Download docx - BAHAN LAPORAN KAFEIN

Transcript
Page 1: BAHAN LAPORAN KAFEIN

PERCOBAAN – 03  

PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK

Ekstraksi dan Isolasi Kafein dari Daun Teh

I.     Tujuan Percobaan

1.  Menentukan kadar/rendemen kafein dalam teh

2.  Menentukan titik leleh kafein

3.  Menentukan Rf kafein

4.  Menentukan warna uji alkaloid

 

II.    Prinsip Dasar

Ekstraksi adalah metode pemisahan yang melibatkan proses pemindahan

satu atau lebih senyawa dari satu fasa ke fasa lain dan didasarkan pada

prinsip kelarutan. Jenis ekstraksi ada tiga yaitu, ekstraksi cair-cair,

ekstraksi padat-cair, dan ekstraksi asam-basa. Dalam percobaan 03 akan

dilakukan ekstraksi padat-cair, dimana zat yang akan diekstraksi terdapat

dalam fasa padat, yaitu kafein yang berada di dalam daun teh.

Kafein adalah senyawa yang termasuk dalam golongan alkaloid, yaitu

senywa yang mengandung atom nitrogen dalam strukturnya dan banyak

ditemukan dalam tanaman. Uji alkaloid dapat dilakukan dengan uji

kromatografi lapis tipis (KLT) dengan menentukan Rf noda yang dihasilkan,

dan dapat juga dilakukan dengan uji alkaloid yang ditandai dengan adanya

endapan berwarna jingga.

 

III.  Data Pengamatan

1.  Uji titik leleh terhadap kristal kafein

Page 2: BAHAN LAPORAN KAFEIN

Massa daun teh sebelum diekstraksi: 20 x 1,85 g = 37 g

Massa kristal kafein yang diperoleh: 0,05 g

Titik didih akhir kafein: 50°C

Suhu kristal kafein mulai meleleh: 218°C

Suhu semua kristal kafein menjadi cair: 224°C

Titik leleh kristal kafein:  221°C

 

2.  Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Pada percobaan uji KLT tidak didapat data yang mendukung

 

3.  Uji alkaloid

Kristal kafein + Degendorff: Warna jingga

Kristal kafein + Meyer: Warna kuning

 

IV.  Perhitungan

Persen Rendemen      =   0,135%

Persen Galat Kandungan Kafein dalam Teh = 95,5%

Persen Galat Titik Leleh =   5,96%

Page 3: BAHAN LAPORAN KAFEIN

Rf tidak dapat ditentukan karena tidak adanya data

 

V.   Pembahasan

Pada percobaan kali ini kami menggunakan metode ekstraksi padat-cair

untuk memisahkan kafein dari daun teh. Sederhananya, metode ekstraksi

padat-cair berarti mengekstraksi suatu zat dari fasa padat (daun teh)

kemudian mengubahnya menjadi fasa cair (larutan kafein-diklorometana). Efesiensi ekstraksi padat-cair ditentukan oleh besarnya ukuran partikel zat

padat yang mengandung zat organik dan banyaknya kontak dengan pelarut.

Oleh karena itu, dalam pelaksanaan percobaan ekstraksi kafein dari daun

teh kami melakukannya dua kali dengan tujuan agar kafein yang

terekstraksi semakin banyak.

Cara pertama untuk mendapatkan kafein dari daun teh adalah dengan

menyeduh teh dengan air panas untuk memperoleh ekstrak teh. Tujuan

penggunaan air panas karena pada umumnya suatu zat akan lebih mudah

larut dalam pelarut (air) panas dibandingkan dalam pelarut (air) dingin,

sehingga semakin banyak ekstrak teh yang diperoleh. Ekstrak teh yang

diperoleh tidak hanya mengandung kafein tapi juga ada senyawa-senyawa

lain yang ikut larut terutama senyawa tanin. Tannin adalah senyawa

phenolic yang larut dalam air. Di dalam air, tanin membentuk koloid dan

memiliki rasa asam dan sepat.

Senyawa utama yang ingin kami isolasi adalah senyawa kafein, oleh karena

itu tanin harus dapat dipisahkan. Cara untuk memisahkan kafein dengan

tanin adalah dengan menambahkan natrium karbonat dan diklorometana.

Natrium karbonat adalah senyawa yang bersifat basa sehingga akan

bereaksi dengan tanin yang bersifat asam membentuk garam, garam ini

larut dalam air tapi tidak larut dalam diklorometana. Diklorometana

merupakan senyawa non-polar yang dapat melarutkan kafein yang juga

merupakan senyawa non-polar. Saat penambahan diklorometana ke dalam

ekstrak teh, corong pisah dikocok perlahan dengan sesekali membuka kran

corong pisah untuk mengeluarkan uap yang dihasikan oleh senyawa volatile

yang terdapat dalam ekstrak teh. Pengocokan ini bertujuan untuk

Page 4: BAHAN LAPORAN KAFEIN

memperbanyak peluang kontak antara kafein dengan diklorometana agar

semakin banyak kafein yang larut dalam diklorometana, tapi pengocokan

jangan terlalu kuat karena akan mengakibatkan pembentukan emulsi antara

diklorometana dengan air oleh garam tanin yang bersifat surfaktan anion.

Setelah proses ini selesai akan didapat larutan air-garam dan kafein-

diklorometana yang berwarna bening. Untuk memisahkan keduanya

ditambahkan kalsium klorida anhidrat kemudian didekantasi atau disaring

menggunakan kertas saring biasa. Kalsium klorida anhidrat ini berfungsi

untuk absorpsi eksoterm air sehingga setelah dilakukan penyaringan, filtrat

yang diperoleh adalah murni larutan kafein-diklorometana.

Larutan senyawa kafein-diklorometana kemudian didistilasi dengan metode

distilasi sederhana karena perbedaan titik didihnya yang jauh. Distilasi ini

berfungsi untuk memisahkan kafein dari diklorometana. Produk dari

distilasi adalah kristal kafein. Dari percobaan dihasilkan kristal kafein

sebanyak 0,05g dari 37g daun teh, artinya teh tersebut mengandung sekitar

0,135% kafein. Pada literatur, disebutkan bahwa pada umumnya teh

mengandung 2-4% kafein, itu berarti ada galat sebesar 95,5% antara hasil

percobaan dan literatur. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,

diantaranya saat penambahan diklorometana corong pisah dikocok terlalu

pelan sehingga kontak antara kafein dan diklorometana kurang, akibatnya

hanya sedikit kefein yang terlarut dalam diklorometana. Penyebab lain

adalah mungkin teh yang kami gunakan sebagai sampel telah mengalami

proses dekafeinasi, yaitu proses pengurangan senyawa kafein dari benda

yang memuatnya (dalam hal ini adalah teh).

Dari kristal kafein ini kami dapat menentukan titik leleh kafein, yaitu 221°C.

Pada literatur, disebutkan bahwa titik leleh kafein adalah 234-236°C artinya

ada galat sekitar 5,96% dengan hasil percobaan yang kami lakukan. Hal ini

dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya mungkin larutan hasil ekstraksi

tidak murni 100% kafein-diklorometana sehingga hasil distilasi yang

diperoleh tidak murni 100% kristal kafein, atau dapat juga disebabkan

kesalahan praktikan saat melakukan uji titik leleh, mengingat metodenya

menggunakan pipa kapiler sehingga perlu ketelitian tinggi untuk

mengamati sekaligus membaca skala suhunya.

Page 5: BAHAN LAPORAN KAFEIN

Untuk membuktikan bahwa kristal yang diperoleh adalah kristal kafein

maka dilakukan uji alkaloid, kafein termasuk dalam senyawa alkaloid. Uji ini

dilakukan dengan melarutkan kristal dalam air kemudian ditetesi pereaksi

Meyer dan Dragendorff. Dari hasil percobaan didapat larutan kristal +

Degendorff menghasilkan warna jingga dan pada larutan kristal + Meyer

menghasilkan warna kuning. Hasil ini menunjukkan kristal tersebut

mengandung senyawa alkaloid yang artinya kristal tersebut benar

merupakan kristal kafein.

Seharusnya dari kristal kafein yang diperoleh juga dapat ditentukan Rf dari

kafein menggunakan metode uji KLT. Tapi saat percobaan kami tidak

berhasil melakukan uji KLT, noda pada pelat KLT tidak menunjukkan hasil

yang seharusnya sehingga Rf tidak dapat ditentukan. Hal ini dapat

dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya kesalahan saat melakukan

elusi, baik metodenya atau karena keadaan eluennya yang kurang baik

dengan alasan pada uji titik leleh galat yang diperoleh kecil dan pada uji

alkaloid hasilnya positif tapi pada uji KLT tidak berhasil.

 

VI.  Simpulan

1. Dari percobaan yang telah dilakukan, kadar kafein dalam teh adalah

0,135%.

2.`Dari percobaan yang telah dilakukan, titik leleh kristal kafein adalah

221°C.

3.  Rf tidak dapat ditentukan karena dari percobaan tidak ada data yang

mendukung.

4.  Dari percobaan yang telah dilakukan, didapat warna uji alkaloid:

Kristal kafein + Degendorff: Warna jingga

Kristal kafein + Meyer: Warna kuning

Page 6: BAHAN LAPORAN KAFEIN

Warna tersebut menandakan adanya senyawa alkaloid.

 

VII. Daftar Pustaka

Posto, D., Johnson, C., Miller, M.1992. Experiments and Techniques in

Organic Chemistry. New Jersey. Prentice Hall, Inc. Halaman 56-59, 399-

404.

Solomons, T.W. Graham., Fryhle, Craig B. 2011. Organic Chemistry Tenth

Edition. New Jersey. John Wiley & Sons, Inc. Halaman 972-973.

http://en.wikipedia.org/wiki/Caffeine (23 Oktober 2012, pukul 22.31 WIB)

http://www.artikelkimia.info/search/pemurnian+koloid/feed/rss2/ (23

Oktober 2012, pukul 21.00 WIB).

www.sciencestuff.com/msds/C1410.html (23 Oktober 2012, pukul 19.10

WIB).

 

LAMPIRAN

Sintesis Kafein

Pada tahun 1819, kimiawan Jerman Friedlieb Ferdinand Runge berhasil

mengisolasi kafeinan yang relatif murni untuk pertama kalinya. Menurut

Runge, ia melakukannya atas perintah Johann Wolfgang von Goethe.  Pada

tahun 1827, Oudry mengisolasi “teina” dari teh,  namun kemudian

dibuktikan oleh Mulderdan Jobst bahwa teina tersebut merupakan senyawa

yang sama dengan kafeina. Struktur kafeina berhasil dipecahkan pada akhir

abad ke-19 oleh Hermann Emil Fischer, yang juga merupakan orang yang

pertama kali berhasil mensintesis total senyawa ini.  Semua atom nitrogen

kafeina pada dasarnya planar (hibridisasi orbital sp2), menyebabkan

Page 7: BAHAN LAPORAN KAFEIN

molekul kafeina bersifat aromatik. Karena kafeina dengan mudah

didapatkan sebagai produk samping proses dekafeinasi, kafeina biasanya

tidak disentesis secara kimiawi. Apabila diperlukan, kafeina dapat disintesis

daridimetilurea dan asam malonat.  Kafein dalam tanaman disintesis dari

xanthosin melalui 3 tahap N-metilasi, dimana tahap metilasi ini dibantu oleh

aktivitas enzim yaitu enzim metal transferase.

C8H10N4O2

http://blogs.itb.ac.id/susianah/2012/11/04/kafein-dalam-teh-laporan-praktikum-kimia-organik/

PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK Ekstraksi: Isolasi Kafein dari Teh dan Uji Alkaloid

 TUJUAN

1.1.        Menentukan sifat alkaloid ekstrak Camellia sinensis sinensisdengan uji pereaksi meyer-dragendroff.

1.2.        Menentukan titik leleh kafein.

1.3.        Menentukan Rf kafein hasil ekstraksi dari Camellia sinensis sinensis dengan metode KLT.

1.4.        Menentukan pengaruh jenis penambahan eter terhadap persentase asam asetat dalam fasa air.

2. TEORI DASAR

Alkaloid adalah senyawa organik mirip alkali yang mengandung atom nitrogen yang bersifat basa dalam cincin heterosiklik. Karena bersifat basa, tumbuhan yang mengandung alkaloid biasanya terasa pahit. Keberadaan alkaloid pada tumbuhan sendiri tidaklah merupakan zat metabolisme, namun lebih merupakan senyawa metabolit sekunder yang memiliki lebih banyak fungsi eologis daripada fungsi merabolisme itu sendiri. Beberapa ahli menyatakan bahwa alkaloid berfungsi sebagai pelindung tumbuhan dari serangan hama dan penyakit, pengatur tumbuh, atau sebagai basa mineral untuk mempertahankan keseimbangan ion.

Dari segi biogenetik, alkaloid diketahui berasal dari sejumlah kecil asam amino yaitu ornitin dan lisin yang menurunkan alkaloid alisiklik, fenilalanin dan tirosin yang menurunkan alkaloid jenis isokuinolin, dan triftopan yang menurunkan alkaloid indol. Reaksi utama yang mendasari biosintesis senyawa alkaloid adalah reaksi mannich antara suatu aldehida dan suatu amina primer dan sekunder, dan suatu senyawa enol atau fenol. Biosintesis alkaloid juga melibatkan reaksi rangkap oksidatif fenol dan metilasi. Jalur poliketida dan jalur mevalonat juga ditemukan dalam biosintesis alkaloid.

Tipe alkaloid yang digunakan dalam praktikum ini adalah kafein yang diekstraksi dari Camellia sinensis sinensis.

Page 8: BAHAN LAPORAN KAFEIN

Kafein adalah sejenis senyawa alkaloid yang termasuk golongan metilxanthine (1,3,7-trimethylxantine). Efek psikologis yang dihasilkan dapat beragam dan bisa menyebabkan ketergantungan. Kafein cukup banyak terkandung dalam the (30-75 mg/cangkir), selain itu daun teh juga mengandung tannin dan sejumlah kecil klorofil. Struktur kafein terbangun dari system cincin purin, yang secara biologis penting dan diantaranya banyak ditemukan dalam asam nukleat.

Ekstraksi adalah metode pemisahan senyawa yang melibatkan proses pemindahan satu atau lebih senyawa dari satu fasa ke fasa lain, serta didasarkan kepada prinsip kelarutan. Ekstraksi terdiri atas tiga jenis. Ekstraksi cair-cair memiliki prinsip bahwa suatu senyawa kurang larut dalam pelarut yang satu dan sangat larut dalam pelarut lainnya (prinsip beda kelarutan). Ekstraksi padat-cair biasa mengekstrak zat padat dari zat cair. Ekstraksi asam-basa merupakan jenis ekstraksi yang didasarkan pada sifat asam dan basa senyawa organik (misal: ekstraksi alkaloid di praktikum modul 8). Pada praktikum ini dilakukan ekstraksi padat-cair kafein dari teh dan ekstraksi cair-cair.

Kromatografi adalah suatu metode yang digunakan untuk memisahkan senyawa organik dan anorganik sehingga senyawa tersebut dapat dianalisis dan dipelajari. Dengan menganalisis senyawa, kita dapat mengetahui apa saja unsur-unsur yang membentuknya. Kromatografi juga merupakan metode sisik yang baik untuk digunakan sebagai metode analisis suatu campuran dan pelarutnya.

Metode kromatografi memisahkan dua atau lebih senyawa atau ion berdasarkan pada perbedaan migrasi dan distribusi senyawa atau ion tersebut dalam dua fasa yang berbeda. zat terlarut dalam suatu fasa gerak mengalir pada suatu fasa diam. Hal ini menjadi sebab keberadaan fasa gerak dan fasa diam dalam semua jenis kromatografi. Pada posisi yang berbeda-beda, senyawa atau ion ini akan tertahan dan terabsorpsi pada fasa diam, dan kemudian satu persatu akan terbawa kembali oleh fasa gerak yang melaluinya.

Tipe kromatografi yang digunakan pada percobaan ini adalah kromatografi lapis tipis. Metode ini menggunakan material adsorben pada pelat kaca, plastik atau alumunium tipis. Metode ini merupakan metode yang sederhana dan cepat untuk menguji kemurnian suatu senyawa organik.

KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas.  KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil.  Pelarut yang dipilih untuk pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis.  Bahan lapisan tipis seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi – pereaksi yang lebih reaktif seperti asam sulfat.

Data yang diperoleh dari KLT adalah nilai Rf yang berguna untuk identifikasi senyawa. Nilai Rf untuk senyawa–senyawa murni dapat dibandingkan dengan nilai Rf dari senyawa standar.  Nilai Rf dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal.  Oleh karena itu bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1,0.

3. ALAT DAN BAHAN

Tabel 1. Alat dan Bahan

Bahan Alat

25 gram daun tea

diklorometana

erlenmeyer 250 ml

erlenmeyer 125 ml

Page 9: BAHAN LAPORAN KAFEIN

aseton

kloroform

etanol

eter

fenolftalein

CaCl2 anhidrat

Aquades

Ligroin

Etil asetat

pereaksi meyer

pereaksi dragendroff

as. asetat glasial

lar. NaOH

penangas air

pipet

penyaring isap

melting block

pelat KLT

pereaksi semprot dragendroff

corong pisah

kertas saring

klem bundar

soxhlet

kondensor

labu bundar

penyaring buchner

4. CARA KERJA

4.1. Ekstraksi Padat Cair

25 gram C. sinensis kering ditambah 20 gram Na2CO3 dicampurkan dalam 225 ml air mendidih. Setelah itu, dibiarkan 7′ dan didekantasi ke dalam labu erlenmeyer lain. Sisa dekantasi ditambahi 50 ml air panas lagi, dicampur dan hasilnya kembali didekantasi dan dicampurkan dengan larutan hasil dekantasi pertama. Sisa daun C. sinensisditambah l.k. 25 ml air dan didihkan sampai mendidih. Hasil kembali di dekantasi dan dicampur dengan larutan hasil dekantasi pertama dan kedua.

Setengah volume larutan dimasukkan ke dalam corong pisah dan ditambah 30 ml diklorometan. Setelah dikocok 5′, larutan pada fasa diklorometan dipisah dan ditampung dalam labu erlenmeyer baru. Sisa fasa air kembali dicampur dengan 30 ml diklorometan, dikocok 5′, ditampung fasa diklorometannya. Dilakukan hal yang sama terhadap sisa larutan.

Ekstrak dalam fasa diklorometan ditambah CaCl2 secukupnya dan diaduk hingga semua pengotor yang larut dalam fasa air berikatan dengan CaCl2. Ekstrak kembali didekantasi. Ekstrak murni dalam diklorometan didistilasi untuk memisahkan kafein dan diklorometan. Dikeringkan.

4.2. Uji KLT

Ekstrak ditotolkan ke pelat KLT lalu dielusi dalam chamber KLT. Pelat dikeluarkan dari chamber dan dikeringkan. Pelat kemudian dimasukkan ke dalam chamber berisi iodin sampai berkas noda alkaloid terwarnai. Dihitung nilai Rf masing-masing ekstrak.

4.3. Uji Alkaloid

Page 10: BAHAN LAPORAN KAFEIN

Ekstrak sampel kafein di lubang 1 pelat tetes diuji dengan menambahkan 1-2 tetes pereaksi meyer dan dibiarkan mengendap. Setelah itu, diamati endapan beserta warnanya. Ekstrak sampel kafein di lubang 2 pelat tetes diuji dengan menambahkan 1-2 tetes pereaksi dragendroff dan dibiarkan mengendap. Setelah itu, diamati endapan beserta warnanya.

4.4. Ekstraksi Cair-Cair

Dimasukkan 5 ml asam asetat glasial dalam corong pisah 100 ml. Diekstraksi dengan 1 x 15 ml eter. Larutan hasil ekstraksi dititrasi dengan NaOH 0,3 M dan digunakan fenolftalein sebagai indikator. Larutan asam asetat awal juga dititrasi.

Dimasukkan 5 ml asam asetat glasial dalam corong pisah 100 ml. Diekstraksi dengan 3 x 5 ml eter. Larutan hasil ekstraksi dititrasi dengan NaOH 0,3 M dan digunakan fenolftalein sebagai indikator.

5. HASIL PENGAMATAN

5.1. Ekstraksi Padat-Cair

Titik leleh kafein 196-198 0 C

5.2. Uji KLT

5.2.1. Eluen etil asetat

A            :           2,4 cm

B            :           4    cm

5.2.2. Eluen kloroform

A            :           3,2 cm

B            :           4    cm

5.3. Uji Alkaloid

Warna sampel awal  :     kuning kehijauan

Uji Meyer                :     larutan kuning keruh, endapan warna kuning.

Uji Dragendroff      :     .

5.4. Ekstraksi Cair-Cair

5.4.1. 15 ml eter + 5 ml asam asetat

Volume NaOH 6 ml.

5.4.2. 3 x 5ml eter + 5 ml asam asetat

Volume NaOH 5,6 ml.

5.4.3. 5ml Asam Asetat dengan M = 0.3121 M

Volume NaOH 11,2 ml.

6. PENGOLAHAN DATA

Page 11: BAHAN LAPORAN KAFEIN

6.1. Uji KLT

6.1.1. Eluen etil asetat

Rf A   =    A : B   =    2,4 : 4     =    0,6

6.1.2. Eluen kloroform

Rf A   =    A : B   =    3,2 : 4     =    0,8

6.2. Ekstraksi Cair-Cair

Mol asam asetat = mol NaOH

Dari hasil percobaan, dengan menggunakan rumus :

n NaOH = M.V

didapat, yaitu:

Percobaan 1

n NaOH = 0.3121 x 6 = 1.8726 mmol

Percobaan 2

n NaOH = 0.3121 x 5.6 = 1.74776 mmol

Percobaan 3

n NaOH = 0.3121 x 11.2 = 3.49552 mmol

Mol NaOH akan sama dengan mol asam asetat.

Asam asetat – 15 ml eter

% as. Asetat fasa air                = 1.8726 / 3.49552 x 100 % = 53.5%

% asam asetat fasa eter            = 100 – 53.5 % = 46.5%

Asam asetat – 3 x 5 ml Eter

% as. Asetat fasa air      = 1.74776 / 3.49552 x 100 % = 50%

% asam asetat fasa eter = 100 %– 50% = 50%

8.      PEMBAHASAN

8.1. Ekstraksi Padat-Cair

Ekstraksi padat cair yang dilakukan merupakan proses pemisahan kafein padat dari larutan. Pada tahap awal, daun C. sinensis sinensis diseduh dengan air mendidih. Hal ini dimaksudkan agar kelarutan kafein dalam air meningkat. Dalam hal ini, penambahan suhu berarti penambahan kalor yang meningkatkan energi kinetik campuran sehingga lebih mudah terjadi pelarutan. Dengan ini, diharapkan, kafein yang diekstrak dapat mencapai jumlah optimum.

Page 12: BAHAN LAPORAN KAFEIN

Keberadaan tannin dalam C. sinensis sinensis menyebabkan penambahan natrium karbonat mejadi penting. Natrium karbonat diubah menjadi garam yang larut dalam air dan tidak larut dalam diklorometana. Mekanismenya adalah sebagai berikut.

Tannin merupakan senyawa fenolik yang memiliki gugus OH pada cincin aromatiknya dan bersifat cukup asam. Tannin larut dapat dalam air dan juga pada diklorometana. Karena kita menginginkan ekstrak kafein yang murni, maka tannin harus dihilangkan dari fasa organik larutan ini. Dalam hal ini, kita harus membuat tannin larut dalam air dan tidak larut dalam diklorometan yang lebih melarutkan kafein dari air. Caranya adalah dengan mengubah tannin yang bersifat asam menjadi garam (deprotonisasi –OH) sehingga berubah menjadi anion fenolik yang tidak larut dalam diklorometana, namun larut dalam air.

Namun, pembentukan garam tannin untuk tujuan ini menimbulkan efek samping. Tannin berfungsi sebagai surfaktan anion yang menyebabkan pembentukan emulsi dengan air. Pembentukan emulsi ini dapat dicegah dengan cara pengocokan corong pisah yang tidak terlalu kuat (perlahan saja). Perlu dicatat, karena reaksinya menghasilkan gas, agar corong tidak meledak, maka selama pengocokan, keran corong pisah harus dibuka sewaktu-waktu. Dengan ini, CO2 yang berasal dari Na2CO3 dapat keluar dan terbentuk kesetimbangan tekanan didalam dan diluar corong.

Diklorometana digunakan untuk melarutkan kafein karena sebagai pelarut senyawa organik, diklorometana melarutkan kafein lebih baik (140 mg/mL) dari pada dalam air (22 mg/mL). Selain itu, tannin dalam bentuk garam juga tidak dapat larut dalam diklorometana sehingga kafein yang dihasilkan jauh lebih murni. Setelah corong pisah diguncang dan didiamkan, akan terbentuk dua fasa utama, yaitu fasa diklorometana dan fasa air. Karena kafein larut lebih baik dalam diklorometana dan tannin tidak larut di dalmnya, maka fasa yang diambil adalah fasa diklorometana. Keberadaan emulsi, seperti yang telah disebutkan, merupakan efek samping penggaraman tannin dan pengocokan yang terlalu kuat.

Tujuan penambahan CaCl2 anhidrat adalah untuk pengikatan fasa air yang terikut sertakan pada pemisahan fasa diklorometan dan fasa air dengan menggunakan corong pisah (pengeringan). Fasa air bisa ikut serta karena dua hal. Pertama adalah karena ketidaksengajaan memasukkan fasa air atau emulsi. Kedua, adalah karena air sedikit larut dalam pelarut senyawa organik seperti diklorometan yang digunakan dalam praktikum ini. Kalsium klorida lebih banyak digunakan karena harganya lebih terjangkau. Namun, memiliki efek samping berikatan dengan senyawa oraganik yang mengandung oksigen sehingga terbentuk kompleks.

Setelah larutan ekstrak benar-benar bebas air, baru dilakukan distilasi. Pada praktikum ini digunakan distilasi sederhada karena diklorometan dan kafein memiliki titik didih yang jauh berbeda.

Pada tahap akhir, ditentukan dengan menggunakan melting block, titik leleh kafein  antara 196-198 0C. Hal ini kurang bersesuaian dengan data literatur yang menyatakan bahwa titik didih kafein adalah sekitar 178 0C. Ketidaksesuaian ini terjadi karena terdapat kontaminan lain dalam ekstrak yang memiliki titik leleh lebih tinggi. Selain itu, ekstrak juga belum benar-benar kering (masih mengandung diklorometan) karena tidak menggunakan penghisap vakum (ekstrak terlalu sedikit).

8.2. Uji KLT

Pada kromatografi lapis tipis ini digunakan pelat alumunium dengan silika gel sebagai fasa diam dan pelarut organik, atau beberapa campuran pelarut organik sebagai fasa gerak. Ketika fasa gerak melalui permukaan silika gel, fasa gerak ini membawa analit organik melalui  partikel fasa diam. Namun, analit hanya bisa bergerak bersama pelarut jika tidak terikat pada permukaan silika gel.

Page 13: BAHAN LAPORAN KAFEIN

Karakter elektropositif silika gel dan karakter elektronegatif oksigen membuat fasa diam silika gel sangatlah polar. Karena itu, semakin polar molekul yang akan dipisahkan, semakin kuat interaksinya dengan silika gel. Hal ini juga yang menyebabkan pemilihan pelarut non polar (diklorometan) pada percobaan ini. Pelarut nonpolar akan lebih lama berada pada fasa gerak dan jarak yang dapat ditempuhnya dapat dipastikan merupakan jarak terjauh dari kondisi awal sebelum dielusi. Karena itu, pembandingan Rf dari suatu zat yang kita cari dengan pelarut dapat dilakukan dengan baik.

Pemilihan jenis absorben sebagai fasa diam dan sistem pelarut sebagai fasa gerak haruslah dilakukan dengan tepat. Absorben dan pelarut harus dipilih sedemikian rupa agar terjadi kesetimbangan. Jika absorben mengikat semua molekul terlarut dengan kuat, maka senyawa-senyawa tersebut tidak akan turun keluar kolom. Sementara itu, jika pelarut mengikat semua molekul terlarut dengan kuat, maka senyawa-senyawa tersebut akan dengan mudah keluar dari kolom tanpa adanya pemisahan.

Penyemprotan dengan reagen dragendroff dan pengeringannya setelah proses elusi dimaksudkan untuk memberi warna pada zat organik yang kita dapat pada sampel. Hal ini perlu karena meskipun beberapa senyawa organik telah nampak berwarna, sebagian besar senyawa organik malah tidak memiliki warna dan memerlukan pewarnaan buatan untuk memudahkan pengamatan.

Selain berfungsi sebagai media analisis kualitatif, KLT juga memberikan gambaran kuantitatif kromatografik yang disebut Rf atau retardation factor atau ratio to front yang diekspresikan sebagai fraksi desimal. Secara matematis, Rf merupakan nilai perbandingan antara jarak tempuh zat dan jarak tempuh pelarut.

Berikut adalah tahapan dalam kromatografi lapis tipis ini.

1.         Sebuah garis menggunakan pinsil digambar dekat bagian bawah lempengan dan setetes pelarut dari campuran pewarna ditempatkan pada garis itu. Diberikan penandaan pada garis di lempengan untuk menunjukkan posisi awal dari tetesan. Jika ini dilakukan menggunakan ekstraksi, pewarna dari ekstrak akan bergerak selayaknya kromatogram dibentuk. Ketika bercak dari campuran itu mengering, lempengan ditempatkan dalam sebuah gelas kimia bertutup berisi pelarut dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Perlu diperhatikan bahwa batas pelarut berada di bawah garis dimana posisi bercak berada.Alasan untuk menutup gelas kimia adalah untuk meyakinkan bawah kondisi dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk mendapatkan kondisi ini, dalam gelas kimia biasanya ditempatkan beberapa kertas saring yang terbasahi oleh pelarut. Kondisi jenuh dalam gelas kimia dengan uap mencegah penguapan pelarut. Karena pelarut bergerak lambat pada lempengan, komponen-komponen yang berbeda dari campuran pewarna akan bergerak pada kecepatan yang berbeda dan akan tampak sebagai perbedaan bercak warna.

2.         Gambar menunjukkan lempengan setelah pelarut bergerak setengah dari lempengan. Pelarut dapat mencapai sampai pada bagian atas dari lempengan. Ini akan memberikan pemisahan maksimal dari komponen-komponen yang berwarna untuk kombinasi tertentu dari pelarut dan fase diam.

3.         Perhitungan nilai Rf. Pengukuran diperoleh dari lempengan untuk memudahkan identifikasi senyawa-senyawa yang muncul. Pengukuran ini berdasarkan pada jarak yang ditempuh oleh pelarut dan jarak yang tempuh oleh bercak warna masing-masing. Ketika pelarut mendekati bagian atas lempengan, lempengan dipindahkan dari gelas kimia dan posisi pelarut ditandai dengan sebuah garis, sebelum mengalami proses penguapan. Pengukuran dilakukan seperti pada gambar. Nilai Rf untuk setiap warna dihitung dengan rumus berikut.

Rf =    jarak yang ditempuh oleh komponen

jarak yang ditempuh oleh pelarut

Semakin polar senyawa yang terkandung pada larutan, semakin kuat interaksinya dengan fasa diam yang digunakan, semakin kecil nilai Rf yang dihasilkannya.

Page 14: BAHAN LAPORAN KAFEIN

Etil asetat dan kloroform berfungsi sebagai medium fasa bergerak larutan organik, dan metanol (senyawa alkohol) berfungsi sebagai medium fasa bergerak larutan polar atau air. Larutan organik akan terkapilarisasi bersama dengan pelarut organik etil asetat atau kloroform, sedangkan jika larutan bersifat polar maka akan terkapilaritasi bersama pelarut polar (metanol). Kafein yang merupakan senyawa organik akan terkapilaritasi bersama etil asetat dan kloroform.

Terdapat beda Rf yang dihasilkan elusi menggunakan etil asetat dan kloroform. Hal ini terjadi karena keduanya memiliki beda tingkat polaritas. Dengan Rf yang lebih kecil, etil asetat memiliki tingkat polaritas yang lebih tinggi dari kloroform. Namun, pada dasarnya uji KLT ini telah membuktikan keberadaan alkaloid jenis kafein dalam sampel.

8.3       Uji Alkaloid

Pengujian alkaloid menggunakan pereaksi meyer dan dragendroff pada dasarnya menggunakan sifat dasar alkaloid yang reaktif terhadap logam berat. Dalam hal ini, pereaksi meyer mengandung logam berat Bi (bismut) dan pereaksi dragendroff mengandung logam berat Pb (timbal). Bukti keberadaan alkaloid dalam sampel terutama dengan melihat keberadaan gumpalan atau endapan setelah terjadi reaksi antara sampel dan pereaksi meyer atau dragendroff. Pada pereaksi meyer, jika terdapat alkaloid, alakaloid akan bereaksi dengan bismut sehingga menggumpal dan mengendap dalam endapan berwarna kuning. Pada pereaksi dragendroff, jika terdapat alkaloid, alkaloid akan bereaksi dengan timbal sehingga menggumpal dan mengendap dalam endapan berwarna merah tua atau merah kecoklatan.

Hasil pengamatan dari percampuran ekstrak C. sinensis sinensisdengan kedua reagen menunjukkan tingginya kadar alkaloid yang terkandung di dalam ekstrak.. Pada reaksinya dengan reagen meyer, campuran nampak keruh dan terdapat endapat kuning. Selain itu, melihat reaksinya dengan reagen dragendroff yang menunjukkan adanya reaksi pengendapan, keberadaan sifat alkaloid pada ekstrak juga semakin bisa dipastikan. Berdasarkan sifat alakloid ini dapat ditentukan bahwa yang diekstrak memang benar merupakan alkaloid tipe kafein.

Biasanya, endapan lebih mudah muncul dengan reaksi antara sampel dengan dragendroff daripada dengan meyer. Kenapa begitu? Kemungkinan itu terjadi karena dibutuhkan lebih banyak alkaloid untuk menggumpalkan logam berat jenis bismut dari pada timbal.

8.4      Ekstraksi Cair-Cair

Dalam percobaan ini digunakan asam asetat glasial yang dititrasi dengan NaOH dan digunakan indikator fenolftalein. NaOH dan asam asetat akan membentuk garam natrium asetat. Garam tersebut dapat larut dalam air. Pada penambahan eter, larutan akan terfraksi ke dalam 2 fasa, yaitu fasa air dan fasa organik. Penambahan eter 1 x 15 ml menghasilkan jumlah asam asetat yang larut dalam fasa eter lebih sedikit daripada jika dilakukan penambahan eter 3 x 5 ml, meskipun jumlah total eter yang digunakan adalah sama. Hal ini terjadi karena jumlah kontak dan probabilitas pelarutan asam asetat dalam eter menjadi lebih tinggi. Hal yang sebaliknya terjadi pada fasa air.

7. KESIMPULAN

7.1.        Ekstrak  Camellia sinensis sinensis yang dihasilkan merupakan alkaloid kafein.

7.2.        Titik leleh kafein berdasarkan percobaan adalah 196-198 0C.

7.3.        Rf kafein dengan eluen etil asetat-metanol adalah 0,6 sedangkan dengan eluen kloroform-metanol adalah 0,8.

7.4.        Presentase asam asetat dalam fasa air dengan penambahan 1 x 15 ml eter (53,5%) lebih tinggi dari pada penambahan 3 x 5 ml eter (50%).

Page 15: BAHAN LAPORAN KAFEIN

DAFTAR PUSTAKA

Achmad S. A. 1986. Kimia Organik Bahan Alam. Universitas Terbuka. Jakarta

Anonim. 2008. Kromatografi lapis tipis. http ://www.chem-is-try.org/?sect belajar. 27 Oktober 2008

Bates, B. Robert. 1971. Research Technique in Organic Chemistry. United State: Prentice Hall.Inc.

Chang, Raymond. 1998. Chemistry 6th edition. New York, McGraw-Hill.

Christian, Gary D. 2004. Analitical Chemistry. New York: John Wiley and Sons.

Denney, J. Mendham R C and J D Barnes M J K THOMAS. 2000. Vogel’s Textbook of Quantitative Chemical Analysis. Singapore: Addison Wesley Longman Singapore (Pte) Ltd. Halaman 104-107;225

Dinda. 2008. Alkaloid.http://medicafarma.blogspot.com/2008/08/alkaloid.html. 27 Oktober 2008

Fessenden, Fessenden. 1994. Kimia Organik Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga. Halaman 417-429.

Glasby, J.S. 1978. Encyclopedia of the Alkaloids. New York: Plenum Publishing Corporation.

Hart, Harold. E. Craine, Leslie. Hart, David J. 2003. Kimia Organik. Jakarta. Penerbit Erlangga.

Ita Mustikawati. 2006. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Golongan Alkaloid dari Daun Gendarussa vulgaris Nees. Thesis. Digital Library Universitas Airlangga.

Mayo, D. W, Pike, R. M, Trumper, P. K. 1994. “Microscale Organic Laboratory”.3rd Edition. New York: John Willey & Jons.

Perry ‘s Chemical Engineers’ Handbook, Physical and Chemical Data.

Robinson, T. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: ITB.

Shriner, Raph. L. 2004. ”Systematic Identification of Organic Compounds”. 8th Edition. New York: John Willey & Sons.

Sinly Evan Putra. 2008. Alkaloid : Senyawa Organik Terbanyak di Alam. http ://www.chem-is-try.org .31 Oktober 2008

Sovia Lenny. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenil Propanoida, Alkaloida. USU Repository

van Steenis, C.G.G.J. 1997. Flora untuk Sekolah di Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramita. Halaman 180, 199, 251, 358, 400.

Wilcox, Charles F. Jr and Mary F. Wilcox. 1995. Experimental Organic Chemistry. USA: Prentice Hall Inc. Halaman 43-45.

ISOLASI KAFFEIN DARI TEH

Yunietha Lakhiafa

Isolasi Kafein Dari Teh

        I.            Tujuan

Page 16: BAHAN LAPORAN KAFEIN

·         Isolasi bahan alam, ekstraksi dan sublimasi.

      II.            Landasan Teori

Teh dan kopi mengandung kafein. Kafein dapat merangsang kerja pernafasan, hati, dan system saraf pusat. Kafein juga dikenal sebagai suatu diuretic (pencetus urinasi), dan dapat menyebabkan insomniadan kecanduan. Teh merupakan sumber alami kafein, teofilin dan antioksidan dengan kadar lemak, karbohidrat atau protein mendekati nol persen. Teh bila diminum terasa sedikit pahit yang merupakan kenikmatan tersendiri dari teh.

Teh adalah minuman yang mengandung kafein, sebuah infusi yang dibuat dengan cara menyeduh daun, pucuk daun, atau tangkai daun yang dikeringkan dari tanaman semak Camellia sinensis dengan air panas. Teh yang berasal dari tanaman teh dibagi menjadi 4 kelompok: teh hitam, teh oolong, teh hijau, dan teh putih. Kafein termasuk kelompok senyawa yang dikenal sebagai alkaloid. Alkaloid adalah salah satu senyawa bahan alam yang mempunyai struktur dasar bernitrogen, biasanya mempunyai rasa yang pahit, berstruktur kompleks, dan mempunyai aktifitas fisiologi tertentu. Umumnya mempunyai nama berakhiran “in”, seperti nikotin, kokain, morfin, dll.

Daun teh juga mengandung tannin. Tannin merupakan suatu asam dan larut dalam pelarut organic seperti diklorometana, seperti halnya beberapa senyawa berwarna yang lain. Untuk meyakinkan bahwa senyawa asam ini terdapat dalam fasa air, dan kafein berada dalam bentuk basanya, maka natrium karbonat atau basa lainnya ditambahkan ke dalam medium pengekstrak.

Kafein adalah salah satu jenis alkaloid yang banyak terdapat di daun teh

(Camellia sinensis), biji kopi (Coffea arabica), dan biji coklat (Theobroma

cacao). Kafein memiliki efek farmakologis yang bermanfaat secara klinis sebagai

bahan obat untuk gangguan limpa, jantung dan saraf pusat. Kafein juga sering

ditambahkan dalam jumlah tertentu ke dalam minuman suplemen.

Kelarutan kafein dalam air adalah 2,2 gr/ml pada 25 ⁰C, 180 gr/ml pada 80 ⁰C, dan 670 mg/ml pada 100 ⁰C. Kafein larut dalam diklorometana, klorofom, dan alkohol. Teh yang biasa kita konsumsi, khususnya teh hijau, banyak mengandung khasiat. Sebuah riset Erasmus University Medical School, Rotterdam mengungkapkan pembuluh darah balik besar (aorta) para responden yang gemar meminum teh hijau, memiliki lapisan yang melindungi terjadinya penggumpalan darah. Kondisi ini menyebabkan menurunnya kemungkinan terjadinya serangan jantung koroner. Selain itu, penelitian The American Journal of Clinical Nutrition belum lama ini menemukan khasiat teh hijau untuk melangsingkan tubuh. Ternyata, paduan kafein dan teh hijau yang sesuai takaran mampu membakar 4% kalori lebih banyak dibandingkan dengan orang yang berdiet dengan menggunakan placebo.

Page 17: BAHAN LAPORAN KAFEIN

Ekstraksi kafein dari teh ini dapat dilakukan dengan cara ekstraksi padat-cair, yaitu dengan cara :

25 g daun kering dan 20 g natrium karbonat dimasukkan kedalam labu erlenmeyer 250 ml, kemudian tambahkan 225 ml air mendidih. Diamkan selama 7 menit, kemudian didekantasi kedalam labu erlenmeyer lain. Kedalam aun teh ditambahkan 50 ml air mendidih kemudian ekstrak teh segera didekantasi dan digabungkan dengan ekstrak sebelumnya. Untuk mengekstraksi kafein yang mungkin ada, air berisi daun teh dididihkan selama 20 menit, kemudian ekstrak nya didekantasi.

      Ekstrak teh didinginkan hingga suhu kamar, kemudian lakukan ekstraksi didalam corong pisah dengan menambahkan 30 ml diklorometana. Corong pisah dikocok secara perlahan selama 5 menit ( supaya tidak terbentuk emulsi ) dan sesekali keran corong pisah dibuka untuk mengurangi tekanan udara dalam corong, ekstraksi di ulang dengan penambahan 30 ml diklorometana kedalam corong pisah, ekstrak diklorometana dan semua fraksi yang berwujud emulsi digabungkan didalam labu erlenmeyer 125 ml, kemudian tambahkan kalsium klorida anhidrat kedalam gabungan ekstrak dan emulsi, sambil di aduk dan digoyang selama 10 menit. Kemudian, ekstrak diklorometana disaring dengan penyaringan biasa. Erlenmeyer dan kertas saring dibilas dengan 5 ml dikloro metana. Filtrat digabungkan dan lakukan destilasi menggunakan penangas air untuk menguapkan diklorometana.

Produk yang terbentuk ditimbang dan dilakukan rekritalisasi menggunakan 5 ml aseton panas, lalu larutan ini dipindahkan dengan pipiet kedalam labu erlenmeyer kecil. Masih dalam keadaan panas, tambahkan n-heksana tetes demi tetes sampai terbentuk kekeruhan. Dinginkan sampai mencapai suhu kamar, kemudian kristal yang terbentuk disaring dengan penyaringan isap ( vakum ). Kristal dicuci dengan beberapa tetes n-heksana. Kemudian dilakukan pengujian titik leleh.

Kemudian dilakukan uji alkaloid. Kristal kafein dilarutkan dalamair dan ditetesi dengan 1-2 tetes pereaksi mayer. Apabila kristal tersebut mengandung alkaloid, maka akan terbentuk endapan kuning muda. Kristal kafein dilarutkan dalam air. Kemudian ditetesi dengan 1-2 tetes pereaksi Dragendorff. Apabila kristal tersebut mengandung alkaloid, maka akan terbentuk endapan jingga. 

Di samping itu, ternyata teh hijau pun diakui ampuh mencegah gigi berlubang, lantaran mengandung fluoride alami. Teh jelas memiliki berbagai manfaat positif terhadap kesehatan, terutama pembuluh darah. Sekalipun demikian perlu diingat juga bahwa teh mnegandung kafein. Jika dikonsumsi secara berlebihan dapat menyebabkan gangguan, seperti insomnia, kecemasan, dan ketidakteraturan detak jantung. Oleh karena itu, 2 cangkir teh yang diminum secara teratur sudah bisa memberikan dampak baik bagi kesehatan tubuh.

Page 18: BAHAN LAPORAN KAFEIN

 

    III.            Alat dan Bahan

Alat:

Erlenmeyer

Cold Finger Aparatus

Hotplate dan Magnetic Stirer

Sentrifuge 

Bahan :

Daun Teh

Page 19: BAHAN LAPORAN KAFEIN

Metilen Klorida

Aquadest

Natrium Sulfat

   IV.            Cara Keja

     V.            Hasil Pengamatan

Page 20: BAHAN LAPORAN KAFEIN

 VI.            Pembahasan

Isolasi kafein dari teh dilakukan pertama-tama dengan memanaskan campuran air 20 ml dan teh sebanyak 3-5 gram sampai mendidih. Hal ini didasarkan pada kelarutan kafein yang semakin meningkat seiring dengan bertambahnya suhu yaitu sebesar 22 mg/mL pada 250C 180 mg/mL pada suhu 800C,dan 670 mg/mL pada 1000C. Berdasarkan kelarutannya tersebut pendidihan campuran ini bertujuan untuk mendapatkan kafein dengan jumlah lebih banyak lagi dari teh yang diisolasi yaitu dengan membuka pori-pori dari daun teh agar ekstrak daun teh dapat keluar dengan sempurna.

Page 21: BAHAN LAPORAN KAFEIN

Mengingat kafein adalah senyawa organik, maka pada ekstraksi  kafein dari teh dan air dilakukan langkah kerja dengan cara menambahkan metilen klorida pada campuran diatas. Namun tanin yang juga terdapat  dalam teh juga larut dalam  metilen klorida ini. Padahal kafein yang diekstraksi harus dapat dipisahkan dari tanin. Sehingga dilakukan pengguncangan pada sentrifuge selama beberapa menit. Agar kafein dapat dipisahkan dengan lebih mudah lagi.

Setelah pengocokan, akan terbentuk 2 lapisan pada tabung sentrifuge, dengan lapisan atasnya adalah air dan lapisan bawahnya adalah fasa organik. Selajutnya fase atas dipisahkan dari fase bawahnya dengan hati-hati.  Untuk mempercepat proses pengeringannya (penyerapan air) ditambahkan natrium sulfat pada tabung reaksi yang berisi lapisan bawah fasa organik ( di duga kafein ) yang bertujuan untuk melihat apakah masih terdapat air atau zat lain pada larutan kafein, jika ditambahkan natrium sulfat kemudian Na2SO4 nya melarut berarti masih terdapat air didalamnya namun dalam percobaan yang telah dilakukan Na2SO4 yang ditambahkan tidak melarut sehingga dapat dikatakan larutan kafein sudah tidak mengandung air lagi. Selanjutnya diteruskan dengan penguapan pada lemari asam.

Sehari setelah proses penguapan dalam lemari asam, hasilnya terlihat seperti kerak yang berwarna hijau. Kerak ini kemudian di timbang pada timbangan analitik. Namun pada penimbangan satuan gram maupun mg hasil tersebut tidak  dapat ditimbang dikarenakan oleh sedikitnya hasil pada isoloasi ini. Sampai pada proses penguapan ini, hal yang seharusnya dilakukan adalah pengujian TLC (Thin Layer Kromatoghrafi). Pengujian ini berfungsi untuk mengetahui adanya kafein pada hasil isolasi dengan terlihatnya spot pada uji tersebut. Apabila spot yang dihasilkan lebih dari satu maka diduga hasil tersebut tidak murni. Namun pada kelompok kami, uji tersebut tidak dilakukan. Hal ini dikarenakan tidak adanya pembimbing pada saat penimbangan sehingga kami tidak mengetahui pengujian tersebut.

 VII.            Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan : 

Hasil kafein yang didapatkan dari 5 gram teh sangatlah sedikit sehingga tidak diketahui bobot nya, mengingat alat yang digunakan tidak memadai ( neraca analiktik dalam skala kecil ). 

Uji kemurnian dari kafein yaitu dengan melakukan uji TLC ( thin layer kromatografi ).

VIII.            Daftar Pustaka

Baysinger,Grace.Et all.2004.CRC Handbook of Chemistry and Physics.85th ed

Carey, Francis A. 2006. Organic Chemistry Sixth Edition. New York: Mcgraw-hill.

Fessenden, Fessenden. 1986. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Lehman, J. W. 1999. Form Operational Organic Chemistry: A Problem-Solving Approach to the  Laboratory Course 3rd ED;Prentice Hall: Boston

Page 22: BAHAN LAPORAN KAFEIN

Riawan, S. 2009. Kimia Organik. Tangerang : Bina Rupa Aksara.