Transcript

Profil Wilayah Provinsi Papua Barat

1

1.1

ASPEK FISIK DASAR

Aspek fisik dasar yang akan dipaparkan diantaranya mengenai batas administrasi dan geografi, klimatologi, suhu dan kelembaban, morfologi, kondisi geologi, karakteristik tanah, Hidrologi, karakteristik hidro-oseanografi, dan ketersediaan lahan. 1.1.1 Perkembangan Pembentukan Daerah

Provinsi Papua Barat secara definitif dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 dengan nama Provinsi Irian Jaya Barat bersamaan dengan pembentukan Provinsi Irian Jaya Tengah, Kabupaten Mimika, Kabupaten Paniai, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong. Namun pemekaran wilayah provinsi ini ditangguhkan karena terjadi penolakan terhadap pemekaran ini, sementara pemekaran kabupaten tetap dilaksanakan sesuai UU Nomor 45 Tahun 1999 tersebut. Berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat,

1-1

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Waropen, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, Kabupaten Teluk Bintuni, dan Kabupaten Teluk Wondama di Provinsi Papua, maka terjadi pemekaran untuk beberapa kabupaten. Pemekaran wilayah untuk Provinsi Irian Jaya Barat sebagai berikut: 1. Kabupaten Sorong dengan dua kabupaten pemekaran, yaitu: Kabupaten Sorong Selatan dan Kabupaten Raja Ampat. 2. Kabupaten Manokwari dengan dua kabupaten pemekaran, yaitu: Kabupaten Teluk Bintuni dan Kabupaten Teluk Wondama 3. Kabupaten Fak Fak dengan satu kabupaten pemekaran, yaitu Kabupaten Kaimana

Setelah memiliki wilayah yang jelas, penduduk, aparatur pemerintahan, anggaran, anggota DPRD, serta gurbernur dan wakil gubernur definitive, Provinsi Irian Jaya Barat mulai membangun dirinya secara sah. Sejak tanggal 18 April 2007, Provinsi Irian Jaya Barat berubah nama menjadi Provinsi Papua Barat, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007. Pada tahun 2008 dimekarkan satu kabupaten baru di Provinsi Papua Barat yaitu Kabupaten Tambrauw. Dasar hukum pembentukan Kabupaten Tambrauw adalah UndangUndang Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2008 dengan ibukota kabupaten yang terdapat di distrik Fef. Berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 127/PUUVII/2009 tanggal 25 Januari 2009, Kabupaten Tambrauw dibentuk dari sebagian bekas wilayah Kabupaten Sorong dan Kabupaten Manokwari, yaitu Distrik Abun, Distrik Amberbaken, Distrik Fef, Distrik Kebar, Distrik Kwoor, Distrik Miyah, Distrik Moraid, Distrik Mubrani, Distrik Sausapor, Distrik Senopi, dan Distrik Yembun. Berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi RI (Nomor 127/PUU-VII/2009 tanggal 25 Januari 2009), maka batas wilayah Kabupaten Tambrauw adalah sebagai berikut: Utara Selatan Barat Timur : Samudera Pasifik : Kabupaten Sorong Selatan : Kabupaten Sorong : Distrik Sidey, Kabupaten Manokwari

Pada tahun 2009 terdapat kabupaten baru yang dimekarkan yaitu Kabupaten Maybrat. Kabupaten Maybrat merupakan pemekaran dari wilayah kabupaten Sorong. Pada 27 Oktober 2008 dikeluarkan Keputusan Bupati Sorong Selatan Nomor 133 Tahun 2008 tentang Penyerahan Sebagian Cakupan Wilayah Bawahan Kabupaten Sorong Selatan ke

LAPORAN AKHIR 1-2

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Kabupaten Sorong, wilayah yang diserahkan terdiri dari 11 (sebelas) distrik, yaitu: Distrik Aifat, Distrik Aifat Utara, Distrik Aifat Timur, Distrik Aifat Selatan, Distrik Aitinyo Barat, Distrik Aitinyo, Distrik Aitinyo Utara, Distrik Ayamaru, Distrik Ayamaru Utara, Distrik Ayamaru Timur, dan Distrik Mare. Pada 16 Januari 2009 disahkanlah UURI Tahun 2009 Nomor 13 tentang Pembentukan Kabupaten Maybrat sebagai hasil pemekaran dari kabupaten Sorong. Adapun komposisi distrik bawahannya adalah tepat sama dengan komposisi distrik di atas. Ini terjadi karena pemekaran dari Kabupaten Sorong Selatan belum memenuhi syarat teknis dan legalitas, jadi upaya percepatan berupa pemindahan kembali 11 distrik calon distrik Kabupaten Maybrat untuk sementara waktu ke kabupaten induknya, dan dilanjutkan dengan proses pembentukan Kabupaten Maybrat sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Sorong, bukan dari Kabupaten Sorong Selatan. Peresmian dilakukan pada tanggal 15 April 2009 di Jakarta, adapun batas wilayah Kabupaten Maybrat adalah sebagai berikut: Utara Selatan Barat Timur 1.1.2 : Fef, Senopi, Kebar : Kokoda, Kais : Moswaren, Wayer, Sawiat : Moskona Utara, Moskona Selatan Batas Administrasi dan Geografi

Provinsi Papua Barat secara geografis terletak pada 124-132 Bujur Timur dan 0-4 Lintang Selatan, tepat berada di bawah garis khatulistiwa dengan ketinggian 0-100 meter dari permukaan laut. Kabupaten Fakfak merupakan kabupaten tertinggi dengan ketinggian 10-100 meter diatas permukaan laut, sedangkan kota-kota lainnnya berkisar antara 10-50 meter diatas permukaan laut. Batas geografis Provinsi Papua Barat adalah : Sebelah Utara Sebelah Barat Sebelah Timur : Samudera Pasifik : Laut Seram (Provinsi Maluku) : Provinsi Papua Sebelah Selatan: Laut Banda (Provinsi Maluku)

Wilayah Provinsi Papua Barat memiliki 11 wilayah Pemerintahan Daerah yang terdiri dari 9 Kabupaten dan 1 Kota, 154 distrik, dan 1.361 kampung dengan luas wilayah secara keseluruhan sebesar 97.024,37 km (berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2008). Luas dan perbandingan persentase luas wilayah kota kabupaten di Provinsi Papua Barat disajikan pada Tabel 1.1 dan Gambar 1.2. Pembagian Daerah Administratif menurut Kabupaten/Kota Tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 1.2. Secara spasial administrasi Provinsi Papua Barat diperinci berdasarkan kabupaten/kota dapat dilihat pada Gambar 1.1. Tabel 1.1 Luas Wilayah dan Persentase menurut Kabupaten/Kota LAPORAN AKHIR 1-3

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028Persentase (%) 9,91 12,80 10,35 12,55 7,08 13,63 9,60 4,21

No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Kabupaten/Kota Kabupaten Fakfak Kabupaten Kaimana Kabupaten Teluk Wondama Kabupaten Teluk Bintuni Kabupaten Manokwari Kabupaten Sorong Selatan Kabupaten Sorong Kabupaten Raja Ampat Kabupaten Tambrauw Kabupaten Maybrat Kota Sorong

Luas Planemetrik (Km2) 14.320 18.500 14.953,8 18.136,99 10.236,5 19.699 13.871 6.084,52 15.665 12.111 943,52

10,84

8,380,65 100,00

Total 144.521,33 Sumber: Provinsi Papua Barat Dalam Angka 2010

Gambar 1.1 Persentase Luas Wilayah Provinsi Papua Barat Menurut Kabupaten/Kota

Sumber: Diolah dari Provinsi Papua Barat Dalam Angka 2010

Tabel 1.2 Pembagian Daerah Administratif Provinsi Papua Barat menurut Kabupaten/Kota Tahun 2008No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Kabupaten/Kota Kabupaten Fakfak Kabupaten Kaimana Kabupaten Teluk Wondama Kabupaten Teluk Bintuni Kabupaten Manokwari Kabupaten Sorong Selatan Kabupaten Sorong Kabupaten Raja Ampat Kabupaten Tambrauw Kabupaten Maybrat Kota Sorong Total IbuKota Fakfak Kaimana Wasior Bintuni Manokwari Teminabuan Aimas Waisai Fef Kumurkek Sorong Jumlah Kecamatan 9 7 13 24 29 13 18 13 11* 11 6 154 Jumlah Kelurahan 7 2 1 2 9 2 13 1 1 30 68 Jumlah Kampung 122 84 75 114 402 110 118 97 53 108 1293

LAPORAN AKHIR 1-4

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

* Disesuaikan dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 127/PUU-VII/2009

LAPORAN AKHIR 1-5

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Gambar 1.2 Peta Batas administrasi Provinsi Papua Barat

LAPORAN AKHIR 1-6

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

1.1.3

Klimatologi

Provinsi Papua Barat terletak tepat di sebelah Selatan garis khatulistiwa sehingga termasuk dalam wilayah tropika humida. Karena daerahnya yang bergunung-gunung, maka iklim di Provinsi Papua Barat sangat bervariasi melebihi daerah Indonesia lainnya. Pola umum iklim dan cuaca sangat dipengaruhi oleh topografinya yang kasar. Suhu sangat bergantung dari ketinggian, sedangkan ketinggian dan kejajaran barisan pegunungan mempengaruhi pola angin dan presipitasi dalam setiap daerah. Iklim di Provinsi Papua Barat memiliki 3 (tiga) pola yaitu pola tunggal (A dan D), pola berfluktuasi (B), dan pola ganda (C). Pola tunggal A atau pola sederhana (simple wave) memiliki curah hujan terendah pada bulan Juli/Agustus. Pola tunggal D memiliki curah hujan tertinggi pada bulan Juli/Agustus. Pola A dan D menunjukkan adanya perbedaan yang jelas antara jumlah curah hujan pada musim hujan dan musim kemarau. Pada pola B, perbedaan antara jumlah curahan pada musim hujan dan musim kemarau tidak jelas. Pada pola ini biasanya curah hujan bulanan tidak teratur atau hampir merata sepanjang tahun. Pada pola C, dalam setahun terjadi dua kali puncak curahan tertinggi atau dua kali puncak curahan terendah. 1.1.3.1 Curah Hujan Musim di Papua Barat dicirikan oleh angin Tenggara yang bertiup sekitar pertengahan April hingga September dan Muson Barat Laut yang di mulai dalam bulan Oktober hingga Maret. Angin Tenggara dan muson Barat Laut biasanya panas dan mengandung uap air yang diangkut ketika melewati samudera. Jumlah hujan yang jatuh di setiap tempat di Papua secara khusus dikendali oleh topografi. Musim hujan di setiap daerah tergantung dari waktu di mana musim ini terpaparkan pada satu atau kedua sistem angin tersebut. Pada umumnya pegunungan di Kepala Burung, pantai Utara dan di sebelah Utara kordirela mendapatkan hujan terbanyak dari angin Barat Laut dalam bulan Oktober hingga Maret, sedangkan dataran rendah di Selatan Kepala Burung dan jazirah Onin dan Bomberai serta dataran rendah di Selatan kordirela mendapatkan hujan terbanyak antara bulan April dan September ketika angin bertiup dari arah tenggara. Pola umum ini menjadi rumit oleh topografi dan pola angin. Tabel 1.3 Banyaknya Curah Hujan di Provinsi Papua Barat Tahun 2003-2007 (mm)Kabupaten/Kota Kab. Fakfak Kab. Kaimana Kab. Teluk Wondama Kab. Teluk Bintuni Kab. Manokwari Kab. Sorong Selatan Kab. Sorong 2003 3.091 2.313 1.470 2.836 2.836 2004 3.586 133 1.323 2.048 2.048 2005 3.209 127 2.600 2.537 2.537 2006 3.689 1.680 2.319 2.345 2.351 2007 3.067,9 970 1.492 4.964,3 4.964,3 2008 2.106,3 1.059 1.602 4.964,3 4.306

LAPORAN AKHIR 1-7

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-20282006 2.351 181 2007 4.964,3 369 2008 4.306 358,2

Kabupaten/Kota 2003 2004 2005 Kab. Raja Ampat 2.836 2.048 2.537 Kota Sorong 2.836 2.047 211 Sumber: Provinsi Papua Barat dalam AngkaTahun 2009

Berdasarkan jumlah curah hujannya wilayah Papua Barat memiliki tiga kelas curah hujan, yaitu kelas I dengan curah hujan antara 0 s.d. 1000 mm/tahun; kelas II dengan curah hujan antara 1000 s.d. 2000 mm/tahun; kelas III dengan curah hujan antara 2000 s.d. 3000 mm/tahun; kelas IV dengan curah hujan antara 3000 s.d. 4000 mm/tahun; dan kelas V dengan curah hujan antara 4000 s.d. 5000 mm/tahun. Hampir seluruh wilayah Papua Barat memiliki kelas curah hujan tipe III pola C, dengan curah hujan sekitar 2000 s.d. 3000 mm/tahun. Rata-rata curah hujan selama tahun 2008 berkisar antara 358,2 mm (Kota Sorong) sampai dengan 4.964,3 mm (Sorong Selatan). Pada tahun 2009 curah hujan kelas I terdapat di Kota Sorong, kelas II di kabupaten Kaimana dan Kabupaten manokwari, Kelas III di Kabupaten Fakfak, dan kelas V di Kabupaten Sorong, kabupaten Sorong Selatan, dan kabupaten Raja Ampat. Pada tahun 2009 ini tidak terdapat kabupaten yang memiliki curah hujan kelas IV. Secara spasial keadaan iklim dan persebaran curah hujan di Provinsi papua barat ditunjukkan pada Gambar 1.3 dan Gambar 1.4. Tabel 1.4 Banyaknya Hari Hujan di Provinsi Papua Barat Tahun 2003-2008 (hari)Kabupaten/Kota 2003 2004 2005 Kab. Fakfak 210 210 232 Kab. Kaimana 214 218 208 Kab. Teluk Wondama Kab. Teluk Bintuni Kab. Manokwari 187 178 203 Kab. Sorong Selatan 220 230 Kab. Sorong 185 220 230 Kab. Raja Ampat 185 220 230 Kota Sorong 185 218 230 Sumber: Provinsi Papua Barat dalam AngkaTahun 2009 2006 228 177 254 150 230 156 156 156 2007 225 204 254 212 230 225 225 228 2008 176 215 223 225 286 286 288

Rata-rata jumlah hari hujan di Provinsi Papua Barat berkisar antara 150 s.d. 288 hari hujan. Dari data diatas terlihat bahwa di Kabupaten Sorong, Kabupaten Raja Ampat, dan Kota Sorong memiliki karakteristik jumlah hari hujan yang hampir serupa. Kabupaten Manokwari memiliki jumlah hari hujan yang paling sedikit dibandingkan Kabupaten/Kota lainnya yaitu denan rata-rata sebanyak 192 hari hujan. Gambar 1.3 Peta iklim

LAPORAN AKHIR 1-8

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Gambar 1.4 Peta curah Hujan

LAPORAN AKHIR 1-9

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

1.1.3.2 Suhu dan Kelembaban Suhu dan kelembaban merupakan komponen iklim paling konstan di Provinsi Papua Barat. Di dataran rendah, suhu harian biasanya antara 29 oC 32 oC, sementara di daerah pegunungan pada 1500-2000 m dpl, 5-10 derajat lebih dingin. Pada malam hari, suhu di sepanjang pantai 5-8 derajat lebih dingin daripada siang hari, sedangkan di daerah LAPORAN AKHIR 1-10

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

pegunungan kisarannya lebih lebar. Karakteristik suhu di Provinsi Papua Barat tidak menunjukkan fluktuasi tahunan yang nyata. Tabel 1.5 Suhu Udara Rata-rata Menurut Lokasi Stasiun di Provinsi Papua Barat Tahun 2003-2008 (C)Kabupaten/Kota 2003 2004 2005 Kab. Fakfak 28,05 23,00 25,70 Kab. Kaimana 27,2 27,47 27,48 Kab. Teluk Wondama Kab. Teluk Bintuni Kab. Manokwari 27,26 27,28 27,38 Kab. Sorong Selatan 27,70 27,60 Kab. Sorong 27,6 27,60 27,70 Kab. Raja Ampat 27,6 27,60 27,70 Kota Sorong 27,6 27,60 27,70 Sumber: Provinsi Papua Barat dalam AngkaTahun 2009 2006 25,60 27,48 27,08 27,60 27,30 27,30 27,60 2007 25,60 27,48 23,47 27,60 26,80 26,80 27,10 2008 26,15 26,46 27,33 26,80 26,30 26,80 26,3 Rata-Rata 25,68 27,26 26,63 27,46 27,22 27,30 27,32

Tabel 1.6 Suhu Udara Maksimum dan Minimum di Provinsi Papua Barat Tahun 20032008 (C)Kabupaten/Kota 2004 Max Min 28,90 21,80 30,50 24,40 2005 Max Min 29,00 22,40 30,60 24,40 2006 Max Min 22,20 29,10 29,67 23,63 27,70 31,30 31,60 32,00 31,00 26,40 25,40 23,10 23,30 24,70 2007 Max Min 28,90 21,70 29,43 23,49 32,80 30,90 31,60 33,20 31,50 23,40 25,40 22,00 22,80 24,30 2008 Max Min 30,73 21,56 29,43 23,49 32,13 30,90 31,55 30,70 30,7 23,59 24,10 23,55 23,50 23,6

Kab. Fakfak Kab. Kaimana Kab. Teluk Wondama Kab. Teluk Bintuni Kab. Manokwari 27,70 26,70 28,00 26,8 Kab. Sorong Selatan 31,03 25,40 Kab. Sorong 31,30 24,80 31,20 25,30 Kab. Raja Ampat 30,70 25,20 33,10 23,90 Kota Sorong 31,30 24,80 31,20 25,30 Sumber: Provinsi Papua Barat dalam AngkaTahun 2009

Dari Tabel 1.5 terlihat bahwa suhu udara rata-rata di wilayah Provinsi Papua Barat berkisar 25,68-27,46 C dengan suhu maksimal sebesar 28,05C terjadi di wilayah Kabupaten Fakfak, dan suhu minimal sebesar 23,00C juga berada di Kabupaten Fakfak (data hasil pencatatan suhu udara pada beberapa stasiun yang berada di Kabupaten/Kota se-Provinsi Papua Tahun 2008). Dari Tabel 1.6, suhu udara tertinggi dalam kurun waktu 2004-2008 terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 32,13C di Kabupaten Manokwari, sedangkan suhu terendah juga terjadi pad atahun 2008 yaitu sebesar 21,56C di Kabupaten Fakfak. Tabel 1.7 Kelembaban Udara Rata-rata di Papua Barat Tahun 2003-2008 (%)Kabupaten/Kota Kab. Fakfak Kab. Kaimana Kab. Teluk Wondama Kab. Teluk Bintuni Kab. Manokwari 2003 84,9 85,0 83,50 2004 85,30 83,92 83,33 2005 85,30 84,08 83,67 2006 85,30 82,50 84,17 2007 86,40 83,50 82,83 2008 84,78 81,40 83,08

LAPORAN AKHIR 1-11

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-202884,00 83,00 83,00 83,00 84,00 86,00 86,00 87,00 86,00 86,25 87,00 87,00

Kab. Sorong Selatan 84,00 Kab. Sorong 83,00 83,00 84,00 Kab. Raja Ampat 84,00 84,00 84,00 Kota Sorong 83,00 83,00 84,00 Sumber: Provinsi Papua Barat dalam AngkaTahun 2009

Kelembaban nisbi tinggi dan dan konstan, berkisar dari 75-80%, di mana daerah dataran rendah cenderung lebih lembab. Kelembaban udara rata-rata di wilayah Provinsi Papua Barat berkisar antara 81,4% s.d. 87,0%, kelembaban udara terendah terdapat di Kabupaten Kaimana sedangkan kelembaban tertinggi terdapat di Kota Sorong dan Kabupaten Raja Ampat. Papua merupakan tempat yang kemungkinan salah satu tempat paling berawan di dunia, terutama di daerah pegunungan di mana awan cumulus hampir selalu meningkat ke tengah hari. Keadaan ini merupakan gangguan utama bagi transportasi udara dengan pesawat kecil. Karena berada di katulistiwa, waktu siang hari (sekitar 12 jam) adalah konstan dengan variasi tahunan sekitar 30 menit antara hari terpanjang dan terpendek. Tabel 1.8 Rata-Rata Penyinaran Matahari Menurut Lokasi Stasiun di Kabupaten/Kota Tahun 2003-2008 (%)Kabupaten/Kota 2003 2004 2005 2006 Kab. Fakfak 126,9 115,05 147,37 125,92 Kab. Kaimana 45,83 58,08 53,17 43,75 Kab. Teluk Wondama Kab. Teluk Bintuni Kab. Manokwari 63,30 59,70 49,00 54,58 Kab. Sorong Selatan 65,00 59,80 65,00 Kab. Sorong 61,00 62,00 68,90 59,80 Kab. Raja Ampat 61,00 65,00 59,80 54,10 Kota Sorong 61,00 62,00 68,90 58,00 Sumber: Provinsi Papua Barat dalam AngkaTahun 2009 2007 37,52 50,21 54,08 59,80 46,40 46,40 58,00 2008 107,64 51,80 60,83 46,40 49,40 49,40 49,00

Penyinaran matahari rata-rata di wilayah Provinsi Papua Barat berkisar antara 52,36% s.d. 128,81%, penyinaran matahari terendah terdapat di Kabupaten Manokwari sedangkan lama penyinaran tertinggi terdapat di Kabupaten Fakfak. Dengan kondisi seperti ini di wilayah Papua Barat memiliki potensi bagi pengembangan komoditi-komoditi pertanian apabila terutama dikaitkan dengan persentase lama penyinaran. Berdasarkan uraian karakteristik iklm tersebut, Provinsi Papua Barat yang memiliki keragaman suhu udara, kelembaban udara yang relatif konstan, penyinaran matahari yang hampir terus menerus sepanjang tahun, dan curah hujan yang cukup tinggi menjadi potensi besar bagi pengembangan budidaya tanaman pertanian dan perkebunan terutama untuk

LAPORAN AKHIR 1-12

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

wilayah Kabupaten Manokwari, Kota Sorong, Teluk Bintuni, dan Kabupaten Sorong Selatan mendapatkan potensi tersebut. 1.1.4 Morfologi

Kondisi Morfologi memaparkan mengenai informasi fisik wilayah yang meliputi ketinggian wilayah dan kelerengan, sebagai berikut. 1.1.4.1 Ketinggian Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat bervariasi membentang mulai dari dataran rendah, rawa sampai dataran tinggi, dengan tipe tutupan lahan berupa hutan hujan tropis, padang rumput dan padang alang-alang. Ketinggian wilayah di Provinsi Papua Barat bervariasi dari 0 s.d > 1000 m. Pembagian wilayah Provinsi Papua Barat berdasarkan ketinggian wilayah dari permukaan laut dapat digolongkan kedalam empat kelompok yaitu: (1) wilayah dengan ketinggian 0-100 meter dpl; (2) wilayah dengan ketinggian >100-500 meter dpl; (3) wilayah dengan ketinggian >500-1000 meter dpl; dan wilayah dengan ketinggian >1000 meter dpl. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.9. Tabel 1.9 Luas Wilayah menurut Ketinggian dari Permukaan Laut dan Kabupaten/Kota (Ha)Wilayah Pengembangan 0-100m Kelas ketinggian >100-500m >500-1000 377.847 288.050 284.301 Jumlah >1000m 741.196 518.900 250.058 3.790 100 3.868.400 2.054.600 344,49

Kab Manokwari 1.413.366 1.257.691 Kab Sorong 2.046.200 1.015.250 Kab Fakfak 1.192.132 328.109 Kota Sorong 162,01 182,48 Sumber: Provinsi Papua Barat dalam AngkaTahun 2009

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa kondisi topografi antar wilayah di Provinsi Papua Barat cukup bervariasi. Kondisi ini merupakan salah satu elemen yang menjadi barrier transportasi antar wilayah, terutama transportasi darat, serta dasar bagi kebijakan pemanfaatan lahan. 1.1.4.2 Kelerengan Tinjauan atas morfologi wilayah didasarkan pada kondisi kelerengan atau kemiringan. Sebagian besar wilayah Provinsi Papua Barat memiliki kelas lereng > 40% dengan bentuk wilayah berupa perbukitan. Kondisi tersebut menjadi kendala utama bagi pemanfaatan lahan baik untuk pengembangan sarana dan prasarana fisik, sistem transportasi darat maupun bagi pengembangan budidaya pertanian terutama untuk tanaman pangan. Sehingga, dominasi pemanfaatan lahan diarahkan pada hutan konservasi disamping untuk mencegah terjadinya bahaya erosi dan longsor. LAPORAN AKHIR 1-13

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Dipandang dari sisi lereng, maka secara garis besar Tanah Papua dapat diklasifikasikan kedalam tiga kelompok kelas lereng yaitu kelompok wilayah dengan kelas lereng datar sampai landai (kemiringan 0-15 %), kelas lereng landai sampai curam (kemiringan >15 40%), dan kelas lereng curam sampai sangat curam (>40 %). Untuk jelasnya mengenai luas masing-masing kelas lereng lihat Tabel 1.10. Tabel 1.10 Luas Wilayah menurut Kelas Lereng/Kemiringan dan Wilayah PengembanganKelas lereng 0-15% >15-40% >40% Kab Manokwari 1.434.636 57.500 2.297 964 Kab Sorong 984.998 19.700 448.502 Kab Fakfak 105.310 158.582 49.108 Kota Sorong 257,06 78,54 8,89 Sumber: Provinsi Papua Barat dalam AngkaTahun 2009 Wilayah Pengembangan Jumlah 3.790.100 1.453.200 313.000 344,49

LAPORAN AKHIR 1-14

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Gambar 1.5 Peta kenampakan elevasi/ketinggian Provinsi Papua Barat

LAPORAN AKHIR 1-15

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Gambar 1.6 Peta kemiringan lereng Provinsi Papua Barat

LAPORAN AKHIR 1-16

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Gambar 1.7 Peta kenampakan topografi Provinsi Papua Barat

LAPORAN AKHIR 1-17

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

1.1.5

Kondisi Geologi

Kondisi geologi Tanah Papua pada dasarnya memiliki kesamaan dengan kondisi geologi umum yang dijumpai di Indonesia bagian timur. Daerah ini merupakan daerah interaksi antara dua lempeng besar yaitu Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Pasifik, hal ini dapat dilihat pada Gambar 1.8 tentang Tatanan tektonik di Tanah Papua Evolusi tektonik yang terjadi selama Kenozoikum dihasilkan oleh tumbukan secara oblique antara kedua lempeng tersebut. (Hamilton, 1979) Daratan Papua New Guinea dan Pegunungan Central Range, secara umum diasumsikan sebagai lokasi tipe dari busur kepulauan oseanik aktiftumbukan kontinen (Dewey dan Bird, 1970). Pegunungan Central Range merupakan sabuk yang memanjang sampai 1300 km, lebar 150 km dengan topografi yang kasar dan sejumlah puncak setinggi lebih dari 3000 meter. Sebagian besar daerah ini adalah lapisan batuan berumur Kenozoikum dan Mesozoikum yang tersesarkan dan terlipat, yang diendapkan pada tepian kontinen aktif Australia. 1.1.5.1 Evolusi Tektonik Pulau Papua Pembentukan pulau Papua atau pulau New Guinea telah didiskusikan oleh berbagai ahli dan diringkas oleh Petocz (1984). Konsep lempeng tektonik yang telah diterima umum mengganggap, bahwa kerak bumi terbagi dalam tujuh lempeng sangat besar dan sejumlah lempeng lithosfer kecil lainnya. Setiap lempeng terdiri atas bagian kerak benua (kontinental) dan kerak samudera (oseanik), yang kesemuanya bergerak relatif terhadap sesamanya. Bagian Selatan pulau Papua merupakan tepi Utara dari benua super kuno, Gondwanaland, yang juga termasuk di dalamnya adalah Antartika, Australia, India, Amerika Selatan, Selandia Baru dan Kaledonia Baru. Awal terpisahkan benua ini dari posisi Selatannya terjadi pada masa Kretasius Tengah (kurang lebih 100 juta tahun lalu). Lempeng Benua India-Australia (atau biasa disebut lempeng Australia) bergerak ke arah Utara keluar dari posisi kutubnya dan bertubrukkan dengan Lempeng Samudra Pasifik yang bergerak ke arah Barat. Pulau Papua merupakan produk pertumbuhan benua yang dihasilkan dari tubrukan kedua lempeng tersebut, dimana lempeng Pasifik mengalami subduksi atau tertindih di bawah lempeng Australia. Pada saat dimulainya gerakan ke Utara dan rotasi dari benua super ini, seluruh Papua dan Australia bagian Utara berada di bawah permukaan laut. Bagian daratan paling Utara pada Lempeng India-Australia antara 90-100 juta tahun lalu berada pada 480 Lintang Selatan yang merupakan titik pertemuan Lempeng India-Australia dan Pasifik. Ketika lempeng India-Australia dan lempeng Pasifik bertemu di sekitar 40 juta tahun lalu, pulau Papua mulai muncul di permukaan laut pada sekitar 350 Lintang Selatan. Proses ini berlanjut selama masa Pleistosen hingga pulau Papua terbentuk seperti di saat ini. LAPORAN AKHIR 1-18

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Dari evolusi tektonik menunjukkan, bahwa geologi Papua sangat kompleks karena melibatkan interaksi antara dua lempeng tektonik, yaitu lempeng Australia dan Lempeng Pasifik. Menurut Sapiie (2000), pada umumnya geologi Papua dapat dibagi ke dalam tiga provinsi geologi besar, yaitu provinsi Kontinental, Oseanik, dan Transisi. Setiap provinsi geologi memiliki karakteristiknya sendiri dalam sejarah stratigrafik, magmatik dan tektonik. Provinsi Kontinental terdiri atas sedimen yang terpisah dari kraton Australia. (island-arc volcanics complex) sebagai bagian dari lempeng Pasifik. sebagai produk dari interaksi antara kedua lempeng. Menurut Dow et al. (2005), ciri dominan dari perkembangan geologi Papua merupakan dikhotomi antara sejarah tektonik dari batuan mantap kraton Australia dan lempeng Pasifik di satu sisi, dan periode tektonik intens dari zona deformasi di sisi lainnya (New Guinea Mobile Belt). Dari paparan di sepanjang tepi Utara dan dari eksplorasi permukaan bawah (sub-surface) di sebelah Selatan, serta pencatatan lengkap sejarah geologi hingga saat ini menunjukkan, bahwa batuan dari kraton Australia pada sebagian besar wilayah ini dicirikan oleh sedimentasi palung (shelf sedimentation). Hanya sebagian kecil yang dipengaruhi oleh proses tektonik dari zaman Paleozoik Awal hingga Tersier Akhir. Batuan lempeng Pasifik yang terpaparkan di Papua berumur lebih muda. Terlepas dari batuan mantel sesar naik yang kemungkinan berumur Mesozoik dan beberapa kerak samudera Jurasik, lempeng Pasifik ini terdiri atas volkanik busur-kepulauan dan sub-ordinat kerak samudera berumur Palaeogen. Batuan lempeng Pasifik pada umumnya letak-datar terpatah hanya oleh beberapa patahan. Zone deformasi yang berada di sebelah Timur adalah bagian dari New Guinea Mobile Belt (Sabuk Mobil New Guinea) dan merupakan campuran dari batuan kraton Australia dan lempeng Pasifik. Walaupun pencatatannya terpisah-pisah, terdapat bukti bahwa batuannya berasal dari tektonik utama pada episode Paleozoik Pertengahan dan Oligosen maupun episode beku dalam Paleozoik Pertengahan, Triasik, Kretasius, dan Miosen Pertengahan. Akan tetapi, sebaran paling luas dari aktivitas tektonik dan volkanik dimulai pada Miosen Akhir dan berlanjut hingga sekarang; ini disebut Melanesian Orogeny (Dow and Sukamto, 1984) Wilayah Papua Barat sangat berpotensi terhadap gempa tektonik dan kemungkinan diikuti oleh tsunami. Terdapat sejumlah lipatan dan sesar naik sebagai akibat dari interaksi (tubrukan) antara kedua lempeng tektonik, seperti Sesar Sorong (SFZ), Sesar Ransiki (RFZ), Sesar Lungguru (LFZ) dan Sesar Tarera-Aiduna (TAFZ). Kenyataan menunjukkan pula, bahwa pada tahun 2004 telah terjadi beberapa kali gempa. LAPORAN AKHIR 1-19 Provinsi Oseanik terdiri atas batuan Ofiolit (ophiolite rock) dan kompleks volkanik busur-kepulauan Provinsi Transisi adalah suatu zone yang terdiri atas deformasi tinggi dan batuan metamorfik regional

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Gambar 1.8 Setting Tektonik Papua Keterangan: MTFB = Mamberamo Thrust & Fold Belt; WO = Weyland Overthrust; WT = Waipona Trough; TAFZ = Tarera-Aiduna Fault Zone; RFZ = Ransiki Fault Zone; LFB = Lengguru Fault Belt; SFZ = Sorong Fault Zone; YFZ = Yapen Fault Zone; MO = Misool-Onin High. Tanda panah menunjukkan gerakan relatif antara lempeng Pasifik dan Australia 1.1.5.2 Stratigrafi Dari berbagai publikasi yang dikompilasi Sapiie (2000), menunjukkan bahwa stratigrafi wilayah Papua Barat terdiri atas: (1). Paleozoic Basement; (2). Sedimentasi Mesozoik hingga Senosoik; (3). Sedimentasi Senosoil Akhir; (4). Stratigrafi Lempeng Pasifik; dan (5). Stratigrafi Zone Transisi.

LAPORAN AKHIR 1-20

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Gambar 1.9 Stratigrafi Pulau Papua (Sapiie, 2000) 1. Paleozoic Basement Blok terluas dari strata Paleozoik berada di Timur Laut Papua Barat yang dikenal dengan Kemum High atau formasi Kemoem yang terdiri atas sabak, (slate), Filitik (Phylliic) dan sedikit kuartzit (quartzite). Formasi ini tercampur oleh granit-biotit karboniferus (Melaiurna Granite). Formasi Kemoem ditutupi oleh kelompok Aifam. batuan sedimen paparan airKelompok Aifam digunakan untuk mendeskripsikan

dangkal. Formasi ini diketahui berada di tepi Utara Papua Barat dan terdiri atas tiga formasi, yaitu formasi Aimau, batulumpur Aifat dan formasi Ainim. Di daerah Papua Barat, kelompok ini tidak mengalami metamofosa, namun di Leher Burung terjadi deformasi kuat dan termetamorfosa. Di daerah Teluk Bintuni, formasi Tipuma ditutupi oleh kelompok Aifam. 2. a. Sedimentasi Mesizoik hingga Senosoik Formasi Tipuma Formasi Tipuma tersebar luas di Papua, mulai dari Papua Barat hingga dekat perbatasan di sebelah Timur. Formasi ini dicirikan oleh batuan berwarna merah terang dengan sedikit bercak hijau muda. b. Formasi Kelompok Kembelangan Kelompok ini diketahui terbentang mulai dari Papua Barat hingga Arafura Platform. Bagian atas dari kelompok ini disebut formasi Jass. Kelompok Kembelangan terdiri LAPORAN AKHIR 1-21

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

atas antarlapis batudebu dan batulumpur karboniferus pada lapisan bawah batupasir kuarsa glaukonitik butiran-halus serta sedikit shale pada lapisan atas. Kelompok ini berhubungan dengan formasi Waripi dari kelompok Batuan Gamping New Guinea atau New Guinea Limestone Group (NGLG). c. Formasi Batu Gamping New Guinea Selama masa Cenozoik, kurang lebih pada batas Cretaceous dan Cenozoik, Pulau New Guinea dicirikan oleh pengendapan (deposisi) karbonat yang dikenal sebagai Kelompok Batu Gamping New Guinea (NGLG). Kelompok ini berada di atas Kelompok Kembelangan dan terdiri atas empat formasi, yaitu (1). Formasi Waripi Paleosen hingga Eosen; (2). Formasi Fumai Eosen; (3) Formasi Sirga Eosin Awal; (3). Formasi Imskin; dan (4). Formasi Kais Miosen Pertengahan hingga Oligosen. 3. Sedimentasi Senosoik Akhir Sedimentasi Senosoik Akhir dalam basement kontinental Australia dicirikan oleh sekuensi silisiklastik yang tebalnya berkilometer, berada di atas strata karbonat Miosen Pertengahan. Di Papua dikenal 3 (tiga) formasi utama, dua di antaranya dijumpai di Papua Barat, yaitu formasi Klasaman dan Steenkool. Formasi Klasaman dan Steenkool berturut-turut dijumpai di cekungan Salawati dan Bintuni. 4. Stratigrafi Lempeng Pasifik Pada umumnya batuan lempeng Pasifik terdiri atas Batuan asal penutup (mantle derived rock), volkanis pulau-arc (island-arc volcanis) dan sedimen laut-dangkal. Di Papua, batuan asal penutup banyak dijumpai luas sepanjang sabuk Ophiolite Papua, Pegunungan Cycloop, Pulau Waigeo, Utara Pegunungan Gauttier dan sepanjang zone sesar Sorong dan Yapen pada umumnya terbentuk oleh batuan ultramafik, plutonil basik, dan mutu-tinggi metamorfik. Sedimen dalam lempeng Pasifik dicirikan pula oleh karbonat laut-dangkal yang berasal dari pulau-arc. Satuan ini disebut Formasi Hollandia dan tersebar luas di Waigeo, Biak, pulau Yapen dan pegunungan Cycloop. Umur kelompok ini berkisar dari Miosen Awal hingga Pliosen. 5. Stratigrafi Zone Transisi Konvergensi antara lempeng Australia dan Pasifik menghasilkan batuan dalam zone deformasi. Kelompok batuan ini diklasifikasikan sebagai zone transisi atau peralihan, yang terutama terdiri atas batuan metamorfik. Batuan metamorfik ini membentuk sabuk kontinyu (>1000 km) dari Papua hingga Papua New Guinea. Wilayah Papua secara umum terdiri dari dua dataran Dataran Grime dan Dataran Sekoli. Kedua dataran ini menyatu sebagai suatu dataran luas yang membujur ke arah Barat daya Danau Sentani. Dataran ini memanjang dari Timur ke arah Barat dengan lebar LAPORAN AKHIR 1-22

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

bentangan yang hampir sama. Di ujung sebelah Barat, dataran ini membentuk daerah rawa hingga ke arah pantai. Wentholt (1939), membagi Dataran Grime ke dalam 6 teras utama. Teras pertama dimulai dari dataran terendah dan termuda. Daerah teras ini melandai ke arah Barat laut dan kemudian ke arah Utara. Di sebelah tenggara teras terendah ini berakhir dan berlanjut dengan teras ke-2 yang berada kurang lebih 10 m lebih tinggi. Juga di sini bentang lahannya tampak seluruhnya datar. Teras ke-3 dan ke-4 menempati sisa dataran di sebelah Barat kampung Janim Besar. Teras-teras ini berumur tua dan berada lebih tinggi serta tampak datar, kedua teras ini melandai ke arah Utara hingga ke arah Barat laut, berbatasan dengan teras ke-4, di sebelah Timur sungai Grime terletak teras ke-5. Teras ke-5 ini mencakup dari arah Timur hingga arah garis Utara-Selatan melandai ke aras Utara, dan bergelombang lemah. Teras ke-6, merupakan daerah tertinggi dan tertua yang mengakhiri teras ke-4 dan ke-5 di sebelah Selatan. Di batas Utara dari teras ke-5, terdapat Dataran Sekori yang besar. Di Dataran Sekori ini juga terbentuk teras, namun tidak jelas perkembangannya. Menurut Schroo (1963), Dataran Grime dan Dataran Sekori merupakan lembah sedimentasi peninggalan zaman tersier yang terisi atas sedimen laut (marin) dan kemudian oleh bahan fluviatil. Wentholt (1939), menyatakan bahwa dataran ini terbentuk pada zaman kwarter. Lebih lanjut Schroo (1961), menyatakan bahwa adanya ketinggian (elevasi) yang berselang-seling di seluruh daerah tersebut menyebabkan sungai-sungai memotong sedimen ini. Selama periode ini dataran banjir terbentuk pada berbagai tingkat, di mana sisa-sisa daripadanya masih ditemukan sekarang dalam bentuk teras-teras yang luas. Zwierzichi (1921) dalam Schroo (1963), menunjukkan bahwa tanah di Dataran Grime dan Dataran Sekori berasal dari hancuran batuan fluviatil sedimen kwarterner, terumbu koral terangkat pleistosin, dan sedimen marin neogen. Menurut Wentholt (1939), seluruh lahan yang berada di sebelah Barat Yanim Besar (Braso) dibentuk oleh Sungai Grime dan cabang-cabang sungainya, kecuali daerah yang paling Barat oleh Sungai Sarmoai. Kedua sungai tersebut membawa bahan-bahan yang sama. Sumbangan cabang-cabang sungai yang berasal dari pinggiran pegunungan Utara relatif kecil, namun setempat-setempat saja. Lahan yang berada di sebelah Timur Yanim Besar seluruhnya terbentuk dari material yang berasal dari pinggiran Utara daerah pegunungan Selatan. Berdasarkan stratigrafi ini dapat disimpulkan bahwa wilayah Papua Barat terdiri dari empat ragam formasi batuan utama yaitu Batu gamping atau dolomit, batuan beku atau malihan, batuan sedimen lepas (kerikil, pasir lanau), dan batuan sedimen padu (tak terbedakan). Hal ini dapat dipahami karena secara regional, wilayah Papua Barat terdiri dari dua lempeng, LAPORAN AKHIR 1-23

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

yaitu Lempeng Benua Australia di bagian Selatan dan Lempeng Samudera Pasifik di bagian Utara. Sedangkan diantara kedua lempeng adalah Lajur Sesar Anjak dan Lipatan Pegunungan Tengah atau New Guinea Mobile Belt (Dow, 1977). Lempeng Benua Australia tersusun oleh batuan sedimen klastik, yang berumur Mesozoikum yang disebut sebagai Kelompok Kembelangan; Batugamping yang berumur eosin-Miosen Tengah, yang disebut sebagai Kelompok Batu Gamping New Guinea; dan Batuan Sedimen Klastik Plioplistosen. Lempeng Samudera Pasifik terdiri dari batuan batuan ultramafik dan batuan busur gunung api Paleogen, sedangkan di Pegunungan Tengah terdiri dari beberapa batuan, yaitu : 1) di bagian Selatan terdiri dari batuan sedimen yang berumur Mesozoikum sampai tersier yang tersesarkan dan terlipatkan; dan 2) di bagian Utara terdiri dari Batuan Malihan Darewo yang berumur Oligosen (Dow, 1977), Batuan ultrabasa disebut sebagai ofiolit, yang berumur Mesozoikum (Dow drr.,1984). Tektonik Papua Barat diawali pada Permo-Trias, yang disebut sebagai Orogenesa Tasman. Pada saat itu Papua-Papua New Guinea mulai melepasakan diri dari Benua Australia, bergerak ke arah Utara, kemudian berbenturan dengan Lempeng Samudera Pasifik pada Orogenesa Melanisia yang mengakibatkan sesar anjak miring ke Utara dan terbentuknya Pegunungan Tengah, sedangkan pada Plistosin terjadi pensesaran anjak miring ke Selatan di bagian Utara. 1.1.6 Karakteristik Tanah

Pada umumnya, tanah bertekstur berat, yaitu berkisar dari lempung liat berdebu hingga liat berdebu. Kadar liat yang tinggi dapat menyebabkan akar tanaman sulit berkembang. Selain itu, berdampak pula terhadap rendahnya kapasitas infiltrasi (perembesan) tanah sehingga menyebabkan penggenangan air di permukaan tanah terutama di musim penghujan. Hal ini sudah barang tentu akan mengganggu pertumbuhan tanaman. 1.1.6.1 Jenis Tanah Pada umumnya terdapat lima faktor yang mempengaruhi pembentuan tanah, yaitu faktor Iklim, relief atau topografi, organisme atau vegetasi, bahan induk, dan waktu. Pengaruh secara simultan dari kelima faktor pembentukan tanah tersebut menghasilkan jenis-jenis tanah dan penyebarannya, seperti terlihat pada Peta 2.3 (Petocz, 1984) Terdapat tujuh Satuan Peta Tanah (SPT) yang dimodifikasikan Petocz (1984) dari Brookfield dan Hart (1971). Gambar 1.10 Peta Geologi Provinsi Papua Barat

LAPORAN AKHIR 1-24

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

1. Litosol dan Regosol (Entisol)

LAPORAN AKHIR 1-25

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Asosiasi jenis tanah ini dijumpai di daerah pegunungan tinggi yang kasar topografinya (2000-4500 m dpl) pada kordirela Tengah (pegunungan tengah) dan Kepala Burung hingga Leher Burung sebelah Utara. Profil tanah pada umumnya dangkal karena ketidakstabilan lereng, walaupun dijumpai pula tanah-tanah bersolum dalam yang relatif stabil dan berdrainase baik pada puncak-puncak bukit dan lereng bagian atas. Tanah Regosol biasanya mengandung liat dan fragmen batuan lapuk, terutama pada lereng tidak stabil, sedangkan tanah Litosol berada pada lereng-lereng batuan terjal. Berdasarkan klasifikasi tanah dari Pusat Penelitian Tanah Bogor (PPT)(1978/1982) dan FAO/UNESCO (1974), kedua tanah ini diklasifikasikan sebagai Regosol sepadan dengan Entisol (Lithic Subgroup). 2. Tanah Podzolik (Ultisol) Jenis tanah ini berkembang dari bahan induk masam di lereng pegunungan pada elevasi tinggi. Tanah ini dijumpai sedikit di wilayah pegunungan Kepala Burung dan terutama di Selatan Kordirela (pegunungan tengah). Sedangkan jenis tanah Podzolik Podzolik dataran rendah, pada umumnya adalah hidro-podzolik yang berkembang pada kondisi drainase buruk pada dataran dan kipas aluvial Pleistosen. Jenis tanah ini dijumpai di jazirah Bomberai, Selatan Kepala Burung dan di Utara depresi Meer Vlakte (Lakes-Plain). Tanah ini biasanya berasosiasi dengan tanah Podzol (Spodosol) yang dicirikan oleh horison spodik. Horison permukaan mengalami pelindian hebat yang menghasilkan horison pencucian yang miskin hara dan (Petocz, 1984) berpasir, sedangkan horison penimbunan kaya akan besi dan humus yang disebut horison spodik. Menurut klasifikasi PPT (1978/1982) Podzolik sepadan dengan Podsolik atau Kambisol (Podsolik Coklat), sedangkan menurut FAO/UNESCO (1974), sama dengan Podsolik. Berdasarkan klasifikasi USDA Soil Taxonomy (19975/1998), tanah Podzolik sepadan dengan Ultisol. 3. Tanah Brown Forest (Inceptisol) Tanah ini berada pada perbukitan dan lereng pegunungan rendah pada sabuk Utara Papua dari bahan induk basik dan batuan kalkareus (kapur) dengan curah hujan sedang. Di Papua Barat, tanah ini dijumpai di pegunungan Wondiwoi, Arfak dan Tamrau. Pada altitut tinggi di mana curah hujannya tinggi, tanah ini menjadi meningkat kemasamannya. Sering pula dijumpai berasosiasi dengan Regosol. Menurut klasifikasi PPT (1978/1982) dan Inceptisol. FAO/UNESCO (1974), tanah Brown Forest sama dengan Kambisol, sedangkan menurut Soil Taxonomy (19975/1998), sepadan dengan Litosol, sedangkan menurut sistem klasifikasi USDA Soil Taxonomy (1975/1998), Litosol dan

LAPORAN AKHIR 1-26

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

4. Latosol (ultisol) dan Lateritik (oksisol)Latosol adalah tanah yang mengalami pelapukan sangat tinggi, terutama di daerah dengan ketinggian rendah di mana dijumpai pula berasosiasi kelompok Lateritik. Lateritik berkembang pada kondisi yang sama dengan Latosol, namun dengan pengaruh hidromorfik karena berasosiasi dengan fluktuasi permukaan air tanah. Selain dijumpai luas di daerah Selatan Papua, Latosol juga dijumpai tersebar di Selatan Kepala Burung hingga ke Leher Burung sebelah Utara dan Selatan serta di kepulauan Raja Ampat. Latosol sepadan dengan Kambisol, Latosol, Lateritik (PPT, 1978/1982), Cambisol, Nitosol, Ferrasol (UNESCO, 1974) dan Iceptisol, Ultisol, oxisol (USDA Soil Taxonomy, 1975/1998).

5. Rendzina (Molisol)Pembentukan tanah ini dikendalikan kuat oleh bahan induk. Rendzina berbatu dangkal terdapat pada perbukitan batu gamping dan di sepanjang daerah pantai pada platform koral terangkat yang umumnya bercirikan karst. Tanah ini berkembang baik pada perbukitan antara Teluk Etna dan Arguni, pegunungan Kumawa dan Arfak dan di Barat daya pegunungan Tamrau. Rendzina dijumpai pula pada terumbu koral terangkat barusan muda. Rendzina dicirikan oleh horison permukaan lembab coklat tua, berada di atas bahan berpasir coklat kelabu tua yang berangsur ke dalam bahan koral. Rendzina sepadan dengan Rendzina (PPT, 1978/1982), Rendzina (UNESCO, 1974) dan Rendoll (USDA Soil Taxonomy, 1975/1998).

6. Aluvial dan GambutPada umumnya jenis tanah ini dijumpai pada semua ketinggian, baik di daerah kering maupun basah. Di daerah kering, dengan tekstur tanahnya kasar dan berdrainase baik dijumpai di dataran landai, dataran banjir mapan, dan kipas aluvial, sedangkan, di daerah basah dengan drainase jelek dijumpai di dataran banjir atau rawa dari aluvium atau gambut. Tanah dengan tekstur halus dan gleisasi kuat akibat drainase jelek selama musim hujan cenderung bereaksi sangat alkalin, berada di dekat pantai dan sungai yang dipengaruhi pasang surut, namun semakin ke menjauhi pantai semakin meningkat kemasaman tanahnya. Tanah gambut dataran rendah dijumpai luas di Utara dan Selatan teluk Bintuni, serta gambut pegunungan dalam luasan yang kecil berada di sekitar danau Anggi Gita dan Anggi Giji. Tanah Aluvial sepadan dengan tanah Aluvial (PPT, 1978/1982), Fluvisol (UNESCO,1974) dan Entisol, Inseptisol (USDA Soil Taxonomy, 1975/1998). Tanah gambut menurut USDA Soil Taxonomy (1975/1998), sepadan dengan Histosol.

LAPORAN AKHIR 1-27

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

7. Tanah SalinTanah salin atau tanah garaman (salty soils) biasanya bertekstur halus, berdraenase jelek karena dipengaruhi pasang surutnya air laut, serta bahan liat marin termasuk di dalamnya. Vegetasi khas dari tanah ini adalah mangrove dan nipah. Tanah Salin berkembang baik di sepanjang pantai Selatan mulai dari pulau Kimaam hingga teluk Etna dan di Selatan Kepala Burung dan Teluk Bintuni. Tanah ini menunjang pertumbuhan habitat mangrove terluas di Indonesia. Tanah Saline menurut USDA Soil Taxonomy (1975/1998), sepadan dengan Entisol (Sulfaquent) dan Inseptisol (sulfaquept). Persebaran jenis-jenis tanah di Propinsi Papua Barat dapat dilihat pada Gambar 1.11: Tekstur Tanah Pada umumnya, tanah bertekstur berat, yaitu berkisar dari lempung liat berdebu hingga liat berdebu. Kadar liat yang tinggi dapat menyebabkan akar tanaman sulit berkembang. Selain itu, berdampak pula terhadap rendahnya kapasitas infiltrasi (perembesan) tanah sehingga menyebabkan penggenangan air di permukaan tanah terutama di musim penghujanan. Hal ini sudah barang tentu akan mengganggu pertumbuhan tanaman. Untuk tujuan penanaman kakao, maka drainase permukaan maupun drainase internal sangat perlu diperhatikan, jika ingin memperoleh pertumbuhan dan produksi kakao yang baik. Untuk menanggulangi drainase yang jelek, maka perlu dibuatkan selokan-selokan drainase berukuran kecil hingga sedang serta cukup dalam agar kelebihan air dapat dikeluarkan, sehingga tanahnya selalu dalam keadaan kering (lembab) dan tidak jenuh air. Selain itu, agar pertumbuhan akar tanaman kakao tidak terhalang oleh lapisan liat yang kompak, maka perlu digali lubang tanaman yang cukup besar dan dalam. 1.1.6.2 Reaksi Tanah Pada umumnya, tanah bereaksi alkali hingga sangat alkali dengan kisaran pH rata-rata 7,0 7,8. Semakin dalam tanahnya semakin tinggi reaksi tanah, bahkan tidak jarang mencapai pH=8,0 atau lebih. Tingginya pH tanah ini disebabkan karena tingginya kadar kalsium tanah (kapur) yang terbawa bersama bahan endapan sungai yang berasal dari pegunungan dan perbukitan kapur di sekitarnya. Reaksi Tanah demikian menyebabkan sebagian besar unsur-unsur hara makro (N, P, K) dan mikro (Fe, Zn, Mn, B, Cu) berada dalam keadaan tidak tersedia bagi tanaman. Apabila reaksi tanah mencapai pH=8,0 atau lebih akan menyebabkan tanaman sulit menyerap fosfat dan unsur-unsur mikro.

LAPORAN AKHIR 1-28

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Pada saat penelitian dijumpai pertanaman kacang tanah milik masyarakat di Kampung Pobaim yang menunjukkan gejala kekuningan pada daun-daun muda. Gejala kekuningan ini diduga kuat karena kahat akan beberapa unsur mikro. Gejala klorosis ini diistilahkan sebagai Klorosis Terimbaskan Kapur (Lime Induced-Chlorosis), suatu gejala kekahatan hara yang biasanya muncul di tanah-tanah berkapur. Kation-Kation Tersedia Kation tersedia yang diukur adalah Kalsium (Ca), Magnesium (Mg) dan Kalium (K). Kadar Ca dan Mg tersedia pada umumnya sedang hingga sangat tinggi. Hal ini mengisyaratkan bahwa kebutuhan tanaman akan Ca dan Mg cukup memadai sehingga tidak perlu diberi pupuk dengan kedua unsur tersebut. Pada kadar Ca yang sangat tinggi seperti dijumpai di beberapa tempat justru mengganggu pertumbuhan tanaman. Sebaliknya, K tersedia tergolong rendah hingga sangat rendah sehingga pemupukan K sangat diperlukan agar mendapatkan produksi tanaman yang baik. Dalam hal tanaman tahunan seperti kakao, maka pemupukan kalium setidaknya dilakukan setiap tahun. Hasil analisis mineral tanah juga mencerminkan rendahnya kadar K tanah. Mineral tanah penyumbang kalium dari jenis kalium-veldspat yang telah hancur menunjukkan status kalium tanah yang jelek. Fosfor Tanah Kadar fosfat tersedia tergolong agak tinggi hingga sangat tinggi. Hampir semua contoh tanah menunjukkan adanya mineral primer apatit penyumbang fosfat yang tergolong sporadis (


Recommended