Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
•
..
WANITA PEMULUNG
01 KOTA BANOA ACEH
Oleh
Mahmuddm star Pengajar Pada Fakultas Oakwah
lAIN Ar-Raniry
PUSAT PENELlTIAN ILMU-ILMU SOSIAL DAN BUOAYA UNIVERSITAS SYIAH KUALA DARUSSALAM BANDA ACEH
2003
KATA PENGANTAR
PUJi syukur penulls panjatkan kehadlrat Allah SWT, atas hmpahan rahm3t
dan karunia-Nya, sehmgga penulisan laporan penelltlan bequdul 'Wanita
Pemulung di Kota Sanda Aceh- dapat dlselesalkan. Laporan 1nl dlsusun seoagal
salah satu prasyarat daJam rangka menglkutl pelatihan penelltlan IImu-llmu S05131
dan Budaya yang diselenggarakan Pusat Penehtlan Ilmu-lIrnu S05181 oan Buaaya
Universitas SYiah Kuala
Penuhs menyadan, proses penyelesalan laporan In, ttdak akan pernai' aea
tanpa ada dukungan dan bantuan dart banyak plhak. dan sudah sepatutn)8
penulis mengucapkan tenma kaslh kepada Oekan Fakultas Dakwah yarg
memberi kesempatan dan dukungan moril untuk menglkutl pelatlhan 1nl Kepaca
Prof. DR. Bahrein T. Sugihen. MA selaku Dlrektur PPISB dan Abdurrahman SH.
M.Hum, selaku sekretaris PP/SB serta seluruh staff yang te/ah :nem:ontu se/aria
pelatihan inl berlangsung.
Tidak lupa tenma kaslh penufls kepada para pemulung yang terltbat akuf .jr
TPA Kampung Jawa Banda Aceh, khususnya PaK Nasang yang telah
melonggar~an waktunya dlsela-sela keslbukannya memberSlhan barang-barang
bekas dari tumpukan sampah, mencerttakan dengan rasa kekeluargaan tentang
kehidupan pemulung dl TPA Kampung Jawa. Dan tenma kaslh Juga kepada
Yayasan Daur Ulang Aceh (YDUA) yang mau meluangkan waktunya berdlalong
dan menyajikan data secara emics seputar kehidupan pemulung yang ada dl Kota
Banda Aceh dijengah perkembangan pembangunan kota Banda Aceh.
Selanjutnya penulis ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan seangkatan
yang telah banyak memben saran dan kntlkan yang kontruktif demi membumlnY3
...
laporan penelitlan ini. Akhlrnya penulis sadar betapa pun kerasnya usaha yang
penulis lakukan. namun bukan berarti laporan Ini telah sempurna Kntikan dan
saran sangat membantu untuk kesempurnaan tullsan inl masa mendatan!J
Terakhir penuhs berharap, semoga karya kecll 1nl bermanfaat bagl pembaca.
Banda Aceh , 25 Desember 2003
Mahmuddin
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTARISI
ABSTRAK
BABI PENDAHULUAN
BAB 11
BAB III
BAB IV
BAB V
BAB VI
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ".' ..... 5
C. Tujuan dan Manlaat Penelitian ...... 5
: TINJAUAN PUSTAKA
I . Sektor Informal : Diantara Sektor Formal ........... 6
2. Wanita dan Pasar Sektor Informal ........ 11
. METODE PENELlTIAN
: PROFIL WANITA PEMULUNG . SEBUAH CATATAN AWAL
A. Karakteristik Wanita Pe mu lung .............. 18
B. Tingkat Pendidikan .......... 19
C. Lama Jam Kerja ...... 20
D. Status Peke~aan ...... 21
E. Bahan Sampah Yang Dimanlaatkan ....... 23
. KEBERADAAN WANITA PEMULUNG : ANTARA CITA DAN
REALlTA
A Masyarakat dan Wanita Pemulung ..... .. ... 27
B. Wanita. Kota dan Kemisklnan ..... ... 32
: PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAK
Seiroma dengan pesatnya jumlah penduduk kota-kota mengala nl perkembangan yang cukup pesat dan perkembangan In; terus berlanjut sam~a i masa yang akan datang. Perwujudan perkembangan ini tercermin dan tinggln'(a tlngkat pertumbuhan penduduk, pesatnya perluasan kota, tinggmya tlngkat urbanisasl dan peningkatan perkembangan ekonomL Persoalan ini send iri berdampak pada meluasnya gejala sektor informal dan kemiskinan di kota . Ha1 ni merupakan rnteralasi antara pertumbuhan penduduk sebagai akibat migrasi des3· kota, urbanrsasi, perkembangan ekonomi, tumbuhnya sektor informal dan kemiskinan menjadi dilema yang mengakar dr tengah pesatnya perumbl'hctn ekonomi kota rtu sendiri.
Salah satu sektor informal (sektor jasa) yang berkembang di daer< h perkotaan adalah tukang pungut sampah atau yang sering disebut deng' n pemulung. Ge)ala ini tidak hanya muncul di kota besar sepertl Jakarta, Med," atau Surabaya, namun persoalan ini juga berkembang di kota Banda Aceh. Da'a statistik tahun 1999 memperlihatkan dari jumlah persentase penduduk Aceh 1.738.826 )iwa, 19,4 persen dlantaranya beke~a di sektor informal dan 30,£7 persen di sektor formal. Dan 19,4 persen, 12,8 persen antaranya diisi oleh wanita . Wanita yang mengguluti sektor ini dominan pacta perdagangan dan jasa. Dan salah satu pekerjaan yang digeluti oleh sebagian wanita dl kota Banda Aceh adalah menjadl sebaga; pemulung .
Fenomena di atas menarik untuk diteHti. Adapun tUjuannnya adalah; Pertama, untuk mengetahUl faktor yang menyebabkan wanrta memilih bekerja menjadl pemulung. Kedua, menjelaskan hubungan peke~aannya sebagai pemulung dengan persepsi masyarakat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang menghasilkan data desknptif. Proses pengumpulan data dilakukao dengan pengamatan, wawaneara, dan studi dokumentasimteratur.
Studi ini memperlihatkan munculnya pemulung atau pemungut sampah tidak terlepas dan meluasnya persoalan ekonomi makro di Aceh dan ditamba' menguatnya persoalan konflik yang menyebabkan sebagian masyarak, t memanfaatkan sampah sebagai incam memenuhi kebutuhan keluarga. Dengall pekerjaan yang dilakukan tersebut bisa rnemperoleh penghasilan rata-rata R, . 10.000,- sehan dengan rutin itas yang dilakukan setiap han kecuali hari Jum'a'~
dari jam 07.00 pagi dan berakhir pada jam 13.00 atau sampai jam 14.00 Wib. Ada beberapa alasan yang menyebabkan sebagian wanita di Kota Banda
Aceh menjadikan sektor ini sebagai tulang punggung ekonomi keluarga. Pertama, sangat dipengaruhi oleh desakan ekonomi keluarga. Kedua persoalan konflik c i Aceh dan sempltnya kesempatan ke~a di sektor formal dengan persyarotan yan!1 suli~ menyebabkan mereka yang rata-rota tamatan SO atau SMP berolih membantu suaminya menjadi pemungut sampah.
Bagi masyarokat sendiri melihat bahwa yang beke~a menjadi pemulunu khususnya para wanita tidak lain adalah akibat persoalan tuntutan ekonomi keluarga. Dan Masyarakat melihat para wanita yang memungut sampah bukanlatl suatu peker)aan yang menyebabkan mereka memunculkan kelas sosial dalam masyarakat
A Latar Belakang Masalah
BAB I
PENDAHULUAN
Memasukl dekade sekarang inl kota-kota mengalami perkembangan yang
cukup pesat dan perkembangan ini terus berlanjut sampal masa yang akan
datang. PelWUjudan perkembangan kata tercermin dari tingginya tingkat
pertumbuhan penduduk, pesatnya pertuasan kala, tingginya tingkat urbanisa:;i
dan peningkatan perkembangan ekonomi. Perkembangan ini terus diikuti
dengan perubahan kehidupan sebagian besar masyarakat kala. Perubaha,
sasial dan modemisasl kehidupan telah mengubah pola kansumsi, gaya hidu~ "
dan peri laku sasial menuju pada perbaikan kesejahteraan (Dwiyanta, 1996:.
Akan tela pi interelasi antara pertumbuhan penduduk sebagian akibat migra,.,
desa-kala, urbanisasi. perkembangan ekanami, sektar fanmal , sektar infonm.1
dan kemiskinan di kota menjadi dilema yang mengakar di tengah pesatnya
pertumbuhan ekonomi itu sendin.
Pernoalan ini sendiri berdampak pada lahimya pandangan yang berbeCa
mengenai meluasnya gejala sektor informal dan kemiskinan di kota. Pertam<t
ada yang menyakini bahwa mengalirnya angkalan ke~a dipedesaan yanp
memasuki sektar infonmal merupakan gejala positif. Sektar Informal dipandan~
sebagai wadah persemaian benih kewirausahaan yang sangat diper1ukar
dalam mendarang munculnya kelampok pengusaha pribumi yang sanga'
dipertukan dalam mendarang pertumbuhan ekanami kala di negara-negara
berkembang.
Diyakini juga sektor rnformal dapat berkembang menJadi sektor formal
dengan menlngkatkan pertumbuhan ekonaml kota. Konsekuenslnya sekto·
rnformal dalam pandangan pertama melrhat bahwa sektor informal peril
drpromosikan dan sedapat mungkin drbantu serta drupayakan terkait dengar
perkembangan ekonomi kota, khususnya sektor tnformal Oengan upaya III
diharapkan kegiatan sektor rnformal dan geJala kemrskinan di kota dapal
dikurangi
Kedua, pandangan yang berpendapat bahwa, sektor rnformal berdin
sendiri dan terpisah d~ri kegiatan ekonomi kota. Kegiatan sector informal
berperan sebagai penampung ke~a miskin atau migrasi desa-kota yang tidak
tertampung pada sektor formal. Kehadiran sektor rnformal dr duga ada kaitan
dengan kurangnya akses pelaku ekonomi marginal pada produksi dan
pemasaran hasil sebagal akibat aturan-aturan yang membatasl adanya kontrol
dan pemilik modal. Ar.nya, sektor rnformal bias muncul karena ada
ketimpangan struktur ekonomi atau karena kota terintegrasi dengan sistem
ekonomt dunia.
Berangkat dan tesis di atas secara gans besar menguamya persolaar
sektor informal dapat disebutkan karena timbulnya masalah kemiskinan
perkotaan akibat tidak cukup tersedianya lapangan ke~a di daerah perkotaan.
Ketidak cukupan tersebut muncul dan mengalrmya urbanisasi,dari daerah
pedesaan disebabkan sektor pertanian tidak bisa lagi menampung angkatan
ke~a yang ada. Sementara iju, permintaan tenaga kerja pada sektor industn
modem membutuhkan persyaratan-persyaratan yang tidak mampu dipenuhi
2
oleh para migrasi. Disamping itu, juga karena penawaran tenaga ke~a
melebihl permintaan dari kebutuhan sektor fonma l.
Korelasl ini dlperburuk lagi dari pada keglatan ekonomi perkotaan yang
slfatnya kapltallsbk, cenderung menciptakan persalngan yang tldak selmbang
terhadap usaha-usaha yang berskala kecil yang umumnya dilakukan oleh
masyarakat golongan ekonomi lemah. Ketidakseimbangan inl menjadi lebih
besar ketika dlkaitkan dengan sang at terbatasnya sumber daya yang dimlhki
(harta, benda, ketrampilan, pasar modal dan informasi) serta terbatasnya
plhhan bagl mereka yang tidak dalam Slstem ekonomi kapltalis.
Keseluruhannya ini merupakan faktor penun)ang bagi masyarakat untuk
memilih sektor infonmal sebagal altematif terakhir bagi lapangan ke~anya .
Salah satu sektor informal (sektor jasa) yang berkembang di daerah
perkotaan adalah tukang pungut sampah atau yang sering disebut dengan
pemulung . Persoalan pemulung diberbagai kota mengalami persoalan yang
rumit ketika mereka di satu sisi diposlslkan sebagai pelaku kelas bawah,
namun di sisi lain persoalan sampah dl perkotaan dapat teratasi dengan
adanya para pemungut sampah.
Ge)ala ini tidak hanya mUncul di kota besar seperti Jakarta, Medan atau
Surabaya. namun persoalan in! juga berkembang di kota Banda Aceh Ini
diakibatkan dan bertambahnya jumlah pengangguran dan semplbnya
kesempatan ke~a di sektor formal. Vanabel ini bisa ditemukan di saat pencan
ker)a dihadapkan pada persoalan pasar ke~a yang ada di era pasar bebas
sekarang ini. Pertama, terdapat ketidaksesuian (mistmatch) keahlian antara
yang diminta dan yang ditawarkan. Hal ini te~adi akibat pertumbuhan
3
kesempatan kelja yang cepat pada sektor-sektor ekonomi yang membutuhkan
tingkat ketrampilan tertentu, sementara pencan ke~a yang tersedia tidak
memenuhi kualifikasi yang dlperlukan. Kedua terdapat kehdaksesuaian antara
kebutuhan pasar dengan slstem pendidikan, sehingga sumber daya manUSI8
yang dihasllkan memerlukan waktu yang lama agar dapat dlserap oleh pasar
ke~a.
Kondisl 1nl diperparah lagi akibat te~adlnya pergeseran struktur ekonomi
Ketika perekonomian bergeser posisi di mana kontribusl sektor·sektor non
pertanian semakin besar, sementara pemakalan inpl't tenaga ke~anya (Iabor
requirement) lebih rendah maka, pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada
berkurangnya pemakaian tenaga kerja. Akhirnya urbanisasl bias meningkatkan
pengangguran (terutama pengangguran perkotaan) karena perbedaan tingkat
upah antara desa dan kota serta pengharapan kesempatan kerja yang lebih
luas di perkotaan.
Data stahstik tahun 1999 memperlihatkan dan jumlah persentase
penduduk Aceh 1.738.826 jiwa, 19,4 persen diantaranya bekelja di sektor
infonmal dari 30,97 persen di sektor fonmal. Dari 19,4 persen, 12,8 persen
antaranya dilsi oleh wanita. Wanita yang mengguluti sektor ini dominan pada
perdagangan dan jasa. Dan salah satu pekeljaan yang digeluti oleh sebagian
wanita di kota Banda Aceh adalah menjadi sebagai pemunguI sampah (baca
pemulung).
Kenyataan ini menjadi persoalan yang dilematis dimana salu sisi
persoalan pemulung di Kota Banda Aceh belum menjadl persoalan yang serius
dlbandingkan dengan kota-kota lain di Indonesia. Namun disisi yang lain
4
keterlibatan wan ita beke~a sebagai pemulung belum mendapat perhatian yang
senus dan maslh dinilal sebagai pekerjaan yang aneh oleh masyarakat seinllQ
dengan laJu pertumbuhan ekonomi dan pesatnya pembangunan dl Kota Banda
Aceh
B. Rumusan Masalah
Berangkat dan uralan dl atas, permasalahan penelitian ini adalah sepertl
benkut. Pertama, Faktor apa yang menyebabkan wanita memlhh menjadi
pemulung sebagai pillhan pekerjaannya. Kedua, bagaimana hubungan
pekerjaannya sebagai pemulung dengan persepsi masyarakat setemp"t
ditengah pesatnya pembangunan di kota Banda Aceh.
C. Tujuan dan Manfaat Peneliban
Penelitian in< dilakukan dengan beberapa tUJuan. Pertama, menjela.kan
tentang faktor yang menyebabkan wanita memlllh beke~a menJadl pemulun!l
sebagal alternatif peke~aan untuk mencukup' kebutuhan keluarganya. Kedua,
menjelaskan hubungan pekerjaannya sebagal pemulung dengan persepsi
masyarakat setempat ditengah pesatnya pembangunan di Kota Banda Aceh.
Melalui studi ini diharapkan menjadi entry pOint menambah literatur yan,
mendesknpsikan secara komprehensif keteriibatan wanita bekerja menjad
pemulung untuk mencukupi kebutuhan ekonoml keluarga. Kemudian di sisl
lain, penelitian kasus ini menjadi pijakan awal bagi akademisi dan pemerhati
masalah ekonomi untuk menganalisis lebih jauh benturan yang muncu! dan
meningkatnya perallhan penduduk ke sektor Infonmal seiring dengan
pertumbuhan punduduk dan pengembangan Kota Banda Aceh khususnya.
5
BAB 11
TINJAUAN PUSTAKA
1. Sektor informal : diantara sektor formal
Kenyataan menunjukkan, bahwa dl negara-negara berkembang Jumlah
penduduk dan angkatan ke~a tenus bertambah dengan laju yang amat peSllt
dibandlngkan dengan penyediaan lapangan kerja produk1if yang dapat
diwujudkan bagi upaya pemenuhan hidup (survival strategy) . Penganggura 1
menjadl masalah mendesak karena kesempatan untuk mend~patkan pekerjaal1
produkllf semakin sempit, baik dalam bentuk pengangguran penuh,
pengangguran terselubung di kota-kota, maupun pengangguran tidak kentam
di pedesaan yang hidupnya bergantung pada sek10r pertanian (rural disquiseel
unemploymenO,
Indonesia dengan laju pertumbuhan penduduk selama periode 1991-200(
sebesar 3,5 persen pertahun daripada periode sebelumnya (1981-1990)
menjadi persealan mendasar meningkatnya angkatan ke~a di Indonesia. Hal
ini bisa dijemukan dengan menguatnya tingkat migrasi angkatan ke~a dari
desa ke kota.
Pada senap lahunnnya, pertumbuhan angkatan ke~a laki-Iaki atupun
wanila kola sekilar 2 dan 3 kali lebih besar daripada di desa. Laju
perkembangan penduduk usia ke~a beserta angkalan ke~a di kola lebih tinggi
daripada di desa diduga banyak dipenganuhi oleh tingginya peranan migrasi
dari desa ke kola. Perpindahan tersebu~ menunut Todaro (1978) disebabkan
oleh perbedaan penghasilan yang diharapkan. Walaupun haparan ini tidak
menjadi kenyataan. Akibatnya, migrasi biasanya berusaha di bidang-bidang
~i nformal· dlmana ketrampilan atau pendidikan tidak selau menjadi tuntutan
sepertJ pada sektor formal. Selain ItU, menurut Sethuraman (1985 '<.)
introduksl teknologi baru dl sektor pertanlan, struktur ekonomi kota, perbedaa1
penghasilan dlsektor pertanlan dan non-pertanlan, fasilitas pendldikan menjadi
daya tank para migran mengadu nasibnya ke kota.
Perpindahan penduduk dan desa ke kota sering dilihat dalam kapasita:;
sebagla adanya faktor pendorong dan penank (push en pull /actoren) . Fakto'
pendorong dilihat dart berkembangnya kemisklnan di desa. 1nl bisa disebabkan
dari cepamya pertambahan penduduk yang bdak seimbang dengan kecepatar
pertambahan persediaan tanah pertanian baru, mekanisasi pertanian dar
terdesaknya kerajinan rumah di desa-<lesa oleh produk ",dustri modern.
Kondisl 1nl tergambarkan tidak hanya Mover-urbanisasi- yang muncul dalam
persealan migrasi desa-kota, namun juga ~over-ruralisasi· , artinya jumlah
penduduk yang tinggal di desa lebih banyak daripada yang dapat dijamin
situasi ekonominya.
Sedangkan laktor penartk tidak tenepas dart daya tartk ekonomi kota.
Adanya keseimbangan atau kesesuaian antara peke~aan dengan pendidikan
pencart kerja, lasilitas pendldikan yang tidak ada di desa, lalu bagi orang atau
kelompok-kelompok tertentu kota membert kesempatan untuk menghindari dirt
dart kontrol sosial yang ketat atau mengangkat dirt dart posisi yang rendah
(Schoon, 1981 : 265-267).
Besarnya persentase pertambahan penduduk dan peningkatan
pengangguran serta disertai produktivitas tenaga ke~a yang rendah (akibat
keterbatasan pendidikan dan ketrampilan) maka sebagian besar dart
7
masyarakat yang tidak dapat dltampung pada sektor formal mengadu nasibnya
pada sektor informal, terutama perdagangan dan jas8, dimana persyara-an
ker)a leblh rlngan dibandlngkan dengan sektor formal .
Sektor Informal sendiri , pertama kali dllontarl<an pada tahun 1972 kebka
ILO mempubhkasikan hasil researchnya 'Employment in come and equality a
strategy for Increasing producbve employment in Kenya-, yang mengandung
makna sektor ekonoml marginal. Secara garis besar sektor Inforrral
mempunyai ciri-ciri ; pola kegiatannya tidak teratur,baik dalam arti waktu ,
permodalan, maupun penerimaannya. Tidak tersentuh aleh peraturan ate U
ketentuan yang ditetapkan pemerintah. Modal, peralatan dan perlengkapE n
maupun omzetnya biasanya keeil dan diusahakan atas dasar hitungan harian,
umumnya tidak mempunyai tempat usaha yang permanen dan terpisah dan
tempat tinggalnya. Tidak mempunyai keterikatan (lingkages) dengan usah l
besar . Umunya dllakukan oleh dan melayani golongan masyarakat yan!l
berpendapatan rendah. Tidak membutuhkan keahlian dan ketrampilan khusus,
seingga secara luwes dapat menyerap benmacam-macam tingkat pendidikan
tenaga kerja. Umumnya tiap-tiap satuan usaha memperl<erjakan tenaga yan~
sedikit dan dari lingkungan hubungan keluarga, kenalan atau berasal dar
daerah yang sama. Tidak mengenal sistem perlbankan, pembukuan,
perl<redltan dan sebagainya (swasono, 1986).
Batasan delenisi di atas, mencenminkan dialektika struktural antara
tinjauan ekonomis dan sosial dalam memposisikan sektor infonmal. Oalam arti
lain, yang dlsebut sektor infonmal sebagaimana cin di atas tersebut, seperti
pedagang bakso, pedagang kaki lima, pedagang baju bekas, buruh kasar,
8
anak-anak penjaja Koran, pembantu rumah tangga, tukang becak, tukang ojnk,
pemungut sampah (pemulung) dan lain-lain yang semuanya sebagai keglatm
penunjang ekonomi keell dan sektor yang tidaklkurang mendapat dukungan
pemelintah.
Bagt negara·negara sedang berkembang, sektor informal muncul dclri
ketldakmampuan sektor formal untuk menampung antrian panjang pence Ii
kerja. Kondisi inl muncul sebagai konsekuensi logis dan kebijakan industri yang
merupakan bagian sistemabs dali apa yang disebut sektor formal. Artmya,
perkembangan mdustrilisasi kapitalis modern akan menghilangkan aktlvitas
ekonomi informar. Kecenderungan ini merupakan bagian dan transmodemisa~;i
sektor mdustn di negara-negara berkembang ataupun di negara maj" .
Karenanya, asumsi yang menyebutkan bahwa aktivitas ekonomi informal
merupakan transit, konsekuensi dari penetrasl yang tidak sempurna dari
kapitallsme modern ke dalam daerah-<Jaerah yang kurang berkembang dar
oleh karena itu akan hilang dengan adanya Industrilisasi dipertanyakan dalam
penerapannya baik di negara sedang berkembang atau di negara industri.
Karenanya, persoalan sektor informal tidak hanya menjadi dilema bagi
negara-negara sedang berkembang, tetapi juga di negara industli. Hal ini
sebagaimana tesisnya partes dan Sa5sen, menyebutkan bahwa, munculnya
ekonomi informal dihubungkan dengan pertumbuhan imigrasi. Adanya
informalisasi dan desentralisasi terhadap pertumbuhan kekuatan buruh.
Kemudian, menguatnya informalisasi industri tertentu, seperti konveksi hasil
dali kompetisi dengan negara-negara di dunia ketiga (Damsar, 1997 : 172-
174).
9
Di Indonesia sendiri, munculnya sektor infonmal tidak dapat dipisahka 1
dari dualisme ekonomi yang berkembang dalam struktur ekonoml makro dan
mikro. Satu sisi produksi domestik bruto bemasil tumbuh dengan baik, tetapl Cl
sis; yang lain sektor tradislonal dipedesaan dan sektor informal di kota
merupakan fenomena ekonoml subsistence. Hadirnya fenomena subs;stenco
disebabkan karena instrumen kebijaksanaan pemhangunan ekonomi atu'
bakunya menyentuh sisl ekonomi modern semata. Kebijakan investasi
moneter, fiskal , harga, subsidl perdagangan dan lain-lain mengacu pad,
pembangunan sektor ekonomi modem. Karenanya , pengaruh ekonomi informa
dalam masyarakat menjadi kebijakan marginal.
Hubungan ini tidak dapat dipisahkan ketika ekonomi formal dan informal
saling mempengaruhi dalam kebijakan pembangunan. Satu sisl hubungan
tersebut dapat dilihat dengan pendekatan konflik dan di sisi lain dilihat dari
persfektif fungsional. Dalam pendekat.n konfllk. kehadiran sektor infonmal
diperlukan untuk mendukung sektor fonmal. Atau dalam ekonomi makro sektor
infonmal mensubsidi (baca eksploitasi) sektor fonmal. Fenomena kehadiran
pemulung di Kota Banda Aceh misalnya, secara tidak langsung telah mampu
mengatasi penmasalahan sampah dan benmanfaat bagi sektor fonmal yang
terlibat dalam pengolahanlpemanfaatan sampah.
Sedangkan pendekatan fungsional melihat antara sektor infonmal dengan
sektor fonmal te~adi hubungan yang lunak, di mana masing-masing sektor
saling menunjang dan keduanya saling memberi keuntungan ekonomi, serla
secara keseluruhan akan tumbuh menuju tingkat kesejahteraan peningkatan
10
sumber-sumber ekonomi diantara kedua sektor tersebut. (Ibid, 1986; Dam,m,
1997 : 171).
2. Wanita dan pasar sektor informal.
Proporsi wanita yang terlibat dalam sektor informal diperkotailn
khususnya, menjadi diskusl yang menarik ketika didekati dengan aspek sosi:r
ekonomi, ataupun dengan pendekatan teon 5051al.
Dengan teen-tooM sosial, peke~a wanita atau wanita yang beke~a dap3t
dlcemnati melalui model pendekatan fungsional dan konflik Secara fungsion31
aspek yang dilihat menekankan pada stabifitas-stabifitas institusi ekonomi den
pendidikan yang terintegrasi. Sedangkan pendekatan konfllk merupakan mod.1
pertarungan dinamis dalam pasar ke~a antara wanita dan lakHa (i
(Offenburger, 1996:99)
Oalam beberapa hasif penelitian, yang melihat wan ita bekerja baik dalarn
sektor fomnal maupun sektor informal memberikan suatu karakteristik struktl'r
peke~aan yang menempatkan wanita beke~a pada hirarki ekonomi. Da i
perspektif yang lain menegaskan bahwa beberapa konstelasi modal manu si"
(pendidikan, keahlian, pengalaman) dan sikap, menempatkan wanita pad"
kondisi tidak menguntungkan dalam angkatan kerja (Ibid, 1996:112).
Wanita yang beke~a di negara maju ataupun di negara berkembann
secara tidak langsung menempatkan peke~a wanita dalam bingkai kapitalismEl
ekonomi global. Ini terlihat dari penelitian yang dikembangkan M. Strobe'
(dalam, Offenburger, 1996), menunjukkan persoalan upah, posisi manajeMal
kesempatan promosi dan banyaknya hirarki struktural dalam peke~aan wanitE
yang sebelumnya di dominasi oleh laki-Iaki sudah menjadi peke~aan wanitE
"
dengan tingkat hirarki yang berbeda. Posisl wanita termaginalkan dale m
struktur ekonomi kapitalisme global, sebagalmana dlsebutkan Mles (1 ge6)
wanita beke~a sebagai "kerja kehidupan dan ker)a subslstens"
Wanita yang bekerja dl sektor informal terllbat dalam bldang perdagang"n
dan seleblhnya )asa. Pola ini sebagaimana hasil peneh~an Widarti (1985)
menunjukkan bahwa peke~a sektor informal sebagian besar terdapat di seklor
perdagangan (sekitar 60 persen) dan jasa sebesar 30 persen . Oimana jumlah
pekerja laki-Iaki dan wanita tidak menun)ukkan perbedaan mencolck,
kendatipun wanita lebih cenderung bekerja di sektor informal daripada laki-Ia <'
Oan bahkan satu hal yang sama. baik di desa maupun di kota, mempenihatkan
persentase wanita yang beke~a di sektor informal selalu lebih besar daMpada
persentase laki-Iaki yang bekerja di sektor forma l.
Kecenderungan ini disimpulkan dan wanita yang bergerak di sekl)r
informal terutama di kota lebih besar jumlahnya daMpada wanita yang bekerja
di desa. Kondisi ini merupakan suatu pencerminan ketidakmampuan sektJr
formal menampung perlambahan angkatan kerja . Atau memasuki sektlr
informal mempunyai daya taMk yang lebih besar daM sektor formal disa3t
"penghasilan" lebih mudah dan besar daMpada sektor formal.
Melihat lebih jauh ketenibatan wanita dalam bekerja dapat terjadi dalal1
dua tahap; pertama, partisipasi wanita di dalam kegiatan ekonomi beralih daM
kegiatan rumah tangga menjadi kegiatan-kegiatan jasa. Kedua, adan),a
perpindahan kegiatan daM jasa ke sekior manufaktur atau bekerja di pabM <.
DaM posisi inilah terlihat bahwa sektor jasa dan perdagangan di kota leb h
banyak diisi oleh wanita daMpada di desa. Sehingga dapat disebutke n
12
kelertarikan seklor informal yang diisi oleh wanita menjadl slnyal kuatnya
sektor Jasa dan perdagangan menjadi in put ekonomi dalam meningkatkall
laraf ekonoml keluarga.
BAB III
METODE PENELlTIAN
Penelitlan ,n, pada dasamya merupakan studl kualitatif untuk memaham
secara obyektJt keterl lbatan wanita memlHh menjadl pemulung sebaga
pekerjaan alternatit dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Studl '"
dlarahkan untuk memperoleh gambaran secara mendalam dan mencar
pemahaman yang leblh balk tentang kehldupan sosial ekonomi wanlte
pemulung di Kota Banda Aceh. Meskl tldak untuk digeneralisasi, namur
pengetahuan yang mendalam tentang kehidupan wanita pemulung ini akar
memungkinkan masyarakat melakukan intervensi yang lebih efektif dan efisien
serta kontekstual.
Penelrtian Ini sengaja didekati dengan studi kualrtatif untuk menampilkar
data yang berbicara tentang persealan pnbadi dan wanita pemulung sert;
membaca hubungan pekerjaannya (baca status) dengan persepsi masyaraka·
setempat di lokasi pembuangan sampah, yang biasanya sulrt diperoleh jlk,
dilakukan lewat penelrtlan kuantrtatif semata. Faldor apa yang menyebabkar
seorang wanita memll ih bekerja menjadi pemulung untuk mencukup
kebutuhan ekonomi keluarganya, bagaimana kegiatan mereka sebagal Ibl
rumah tangga dengan peke~aan sambilannya tersebut, dan apakah merek,
tidak memilih untuk beke~a di seldor intonmal lainnya, dan beragam macarr
pertanyaan mendasar lainnya tentang keterlibatan wanita bekerja menjad
pemulung, yang tentunya harus didekatl dengan kegiatan wawancar<
mendalam.
Lakasi penelitian Ini dilakukan di tempat pembuangan sampah akhir (TPA)
Kampung Jawa Kecamatan Keudah-Peulanggahan Banda Aceh. Pemilihal
lakasi dikarenakan dl lakasl TPA Kampung Jawa merupakan temp"t
pembuangan sampah tenuas areanya dl kata Banda Aceh, sehingga cuku)
mudah dljumpal para pemulung atau tukang pungut sampah yang beke~,
pada setJap hannya. kecuah hari jumat. Kemudian dari hasil observasl aWHI
dltemukan jumlah wanlta yang terlibat aktif bekerja di tempat pembuanga 1
sampah di Kampung Jawa mengalaml peningkatan seiring denga 1
menguatnya knsis saslal-ekanami dan keterbatasan lapangan ker)a di sekter
formal.
Untuk mengetengahkan data secara emics, pengamatan dilakukal1
secara periodik di tempat pembuangan sampah. Observasi ini dilakukan untul,
mengamati secara langsung keterlibatan wanlta mencari slsa-sisa barang
barang bekas di lakasl tempat pembuangan sampah Kegiatan abserva, i
dilakukan pada pagi han dan blasanya pada hari minggu berkisar jam 09.00
WIB dan sere hari berkisar jam 17.00 sebelum mereka meninggalkan laka,i
tempat pembuangan sampah.
Seluruh informan yang diteliti sebanyak 10 orang wanita dengan kmen"
umur 20-40 tahun, dican melalui bantuan key informan pak Nasang yang jug"
sebagai ketua arisan pemulung di Kampung Jawa. Wawancara diarahkan
menyelami lebih jauh dari aktivrtas dan hubungan peke~aan mereka dengan
kondisi sesial-ekonomi masyarakat setempat Kemudian agar informasi lebit!
obyektif, terutama berkaitan dengan aktivitas pemulung wanita dengan
masyarakat sekitarnya, penehb Juga melakukan serangkalan wawancarct
dengan Kepala Desa dan beberapa tokoh masyarakat setempal.
Dalam penehtian In! seluruh data yang dlbutuhkan dlkumpulkan melalul
tlga cara Pertama, melakukan wawancara langsung dengan wan ita yan~
beke~a menjadi pemulung, baik dan persoalan ketika sebelum mereka tertiba .
menjadi pemulung dan sesudah mereka tertibat menjadl pemulung
Wawancara langsung ini sangat mendukung menyusun life-story dari wanitc
pemulung dan kehidupan soslo-ekonomi keluarganya yang dinilal menaok.
Kedua, melakukan data sekunder yang relevan dengan tema penelitian
khususnya data mengenal keberadaan pemulung dl Kota Banda Aceh, sert<
hubungan dampak kemaJuan pembangunan Kota Banda Aceh dengar
menguatnya persoalan sektor formal dan sektor Informal. Data sekunder in
banyak diperoleh melalui studi hteratur, dan Kantor Dinas Sosial serla Kantol
Blro Pusat Statistik Banda Aceh
Ketiga, melakukan observasi atau pengamatan terhadap kondisi sosial·
ekonomi wanita pemulung, dan aktivrtas dari pekerjaannya. Walaupun bukar
melakukan pengamatan tertibat, tetapi dengan mengetahui langsung kondis
kehidupan sosial ekonomi keluarga dan bagaimana aktivitas mereka di tempal
pembuangan sampah, maka rasa empall dan penelrti paling-tidak sesua
dengan kenyataan di lapangan.
Seluruh data yang bemasil dikumpulkan diedrt, drt8bulasikan dar
diklasifikasikan untuk kemudian dianalisis dan diinterpretasi secara teoritik
Setiap interpretasi logis, jika pertu diperkuat dengan analisis statistik sepanjang
If
bisa mendukung dan memperjelas Interpretasi data. MelalUl proses imlah
kesimpulan drbuat untuk penyusunan laporan penehtlan ini.
17
BAB IV
PROFIL WANITA PEMULUNG
SEBUAH CATATAN AWAL
A Karaktensllk Wanila Pemulung
Di Indonesia persoalan pemulung atau tukang pungut sampah menjadi
dlskusl menank perhatlan publik pada awal tahun 1980-an dan terlls
berkembang hlngga menjadi salah satu masalah soslal yang banyc k
d,bicarakan berbagai kalangan-termasuk dl Kota Banda Aceh yang secala
ekonomi munculnya pemulung menjadl tanda tanya besar dltengah pesatnya
pembangunan Kota Banda Aceh sendiri.
Pemulung atau yang lebih dikenal dengan tukang pungut sampah dapat
dlartlkan dengan orang-orang pemungut sampah, pengumpul baran'l
rongsokan, atau orang yang memaniaalkan sisa-sisa barang yang tlda (
dlpergunakan lagi. Alau secara gans besar pemulung dlartlkan sekelompol(
orang atau indivldu yang memanfaatkan atau memungut sampah menjaoi
barang produksi.
Keterlibatan sebagian besar masyarakat menjadi tukang pungut sampah
atau dalam bahasa lokal ·ureung oak broh· merupakan peke~aan anematr'
terakhir manakala mereka tidak mampu secara ekonomi atau karenE
pendidikan yang rendah untuk bersaing di sektor formal yang lebih banyak
membutuhkan syarat-syarat yang tidak dibutuhkan pada sektor informal. Bagi
mereka peke~aan yang dilakukannya tidak sama dengan gelandangan dan
bahkan mereka menyebutnya bukan sebagai gelandangan sebagaimana data
di Dinas Sosial memasukkan peke~aan mereka sama dengan gelandangan.
Dart data yang ditampilkan Yayasan Daur Ulang jumlah pemulung di Ko:a
Banda Aceh beriklsar 60 orang dengan tlngkat umur yang beribeda-beda. Mul,i
dari anak-anak berumur 10 tahun sampai orang dewasa berumur 50 tahun
Dengan melakukan keglatannya setiap han dart pagi hari dan bahkan
dllanjutkan pada sorenya.
Bagi wamta yang terlibat dalam peke~aan ini melakukan pekerjaanny.
tersebut bita mana pekerjaan rumahnya sudah selesai, semisal memasak na~;i
atau membersihkan rumah. Baru setelah peke~aan itu selesai merek.,
berangkat membantu suaminya memungut sampah yang layak untuk diju< I
pada penadah atau ke pasar.
B Tingkat Pendidikan
Kalau melihat pekerjaan yang ditekuni para wanita pemulung umumnya
merupakan pekerjaan "kasar- dan tidak membutuhkan keahlian khusus, maku
dapat dlduga bahwa tingkat pendidikan bukanlah salah satu krtterta seleksl
untuk blsa mereka beke~a menjadi pemulung.
Dan data yang ditamp,lkan Yayasan Daur Ulang Aceh (YOUA;
memperlihatkan bahwa semua wan ita pemulllng yang tertibat di tempa!
pembuangan sampah akhir di Kampung Jawa umumnya berpendidikan rendah
rendah. rata-rata tamat SO, dan bahkan ada yang tidak tamat SMP. Demikian
pula dengan pemulung laki-Iaki, pendidikan tertinggi SMA dan terendah
Sekolah Dasar.
Antara para pemulung wanita dan laki-Iaki tidak ada perbedaan yang
berarti dart segi pendidikan. Meski laki-Iakl secara relatif sedikit lebih besar
jumlahnya yang lulus SMP, sebesar 0,89 persen, sedangkan wanija 0,56
19
persen, tetapl secara umum keduanya rata-rata berada pada tingka :
pendldlkan rendah, minimal tamat SO.
Komposlsl rnl menunJukkan syarat pendldikan formal tidak menjad
persyaratan mutlat dalam usaha memasukl lapangan ker]a menJadl tukan~
pungut sampah atau pemulung. Karenanya tidak mengherankan bila mayonta~
pemulung yang ter1ibat di tempat pembuangan sampah dl Kampung Jam
umumnya mereka hanya berpendldikan sampal SO atau SMP.
C. Lama Jam Ke~a
Untuk lama Jam kerJa bagi para pemungut sampah atau pemulung Dda,
ada kententuan khusus yang dlatur diantara kelompok pemulung. Kondisl in
bisa dttemukan dl saat mereka melakukan aktivltasnya sehan-han. Amnya,
tingkat Jam ke~a diantara mereka sangat beragam dan tergantung dari materia
sampah yang selalu dibuang oleh Oinas Keberslhan Kota Banda Aceh pada
pagi dan sore han.
Pemulung bisa beke~a sampal 6-8 jam perhari, atau bahkan dapat lebih
bila mereka bekerja sampai sore hari pada jam 13.00 sampai 17.00 WIB.
Aktivitas ini tidak hanya dilakukan oleh para pemulung laki-Iaki can wanita,
namun keterlibatan anak-anak melibatkan diri mencari sampah untuk
membantu orang tuanya bukalah pembandangan baru di tempat pembuangan
akhir di Kampung Jawa.
Banyaknya jumlah pemulung yang melakukan aktivitasnya di TPA
Kampung Jawa dapat dilihat pada hari minggu atau hari libur lainnya, kecuali
hari jumal Hal ini dibuat berdasarkan kesepakatan antara para pemulung
dengan kelompok arisan pemulung untuk tidak melakukan aktivitas memungut
20
sampah pada hari jumat. Ini sekaligus dllakukan menggantlkan hari mlng9u
yang dipergunakan untuk beke~a dengan Jam ke~a yang terbatas pada h""
Jumat Karenanya pada hari Jumat dlpergunakan pemulung baik lakl-Iakl atHu
wanita melakukan pengecekan leblh lanjut atau memilah barang-barang bekHs
di rumah mereka masing-rnaslng.
Secrang Informal menyebutkan, pada Jam 07 00 WIB pagl sud, h
berangkat dan rumahnya yang tldak jauh dan tempat TPA untuk men", n
barang-barang bekas yang bemilai ekonomis dan bemilai tlnggi bila dlbav,a
ketempat penadah sampah atau menjualnya ke pasar. Di tempat tersebut
bersama dengan para pemulung lainnya mencari barang-barang bekas yang
setiap harinya dibawa Dlnas Kebersihan Kota ke lokasi pembuangan akhlr dl
Kampung Jawa ini. Menurut mereka, bl8sanya mereka akan kembali lagl pada
sere hari setelah peke~aan rumah diselesaikan, atau akan kembali pada besok
harinya baamana pekerjaan numah tidak dapat dlselesaikan pada hari tersebut
Sedangkan han Jumat merupakan han libur yang sudah menjadi kesepakatan
dan semua para pemulung, sehingga di hari jumat dimanfaatkan merek3
melakukan rutinitas lainnya.
D. Status Peke~aan
Peke~aan pemulung yang dilakukan laki-Iaki ataupun wanita pad3
dasamya berangkat dari persealan yang sama dimana hubungan ekeno",i
keluarga dan sempitnya lapangan ke~a di sekter formal menjadi persoala,
utama beralihnya sebagian masyarakat beke~a menjadi pemungut sampa,
atau pemulung.
21
Kecenderungan ini mengacu dari banyaknya jumlah pemulung yar 9
mengatakan peke~aan inl merupakan pllihan terakhir manakala mereka tid, k
mendapat kesempatan bekerja di sektor formal, karena dltengah desaken
ekonoml, pekerjaan pemulung atau tukang pungut sampah menupakan
altematif untuk membiayai kehidupan keluarga sehari-hari. Namun manakala
ada pekel"jaan lain yang lebih mapan dan sisi ekonomis mereka pun akan
beralih dan berhenti menjadl pemulung ungkap mereka,
Berdasarkan status pekerjaan yang mereka lakukan, paling tidak ada dua
jenls status pekerjaannya , pertama, pemulung yang beke~a s"""ra mandir i.
dan kedua, pemulung yang menjadi bagian dan keluarga. Sedangkan untu,
anak-anak yang terlibat membantu orang tuanya beke~a menjadl pemulun,l,
paling tidak dibagi kepada tiga jenis status, pertama, anak yang beke~a secar"
mandin, anak yang beke~a dan berusaha dengan orang lain dan anak yan!l
menjadi bagian dari peke~a keluarga,
Dan jumlah pemulung di TPA Kampung Jawa sekita 60 orang baik laki
laki, wan ita dan anak-anak, hampir 25 orang wanita terlibat menjadi pemulun!1
beke~a seeara mandin terutama para janda (ada 5 orang) beke~a menjaoi
pemulung tidak lain karena tuntutan keluarga dan sekaligus untuk membiayai
pendidikan anak-anak mereka. Sedangkan yang lainnya, peke~aan ini menjadi
bagian dan peke~aan keluarga. Artinya, mereka ikut terlibat aktif membantu
suaminya beke~a memungut sampah pada setiap hannya.
Keterlibatan wanita secara aktif seperti laki-Iaki beke~a menjadi pemulun,l
memperlihatkan beban wanita beke~a di luar rumah secara tidak langsun,
menguntungkan keluarga. Tesis lni sebagaimana kritik kaum Marxis dalarr
22
melihat keterlibatan wanita di luar rumah berhubungan dengan persoalan
ekonoml, dan secara struktural menguntungkan pihak lakl-Iakl (Ollenburger,
1996).
Tesls yang digambarkan kaum Marxls menjadt drskusi yang menank
manakala mellhat status dan keterlibatan wanita beke~a 0 1 tlngkat peke~aa 1
mformal seperti pemulung dengan incam ekonomis. jumlah wanita yan'~
bekerja di tempat pembuangan sampah di Kampung Jawa semakm meningket
jumlahnya, seinng dengan sempitnya lahan peker}aan di sektor tormal. Dall
secara tidak langsung wanita bekerja di sektor informal mengalami peningkatan
yang berarti. Ini sebagalmana diungkapkan seorang intonmal, sebelumnya bdal;
ada dalam plklran mereka beke~a memungut sampah setiap hannya bersam"
dengan pemulung lainnya, tidak lain karena suaminya tidak mempunyai modal
yang cukup dengan beke~a sebagai tukang becak untuk berdagang dl
desanya. Karenanya dengan menyewa rumah y20g cukup sederhana yan~
tidak jauh dan TPA dl Kampung Jawa, bersama suami dan anaknya yan,
sudah kelas enam SO memilah sampah setiap hannya untuk memenuh
kebutuhan sehan-hannya.
E. Bahan Sampah yang Dimanfaatkan
Berbagai literatur menyebutkan, meningkatnya jumlah penduduk
perkotaan sangat berpengaruh pada tingginya volume sampah yang
diproduksi oleh masyarakat Karena sebagai salah satu produk masyarakat,
sampah sebagai sumber utama rusaknya ekologi lingkungan serta
berpengaruh terhadap lingkungan pemukiman
23
Kota Banda Aceh send,n dengan jumlah penduduk 1.738.826 jiwa p"da
tahun 1999, menjadi persoalan yang rum,t manakala berperang melawan
jumlah sampal! perkotaan yang semakin han bertambah volumenya. Ini
sebagaimana diperlihatkan oleh Yayasan Daur Ulang Aceh (YDUA), bahwa
setiap hannya sampah yang ada d, Kota Banda Aceh be~umlah 135.123.85 ,g.
Sampah ini bersumber dan rumah tangga sebanyak 110.724.81 kg , pa';ar
berjumlah 18.100.00 kg, penginapan/hotel l .221.48 kg , rumah sakiVpuskesmas
885.06 kg , sarana pendidikan 2.447.25 kg dan perbengkelan sebanyak 332.76
kg. Dan total produksi sampah 135.123.85 kg tersebut komposisinya terd,n
dan plasuk 17.137.68 kg, bahan organik 89.183.54 kg, kaca 5.157.38 kg , kertas
8.132.67 kg, besi 1.651 .58 kg , kaleng 4.651 .15 kg dan bahan-bahan lainnya
be~umlah 9.209.85 kg .
Kemudian dan volume sampah 135.12385 kg, sebanyak 28.327,57 <g
setiap hannya diangkut ke TPA Kampung Jawa. Sampah ini berasal dan rum,'h
tangga 8.547.00 kg, pasar 18.100.00 kg, penglnapanlhotel 706.25 kg, rumah
sakiVpuskesmas 196.66 kg, perikantoran 305.37 kg, sarana pendidikan 305.!ll
kg, dan perbengkelan be~umlah 166.38 kg. Dan 28.327,57 kg sampah
tersebut, komposisi plastik sebanyak 3.944.80 kg, bahan organic 14.893.39 kg,
kertas 3.336.39 kg, kaca 1.361 .52 kg, besi 549.09 kg, kaleng 1.418.11 kg dan
bahan lain be~umlah 2.824.51 kg (Rusady, 2001).
Dengan jumlah sampah yang setiap hannya dibawa ke area TFA
Kampung Jawa yang berdekatan dengan pelabuhan Lampulo, secara tidak
langsung mempengaruhi keterlibatan sebagian warga masyarakat Kota Banc a
Aceh yang berdekatan dengan TPA tersebut beke~a sampingan atau bahkc n
peke~aan tetap untuk memungut bahan-bahan bekas yang bemilai produksl
ekonomt .
Pemulung yang ikut terlibat dalam usaha pengumpulan barang bek"s
mempunyai struktur ker)a yang sangat kompleks. Oilihat dari volume ker)a pa 'a
pemulung, para pemulung hanya dapat memantaatkan jenis sampah yar'g
mempunyai nilai untuk di daur ulang saja, sepertl kertas, plastik, kaca, beSI d, n
lain-lain. Sedangkan sebaglan besar sampah organik bel urn dap,'t
dimantaatkan secara maksimal.
Barang-barang yang dikumpulkan pemulung di jual ke penadah atE u
pasar berkisar rata-rata 15.000,- rupiahlhari . Oan bagl sebagian pemulung ba k
laki-Iaki atau wanita pendapatan yang mereka peroleh berkisar 15000,-
rupiahlhari sudah sebanding dengan volume kerja mereka setiap hanny".
Karenanya secara sosiologis, kehidupan pemulung umumnya bersikap
gampang; kalau sudah mendapal pendapatan cukup mereka berhenti beke~a
sampai uang tersebut habis, dan baru mulai lagi bila uang tersebut sudah
habis.
Oengan sistem ke~a pemulung yang cukup tergantung dengan penadah
dan pasar, kadang kala volume sampah yang mereka kumpulkan dari bahan-
bahan bekas bemilai ekonomlS tidak sesuai dengan tunMan harga pemulun!l.
Karenanya, problema iOl menjadi dilema bagi para pemulung yang meman.
biaya kebutuhannya sehari-hari dan sampah terse but.
Skema I: Sistem pemulung di kota Banda Aceh
'-".._n_ul_un_g.....J-~ •• 1 perantara Industri dan konsumen
25
Mellhat kondisi 1nl Yayasan Daur Ulang Aceh (YDUA) sebagal yayasan
yang consern melihat masalah sampah dan pemulung berupay3
menghllangkan ketergantungan pasar dengan para penadah dengan pol3
pemberdayaan secara kontinu bagi para pemulung di tempat pembuanga,
sampah di Kampung Jawa. Hal Ini sebagalmana keluhan para pemulung "I
Kota Banda Aceh, leblh berperan lembaga ,"dependent atau LSM yang melih, t
kehidupan mereka danpara Pemda Aceh sendiri Namun demikian, secar.:J
struktural ketergantungan pemulung pada penadah dan pasar maslh menja"i
persoalan rumit manakala permaman harga secara tJdak langsun!J
mempengaruhi dan bahkan merugikan para pemulung.
Skema 11 ' Struktur dasar perdagangan sampah
Pemulung , Perantara r-I Bandar 1----<··5 '---------'
2(,
SAS V
KEBERADAAN WANITA PEMULUNG '
ANTARA CITA DAN REALlTA
A. Masyarakat dan Wanita Pemulung
Sepertinya keterka~an antara pertumbuhan penduduk di kota, sebagar
akibat migrasi desa-kota menjadi variabel yang cukup signrfikan ber1<embangnya
sektor informal di kota. Gelala ini sebagai lakta sos'al yang semakin merambah
di kota Banda Aceh. Banyaknya para pengemis, meningkatnya angka
pengangguran setiap tahunnya, semp~nya lahan pertanian serta meningkatnya
sebagian warga masyarakat di pinggiran kota Banda Aceh bekerja sebagai
pemulung atau tukang pungut sampat adalah gambaran yang barang kali ironis
menurut sebagian orang ditengah pesatnya pembangunan di kota Banda Aceh.
Namun apa yang tampak dan fakta lapangan memperlihatkan adanya proses
dualisme ekonomi yang ber1<embang kuat dalam tata pembangunan yang
dikembangkan dalam wilayah kota Banda Aceh. Karenanya dari jumlah
penduduk 1.738.286 jiwa tahun 1999, hampir 8,47 persen dan 12,50 persen
masyarakat bekerja di sektor pelayanan jasa dan peke~a kasar. Data ini
mengalami peningkatan 0,9 persen setiap tahunnya seirama dengan terjadinya
benturan antara pasar ke~a dengan jumlah pencari kerja.
Salah satu sektor yang barang kali masrh baru di kota Banda Aceh dan
belum mendapat perllatian khusus dari pemenntah adalah para para pemulung
atau pemungut sampah. Dan dalam tinjauan Dinas Sosial kota Banda Aceh
kelompok 101 maslh dlgolongkan dalam kelompok para gelandangan kota yan'l
tidak punya rumah dan areal yang tetap untuk tempat tinggaL
Keberadaan pemulung dl kota Banda Aceh bukanlah hal yang banu bIJ"
melihat dan Jumlah mereka yang setiap tahunnya bertambah. 01 TPA Kampunq
Jawa send",. Jumlah para pemulung yang setiap hannya sekitar 60 orang yan!l
terdiri dan lakl-Iaki, wanlta dan bahkan anak-anak mempertahankan hidupnya ci
area tempat pembuangan akhir (TPA) yang berjarak ± 2,5 Km dan kota Banda
Aceh Munculnya komunitas pemulung yang mempertahankan nasibnya di TPII
terse but menupakan suatu desknpsi dan persoalan tingginya pengangguran
terbuka serta bertahannya kemiskinan struktural dl kota Banda Aceh.
Bila melihat indikator dari sebuah keluarga miskin atau kurang mampu biS<t
dllihat dan kondlsi rumah mereka di sekltar area TPA Kampung Jawa. Oan has I
pengamatan. kendati penghasilan pemulung rata-rata 10.000.- sld 15000,-
perhari , namun sebaglan rumah dari mereka termasuk 5angat sederhana. dall
bahkan tidakjarang terkesan tidak layak hunf.
"Bagi kami sekeluarga sudah bisa untuk makan sehari-hari dan dapat membiayai pendidikan anak kami yang sekolah di kelas 5 SO sudah cukup bagus, dan yang penting rumah tidak bocor bila hujan dan tergenang aibagi kami sudah sangat balk".
Apa yang terdeskripslkan merupakan indikator yang hampir rata-rata
ditemukan dan kehidupan pemulung di lokasi TPA Kampung Jawa. Tentunya hal
ini berlaku juga bagi sebagian pemulung yang tidak menetap di sekitar are,1
pembuangan sampah tersebut Dari hasil wawancara dengan seorang informan
yang tidak bnggal di sekitar area tempat pembuangan sampah menggambarkan
bagaimana dia dan suaminya harus bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan
21'
keluarganya dengan kondisi kehidupan serba berkecupan. Dan tambahnya hal
Ini dlperburuk lagi dengan kondisi ekonomi yang sudah berlangsung sejak 199;
hlngga saat 1nl. serta diperparah lagi oleh dampak konflik yang ada sekaran~1
sangat mempengaruhi kebutuhan pokok dan masyarakat secara keseluruhan
Bagi para pemulung kebutuhan primer lebih bermanfaat daripada kebutuhan
sekunder.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya , keterlibatan wan~a sebagai pemulun~1
atau tukang pungut sampah juga merupakan fenomena yang menarik dari
persoalan perubahan status ke~a wan~a sebagaimana dlgambarkan Widarti
(1984) terhadap perubahan ekonomi keluarga. Kendati wanM yang terlihat di
sektor ini tldak sebanyak lalaki-Iaki, namun keterlibatan wan~a menjadi
pemulung membantu suaminya dalam mencukupl kebutuhan sehari-hari adalah
persoalan yang aneh bagi sebagian masyarakat kota Banda Aceh. Terlebih bil"
dikembalikan pada adat masyarakat Aceh, wanrta beke~a sebagai "buruh" kasa'
adalah pekerjaan aneh yang tidak layak bagi wanita, selain mereka haru,;
menjadi ibu rumah tangga.
Akan tetapl tesis ini mengalami pergeseran nilai ketika dorongan ekonomi
dan sempinya peluang kerja di sektor formal menyebabkan sebagian wan~a di
kota Banda Aceh "terpaksa" harus mengais atau memungut sampah bersam"
anak dan suami mereka untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Di area TPJ.
Kampung Jawa sendiri, ada sekitar 25 orang wanM yang terlibat sebagai
pemulung dengan skala umur yang berbeda-beda dari 20 tahun sampai 4!i
tahun, dan bahkan ada diantara mereka yang berstalus janda.
Oar! Informasi yang diungkapkan salah seorang tokoh masyarakat
menyebutkan wan ita yang bekerja sebagai pemulung atau tukang pungut
sampah diantara penduduk lainnya tidak menJadi persoalan yang dapat
memposisikan mereka berbeda dengan wanita lain yang tidak bekerja sebagai
pemulung. Ini tidak lain ketika sebagian besar masyarakat Kampung Jawa
banyak berkecimpung sebagai pemulung atau berdagang dan bahkan sebagai
nelayan. Karena ketika keterlibatan wanita semakin hari blsa bertambah
nantinya. ini tidak lain karena mereka tidak ada pekerjaan lain yang dapat
dllakukannya. Karenanya hubungan sosial yang terbangun dlantara wanita
pemulung dengan masyarakat setempat sangat baik. Ini dapat dilihat dari
kegiatan ansan yang dilakukan oleh ibu-ibu dl Kampung Jawa yang ikut
melibatkan para wanita yang tinggal di area TPA untuk ikut sera dalam aktivitas
aktivitas sosial.
Bagi masyarakat Kampung Jawa meliha~ keterlibatan sebagian wanita
bekerja sebagai pemulung bukanlah pekerjaan yang aneh lagi atau menjijikkan,
karena dengan adanya mereka secara tidak langsung membantu pemerintah
kota dalam menangani masalah sampah. Oan Juga ini dapat dilihat dan
lingkungan Kampung Jawa sendiri , kendati diJadikan area TPA namun
lingkungan masyarakat Kampung Jawa cukup bersih dan bebas dan tumpukan
sampah.
Salah seorang warga masyarakat mengatakan, sebelumnya ia send in tidak
percaya bila ada wanita yang ikut menggais dlantara kotoran sampah mencan
barang-barang yang layak untuk dijual sebagai salah satu alternatif membiayai
30
kebutuhan hidupnya. Tambahnya, kian hari jumlah wanita yang ikul lerlital
dalam pekerjaan pemulung semakin bertambah seirama dengan jumlah
frekwensi sampah yang dibawa aleh Dinas Kebersihan ke area pembuang,1n
sampah. Namun ini semua adarah kenyataan manakala knsis ekonomi menjadi
pemicu utama mereka ter1 ibat dalam pekerjaan tersebut. Tetapi kendati
demikian, hubungan sosial yang terbangun diantara warga masyarakat lainnra
sangat harmonis da" marah sebagian warga ikut membantu mengurangi beban
kehidupannya dengan mengikut sertakan mereka dalam kegiatan sosic ~.
Kegiaalan pengajian dan indusln rumah tangga.
Keterlibatan aktif wanita bekerja sebaga, pemulung dalam kegiatar
kegiatan sosial yang berl<embang di Kampung Jawa tidak lain adalah sebaga;
bukti dari beralihnya nila, yang berkembang dalam masyarakat pada nilai budaY3
ekonoml dan keterpaksaan sosial dari wanita beke~a sebagai pemunut sampa,
di TPA Kampung Jawa. Artinya, masyarakal melihal wanita yang terlibat dalam
pekerjaan sebagai pemungut sampah bukanlah pekerjaan yang aneh pada saal
sekarang inl dan hat ini tidak harus menempatkan status s051al wanita berada
pada marg;nalisasi ekanami dan slalus budaya yang bertentangan dengan adat
masyarakat setempal Karenanya , hubungan sasial yang lerbangun bersifal
terbuka da" status sosial wanita pemulung berada pada garis yang samCl
dengan masyarakat lainnya.
31
B Wanlla, Kola dan Kemlskinan
Se)alan dengan tingkat perlumbuhan penduduk yang leblh tinggi di wilaya 1
perkotaan, pertumbuhan angkatan kerJa dl kota yang tercatat selama dasawarsa
1990-an adalah 3-5 kali hpat leblh tinggl danpada pertumbuhan dl pedesaan
Pertumbuhan ini merupakan akibat langsung dari proses perkembangall
struktur ekonoml danproses pembangunan kola yang berkembang begitu cepat
seirama dengan menguatnya modernisasi dan globahsasl ekonomi dunia. Prose~;
1nl merupakan bagian dari adanya ketimpangan proses pembangunan yan9
dlkembangkan sejak Pellla dan Repelila hingga memasukl fase reformasi d
bldang ekonomi, politik dan sosial budaya Slklus ini tertihat jelas dengar
berkembangnya sektor informal di kota aklbat terJadlnya benturan dengan sektol
forma l.
Meningkatnya pembangunan industri dl kota dan menyemp~nya lahan
lahan pertanian telah menciplakan arus mlgrasl desa-kola yang menyebabkan
te~adinya pengangguran terbuka dan menguatnya kemiskinan dl kola. Indikasi
ini bermuara pada terjadinya perubahan struktur masyarakat kota yang domina"
dari masyarakat desa mengembangkan sektor informal karena tidak mampu
bersaing pada sektor fonmal.
Menguatnya persoalan kesempatan kerja dan kemiskinan di kota
merupakan interelasi dari munculnya persoalan struktur ekonomi pembangunan
yang dikembangkan pemerintah kota misalnya. Hal inl dapat dicermati dari
persoalan kesempatan ke~a , pengangguran dan kemiskinan yang menjadi
momok bagi kota Banda Aceh yang saat ini lagl mengembangkan pembangunan
32
kota ke arah kota modern. Karenanya tidak mengherankan ketJka dllema sosial
sepertl pengangguran dan gelandangan semakln berkembang seirama dengan
berJalannya pembangunan di kota Banda Aceh.
Pada satu 5151, terbukanya kesempatan ker]a di sektor informal memberi
perubahan yang berarti tertladap masyarakat dan menghilangkan status
pengangguranbagl sebagian masyarakat. Namun di slsi lain,berkembangnya
sektor informal telah menciptakan kemiskinan struktural. Indlkasi ini bisa dilahat
dari tingginya migrasi desa·kota dengan tuJuan untuk mencari ke~a dan
mengubah naslb. Tentunya mlgrasl yang dilakukan tidak hanya terdiri dari kaum
laki·laki , namun hal inl juga dllakukan para wanlta ketika kesempatan kerja di
sektor pertaOlan semakin semplt dan tuntutan kel)a dl sektor formal yang tidak
dapat dipenuhi oleh angkatan kerja dari pedesaan.
Luasnya kesempatan ke~a disektor informal telah menyebabkan sebagian
masyarakat kota Banda Aceh menggantungkan hidupnya pada sektor ini. Ada
yang bekerJa sebagai buruh kasar, pedagang kaki lima. pengemis. dan bahkan
bekerja sebagai pemungut sampah (baca pemulung) untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi keluarga.
Ketertibatan wanita ke dalam sektor informal seperti pemuJung
sebagaimana yang terdapat di Kampung Jawa adalah bukan pemandangan baru
di kota Banda Aceh manakala desakan ekonomi dan peluang kerja di sektor
fonmal menjadi indikator utama mereka bertahan untuk bekerja menjadi
pemulung.
33
Kendatlpun jumjahnya bdak sebanyak seperti di Jakarta, Medan, Surabaya
atau kota besar lalnnya, namun keberadaan pemulung wanlta di kota Sancta
Aceh adalah sebagai aklbat dan adanya kebmpangan pembangunan struktural
ekonomi dl kota Sanda Aceh
Dan data yang dltampllkan YDUA dan hasll pengamatan memperlihatkan
jumlah wanlta yang terlibat di TPA Kampung Jawa berkisar 25 orang denga,
tolak ukur umur yang berbeda-beda dan 18 tahun sampal 45 tahun. Persoala,
mendasar bagi para wanita yang bekerja sebagai pemulung Mak lain da'i
dorongan ekonomi serta pengaruh konflik yang terjadi di Aceh untuk memili,
pekerja tersebut sebagai usaha pokok atau alternam sebagai tutuntuta 1
memenuhl kebutuhan ekonomi keluarga dan sekahgus untuk membiayc:u
pendldikan anak-anak mereka.
3',
BAB VI
PENUTUP
Dalam perspektif yang leblh luas munculnya pemulung wanita dl ko·a
Banda Aceh Udak lain sebagal akibat meningkatkanya jumlah penduduk de n
sempitnya kesempatan kerja dl sektor formal serta pergeseran perkembangan
ekonomi kota Banda Aceh yang lebih menekankan pembangunan ekononi
masyarakat hulu dari pada masyarakat hilir
Pemulung sendln dapat diartJkan dp,ngan orang pemungut sampall,
pengumpu! barang rongsokan, atau orang yang memanfaatkan 5isa-5lsa
barang yang tidak diperlukan lagi. Secara gans besar pemulung diarUkan
sekelompok orang atau individu yang memanfaatkan atau memungllt
sampah menjadl barang produksi.
Indikasi im memperlihatkan munculnya pomulung atau pemungut sampa1
baik dan dllakukan oleh laki-Iaki, wanita atau anak-anak tidak terlepas da-I
meluasnya persoalan ekonomi makro di Aceh dan ditambah menguatny,
persealan konflik yang menyebabkan sebagian masyarakat menggantungka,
hidupnya pada sampah yang setiap hannya dibuang ke TPA Kampung Jawa.
Bagi sebagian pemulung perke~aan tersebut bukan sebagai pilihan
utama untuk membiayai ekonomi keluarganya, tetap! sebagai peke~aal1
altematif disaat elastisitas sektor pertanian di desanya dan kesempatan ke~a
di sektor formal yang sempit menyebabkan mereka memilih menjadi tukan!}
pungut sampah untuk membantu perekonomian mereka. Namun ba£i
sebagian pemulung lainnya peke~aan ini sebagai tulang punggung untul,
memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.
Pada dasarnya ada beberapa alasan yang menyebabkan sebagian wanita
di Kota Banda Aceh menJadlkan sektor Ini sebagal tulang punggung ekonorni
keluarga Pertama, sangat dlpengaruhl olen desakan ekonomi keluarg 3
Kedua persoalan konftlk dl Aceh dan sempltnya kesempatan ke~a dl sektor
formal dengan persyaratan yang sullt. menyebabkan mereka yang rata-rata
tamatan SD atau SMP beralih membantu suaminya menJadi pemungut
sampah Kemvdlan blla melihat daerah asal hdak semua pemulung tersebut
berasal dan kota Banda Aceh, namun juga ada yang berasal dari luar kola
Banda Aceh, semlsal dari daerah Aceh Besar
Kenyataan ini menJadl dilema di saat peran pemenntah daerah kurang
member! respon positif bagl para pemulung ini. Hal ini tertlhat dari masih
banyaknya para wanita dan juga anak-anak yang memilih beke~a sebagai
pemulung untuk memenuhl kebutuhan ekonoml keluarga mereka. Sehingg:1
ada dari mereka yang menyatakan leblh berperan lembaga LSM (dalam hal illi
YDUA) yang membantu mereka untuk meningkatkan taral hldup merek'
biarpun mereka menjadi tukang pungut sampah.
Persoalan ini dapat dilihat dari persepsi masyarakat setempat yan!l
berada di sekltar tempat pembuangan sampah, dim ana mereka melihat bahwa
yang beke~a menjadi pemulung khususnya para wanita tidak lain adalah akibat
persoalan tuntutan ekonomi keluarga. Dan Masyarakat melihat para wanit;.
yang memungut sampah bukanlah suatu peke~aan yang menyebabkall
mereka memunculkan kelas sosial dalam masyarakat. Artinya, ketertibatall
wan ita di sekitar tempat TPA di Kampong Jawa mampu berbaur dengall
penduduk sekitamya yang kebanyakan mereka pegawai kantor dan ada juga
yang berdagang dan nelayan. Interaks, kelas sosial yang terbangun dalam
masyarakat tldak menyebabkan paslsr wantta pemulung rendah dlantara para
warga masyarakat lalnnya
WaOlta yang terlibat dalam keglatan pemungut sampah atau sebagal
pemulung merupakan sua tu perahhan 5051al dan peran mereka dl rumah
tangga, berubah menJadl peker)a ·· kasar" tldak lain adalah akibat tuntut"n
ekonoml keluarganya. oan status pekerjaan mereka yang m8SIh aneh dinilai
sebaglan masyarakat kota (bukan masyarakat sekitar TPA) tldak lain akib3t
peran wamta yang beralih fungslnya kep~da pada sektor pelayanan publi<
Kenyataan 1nl memben slnyal bahwa aspek ekonoml dan keterbatasc n
pendidikan serta sempltnya angkatan kef']8 menyebabkan mereka memtl h
alternallf menjadi pemulung dengan resiko tlngkat kerja yang tinggi dEn
menghasilkan proplt yang dapat dikatakan belum ekonomis.
37
Daftar Pustaka
Arts. Ananta dan PrtJono. MSektor Informal Suatu TmJauan Ekonom( datarn Pnsma. No 3. 1985
Babble. Earl. The PractIce of SocIal Research. Belmont. Callf Wodswarth. 1995
Balroch , P, Urban Unemployment In Devoloping Counlnes, Geneva. International. Labour Office. 1973.
Bungln. Burhan. Metodologl Penelitian Kuafllallf . Aktuallsasl Metodologls ke Arah Ragam Vanan Kontemporer, Rajawall Pers, Jakarta. 2001
DWlyanto, Aglls. Penduduk dan Pembangunan. Adltya Media. Yogyakarta 1996.
Edi Swosono, Sn, Studi Kebijakan Pengambangan Sektor Informal, Pusat Penelltlan Pranata Pembangunan, UI, Jakarta. 1986
Effendi, TadJuddln Neer ' Perkembangan Penduduk, Sektor Informal da, Kemingklnan', dalam Agus Dwiyanto, Penduduk dan Pembangunall. Adltya Media Yogyakarta, 1996.
-------- Urbanisas; Pengangguran dan Sektor Informal dl Kola. Gramedlcl Jakarta , 1985.
Hughes. John A , The PhIlosophy 01 SocIal Research, Longman, New Yorf" 1990.
Miles, Matthew B. Ana/isis Data Kualitatil, Universitas Indonesia, Jakarta, 1992
Mulyana, Deddy, Metodologi Penelitian Kualilatif : Paradigma aaru IIm" Komunikasi dan IImu Sosial Lainnya, Remadja Rosdakarya. Bandun9, 2002
Mustain, dkk, Studi Kualitatil Tentang Pekerjaan Anak di Jawa Timur, Ainangg3 University Press, Surabaya, 1999.
Laeyendecker, L. , Tata. Perubahan dan Ketimpangan Suatu Sejarah Sosiologi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1991 .
Papanek, Hanna 'Masalah Koelltjaranlngrat, Aspek Gramedia, Jakarta, 1982.
Penelitian Manusia
Wanita dl Jakarta', dalarn Dalam Penelftian Masyarakat,
OHenburger, Jane C., Sosiologi Wanita. Rineka Cipta, Jakarta, 1996.
Salim, Agus, Teari dan Paradlgma Peneiltlan Sos;al (da,; Denzln Guba den Penerapannya), Tiara Wacana, Yogyakarta, 2001
Sethuraman, S.V., "Informal Sector In IndonesIa. an Assesment of Policies", Technical Report, WEP, Geneva, ILO. 1985
Todaro, M., International MigratIon In Developing Countnes Geneva, IlO, 1978
Stallstik Kesejahteraan Rakyat BPS 1999
Widartl, Olah "Hubungan Antar Sektor Service dan Sektor Informal dl Kota~
dalam Baktr Zalnab dan Chns Manning Angkatan Keqa dl Indonesia Partls/pas!. kesemparan dan Pegangguran RaJawall Pers Jakarta 1984
- . .
I
•