Upload
fik-fikriyaah
View
1.914
Download
11
Embed Size (px)
Citation preview
WILAYAH RAWAN BANJIR KOTA BANDA ACEH
PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
Diajukan sebagai tugas akhir mata kuliah Praktikum SIG
FIKRIYAH
0706265415
DEPARTEMEN GEOGRAFI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
2009
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 2
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah atas anugerah Allah SWT jualah akhirnya upaya pembuatan makalah ini
dapat terwujud. Pembuatan laporan ini merupakan langkah nyata dari mata kuliah Praktikum
Sistem Informasi Geografi. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya atas
kerjasama dari rekan-rekan yang ikut membantu dalam penulisan laporan ini dan juga kami
ucapkan terima kasih kepada dosen yang telah membimbing kami khususnya kepada dosen
mata kuliah dalam penyusunan laporan ini. Sebagian besar saran serta masukan yang masuk
akan sangat diharapkan penulis dalam pembuatan laporan ini.
Penulis menyadari banyak kesalahan yang terdapat pada laporan ini. Singkat kata, upaya
pembuatan laporan ini di dasarkan atas harapan penulis dapat selalu memberikan yang terbaik
dan bermanfaat, baik pada masa kini maupun pada masa yang akan datang
Depok, Desember 2009
Penulis
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 3
DAFTAR ISI
Kata Pengantar 2 Daftar Isi 3 Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang 5 1.2 Tujuan Penelitian 5 1.3 Masalah 6 1.4 Sistematika Penulisan 6
Bab II Tinjauan Pustaka
2.1 Pengertian Banjir 8 2.2 Penyebab Banjir 8 2.3 Faktor Penentu Banjir 10 2.3.1 Curah Hujan 11 2.3.2 Penggunaan Lahan (Landuse) 12 2.3.3 Lereng 12
2.3.4 Jenis Tanah 13
2.4 Korelasi antara curah hujan, penggunaan tanah, lereng, dan jenis tanah dalam menentukan lokasi rawan banjir 13
Bab III Metodologi
3.1 Pengumpulan Data 14 3.2 Metode Pengolahan Data 15 3.3 Metode Analisis 22
Bab IV Fakta Wilayah 4.1 Kondisi Geografis Kota Banda Aceh 23 4.2 Kondisi Fotografi Kota Banda Aceh 23 4.3 Kondisi Geomorfologi Kota Banda Aceh 24 4.4 Kondisi Klimatologi Kota Banda Aceh 24 4.5 Kondisi Litologi Kota Banda Aceh 25
Bab V Hasil Dan Pembahasan
5.1 Hubungan Antar Variabel 27 5.2 Wilayah Rawan banjir 31
Bab V I Kesimpulan 33 Daftar Pustaka 34
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 4
DAFTAR DIAGRAM, GAMBAR, PETA DAN TABEL Diagram Diagram 1. Alur pikir 15 Diagram 2. Modeling GIS 17 Diagram 3. Bagan E-R 18 Diagram 4. Presentase Luas Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 31
Gambar
Gambar 1. Anatomi Dataran Banjir 13
Gambar 2.Lokasi Kota Banda Aceh 23 Ganbar 3. Jenis Tanah Regosol 27 Gambar 4. Perbandingan Curah Hujan dengan Wilayah Banjir 28 Gambar 5. Perbandingan Lereng dengan Wilayah Banjir 28 Gambar 6. Perbandingan Penggunaan Lahan dengan Wilayah Banjir 29 Gambar 7. Perbandingan Jenis Tanah dengan Wilayah Banjir 30 Gambar 8. Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 32 Tabel Tabel 1. Bentuk Data Sekunder beserta sumber perolehannya 15 Tabel 2. Klasifikasi Data 16 Tabel 3. Entitas Curah Hujan- Jenis Tanah 19 Tabel 4. Entitas Curah Hujan- Jenis Tanah- Lereng 19 Tabel 5. Entitas Curah Hujan- Jenis Tanah- Lereng- Penggunaan Tanah 19 Tabel 6. Matriks Keseuaian 20 Tabel 7. Bobot Nilai Curah Hujan 20 Tabel 8. Bobot Nilai Jenis Tanah 21 Tabel 9. Bobot Nilai Lereng 21 Tabel 10. Bobot Nilai Penggunaan Lahan 21 Tabel 11. Luasan Wilayah Rawan banjir 31 Peta Batas Admistrasi Kota Banda Aceh 35 Curah Hujan Di Kota Banda Aceh 37 Jenis Tanah Di Kota Banda Aceh 39 Lereng Di Kota Banda Aceh 38 Penggunaan Tanah Di Kota Banda Aceh 40 Wilayah Banjir Di Kota Banda Aceh 36
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air adalah salah satu sumber alam utama yang sangat diperlukan oleh manusia. Tanpa
air tidak ada kehidupan di dunia ini karena air merupakan benda yang mutlak diperlukan
oleh seluruh manusia dan makhluk hidup lainnya. Meskipun demikian pentingnya
kedudukan air bagi kehidupan di bumi tidak jarang manusia menderita akibat banyaknya
air ataupun kekurangan air (Sandy, 1987).
Indonesia merupakan daerah yang beriklim tropis yang memiliki curah hujan yang
tinggi tiap tahunnya. Umumnya pada saat terjadi hujan di Indonesia selalu kita dengar
banjir melanda dimana-mana. Banjir di Indonesia masih menjadi permasalahan yang
sering dihadapi oleh penduduk kita. Banyak kerugian yang disebabkan karena terjadinya
banjir, bukan hanya harta benda akan tetapi juga jiwa.
Dari pengalaman penangan banjir Pembangunan Jangka Panjang Pertama, maka
dalam Pembangunan Jangka Panjang kedua pola tata ruang dan tata guna lahan pada
Daerah Alirah Sungai (DAS) perlu disesuaikan dengan kondisi daerah rawan banjir yang
ada serta penataan kembali bantara-bantaran sungai baik yang di perkotaan maupun yang
berada di daerah pertanian. Salah satu usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah
banjir ini adalah normalisasi aliran sungai.
Permasalahan banjir di Indonesia pada umumnya disebabkan oleh faktor-faktor
sebagai berikut : posisi Geografi Indonesia dengan curah hujan yang tinggi terutama di
Sumatera dan Jawa. Letak Indonesia yang memiliki wilayan laut yang lebih luas dari
daratan sehingga penguapan lebih besar sehingga curah hujan tinggi. Letak kota dan
kepulauan Indonesia yang terdapat di pinggir pantaiatau dataran rendah, sehingga mudah
terpengaruh oleh peristiwa pasang surutnya air laut ditambah lagi dengan hujan yang
datang cukup tinggi. Perubahan tata guna lahan di daerah pengaliran sungai yang
mengakibatkan peningkatan imbuhan air permukaan (surface runoff) dan peningkatan
erosi permukaan tanah. berkurangnya kapasitas sungai sebagai akibat dari pendangkalan
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 6
sedimentasi dari hasil erosi pada daerah pengaliran sungai maupun terkikisnya tebing dan
dasar sungai. (Departemen Pekerjaan Umum,1994)
Wilayah rawan banjir banjir pulau Sumatera cukup merata terutama pada
sepanjang pesisir pantai utara mulai dari Propinsi Daerah Nanggroe Aceh Darussalam
(NAD), Sumatera Utara, Riau, Jambi hingga propinsi Sumatera Selatan dan Lampung.
Khusus wilayah propinsi NAD banjir seperti sebuah kejadian rutin, terbesar
sekitar tahun 2000 dimana lebih dari separuh kota Banda Aceh terendam air. Beberapa
desa di Kecamatan Teunom, Kabupaten Aceh Jaya adalah rawan banjir akibat luapan
sungai Krueng Tenom apabila kawasan tersebut diguyur hujan lebat selama beberapa
hari. Demikian pula beberapa desa di Kecamatan Trumon Timur, Kabupaten Aceh
Selatan adalah rawan banjir seperti desa Lhok Raya, akibat meluapnya air sungai Krueng
singkil secara tiba tiba.
Kota Banda Aceh merupakan daerah outlet paling ujung yang menerima semua
aliran air dari semua arah mulai dari hulu hingga hilir dalam DAS Krueng Aceh yang
memiliki luas area 197.354,5 hektar dan Krueng Aceh sebagai outlet utamanya. Dengan
demikian penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui dimana saja lokasi rawan banjir
Kota Banda Aceh, Dengan harapan data dan informasi yang diperoleh dapat membantu
kebijakan Pemerintah Daerah Kota Banda Aceh dalam kaitannya dengan penataan ruang.
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
wilayah potensi banjir di Kota Banda Aceh, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam serta
factor penyebab terjadinya banjir di wilayah tersebut.
1.3 Masalah
1. Dimana saja wilayah rawan banjir Kota Banda Aceh?
2. Seberapa besar luasan wilayah rawan banjir di Kota Banda Aceh?
1.4 Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 7
1.2 Tujuan
1.3 Masalah
1.4 Sistematika Penulisan
Bab II Tinjauan Pustaka
2.1 Pengertian Erosi
2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Erosi
2.3 Proses Terjadinya Erosi
2.4 Dampak Erosi
Bab III Fakta Wilayah
3.1 Lokasi Dan Batas Administrasi Kecamatan Sawangan
3.2 Fisiografi Kecamatan Sawangan
3.3 Stratigrafi Kecamatan Sawangan
3.4 Iklim Dan Curah Hujan Kecamatan Sawangan
3.5 Hidrologi Kecamatan Sawangan
3.6 Penggunaan Tanah Kecamatan Sawangan
Bab IV Hasil Dan Pembahasan
4.1 Hubungan Antar Variabel
4.2 Wilayah Erosi
Bab V Kesimpulan
Daftar Pustaka
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Banjir
Menurut Roestam (1996), bahwa banjir terjadi apabila air yang melimpas dari
badan air, apakah dari selokan, saluran drainase, sungai, situ atau danau dan
menggenangi bantaran dan kawasan sekitarnya. Pengertian lain mengatakan bahwa
banjir adalah peristiwa tergenang dan terbenamnya daratan (yang biasanya kering)
karena volume air yang meningkat.
Banjir adalah peristiwa terjadinya genangan di dataran banjir sebagai akibat
terjadinya limpasan air dari sungai, disebabkan oleh debit aliran yang melebihi
kapasitas selain limpasan sungai, genangan banjir dapat terjadi karena potensi hujan
dan kondisi setempat dimana genangan terjadi. (Siswako, 1996).
Sedangkan Kinosita, 1983 mengartikan lain mengenai banjir, banjir adalah
suatu fenomena yang merusak yang terjadi di seluruh dunia. Banyak orang maupun
benda dapat terseret dalam satu detik dalam suatu kejadian banjir. Selain itu banjir
juga dapat menjadi halangan yang fatal dalam proses pembangunan suatu negara.
2.2 Penyebab Banjir
Banjir dapat terjadi karena peluapan air yang berlebihan di suatu tempat akibat
hujan besar, peluapan air sungai, atau pecahnya bendungan sungai. Di banyak daerah
yang gersang di dunia, tanahnya mempunyai daya serapan air yang buruk, atau jumlah
curah hujan melebihi kemampuan tanah untuk menyerap air. Ketika hujan turun, yang
kadang terjadi adalah banjir secara tiba-tiba yang diakibatkan terisinya saluran air
kering dengan air. Banjir semacam ini disebut banjir bandang.
Dilihat dari aspek penyebabnya, jenis banjir yang ada dapat diklasifikasikan menjadi
4 jenis, yaitu:
a. Banjir yang disebabkan oleh hujan yang lama, dengan intensitas rendah (hujan
siklonik atau frontal) selama beberapa hari. Dengan kapasitas penyimpanan air
yang dimiliki oleh masing-masing Satuan Wilayah Sungai (SWS) yang akhirnya
terlampaui, maka air hujan yang terjadi akan menjadi limpasan yang selanjutnya
akan mengalir secara cepat ke sungai-sungai terdekat, dan meluap menggenangi
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 9
areal dataran rendah di kiri-kanan sungai. Jenis banjir ini termasuk yang paling
sering terjadi di Indonesia.
b. Banjir karena salju yang mengalir, terjadi karena mengalirnya tumpukan salju dan
kenaikan suhu udara yang cepat di atas lapisan salju. Aliran salju ini akan
mengalir dengan cepat bila disertai dengan hujan. Jenis banjir ini hanya terjadi di
daerah yang bersalju.
c. Banjir Bandang (flash flood), disebabkan oleh tipe hujan konvensional dengan
intensitas yang tinggi dan terjadi pada tempat-tempat dengan topografi yang
curam di bagian hulu sungai. Aliran air banjir dengan kecepatan tinggi akan
memiliki daya rusak yang besar, dan akan lebih berbahaya bila disertai dengan
longsoran, yang dapat mempertinggi daya rusak terhadap yang dilaluinya.
d. Banjir yang disebabkan oleh pasang surut atau air balik (back water) pada muara
sungai atau pada pertemuan dua sungai. Kondisi ini akan menimbulkan dampak
besar, bila secara bersamaan terjadi hujan besar di daerah hulu sungai yang
mengakibatkan meluapnya air sungai di bagian hilirnya, serta disertai badai yang
terjadi di lautan atau pantai
Sedangkan di tinjau dari tempat banjir di bagi 3 jenis yaitu :
a. Banjir Laut
Banjir laut terjadi karena air laut yang meluap, misalnya karena angin topan, yang
mendorong ombak jauh kedaratan. Selain angin topan, banjir jenis ini dapat juga
disebabkan oleh meletusnya gunung berapi atau gempa bumi.
b. Banjir Sungai
Secara berkala, misalnya dua tahun sekali, air sungai meluap menggenangi
daratan di kanan kirinya. Bantaran sungai biasa di huni oleh manusia dengan
membuat banguna baik semi permanen maupun permanen untuk kebutuhan
tempat tinggal. Daerah bantaran sungai yang masih alami biasanya di tumbuhi
oleh tumbuhan. Penyebab baniir ini antara lain adalah hujan yang lebat atau
melelehnya es atau salju di pegunungan daerah hulu secara mendadk dalam
jumlah yang besar.
c. Banjir Danau
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 10
Air di danau dapat meluap ke daerah sekitarnya karena badai atau angin besar.
Setelah penyebabnya menghilang,air danau tersebut masih dapat bergerak secara
mendadak dan berirama ke satu sisi, kemudian ke sisi yang lain
2.3 Faktor Penentu Banjir
Secara umum, penyebab terjadinya banjir adalah sebagai berikut :
a. Penebangan hutan secara liar tanpa disertai reboisasi
b. Pendangkalan sungai
c. Pembuangan sampah yang sembarangan, baik ke aliran sungai maupun
gorong-gorong. Hal ini dapat menyumbat saluran air sehingga akan
menimbulkan banjir jika terjadi hujan deras.
d. Pembuatan saluran air yang tidak memenuhi syarat.
e. Pembuatan tanggul yang kurang baik. Pada musim hujan, tanggul tersebut
akan bobol karena tidak kuat menahan derasnya air.
f. Air laut, sungai , atau danau yang meluap dan menggenangi daratan.
Penyebab terjadinya banjir baik di dunia maupun di suatu wilayah tergantung
oleh faktor hujan, badai, gelombang tsunami.
• Hujan muson dapat mengakibatkan banjir besar di negara-negara yang
terletak di dekat khatulistiwa.
• Badai juga dapat menyebabkan banjir melalui beberapa cara, di antaranya
melalui ombak besar yang tingginya bisa mencapai 8 meter. Selain itu
badai juga adanya presipitasi yang dikaitkan dengan peristiwa badai. Mata
badai mempunyai tekanan yang sangat rendah, jadi ketinggian laut dapat
naik beberapa meter pada mata guntur.
• Gempa bumi dasar laut maupun letusan pulau gunung berapi yang
membentuk kawah (seperti Thera atau Krakatau) dapat memicu terjadinya
gelombang besar yang disebut tsunami yang menyebabkan banjir pada
daerah pesisir pantai.
Selain penyebab tersebut, penyebab banjir terjadi akibat dari perubahan. Ada
dua faktor perubahan kenapa banjir terjadi :
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 11
1. Pertama itu perubahan lingkungan dimana didalamnya ada perubahan
iklim, perubahan geomorfologi, perubahan geologi dan perubahan tata
ruang. Dan kedua adalah perubahan dari masyarakat itu sendiri.
2. Hujan merupakan faktor utama penyebab banjir. Perubahan iklim
menyebabkan pola hujan berubah dimana saat ini hujan yang terjadi
mempunyai waktu yang pendek tetapi intensitasnya tinggi. Akibat keadaan
ini saluran-saluran yg ada tidak mampu lagi menampung besarnya aliran
permukaan dan tanah-tanah cepat mengalami penjenuhan.
Pertumbuhan penduduk dan urbanisasi akan meningkatkan
pembangunan di daerah urban, seiring dengan waktu, perkembangan
pembangunan meluas hingga lembah sungai. Pembangunan di sekitar sungai
dapat mengakibatkan banjir, karena pembangunan pada lembah sungai
merubah kondisi alami sungai menjadi impermeable, sehingga menyulitkan
proses pernyerapan air ke dalam tanah (Matsuda, 1987).
Perubahan utama di aliran sungai dihasilkan oleh pembangunan
gedung, rumah dan jalan raya di sekitar sungai, dalam penggunaan tanah pada
daerah sekitar aliran sungai awalnya dengan tahap memindahkan vegetasi,
kemudian langkah tersebut diikuti dengan membangun bangunan rumah atau
jalan di sepanjang aliran sungai (Savini dan Kamerer, 1961) sehingga
berkurangnya area resapan air, dan akan memperkecil kapasitas tanah dalam
menyerap air. Semakin kecilnya kapasitas tanah dalam menyerap air maka air
akan melimpas dari badan air. Hal senada juga diungkapkan oleh Marisawa
(1985) dan Leopad (1968) yang menyebutkan bahwa perubahan sungai yang
paling dominan disebabkan oleh manusia dakam hal pengggunaan tanah.
2.3.1 Curah Hujan
Menurut Doelhamit (1984) Hujan yang datangnya lebat walaupun
cepat dengan hujan yang datanya rintik-rintik (sedikit) tentu berbeda kapasitas
tampungan permukaannya maupun resapannya. Banjir yang tergantung dari
waktu dan intensitas curah hujannya, kapasitas resapan, daya tanah tanah
untuk meneruskannya lebih dalam lagi ke dalam tanah.
Curah hujan merupakan salah satu unsur iklim yang erat kaitanya
dengan proses terjadinya banjir. Sandy (1987) menyatakan bahwa hujan adalah
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 12
unsur iklim yang paling tinggi. Karena itu curah hujanlah yang paling banyak
diamati, kalau di bandingkan dengan unsur iklim lainnya. Semakin besar
intensitas, frekuensi dan lamanya curah hujan akan mempengaruhi limpasan.
a. Intensitas Hujan
Pengaruh intesitas curah hujan terhadap limpasan permukaan
tergantung pada kapasitas infiltrasi. Apabila intensitas melampaui
infiltrasi maka besarnya limpasan akan meningkat sesuai dengan
peningkatan intensitas curah hujan, akan tetapi besarnya peningkatan
limpasan tidak sebanding dengan peningkatan intensitas curah hujan,
karena adanay efek dari genangan air di permukaan tanah.
b. Lamanya Curah Hujan
Lamanya curah hujan akan mempengaruhi limpasan, jika hujan singkat
maka limpasan akan berlangsung singkat. Lamanya hujan akan
mempengaruhi penurunan kapasitas infiltrasi tanah.
2.3.2 Penggunaan Lahan (Landuse)
Penggunaan tanah pada hakekatnya tidak lain dari pada perwujudan
atau dampak dari keseluruhan kehidupan (totalitas kehidupan) masyarakat
dalam ruang. Dalam memperhatikan gambaran penggunaan tanah di suatu
daerah, dapat sebenarnya diperkirakan tingkat social kehidupan social dan
ekonomi masyarakat yang ada (Sandy, 1987)
2.3.3 Lereng
Lereng adalah sudut yang dibentuk oleh permukaan tanah dengan
bidang horizontal, dinyatakan dalam persen (Sandy.1989). faktor kemiringan
lereng dibuat berdasarkan peta topografi, makin besar faktor kemiringan
lereng makin besar pula gradiennya. Dengan gradient yang besar menunjukan
relief daerah tersebut makin curam sehingga erosi semakin besar.
Lereng merupakan salah satu unsure fisiografis yang menentukan cepat
atau lambatnya aliran air diatas tanah waktu hujan jatuh. Lereng dinyatakan
dalam persen (%) merupakan hasil tangent kemiringan permukaan tanah.
2.3.4 Jenis Tanah
Banjir yang tergantung dari waktu dan intensitas curah hujannya,
kapasitas resapan, daya tanah tanah untuk meneruskannya lebih dalam lagi
ke dalam tanah. Jenis tanah memperngaruhi seberapa besar tanah tersebut
akan jenuh terhadap air sehingga daya infiltrasinya berkurang.
2.4 Korelasi antara curah hujan, penggunaan lahan, lereng, dan jenis tanah
dalam menentukan lokasi rawan banjir
Curah hujan yang tinggi diatas dengan intensitas yang lama menyebabkan
peluang terjadinya banjir lebih besar, daerah yang memiliki lereng antar 0% - 3 %
dan merupakan dataran banjir (food plain area) dan di lereng-lereng perbukitan
merupakan daerah yang memiliki kerentanan banjir, namun yang terjadi biasanya
manusia lebih sering membangun pemukiman atau pembangunan lainnya di tempat
yang datar yang merupakan wilayah yang memilki potensi banjir yang lebih besar.
Kemampuan tanah dalam menyerap air juga berkurang akibat aktivitas manusia
dalam pembangunan dan mensejahterakan. Wilayah yang memiliki vegetasi yang
baik merupakan daerah yang memiliki daya serap air hujan yang baik di bandingkan
dengan lahan yang telah terbangun dengan pemukiman atau persawahan. Saluran
drainase yang buruk juga meningkatkan potensi banjir.
Gambar 1. Anatomi Dataran Banjir
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 13
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 14
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang dilakukan terdiri dari tiga tahap yaitu pengumpulan
data, pengolahan data dan analisa data.
3.1 Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder, baik data tabular maupun data spasial.
3.1 1. Data sekunder:
Data yang diperlukan untuk mengetahui wilayah rawan banjir Kota
Banda Aceh adalah sebagai berikut :
1) Peta Rupa Bumi Indonesia sheet Kota Banda Aceh skala 1:25.000, berasal
dari Badan Koordinasi dan Survey Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) untuk
mengetahui informasi ketinggian, penggunaan tanah dan jaringan sungai.
2) Data curah hujan diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika (BMKG)
3) Data jenis tanah diperoleh dari peta jenis tanah skala 1:250.000 yang berasal
dari Badan Penelitian Tanah Bogor untuk mengetahui jenis tanah di Kota
Banda Aceh.
Tabel 1. Bentuk data sekunder beserta sumber perolehannya
Bentuk No. Data Sekunder
Tabulasi Spasial
Sumber Perolehan
1. Peta Rupa Bumi Indonesia
skala 1:25.000
v Bakosurtanal
2. Peta jenis tanah skala
1:250.000
v BPT Bogor
3. Peta digital penggunaan
tanah skala 1:25.000
v BPN
5. Data Curah Hujan v BMKG
Alat dan Bahan
Peangkat lunak Arcview 3.3, Arc GIS 9.2. dan Global Mapper 10.
3.2 Metode Pengolahan Data
a. Pembuatan alur pikir
Diagram 1. Alur pikir
Kota Banda Aceh
Curah Hujan Jenis Tanah Lereng Penggunaan Tanah
Wilayah Rawan Banjir
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 15
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 16
b. Pembuatan klasifikasi data
• Curah hujan
Curah hujan diklasifikasikan menjadi dua kelas, yaitu: 1750 - 2000 mm/tahun, 2.000
– 2.500 mm/tahun.
• Jenis tanah
Jenis tanah hanya diklasifikasikan menjadi dua kelas, yaitu : Podzolik Merah Kuning
dan Regosol.
• Lereng
Lereng diklasifikasikan menjadi dua kelas, yaitu: 0 – 2 % dan 2 – 8%.
• Penggunaan Tanah
Penggunaan tanah diklasifikasikan menjadi lima kelas, yaitu: air/sungai, hutan
belukar, kebun campur, pemukiman, dan sawah.
Tabel 2. Klasifikasi Data
Variabel Klasifikasi Kode
Curah Hujan 1.750 – 2.000 mm/tahun
2.000 – 2.500 mm/tahun
CH1
CH2
Jenis Tanah Podzolik Merah Kuning
Regosol
JT1
JT2
Lereng 0 – 2 %
2- 8 %
L1
L2
Penggunaan Tanah Air/Sungai
Permukiman
Sawah
Kebun Campuran
Hutan belukar
PT1
PT2
PT3
PT4
PT5
c. Pembuatan Modeling
Diagram 2. Modeling GIS
Curah Hujan Jenis Tanah
Lereng
Penggunaan
overla
CHJT
overla
CHJTL
overla
CHJTLPT
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda
Query
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 17
d. Pembuatan Bagan E-R
Diagram 3. Bagan E-R
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda
Aceh
e. Pembuatan Tabel Entitas
Terdapat Tabel entitas yang dihasilkan dari bagan E-R di atas :
1. Curah Hujan (CH#, 1.750 - 2000 mm/tahun, 2.000 – 2.500 mm/tahun)
2. Jenis tanah ( JT#, Podzolik Merah Kuning, Regosol)
3. Curah hujan- Jenis Tanah (CHJT#, Ch#, JT#)
4. Lereng (L#, 0-2%, 2-8%)
5. Curah hujan- Jenis Tanah-Lereng (CHJTL#, CH#,JT#, L#)
6. Penggunaan lahan ( PT#, air/sungai, hutan belukar, kebun campuran, permukiman,
sawah)
7. Curah hujan- Jenis Tanah-Lereng-Penggunaan tanah (CHJTLPT#, CH#,JT#L#, PT#)
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 18
Tabel 3. Entitas Curah Hujan- Jenis Tanah
CH
JT
CH 1 CH2
JT1 CH1JT1 CH2JT1
JT2 CH1JT2 CH2JT2
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 19
Tabel 4. Entitas Curah Hujan- Jenis Tanah- Lereng
CHJT
L
CH1JT1 CH2JT2 CH1JT2 CH2JT2
L1 CH1JT1L1 CH2JT2L1 CH1JT2L1 CH2JT2L1
L2 CH1JT1L2 CH2JT2L2 CH1JT2L2 CH2JT2L2
Tabel 5. Entitas Curah Hujan- Jenis Tanah- Lereng- Penggunaan Tanah
PT
CHJTL
PT1 PT2 PT3 PT4 PT5
CH1JT1L1 CH1JT1L1PT1 CH1JT1L1PT2 CH1JT1L1 PT3 CH1JT1L1 PT4 CH1JT1L1 PT5
CH2JT2L1 CH2JT2L1PT1 CH2JT2L1PT2 CH2JT2L1 PT3 CH2JT2L1 PT4 CH2JT2L1 PT5
CH1JT2L1 CH1JT2L1PT1 CH1JT1L2PT2 CH1JT2L1PT3 CH1JT2L1PT4 CH1JT2L1PT5
CH2JT2L1 CH2JT2L1PT1 CH2JT2L1PT2 CH2JT2L1PT3 CH2JT2L1PT4 CH2JT2L1PT5
CH1JT1L2 CH1JT1L2PT1 CH1JT1L2PT2 CH1JT1L2PT3 CH1JT1L2PT4 CH1JT1L2PT5
CH2JT2L2 CH2JT2L2PT1 CH2JT2L2PT2 CH2JT2L2PT3 CH2JT2L2PT4 CH2JT2L2PT5
CH1JT2L2 CH1JT2L2PT1 CH1JT2L2PT2 CH1JT2L2PT3 CH1JT2L2PT4 CH1JT2L2PT5
CH2JT2L2 CH2JT2L2PT1 CH2JT2L2PT2 CH2JT2L2PT3 CH2JT2L2PT4 CH2JT2L2PT5
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 20
f. Membuat matriks kesesuaian
Hasil yang diharapkan adalah menghasilkan tiga wilayah rawan yaitu wilayah dengan
kriteria yaitu : tidak rawan, rawan dan sangat rawan dengan matriks kesesuaian sebagai
berikut:
Tabel 6. Matriks Kesesuaian
Unsur Penilai Wilayah Kerawanan
Tidak Rawan Rawan Sangat Rawan
Curah Hujan (mm/ th) 1750 – 2000 2.000- 2.500 2.000 – 2.500
Jenis Tanah Regosol Podzolik Merah Kuning Podzolik Merah
Kuning
Lereng (%) 2 - 8 0 - 2 0 - 2
Penggunaan Tanah Hutan Belukar,
Kebun Campuran,
Sawah
Sawah Pemukiman,
Air/Sungai
g. Pembobotan tiap unsur penilai
Adapun pembobotan ini dilakukan agar memudahkan untuk proses overlay dan
menganalisis wilayah mana yang tidak rawan, rawan, dan sangat rawan.
Tabel 7. Bobot Nilai Curah Hujan
Curah Hujan (mm/
tahun)
Bobot Nilai
1750 – 2000 1
2.000 – 2.500 2
Tabel 8. Bobot Nilai Jenis Tanah
Jenis Tanah Bobot nilai
Regosol 1
Podzolik Merah Kuning 2
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 21
Tabel 9. Bobot Nilai Lereng
Kelas lereng (%) Bobot Nilai
0 - 2 1
2 – 8 2
Tabel 10. Bobot Nilai Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan Bobot Nilai
Air/sungai 1
Permukiman 1
sawah Pada L1 =1 dan Pada L2 = 2
Kebun Campuran 2
Hutan Belukar 2
h. Membuat formula query
• Wilayah tidak rawan: [( Curah Hujan = “1750 - 2000”)] and [( Jenis Tanah
= “Regosol”)] and [( Penggunaan Tanah= “Hutan
belukar”)] or [( Penggunaan Tanah= “Kebun
campuran”)] or [( Penggunaan Tanah= “Sawah”)].
• Wilayah rawan: [( Curah Hujan = “2.000 – 2.500”)] and [( Jenis Tanah
= “Podzolik Merah Kuning”)] and [( Penggunaan
Tanah= “Sawah”)].
• Wilayah sangat rawan : [( Curah Hujan = “2000 - 2.500”)] and [( Jenis Tanah
= “Podzolik Merah Kuning”)] and [( Penggunaan
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 22
Tanah= “Air/Sungai”)] or [( Penggunaan Tanah=
“Permukiman”)].
3.3 Metode Analisis
Analisis dilakukan setelah semua data telah diolah. Adapun dalam pengolahan data
menggunakan analisis overlay untuk mendapatkan pola spasial dari wilayah rawan banjir di
Kota banda Aceh dan hasil dari overlay ini akan dijelaskan secara deskriptif.
BAB IV
FAKTA WILAYAH
4.1 Kondisi Geografi Kota Banda Aceh
Keberadaan wilayah geografis Kota Banda Aceh terletak antara 050
16' 15" - 050 36' 16" Lintang Utara dan 950 16' 15" - 950 22' 35" Bujur Timur
dengan tinggi rata-rata 0,80 meter diatas permukaan laut. Luas wilayah
administratif Kota Banda Aceh sebesar 61.359 Ha atau kisaran 61, 36 Km2
dengan batas-batas sebagai berikut :
Utara Selat malaka
Selatan Kecamatan Darul Imarah Dan Kecamatan Ingin Jaya
Kabupaten Aceh besar
Timur Kecamatan Barona jaya Dan Kecamatan Darussalam
Kabupaten Aceh Besar
Barat Kecamaan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar
Kota Banda Aceh
Gambar 2 : Lokasi Kota Banda Aceh
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 23
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 24
4.2 Kondisi Topografi Kota Banda Aceh
Kota Banda Aceh merupakan dataran rawan banjir dari luapan Sungai Krueng Aceh
dan 70% wilayahnya berada pada ketinggian kurang dari 10 meter dari permukaan laut. Ke
arah hulu dataran ini menyempit dan bergelombang dengan ketinggian hingga 50 m di atas
permukaan laut. Dataran ini diapit oleh perbukitan terjal di sebelah Barat dan Timur dengan
ketinggian lebih dari 500 m, sehingga mirip kerucut dengan mulut menghadap ke laut.
4.3 Kondisi Geomorfologi Kota banda Aceh
Daerah pesisir Kota Banda Aceh secara garis besar dibagi menjadi :
1. Dataran terdapat di pesisir pantai utara dari Kecamatan Kuta Alam hingga sebagian
Kecamatan Kuta Raja.
2. Pesisir pantai wilayah barat di sebagian Kecamatan Meuraxa.
Sedangkan daerah yang termasuk pedataran sampai dengan elevasi ketinggian 0
hingga lebih dari 10 m, lereng 0 - 2 % terletak antara muara-muara sungai dan perbukitan.
Dari kondisi geologi Pulau Sumatera dilalui oleh patahan aktif Sesar Semangko yang
memanjang dari Banda Aceh hingga Lampung. Patahan ini bergeser sekitar 11 cm/tahun dan
merupakan daerah rawan gempa dan longsor.
Kota Banda Aceh diapit oleh dua patahan di Barat dan Timur kota, yaitu patahan
Darul Imarah dan Darussalam, sehingga Banda Aceh adalah suatu daratan hasil ambalasan
sejak Pilosen membentuk suatu Graben. Ini menunjukkan ruas-ruas patahan Semangko di
Pulau Sumatera dan kedudukannya terhadap Kota Banda Aceh, dan kedua patahan yang
merupakan sesar aktif tersebut diperkirakan bertemu pada pegunungan di sebelah Tenggara,
sehingga dataran Banda Aceh merupakan batuan sedimen yang berpengaruh kuat apabila
terjadi gempa di sekitarnya. Gambar berikut menjelaskan struktur patahan semangko yang
melintasi wilayah Kota Banda Aceh.
4.4 Kondisi Klimatologi Kota Banda Aceh
Klimatologi Kota Banda Aceh memiliki suhu udara rata-rata bulanan berkisar antara
25,50 C sampai 27,50 C dengan tekanan 1008 – 1012 milibar. Sedangkan untuk suhu terendah
dan tertinggi bervariasi antara 18,00 C hingga 20,00 C dan 33,00 C hingga 37,00 C.
Kelembaban udara di Kota Banda Aceh sangat bervariasi tergantung pada keadaan
iklim pada umumnya. Kelembaban udara dari data tahun 1998 berkisar antara 75% - 87%.
Kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan Desember dan terendah pada bulan Juni.
Kecepatan angin bertiup antara 2 – 28 knots. Sebagai gambaran dapat diamati grafik
perkembangan kondisi klimatologis Kota Banda Aceh selama setahun yang meliputi curah
hujan rata-rata bulanan; suhu udara rata-rata; maksimum dan minimum; tingkat kelembaban
relatif rata-rata; maksimum dan minimum; serta kecepatan angin rata-rata; maksimum dan
minimum.
Kota Banda Aceh dibelah oleh Krueng Aceh yang merupakan sungai terpanjang di
kawasan Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar. Terdapat tujuh sungai yang melalui
Kota Banda Aceh yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air (Catchment Area), sumber air
baku, kegiatan perikanan, dan sebagainya. Wilayah Kota Banda Aceh memiliki air tanah
yang bersifat asin, payau dan tawar. Daerah dengan air tanah asin terdapat pada bagian utara
dan timur kota sampai ke tengah kota. Air payau berada di bagian tengah kota membujur dari
timur ke barat. Sedangkan wilayah yang memiliki air tanah tawar berada di bagian selatan
kota membentang dari kecamatan Baiturrahman sampai kecamatan Meuraxa. Tabel berikut,
menjelaskan nama-nama sungai dan luas daerah resapannya. Klimatologi Kota Banda Aceh
memiliki suhu udara rata-rata bulanan berkisar antara 25,50 C sampai 27,50 C dengan tekanan
1008 - 1012 milibar.
4.5 Kondisi Litologi Kota Banda Aceh
Kondisi tanah yang umumnya terdapat di Kota Banda Aceh secara umum dan
khususnya di daerah pesisir ini didominasi oleh jenis tanah Podzolik Merah Kuning (PMK)
dan Regosol dengan tekstur tanah antara sedang sampai kasar.
Gambar 3. Jenis Tanah Regosol
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 25
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 26
Sebagai hasil erosi partikel-partikel tanah diendapkan melalui media air sungai atau
aliran permukaan pada daerah rendah. Pada daerah pesisir terjadi endapan di tempat-tempat
tertentu seperti Krueng Aceh dan anak-anak sungai lainnya, seperti pada belokan sungai
bagian dalam. Hasil sedimentasi oleh aliran permukaan setempat dijumpai sebagai longgakan
tanah pada bagian tertentu.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hubungan Antar Variabel
5.1.1 Curah Hujan dengan Luas Wilayah Rawan Banjir di Kota Banda Aceh
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa curah hujan memiliki peran
yang sangat besar terhadap potensi terjadinya banjir. Dari hasil pengolahan data,
diketahui bahwa dibuktikan di daerah-daerah yang memiliki curah hujan yang
lebih menengah ( 1750 - 2000 mm/th, berada di bagian barat Kota Banda Aceh)
merupakan wilayah yang tidak rawan sebagian kecil tapi sebagian besar sangat
rawan karena dilihat variabel lainya yang juga faktor penentu banjir. Untuk daerah
yang memiliki tingkat curah hujan tinggi (yaitu 2.000- 2.500 mm/th, berada di
bagian timur Kota Banda Aceh) kebanyakan wilayah rawan dan sangat rawan.
Tetapi curah hujan yang tinggi pula ( yaitu curah hujan 2.000 - 2500 mm/th, berada
di bagian barat daya Kecamatan Sawangan), tetapi justru tidak rawan banjir karena
lerengnya sebesar 2 – 8 %. Tetapi secara keseluruhan wilayah dengan curah hujan
tinggi merupakan wilayah yang rawan bahkan sangat rawan banjir. Sehingga dapat
kita hubungkan antara curah hujan dengan banjir, bahwa curah hujan berbanding
lurus dengan banjir. Gambar 4. Perbandingan Curah Hujan dengan Wilayah Rawan Banjir
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 27
5.1.2 Lereng dengan Luas Wilayah Rawan Banjir di Kota Banda Aceh
Lereng memiliki peranan dalam menentukan kecepatan dan volume air larian
(run off). Dari hasil pengolahan data, kelas lereng 2- 8 % (berada di bagian
tenggara dan sebagian di selatan Kota Banda Aceh dan hanya sebagian kecil
wilayah Kota Banda Aceh), wilayah rawan banjir di daerah tersebut dimulai dari
tidak rawan, rawan, hingga sangat rawan. Untuk wilayah dengan kelas lereng 0 –
2% ( tersebar cukup merata di Kota Banda Aceh) menunjukkan wilayah rawan
banjir dan sangat rawan banjir teutama yang berlokasi di dekat pantai. Lereng 0 – 2
% yang terdapat di Kota Banda Aceh ini rata terjadi penggenangan air ketika hujan
turun, air tidak dapat lari ke tempat yang lain karena wilayah ini sangat datar dan
genangan terus meninggi sehingga terjadi banjir. Dari hasil pengolahan data yang
dilakukan maka semakin nilai persen lerengnya kecil maka kerawanan akan
semakin tinggi (rawan dan sangat rawan). Selain itupula ada pengaruh dari
variable-variabel yang lain yang mempengaruhi kerawanan suatu wilayah terhadap
terjadinya genangan air (banjir).
Gambar 5. Perbandingan Lereng dengan Wilayah Erosi
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 28
5.1.3 Landuse dengan Luas Wilayah Rawan Banjir di Kota Banda Aceh
Landuse (Penggunaan lahan) memiliki pengeruh yang cukup besar dalam
peristiwa banjir karena penggunaan lahan mempengaruhi seberapa besar air hujan
yang terinfiltrasi kedalam tanah dan air hujan yang menjadi air pemukaan (Surface
Runoff) . Penggunaan lahan Dari hasil pengolahan data dapat diketahui bahwa,
daerah yang tutupan lahan berupa air atau sungai ( mengalir dari selatan ke utara
yaitu sungai Krueng), permukiman (berada di bagian utara Kota Banda Aceh),
sawah (mendominasi penggunaan lahan kota banda aceh) merupakan wilayah yang
sangat rawan banjir ( terlebih dipengaruhi oleh vurah hujan yang tinggi). Untuk
wilayah dengan penggunaan tanah hutan belukar (berada di barat daya Kota Banda
Aceh) dan Kebun Campuran (berada di bagian tenggara Kota Banda Aceh)
merupaka wilayah yang tidak rawan bencana banjir. Dari penjabaran tersebut,
dapat kita tarik hubungan antara penggunaan tanah dengan wilayah rawan bencana
banjir, yaitu pada penggunaan lahan sawah, air/sungai dan pemukiman merupakan
penggunaan lahan yang sangt rawan banjir karena sawah sudah sangat jenuh air
sehingga tidak lagi mampu menampung, air/sungai meluao ketika hujan, dan
pemukiman memiliki daya resapan (infiltrasi) yang rendah dan run offnya tinggi. Gambar 6. Perbandingan Penggunaan Tanah dengan Wilayah Erosi
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 29
5.1.4 Jenis Tanah dengan Luas Wilayah Rawan Banjir di Kota Banda Aceh
Tanah memiliki peranan dalam erodibilitas ( mudah tidaknya kejadian
suatu peristiwa erosi dan kemampuan tanah dalam menyerap air juga tingkat
kejenuhan tanah terhadap air). Tanah di Kota Banda Aceh merupakan tanah
Regosol dan Podzolik Merah Kuning dengan tekstur tanah antara sedang
sampai kasar. Sebagai hasil erosi partikel-partikel tanah diendapkan melalui
media air sungai atau aliran permukaan pada daerah rendah. Pada daerah
pesisir terjadi endapan di tempat-tempat tertentu seperti Krueng Aceh dan
anak-anak sungai lainnya, seperti pada belokan sungai bagian dalam. Hasil
sedimentasi oleh aliran permukaan setempat dijumpai sebagai longgakan tanah
pada bagian tertentu. Karena jenis tanah yang terdapat di Kota Banda Aceh
Regosol dan Podzolik Merah Kuning yang cenderung sulit meresapkan air
maka sangat berpengaruh terhadap rawan banjir.
Gambar 7. Perbandingan Jenis Tanah dengan Wilayah rawan banjir
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 30
5.2 Wilayah Rawan Banjir
Pada dasarnya, semua tempat dimuka bumi rawan dengan bencana banjir.
Yang membedakan adalah tingkatan yang terjadi di wilayah tersebut adalah
kerawanannya : sangat rawan, rawan, atau justru tidak rawan. Dari hasil pengolahan data
dapat diketahui bahwa wilayah di Kota Banda Aceh sebagian besar merupakan wilayah
yang sangat rawan terhadap terjadinya banjir, selanjutnya yaitu rawan, dan hanya sedikit
wilayah yang tidak berpotensi. Presentase luasan wilayah rawan banjir di Kota Banda
Aceh dapat di lihat di (tabel.11). Wilayah yang sangat rawan memiliki persentase sebesar
54% dengan luas wilayah 702.352 Ha. Persentase wilayah rawan banjir sebesar 38%
dengan luas wilayah 505.307 Ha, dan yang tidak berpotensi hanya 8% dari luas
keseluruhan wilayah Kota Banda Aceh yaitu dengan luas 104.239 Ha.
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 31
Tabel 11. Luasan Wilayah Rawan Banjir
Diagram 4. Persentase Luas Wilayah Rawan Banjir Kota banda Aceh
Kerawanan Luas (Ha) Persentase (%)
Sangat Rawan 702.352 54
Rawan 505.307 38
Tidak Rawan 104.239 8
Sebaran Wilayah rawan banjir di Kota Banda Aceh dapat dilihat dari Kecamatan yang
ada di Kota Banda Aceh. Wilayah yang sangat rawan bencana banjir yaitu Kecamatan
Kutaraja yang berada di sebelah utara Kota Banda Aceh, Kecamatan Kutaalam yang berada
di sebelah utara Kota Banda Aceh, Kecamatan Meuraxa yang berada di sebelah barat Kota
Banda Aceh, Kecamatan Benda Jaya yang berada di sebelah selatan Kota Banda Aceh, dan
Kecamatan Baiturahman yang berada di sebelah tengah Kota Banda Aceh.
Sedangkan Wilayah yang rawan banjir yaitu Kecamatan Syahkuala yang berada di
sebelah timur Kota Banda Aceh, Sebagian besar Kecamatan Ulee Kareng yang berada di
sebelah tenggara Kota Banda Aceh. Dan yang tidak rawan banjir yaitu Kecamatan Jaya Baru
yang berada di sebelah darat daya Kota Banda Aceh dan sebagian kecil Kecamatan Ulee
Kareng.
Gambar 8. Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 32
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 33
BAB VI
KESIMPULAN
Dari penjabaran dan pembahasan di atas mengenai banjir, dapat kita simpulkan
beberapa hal berikut:
• Curah hujan berbanding lurus dengan banjir; semakin tinggi curah hujan maka banjir
yang terjadi akan semakin besar, dan wilayah tersebut dapat dikatakan rawan banjir.
• Jenis tanah berpengaruh terhadap peristiwa banjir; antara lain adalah:
- Kumpulan unsur organik yang terdapat di atas permukaan tanah akan
memperlambat kecepatan air larian.
- Struktur tanah yang granuler dan lepas tahan terhadap erosi sebab memiliki
kemampuan meloloskan air larian dengna demikian, menurunkan laju
kecepatan dari air larian tersebut.
- Tanah dengan kemampuan permeabilitas yang tinggi tahan terhadap banjir
karena mampu meningkatkan laju infiltrasi sehingga kecepatan air larian akan
menurun.
• Lereng berbanding terbalik dengan banjir; semakin besar kelas lereng di suatu
wilayah makan wilayah tersebut semakin sedikit kerawanannya terhadap banjir dan
semakin kecil niali % lereng (datar wilayahnya) maka wilayah tersebut semakin
rawan terhadap bencana banjir.
• Landuse (penggunaan lahan) berpengaruh terhadap rawan tidaknya suatu wilayah.
Wilayah dengan penggunaan lahan sawah rawan terjadi banjir, begitu juga dengan
mermukiman, dan Air/sungai. Sedangkan hutan belukar dengan kebun campuran pada
wilayah penelitian meruapan wilayah yang tidak rawan terjadinya banjir.
• Kota banda Aceh merupakan Kota yang sangat rawan bencana banjir, selain karena
Kota tersebut berada di pinggir pantai yang lerengnya datar, dan juga masih terdapat
banyak sawah. Kecamatan-Kecamatan yang sangat rawan bajir diantaranya yaitu
Kutaraja, Kutaalam, Meuraxa, Bendajaya, dan Baiturahman. Dan yang rawan yaitu
Kecamatan Syahkuala, dan sebaian besar Ulee Kareng. Sedangkan yang tidak rawan
bencana banjir yaitu Jaya Baru dan sebagian kecil Elee Kareng.
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 34
DAFTAR PUSTAKA
- ______. “Gambaran Umum Wilayah Penelitian dalam : Banda Aceh”. ( 19 November
2009).
- ______. 2006. Reskontruksi Banda Aceh Pasca Tsunami” : Dinas Pekerjaan Umum
Kota Depok, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
- Asdak,Chay.2004.”Hidrologi Dan Pengelolaan Daerah Aliran Sunga”i.Universitas
Gajah Mada: Yogyakarta.
- Waryono, Tarsoen. 2007. “Kuliah 3 Erosi dan Konservasi Tanah”. Depok :
Departemen Geografi, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Indonesia
- Banda Aceh Dalam Angka, 2007. Badan Pusat Statistik Banda Aceh.
- http://www.bandaaceh.go.id/statics/detail/sekilas_geografi_kondisi_tanah (13 desember 2009)
- www.tsunamis.com/tsunami-pictures-5.html (13 Desember 2009)
- www.themoneyalert.com/images/Flood (13 Desember 2009)
- www.ucalgary.ca/.../Regosol/RegosolMarine (13 Desember 2009)
- www.stadtentwicklung.berlin.de/.../ea101_09 (13 Desember 2009)
- http://www.serambinews.com/nanggroe/view/14/kutaraja (13 Desember 2009)
- www.aangbagaskara.files.wordpress.com/2008/12/banda aceh (13 Desember 2009)
Lampiran Peta
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 35
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 36
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 37
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 38
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 39
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 40
Wilayah Rawan Banjir Kota Banda Aceh 41