Download docx - cryptosporidium pada hewan

Transcript
Page 1: cryptosporidium pada hewan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Cryptosporidiosis merupakan suatu infeksi usus halus yang disebabkan

oleh Cryptosporidium sp..Cryptosporidium sp. merupakan salah satu protozoa yang

termasuk dalam waterborne disease (penyakit yang ditularkan melalui perantara

air). Cryptosporidium sp. dikenal sebagai penyakit parasit obligat seluler dan bersifat

sangat patogen serta dapat menyerang sel epitel saluran pencernaan, saluran empedu dan

saluran pernapasan hewan dan manusia.

Cryptosporidium sp. dapat menyerang lebih dari 45 spesies vertebrata termasuk

unggas dan burung, ikan, reptil, mamalia kecil (tikus, kucing, anjing) dan mamalia besar

(terutama sapi dan biri-biri), Cryptosporidium menyebabkan diare pada mamalia dan

bersifat zoonosis terhadap manusia.

Bagi peternak dapat menyebabkan kerugian berupa peningkatan biaya pengobatan

dan perawatan untuk ternak yang terkena Cryptosporidiosis. Tindakan yang dapat

dilakukan untuk melakukan pencegahan agar tidak terkena Cryptosporidiosis adalah

dengan lebih memperhatikan sanitasi peralatan dan kandang serta manajemen ternak.

Penyebaran penyakit Cryptosporidiosis sangat luas dengan vertebrata sebagai

inangnya. Parasit keluar bersama fesesdan dapat mencemari lingkungan dalam bentuk

ookista.

1

Page 2: cryptosporidium pada hewan

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apakah etiologi dari penyakit Cryptosporidiosis?

2. Bagaimanakah morfologi dari Cryptosporidium sp.?

3. Bagaimanakah epidemiologi dari Cryptosporidium sp.?

4. Bagaimanakah siklus hidup Cryptosporidium sp.?

5. Bagaimanakah cara penularan dari Cryptosporidium sp.?

6. Bagaimanakah gejala dan tanda klinis jika hewan terjangkit penyakit

Cryptosporidiosis?

7. Bagaimanakah cara mendiagnosa penyakit Cryptosporidiosis?

8. Apakah tindakan ( pencegahan dan pengobatan ) agar hewan terbebas dari

penyakit Cryptosporidiosis?

2

Page 3: cryptosporidium pada hewan

BAB II

TUJUAN DAN MANFAAT TULISAN

2.1 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini dapat dibagi menjadi dua yaitu :

1. Untuk dapat memenuhi mata tugas mata kuliah Parasitologi Veteriner II

2. Agar dapat mengetahui etiologi dari penyakit Cryptosporidiosis

3. Agar dapat mengetahui morfologi dari Cryptosporidium sp.

4. Agar dapat mengetahui epidemiologi dari Cryptosporidium sp.

5. Agar dapat mengetahui siklus hidup dari Cryptosporidium sp.

6. Agar dapat mengetahui cara penularan dari Cryptosporidium sp.

7. Agar dapat mengetahui gejala dan tanda klinis yang ditimbulkan jika

hewan terjangkit penyakit Cryptosporidiosis

8. Agar dapat mengetahui cara mendiagnosa penyakit Cryptosporidiosis

9. Agar dapat mengetahui tindakan ( pencegahan dan pengobatan ) yang

dapat dilakukan agar hewan terbebas dari penyakit Cryptosporidiosis

2.2 Manfaat Penulisan

Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan karya ini adalah sebagai berikut.

1. Bagi penulis, dapat lebih memahami penyakit Cryptosporidiosis pada hewan.

2. Bagi masyarakat umum, sebagai bahan informasi dan sumber bacaan mengenai

parasit Cryptosporidium sp. yang menyebabkan penyakit Cryptosporidiosis.

3

Page 4: cryptosporidium pada hewan

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 ETIOLOGI

Cryptosporidium adalah protozoa patogen dari divisi Apicomplexa dan

menyebabkan penyakit diare yang disebut cryptosporidiosis. Genus

dari Cryptosporidium sp.dicirikan dalam bentuk ookista. Ookista matang mengandung 4

sporokista. Ookista Cryptosporidium sp.berbentuk bundar dan berdinding tebal dengan

diameter 1,5 – 5 µm. Sporulasi ookista menghasilkan 4 sporozoit yang memanjang.

Taksonomi dari Cryptosporidium sp.yaitu sebagai berikut:

Filum : Ampicomplexa

Kelas : Sporozoasida

Subkelas : Coccidiasina

Ordo  : Eucoccidiorida

Subordo : Eimeriorina

Famili : Cryptosporidiidae

Genus : Cryptosporidium

Gambar 1. Ookista dari Cryptosporidium sp.menggunakan pewarnaan safranin (kiri) dan

dengan immunofluorescent antibodies (kanan)

Spesies dari Cryptosporidium sp.yang patogen pada manusia

adalah Cryptosporidium parvum. Protozoa ini merupakan subkelas Coccidia yang

4

Page 5: cryptosporidium pada hewan

menyebabkan penyakit pada manusia. Meskipun parasit ini bersifat intraseluler tetapi

banyak juga ditemukan di bawah membran terluar yang melapisi permukaan sel pada

lambung dan usus halus. Cryptosporidium sp.terdiri atas berbagai spesies diantaranya

dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Daftar Spesies dari genus Cryptosporidium sp..

Penyebaran dari ookista Cryptosporidium parvum dipengaruhi oleh sifat biologi

yang dimiliknyai. Ookista Cryptosporidium sp.cukup tahan pada kondisi lembab.

Ookista Cryptosporidium sp.tahan di lingkungan akibat morfologi dindingnya cukup

tebal yang menyebabkan tetap tahan di alam sehingga dikenal dengan hidden spore atau

underground spore. Selain itu, ookista Cryptosporidium sp.juga sangat tahan terhadap

5

Page 6: cryptosporidium pada hewan

disinfektan termasuk pengapuran dan klorinasi air, tetapi dapat mati pada temperatur 65

°C selama 20 – 30 menit dan melalui proses pengeringan serta dengan menggunakan

sodium hipoklorit 5% atau amonia 5% -10%.

3.2 MORFOLOGI

Cryptosporidium sp. terdiri dari banyak spesies tapi yang paling pathogen yaitu

Cryptosporidium parvum yang menyebabkan diare kronis dan muntah

menyebabkan diare (kebanyakan kronis). Dalam siklus hidupnya Cryptosporidium

sp. mengalami beberapa kali perubahan bentuk (Stadium).

Berikut ini ciri morfologi :

1. Sporozoit mempunyai bentuk seperti pisang dimana bagian anteriornya

meruncing dan bagian posteriornya membulat.

2. Gametosit dan skizon ukuran 2-4 mikro meter diproduksi dalam siklus

hidupCryptosporidium parvum ,tapi jarang ditemukan pada feses.

3. Ookista Biasanya berbentuk bulat, berdiameter 4 - 6 um mengandung 4 sporozit

yang tidak terlalu terlihat,refraktil, terdiri 1-8 granula yang menonjol dan dilapisi

dua dinding tebal. Ookista resisten dan sangat resisten terhadap proses klorinasi

tapi dapat mati dengan teknik pemasakan konvensional.

Gambar 2. Ookista dari Cryptosporidium sp.

6

Page 7: cryptosporidium pada hewan

3.3 EPIDEMIOLOGI

Cryptosporidiosis merupakan penyakit endemic yang hampir terjadi di seluruh

dunia terutama pada negara-negara berkembang yang lingkungan sanitasinya kurang

baik. Ookista dari Cryptosporidium sp. mudah ditemukan di lingkungan yang lembab

terutama disekitaran air permukaan. Faktor lingkungan sangat berperan penting dalam

terjadinya infeksi pada berbagai tingkat umur hewan. Keadaan lingkungan daerah dataran

rendah dan dataran tinggi menyebabkan perkembangan Cryptosporidium sp. yang

berbeda. Hal ini dilihat dari contoh tingkat prevalensi pada sapi bali, dimana prevalensi

dataran tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan dataran rendah (tabel 2).

Tabel 2. Asosiasi Cryptosporidiosis pada daerah dataran rendah dan dataran tinggi

Bisa dikatakan bahwa resiko dataran tinggi terhadap Cryptosporidiosis

kejadiannya 1,67 kali dibandingkan dengan daerah dataran rendah. Kejadian

Cryptosporidiosis ini sangat erat hubungannya dengan kondisi daerah. Cryptosporidiosis

lebih tinggi pada periode musim dingin daripada musim panas (CHAI et al., 1996 dalam

RAN YU et al., 2004).

Kecamatan Selat dan Sidemen merupakan daerah dataran tinggi memiliki

kelembaban berkisar 65−85%, suhu lingkungan 24–32°C. Curah hujan cukup tinggi

merupakan kondisi sesuai untuk berkembang dan menyebarnya C. parvum.

Kecamatan Karangasem dan Manggis merupakan dataran rendah dengan

kelembaban 55−65%, suhu lingkungan 28–33°C. Dataran rendah ini merupakan kondisi

yang kurang mendukung perkembangan protozoa karena daerahnya kering dan musim

panas yang lebih lama dibandingkan dengan daerah dataran tinggi. Ookista C. parvum

7

Page 8: cryptosporidium pada hewan

penyebarannya dipengaruhi pula oleh sifat biologi yang dimiliki. Ookista cukup tahan

pada kondisi lembab morfologi dindingnya cukup tebal, yang menyebabkan tetap tahan

di alam sehingga dikenal dengan hidden spore atau underground spore (UPTON, 2004).

3.4 SIKLUS HIDUP

Tahap infeksi dari protozoa ini adalah ookista dengan ukuran 5-7µm, yang tahan

terhadap kondisi lingkungan. Infeksi terjadi karena ookista masuk dan teringesti ke induk

semang yang cocok. Ookista melakukan eksitasi dan mengeluarkan sporozoit infektif

yang akan menjadi parasit pada sel epitel terutama dalam saluran pencernaan inang.

Gambar 3. siklus hidup Cryptosporidium sp.

Ookista yang telah mengalami sporulasi, terdiri dari 4 sporozoit, dikeluarkan

melalui feses organisme yang terinfeksi dan mungkin mengalami rute yang lain seperti

melalui sekresi saluran pernafasan (1). Transmisi dari Cryptosporidium sp. umumnya

terjadi melalui kontak dengan air yang telah terkontaminasi.

Setelah tertelan (dan mungkin terhirup) oleh hospes (3) eksistasi terjadi (a).

Empat sporozoit dikeluarkan dari tiap ookista,menembus epithelial (b,c) usus dan

8

Page 9: cryptosporidium pada hewan

jaringan lain seperti saluran pernafasan. Sporozoid akan berkembang menjadi tropozoit.

Kemudian mengalami multiplikasi aseksual (skizogoni atau merogoni) (d,e) yang

menghasilkan meront tipe I.

Merozoit yang dihasilkan meront tipe I dapat mereinfaksi sel dan mengulang

kembali siklus asekseual atau menginfeksi sel dan berkembang menjadi meront tipe II (f).

Tiap meron tipe II akan membesaskan 4 merozoit. Diyakini hanya merozoit tipe II inilah

yang mengalami multiplikasi seksual (gametogoni) menghasilkan mikrogametosit(g) dan

makrogametosit(h). Mikrogamet keluar dari mikrogametosit akan membuahi makrogamet

yang keluar dari makrogametosit dan menghasilkan zigot (i). Sekitar 80% zigot akan

berkembang menjadi ookista berdinding tebal (j) dan 20% zigot berkembang menjadi

ookista berdinding tipis (k).

Ookista akan bersporulasi (berkembang menjadi sporozoit yang infektif).

Keluarnya sporozoit dari ookista yang berdinding tipis akan menyebabkan autoinfeksi.

Sementara ookista berdinding tebal akan keluar melalui feses dan apabila tertelan akan

segera menginfeksi.

3.5 CARA PENULARAN

Cara penularan Cryptosporidium umumnya terjadi melalui air, tanah, makanan,

dan infeksi dari hewan terutama melalui fesesnya yang sudah terkontaminasi oleh ookista

dari Cryptosporidium sp.. Faktor penyebab paling tinggi terhadap penyakit

Cryptosporidiosis adalah ternak yang diberikan air minum yang airnya tersebut diambil

dari sungai. Dimana biasanya peternak akan mengandangkan ternaknya tersebut di dekat

sungai untuk mempermudah mendapatkan air untuk membersihkan kandangnya sehingga

pada saat peternak tersebut membersihkan kandang dengan feses ternak yang terinfeksi

Cryptosporidium sp. maka bekas-bekas pembersihan tersebut mengikuti aliran sungai

dan ketika ada hewan yang meminum air di sungai itu, hewan tersebut akan terinfeksi.

Penyakit ini bersifat zoonosis disebabkan karena Cryptosporidium sp. memiliki

bermacam-macam reservoar seperti unggas, ikan, reptile, mamalia kecil ( tikus,kucing,

anjing) dan mamalia besar terutama sapi, domba, kambing ,babi dan kuda.

9

Page 10: cryptosporidium pada hewan

Gambar 4. Cara penularan Cryptosporidium sp.

3.6 GEJALA / TANDA KLINIS

Hewan yang terinfeksi oleh Cryptosporidium sp. diantaranya adalah sapi,

kambing, ayam, tikus, babi, anjing dan kucing, sedangkan hewan yang sangat rentan

terhadap infeksi Cryptosporidium sp. yaitu sapi, domba, babi dan kuda.

Gejala klinis dari penderita Cryptosporidiosis dapat bervariasi sesuai dengan

status kekebalan hospesnya. Pada hewan muda kemungkinan peran sistem kekebalan

yang masih belum sempurna, jika dibandingkan dengan hewan dewasa. Sehingga

infeksi Cryptosporidium sp.pada hewan muda lebih tinggi dibandingkan dengan hewan

dewasa.

Anak sapi (pedet) yang menderita Cryptosporidiosis biasanya akan mengalami

diare ringan sampai sedang yang berlangsung selama beberapa hari tanpa pengobatan.

Diare akibat Cryptosporidiosis cenderung lebih lama beberapa hari dibandingkan dengan

diare yang disebabkan oleh rotavirus, coronavirus, atau enterotoksigenik Escherichia

coli.

10

Page 11: cryptosporidium pada hewan

Tinja/feses pada hewan yang menderita Cryptosporidiosis berwarna kuning atau

lebih pucat dengan konsistensi berair dan berlendir. Diare yang terjadi terus-menerus

dapat menyebabkan penurunan berat badan dan kekurusan.

Pada kebanyakan kasus pada hewan, diare akan berkurang setelah beberapa hari.

Gejala klinis lain yang terlihat yaitu kelesuan, anoreksia dan dehidrasi. Dehidrasi berat,

kelemahan dan koleps juga dapat terjadi pada kasus diare akut. Biasanya hal ini terjadi

pada pedet (neonatal).

Gambar 5. Diare pada pedet akibat infeksi Cryptosporidium sp..

Salah satu faktor penyebab Cryptosporidiosis pada pedet adalah kontak langsung

dengan lantai yang sebelumnya sudah tercemar Cryptosporidium parvum yang berasal

dari ternak dan lingkungan tercemar. Kualitas kolostrum yang bermutu jelek juga

merupakan predisposisi terjadinya Cryptosporidiosis pada pedet. Penggunaan pupuk

kandang untuk tanaman baik di ladang dan sawah merupakan faktor yang dapat

menyebarkan kejadian Cryptosporidiosis pada pedet.

Cryptosporidiosis yang terjadi pada hewan dewasa dapat disebabkan karena

adanya autoinfeksi serta dapat sebagai reservoar parasit anthropozoonosis yang

berbahaya bagi manusia dan merupakan agen penyakit zoonotik yang memungkinkan

terjadinya infeksi lebih lanjut. Pada hewan dewasa infeksi terlihat tidak begitu menonjol

dibandingkan dengan hewan muda. Hal ini disebabkan adanya peran sistem kekebalan

yang telah dimiliki oleh hewan dewasa.

11

Page 12: cryptosporidium pada hewan

3.7 DIAGNOSA

     Ada banyak tes diagnostik untuk Cryptosporidium, diantaranya secara

mikroskopis, staining (pemberian noda), dan deteksi dari antibodi.

a) Mikroskopis dapat membantu mengidentifikasi oocysts atau ookista pada feses

yang terinfeksi. Untuk meningkatkan peluang mencari oocysts, ahli diagnosa harus

memeriksa minimal 3 sampel feses.

b) Teknik Staining yaitu dengan memberikan asam-fast staining, yang akan

memberikan noda merah pada oocysts. Sebagian dari usus kecil dapat dicemarkan

dengan hematoxylin dan eosin (H & E), yang akan menampilkan oocysts yang

melekat pada sel epithelial.

c) Deteksi antigen merupakan cara lain untuk mendiagnosa penyakit. Ini dapat

dilakukan dengan Direct Fluorescent Antibody (DFA).

d) Pewarnaan dengan safranin.

e) Polymerase chain reaction (PCR) bisa juga digunakan untuk mendiagnosa

cryptosporidiosis, bahkan dapat mengidentifikasi jenis Cryptosporidium yang lebih

spesifik.

3.8  TINDAKAN

Pengobatan

Pengobatan awal yang dapat dilakukan adalah dengan penggantian cairan yang

hilang yaitu dengan pemberian elektrolit hangat. Anak sapi yang

terinfeksi Cryptosporidium sp.terutama jika menunjukkan gejala diare yang parah harus

diberikan cairan tersebut secara oral maupun parenteral, bila perlu sampai pemulihan

terjadi. Anak sapi masih diberikan susu dalam jumlah kecil beberapa kali sehari untuk

mengoptimalkan pencernaan dan untuk meminimalkan penurunan berat badan.

Halofuginone dilaporkan dapat mengurangi produksi ookista pada domba yang

diinfeksi secara eksperimental dan pada anak sapi yang terinfeksi secara alami maupun

yang diinfeksi secara eksperimental. Pemberian paromomycin sulfat dengan dosis 100

mg/kg/hari PO selama 11 hari telah terbukti berhasil dalam mencegah penyakit secara

alami dalam uji coba di lapangan pada anak kambing.

12

Page 13: cryptosporidium pada hewan

Pencegahan

Hal yang sekiranya dapat dilakukan untuk mencegah penyakit Cryptosporidiosis nadalah

sebagai berikut :

1. Mencegah penggunaan air yang terkotaminasi dengan ookista

Cryptosporidium sp..

2. Mencegah kosumsi pakan hewan yang terkotaminasi dengan ookista

Cryptosporidium sp..

3. Isolasikan hewan penderita Cryptosporidiosis sampai hewan tersebut

sembuh

4. Menghindari terpapar dengan feses hewan atau manusia yang

terkotaminasi dengan ookista Cryptosporidium sp..

5. Sanitasi kandang yang baik

6. Kandang cukup sinar matahari karena dapat mengurangi atau membunuh

Cryptosporidium sp..

13

Page 14: cryptosporidium pada hewan

BAB IV

PEMBAHASAN

Salah satu penyebab kasus Cryptosporidiosis pada pedet adalah adanya kontak

langsung dengan lantai yang sebelumnya sudah tercemar Cryptosporidium sp.yang

berasal dari ternak dan lingkungan tercemar. Kebanyakan hal ini terjadi karena hewan

yang biasa mengkosumsi air sungai. Sebagian besar peternak menggunakan air

sungai, air telaga atau air kolam (air permukaan tanah) untuk pemberian minum

ternaknya. Selain itu juga ternak yang mudah terinfeksi adalah hewan yang ditempatkan

pada kandang dengan alas tanah, karena alas tanah menyebabkan kondisi kandang

menjadi lembab (Muhid et al. (2011). Ternak yang menggunakan alas kandang tanah

memiliki resiko terinfeksi Cryptosporidium sp.lebih tinggi daripada ternak yang

menggunakan alas kandang semen.

Sistem pemeliharaan ternak sapi terdiri dari 3 cara, yaitu dikandangkan terus-

menerus (intensif), dilepas pada siang hari dan dikandangkan pada malam hari (semi-

intensif), dan dilepas atau digembalakan secara terus-menerus (ekstensif). Sistem

pemeliharaan ternak yang dikandangkan secara terus-menerus lebih lebih mudah

terinfeksi dibandingkan dengan ternak yang dilepas pada siang hari dan dikandangkan

pada malam hari dan dilepas atau digembalakan terus menerus . Prevalensi infeksi

Cryptosporidium sp.lebih tinggi pada ternak yang dikandangkan secara terus-menerus,

karena pada umumnya ternak defekasi dan mengkonsumsi pakan dan air pada tempat

yang sama (Muhid et al. 2011).

Frekuensi membersihkan kandang termasuk faktor yang dapat memengaruhi

prevalensi infeksi Cryptosporidiosis pada ternak sapi. Kandang yang dibersihkan secara

terus-menerus dapat mengurangi tumpukan feses sapi yang berpotensi sebagai media

penyebab infeksi Cryptosporidiosis.. Kandang yang jarang dibersihkan menyebabkan

adanya tumpukan kotoran yang dapat mengakibatkan kondisi kandang menjadi lembab.

Kondisi lingkungan yang basah dan cukup lembab dapat menyebabkan ookista

Cryptosporidium sp.bertahan hidup selama berbulan-bulan, namun ookista

Cryptosporidium sp.tidak dapat bertahan lama pada kondisi kering. Salah satu faktor

14

Page 15: cryptosporidium pada hewan

penyebab infeksi Cryptosporidium sp.adalah sumber air yang digunakan oleh peternak

sapi (Office International des Epizooties (2004).

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1  SIMPULAN

Cryptosporidiosis merupakan suatu infeksi usus halus yang disebabkan

oleh Cryptosporidium sp.. Penyakit ini bersifat zoonosis yang dapat ditularkan dari hewan

ke manusia dan juga sebaliknya melalui perantara air atau makanan yang terinfeksi oleh

ookista Cryptosporidium sp.yang mengakibatkan diare yang sangat serius bagi

penderitanya. Gejala klinis lain yang dapat terlihat yaitu kelesuan, anoreksia dan

dehidrasi. Dehidrasi berat, kelemahan dan koleps juga dapat terjadi pada kasus diare akut.

Biasanya hal ini terjadi pada hewan yang berumur muda. Diagnosa banding dari penyakit

ini adalah Eschericia coli, Salmonella, dan Giardiasis/Lamblia. Umur hewan paling

rentan terinfeksi adalah pada umur 1 – 30 hari.

5.2   SARAN

Dari hasil pembahasan tersebut dapat disarankan kepada para peternak untuk

melaksanakan penangan sanitasi lingkungan kandang secara lebih intensif, terutama di

daerah dataran tinggi. Pencemaran air oleh sejumlah ookista Cryptosporidium

sp.diperlukan langkah-langkah penanggulangan seperti perlunya pembuatan saptik tang

untuk menampung kotoran ternak, dan diupayakan pengeringan kotoran sebelum dipakai

pupuk. MengingatCryptosporidiosisadalah penyakit zoonotic maka para peternak perlu

diberikan penyuluhan untuk mengetahui dan mencegah Cryptosporidiosis ini.

15

Page 16: cryptosporidium pada hewan

DAFTAR PUSTAKA

Artama K, Cahyaningsih U, Sudarnika E. 2005. Prevalensi Infeksi Cryptosporidium sp.pada

Sapi Bali di Dataran Rendah dan Dataran Tinggi di Kabupaten Karangasem Bali

[Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Enemark HL. Hansen VB. Lindp. Heegarard PMH, Vigree H, Ahrens P, Thamsborg SM. 2003.

Pathogenicity of Cryptosporidium parvum evaluation of an animal infection model. Vet

Parasitology 113: 35-57.

Jenkins MB, Bowman DD, Foyarty EA, Ghiose WC. 2002. Cryptosporidium parvum oocysts

inactivation in three soil types at various temperatures and water potentiolist. Soil

Biology & Biochemistry  (34): 1101-1109.

Magdy EM dkk.2014.Prevalence and Genotyping of Cryptosporidium spp. in Farm Animals in

Egypt. Department of Zoology, Faculty of Science, Kafrelsheikh University, Kafr El

Sheikh, 33516

Manshur Ahmad, Irwan dan Cahyaningsih, Umi.2014.Kajian prevalensi kriptosoridiosis dan

Sistem Manajemen Peternakan Sapi Potong di Peternakan Rakyat Kabupaten Cianjur.

Fakultas Kedokteran Hewan.Institut Pertanian Bogor.

Rifky Yudyantoro, Bambang.2014.Prevalensi kasus Kriptosporidiosis pada Sapi potong di

Kecamatan Cipatujuh dan Cikalong, Tasikmalaya, Jawa.Fakultas Kedokteran

Hewan.Institut Pertanian Bogor.

Sreter T, I Varga. 2000. Kriptosporidiosis in birds – A Review. Veterinary Parasitology 87:

261-279.

Susilo,Joko.2013. Diare Ganas Pada Pedet Sangat Mematikan. Medik Veteriner Balai

Veteriner Lampung

16