17
Jurnal Ekonomi VOLUME XXI / 04 / 2019 ISSN : 0884 - 9842 Daftar Isi Pemberdayakan Ekonomi Kerakyatan Melalui Kemitraan Berbasis Agribisnis IGN. Kayana, IKW Parimartha Analisis Harga Pokok Penjualan Pada Laba di Apotik Kimia Farma No. 66 Luwuk Siswadi Sululing dan Doddy Asharudin Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Financial Distress Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2013 Steven Sean dan Viriany Krisis Ekonomi Krisis Politik Dunia dan IHSG Vidyarto Nugroho dan Ishak Ramli Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan (Studi Kasus Pada PT Inovasi Teknologi) Happy Dharmawan Strategi Pengembangan Produk Kuliner di Pusat Kuliner Pratistha Harsa Purwokerto Rochmat Aldy Purnomo Pengaruh Kualitas Sistem, Kualitas Informasi, Penggunaan Sistem, dan Kepuasan Pengguna Terhadap Dampak Individual (Studi Empiris Pada Bank Umum di Jakarta) Ricche Khosasi dan Agustin Ekadjaja Pengaruh Kualitas Jasa Dengan Kepuasan Pelanggan di Rumah Sakit Husada Jakarta Andyan Pradipta Utama Membangun Ekonomi Islam Dengan Melestarikan Lingkungan (Menanam Sayur Organik dan Budidaya Lele Organik) Anip Dwi Saputro Jurnal Ekonomi Volume XXI Nomor 04 Hlm. 1 - 157 Jakarta Des. 2019 ISSN 0884 - 9842

VOLUME XXI / 04 / 2019 ISSN : 0884 - 9842

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: VOLUME XXI / 04 / 2019 ISSN : 0884 - 9842

Jurnal Ekonomi

VOLUME XXI / 04 / 2019 ISSN : 0884 - 9842

Daftar Isi

Pemberdayakan Ekonomi Kerakyatan Melalui Kemitraan Berbasis Agribisnis

IGN. Kayana, IKW Parimartha

Analisis Harga Pokok Penjualan Pada Laba di Apotik Kimia Farma No. 66 Luwuk

Siswadi Sululing dan Doddy Asharudin

Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Financial Distress Pada Perusahaan Manufaktur Yang

Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2013

Steven Sean dan Viriany

Krisis Ekonomi Krisis Politik Dunia dan IHSG

Vidyarto Nugroho dan Ishak Ramli

Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan (Studi Kasus Pada PT Inovasi Teknologi)

Happy Dharmawan

Strategi Pengembangan Produk Kuliner di Pusat Kuliner

Pratistha Harsa Purwokerto

Rochmat Aldy Purnomo

Pengaruh Kualitas Sistem, Kualitas Informasi, Penggunaan Sistem, dan Kepuasan Pengguna Terhadap Dampak Individual

(Studi Empiris Pada Bank Umum di Jakarta)

Ricche Khosasi dan Agustin Ekadjaja

Pengaruh Kualitas Jasa Dengan Kepuasan Pelanggan

di Rumah Sakit Husada Jakarta Andyan Pradipta Utama

Membangun Ekonomi Islam Dengan Melestarikan Lingkungan

(Menanam Sayur Organik dan Budidaya Lele Organik)

Anip Dwi Saputro

Jurnal Ekonomi

Volume XXI

Nomor 04

Hlm. 1 - 157

Jakarta Des. 2019

ISSN 0884 - 9842

Page 2: VOLUME XXI / 04 / 2019 ISSN : 0884 - 9842

JURNAL EKONOMI

VOLUME XXI/04/Desember/2019 ISSN 0884-9842

Terbit empat kali setahun pada bulan Maret, Juli, Oktober dan Desember. Berisi tulisan yang

diangkat dari hasil penelitian dan kajian analisis-krisis di bidang Ilmu Ekonomi.

Penanggungjawab

Agus Zainul Arifin, Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara, Jakarta

Ketua Dewan Penyunting

Carunia Mulya Firdausy, Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara, Jakarta

Anggota Penyunting

Yanuar, Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara, Jakarta

R. Bambang Budhijana, Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara, Jakarta Nuryasman, Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara, Jakarta

Penyunting Kehormatan (Mitra Bebestari)

J. Supranto, Fakultas Ekonomi Universitas Persada Indonesia (YAI) Jakarta

Indra Suhendara, Fakultas Ekonomi Universitas Tirtayasa Banten

Siti Herni Rochana, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, ITB

Eka Purwanda, STEMBI Bandung Agus Eko Nugroho, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jakarta

Eddy Herjanto, Program Pascasarjana Magister Manajemen Universitas Tarumanagara

Sekretaris Editorial Kristi

Alamat Penyunting dan Tata Usaha: Sekretariat Jurnal Akuntansi, Fakultas Ekonomi

Universitas Tarumanagara Jakarta, Kampus II Gedung B Lantai 3, Jln. Tanjung Duren Utara No. 1 Jakarta Barat 11470 Telepon (021) 5655508-10-14-15 pesawat 0326 dan Fax.

(021)5655521. email: [email protected] / [email protected]

Jurnal Ekonomi diterbitkan sejak tahun 1996 oleh Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara Jakarta.

Dicetak di Percetakan Candi Mas Metropole-Jakarta. Isi di luar tanggung jawab Percetakan

Page 3: VOLUME XXI / 04 / 2019 ISSN : 0884 - 9842

ISSN: 0884 - 9842

JURNAL EKONOMI Desember 2019, Volume XXI, No. 04

Halaman 1 - 157

PEMBERDAYAKAN EKONOMI KERAKYATAN MELALUI KEMITRAAN BERBASIS AGRIBISNIS

IGN. Kayana dan IKW. Parimartha

ANALISIS HARGA POKOK PENJUALAN PADA LABA DI APOTIK KIMIA FARMA NO. 66 LUWUK Siswadi Sululing dan Doddy Asharudin

PENGARUH RASIO KEUANGAN TERHADAP FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2009-2013 Steven Sean dan Viriany

KRISIS EKONOMI KRISIS POLITIK DUNIA DAN IHSG Vidyarto Nugroho dan Ishak Ramli

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN (Studi Kasus Pada PT

Inovasi Teknologi) Happy Dharmawan

STRATEGI PENGEMBANGAN PRODUK KULINER DI PUSAT KULINER PRASTISTHA HARSA PURWOKERTO Rochmat Aldy Purnomo

33 - 60

61 - 75

91 - 108

76 - 90

1 - 11

12 - 32

Page 4: VOLUME XXI / 04 / 2019 ISSN : 0884 - 9842

PENGARUH KUALITAS SISTEM, KUALITAS INFORMASI,

PENGGUNAAN SISTEM, DAN KEPUASAN PENGGUNA TERHADAP DAMPAK INDIVIDUAL (STUDI EMPIRIS PADA BANK UMUM DI JAKARTA) Ricche Khosasi dan Agustin Ekadjaja

PENGARUH KUALITAS JASA DENGAN KEPUASAN PELANGGAN DI RUMAH SAKIT HUSADA JAKARTA Andyan Pradipta Utama

MEMBANGUN EKONOMI ISLAM DENGAN MELESTARIKAN LINGKUNGAN (Menanam Sayur Organik dan Budidaya Lele Organik) Anip Dwi Saputro

109 – 129

130 - 142

143 - 157

Page 5: VOLUME XXI / 04 / 2019 ISSN : 0884 - 9842

KETENTUAN PENULISAN JURNAL EKONOMI

Ketentuan Umum:

Syarat-syarat karangan yang diajukan untuk dimuat adalah sebagai berikut: 1. Materi tulisan harus mempunyai relevansi dengan bidang Ekonomi 2. Naskah yang dimuat dalam Jurnal Ekonomi belum pernah dimuat dalam media masa apapun. 3. Penulis Jurnal Ekonomi adalah Sivitas Akademika Universitas Tarumanagara dan non Sivitas Akademika

Universitas Tarumanagara.

Materi Artikel:

Materi Artikel dapat merupakan: 1. Hasil penelitian, baik yang bersifat empirik maupun studi dokumenter/penelitian kepustakaan. 2. Analisis data sekunder. 3. Timbangan buku (book review).

Penulisan Naskah: 1. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia/bahasa Inggris, dengan memperhatikan kaidah-kaidah bahasa

Indonesia Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). 2. Naskah disertai dengan abstrak bahasa Inggris dan Indonesia yang tidak lebih dari 250 kata dan

disertai dengan kata-kata kunci. 3. Jumlah halaman naskah antara 20-30 halaman font 12 karakter dengan menggunakan program Microsoft

Word. 4. Artikel (hasil penelitian) memuat: Judul, Nama Penulis, Abstrak, Kata-kata kunci, Pendahuluan (memuat: latar

belakang masalah, dan masalah/tujuan penelitian), Kajian Teori, Metode, Hasil dan Pembahasan, Penutup (Kesimpulan dan saran, Daftar Rujukan (berisi pustaka yang dirujuk dalam uraian saja).

5. Artikel (setara hasil penelitian) memuat: Judul, Nama Penulis, Abstrak, Kata-kata kunci, Pendahuluan, Subjudul-Subjudul (sesuai dengan kebutuhan), Penutup (kesimpulan dan saran), Daftar Rujukan (berisi

pustaka yang dirujuk dalam uraian saja). 6. Penulisan referensi/daftar pustaka

a. Di dalam artikel cukup hanya nama keluarga, tahun referensi (sama ditulis di dalam kurung). Apabila terdapat beberapa referensi untuk pernyataan yang sama, nama-nama dan tahun ditulis dengan diberi tanda; (tanda titik koma) di belakangnya. Contoh: (A, 1997) (A, 1997a ; B, 1996) (A, 1997b ; C, 1996)

b. Di dalam daftar pustaka (rujukan) .................. dsb, di susun berdasarkan abjad c. Cara penulisan rujukan adalah sebagai berikut:

(1) Untuk buku: Nama pengarang (keluarga, inisial). Tahun penerbit (dalam kurung). Judul buku. Kota: Penerbit

(2) Untuk artikel di dalam buku dengan editor. Nama pengarang (keluarga, inisial). Tahun penerbitan (dalam kurung). Judul karangan/artikel. Nama (ed). Judul buku (Halaman artikel). (dalam kurung). Kota: Penerbit

(3) Untuk artikel di dalam majalah/jurnal. Nama pengarang (keluarga, inisial). Tahun penerbitan (dalam kurung), Judul artikel. Nama majalah/jurnal. Volume. No. (dalam kurung). halaman artikel.

(4) Apabila seseorang yang dipakai sebagai sumber menulis dua atau lebih artikel/buku dalam tahun yang sama, maka di belakang tahun diberi tambahan a, b, dst).

Contoh: A (1997a). Nama buku. Kota : Penerbit. A (1997b). Nama buku. Kota : Penerbit.

7. Catatan kaki hanya untuk menunjukkan identitas penulis (di halaman pertama) atau keterangan-keterangan tambahan (apabila perlu) yang tidak dapat dimasukkan di dalam daftar pustaka.

Pengiriman Naskah

Naskah diserahkan dalam bentuk print-out dan disket yang memuat naskah tersebut, kepada Sekretariat Jurnal Ekonomi dengan alamat: Fakultas Ekonomi (Kampus II, Blok B lantai 3) Universitas Tarumanagara, Jl. Tanjung Duren Utara No. 1, Jakarta Barat 11470. Telp. (021) 5655508 -15. Fax. 5655512. Ext. 0326, (E-mail: [email protected]

Page 6: VOLUME XXI / 04 / 2019 ISSN : 0884 - 9842

UCAPAN TERIMA KASIH

JURNAL EKONOMI mengucapkan terima kasih atas pertisipasi dan dukungan para

penyunting naskah jurnal.

Carunia Mulya Firdausy, Deputi Menteri Negara Bidang Dinamika Masyarakat,

Kementrian Negara Riset Dan Teknologi

Eddy Herjanto, Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, Kementrian Industri

Toeti Soekamto, Universitas Negeri Jakarta

J. Supranto, Program Pascasarjana, Fakultas Ekonomi, Universitas Persada

Indonesia (YAI) Jakarta

Tiktik Sartika Partomo, Pascasarjana Fakultas Ekonomi Trisakti Jakarta

Hisar Sirait , Institut Bisnis dan Informatika Indonesia (IBII) Jakarta

Soegeng Wahyoedi, Jurusan S1 Manajemen Institut Bisnis dan Informatika Indonesia

(IBII) Jakarta

F.X. Suwarto, Fakultas Ekonomi Universitas Atmajaya Yogyakarta

Adler Haymans Manurung, ABFI Institute Perbanas Jakarta

Almasdi Syahza, Fakultas Ekonomi Universitas Riau, Pekanbaru

Dian Ezperansa H., Program Pascasarjana Magister Manajemen Universitas

Tarumanagara, Jakarta

Mardhani Marsetio, Program Pascasarjana Magister Manajemen Universitas

Tarumanagara, Jakarta

Gunawan Suryoputro, Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara

Page 7: VOLUME XXI / 04 / 2019 ISSN : 0884 - 9842

Jurnal Ekonomi, Volume XXI, Nomor 4, Desember 2019, hal. 1-11

ISSN : 0884-9842

PEMBERDAYAKAN EKONOMI KERAKYATAN MELALUI KEMITRAAN BERBASIS AGRIBISNIS

IGN. Kayana1, IKW Parimartha2

1,2. Dosen Program Ilmu Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Udayana

Abstract: Partnership in agribusiness that is typically interpreted as a contractual

farming between the farmers and their partners seems to be a pretending

partnership. Therefore, as their partnership only presents an exploitative type of

relationships, farmers’ interest in increasing their prosperity would be fitfully and

randomly to cope with. After observing precedence of agribusiness partnership in

West Sumatra, this paper proposes an ideal scheme of partnership for fully

integrated agribusiness system. In this scheme, the farmers and their partners have to

share costs and benefits implied by the agribusiness system, as the consequences of

their togetherness in handling the risks both in the on-farm and in the off-farm.

Therefore, the real focus of the government’s intervention and policy is to promote

such a kind ofpartnership.

Kata Kunci: kemitraan, usahatani-bersama, sistem agribisnis bersama

PENDAHULUAN

Agar ekonomi rakyat, terutama

petani kecil, dapat tumbuh dengan se- mestinya, tindakan perbaikan ekonomi petani haruslah bisa dilakukan sebagai bagian yang integral dalam sistem ag- ribisnis. Dengan begini, keberhasilan agribisnis ditandai oleh adanya kemit- raan antara seluruh pelaku pertanian (stakeholders) dan adanya perbaikan ekonomi petani kecil sendiri.

Kemitraan antara perusahaan pertanian dan petani kecil dinilai se- bagai salah satu pendekatan yang pa- ling prospektif dapat mengangkat eko- nomi petani dimaksud. Diasumsikan bahwa dengan kemitraan tersebut pe- tani kecil bisa diskenariokan untuk mendapat bagian nilai tambah yang le- bih besar dari suatu usaha pertanian. Hanya saja pendekatan kemitraan semacam ini masih sering diterapkan secara reduktif dalam corak pertanian kontraktual (contract farming) atau-

pun ‘share farming’. Corak pertama menghadirkan jaringan atau tatanan hubungan atau relasi kepentingan yang bersifat kontraktual antara pe- laku-pelaku pada suatu usaha per- tanian. Corak kedua, share farming, merupakan pertanian kontraktual khusus yang menghadirkan tatanan hubungan berbagi tugas, tanggung- jawab dan resiko dari usaha pertanian sebagai wujud dari hubungan-hu- bungan kontraktual.

Di Sumatera Barat, corak usahatani kontraktual (contract selling maupun share farming) banyak di- pakai sebagai standar kemitraan an- tara perusahaan pertanian dan petani kecil. Meskipun berkembang, corak usahatani-kontraktual bukannya tanpa persoalan karena masih mem- perlihatkan kinerja yang masih acak. Khususnya untuk keperluan perbaikan ekonomi petani kecil ditemukan per- soalan yang inheren dalam kemitraannya, yaitu yang berpangkal

1

Page 8: VOLUME XXI / 04 / 2019 ISSN : 0884 - 9842

Jurnal Ekonomi, Volume XXI, Nomor 4, Desember 2019, hal. 1-11

ISSN : 0884-9842

dari sempitnya lingkup ke-mitraan yang hanya untuk mem-perbaiki metoda produksi petani kecil. Padahal soal buruknya ekonomi petani kecil lebih banyak ditentukan oleh relasi- relasi bebas di luar kegiatan pro-duksi yang bahkan non-pertanian pula. Sehubungan dengan ini, agaknya diperlukan konsep kemitraan yang le- bih holistik. Corak pertanian kontrak- tual bisa dianggap sebagai titik awal bagi sebuah kemitraan antara pe- rusahaan pertanian dan petani kecil. Berdasarkan pengalaman pada per- tanian kontraktual, tulisan ini ber- upaya meletakkan gagasan dasariah dari sebuah replika kemitraan yang le- bih holistik yang disebut dengan share system of agribusiness. Corak kemit- raan ini berasumsi bahwa sistem agri- bisnis adalah sebuah tubuh yang mengakui sub-subsistemnya sebagai organ-organ hidup yang sama-sama penting kedudukannya. Dengan pe- ngakuan tersebut, seluruh manfaat dan biaya dari usaha-usaha dalam se- buah sistem agribisnis diakui pula se- bagai konsekuensi sistemik yang harus dipikul bersama. Harapan terhadap corak kemitraan seperti ini ialah bisa lebih memproteksi kerentanan petani dari pengaruh relasi-relasi bebas dan spekulatif dalam perdagangan input dan output pertanian.

PRESEDEN KEMITRAAN DALAM AGRIBISNIS

Esensi suatu sistem agribisnis

yang baik adalah melakukan upaya pe- ningkatan nilai tambah produk per- tanian dan kemudian mendistri- busikannya kembali secara adil kepada pelaku-pelaku pertanian. Nilai tambah produk pertanian hanya mungkin ter- jadi apabila pembenahan bentuk pro- duk serta tempat dan waktu pe- nyediaan produk bisa dilakukan sesuai dengan preferensi konsumen. Agenda

ini merupakan upaya mewujudkan sistem agribisnis yang terintegrasi se- cara vertikal dengan menciptakan ke- terkaitan yang kuat dan efektif baik ke- belakang ataupun ke depan (strong and effective backward and forward linkages) dalam suatu rangkaian bis- nis pertanian yang mencakup bidang- bidang usaha yang sangat luas mulai dan subsistem pra-produksi, produksi, pengolahan hasil sampai subsistem pe- masaran (Wiryokusumo 1997). Ter- masuk juga dalam keterkaitan ini ialah subsistem yang mencakup bidang usa- ha pelayanan seperti perbankan, ang- kutan, asuransi, penyimpanan, peneli- tian, penyuluhan, serta perundang- undangan dan kebijaksanaan perta- nian (Sudiryanto 1993 dalam Setiajie dan Adiyoga 1997). Hanya saja fungsi agribisnis yang kedua, yaitu pendis- tribusian nilai tambah produk perta- nian secara adil kepada pelaku-pelaku pertanian, tidak otomatis inklusif ada dalam agenda integrasi vertikal ter- sebut. Jika pelaku bisnis pada setiap subsistem agribisnis heterogen maka kedudukan pelaku-pelaku bisnis akan tidak setara. Akan ada kemungkinan salah satu segmen pelaku bisnis mem- punyai kedudukan yang kuat se- mentara yang lainnya lemah. Dalam situasi ini integrasi malahan akan menciptakan struktur keterkaitan yang eksploitatif, bukannya struktur yang kooperatif (kerjasama) yang sebe- narnya justru diperlukan untuk men- capai hubungan yang sama-sama menguntungkan antara semua pelaku- pelaku bisnis. Berhadapan dengan si- tuasi seperti ini pengembangan kope- rasi pertanian adalah suatu kemestian. Khususnya dalam sistem agribisnis, tujuan utama pengembangan koperasi ialah melindungi segmen-segmen pe- laku bisnis yang kedudukannya paling lemah dari perseteruan kepentingan setelah adanya keterkaitan sub-sub- sistem agribisnis.

Page 9: VOLUME XXI / 04 / 2019 ISSN : 0884 - 9842

Jurnal Ekonomi, Volume XXI, Nomor 4, Desember 2019, hal. 1-11

ISSN : 0884-9842

Kedudukan agribisnis di Indobnesia agak spesifik ketimbang di negara-negara lain. Hal ini tidak ter- lepas dari sejarah pertaniannya sendiri yang mewariskan struktur pertanian yang dualistik antara pertanian rakyat atau petani kecil dengan perusahaan pertanian, dan struktur pertanian dua- listik ini masih tetap menonjol sampai sekarang meskipun perusahaan per- tanian tidak lagi terepresentasi semata pada perkebunan negara tetapi juga pada perkebunan swasta. Gejala yang terkait dengan pembahasan dalam tu- lisan ini ialah bahwa struktur dualistik tersebut ternyata telah memperkuat fungsi tradisional pertanian rakyat (petani kecil) pada subsistem produksi yaitu melaksanakan kegiatan-kegiatan untuk menghasilkan bahan mentah atau menyediakan bahan baku, tenaga kerja murah bagi operasionalisasi pe- rusahaan perkebunan yang mungkin juga sebagai perusahaan multina- sional. Disamping pertanian rakyat pa- da umumnya tidak mempunyai fungsi yang optimum pada pengolahan hasil ataupun pemasaran yang sebenarnya dapat memberi nilai tambah ekonomi kepada petani, ternyata keuntungan pertanian rakyat itu sendiri cenderung dikembalikan ke negara, darimana pe- rusahaan perkebunan tersebut berasal (repatriasi) (Yustika 2006).

Khususnya di Sumatera Barat, struktur pertanian dualistik ternyata tidak saja berbekas pada ketidak- utuhan fungsi agribisnis pada perta- nian rakyat tetapi bahkan telah men- ciptakan diferensiasi pertanian yang membedakan kedudukan petani kecil atau pertanian rakyat dan pertanian kapitalis (perusahaan pertanian). Per- tanian rakyat terdesain sebagai pema- sok pangan saja sementara perusahaan pertanian mengusahakan tanaman ekspor, dan ini terdiferensiasi jauh da- lam kehendak politik sejak peme- rintahan kolonial. Paling tidak sampai

awal abad 20—sebelum politik etis dalam bidang pertanian dijalankan— pertanian rakyat memang dirancang untuk mengamankan ketersediaan pa- ngan terutama beras secara lokal maupun nasional (Hutapea 1993, dan Booth 1976). Di Sumatera Barat, pada waktu itu, pertanian rakyat diposisikan sebagai piranti sistem kemanan pa- ngan untuk tujuan menjamin pasokan beras bagi penduduk di daerah-daerah penghasil kopi dan bagi pekerja di per- kebunan negara. Harga beras diupa- yakan serendah mungkin agar pene- rimaan pemerintah kolonial dari per- kebunan negara ataupun dari perke- bunan rakyat dapat dimaksimalkan (Ambler 1989).

Dalam konteks struktur perta- nian yang masih tetap dualistik sampai sekarang, keberhasilan agribisnis amat ditentukan oleh seberapa jauh perta- nian rakyat (sebagai subsistem agribis- nis) benar-benar dapat diintegrasikan ke dalam sistem agribisnis. Dari sudut pandang ini tidak boleh ada dikotomi antara pertanian rakyat versus perusa- haan pertanian. Selanjutnya, karena perusahaan pertanian sudah pada po- sisi mampu menjalankan fungsi lanjut agribisnis (intermediate functions of agribussines) maka diasumsikan pro- ses integrasi pada gilirannya akan me- nyebabkan pertanian rakyat (petani) dapat memperoleh kembali seba- hagian besar dari nilai tambah yang akan tercipta dari produk pertanian mereka. Namun tetap saja tersisa per- tanyaan: ”mekanisme integrasi seperti apa yang mesti dilakukan agar nilai tambah produk pertanian tersebut bisa diwujudkan dan kemudian bisa pula dinikmati oleh petani?”

Di Sumatera Barat, peng- integrasian pertanian berkonotasi me- wujudkan kemitraan (partnership) an- tara perusahaan pertanian dengan pe- tani-petani kecil. Keduanya secara ber- sama, meskipun dengan peran ma-

Page 10: VOLUME XXI / 04 / 2019 ISSN : 0884 - 9842

Jurnal Ekonomi, Volume XXI, Nomor 4, Desember 2019, hal. 1-11

ISSN : 0884-9842

sing-masing yang berbeda, dirancang untuk dapat mengendalikan keselu- ruhan rangkaian sistem agribisnis. Da- ri segi teoritis, kemitraan dianggap ideal dan akan cukup mampu meme- cahkan masalah klasik yang dihadapi oleh pelaku ekonomi rakyat, yaitu da- lam pemasaran, permodalan dan tek- nologi (Kismantoroadji 1996).

CORAK KEMITRAAN

Acuan kemitraan yang umum

dipakai di daerah Sumatera Barat ber- corak ‘contract selling’ ataupun ‘contract farming’. Dalam corak ini, pertanian rakyat (petani kecil) ber- peran sebagai pelaku bisnis yang men- jalankan bidang-bidang usaha di ting- kat usahatani (on-farm) atau pada subsistem produksi saja. Dengan be- gitu, petani mempunyai hak men- dapatkan kredit input-input pertanian beserta bimbingan pelaksanaan per- tanian, termasuk dari perusahaan per- tanian. Sejalan dengan itu, perusahaan per-tanian (swasta) diposisikan seba- gai mitra penghela, yang mempunyai kewenangan membuat rencana umum bisnis serta menjalankan bidang- bidang usaha yang termasuk ke dalam subsistem pengolahan dan pemasaran produk pertanian. Sementara itu, pe- merintah beserta kalangan swasta ter- tentu memainkan peran memfasilitasi hubungan kemitraan itu sendiri de- ngan menjalankan bidang-bidang usaha yang tercakup pada subsistem pelayanan. Namun dalam prakteknya pemerintah tidak jarang sekaligus juga melakoni peran yang sama persis de- ngan peran perusahaan pertanian.

Kemitraan contract farming, dengan segala ragamnya, sudah di- praktekkan di beberapa tempat di Su- matera Barat. Misalnya saja: (a) ke- mitraan PIR Kelapa Sawit Pasaman Barat sejak awal tahun 1980-an, yaitu antara petani plasma dengan pe-

rusahaan perkebunan BUMN (semula bernama PTP VI), (b) kemitraan pe- nangkaran benih padi di beberapa ka- bupaten, yaitu antara petani dengan Cabang PT Sang Hyang Seri Lubuk Alung, dan (c) kemitraan bisnis sa- yuran eksklusif antara pemasok sa- yuran dengan petani untuk kebutuhan hotel-hotel dan pasar luar daerah dan luar negeri. Dalam format yang agak khusus, corak ‘contract farming’ ini bisa pula dilihat pada Proyek Pe- ngembangan Perkebunan Rakyat Su- matera Barat (P3RSB) di bidang bisnis pertanian karet di Kabupaten Dharmasraya yang telah dijalankan se- jak akhir tahun 1970-an. Dalam disain P3RSB, peran mitra perusahaan per- tanian dilakoni oleh Dinas Perke- bunan. Selanjutnya, secara sporadis sudah pula dipraktekkan contract farming dalam corak agak khusus di- mana koperasi pedesaan (KUD) mem- berikan pelayanan sarana produksi dan pemasaran produk dan usahatani padi sawah, usaha perikanan air tawar dan usaha perunggasan masyarakat. Pada usaha perunggasan bahkan telah dipraktekkan pola PW dimana ko- perasi difungsikan sebagai perusahaan mitra penghelanya.

Sepanjang dua dekade terakhir, kemitraan telah dipraktekkan dalam corak penyertaan modal oleh kalangan investor (dunia usaha). Corak ke- mitraan baru ini secara konseptual di- sebut juga sebagai ‘share-farming’. Mengapa dikatakan bercorak demikian adalah karena petani dan penyerta modal secara normatif berbagi tang- gungjawab (resiko) dan obligasi untuk keseluruhan bidang-bidang usaha yang tercakup pada setiap subsistem agribisnis. Pengaruh yang muncul se- bagai akibat dinamika perkembangan bisnis ditanggung secara bersama-sa- ma pula. Jika bisnis penyertaan modal gagal, otomatis kedua pihak akan me- nanggung resiko kerugian. Penyertaan

Page 11: VOLUME XXI / 04 / 2019 ISSN : 0884 - 9842

Jurnal Ekonomi, Volume XXI, Nomor 4, Desember 2019, hal. 1-11

ISSN : 0884-9842

modal oleh mitra penghela biasanya diakhiri apabila usaha masyarakat yang menjadi Perusahaan Pasangan Usaha-nya (PPU) telah berkembang kuat dan bisa beroperasi secara man- diri. Setelah itu hubungan kemitraan yang dipakai bisa saja dialihkan men- jadi ‘contract selling’ (ikatan dalam pe- masaran produk) saja karena dinilai akan lebih efektif.

Praktek ‘share-farming’ yang pernah menonjol ialah apa yang telah dilakukan oleh Sarana Sumatera Barat Ventura (SSBV), yaitu sebuah Perusa- haan Modal Ventura (PMV) binaan Pe- merintah Daerah, yang menyertakan modalnya pada berbagai bisnis masyarakat yang berskala kecil dan be- lum berkembang. Sayangnya mes- kipun arena bisnis SSBV tersebut su- dah semakin bervariasi, tetapi keber- singgungan dan pengaruhnya terhadap pertanian rakyat agaknya masih tetap sangat terbatas. Disamping itu, ’share farming’ yang dipraktekkan oleh SSBV tidak menunjukkan perbedaan yang berarti dengan ‘contract farming’.

KEMITRAAN: ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN

Eksistensi dan kinerja kemitra-

an mesti dilihat dalam konteks keber- hasilannya meningkatkan nilai tambah produk pertanian rakyat dan sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan pe- tani. Keberhasilan tersebut amat di- tentukan oleh keberhasilan dalam menciptakan sistem agribisnis yang mengintegrasikan serangkaian bidang- bidang usaha yang terkait secara efektif, ke belakang maupun ke depan. Dalam tulisan ini yang mejadi per- hatian ialah apakah melalui corak ke- mitraan yang sudah dipraktekkan pada sistem agribisnis selama ini telah ber- dampak pada pemberdayaan pertanian rakyat? Dan jika belum, apa masalah- nya tentang kemitraan tersebut?

Kemitraan dalam agribisnis me- merlukan kesiapan pihak-pihak yang bermitra yaitu petani dan perusahaan pertanian, kesiapan pemerintah serta dukungan lingkungan yang lebih luas. Secara mekanis, kemitraan merupakan proses penghelaan pertanian rakyat dari kondisi tertentu ke kondisi yang lebih effisien dan kompetitif. Peng- helaan dilakukan oleh perusahan per- tanian (mitra penghela) yang secara teknis-bisnis pertanian diasumsikan unggul dan siap sebagai penghela. Na- mun agar kemitraan bisa diwujudkan, kelembagaan yang mengaturnya (be- rupa organisasi dan aturan yang men- dasari perilaku pihak-pihak yang ber- mitra) mesti selalu diperkuat untuk menumbuhkan komitmen perusahaan pertanian sebagai mitra penghela. Pembenahan kelembagaan ini pada dasarnya dimulai dengan mengiden- tifikasi tantangan dan masalah yang memungkinkan perusahaan pertanian gagal menjalankan fungsi penghela serta masalah yang dihadapi pertanian rakyat untuk dapat berfungsi sebagai PPU. Dengan memahami masalah ter- sebut bisa diciptakan sistem insentif yang mantap untuk mendukung ke- langsungan kemitraan.

Secara kualitatif, kemitraan yang telah dipraktekkan di Sumatera Barat bisa dikatakan belum mencapai hasil seperti yang diharapkan. Geja- lanya, pertama bisa dilihat dari sem- pitnya kawasan kemitraan (domain of partnership) itu sendiri. Misalnya saja, ‘contract farming’ tetap amat jarang dipakai untuk usaha pertanian selain pada PIR perkebunan. Kalau mau le- bih teliti, PIR itu sendiri tidak mudah untuk diakses oleh penduduk se- tempat. Tampaknya, eksistensi PIR masih sejauh untuk mendukung prog- ram transmigrasi dan pengembangan pertanian di kawasan-kawasan baru (frontier agricultural development). Kedua, pada sebagian wilayah yang

Page 12: VOLUME XXI / 04 / 2019 ISSN : 0884 - 9842

Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 3, Nomor 2, September 2019, hal. 1-11

ISSN : 2618-0843

telah mempraktekkan kemitraan, ter- bukti bahwa penghasilan ataupun ke- sejahteraan pelaku ekonomi rakyat ti- dak meningkat secara signifikan ke- cuali terjadi pertumbuhan ekonomi yang semu (virtual economic growth). Pertumbuhan ekonomi yang semu ini bahkan seringkali dipertunjukkan tan- pa dapat diketahui dengan jelas “siapa” dan “golongan mana” yang se- benarnya bertambah penghasilannya. Contoh empiris bisa dicermati di wi- layah P3RSB. Produktivitas dari per- tanian rakyat (PPU kemitraan) boleh jadi telah meningkat tetapi itu tidak otomatis berpengaruh pada kesejah- teraan petani. Dengan kehadiran P3RSB, ekonomi rumahtangga se- bagian penduduk asli justru semakin sulit (lihat Helmi dkk. 1997 dan Marytius dkk. 2006). Gejala ini me- mang tidak menunjukkan kelemahan P3RSB dan praktek kemitraannya se- cara langsung, tetapi paling tidak dengan gejala tersebut ada petunjuk bahwa kemitraan (apapun coraknya) tidak berjalan sendiri dan tidak dapat pula berhasil dengan sendirinya. Ter- nyata banyak faktor lain yang sebenar- nya juga menentukan kesejahteraan petani yang selama ini justru lupa diperhatikan. Selanjutnya, mengimple- mentasikan kemitraan berdasarkan Juklak dan Juknis P3RSB serta acuan resminya (official guideline of partnership) secara kaku dan tidak reflektif agaknya hanya menonjolkan karakter top-down P3RSB itu sendiri. Dan inilah yang kemudian justru men- jadi biang yang menentukan kinerja P3RSB ketimbang aspek kemitraannya sendiri.

Sebenarnya kedua gejala di atas adalah hal yang lumrah pula dijumpai pada berbagai praktek kemitraan di daerah-daerah lain. Melalui pe- ngamatan yang lebih meluas, Wibowo (1997) menyimpulkan bahwa capaian

kemitraan yang tidak sesuai dengan yang diharapkan amat jelas kelihatan pada bisnis masyarakat (PPU) yang ti- dak juga kunjung tumbuh berkem- bang. Tanda-tandanya adalah (a) pro- duktivitas PPU masih tetap rendah, (b) effisiensi produksi (teknologi) belum memadai, (c) produk tidak bersaing dalam segala segi—karena kualitas produk masih rendah, kontinuitas suplainya belum terjamin dan masih untuk on time delivery, (d) sumber- daya manusia belum meningkat, dan (e) koperasi belum juga tumbuh dan menguat.

Kegagalan kemitraan bisa pula dicermati pada sisi mitra penghela. Asumsi bahwa mitra penghela secara teknis-bisnis sudah kuat ternyata tidak selalu bisa dipakai. Misalnya saja, ke- banyakan penyebab kegagalan ke- giatan agribisnis justru karena keter- batasan modal perusahaan mitra penghela itu sendiri. Seringkali komit- men untuk menampung produksi pe- tani tidak dapat ditepati oleh pe- rusahaan mitra penghela karena ke- terbatasan kapasitas dan modalnya. Lebih parah lagi apabila mitra peng- hela tersebut tidak mempunyai ke- kuatan apa-apa untuk mengendalikan fluktuasi harga produk pertanian, se- hingga ketika harga yang berlaku ren- dah, otomatis yang paling dirugikan secara kualitatif adalah petani, dan ini seringkali merusak kemitraan.

Selanjutnya, kemitraan pada pasar komoditas pertanian yang meng- arah pada monopoli biasanya rapuh. Pengalaman pada P3RSB memper- lihatkan kecenderungan sebahagian petani untuk mengingkari pemasokan produknya kepada perusahaan pe- nampung yang ditunjuk oleh pe- merintah secara resmi. Sebahagian pe- tani dengan sengaja merusak ikatan kerjasama manakala perusahan yang ditunjuk secara resmi oleh pemerintah untuk menampung produk petani te-

lah dengan semena-mena meng-klaim

Page 13: VOLUME XXI / 04 / 2019 ISSN : 0884 - 9842

Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 3, Nomor 2, September 2019, hal. 1-11

ISSN : 2618-0843

pasokan produk dengan harga di ba- wah standar. Petani tidak ragu-ragu menjual produk pertaniannya kepada pedagang-pedagang pengumpul yang sebenarnya beroperasi secara liar atau tanpa izin.

Namun demikian, ternyata yang paling tidak memenuhi harapan dari semua preseden kemitraan ialah tidak terwujudnya integrasi agribisnis yang benar-benar efektif. Corak kemitraan contract farming maupun share farming hanya mewujudkan integrasi secara parsial. Berikut dapat di- ilustrasikan bentuk integrasi yang ter- jadi oleh masing-masingnya.

‘Contract farming’. Dalam corak ini, ternyata integrasi mitra penghela dengan PPU-nya tidak sam- pai berkenaan dengan prinsip-prinsip memberdayakan PPU-nya. Yang ter- jadi hanya sebatas kontrak-kontrak pe- nyediaan input dan jaminan untuk me- nampung produksi petani saja. Dalam situasi harga komoditas pertanian yang sudah dipatok dalam kontrak, amat sedikit peluang bagi petani untuk meraih nilai tambah sebesar margin nilai produk yang ditimbulkan oleh pe- ningkatan effisiensi usahanya, kecuali apabila petani-petani tersebut ter- organisir dalam organisasi koperasi yang mempunyai kemampuan teknis dan politis untuk memperjuangkan ke- pentingan petani. Namun konsekuen- sinya, format kemitraan yang terwujud sebenarnya adalah antara organisasi (partnership of organizations) yaitu antara perusahaan pertanian (atau swasta) dengan koperasi pedesaan (misalnya, KUD). Akibat selanjutnya, tantangan untuk segera dapat merepli- kasi segala aspek teknis-bisnis dan pe- rusahaan pertanian (swasta) pada per- tanian rakyat atau individu petani a- kan semakin berat, karena tanggung- jawab langsung untuk membina petani dalam menjalankan usaha pertanian rakyat sudah tertumpang pada koperasi pedesaan, bukan pada

perusahaan swasta. Dorongan bagi perusahaan swasta untuk menumbuhkan usaha masyarakat (pertanian rakyat) tidak a- kan optimal karena dibungkus oleh bentuk/model hubungan yang pada dasarnya melindungi perusahaan swasta dan resiko pengingkaran pe- tani.

Dalam rancangan ini, perusa- han mitra penghela mempunyai pe- luang untuk hanya memainkan peran seadanya sebatas kepentingan untuk melindungi investasinya yang ter- tanam dalam atau melalui koperasi. Dilema berikutnya ialah bagaimana mungkin koperasi pedesaan dapat menjadi tumpuan penjuangan petani apabila kedudukan koperasi itu sendiri sebenarnya lemah, tidak mandiri dan selalu kesulitan dalam beberapa hal, seperti: (a) memelihara kontinuitas bahan baku, (b) mengendalikan mutu produk, penguasaan teknologi hasil pertanian, penguasaan informasi dan permintaan pasar, persaingan pasar, (c) menghimpun modal usaha, (d) mengembangkan serta mendayaguna- kan sumberdaya manusia, (e) men- didik kader-kader agribisnis dan se- terusnya (Wibowo 1997 dan Rusidi 1992 dalam Kismantoroadji 1996).

‘Share farming’. Meskipun corak kemitraan ini dalam prakteknya belum dijalankan secara konsisten, dan bahkan cenderung sama saja dengan ‘contract farming’, namun se- cara konseptual sebenarnya mempu- nyai prinsip-prinsip bagi pemberdaya- an petani yang jelas. Tidak ada pe- luang salah satu pihak yang bermitra akan lebih diuntungkan ketimbang yang lainnya, atau satu dirugikan se- mentara yang lain diuntungkan. Alasannya adalah karena rancangan kerjasama antara pihak-pihak yang bermitra tidak dibingkai oleh jaminan pemasaran dengan harga dipatok te- tapi lebih jauh lagi oleh rancangan ber-

Page 14: VOLUME XXI / 04 / 2019 ISSN : 0884 - 9842

Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 3, Nomor 2, September 2019, hal. 1-11

ISSN : 2618-0843

bagi tugas dan tanggungjawab atau re- siko pada keseluruhan kegiatan agri- bisnis. Dalam konsep ini, kawasan oto- ritas (authoritative domain) dari orga- nisasi koperasi akan melingkupi semua pihak-pihak yang bermitra (perusa- haan dan petani) dalam satu kesatuan sistem agribisnis, dan prinsip-prinsip koperasi sekaligus dijadikan acuan da- lam ikatan kerjasama. Eksistensi orga- nisasi koperasi dalam hal ini adalah untuk mewujudkan integrasi agribisnis agar dapat menghadapi persaingan bisnis pertanian pada seting yang lebih luas dan kompleks Wiryokusumo 1997).

CATATAN PENUTUP: MENUJU ‘SHARE SYSTEM’

Perseden menunjukkan bahwa

wujud kemitraan cenderung diter- jemahkan secara final dalam bentuk usahatani kontraktual, ataupun pemasaran produk secara kontraktual, padahal dengan demikian integrasi sistem agribisnis justru tidak dapat menciptakan struktur kerjasama an- tara pihak-pihak yang bermitra. Atau, dengan sebutan lain, malahan mencip- takan struktur yang „eksploitatif‟ . Se- mestinya kemitraan dipahami dalam kerangka untuk tujuan integrasi agri- bisnis yang sampai pada situasi di- mana setiap komponen atau sub-sub- sistem dalam agribisnis tidak lagi ber- kompetisi satu sama lainnya. Pada agribisnis yang sudah terintegrasi, fak- tor-faktor produksi yaitu sumberdaya alam, modal, teknologi dan tenaga ker- ja akan tetap bergerak dari dan antara pelaku agribisnis secara global tetapi tidak lagi antara pengusaha dan petani dalam satu sistem agribisnis. Pengu- saha dan petani sudah menjadi satu kesatuan. Mereka secara bersama-sa- ma menggerakkan jasa, barang dan sumberdaya dari produksi sesuai dengan preferensi bersama yang dini-

lai paling efisien dan menguntungkan. Penciptaan kondisi ini adalah im- peratif untuk tujuan menyatukan energi agribisnis dalam memenangkan kompetisi yang lingkupnya lebih luas lagi. Corak kemitraan yang dianggap ideal untuk mewujudkan integrasi agribisnis yang menyeluruh tersebut ialah dengan menggunakan rancangan berbagi tugas dan tanggungjawab an- tara pihak yang bermitra (share system), tidak saja dalam corak ‘share farming’ dalam kawasan usaha (farming’s domain), tetapi juga dalam sistem yang lebih besar yaitu dalam kawasan sistem agribisnis (agri- businesses’ domain) dan kawasan sis- tem pertanian.

Dalam kawasan sistem (yang le- bih besar), struktur berbagi tugas dan tanggungjawab menunjuk pada pem- bagian peran antara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha lainnya (stakeholders). Dari sudut ekonomi makro, struktur peran dari stake- holders bisa diamati dalam tiap va- riabel makro seperti tabungan, inves- tasi, ekspor, impor, dan seterusnya, dan dengan demikian partisipasi ma- sing-masing pihak ditunjukkan oleh kontribusinya terhadap tabungan dan investasi dalam negeri. Permasalahan- nya sekarang, apakah benar partisipasi masing masing pihak memang absah diukur secara demikian? Ini tidak mu- dah dijawab, dan untuk lebih tepat di- jawab pada sudut ekonomi politik (lihat Mustopadidjaja AR 1996 dan Rachbini 1996).

Di luar perkembangan kondisi makro ekonomi Indonesia yang masih dan makin tidak menentu akhir-akhir ini, sebenarnya tantangan dalam pengembangan agribisnis tetap teramat kompleks. Posisi tulisan ini hanya un- tuk melihat pentingnya pengembangan ‘share system’ karena secara teoritis institusi ini dinilai bisa berfungsi se- bagai ammeliorative

mechanism terhadap dampak situasi

Page 15: VOLUME XXI / 04 / 2019 ISSN : 0884 - 9842

Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 3, Nomor 2, September 2019, hal. 1-11

ISSN : 2618-0843

ekonomi makro yang mengganggu kelang- sungan kemitraan dalam agribisnis. Dalam uraian berikut akan disampai- kan argumen-argumen yang berkena- an dengan itu.

Dalam ‘contract farming’, per- seteruan kepentingan antara masyara- kat (petani) dan dunia usaha tidak be- nar-benar terselesaikan. Hubungan- hubungan yang terjadi hanya sampai mewujudkan kompromi kepentingan yang terinstitusi dalam bungkus ke- mitraan yang sebenarnya tidak meng- arah pada pemberdayaan ekonomi masyarakat. Sepanjang ini terlihat ke- cenderungan yang tidak pasti apakah kompromi kepentingan tersebut pe- nyelesaiannya diserahkan kepada me- kanisme pasar atau dengan meng- utamakan peran pemerintah. Melalui mekanisme pasar, kompromi antara dunia usaha dengan masyarakat, atau antara investor dengan masyarakat, atau antara mitra penghela dengan pe- tani, bisa diharapkan tercipta dengan sendirinya dalam kondisi sukarela dimana individu-individu akan me- milih transaksinya sendiri untuk me- lakukan bisnis pertaniannya. Tetapi hal tersebut mustahil terjadi karena pada dasarnya mekanisme pasar tidak dapat berlangsung secara sempurna atau mempunyai keterbatasan untuk dapat mendorong hubungan dunia usaha dengan masyarakat seperti se- bagaimana yang diharapkan. Keter- batasan mekanisme pasar tersebut merupakan akibat permasalahan inter- dependensi antara pihak-pihak yang berkepentingan terhadap agribisnis (stakeholders), yaitu situasi yang me- mungkinkan kerjasama dan sekaligus pertikaian di antara mereka (lihat Schmid 1987). Selanjutnya, akibat pa- sar yang tidak sempurna ini muncul masalah tidak tercapainya optimal Pa- reto (yakni kondisi ketika masyarakat /petani bisa meningkatkan pen- dapatannya dan kemitraan dalam agri- bisnis tanpa merugikan dunia

usaha, sebagai akibat dan alokasi sumber- daya-sumberdaya agribisnis). Pasar yang baik kemungkinan bisa men- dorong efisiensi agribisnis yang me- ningkatkan nilai tambah produk, te- tapi seringkali gagal menciptakan dis- tribusi dan nilai tambah dimaksud se- cara adil, sehingga dalam kenyataan sehari-hari amat biasa terjadi dikotomi antara efisiensi dan distribusi.

Alternatif terhadap kegagalan pasar tersebut ialah dengan meng- adopsi ‘share system’. Dalam corak ini, nilai tambah yang timbul dari agri- bisnis otomatis diakui sebagai milik bersama (collective goods) masyarakat secara keseluruhan, milik semua pe- laku agribisnis termasuk dunia usaha. Semua pihak berhak mendapat bagian darinya. Oleh sebab itu yang diper- lukan adalah institusi agribisnis de- ngan aturan main yang kuat agar dis- tribusi bisa berlangsung adil dan se- kaligus memihak atau memberdaya- kan petani. Dalam setting semacam ini, negara (pemerintah) diharapkan memainkan peran spesifik untuk membangun dan selalu memperkuat institusi agribisnis, yaitu apa yang ti- dak dapat diperankan oleh pasar. Se- lanjutnya, negara diharapkan bisa mengakumulasi moral agar semua pi- hak bertindak dalam mengambil man- faat agribisnis atas dasar pertim- bangan etis dan moral. Dengan kata lain, dalam hal ini, kebijaksanaan pub- lik semestinya dapat mengomandoi aturan-aturan agribisnis untuk men- ciptakan distribusi yang adil dan mem- berdayakan masyarakat atau petani (lihat North 1991). Tindakan public yang cukup populer dan lebih adil yang agaknya bisa dilakukan se- hubungan dengan ini ialah bagaimana pemerintah dapat mengendalikan eksternalitas yang inheren dalam sis- tem agribisnis dengan memberlakukan pajak maupun subsidi, dengan pe- raturan dan tata hukum yang dapat

Page 16: VOLUME XXI / 04 / 2019 ISSN : 0884 - 9842

Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 3, Nomor 2, September 2019, hal. 1-11

ISSN : 2618-0843

dipertanggung-jawabkan. Gerak kemitraan, apalagi

kearah ‘share system’, agaknya belum se- suai dengan yang diharapkan. Dalam arena yang sempit, melalui ‘contract farming’, kepentingan petani dan ke- pentingan dunia usaha memang bisa dikompromikan. Tetapi di luar itu se- benarnya terjadi pertikaian kepen- tingan yang seringkali mengakibatkan kepentingan petani terkesampingkan. Ketersampingkannya kepentingan pe- tani ini misalnya ditandai oleh tidak adanya jaminan air bagi pertanian rak- yat. Dan kenyataan ini sudah amat menyolok gejalanya di pulau Jawa.3Tulisan ini tidak akan menguraikan lebih jauh mengapa materialisasi ‘share system’ dalam agribisnis tersendat- sendat. Yang jelas ada petunjuk mengapa begitu, yaitu karena banyak keputusan-keputusan publik yang se- cara langsung atau tidak langsung ter- kait dengan pertanian dan agribisnis justru tidak melindungi kepentingan petani. Secara umum keputusan-ke- putusan publik tetap belum dapat efektif mengatasi struktur pertanian warisan kolonial yang berciri dualistik. Jika pada masa lampau struktur dua- listik tersebut ditandai oleh dikotomi antara perusahaan perkebunan dengan pertanian rakyat, maka sekarang ada- lah antara dunia usaha dengan per- tanian rakyat. Sebagaimana banyak di- kemukaan, keputusan-keputusan pub- lik tentang agribisnis selalu terkait dengan komitmen untuk menciptakan sistem keamanan pangan nasional yang ternyata amat diwarnai oleh pen- dekatan penawaran yang pada dasar- nya justru mengukuhkan struktur per- tanian yang dualistik tersebut. Kuat- nya gerakan untuk mencapai dan mempertahankan swasembada beras dengan pendekatan penawaran pada masa lalu bukan saja menghasilkan prestasi tetapi sekaligus telah me-

nimbulkan preseden yang tidak men- dukung sistem agribisnis dan kemitra- an sendiri (lihat Laporan Khusus Majalah Ummat No. 26, Thn. 111/12 Januari 1998).

DAFTAR PUSTAKA

Ambler, John Sterling. 1989. Adat and Aid: Management of Small-Scale Irrigation in West Sumatra, Indonesia. Ph.D dissertation. Cornel University, Ithaca, New York.

Booth, Anne. 1977. Irrigation in Indonesia, Part I. Bulletin of Indonesia Economic Studies Vol. XIII, No. 1 (March 1977).

Helmi, Osmet, Marytius, Endry. 1997. Studi Sosial Ekonomi Pembangunan Irigasi Batanghari di Kab. Sawahlunto-Sijunjung. Kerjasama PSI-Unand dengan PISB PU Sumatera Barat.

Hutapea, S.R. 1993. Petani dan Irigasi: Perubahan dan Dampaknya terhadap Kerjasama Petani. Makalah yang disampaikan pada Lokakarya Peranan Masyarakat dan Penelitian dalam Pem- bangunan Irigasi di Indonesia. Dilaksanakan oleh JKJ-Indonesia, Denpasar, 14-18 Februari 1993.

Kayana, IGN., Parimartha, IKW., Budiartha, IW. 2018. Prinsip Dasar Pembangunan Ekonomi Daerah di Bali. Jurnal Ekonomi Pembangunan. 2018

Kismantoro Adji, Teguh. 1996. Mengembangkan Agribisnis Hortikultura Melalui Kemitraan. Prakarsa (Majalah Pusat Dinamika Pembangunan UNPAD, Edisi November 1996).

Marytius, Endry. 2008. Keadilan Agraris. Tulisan yang disampaikan pada Seminar ”Kesiapan Sektor Perta- nian Indonesia Menyongsong Terbentuknya Komunitas ASEAN 2015” yang diselenggrakan oleh Direktorat Jenderal Kerjasama

Page 17: VOLUME XXI / 04 / 2019 ISSN : 0884 - 9842

Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 3, Nomor 2, September 2019, hal. 1-11

ISSN : 2618-0843

ASEAN, Departement Luar Negeri RI, di Bukittinggi 24 Mai 2008.

Marytius, Endry, Osmet. 2007.

Optimalisasi Pemanfaatan Air Irigasi Batanghari. Kerjasama PSI-SDALP dan Proyek Irigasi Batanghari.

Mustapadidjaja AR. 1996. Meningkatkan Partisipasi, Daya Saing, dan Kemitraan: Dinamika dan Tan- tangan Manajemen Pembangunan. Dalam Prisma (Nomor Khusus 25 Tahun Prisma 1971-1996).

North, Douglass C. 1991. Institutions, Institutional Change and Econo- mic Performance (Reprinted). Cambridge University Press, New York-Port Chester-Melbourne- Sydney.

Schmid, A. Allan. 1987. Property, Power, and Public Choice: An Inquiry into Law and Economics (Second Edition). Praeger, New York.

Setiajie, Iwan dan Witono Adiyoga. 1997. Pengembangan Agribisnis Horti- kultura dalam Konteks Pemba- ngunan Wilayah dan Kerjasama Segitiga Pertumbuhan, Indonesia, Malaysia dan Thailand (IMT-GT). Dalam Prakarsa (Majalah Pusat Dinamika Pembangunan UNPAD, Edisi Nopember 1997).

Wibowo, Rudi. 1997. Pengembangan Agrobisnis/Agroindustri

the Nati- onal Economy: Indonesia. Journal of JSSAAS, Vol. 3, No. 1-2, October 1997.

Yustika, Ahmad Erani. 2006. Ekonomi Kelembagaan: Definisi, Teori, dan Strategi. Bayumedia, Malang.

da n Dukungan Pengelolaan Sumber- daya Air. Dalam Prosiding Loka- karya Rancang Bangun dan Manajemen Irigasi untuk Mendukung Sistem Usahatani Rakyat yang Berorientasi Agribisnis dan Agroindustri, Yogyakarta 1-4 Juli 1996. Fak. Teknologi Pertanian UGM.

Wiryokusumo, Hardjanto. 1997. Agricul- ture and Agribusiness in