Vaksin Ikan Lele

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Skripsi

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang banyak dibudidayakan di Indonesia karena memiliki beberapa keunggulan, antara lain mudah dibudidayakan dan pertumbuhannya lebih cepat daripada ikan lain, namun dalam pelaksanaan kegiatan budidaya tidak terlepas dari berbagai hambatan diantaranya yang paling berbahaya adalah serangan penyakit yang disebabkan bakteri Aeromonas hydrophila. Bakteri Aeromonas hydrophila merupakan penyebab penyakit bercak merah atau disebut juga Motile Aeromonas Septicemia (MAS) yang sering menyerang ikan air tawar dan menginfeksi semua umur. MAS merupakan penyakit bakterial yang bersifat akut, menginfeksi semua umur dan semua jenis ikan air tawar, dapat mengakibatkan kematian hingga 100%, dan sering menimbulkan kerugian yang sangat signifikan (Wibawa, 2010). Ikan yang paling sering terinfeksi oleh MAS adalah ikan lele karena ikan tersebut tidak memiliki sisik sehingga relatif lebih mudah terserang. Komisi Kesehatan Ikan dan Lingkungan Nasional pada 2006 telah menetapkan jenis penyakit ini sebagai salah satu penyakit ikan utama di Indonesia.

Pengendalian penyakit yang disebabkan oleh infeksi patogen pada perikanan budidaya dengan menggunakan antibiotik dan bahan kimia telah banyak dilakukan sebelumnya, hal itu merupakan cara pengendalian yang popular karena relatif mudah dilakukan dan dalam jangka pendek hasilnya sudah dapat dilihat. Tetapi apabila dilakukan dengan prosedur yang keliru, efek jangka panjangnya sangat mengkawatirkan, terutama apabila penerapannya tidak sesuai dengan peruntukannya. Penggunaan antibiotik dan bahan kimia sendiri saat ini sudah tidak boleh dilakukan lagi karena memiliki efek samping yang berbahaya. Oleh karena itu, tindak pengobatan harus didasarkan pada kaidah-kaidah yang benar, terutama hasil diagnosa yang tepat (Taukhid, 2008).

Peningkatan penyebaran penyakit merah pada ikan air tawar yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila yang bisa menyerang seluruh jenis ikan air tawar telah dapat dicegah oleh Vaksin HydroVac yang diproduksi oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT) Bogor. Vaksin ini merupakan produk pertama dan satu-satunya di Indonesia untuk upaya pencegahan infeksi Aeromonas hydrophila. Dalam uji laboratorium, Vaksin HydroVac dapat mencegah kematian ikan lele dengan tingkat kelangsungan hidup sebesar 97,8 % yang berarti sangat efektif dalam menanggulangi infeksi MAS (Wibawa, 2010). Vaksin HydroVac merupakan salah satu produk hijau dalam produk farmasi perikanan karena memiliki keunggulan dimana penggunaannya sangat aman karena tidak mencemari atau merusak lingkungan. Sebelum adanya Vaksin HydroVac, penanggulangan infeksi MAS dilakukan dengan menggunakan produk yang tidak ramah lingkungan dan berbahaya dalam penggunaannya. Sebagai contoh adalah penanggulangan infeksi MAS dengan menggunakan antibiotik yang apabila dalam penggunaannya dilakukan secara berulang, tidak terkendali, dan terjadi kesalahan pemberian dosis maka akan menyebabkan berkembangnya resistensi patogen terhadap antibiotik. Resistensi bakteri ini membuat bakteri menjadi lebih kuat dan selanjutnya akan sulit diberantas, karena bakteri sudah semakin kebal dan dapat mengenali antibiotik yang diinjeksi pada tubuh ikan. Alternatif dari penggunaan antibiotik untuk menanggulangi infeksi MAS adalah dengan penggunaan bahan kimia, namun dalam praktik di lapangan penggunaan bahan kimia untuk menanggulangi infeksi MAS ini selain kurang efektif juga diketahui dapat mencemari dan merusak lingkungan sehingga tidak aman lagi untuk digunakan. (Wibawa, 2010).

Vaksinasi dapat dilakukan secara intraperitorial, intramuscular, peroral, pencelupan, perendaman dan penyemprotan. Menurut Anderson (1974), cara intraperitorial lebih disukai karena antingen cepat diserap, namun perlu dilakukan secara cermat agar tidak mengenai usus karena dapat menimbulkan pendarahan dan kehilangan antingen. Penyuntikan secara intramuscular sering menyebabkan kerusakan pada daerah otot tempat suntikan, tetapi teknik ini dapat menstimulasi antibody lebih konstan. Teknik peroral dinilai lebih menguntungkan karena dapat memvaksin ikan dalam jumlah banyak, namun perlu dicari cara yang aman untuk mencegah kerusakan antingen serta distribusi vaksin harus merata. Gould et al. (1979) mencoba vaksinasi dengan cara pencelupan secara langsung dan dengan cara ini, bakteri dapat diserap dalam jumlah banyak oleh insang, tetapi ikan dapat mengalami stress karena waktu pencelupan relatif singkat. Lamers et al. (1985) mencoba metode perendaman menurut Thune (1980), dan metode tersebut efektif menimbulkan imunitas karena antingen lebih lama kontak dengan ikan.

Modifikasi dari metode pencelupan adalah penyemprotan, yaitu ikan ditaruh dalam wadah dan diberi air setengah badan ikan agar ikan mudah digeser pada waktu disemprot dengan vaksin (Ward, 1982).

B. Identifikasi MasalahBerdasarkan Latar Belakang Masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh pemberian vaksin HydroVac dengan lama waktu perendaman yang berbeda terhadap tingkat kelulushidupan benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)?

2. Bagaimana tingkat efektifitas penggunaan vaksin HydroVac dalam upaya pencegahan infeksi Aeromonas hydrophila?C. Rumusan Masalah

Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan salah satu komoditas ungulan karena sangat populer serta mempunyai prospek pasar yang baik. Beberapa kelebihan atau keunggulan lele dumbo (Clarias gariepinus) dibandingkan dengan jenis ikan lain yaitu pertumbuhannya yang lebih cepat dan dapat mencapai ukuran lebih besar, lebih banyak kandungan telurnya serta pemeliharaan dan pemberian pakan lebih mudah. Namun dalam hal budidaya lele dumbo (Clarias gariepinus) tidak terlepas dari adanya kemungkinan terserang penyakit. Salah satu kendalanya adalah penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia) yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila.

Ikan yang paling sering terinfeksi oleh MAS adalah benih ikan lele karena ikan tersebut tidak memiliki sisik sehingga relatif lebih mudah terserang. Penyakit ini sangat merugikan dalam budidaya ikan karena serangannya yang cepat dan dapat mematikan hewan budidaya dan menurunkan tingkat produksi, sehingga ikan yang terserang bakteri cukup parah harus segera dimusnahkan.

D. Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi untuk mengamati kelulushidupan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) yang diberi perlakuan lama perendaman vaksin HydroVac dengan waktu yang berbeda.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh pemberian vaksin HydroVac dengan lama waktu perendaman yang berbeda terhadap kelulusanhidupan benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus).

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa informasi tentang penggunaan vaksin HydroVac dengan lama waktu perendaman yang berbeda untuk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus), serta kemungkinan aplikasi jenis vaksin tersebut dalam rangka pencegahan terhadap serangan penyakit yang disebabkan oleh bakteri A.hydrophila dalam usaha budidaya ikan lele dumbo (Clarias gariepinus).G. Sistematika PenulisanContoh sistematika penulisan skripsi yang dianjurkan di Universitas Karimun adalah :HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHANPERNYATAAN KEASLIANHALAMAN MOTTO (jika ada)HALAMAN PERSEMBAHAN (jika ada)

ABSTRAK

ABSTRACTKATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL (Jika Ada)

DAFTAR GAMBAR (Jika Ada)

DAFTAR LAMPIRAN

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Identifikasi Masalah

C. Rumusan Masalah

D. Batasan Masalah

E. Tujuan PenelitianF. Manfaat PenelitianG. Sistematika PenelitianH. Hipotesis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritik

B. Tinjauan Empirik

BAB IIIGAMBARAN UMUM PENELITIAN

A. Objek Penelitian

B. Metodologi Penelitian

BAB IVANALISA DAN PEMBAHASANA. Hasil Penelitian

B. PembahasanBAB VPENUTUPA. KesimpulanB. SaranDAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN H. HipotesisHipotesis yang diajukan penelitian adalah Adanya pengaruh pemberian vaksin dengan lama waktu perendaman yang berbeda terhadap kelulushidupan benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus).

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritik

1. Identifikasi dan Klasifikasi Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

Lele dumbo merupakan ikan air tawar hasil persilangan antara induk betina C. fuscus yang berasal dari Taiwan dengan induk jantan C. mossambicus dari Kenya. Ikan ini diintroduksi dari Taiwan sekitar bulan November 1986 (Santoso, 1994).

Lele dumbo memiliki kulit tubuh yang licin, berlendir, dan tidak bersisik. Jika terkena sinar matahari, warna tubuhnya otomatis menjadi loreng seperti mozaik hitam putih. Mulut lele relatif lebar, yaitu sekitar seperempat dari panjang total tubuhnya. Tanda spesifik lainnya dari lele dumbo adalah adanya kumis di sekitar mulut sebanyak 8 buah yang berfungsi sebagai alat peraba untuk mencari makan (Simanjuntak, 1996).

Menurut Najiyanti (1992) dalam Rustidja (2004) bentuk luar lele dumbo yaitu memanjang, bentuk kepala pipih, dan tidak bersisik. Mulut lele dumbo terdapat di bagian ujung moncong dan dihiasi oleh empat pasang sungut, yaitu 1 pasang sungut hidung, 1 pasang sungut maksilan (berfungsi sebagai tentakel) dan dua pasang sungut mandibula. Lele dumbo mempunyai 5 sirip yaitu sirip ekor, sirip punggung, sirip dada, sirip perut dan sirip dubur. Pada sirip dada jari-jarinya mengeras yang berfungsi sebagai patil, tetapi pada lele dumbo patil lemah dan tidak beracun. Insang berukuran kecil, sehingga kesulitan bernafas. Selain bernafas dengan insang, lele dumbo juga mempunyai alat pernafasan tambahan (arborecent) yang terletak pada insang bagian atas. Arborecent berwarna kemerahan dan berbentuk seperti tajuk pohon rimbun yang penuh kapiler-kapiler darah.

Menurut Suyanto (2002), klasifikasi atau pengelompokan ikan lele dumbo adalah sebagai berikut:

Filum

: Chordata

Kelas

: Pisces

Sub kelas

: Teleostei

Ordo

: Ostariophysi

Sub ordo

: Siluroidae

Famili

: Clariidae

Genus

: Clarias

Spesies

: Clarias gariepinus

2. Kebiasaan Hidup Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan ikan air tawar yang banyak dibudidayakan di sebagian besar wilayah Indonesia. Jenis ikan ini banyak disukai masyarakat. Lingkungan hidup lele dumbo adalah semua perairan air tawar, sungai yang airnya tidak terlalu deras, atau di perairan yang tenang seperti danau, waduk, telaga, dan rawa serta genangan-genangan kecil seperti kolam.

Parameter kualitas air yang paling banyak berperan dalam pertumbuhan dan kelulushidupan organisme air diantaranya yaitu suhu, pH, oksigen terlarut, dan amoniak. Cahyono (2009) menjelaskan bahwa suhu air berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan ikan. Ikan lele dumbo dapat hidup pada suhu air berkisar antara 2030oC. Suhu air yang sesuai akan meningkatkan aktivitas makan ikan, sehingga menjadikan ikan lele dumbo cepat tumbuh.

3. Bakteri Aeromonas hydrophila

a. Karakteristik Aeromonas hydrophila

Aeromonas hydrophila merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang dengan ukuran 0,7-0,8 m, bersifat fakultatif anaerob, kemoorganotrof, fermentatif, sitokrom oksidase positif, dan bersifat motil (Frerichs dan Roberts, 1978). Bakteri ini resisten terhadap penisilin, tumbuh optimum pada suhu 370C dan dapat tumbuh pada suhu 4-450C (Farmer et al., 2000). Bakteri A. hydrophila tidak membentuk kapsul maupun spora. Koloni berbentuk bulat, tepi rata, cembung dan berwarna kuning keputih-putihan (krem) (Post, 1983; Sarono et al., 1993).

Dilihat dari cara hidupnya, A. hydrophila bersifat patogen oportunistik, selalu berada dalam air dan menyerang ikan pada waktu ikan lemah. Bakteri ini dapat hidup di air tawar, dan juga dapat hidup di perairan payau dan laut (Newman, 1982) dan mempunyai toleransi suhu yang lebar (Post, 1983).

Perairan air tawar, khususnya yang mengandung banyak bahan organik merupakan habitat yang baik bagi perkembangan A. hydrophila (Frerichs & Roberts, 1978; Stevenson, 1988). A. hydrophila mempunyai sifat biokimia, genetik, serologi, dan fenotip yang beragam (Newman, 1982; Stevenson, 1988).

Kemampuan A. hydrophila menimbulkan penyakit cukup tinggi. Tingkat keganasan yang diukur dengan LD50 cukup bervariasi, yaitu berkisar antara 104-106 sel/ml (Sarono et al., 1993). Penyakit bakterial yang disebabkan oleh bakteri A. hydrophila disebut dengan MAS (Motil Aeromonas Septicemia).

Gejala eksternal yang muncul akibat penyakit MAS adalah adanya ulser yang berbentuk bulat atau tidak teratur dan berwarna merah keabu-abuan, inflamasi dan erosi di dalam rongga dan sekitar mulut seperti redmouth disease. Selain itu terjadi hemorrhagik pada sirip serta mata membengkak dan menonjol (eksophtalmia/popeye) (Sarono et al., 1993). Gejala internal dari penyakit MAS adalah pembengkakan ginjal tetapi tidak lembek, petikiae (bintik merah) pada otot daging dan peritoneum, usus tidak berisi makanan tetapi berisi cairan kuning. Gejala khas dari bakteri ini adalah adanya sejumlah besar cairan kuning pada rongga perut (Sarono et al., 1993).

Di Indonesia, bakteri A. hydrophila menyerang ikan tawes (Hardjautomo et al., 1981), ikan lele dan ikan karper (Djajadiredja & Cholik, 1982; Sarono et al., 1993), ikan gurami (Taufik, 1982; Supriyadi et al., 1995). Jenis ikan di daerah subtropik yang banyak terserang oleh bakteri ini antara lain rainbow trout dan Chinook salmon (Sarono et al., 1993).

Selain menyerang ikan, bakteri A. hydrophila juga dapat menyerang amphibia, reptil (ular dan kura-kura) (Post, 1983), buaya (Newman, 1982), bahkan berpotensi menyerang manusia (Newman, 1982; Post, 1983; Stevenson, 1988). A. hydrophila dapat menyebabkan diare pada manusia (Fraizier et al., 1988).

b. Serangan Aeromonas hydrophila Pada IkanAeromonas dapat menyerang semua jenis ikan air tawar dan jenis penyakitnya disebut Motil Aeromonas Septicemia (MAS) atau sering juga disebut Hemorrhage Septicemia. Gejala yang ditimbulkan akibat serangan Aeromonas hydrophila baru dilihat apabila ketahanan tubuh ikan menurun akibat stress yang disebabkan oleh penurunan kualitas air, kekurangan pakan atau penanganan yang kurang cermat (Afrianto & Liviawaty, 2009).

Penularan bakteri Aeromonas dapat langsung melalui air, dengan kontak badan, kontak dengan peralatan yang sudah tercemar atau karena pemindahan ikan yang terserang Aeromonas dari satu tempat ke tempat lain. Ikan yang terserang Aeromonas akan menunjukkan gejala dengan warna tubuhnya berubah menjadi gelap, kulitnya menjadi kasar dan timbul pendarahan yang selanjutnya akan menjadi borok (hemorrhage), sehingga kemampuan untuk berenangnya menurun dan sering megap-megap di permukaan air karena insangnya rusak sehingga sulit bernafas, terjadi pendarahan pada organ bagian dalam (hati, ginjal maupun limpa), serta terlihat perutnya agak kembung (dropsi), seluruh siripnya rusak dan insangnya menjadi berwarna keputih-putihan, mata rusak dan agak menonjol (exopthalmia) (Afrianto & Liviawaty, 2009).

Agen etiologic akan dipindahkan secara horizontal (antar binatang selain dari induk dan keturunan) tetapi tidak vertikal (dari induk ke keturunan). Bakteri ini akan memperbanyak diri dalam usus sehingga menyebabkan suatu radang pengeluaran lendir berlebihan (haemorrhagicmucusous-desquamative). Pendarahan pada kapiler terjadi di permukaan sirip dan di submukosa perut. Sel hepatic dan epitel dari tubulus ginjal menunjukkan adanya degenerasi. Glemeruli dihancurkan dan jaringan menjadi berdarah, dengan eksudat dari serum dan fibrin (Miyazaki & Jo, 1985).

Serangan penyakit ini biasanya berhubungan dengan perubahan kondisi lingkungan. Diantaranya stress, populasinya padat (overcrowding), suhu tinggi, perubahan suhu secara mendadak, penanganan yang kasar, transfer ikan, rendahnya oksigen terlarut, rendahnya persediaan makanan, dan infeksi fungsi atau parasit yang dapat berpengaruh pada perubahan fisiologis dan menambah kerentanan terhadap infeksi (Hayes, 2000).4. Vaksinasi pada Ikan

Vaksin adalah organisme yang menyebabkan penyakit yang telah dilemahkan atau dimatikan. Sedangkan vaksinasi adalah pemberian antigen (vaksin) pada hewan dengan maksud untuk merangsang tanggap kebal protektif (Tizard, 1982).Vaksin dibuat dari antigen yang berasal dari organisme pathogen yang dilemahkan sampai tidak pathogen (Ellis, 1988). Vaksin tersebut akan merangsang sistem kekebalan secara spesifik sehingga akan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit yang disebabkan oleh suatu organisme pathogen. Vaksin HydroVac merupakan salah satu produk hijau dalam produk farmasi perikanan karena memiliki keunggulan dimana penggunaannya sangat aman karena tidak mencemari atau merusak lingkungan. Sebelum adanya Vaksin HydroVac, penanggulangan infeksi MAS dilakukan dengan menggunakan produk yang tidak ramah lingkungan dan berbahaya dalam penggunaannya.Vaksin ini merupakan produk pertama dan satu-satunya di Indonesia untuk upaya pencegahan infeksi Aeromonas hydrophila. Dalam uji laboratorium, Vaksin HydroVac dapat mencegah kematian ikan lele dengan tingkat kelangsungan hidup sebesar 97,8 % yang berarti sangat efektif dalam menanggulangi infeksi MAS (Wibawa, 2010).

Tizard (1982) menyatakan bahwa vaksin yang ideal untuk imunisasi (vaksinasi), sebaiknya memberi kekebalan kuat yang berlangsung lama dan bebas dari efek samping yang merugikan. Vaksin yang dibuat sebaiknya murah, kuat dan sesuai untuk vaksinasi dalam skala besar, dan tanggap terhadap kekebalan yang tidak dapat dibedakan dari yang disebabkan oleh infeksi alamiah, sehingga vaksinasi serta pemberantasan berjalan cepat dan sama.

Secara garis besar ada dua macam tipe vaksin, yaitu vaksin mati yang tersusun dari organisme patogen inaktif atau ekstrak, dan vaksin hidup yang tersusun dari organisme patogen yang sudah dilemahkan sampai tidak atau sedikit virulen lagi (Ellis, 1989). Kedua-duanya memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai prasyarat vaksin yang ideal, yaitu antigenitas yang tinggi dan tanpa efek samping yang merugikan.Vaksin hidup merangsang kekebalan yang terbaik tetapi dapat membahayakan karena virulensi residual. Namun organisme mati adalah relatif imunogen yang lemah tetapi biasanya jauh lebih aman.

Biasanya vaksinasi pada hewan dilakukan secara injeksi, tetapi banyak cara-cara baru untuk vaksinasi yang sudah mulai dikembangkan. Ada empat cara atau teknik yang paling banyak digunakan untuk vaksinasi pada ikan (hewan air), yaitu dengan injeksi (intraperitoneal injektion), perendaman (direct imersion), semprot (spray vaccination) dan pakan (oral vaccination), dalam pernyataan Ward (1982).

1. Cara injeksi (injection)

Cara vaksinasi ini dengan injeksi sangat efektif untuk menghasilkan respon kekebalan (antibodi) pada ikan, tetapi metode ini membutuhkan waktu yang banyak, tenaga serta biaya. Cara ini banyak menimbulkan stres pada ikan.

2. Cara perendaman (direct immersion)

Cara vaksinasi ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu dapat digunakan untuk vaksinasi ikan dalam jumlah besar serta ukuran yang berbeda. Tetapi metode ini masih bisa menimbulkan stres pada ikan.

3. Cara penyemprotan (spray vaccination)

Pada cara ini, antigen (vaksin) disemprotkan dengan tekanan tinggi pada ikan. Tetapi cara ini banyak kerugiannya antara lain ikan akan menderita stres akibat penyemprotan, dan kurang ekonomis karena terjadi pemborosan vaksin.

4. Pakan (Oral vaccination)

Cara ini dipakai untuk ikan dalam jumlah besar dan tidak memerlukan banyak tenaga serta tidak menimbulkan stres. Namun cara ini kurang efektif dalam menimbulkan antibodi. Selain itu terjadi pemborosan vaksin terutama bila makanan yang mengandung antigen (vaksin) tidak dimakan oleh ikan.

Menurut Ellis (1989), bahwa cara vaksinasi dengan perendaman merupakan cara yang paling baik untuk vaksinasi pada ikan, sebab walaupun efektifitas pembentukan antibodi tidak sebaik dengan cara injeksi, namun paling memungkinkan untuk diaplikasikan di lapangan disamping efek stress yang ditimbulkan tidak terlalu besar.

5. Kualitas Air

Kualitas air merupakan salah satu kunci keberhasilan di dalam budidaya ikan, termasuk budidaya ikan lele dumbo. Karena air merupakan suatu media yang penting bagi kehidupan ikan maka ada beberapa parameter air yang dijadikan sebagai indikator di dalam mengukur kualitas suatu perairan, diantaranya adalah suhu, derajat keasaman (pH), dan oksigen terlarut.

a. Suhu

Suhu merupakan salah satu parameter air yang sangat berpengaruh pada kehidupan ikan. Suhu merupakan faktor fisika yang mempengaruhi aktivitas fisika dan kimia di dalam suatu perairan. Suhu juga mempengaruhi tingkat konsumsi oksigen, kekentalan atau viskositas air, distribusi mineral dalam air, serta kandungan oksigen yang terlarut. Suhu air yang optimal untuk pertumbuhan ikan berkisar antara 24-270C, sedangkan suhu air minimum yang masih bisa diterima oleh ikan yaitu 200C, dan suhu maksimalnya yaitu 300C (Bachtiar, 2007).

Lingkungan terutama sifat fisik, kimia dan biologi perairan akan sangat mempengaruhi keseimbangan antara ikan sebagai inang dan bakteri penyebab penyakit. Lingkungan akan berdampak positif atau negatif.

b. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) merupakan logaritma negatif dari suatu konsentrasi ion hidrogen yang lepas dari suatu cairan. Besarnya nilai pH pada kebanyakan suatu perairan adalah 4 sampai 9. Derajat keasaman (pH) air dapat mempengaruhi tingkat kesuburan suatu perairan karena dapat mempengaruhi kehidupan pada jasad renik. Menurut Lesmana (2001) adanya pH yang rendah dapat menyebabkan daya racun dan amoniak menjadi lebih tajam. Menurut Afrianto & Liviawaty (1992), ikan air tawar yang dibudidayakan sebagian besar mampu beradaptasi dengan baik pada lingkungan perairan yang mempunyai pH antara 6,5-7,5 sedangkan untuk ikan laut dengan pH 8,3. Pada perairan dengan pH 4-5 ikan tidak dapat bereproduksi bahkan dapat mengalami kematian.

c. Oksigen Terlarut

Konsentrasi oksigen terlarut dalam air berpengaruh terhadap kehidupan ikan. Untuk dapat digunakan oleh organisme air, maka oksigen berada dalam posisi terlarut di dalam air. Oksigen digunakan, oleh ikan dalam pembakaran bahan makanan yang akan menghasilkan suatu energi yang digunakan dalam beraktivitas, pertumbuhan, reproduksi dan sebagainya. Apabila oksigen di dalam suatu perairan itu kurang maka akan mempengaruhi kehidupan ikan dan aktivitas ikan (Zonneveld et al., 1991).

Menurut Mulyanto (1992) konsentrasi oksigen yang optimal bagi budidaya ikan lele dumbo yaitu 5 ppm, dan lebih baiknya jika konsentrasinya 7 ppm, akan tetapi untuk benih lele dumbo konsentrasi oksigen minimumnya adalah 2 ppm. Konsentrasi oksigen minimum yang mampu diterima oleh sebagian besar untuk spesies ikan agar dapat bertahan hidup dengan baik adalah 5 ppm. Ikan masih dapat bertahan hidup pada perairan dengan konsentrasi oksigen di bawah 4 ppm, tetapi nafsu makannya cenderung rendah bahkan tidak memiliki nafsu makan, sehingga pertumbuhan ikan menjadi terhambat (Afrianto & Liviawaty, 1994).

B. Tinjauan Empirik

Beberapa tinjauan empiris yang menjadi acuan dalam penelitian ini yaitu:

1. Bunasir et al (2014), meneliti tentang aplikasi vaksin anti aeromonas hydrophila pada ikan Lele di kolam terpal. Pada penelitian ini menggunakan dosis vaksin sebanyak 3 ml/liter air. Dan dari penelitian ini bisa menjadi acuan dalam penentuan dosis vaksin pada penelitian ini.

2. Tatang (2012), membahas tentang vaksinasi pada ikan. Dan dari pembahasan ini menjadi acuan dalam proses aplikasi vaksin melalui perendaman.

3. Ridho (2010), meneliti tentang pemeliharaan benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dengan menggunakan sistem akuaponik. Penelitian ini memelihara benih ikan lele dumbo dengan padat penebaran 2 ekor/l, sehingga menjadi acuan dalam penentuan padat tebar benih ikan lele dumbo pada penelitian ini.

BAB III

GAMBARAN UMUM PENELITIANA. Objek Penelitian

Adapun yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah vaksin HydroVac. Apakah penggunaan Vaksin HydroVac dengan waktu lama perendaman yang berbeda berpengaruh terhadap kelulushidupan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus).

B. Metodologi Penelitian

1. Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode percobaan (eksperimen), yaitu dengan cara pengamatan langsung terhadap parameter serta membandingkan parameter pengamatan dari masing-masing perlakuan.

Adapun desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 kali ulangan, yaitu :

P0 = Kontrol (tanpa melakukan perendaman vaksin)

P1 = Pemberian vaksin HydroVac dengan waktu perendaman 20 menit.

P2 = Pemberian vaksin HydroVac dengan waktu perendaman 30 menit.

P3 = Pemberian vaksin HydroVac dengan waktu perendaman 40 menit.

Model yang digunakan dalam penelitian adalah model tetap menurut Sudjana (1991) yaitu :

Yij = + i + ij

Dimana : Yijk = Pengaruh pengamatan perlakuan ke-i, dan ulangan ke-j

= Rataan umum

i = Pengaruh perlakuan ke-i

ijk = Pengaruh galat dari perlakuan ke-i ulangan ke-j

i = Perlakuan

j = UlanganAsumsi yang akan digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kondisi awal benih ikan uji dianggap sama2. Setiap ikan uji mempunyai kemampuan dan peluang yang sama dalam mendapatkan makanan

3. Tingkat ketelitian peneliti dianggap sama2. Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan di Balai Benih Ikan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Karimun, Penelitian ini berlangsung selama 1 bulan, pada bulan Agustus sampai bulan September dengan rancangan kegiatan pada Tabel 3.1. berikut : Tabel 3.1. Rancangan Kegiatan Penelitian.

KEGIATAN Tahun 2014

SeptemberOktoberNovember

IIIIIIIVIIIIIIIVIIIIIIIV

Persiapan

Pelaksanaan

Penyusunan Laporan

3. Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

a. Bahan:

Benih lele dumbo umur 1 bulan. Pakan buatan yang berasal dari BBI. Vaksin HydroVacb. Alat : Baskom sebagai wadah benih ikan.

DO meter untuk mengukur kandungan oksigen terlarut.

Thermometer untuk mengukur suhu air di wadah penelitian.

Serok untuk mengambil ikan

Penggaris sebagai alat ukur ikan.

Timbangan digital untuk menimbang benih ikan

Blower sebagai sumber oksigen

pH meter untuk mengukur pH air.

Kamera untuk dokumentasi.

Selang sebagai alat penyiponan.

Alat-alat tulis untuk mencatat hasil penelitian.

4. Prosedur Penelitian

Sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu baskom yang akan dijadikan wadah penelitian dipersiapkan. Tahapannya meliputi pencucian dan pengeringan baskom sebanyak 12 buah, selanjutnya baskom yang telah dibersihkan di isi air pada volume 15 L dengan padat tebar ikan 25 ekor/wadah yang dilengkapi aerator sebagai suplai oksigen. Sebelum memulai penelitian ikan uji yang digunakan diadaptasi terlebih dahulu di wadah penelitian, terhadap lingkungan maupun makanan yang digunakan dalam penelitian ini. Maksud dari adaptasi ini untuk membiasakan ikan uji dalam lingkungan media uji dan menerima atau mengkonsumsi pakan tersebut, setelah pelaksanaan perendaman vaksin.

Penelitian dilakukan selama 30 hari dan ikan diberi pakan pellet F-999. Frekuensi pemberian pakan dilakukan tiga kali sehari yaitu 08.00, 12.00, 16.00 WIB, dengan jumlah makanan yang diberikan 10% perhari dari berat biomassanya.

Pengukuran berat ikan ini dilakukan untuk memudahkan dalam perhitungan jumlah ransum makanan yang diberikan, dilakukan pada awal penelitian, hari ke 15 dan hari terakhir penelitian, sedangkan pengukuran panjang menggunakan penggaris dengan tingkat ketelitian 0,1 cm pada awal penelitian, hari ke 15 dan hari terakhir penelitian. Pengukuran berat dan panjang dilakukan pada sebagian ikan uji (teknik sampling).

Dalam pelaksanaan penelitian, vaksin yang digunakan untuk setiap perlakuan adalah dengan dosis 3ml/liter air. Tahap vaksinasi adalah sebagai berikut :

1. Tahap Vaksinasi :

a) Persiapan Objek vaksinasi

1. Benih ikan lele yang dalam kondisi sehat, umur 1 bulan dengan jumlah 300 ekor .

2. Jumlah ikan yang akan di vaksin sebanyak 25 ekor per wadah.

3. Pemberokan/mempuasakan ikan yang akan divaksin dilakukan minimal 1 hari sebelum proses vaksinasi menggunakan air sumur.

b) Persiapan wadah vaksinasi :

1. Baskom untuk proses vaksinasi dengan kapasitas minimal 50 liter

2. Membersihkan baskom untuk vaksinasi menggunakan sabun sunlight, lalu dibilas hingga benar-benar bersih.3. mengisi baskom dengan air sumur sebanyak 15 liter4. Pengukuran kisaran suhu dan kandungan oksigen terlarut (DO) sebelum tahap vaksinasi5. Menggunakan aerator untuk menjaga kestabilan oksigen terlarut dalam wadah vaksinasi.c) Proses vaksinasi

1. Mempersiapkan vaksin HydroVac dengan dosis yang telah ditentukan dengan menggunakan spuit sebagai alat ukur dosis. Pemberian vaksin ke ikan uji dengan cara perendaman, caranya adalah wadah yang telah diisi air sebanyak 15 L ditambahkan vaksin dengan dosis 3ml/liter air dan diaerasi agar larutan vaksin homogen).2. Memasukan benih ikan lele untuk divaksin sebanyak 25 ekor/baskom ke dalam wadah yang telah dilarutkan vaksin. Selama perendaman tetap diaerasi agar ikan tidak kekurangan oksigen.

3. Pelaksanaan vaksinasi sesuai dengan perlakuan pada masing-masing wadah yaitu P1 = 20 menit; P2 = 30 menit dan P3 = 40 menit.4. Menjaga parameter oksigen terlalrut (DO) agar tetap stabil selama proses vaksinasi.

5. Setelah selesai proses vaksinasi, benih-benih ikan lele dipindahkan ke bak penelitian dan dipelihara selama 30 hari.

5. Variabel Penelitian

Penelitian ini berjudul Pengaruh lama perendaman Vaksin Hydrovac dengan waktu yang berbeda terhadap kelulushidupan benih Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus).

Variabel yang ada antara lain adalah lama perendaman vaksin hydrovac dan kelulushidupan benih Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Diantara variabel tersebut kita memilih variabel lama perendaman vaksin hydrovac untuk diteliti pengaruhnya terhadap kelulushidupan dan variabel lain tidak diteliti. Variabel lama perendaman vaksin hydrovac tersebut disebut variabel bebas, sedangkan variabel yang lain (pemeliharaan ikan lele dumbo) disebut variabel kontrol. Kelulushidupan disebut variabel terikat. Jadi dapat disimpulkan :

Variabel bebas : lama perendaman vaksin hydrovac

Variabel kontrol : pemeliharaan ikan lele dumbo

Variabel terikat : kelulushidupan6. Teknik Pengumpulan Data

Peubah atau parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Kualitas Air (Fisika dan Kimia)

Parameter kualitas air yang diukur adalah pH, suhu dan oksigen terlarut (DO) dan Ammoniak (NH3). Pengukuran kualitas air dilakukan 2 kali pengukuran (awal dan akhir penelitian).

Pertumbuhan Bobot mutlak

Pengukuran pertumbuhan bobot mutlak individu ikan diukur dengan menggunakan rumus Effendie (1979) yaitu :

Wm = Wt-Wo

Dimana : Wm = Pertumbuhan berat mutlak ikan uji (g)

Wt = Bobot ikan uji pada akhir penelitian (g)

Wo = Bobot ikan uji pada awal penelitian (g) Laju Pertumbuhan HarianLaju pertumbuhan harian (%) ditentukan berdasarkan selisih bobot rata-rata akhir dengan bobot rata-rata awal kemudian dibandingkan dengan waktu pemeliharaan dengan rumus Metaxa et al (2006) yaitu : = t - 1 x 100%

Dimana : = Laju pertumbuhan harian (%)

= Bobot rata - rata ikan pada akhir penelitian (g)

= Bobot rata rata ikan pada awal penelitian (g)

t = Lama Penelitian (hari) Tingkat KelulushidupanUntuk mengukur kelangsungan hidup digunakan rumus dari Zonnelveled et al 1991 sebagai berikut:

SR = x 100%

Dimana : SR = Tingkat kelulushidupan (%)

Nt = Populasi ikan pada akhir masa pemeliharaan (ekor)

No = Populasi ikan pada awal pemeliharan (ekor)

7. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh berupa peubah atau parameter kemudian dimasukkan kedalam tabel, selanjutnya dilakukan uji homogenitas. Apabila data homogen maka selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji keragaman (ANAVA) (Sudjana, 1991).

Apabila uji statistik menunjukkan perbedaan nyata dimana F hitung > F tabel maka hipotesis dapat diterima (adanya pengaruh lama perendaman vaksin Hydrovac dengan waktu yang berbeda terhadap kelulushidupan benih ikan lele dumbo) dan dilanjutkan dengan uji rentang Neuman-keuls untuk menentukan perlakuan mana yang lebih baik.BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASANParameter yang diukur selama penelitian yaitu kualitas air, pertumbuhan bobot mutlak, pertumbuhan panjang mutlak, laju pertumbuhan harian dan kelulushidupan.

A. Kualitas Air

Parameter kualitas air yang diukur dalam penelitian ini adalah Ammonia (NH3), Oksigen terlarut, Suhu dan pH. Adapun rata-rata konsentrasi kualitas air selama penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.1. Kisaran parameter kualitas air pada setiap perlakuan selama penelitian

ParameterSatuanPerlakuan Lama Perendaman Vaksin

(0, 20, 30 dan 40 menit)

P0P1P2P3

NH3mg/l0.03 - 0.810.03 - 0.250.03 - 0.170.03 - 0.23

DOmg/l3.57 - 5.453.54 - 5.333.81 - 5.013.82 - 5.46

Suhu0C28 - 29.428 - 29.228 - 29.328 - 29.3

pH-66 - 76 - 76 - 7

Kualitas air selama penelitian berlangsung cenderung berada pada kisaran optimal ikan untuk hidup dan tumbuh. Kadar amoniak selama pemeliharaan pada perlakuan secara berturut-turut berkisar antara P0 (0,03-0.81 mg/l), P1 (0.03-0.25 mg/l), P2 (0.03-0.17 mg/l) dan P3 (0.03-0.23 mg/l). Kadar amoniak pada umumnya adalah 0,00-2,0 mg/L (Wedemeyer, 2001).

Kandungan amoniak akan menjadi toksik jika kandungan oksigen di air rendah, oleh karena akan berpengaruh terhadap peningkatan kadar oksigen terlarut yang terbawa oleh air yang baru masuk serta adanya bantuan aerasi.

Pengaruh langsung dari kadar ammonia yang tinggi adalah rusaknya jaringan insang sehingga fungsinya sebagai alat pernafasan terganggu, dan akibatnya organisme budi daya tidak bisa hidup normal (Palinussa, 2010).

Dari hasil pengukuran ammonia selama penelitian pada masing - masing perlakuan terlihat nilai ammonia masih dalam kisaran yang aman untuk kehidupan organisme budi daya. Hal ini sejalan seperti yang dijelaskan Boyd (1979) kadar ammonia yang aman bagi ikan dan organisme perairan adalah kurang dari 1 mg/l.Salah satu parameter yang memberikan pengaruh besar pada perlakuan tersebut adalah kandungan oksigen terlarut. Ikan lele mampu tumbuh optimal jika kandungan oksigen terlarut >3 mg/L (Rahman et al., 1992). Pada kisaran oksigen terlarut sekitar 2 mg/L, ikan lele dapat tumbuh meskipun lambat.

Jika dilihat dari fluktuasi suhu yang terjadi, dapat diketahui bahwa suhu relatif stabil dan perbedaan lama waktu perendaman vaksin tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap perubahan suhu selama penelitian. Adapun fluktuasi suhu yang terjadi disebabkan oleh posisi unit percobaan yang berada di dalam ruangan sehingga suhu tidak berubah terlalu drastis.

Dari Tabel 4.1. dapat dilihat bahwa nilai pH selama penelitian tidak terjadi perubahan yang signifikan dan perbedaan waktu lama perendaman tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap perubahan nilai pH selama penelitian. Nilai pH pada masing- masing perlakuan berkisar antara 6-7.B. Pertumbuhan Bobot MutlakPengukuran bobot mutlak terhadap ikan lele dumbo dilakukan sebanyak tiga kali selama penelitian diperoleh hasil bobot rata-rata ikan lele dumbo (g). Hasil pengukurannya dapat dilihat pada Gambar 4.1 dibawah ini.

Gambar 4.1. Pertumbuhan bobot ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) selama penelitian

Berdasarkan Gambar 4.1, menunjukkan pertumbuhan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) masing-masing perlakuan selama penelitian berbeda-beda, dari hasil yang didapat pada masing-masing perlakuan mendapatkan pertumbuhan yang terus meningkat mulai dari awal hingga akhir penelitian. Bobot rata-rata ikan lele dumbo pada akhir penelitian yaitu perlakuan P0 tanpa perendaman vaksin dengan bobot rata-rata (0.693 g) diikuti P1 lama perendaman 20 menit (0.771 g), P2 lama perendaman 30 menit (1.044 g) dan P3 lama perendaman 40 menit (0.933 g). Dari penelitian yang dilakukan Kurniawan (2009) yaitu pertumbuhan dan kelulushidupan benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dengan padat tebar yang berbeda didapatkan bobot tertinggi hanya mencapai 0.589 g. Jadi pertumbuhan bobot rata-rata pada penelitian ini bisa dikatakan baik, bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya.

Setelah dilakukan pengukuran data diawal dan akhir penelitian maka selanjutnya dapat diketahui pertumbuhan bobot mutlak ikan lele dumbo selama penelitian. Pertumbuhan bobot mutlak dapat diketahui dengan menggunakan rumus Effendie (1979) yaitu berat rata-rata ikan akhir penelitian dikurang berat rata-rata ikan awal penelitian. Pertumbahan bobot mutlak ikan lele dumbo pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.2 dibawah ini.

Tabel 4.2.Pertumbuhan bobot mutlak (g) ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) yang dipelihara dengan waktu lama perendaman vaksin HydroVac yang berbedaUlanganPerlakuan Lama Perendaman Vaksin

(0, 20, 30 dan 40 menit)

P0P1P2P3

10.1920.1220.7580.346

20.2180.3540.6130.589

30.1200.3760.5980.408

Jumlah0.530

0.852

1.969

1.343

Rata-rata(Std. Dev)0.1770.05c0.2840.14bc0.6560.09a0.4480.21b

Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa pertambahan bobot tertinggi terdapat pada perlakuan P2 dengan lama perendaman vaksin 30 menit (0.656 g), kemudian diikuti P3 lama perendaman vaksin 40 menit (0.448 g), P1 lama perendaman vaksin 20 menit (0.284 g) dan P0 tanpa perendaman (0.177 g).

Hal ini menunjukkan bahwa lama waktu perendaman vaksin HydroVac berpengaruh terhadap pertumbuhan bobot mutlak ikan lele dumbo. Setelah dilakukan analisis variansi (ANAVA) terhadap bobot mutlak ikan lele dumbo (Clarias gariepinus), lama waktu perendaman vaksin HydroVac memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan bobot mutlak ikan lele dumbo P < 0,05. Perbedaan dari masing-masing perlakuan setelah dilakukan uji lanjut Student-Newman-Keuls terhadap pertumbuhan bobot mutlak didapat hasil P0 berbeda nyata terhadap P1 dan P3, P0 berbeda sangat nyata terhadap P2, P1 dan P3 tidak berbeda nyata, P1 dan P3 berbeda nyata terhadap P2. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 5.

Hasil yang diperoleh pada Tabel 4.2 dapat diketahui bobot mutlak yang terbaik terdapat pada perlakuan yang diberi vaksin HydroVac yaitu P2 dengan lama perendaman vaksin 30 menit yaitu sebesar 0.656 g. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ikan lele yang divaksin lebih baik daripada pertumbuhan ikan lele control dan lama perendaman vaksin HydroVac secara langsung dapat berpengaruh pada pertumbuhan ikan lele dumbo. Kondisi tubuh ikan yang sistem imunnya lebih baik akibat pengaruh vaksin menyebabkan metabolisme dan proses-proses fisiologis berlangsung lebih baik sehingga akhirnya berdampak terhadap pertumbuhan ikan. Perbedaan nilai bobot mutlak tiap perlakuan tersebut diduga berkaitan dengan perkembangan kemampuan ikan dalam merespons serangan penyakit dan memproduksi antibodi. Semakin besar ukuran ikan, maka akan semakin besar kemampuan ikan tersebut dalam melawan serangan penyakit, walaupun ikan tersebut memiliki umur yang sama. Hal ini sejalan dengan pernyataan Ellis (1989) dalam Yanong (2008) bahwa respons imun dari ikan dapat lebih dipengaruhi oleh ukuran ikan, bukan umur.

Pertumbuhan ikan dapat dipengaruhi oleh makanan, ruang, suhu dan beberapa faktor lainnya (Effendi, 1979). Sedangkan Wilburn dan Owen (1964) menyatakan bahwa pertumbuhan dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan, umur dan lingkungan. Pada penelitian ini pakan yang diberikan juga sudah dapat memberikan penambahan bobot tubuh pada ikan uji. Hal ini dipertegas lagi oleh Suseno (1984) dalam Retnita (2009) yang mengatakan bahwa ikan lebih memilih jenis pakan yang mudah dicerna (biasanya yang lunak) daripada pakan yang sukar dicerna.C. Laju Pertumbuhan Harian

Laju pertumbuhan harian berbeda-beda pada masing-masing perlakuan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.3 dibawah ini.

Tabel 4.3. Laju Pertumbuhan Harian Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Selama Penelitian.

UlanganPerlakuan Lama Perendaman Vaksin

(0, 20, 30 dan 40 menit)

P0P1P2P3

11.260.573.742.00

21.161.923.072.67

30.612.463.261.90

Jumlah 3.034.9510.076.57

Rata-rata(Std. Dev)1.010.35b1.650.97b3.360.35a2.190.42b

Dari Tabel 4.3 dapat dilihat persentase rata-rata laju pertumbuhan harian ikan lele selama penelitian yang berkisar antara 1.01 % - 2.19 % dimana pada perlakuan P2 lama perendaman 30 menit memberikan hasil dengan laju pertumbuhan tertinggi yaitu (3.36 %) dan diikuti P3 lama perendaman 40 menit (2.19 %), P1 lama perendaman (1.65 %) dan P0 tanpa perendaman (1.01 %) (Gambar 4.2).

Gambar 4.2. Laju pertumbuhan harian (LPH) ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) selama penelitianBerdasarkan uji statistik analisis variansi (ANAVA) terhadap laju pertumbuhan harian maka di dapat hasil yang menunjukkan lama waktu perendaman vaksin yang berbeda berpengaruh nyata p < 0,05 terhadap laju petumbuhan harian ikan lele dumbo. Untuk mengetahui perbedaan dari masing-masing perlakuan dilakukan uji lanjut SNK terhadap laju pertumbuhan harian (Lampiran 7).Laju pertumbuhan harian terbaik terletak pada perlakuan P2 (3.36%), perbedaan nilai laju pertumbuhan harian tiap perlakuan tersebut diduga berkaitan dengan perkembangan kemampuan ikan dalam merespons serangan penyakit dan memproduksi antibodi. Semakin laju pertumbuhan ikan, maka akan semakin besar kemampuan ikan tersebut dalam melawan serangan penyakit, walaupun ikan tersebut memiliki umur yang sama. Hal ini sejalan dengan penelitian Nuswantoro (2012), bahwa kondisi tubuh ikan yang sistem imunnya lebih baik akibat pengaruh vaksin menyebabkan metabolisme dan proses-proses fisiologis berlangsung lebih baik sehingga akhirnya berdampak terhadap laju pertumbuhan ikan.D. Kelulushidupan

Kelulushidupan ikan lele dumbo selama penelitian berkisar antara 68 99 %. Kelulushidupan ikan lele dumbo selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan Gambar 4.3.

Tabel 4.4. Persentase Kelulushidupan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Selama Penelitian.

UlanganPerlakuan Lama Perendaman Vaksin

(0, 20, 30 dan 40 menit)

P0P1P2P3

168889692

2769210096

36088100100

Jumlah 204268296288

Rata-rata(Std. Dev)688.00b892.31a992.31a964.00a

Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa pemeliharaan ikan lele dumbo dengan lama waktu perendaman vaksin HydroVac yang berbeda diperoleh hasil tingkat kelulushidupan berturut-turut adalah P2 (99%), P3 (96%) P1 (89%) dan P0 (77.78 %) (Gambar 4.3).

Gambar 4.3. Kelulushidupan (SR) ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) selama penelitian

Berdasarkan uji statistik analisis variansi (ANAVA) terhadap kelulushidupan ikan lele (Clarias gariepinus) maka di dapat hasil yang menunjukkan lama perendaman vaksin HydroVac berpengaruh nyata p < 0,05 terhadap kelulushidupan ikan lele dumbo. Untuk mengetahui perbedaan dari masing-masing perlakuan dilakukan uji lanjut SNK terhadap laju pertumbuhan harian (Lampiran 9).

Kelulushidupan adalah perbandingan jumlah ikan uji yang hidup pada akhir penelitian dengan ikan uji pada awal penelitian pada satu periode dalam satu populasi selama penelitian. Dari hasi penelitian, persentasi kelulushidupan yang terbaik ialah pada perlakuan P2 yaitu mencapai tingkat 99% dan diikuti P3 96%, P1 89% dan P0 68%.

Hal ini dapat dikatakan bahwa kelulushidupan ikan lele dumbo yang divaksin HydroVac melalui perendaman 30 menit dapat meningkatkan daya tahan ikan Lele Dumbo terhadap serangan penyakit dan kondisi sistem imunnya lebih baik daripada perlakuan lainnya. Lama perendaman hasil penelitian ini sama dengan yang dilaporkan oleh Corbeil et al (2000a) dalam vaksinasi benih ikan salmon, yaitu lama perendaman selama 30 menit.

Jika dilihat secara umum dari nilai pertumbuhan ikan lele dumbo diatas maka lama perendaman vaksin HydroVac selama 30 menit sudah memenuhi untuk kebutuhan ikan dengan baik. Hal ini sejalan dengan penjelasan Kanellos, et al (2006), bahwa pemberian vaksin melalui perendaman ikan dalam air mengandung bakteri utuh inaktif yang memproduksi protein imunogenik sehingga ikan mampu meningkatkan daya tahan tubuhnya karena protein imunogenik tersebut akan direspon oleh ikan lele dumbo untuk menghasilkan antibodi untuk tahan terhadap serangan penyakit. BAB V

PENUTUPA. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dengan lama waktu perendaman vaksin HydroVac yang berbeda pada pemeliharaan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus), maka dapat disimpulkan sebagai berikut :1. Setelah dilihat dari berbagai aspek terhadap beberapa parameter yang diukur, perlakuan terbaik terdapat pada P2 (dengan lama waktu perendaman 30 menit) dengan pertumbuhan bobot mutlak lele dumbo sebesar (1.044 g), laju pertumbuhan bobot harian lele dumbo (3.36%) dan dengan kelangsungan hidup lele dumbo 99%.

2. Jika dilihat secara umum dari nilai kelulushidupan ikan lele dumbo diatas maka lama perendaman vaksin HydroVac selama 30 menit sudah memenuhi untuk kebutuhan ikan dengan baik. Pemberian vaksin melalui perendaman ikan dalam air mengandung bakteri utuh inaktif yang memproduksi protein imunogenik sehingga ikan mampu meningkatkan daya tahan tubuhnya karena protein imunogenik tersebut akan direspon oleh ikan lele dumbo untuk menghasilkan antibodi untuk tahan terhadap serangan penyakit. B. Saran

Dari penelitian ini disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan melakukan vaksinasi ulang setelah periode tertentu (booster) untuk memperoleh hasil yang lebih baik lagi. EMBED Excel.Chart.8 \s

Pertumbuhan

Bobot Lele Dumbo (g)

Waktu pengamatan hari Ke-

EMBED Excel.Chart.8 \s

Laju Pertumbuhan

Harian Lele Dumbo (%)

Perlakuan

EMBED Excel.Chart.8 \s

Kelulushidupan

Benih Lele Dumbo (%)

Perlakuan

135

_1385290065.unknown

_1385290774.unknown

_1477278762.xlsChart1

1.01

1.65

3.36

2.19

LPH (%)

Sheet1

LPH (%)

P01.01

P11.65

P23.36

P32.19

To resize chart data range, drag lower right corner of range.

_1477563681.xlsChart1

68

89

99

96

SR (%)

Sheet1

SR (%)

P068

P189

P299

P396

To resize chart data range, drag lower right corner of range.

_1477241204.xlsChart1

0.5160.48666666670.38766666670.4853333333

0.54666666670.52933333330.7460.7823333333

0.69266666670.77066666671.0440.933

P0

P1

P2

P3

Sheet1

P0P1P2P3

00.5160.4870.3880.485

150.5470.5290.7460.782

300.6930.7711.0440.933

To resize chart data range, drag lower right corner of range.

_1385290109.unknown

_1385289936.unknown