsa Indonesia yang multikultural, tidak ada dasar

negara yang lebih tepat dibanding Pancasila. Begitu pula dengan paham maupun idealisme lain

di luar Pancasila. Oleh karena itu, Pancasila layak dipertahankan sebagai identitas nasional.

5. Pancasila Sebagai Grund Norm (Hans Kelsen) Sekaligus Menjadi Nilai Transendens yang

Menjiwai Segenap Peraturan Perundang-Undangan Di Bawahnya

Sejatinya setiap norma hukum dalam bangsa Indonesia bersumber dari identitas nasional yaitu

Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum15

. Pancasila merupakan hukum dasar

(grundnorm) sekaligus menjiwai segenap peraturan perundang-undangan yang ada di

bawahnya16

. Pancasila juga merupakan suatu kesatuan hierarkis dimana sila yang satu dan sila

yang lainnya tidak boleh dipertukarkan.

Pelaksanaan norma hukum di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari tegaknya Pancasila sebagai

dasar negara, sebab Pancasila-lah yang mendasari dan menjiwai seluruh norma hukum yang ada

di Indonesia berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011.

15

Darji Darmodiharjo, et al., Menjadi Warga Negara Pancasila (Balai Pustaka: Jakarta, 1984), 2. 16

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 2000), 27.

Page 8: URGENSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN · PDF filemahasiswa internasional (termasuk Indonesia) ... Pergerakan nasionalisme tidak bisa lepas dari sejarah pembentukan bangsa Indonesia. Menurut

8

Gambar 3.

Pancasila Sebagai Grund Norm (Hans Kelsen) Sekaligus Menjadi Nilai Transendens yang Menjiwai Segenap

Peraturan Perundang-Undangan Di Bawahnya

6. Peran Moral Pancasilais Sebagai Faktor Penentu Kebijakan Etis oleh Mahasiswa Sebagai

Pemimpin di Masa Yang Akan Datang (Future Leader)

Menurut Rest, penulis buku Moral Development in The Professions: Psychology and Applied

Ethics dalam proses penentuan keputusan etis (ethical decision making) terkandung unsur

pemilahan berdasarkan moral (moral judgment)17

. Pemilahan berdasarkan moral (moral

judgment) memiliki definisi:

“Moral judgment refers to formulating and evaluating which possible solutions to the moral

issue have moral justification. This step in the process requires reasoning through the

possible choices and potential consequences to determine which are ethically sound.”18

Dalam pemilahan berdasarkan moral (moral judgment) diperlukan justifikasi dalam proses

merumuskan dan mengevaluasi kemungkinan solusi. Justifikasi tersebut memerlukan proses

pencarian alasan melalui pilihan kemungkinan dan konsekuensi potensial untuk menentukan

mana pilihan yang terdengar etis. Frasa “terdengar etis” (ethically sound) tersebut sebenarnya

mewakili unsur subjektif berupa nilai yang terinternalisasi dalam diri seseorang (internalized

value) yang kemudian muncul pada saat seseorang sedang melakukan justifikasi untuk penentuan

keputusan.

17

Ada 3 (tiga) komponen dari ethical decision making yaitu moral awareness, moral judgment, dan moral intention. Sarah

Hope Lincoln, PhD (cand),et. al., Ethical Decision Making: A Process Influenced by Moral Intensity , Journal of Healthcare,

Science and the Humanities, Volume I, No. 1,(September 2011): 55. 18

Ibid.

Page 9: URGENSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN · PDF filemahasiswa internasional (termasuk Indonesia) ... Pergerakan nasionalisme tidak bisa lepas dari sejarah pembentukan bangsa Indonesia. Menurut

9

Justifikasi dalam penentuan dalam keputusan etis (ethical decision making), melalui tahapan

perkembangan secara psikologi. Menurut Kohlberg ada 6 (enam) tahap perkembangan, setiap

tahap memiliki kebutuhan untuk menjawab satu pertanyaan besar19

:

a) Tahap pra-konvensional pertama (infantile phase-1)

Tahap ini merupakan tahapan hukuman dan ketaatan; ketaatan didasarkan pada peraturan

tertulis dan otoritas. Termotivasi hanya bagi keuntungan pribadi, dengan pertanyaan besar:

Apa yang bisa membuat saya lolos dari semua peraturan ini (What can I get away with?)

b) Tahap pra-konvensional kedua (infantile phase-2)

Kebenaran menurut tahap ini adalah mematuhi peraturan ketika peraturan tersebut cukup

menguntungkan baginya. Maksimalitas pencapaian personal adalah kuncinya, Apa saja

keuntungan bagi saya jika saya melakukan peraturan ini? (What’s in it for me?)

c) Tahap konvensional pertama (people pleaser phase)

Tahap ini ditandai dengan sikap yang mencari perbuatan yang akan menyenangkan orang

lain. Terdapat kesadaran terhadap perasaan, persetujuan dan harapan dari lingkungannya,

dengan pertanyaan bagaimana keputusan ini berpengaruh pada hubungan-hubungan saya?

(How will this decision affect my relationships?)

d) Tahap konvensional kedua (upholding letter and spirit of the law phase for fairness)

Pada tahap ini seseorang mengetahui aturan baik bentuk tertulisnya maupun apa tujuan

peraturan tersebut; bahwa perilaku tersebut akan memberikan kontribusi terbesar pada

kesejahteraan umum (common good) dan keadilan (fairness). Pertanyaan terbesar dalam tahap

ini adalah apakah keputusan saya akan mempertahankan keadilan, tata aturan dan akan tetap

mempertahankan baik hukum tertulis maupun tujuan mengapa hukum itu dibuat? (How does

this decision maintain fairness, order and uphold both the letter and the spirit of the law?)

e) Tahap pasca-konvensional (responsibility based on internal principle)

Pada tahap ini seseorang menerima kewajiban terhadap orang lain sebagai sebuah pemberian

dan cenderung untuk menimbang aturan, hukum dan perintah dari sudut pandang kritis.

Mereka beroperasi sesuai dengan asas-asas yang telah mereka yakini (internal principle), dan

bukan pada kepentingan pribadi (self-interest), rasa takut terhadap hukuman (punishment)

atau keyakinan yang kaku (rigid beliefs). Mereka saling menghargai satu dengan yang lain.

Pertanyaan utama dalam tahap ini adalah apa saja tanggung jawab saya terhadap orang lain

dan terhadap masyarakat pada umumnya? (What are my responsibilities to others and to

society?)

19

Kohlberg dalam Max Oliva, Learn Stages of Moral Growth to Help Unlock Personal Understanding , Business Press, 6

February 2012, 27. Max Oliva adalah pengajar ethical decision making lecturer di Regis University, Las Vegas, pengarang

buku Beatitudes for the Workplace.

Page 10: URGENSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN · PDF filemahasiswa internasional (termasuk Indonesia) ... Pergerakan nasionalisme tidak bisa lepas dari sejarah pembentukan bangsa Indonesia. Menurut

10

f) Tahap pasca-konvensional (universal ethical principle)

Ini adalah tahap asas universal etis (universal ethical principle) dari keadilan, kesetaraan, hak

asasi dan penghargaan terhadap martabat (dignity) dari manusia sebagai pribadi. Alasan

dalam melakukan kebenaran adalah sebagai makluk rasional, yang telah menguji validitas

dari suatu asas dan telah memegang teguh asas tersebut. Dalam tahap ini, seseorang telah

menempatkan integritas (integrity) dalam tataran yang tinggi dan memperhatikan

keseimbangannya dengan belas kasihan (compassion). Keberanian untuk menghidupi

keyakinannya terlepas dari konsekuensi negatif yang mungkin terjadi adalah tanda dari

seseorang yang berada di tahap 6. Pertanyaan mendasar adalah apakah yang saya yakini

mengandung kebenaran sejati? (What do I believe is the truly right thing to do?)

Gambar 4.

Tahap Perkembangan Moral (Stages of Moral Growth)

Berdasarkan tahap-tahap perkembangan moral tersebut, dapat terlihat seberapa penting

pendidikan moral dalam penentuan keputusan etis. Justifikasi yang dilakukan oleh seseorang

seyogyanya diputuskan dalam tahap moralitas tertinggi, bukan karena takut kena hukuman,

Pra-conventional Conventional Stage Post-conventional

Page 11: URGENSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN · PDF filemahasiswa internasional (termasuk Indonesia) ... Pergerakan nasionalisme tidak bisa lepas dari sejarah pembentukan bangsa Indonesia. Menurut

11

bukan juga karena ingin menyenangkan orang lain, melainkan karena mempertimbangkan

kesejahteraan orang banyak (common good) dan pertimbangan etis antara integritas (integrity)

dan belas kasihan (compassion).

Jika dilihat dari sudut pandang mahasiswa sebagai pemimpin yang akan datang (future leader),

tatanan nilai moral yang mereka anut akan mempengaruhi mereka dalam menentukan justifikasi

mereka pada saat pengambilan keputusan di masa yang akan datang. Pelaku bom bunuh diri

(suicide bomb) pada peristiwa Paris Attack yang terjadi pada 13 November 2015 yang lalu, jika

dilihat dari skema Stages of Moral Growth di atas, sebenarnya bukanlah orang yang tidak

memiliki moral sama sekali. Mereka adalah orang-orang ‘bermoral’ dalam kategori ‘the common

good’ ajaran radikalisme tertentu. Tindakan pengeboman Paris merupakan tindakan kepatuhan

(conformity) menurut kelompok mereka, seperti dalam kutipan pendapat Sageman dalam “bunch

of guys theory”20berikut:

“Sageman explain why some people are willing to kill themselves and others in the process.

According to psychologists, the answer lies in a force that can be more powerful than an

individual's personality or upbringing. That force is group dynamics to conform with the

group, one of the strongest motivational factors in human psychology.

When humans are in a group, they conform to the group, they become more and more like

each other. Bonds within a close-knit group can grow surprisingly strong – strong enough

that they match, or even trump biological family ties. Throughout history, organisations such

as the military have harnessed this power of the group to motivate individuals.

But new evidence from Marc Sageman shows that extremist cells can form spontaneously,

without any connections to established organisations. His analysis of al-Qaeda has shown

that most people who join the organisation join when they are already radicalised, and

crucially this radicalisation process has happened among a group of friends. He calls it his

'bunch of guys' theory.”

Menurut mereka, saat melakukan pelaku pengeboman suicide bomb mereka telah melakukan

kebenaran yang diusung oleh kelompok mereka; sebagai perbuatan ber-integritas (integrity)

menurut ajaran mereka, sehingga hal ini merupakan pencapaian ‘moral’ tertinggi; moral yang

diajarkan di dalam kelompok mereka. Dengan demikian, menurut mereka, pengikut yang berani

melakukan suicide bomb patut mendapat penghargaan tertinggi dan patut diteladani oleh

pengikut lainnya. Inilah yang dimaksud dengan moral framework, walaupun dalam contoh di

atas, moral framework yang dianut oleh pelaku suicide bomb bertentangan dengan moral

Pancasila.

20

The 7/7 Bombers : A Psychological Investigation (On-line), tersedia di

http://www.bbc.co.uk/sn/tvradio/programmes/horizon/bombers.shtml (01 November 2014)

Page 12: URGENSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN · PDF filemahasiswa internasional (termasuk Indonesia) ... Pergerakan nasionalisme tidak bisa lepas dari sejarah pembentukan bangsa Indonesia. Menurut

12

Dengan demikian, kemampuan mahasiswa untuk melakukan justifikasi di masa yang akan datang

sangat ditentukan oleh moral framework seperti apa yang menginspirasi mahasiswa tersebut

secara moral. Dengan moral Pancasilais, perbuatan-perbuatan seperti ini seharusnya tidak terjadi

dengan mengingat harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa sebagai

esensi dari sila ke-dua, terutama hak untuk hidup dan hak untuk bebas dari rasa takut.

Dalam prakteknya, pendidikan tinggi bidang hukum (higher education in legal field) memiliki

peran yang sangat penting dalam hal ini. Pendidikan tinggi bidang hukum (higher education in

legal field) sadar ataupun tidak sadar sebenarnya merupakan penyuplai aparat hukum yang pada

gilirannya akan menentukan kebijakan-kebijakan strategis di masa yang akan datang. Ilmu

hukum maupun kemahiran dalam praktek hukum tentu saja merupakan hal yang harus dikuasai

oleh mahasiswa sebagai calon aparat hukum. Tetapi hal yang lebih esensial adalah kemana arah

ilmu dan kemahiran praktek hukum tersebut diarahkan. Seperti halnya anak panah, ilmu dan

kemahiran praktek hukum menunjukkan seberapa tajamnya anak panah tersebut. Tetapi, jika

anak panah tersebut berada di tangan yang salah, maka kita bisa membayangkan seberapa jauh

akibat yang akan dihasilkan. Adalah sebuah hak istimewa (privilage) bagi pendidikan tinggi

bidang hukum (higher education in legal field) karena pendidikan tinggi bidang hukum (higher

education in legal field) bukan hanya berperan dalam mendidik bagaimana cara menajamkan

anak panah, melainkan juga membentuk moralitas si pemegang anak panah agar nantinya bisa

memiliki tangan yang tepat dalam mengarahkan anak panah tersebut kepada tujuan yang tepat.

7. Peran Dosen Sebagai Akademisi Sekaligus Penginspirasi Moral Framework Pancasilais

dalam Pendidikan Tinggi Bidang Hukum (Higher Education In Legal Field)

Dalam tataran pendidikan tinggi bidang hukum (higher education in law field), dosen

menitikberatkan perannya sebagai pemimpin enerjik (vibrant leader) dalam menginisiasi ide

akademis, membimbing mahasiswa dalam aktivitasnya menuju ide tersebut serta menjadi

katalisator semangat dalam proses berolah ilmu hukum. Mahasiswa diharapkan telah secara

nyata menyadari potensi diri dengan cara memilih untuk berkembang pada spesialisasi ilmu dan

keahlian hukum. Hal ini sejalan dengan amanah dalam rumusan definisi Pendidikan Tinggi

(higher education):

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”21

21

Pasal 1 ayat (1) UU No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi

Page 13: URGENSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN · PDF filemahasiswa internasional (termasuk Indonesia) ... Pergerakan nasionalisme tidak bisa lepas dari sejarah pembentukan bangsa Indonesia. Menurut

13

Penyebutan ‘mahasiswa’ didasarkan pada pemahaman bahwa insan tersebut telah memiliki

inisiatif dalam mengatur dan mengembangkan diri secara mandiri. Berbeda dengan ‘siswa’ yang

masih membutuhkan arahan dan bimbingan intensif dari seorang guru. Kaitannya dengan moral

framework, peran moralitas seorang dosen lebih ringan dibanding peran moralitas seorang guru.

Hal tersebut tergambar dalam sistem pendidikan di Indonesia pada kurikulum 2013, yaitu dengan

adanya keseimbangan knowledge, skill dan attitude; hardskill dan softskill pada setiap tingkat

pendidikan formal dengan rasio seperti digambarkan dalam diagram di bawah ini22

:

Gambar 5.

Keseimbangan knowledge, skill dan attitude; hardskill dan softskill dalam tiap tahapan pendidikan

Keterangan gambar:

SD = Sekolah Dasar

SMP = Sekolah Menengah Pertama

SMA/K = Sekolah Menengah Atas/Kejuruan

PT = Perguruan Tinggi

Dari bagan tersebut terlihat bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan formal, maka semakin

besar rasio penekanan pada ilmu pengetahuan (knowledge) dan kemahiran (skill), namun rasio

pengajaran attitude semakin berkurang. Pengajaran tentang attitude pada Perguruan Tinggi

secara formal hanya dilakukan pada Semester Awal melalui Mata Kuliah Dasar Umum

(MKDU)23

, artinya attitude termasuk di dalamnya kualitas moral mahasiswa diharapkan muncul

sebagai bentuk kesadaran pribadi. Oleh karena itu, dalam tataran pendidikan tinggi moral

framework Pancasilais diharapkan menjadi inspirasi dalam setiap mata perkuliahan yang ada.

22

Kementerian dan Kebudayaan, Implementasi Kurikulum 2013 (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013),

8. 23

Kaelan, Pendidikan Pancasila (Yogyakarta: Paradigma Offset, 2004), 6.

Page 14: URGENSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN · PDF filemahasiswa internasional (termasuk Indonesia) ... Pergerakan nasionalisme tidak bisa lepas dari sejarah pembentukan bangsa Indonesia. Menurut

14

8. Metode Pembelajaran Non-Ceramah Untuk Menjembatani Ketidakpahaman Mahasiswa

Dalam Penjelasan Teori Mengenai Pancasila

Metode pembelajaran non-ceramah sangat efektif untuk menjembatani ketidakpahaman

mahasiswa dalam penjelasan teori yang disajikan dalam bentuk ceramah. Berikut ini hasil survey

dari 100 siswa di kelas Kewarganegaraan (Civics) UPH College mengenai efektifitas

pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah dan non ceramah. Sebanyak 15% siswa

yang cukup paham hanya dengan metode ceramah, sedangkan 85% siswa memerlukan tambahan

metode non-ceramah untuk menjembatani ketidakpahaman mereka dalam penjelasan teori.

Metode non ceramah tersebut terdiri dari case study, essay writing, debate, digital media

campaign, crossword maupun watching video.

Gambar 6.

Perbandingan antara siswa yang telah paham dengan metode ceramah dan siswa yang memerlukan tambahan metode non-ceramah

Dari segi metode analisis dalam case study, penggunaan metode inquiry dengan mendata dan

menelaah Issue-Rules-Application-Conclusion (IRAC) merupakan salah satu metode untuk

membentuk pola pikir analitis berbasis nilai-nilai moral mengenai kasus-kasus yang terkait

dengan moralitas Pancasilais. Sebagai tambahan, metode ajar yang dianjurkan dalam kurikulum

2013 bukan lagi metode mengajar searah seperti yang diterapkan dalam Pembekalan Butir-butir

P4, melainkan diarahkan pada diskusi kelompok, bekerja, simulasi dan evaluasi24

.

Metode inquiry juga menjadi salah satu rahasia keberhasilan sistem pendidikan Finlandia,

sehingga dikatakan “Once poorly ranked educationally, with a turgic bureaucratic system that

produced low quality education and large inequalities, it now ranks first among all the OECD

24

Ibid., 219.

Page 15: URGENSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN · PDF filemahasiswa internasional (termasuk Indonesia) ... Pergerakan nasionalisme tidak bisa lepas dari sejarah pembentukan bangsa Indonesia. Menurut

15

nations on the PISA assessment.”25 Negara ini menerapkan Inquiry Method yaitu memotivasi

keaktifan mahasiswa untuk belajar dengan cara:

a. Menanyakan pertanyaan yang bersifat terbuka (asking open-ended questions);

b. Ceramah tidak lebih dari 50 menit (lecturing for not more than 50 minutes);

c. Menyelenggarakan aplikasi dalam pembelajaran (conducting investigation), misalnya

mengukur, membangun, atau mendesain;

d. Membaca bermacam-macam hal dari berbagai sumber (reading variety of references);

e. Siswa dibimbing untuk menjadi mandiri (self-reliant), misalnya dalam hal menentukan target

mingguan;

f. Menyelesaikan tugas dalam kelompok (completing projects in a group); dan

g. Menulis artikel untuk majalah internal (writing articles for their own magazine)

Dengan menerapkannya secara tekun maka pembelajaran akan menjadi lebih bisa dikelola dan

dimemorisasi oleh pikiran mahasiswa. Metode ini kami gunakan dalam kelas Civics UPH

College melalui proyek “Jika saya adalah Gubernur”. Salah satu kelompok membuat karya yang

menunjukkan bahwa sebagai warga negara yang baik mereka peduli terhadap perkembangan

pariwisata dalam negeri khususnya pariwisata di Raja Ampat Papua Barat. Mereka membuat

prototype bandara internasional yang unik untuk memperlancar arus transportasi dari dan ke

Papua Barat.

Dengan membuat proyek bandara ini, mereka telah terlebih dahulu melakukan research

mengenai apa masalah-masalah yang terjadi di bidang pariwisata Indonesia dan bagaimana cara

menyelesaikannya. Hal ini sudah termasuk dalam inquiry method dimana mereka dibimbing

untuk kritis dan melakukan usaha secara aplikatif untuk memvisualisasikan hasil pemikiran

25

Ibid

Gambar 7.

Proyek Bandara Internasional di Papua Barat

Page 16: URGENSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN · PDF filemahasiswa internasional (termasuk Indonesia) ... Pergerakan nasionalisme tidak bisa lepas dari sejarah pembentukan bangsa Indonesia. Menurut

16

mereka. Dengan mengerjakan hal seperti ini juga, mereka secara tidak sadar menggunakan otak

kiri sebagai pusat logika dan otak kanan sebagai pusat kreativitas secara seimbang, sehingga

keduanya berkembang secara signifikan.

9. Geopolitik dan Geostrategi Pendidikan Tinggi Bidang Hukum (Higher Education In Legal

Field) Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015

Setelah tertatanya Pancasila sebagai motor penggerak dan penginspirasi dalam pembelajaran

Pendidikan Tinggi Bidang Hukum (Higher Education In Legal Field), maka diharapkan setiap

mahasiswa dapat menghadapi MEA dengan suatu kepercayaan diri sebagai bangsa Indonesia.

Dengan melihat potensi geografis bangsa Indonesia yang sebagai negara kepulauan (archipelago

state) yang terletak di daerah tropis yang memungkinkan tumbuh kembangnya beraneka ragam

tumbuhan dan hewan serta keragaman budaya, keragaman hasil budaya dan kekayaan sumber

daya manusia seyogyanya dengan pengelolaan yang baik26

, mahasiswa tidak perlu ragu dengan

kemampuan bangsa Indonesia untuk bersaing maupun bekerja sama dengan sesama anggota

ASEAN dalam MEA.

Mari Elka Pangestu merupakan salah satu contoh figur publik yang sadar akan kemampuan

bangsa Indonesia tersebut dan mengelolanya secara baik. Dengan pencanangan ekonomi kreatif

yang dilakukan sejak tahun 2008 lalu, beliau mempromosikan keanekaragaman budaya maupun

hasil budaya Indonesia sampai ke tingkat internasional. Sekarang gerakan pencanangan ekonomi

yang telah dilakukan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tersebut telah didukung oleh

Presiden Joko Widodo dan secara otomatis pula akan menjadi salah satu tiang penopang

perekonomian bangsa dalam menunjang kelancaran MEA.

Jika definisi ekonomi kreatif berlandaskan pada definisi Pengembangan Ekonomi Kreatif

Indonesia 2009-2015 oleh Kementerian Perdagangan RI (2008):

“Industri kreatif yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat

individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan

dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut",

maka pemikiran-pemikiran kreatif misalnya usaha Grabbike merupakan daya kreasi individu

dalam menciptakan lapangan kerja di bidang transportasi. Dengan menemukan bentuk usaha

kreatif seperti itu masyarakat telah melakukan terobosan-terobosan di bidang ekonomi dan secara

langsung telah menopang perekonomian bangsa menghadapi MEA. Kerjasama kreatifpun bisa

dilakukan dengan mengajak bangsa lain bergabung dalam sistem dengan melibatkan hukum

26

S.H. Sarundajang, Geostrategi (Jakarta: Kata Hasta Pustaka, 2011), 22. Bandingkan dengan Martin Glassner & Chuck

Fahrer, Political Geography (USA: John Wiley & Sons Inc., 2004), 23.

Page 17: URGENSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN · PDF filemahasiswa internasional (termasuk Indonesia) ... Pergerakan nasionalisme tidak bisa lepas dari sejarah pembentukan bangsa Indonesia. Menurut

17

bisnis dalam menganalisa peluang dan risiko hukum usaha tersebut, dan membuatkan badan

hukum untuk usaha-usaha kreatif tersebut.

C. Penutup

Pengokohan karakter nasional bukan hanya terbatas pada terselenggaranya Masyarakat Ekonomi

ASEAN (MEA) 2015, melainkan visi jangka panjang untuk menjadikan mahasiswa sebagai

pemimpin di masa yang akan datang (future leader) yang akan bertanggung jawab terhadap

kemaslahatan hidup orang banyak. Jika melihat urgensi tersebut, maka mahasiswa sepatutnya

diinspirasi dengan moral framework Pancasilais agar mahasiswa kelak dapat menjadi penggerak

(mover) kebangsaan dan bukan hanya pengikut (follower), terutama bagi mahasiswa yang menjalani

perkuliahan di luar negeri. Oleh karena itu, pendidikan tinggi bidang hukum (higher education in

legal field) yang sejatinya merupakan penyuplai aparat hukum mendapat perhatian khusus. Ilmu

hukum maupun kemahiran dalam praktek hukum merupakan hal yang harus dikuasai oleh mahasiswa

sebagai calon aparat hukum. Tetapi hal yang lebih esensial adalah semangat nasionalisme yang

mengisi kegiatan berolah ilmu agar ilmu tersebut harapannya dapat diabdikan untuk kepentingan

bangsa dan negara. Dalam menghadapi MEA pemikiran-pemikiran hukum pada umumnya dan hukum

bisnis pada khususnya hendaknya diarahkan pada ekonomi kreatif guna menyokong perekonomian

bangsa Indonesia dan juga menjadi inspirasi bagi negara lain yang berada dalam regional ASEAN.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Asian Development Bank Institute, Labor Migration, Skills, and Student Mobility in Asia (Japan:

Asian Development Bank Institute, 2014)

Darmodiharjo, Darji, et al., Menjadi Warga Negara Pancasila (Balai Pustaka: Jakarta, 1984)

Glassner, Martin & Chuck Fahrer, Political Geography (USA: John Wiley & Sons Inc., 2004)

Habibie, Bacharuddin Jusuf, Detik-Detik yang Menentukan: Jalan Panjang Indonesia Menuju

Demokrasi (Jakarta: THC Mandiri, 2006)

Hartono, Pancasila ditinjau dari Segi Historis (Jakarta: Rineka Cipta, 1992)

Kaelan, Pendidikan Pancasila (Yogyakarta: Paradigma Offset, 2004)

Kahin, George Mc. Turnan, Refleksi Pergumulan Lahirnya Republik: Nasionalisme dan Revolusi di

Indonesia, terjemahan Nin Bakdi Soemanto (Solo: UNS Press, 1995)

Kementerian dan Kebudayaan, Implementasi Kurikulum 2013 (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan, 2013)

Page 18: URGENSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN · PDF filemahasiswa internasional (termasuk Indonesia) ... Pergerakan nasionalisme tidak bisa lepas dari sejarah pembentukan bangsa Indonesia. Menurut

18

Kresna, Aryaning Arya, et al, Modul Pendidikan Kewarganegaraan (Tangerang: UPH, 2006)

Tangerang: UPH

Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 2000)

Sarundajang, S.H., Geostrategi (Jakarta: Kata Hasta Pustaka, 2011)

Soepardi, H. R. B., Pancasila dan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(Tangerang: Pustaka Mandiri, 2010)

Undang-Undang

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi

Jurnal

Lincoln, Sarah Hope, et. al., “Ethical Decision Making: A Process Influenced by Moral Intensity”,

Journal of Healthcare, Science and the Humanities, Volume I, No. 1 (September 2011)

Koran

Navaratnam, Tan Sri Ramon, “Strengthening Community Spirit”, The Jakarta Post, 30 November

2015

Oliva, Max, “Learn Stages of Moral Growth to Help Unlock Personal Understanding”, Business

Press, 6 February 2012

Artikel

ASEAN, “ASEAN Trade 2013-2014” (On-line), tersedia di http://www.asean.org/resources/2012-02-

10-08-47-55/asean-statistics/item/external-trade-statistics-3, (3 Desember 2015)

Southeast Asia: ASEAN 2015 (On-line), tersedia di

https://migration.ucdavis.edu/mn/more.php?id=3868 , (3 Desember 2015)

The 7/7 Bombers : A Psychological Investigation (On-line), tersedia di

http://www.bbc.co.uk/sn/tvradio/programmes/horizon/bombers.shtml (01 November 2014)

BPS, (On-line), tersedia di http://www.jpnn.com/berita.detail-57455, (1 Desember 2015)