Transcript

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2017

1

I. EVALUASI KONDISI CUACA BULAN JULI 2017 A. Monitoring Dinamika Atmosfer Juli 2017

Kondisi cuaca di Indonesia termasuk Banyuwangi dikendalikan/dipengaruhi oleh

fenomena-fenomena dinamika atmosfer berskala global, regional hingga lokal yang saling berinteraksi dan membentuk pola serta variabilitas cuaca - iklim di Banyuwangi. Berikut adalah monitoring kondisi fenomena-fenomena tersebut selama bulan Juli 2017:

El Nino Southern Oscillation (ENSO)

Selama Juli 2017, anomali suhu muka laut wilayah Samudera Pasifik Ekuatorial bagian tengah (Nino 3.4) menunjukkan kecenderungan normal. Anomali suhu muka laut mingguan terakhir tercatat +0.41°C sedangkan nilai bulanan Juli 2017 adalah +0.40 sehingga termasuk kategori Normal / Netral. Hal ini juga terlihat dari anomali angin pasat serta temperatur subsurface/ bawah laut Pasifik, dimana semuanya menunjukkan kondisi Normal / Netral. Nilai SOI (Southern Oscillation Index) yang bernilai +5.8 juga menunjukkan kondisi normal / netral. Dengan kecenderungan suhu muka laut Nino 3.4 yang normal maka diprediksi kondisi normal masih akan berlangsung pada Agustus 2017 hingga Januari 2018.

Gambar 1. Kondisi anomali suhu muka laut dan suhu bawah laut Pasifik, serta angin pasat di sekitar

Pasifik Ekuatorial sampai akhir Juli 2017 (Sumber : BoM)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2017

2

Dipole Mode

Dipole Mode Indeks (DMI) di Samudera Hindia dari awal tahun 2017 menunjukkan

kecenderungan normal setelah sebelumnya berada pada kisaran negatif. Indeks minggu terakhir Juli 2017 tercatat bernilai +0.41 (normal), hal ini menunjukkan tidak ada kontribusi penambahan massa udara dari Samudera Hindia ke sebagian wilayah Indonesia bagian barat. Kondisi DMI normal ini diprediksi berlangsung hingga Januari 2018.

Gambar 2. Indeks Dipole Mode hingga awal Agustus 2017 (Sumber : BoM)

Madden-Jullan Oscillation (MJO) dan Outgoing Longwave Radiation (OLR)

Posisi aktifitas MJO selama Juli 2017 sempat aktif di Benua Maritim Indonesia yaitu pada 22 – 26 Juli 2017 namun lemah, yang tentunya kurang berkontribusi pada kondisi liputan awan di wilayah Benua Maritim Indonesia. Dari anomali OLR terlihat wilayah Jawa didominasi warna putih yang menunjukkan dominan netral / nomal terkait liputan awan selama Juli 2017. Pemusatan daerah tutupan awan terlihat di sekitar wilayah Ekuator.

Gambar 3. Siklus posisi MJO dan anomali OLR selama Juli 2017, Warna hijau adalah OLR negatif,

warna coklat adalah OLR positif (Sumber : BoM & IRI)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2017

3

Sirkulasi Monsun Asia – Australia

Bulan Juli 2017, monsun Timuran sudah stabil meskipun sering bervariasi dari Timur laut - Tenggara. Memasuki akhir Juli 2017 monsun Timuran terlihat tetap stabil. Kondisi tersebut diprediksi masih berlangsung pada awal Agustus dimana mirip dengan kondisi rata-ratanya yang mengindikasikan monsun timuran yang menguat dan berdampak pada berkurangnya kejadian hujan. Hujan yang masih terjadi di Jawa Timur dan Banyuwangi khususnya lebih dipicu oleh hangatnya suhu muka laut.

Gambar 4. Grafik indeks Monsun Australia harian yang dihitung dari data angin zonal arah barat-timur

(komponen U) pada lapisan 850 mb (sumber: IPRC), dan normal streamline angin gradien Juli (sumber: NOAA)

Gambar 5. Anomali angin zonal dan meridional Juli 2017 lapisan 850 mb

(sumber: ESRL NOAA)

Pola aliran massa udara komponen zonal (timur – barat) di seluruh wilayah Jawa Timur selama Juli 2017 (rata-rata bulanan) kondisinya tidak terjadi anomali (netral) yang mengindikasikan tidak ada dominasi massa udara, namun masih sama dengan kondisi rata-ratanya. Untuk komponen meridional (Utara – Selatan) di mayoritas Jawa Timur umumnya anomali positif artinya dominasi massa udara dari Selatan. Kondisi tersebut juga turut berperan dalam variabilitas hujan di Jawa Timur selama Juli 2017.

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2017

4

Suhu muka laut perairan Indonesia

Kondisi anomali suhu muka laut di perairan Indonesia pada Juli 2017 berkisar antara -1.5 hingga +1.0º C, namun mayoritas wilayah perairan relatif normal (tidak ada anomali) termasuk perairan sekitar Jawa sehingga kondisinya sama dengan kondisi normalnya. Namun secara harian kondisinya lebih berfluktuatif dimana masih sering terjadi anomali positif (hangat) di sekitar Jawa. Dengan suhu muka laut kisaran 24 – 29 °C perairan wilayah Jawa, menunjukkan potensi penguapan masih cukup tinggi dalam pembentukan awan selama Juli 2017. Hangatnya suhu perairan ini menjadi salah satu faktor dalam membentuk hujan di Jawa Timur selama Juli 2017 walaupun pola angin sudah dominan timuran, selain kondisi dinamika atmosfer skala global hingga lokal lainnya.

Gambar 6. Suhu Muka Laut Perairan Indonesia dan Anomalinya bulan Juli 2017 (sumber: NOAA)

Gangguan Tropis

Selama Juli 2017 tidak terdapat aktifitas gangguan tropis berupa badai tropis di wilayah Samudera Hindia selatan Indonesia. Sedangkan di Belahan Bumi Utara terdapat 8 kali badai tropis yaitu NANMADOL (02 – 04 Juli 2017), TALAS (15 – 16 Juli 2017), KULAP (21-26 Juli 2017), ROKE (21 – 22 Juli 2017), SONCA (21 – 25 Juli 2017), NESAT (26 – 30 Juli 2017), HAITANG (28 – 31 Juli 2017), dan NORU (20 Juli – 7 Agustus 2017). Secara langsung tentu saja tidak berdampak pada kondisi cuaca Indonesia. Namun secara tidak langsung turut membuat monsun timuran stabil dan meningkatkan kecepatan angin dan tinggi gelombang laut di beberapa wilayah Indonesia. Untuk wilayah Banyuwangi secara umum hanya terpengaruh berupa peningkatan kecepatan angin dan tinggi gelombang terutama perairan selatan Banyuwangi selama periode terjadinya siklon tropis tersebut.

Gambar 7. Lintasan Siklon Tropis Juli 2017.(sumber : unysis)

MERBOK

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2017

5

Kelembaban udara

Kelembaban udara relatif selama Juli 2017 di Jawa Timur umumnya lebih basah dibanding bulan sebelumnya dengan rata-rata kisaran 68 – 78%. Jawa Timur bagian timur kondisinya lebih kering dibanding bagian Barat. Dari peta anomali terlihat di Jawa Timur bagian TImur anomali positif 3 - 8 % dari rata-ratanya. Kondisi yang lebih basah terjadi untuk wilayah Jawa Timur sebelah Barat dengan anomali sebesar 8 – 12 % dari rata-ratanya, hal ini berkorelasi positif dengan kejadian hujan dan sebaran pertumbuhan awan selama Juli 2017 dimana wilayah Jawa Timur bagian Barat lebih banyak sebaran awan dan hujannya

.Gambar 8. Kelembaban Udara Relatif Juli 2017 dan Anomalinya pada level 850 mb

(Sumber: ESRL NOAA)

Aktivitas Cuaca

Selama bulan Juli 2017 mayoritas wilayah Banyuwangi masih terjadi/ menerima hujan, secara umum kondisi cuaca di wilayah Banyuwangi terjadinya hujan bervariasi dengan intensitas ringan hingga sedang. Hujan mayoritas terjadi mulai malam hingga pagi hari. Selain dipicu oleh suhu muka laut harian di perairan Jawa (khususnya Jawa Timur) yang masih hangat sebagai penyedia uap air yang merupakan bahan utama pembentukan awan turut memicu peningkatan curah hujan di Jawa Timur termasuk Banyuwangi. Memasuki akhir bulan masih juga terjadi hujan dengan intensitas ringan. Berdasarkan pantauan citra radar dan data hujan Banyuwangi juga terlihat bahwa curah hujan masih terjadi di beberapa wilayah Banyuwangi lainnya hingga menjelang akhir bulan Juli 2017.

Kondisi ini jika dibandingkan dengan kondisi normal/ rata-rata, bulan Juli tentunya secara spasial mayoritas berada pada kondisi normal hingga atas normal, mengingat sebagian besar wilayah Banyuwangi secara normal berada pada masa musim kemarau pada bulan Juli. Hal ini merupakan dampak interaksi faktor-faktor atmosfer skala global, regional hingga lokal yaitu variabilitas monsun, gangguan tropis, pola angin, suhu muka laut perairan Jawa dan sekitarnya, serta labilitas atmosfer.

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2017

6

B. Pantauan kondisi cuaca bulan Juli 2017 di Kota Banyuwangi

Dari rentetan peta synoptic selama bulan Juli 2017, wilayah kota Banyuwangi, angin pada umumnya bertiup dari arah yang bervariasi. Angin dominan bertiup dari arah Baratdaya, dengan kecepatan 3 – 11 knots. Kondisi cuaca cerah, berawan, dan hujan ringan hingga sedang akibat hangatnya suhu muka laut di perairan utara Jawa). Kecepatan angin maksimum terjadi pada 23 dan 28 Juli 2017 dari arah Tenggara dan Baratdaya dengan kecepatan 11 knots. Jumlah Hujan di Kota Banyuwangi dalam satu bulan sebanyak 118.4 mm (Atas Normal). Suhu tertinggi 31.0 °C terjadi pada 8 Juli 2017, suhu terendah sebesar 22.8 ºC terjadi pada 9 Juli 2017.

Berikut adalah rekap data meteorologi yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Banyuwangi pada bulan Juli 2017, di mana pada tabel ini ditampilkan parameter hasil observasi yang merupakan hasil pengamatan di lapangan dan data normal/ rata- rata yang merupakan keadaan normal pada bulan yang bersangkutan.

Tabel 1. Rekap Data Meteorologi Stasiun Meteorologi Banyuwangi Juli 2017

NO PARAMETER HASIL OBSERVASI JULI

2017 NORMAL JULI

(1981-2010)

1 Temperatur rata-rata 26.1 ⁰C 26.4 ⁰C

2 Temperatur maksimum 29.4 ⁰C 31.6 ⁰C

3 Temperatur minimum 23.9 ⁰C 21.6 ⁰C

4 Temp. maks. absolut 31.0 ⁰C 33.4 ⁰C

5 Temp. min. absolut 22.8 ⁰C 19.5 ⁰C

6 Tekanan udara rata-rata * 1012.6 mb 1011.4 mb

7 Kecepatan angin rata-rata 2.7 knots 3 knots

8 Arah angin terbanyak Baratdaya Tenggara

9 Kelembaban rata-rata 82 % 79 %

10 Curah hujan 118.4 mm 62.0 mm

11 Jumlah hari hujan 16 hari hujan 11 hari hujan

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2017

7

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2017

8

Gambar 10. Grafik parameter cuaca dan mawar angin di kota Banyuwangi hasil observasi Juli 2017 (Sumber: BMKG)

Penguapan selama Juli 2017 mencapai 104.7 mm dengan rata-rata harian 3.4 mm, penguapan tertinggi 9.5 mm terjadi pada 3 Juli 2017.

Penyinaran matahari rata-rata Juli 2017 mencapai 68 %, minimal 0 % terjadi pada 8 Juli 2017 sedangkan maksimal 100% terjadi pada antara dasarian I, II, dan III bulan Juli 2017.

Tekanan udara (QFF) tertinggi 1014.0 mb pada 4 J u l i 2017 dan terendah 1010.5 mb pada 26 Juli 2017.

Rata-rata kelembaban udara relative (RH) Juli 2017 adalah 8 2 % dengan RH tertinggi 91 % pada 13 Juli 2017, dan RH terendah 71 % pada 23 dan 24 Juli 2017.

Dari gambar mawar angin (windrose) terlihat arah angin bervariasi. Angin dominan bertiup dari arah Baratdaya, kecepatan angin dominan 2 - 7 knots sebesar 39.1 %. Kecepatan angin tertinggi 11 knots dari arah Tenggara dan Baratdaya.

C. Evaluasi Kondisi Cuaca Bandara Blimbingsari

Bandar Udara Blimbingsari (IATA: BWX, ICAO: WADY) terletak di Desa

Blimbingsari, Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur pada koordinat

8°18′38.16″ LS 114°20′24.64″ BT dengan elevasi 25.66 meter (84.19 feet). Bandara dengan landas pacu saat ini 2.250 meter tersebut dibuka pada 29 Agustus 2010. Hingga Juli 2017 terdapat tiga maskapai penerbangan komersial yaitu Garuda Indonesia, Wings Air dan yang terbaru adalah NAM Air. Selain itu juga terdapat 3 sekolah penerbangan yaitu Balai Pendidikan dan Pelatihan Penerbangan Banyuwangi (BP3B), Bali International Flight Academy (BIFA), dan Mandiri Utama Flight Academy (MUFA).

Kondisi parameter cuaca selama Juli 2017 di Bandara Blimbingsari dari data hasil

pengamatan BMKG pos meteorologi penerbangan bandara Blimbingsari dengan durasi

pengamatan 12 jam (00.00 – 11.00 UTC) adalah sebagai berikut :

Wilayah bandara Blimbingsari pada bulan Juli 2017 normalnya berada pada masa musim

kemarau, namun dikarenakan suhu muka laut harian di perairan Jawa Timur dan sekitarnya

dalam kondisi hangat, serta faktor interaksi dinamika atmosfer, mengakibatkan masih

terjadinya hujan ringan hingga sedang di Bandara Blimbingsari, Banyuwangi.

Curah hujan selama Juli 2017 mencapai 142.5 mm, dengan kelembaban udara relatif

rata-rata 88 %. RH tertinggi 94 % tanggal 12 dan 13 Juli 2017, terendah 81 % tanggal 2 3

J u l i 2017. Tekanan udara (QNH) rata-rata 1013.9 mb, tertinggi 1015.0 mb dan terendah

1012.5 mb. Suhu rata–rata 25.5 °C dengan suhu maksimum absolut 29.5 °C terjadi pada 20

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2017

9

Juli 2017, suhu minimum absolut 20.6 °C pada 22 Juli 2017. Arah angin bervariasi, kecepatan

angin 3 – 14 knots. Angin dominan bertiup dari arah Selatan. Mayoritas kecepatan angin

mencapai 44 % berkisar antara 3 – 14 knots. Kecepatan angin tertinggi 14 knots, terjadi pada

14 Juli 2017 dari arah Tenggara.

Gambar 11. Grafik parameter cuaca hasil observasi Juli 2017 di

Blimbingsari Airport (Sumber: BMKG)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2017

10

D. Evaluasi Kondisi Cuaca Penyeberangan Ketapang-Gilimanuk Berdasarkan pantauan data AWS maritim di pelabuhan penyeberangan Ketapang

Banyuwangi, menunjukkan selama bulan Juli 2017 angin dominan dari arah Tenggara - Baratdaya dengan kecepatan angin bervariasi 2 – 13 knots. Suhu berkisar antara 22.9 – 29.6 °C, Kelembaban Udara Relatif 64.6 – 100 %, dan tekanan udara berkisar 1009.1 – 1014.6 mb. Kondisi cuaca bervariasi dari Cerah Berawan dan hujan intensitas ringan - sedang. Berikut grafik parameter cuaca selat Bali :

Gambar 12. Grafik Parameter Cuaca Penyeberangan Selat Bali (Sumber : AWS BMKG)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2017

11

E. Analisis Hujan Juli 2017 Kabupaten Banyuwangi Berdasarkan data curah hujan bulan Juli 2017 dari stasiun BMKG dan pos-pos hujan

kerjasama di Banyuwangi dapat disajikan evaluasinya sebagai berikut :

Curah hujan tertinggi 458 mm terjadi di Sukonatar dengan 8 hari hujan. Sementara curah hujan terendah 20 mm terjadi di Selogiri dengan 12 hari hujan.

Gambar 13. Peta Distribusi Curah Hujan Juli 2017

dan Sifat Hujan Juli 2017 di Banyuwangi (Sumber:BMKG)

Dari peta terlihat bahwa secara spasial mayoritas wilayah Banyuwangi pada Juli 2017 mengalami curah hujan bervariasi 20 - 458 mm sebagai dampak interaksi faktor - faktor skala global, regional dan lokal. Dari peta sifat hujan terlihat dominan Atas Normal. Hanya sebagian kecil wilayah sifat hujannya Bawah Normal yaitu sebagian Kalipuro dan Wongsorejo. Hal ini berkorelasi dengan pantauan sebaran awan dan hujan selama Juli 2017. Bervariasinya spasial curah hujan pada wilayah Banyuwangi tersebut tidak lepas dari pengaruh interaksi fenomena laut-atmosfer selama Juli 2017.

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2017

12

F. Monitoring Hari tanpa Hujan Berturut-turut

Gambar 14. Peta Monitoring Hari Tanpa Hujan berturut-turut Juli 2017 di Banyuwangi

(Sumber: BMKG Banyuwangi)

Dari peta terlihat bahwa secara spasial hampir mayoritas wilayah Banyuwangi pada Juli 2017 masih mengalami banyak hujan terutama pada awal hingga pertengahan bulan Juli 2017. Hal tersebut menyebabkan monitoring hari tanpa hujan berturut-turut di dominasi oleh warna hijau muda yang mengindikasikan kejadian hari tanpa hujan sangat pendek, bahkan hingga awal Agustus 2017 sebagian besar wilayah Banyuwangi diprediksi masih berpotensi terjadi hujan. Hal tersebut disebabkan oleh kondisi suhu muka laut yang hangat sebagai indikator tersedianya uap air untuk pembentuk awan-awan hujan, serta akibat interaksi fenomena laut-atmosfer lainnya.

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2017

13

II. PROSPEK CUACA BULAN AGUSTUS 2017

A. Prediksi Dinamika Atmosfer Agustus 2017

Monitoring perkembangan ENSO dari BMKG menunjukkan bahwa periode Normal /

Netral mulai Desember 2016 hingga Juli 2017, sehingga tidak ada suplai massa udara dari Samudera Pasifik ke wilayah Indonesia. Memasuki bulan Agustus 2017 diprediksi kondisi Normal dan akan berlangsung hingga Januari 2018. Sementara itu Dipole Mode Indeks (DMI) yang terpantau normal pada Juli 2017, diprediksi masih tetap normal hingga Januari 2018, mengindikasikan tidak adanya penambahan massa uap air dari Samudera Hindia menuju wilayah Indonesia bagian Barat hingga awal tahun depan.

Suhu muka laut (Sea Surface Temperature/ SST) perairan Indonesia Agustus 2017 hingga November 2017 umumnya SST perairan Indonesia dan sekitarnya normal dan anomali negatif (dingin), terdapat kenaikan suhu diperairan Indonesia dimulai dari bagian Utara, di Samudera Pasifik mulai terjadi peluruhan menuju dingin (anomali negatif) dan di Samudera Hindia terjadi peluruhan menuju kondisi netral. Memasuki bulan Desember 2017 hingga Januari 2018 di wilayah perairan Indonesia terjadi peluruhan suhu dari hangat (anomali positif) menuju netral hingga dingin (anomali negatif). Di wilayah Nino 3.4 samudera pasifik anomali negatif semakin menguat, sedangkan Samudera Hindia didominasi kondisi netral. Pola kondisi La Nina mulai terbentuk sejak November 2017, namun memiliki indeks masih disekitar normalnya.

Madden Jullian Oscillation pada Juli 2017 sempat aktif di Benua Maritim Indonesia (BMI) namun lntensitas lemah, sedangkan untuk awal bulan Agustus 2017 MJO juga masih tidak aktif di BMI, dan diprediksi tetap tidak aktif hingga pertengahan Agustus 2017.

Pada skala regional secara normal pola tekanan udara rendah selama bulan Juli 2017 sering muncul di Belahan Bumi Utara (BBU) bahkan beberapa kali menjadi Typhoon. Seiring pergerakan semu matahari memasuki Agustus 2017 potensi terjadinya gangguan tropis di BBU masih sangat tinggi yang tentunya akan membuat monsun timuran menjadi stabil dan akan berdampak terhadap pola angin yang meningkat kecepatannya dan curah hujan yang berkurang.

Melihat perkembangan dinamika atmosfer dan dampaknya terhadap kondisi cuaca iklim Jawa Timur dan Banyuwangi khususnya, dapat disimpulkan bahwa seluruh wilayah Banyuwangi pada bulan Agustus 2017 berada pada musim kemarau. Masih perlu kewaspadaan menghadapi musim kemarau. Untuk prakiraan curah hujan bulanan, sebagai dampak hangatnya suhu muka laut perairan Jawa dan pola monsun timuran yang sudah stabil maka diprediksi akumulasi curah hujan Agustus 2017 mayoritas wilayah masih sama dengan kondisi rata-rata / normalnya dan sebagian wilayah lebih tinggi dari normalnya. Hanya sebagian kecil wilayah diprediksi curah hujannya dibawah kondisi normalnya.

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2017

14

Gambar 15. Prediksi ENSO, anomali SPL, MJO dan anomali OLR

(Sumber : BMKG, NCEP - NOAA)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2017

15

B. Prakiraan Curah Hujan dan Sifat Hujan Banyuwangi bulan Agustus 2017 – September 2017

Berdasarkan hasil perhitungan statistik dan pantauan kondisi fisis dan dinamis atmosfer

di wilayah Jawa Timur dan sekitarnya serta kondisi lokal masing-masing Zona Musim (ZOM) terutama topografi daerah Jawa Timur, maka curah hujan daerah Banyuwangi untuk bulan Agustus 2017 hingga September 2017 diprakirakan sebagai berikut :

Gambar 16. Prakiraan Curah Hujan dan Sifat Hujan

Agustus dan September 2017 Banyuwangi (Sumber:BMKG)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2017

16

C. Prakiraan Potensi Banjir Agustus 2017 Berikut adalah peta prakiraan potensi Banjir bulan Agustus 2017, dari peta terlihat untuk

beberapa wilayah di Banyuwangi diprediksi mempunyai potensi rawan banjir rendah. Memasuki bulan Agustus 2017 seluruh wilayah Banyuwangi diprediksi sudah berlangsung musim kemarau namun perlu diwaspadai variabilitas intensitas hujan harian yang tinggi yang berpotensi menyebabkan hujan dengan intensitas yang bervariasi juga.

.

Gambar 17. Prakiraan Daerah Potensi Banjir Agustus 2017 (Sumber:BMKG)

III. INFORMASI TERBIT-TERBENAM MATAHARI AGUSTUS 2017

Berikut adalah data terbit terbenamnya matahari, selama bulan Agustus 2017 di wilayah Kota Banyuwangi :

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2017

17

IV. KEJADIAN GEMPABUMI DIRASAKAN SIGNIFIKAN DI WILAYAH BANYUWANGI

Gambar 18. Kejadian Gempabumi yang signifikan di Banyuwangi Juli 2017 (Sumber:BMKG)

Kejadian Gempa Bumi yang signifikan dirasakan sampai di Wilayah Kabupaten Banyuwangi pada bulan Juli 2017 adalah NIHIL/ tidak ada kejadian Gempabumi yang dirasakan signifikan sampai ke wilayah Kabupaten Banyuwangi.

V. KEJADIAN CUACA EKSTRIM JULI 2017

Cuaca / Iklim Ekstrim adalah suatu kondisi meteorologi yang menyimpang dari nilai rata-ratanya atau menyimpang terhadap nilai batas ambang meteorologi di wilayah tersebut. Dampak pemanasan global yang berlanjut pada perubahan iklim diyakini sebagai salah satu pemicu munculnya cuaca/iklim ekstrim baik dari tingkat keseringan, cakupan luas wilayah maupun nilainya, dimana cuaca/iklim ekstrim tersebut berpotensi menimbulkan bencana dan kerugian bahkan korban jiwa.

Tabel 2. Cuaca/ Iklim Ekstrim Bulan Juli 2017 Banyuwangi

KRITERIA KETERANGAN

Angin dengan kecepatan > 45 Km/jam -

Suhu udara > 35˚ C -

Suhu udara < 15˚ C -

Kelembaban udara < 30 % -

Curah Hujan >100 mm / hari

123 milimeter di Sukonatar tanggal 11 Juli 2017.

Tanah Longsor -

Banjir -

Puting beliung / Waterspout -

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2017

18

DAFTAR ISTILAH INFORMASI CUACA, IKLIM DAN GEMPABUMI

ENSO adalah singkatan dari El-Nino Southern Oscillation. Secara umum para ahli membagi ENSO menjadi ENSO hangat (El-Nino) dan ENSO dingin (La-Nina). Kondisi tanpa kejadian ENSO biasanya disebut sebagai kondisi normal. Referensi penggunaan kata hangat dan dingin adalah berdasarkan pada nilai anomali suhu permukaan laut (SPL) di daerah NINO di Samudera Pasifik dekat ekuator bagian tengah dan timur. Pada saat fenomena El Nino berlangsung, kondisi atmosfer di wilayah Indonesia cenderung kering, sehingga potensi kondisi curah hujannya berkurang atau lebih sedikit dibandingkan dengan rata-rata normalnya. Kondisi sebaliknya terjadi ketika fenomena La Nina berlangsung, dimana atmosfer wilayah Indonesia umumnya akan cenderung basah, sehingga bisa berpotensi menyebabkan intensitas curah hujan yang lebih banyak dibanding rata-rata normalnya.

Dipole Mode merupakan fenomena interaksi laut dan atmosfer di Samudera Hindia yang

dihitung berdasarkan perbedaan nilai (selisih) antara anomali suhu muka laut perairan pantai timur Afrika dengan perairan sebelah barat Sumatera. Perbedaan nilai anomali suhu muka laut tersebut selanjutnya dikenal sebagai Dipole Mode Indeks (DMI), dimana DMI positif berdampak berkurangnya curah hujan di Indonesia bagian barat, DMI negatif berdampak meningkatnya curah hujan di Indonesia bagian barat.

Asian Cold Surge atau seruakan dingin Asia digunakan untuk menggambarkan

penjalaran massa udara dari Asia akibat adanya tekanan tinggi di daerah tersebut dan menjalar ke arah selatan menuju ekuator dengan membawa massa udara dingin. Indeks yang digunakan untuk identifikasi aktivitas cold surge adalah dengan menghitung indeks monsun yaitu selisih nilai tekanan antara Titik 115° BT/ 30° LU (didekati dengan data dari stasiun Wuhan di daratan China) dengan tekanan di Hongkong (116° BT/ 22° LU). Threshold value yang digunakan untuk indeks monsun dari gradient tekanan adalah ≥10 mb sebagai indikator adanya cold surge.

MJO singkatan dari Madden Jullian Oscillation adalah suatu istilah yang digunakan untuk

menggambarkan fluktuasi antar musiman yang terjadi di sekitar wilayah tropis. Keberadaan MJO ditandai dengan adanya penjalaran pada arah timuran di wilayah tropis dimana terjadinya penambahan intensitas curah hujan pada daerah tersebut, terutama di atas Samudera Hindia dan Pasifik. Anomali curah hujan seringkali merupakan indikator pertama dalam mengindikasikan kejadian MJO, dimana pada mulanya intensitas curah hujan tinggi terjadi di Samudera Hindia dan kemudian menjalar ke arah timur melewati wilayah Indonesia menuju Samudera Pasifik barat dan tengah panjang siklus MJO diperkirakan sekitar 30-60 harian. Penemu dari fenomena MJO ini adalah Madden dan Jullian.

OLR singkatan dari Outgoing Longwave Radiation adalah istilah yang digunakan untuk

menyatakan intensitas atau banyaknya radiasi gelombang panjang dari bumi ke atmosfer. Anomali OLR yang bernilai negatif menunjukkan jumlah radiasi yang terukur di atmosfer sangat sedikit karena terhalang oleh intensitas perawanan yang cukup tinggi di atmosfer. Sedangkan anomali OLR positif menunjukkan jumlah radiasi dari bumi yang cukup banyak karena tidak terhalang oleh kondisi perawanan di atmosfer. Satuan OLR adalah weber/m-2.

Monsun adalah sirkulasi angin yang mengalami perubahan arah secara periodik setiap

setengah tahun sekali. Sirkulasi angin Indonesia ditentukan oleh pola perbedaan tekanan udara di Australia dan Asia. Pola tekanan udara ini mengikuti pola peredaran matahari dalam setahun. Pola angin baratan terjadi karena adanya tekanan udara tinggi di Asia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim hujan di Indonesia. Pola angin timuran/tenggara terjadi karena adanya tekanan udara tinggi di Australia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim kemarau di Indonesia.

Daerah Pertemuan Angin Antar Tropis (ITCZ/ Inter Tropical Convergence Zone)

merupakan daerah tekanan udara rendah yang memanjang dari barat ke timur dengan posisi selalu berubah mengikuti pergerakan posisi semu matahari ke arah utara dan selatan

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2017

19

khatulistiwa. Wilayah Indonesia yang dilewati ITCZ pada umumnya berpotensi terjadi pertumbuhan awan-awan hujan.

Curah Hujan (mm) adalah ketinggian air hujan yang terkumpul dalam penakar hujan

pada tempat yang datar, tidak menyerap, tidak meresap dan tidak mengalir. Unsur hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air hujan setinggi satu milimeter atau tertampung air hujan sebanyak satu liter.

Zona Musim (ZOM) adalah daerah yang pola hujan rata-ratanya memiliki perbedaan

yang jelas antara periode musim kemarau dan periode musim hujan. Wilayah ZOM tidak selalu sama dengan luas daerah administrasi pemerintahan. Dengan demikian satu kabupaten/ kota dapat saja terdiri dari beberapa ZOM dan sebaliknya satu ZOM dapat terdiri dari beberapa kabupaten.

Dasarian adalah rentang waktu selama 10 (sepuluh) hari. Dalam satu bulan dibagi

menjadi 3 (tiga) dasarian, yaitu : a. Dasarian I : tanggal 1 sampai dengan 10 b. Dasarian II : tanggal 11 sampai dengan 20 c. Dasarian III : tanggal 21 sampai dengan akhir bulan

Sifat Hujan adalah perbandingan antara jumlah curah hujan selama rentang waktu yang

ditetapkan (satu periode musim hujan atau satu periode musim kemarau) dengan jumlah curah hujan normalnya (rata-rata selama 30 tahun periode 1971 - 2000). Sifat hujan dibagi menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu :

a. Atas Normal (AN), jika nilai curah hujan lebih dari 115% terhadap rata-ratanya b. Normal (N), jika nilai curah hujan antara 85% - 115% terhadap rata-ratanya c. Bawah Normal (BN), jika nilai curah hujan kurang dari 85% terhadap rata-

ratanya Gempa adalah getaran bumi yang terjadi sebagai akibat penjalaran gelombang

seimik/gempa yang terpancar dari sumbernya/sumber energi elastik

Gempa Tektonik adalah gempabumi yang disebabkan oleh adanya pergeseran atau pergerakan lempeng bumi

Magnitude adalah parameter gempa yang berhubungan dengan besarnya kekuatan

gempa di sumbernya. Ada beberapa jenis magnitude, yaitu: magnitude lokal (ML), magnitude gelombang permukaan (Ms), magnitude gelombang badan (mb), magnitude momen (Mw), magnitude durasi (Md).

Intensitas gempa adalah besaran yang dipakai untuk mengukur suatu gempa

berdasarkan tingkat kerusakan dan reaksi manusia yang disebabkan oleh gempa tersebut.

Skala Richter Suatu ukuran obyektif kekuatan gempa dikaitkan dengan magnitudenya, dikemukan oleh Richter (1930).

Skala MMI (Modified Mercally Intensity) adalah suatu ukuran subyektif kekuatan gempa

dikaitkan dengan intensitasnya

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Agustus 2017

20

Tabel Skala Intensitas Gempabumi BMKG dalam MMI

---ABCD : Act Beyond your Common Duties---


Recommended