Download pdf - enceng gondok

Transcript

2010-05-3 Bikin Briket Eceng gondokYukz Kebutuhan energi di Indonesia semakin meningkat. tapi justru energi Non renewable tetap tren dikalangan masyarakat. liat aja orang tetap mengantri meski bahan bakar semakin langka.

Salah satu solusi adalah dengan pengembangan energi-energi alternatif, khususnya energi yang dapat diperbaharui (renewable energy). Sumber energi penting terutama untuk negara berkembang adalah biomassa (Istanto,2005). Biomassa merupakan sumber energi alternatif yang dapat digunakan untuk menggantikan energi fosil. Biomassa menjadi alternatif karena mempunyai beberapa sifat yang menguntungkan. Sumber energi ini dapat dimanfaatkan secara lestari karena sifatnya yang renewable resources, tidak mengandung unsur sulfur sehingga tidak menyebabkan polusi udara sebagaimana yang terjadi pada bahan bakar fosil. Selain itu, pemanfaatan energi biomassa juga meningkatkan efisiensi pemanfaatan limbah pertanian. (Sudrajat , 2001). Alternatif teknologi untuk mengolah biomassa adalah proses pembriketan. Teknologi ini secara sederhana di definisikan sebagai proses densifikasi untuk memperbaiki karakteristik bahan bakar biomassa. Briket diperoleh dengan membakar tanpa udara (pirolisis) suatu biomassa kering (Seran, 1991). Sedangkan menurut Roejianto (1988) briket adalah hasil cetakan serbuk dengan perekat tertentu dan dengan perbandingan jumlah tertentu dan tekanan tertentu pula.

Dewasa ini briket kurang dikenal oleh masyarakat karena keberadaannya yang jarang. Masyarakat lebih suka menggunakan kayu bakar dan minyak bumi sebagai bahan bakar. Padahal, penggunaan briket arang biomasa sebagai energi alternatif jauh lebih murah dibanding minyak tanah. Briket memiliki nilai kalori lebih tinggi, lebih efektif dan efisien dibandingkan bahan asalnya. Bentuk briket memudahkan dalam pengemasan, pengangkutan, pemasaran dan penggunaannya (Abdul Kadir,1995). Contoh bentuk biomassa yang sering digunakan sebagai bahan bakar adalah kayu, ranting, sekam padi, sampah organik, tempurung kelapa dan eceng gondok. Eceng gondok atau Eichornia Crasipess Solm adalah gulma (penggangu) bagi perairan, yang mengapung di atas permukaan air. Tumbuhan ini sangat cepat berkembang di lahan yang perairannya terkena limbah karena dapat mengikat logam berat dalam air, seperti besi, seng, tembaga, dan raksa (Hasim, 2003). Pertumbuhanya mencapai 3% perhari. Pesatnya pertumbuhan eceng gondok mengakibatkan berbagai kesulitan seperti terganggunya transportasi, penyempitan sungai, dan masalah lainya. Di sisi lain, eceng gondok juga mempunyai banyak manfaat. Selain untuk campuran pakan ternak, eceng gondok juga bisa dijadikan bahan kerajinan hand made seperti sandal, tas dan lain lain. Seiring makin langkanya bahan bakar, keberadaan eceng gondok juga dilirik menjadi bahan baku energi alternatif. Kandungan selulosa dan senyawa organik pada eceng gondok berpotensi memberikan nilai kalor yang cukup baik. Oleh karena itu, eceng gondok dapat menjadi alternatif bahan dasar pembuatan briket arang.

Rowo Jombor adalah rawa yang terkenal di Desa Krakitan, Kecamatan Bayat, Klaten. Rowo Jombor merupakan daerah tujuan wisata air dan kuliner. Salah satu permasalahan dalam pemanfaatan rowo jombor adalah pertumbuhan enceng gondok yang sangat pesat akibat dari makanan organik ( Arison, 2008). Pemanfaatan eceng gondok di Rowo Jombor belum begitu optimal. Biasanya, eceng gondok hanya di bersihkan dan di buang begitu saja oleh pengelola kawasan wisata. Padahal bila di olah menjadi briket, dapat meningkatkan nilai ekonomis eceng gondok tersebut. Kecamatan Bayat merupakan daerah gempa yang terjadi tahun 2007 lalu. Masyarakat sekitar termasuk masyarakat yang membutuhkan alternatif sumber energi skala rumah tangga dan home industri. Kelangkaan minyak tanah dan harga gas elpiji yang semakin mahal juga membawa dampak bagi masyarakat. Melalui pengabdian masyarakat ini, diharapkan masyarakat dapat membuat sendiri bahan bakar alternatif dari bahan yang memang sudah tersedia di sekitar mereka. Dengan demikian, permasalahan rawa akibat eceng gondok dapat teratasi. Selain itu, juga dapat membantu pemerintah mengurangi permasalahan krisis energi di Indonesia.

Hal inilah yang melatar belakangi Qt tim eceng gondok untuk mensosialisasikan briket ke masyarakat. Melalui program PKMM yang didanai Dikti, Qt bergerak mulai perubahan.SEMANGAT!!! Yuk, pada buat briket eceng gondok, lingkungan OK, solusi krisis energi

Home Entertainmen Gaya Kejawen Layar Lelaki Sehat Sport Wanita Kuliner Suara Warga Suara Remaja SM Cetak

ePaper CYBERNEWS.TV Subcribe RSS

Top of Form01110569872937 FORID:11Search

Bottom of Form

18 Maret 2010 | 15:01 wib Berita Aktual Daerah Enceng Gondok Bisa Jadi Briket Batu Bara Alternatif Solo, Cybernews. Siapa bilang enceng gondok, tanaman yang tumbuh di sungai dan rawa, hanya menjadi pemandangan kotor dan mengganggu arus air sungai saja? Di tangan mahasiswamahasiswa kreatif, tanaman itu bisa diubah menjadi bahan bakar alternatif. Adalah Cita Indah PW, Annie Mufyda dan Zulfikar, tiga mahasiswa ITS (Institut Teknologi 10 Nopember) Surabaya yang mengubah enceng gondok menjadi briket yang bisa digunakan untuk energi alternatif. Pada lomba Iptek yang digelar di halaman Auditorium UNS, mereka menunjukkan hasil penelitian dan percobaannya yang hanya sepekan saja. Hasilnya 5 kilogram enceng gondok bisa diolah menjadi briket batubara untuk memasak dan keperluan lainnya. "Karena kandungan airnya yang sangat tinggi, mencapai 80%, maka enceng gondok menyusut sampai seperlimanya saja yang bisa digunakan untuk briket. Tetapi harganya tentu sangat murah," kata Cita, mewakili rekannya. Bermula dari keprihatinannya melihat enceng gondok memenuhi sungai di depan kampus. Selama ini ada yang memakainya untuk bahan tas, namun diproses sangat rumit dan memerlukan waktu dan teknologi pemrosesan yang lama. Mereka dengan cara sederhana mencoba. Enceng gondok dirajang agak halus, dikeringkan sampai kering. Ditambah sedikit sagu yang hanya satu ons saja, akhirnya jadilah briket batu bara. "Briket itu kami kemas menjadi sebesar bola pingpong. Sehingga menjadi cukup banyak. Kemudian dikeringkan lagi, dan ternyata bisa menjadi bahan bakar yang sangat hemat," kata dia. Tak hanya itu, mereka menciptakan kompor khusus dengan bahan seng, dengan biaya hanya Rp 35.000. Total penelitian hanya menghabiskan biaya Rp 35.750 karena enceng gondok tidak usah membeli.

Untuk tiga biji briket enceng gondok itu, ternyata bisa menghasilkan panas 4.000 kilokalori. Bisa digunakan menggoreng telur ayam dengan waktu enam menit, dan memasak satu gelas air untuk minum, selama 10 menit. "Yang menarik, dibandingkan briket batu bara dari arang kayu, briket enceng gondok itu lebih tidak berjelaga, baunya lebih harum. Jadi tidak membuat kotor, sehingga lebih ramah lingkungan." ( Joko Dwi Hastanto / CN12 )

Menyulap Tanaman Eceng Gondok Menjadi Briket Sabtu, 25 September 2010 Cita Indah, mahasiswi Jurusan Teknik Kimia, Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Surabaya, Jawa Timur, prihatin akan semakin berkurangnya pasokan bahan bakar minyak yang berasal dari fosil. Padahal kebutuhan manusia dalam menggunakan bahan bakar tidak pernah surut, bahkan terus meningkat. Menurut para pakar, bahan bakar dari fosil akan habis pada 2050. Tetapi melihat laju pertumbuhan kendaraan dan tingkat natalitas (kelahiran) yang ada sekarang, minyak bisa lebih cepat habis dari waktu yang diperkirakan, ujar dia. Sebagai mahasiswa yang mendalami bidang kimia dan memang tertarik dengan segala hal yang berkaitan dengan bidang tersebut, Cita mulai memutar otak untuk mencari sumber energi alternatif. Bukan sekadar sumber energi alternatif, melainkan juga sumber energi yang mudah diaplikasikan oleh masyarakat. Persyaratan utamanya, kata Cita, sumber energi itu harus murah dan mudah didapat agar masyarakat bisa mengusahakan sendiri. Cita pun menuturkan awal pencarian ide menemukan sumber energi alternatif tersebut. Suatu hari, ketika melewati sungai yang tidak jauh dari kampusnya, dia melihat hamparan eceng gondok di sungai itu. Dari situ muncul pemikiran untuk mencari potensi tanaman tersebut sebagai sumber energi alternatif. Setelah melakukan riset awal, Cita pun memutuskan untuk mengeksplorasi tanaman eceng gondok sebagai bahan bakar untuk keperluan memasak. Pemilihan eceng gondok didasarkan pada dua alasan. Pertama, tanaman itu murah dan mudah ditemukan di sungai kota-kota besar seperti Surabaya dan Jakarta yang kandungan detergennya

tinggi. Kedua, pemanfaatan eceng gondok bisa menjadi solusi terhadap masalah lingkungan yang ditimbulkannya, jelas Cita. Menurut dia, perkembangbiakan eceng gondok yang sedemikian cepat menjadikan tanaman itu gulma yang menimbulkan sederet masalah. Eceng gondok dapat mempercepat pendangkalan sungai karena tanaman yang mati akan turun dan mengendap di dasar sungai. Selain itu, daunnya yang lebar dan banyak akan mengakibatkan penguapan sungai lebih cepat terjadi. Persoalan lain yang dapat ditimbulkannya, banyak nyamuk yang bersarang di eceng gondok. Untuk meminimalisasi berbagai persoalan tersebut, Cita mencoba memanfaatkan eceng gondok sebagai bahan baku briket. Cita mengatakan untuk membuat briket, semua bagian tanaman, baik tangkai maupun daunnya, bisa dimanfaatkan karena eceng gondok mengandung kadar selulosa yang cukup tinggi. Zat selulosa seperti yang terdapat pada kayu dan serabut kelapa yang membuat eceng gondok mudah terbakar, papar dia. Lebih lanjut, Cita mengatakan meski kadar selulosa pada eceng gondok hanya 80 persen, pemanfaatan eceng gondok bisa mengurangi kerusakan lingkungan. Selain itu, harganya jauh lebih murah ketimbang kelapa. Selulosa atau dalam rumus kimianya dikenal dengan (C6H10O5) merupakan polimer berantai panjang polisakarida karbohidrat dari beta-glukosa. Senyawa itu merupakan komponen struktural utama dari tumbuhan dan tidak dapat dicerna oleh manusia. Proses Sederhana Pembuatan briket dari tanaman eceng gondok terbilang sederhana. Dalam mengembangkan briket tersebut, Cita dibantu oleh dua rekannya, Ani Mufida dan Zulfikar. Cita menerangkan setelah diambil dari sungai, tanaman itu dicacah kira-kira seukuran ujung ruas jari. Cacahan tersebut selanjutnya dijemur hingga kering selama tiga hari. Apabila cuaca mendung, proses penjemuran bisa memakan waktu hingga lima hari. Langkah selanjutnya adalah mencampur cacahan eceng gondok kering itu dengan cairan kanji sebagai pengikat. Komposisi antara cacahan eceng gondok kering dan cairan kanji adalah 80 persen berbanding 20 persen. Larutan kanji berfungsi merekatkan partikelpartikel dalam bahan baku sehingga briket yang dihasilkan cukup padat dan kompak. Kami memilih pengikat berbahan dasar organik seperti kanji karena menghasilkan abu yang relatif sedikit setelah pembakaran briket dan umumnya merupakan bahan perekat yang efektif, ujar Cita. Menurut dia, percampuran hendaknya dilakukan ketika kanji masih berupa tepung agar tidak menggumpal. Kanji ditaburkan di atas cacahan terlebih dahulu, baru kemudian diberi air secukupnya.

Campuran itu kemudian dibentuk bulat seukuran bakso dengan cara meremas- remas dengan telapak tangan, dapat pula dengan alat pres briket. Setelah berbentuk bulat, bahan baku briket dikeringkan kembali dengan cara dijemur selama tiga hari. Tahap berikutnya ialah karbonisasi. Proses itu merupakan salah satu tahapan yang penting dalam pembuatan briket eceng gondok sehingga diperoleh struktur rantai karbon yang lebih panjang. Semakin panjang rantai karbon, hasil pembakaran pun akan lebih sempurna (lebih panas dan bersih). Masukkan cacahan tadi ke dalam kaleng cat tembok bekas yang sudah dibersihkan, dan percikkan sedikit dengan minyak tanah, lalu dibakar selama dua jam, papar Cita. Selama proses pembakaran tersebut, kaleng mesti diupakan dalam keadaan tertutup. Namun, di bagian atas diberi lubang berdiameter sekitar 4 sentimeter sebagai jalan masuknya oksigen yang merupakan syarat terjadinya pembakaran. Dengan kondisi kaleng yang hampir tertutup itu, kata Cita, terjadi akumulasi asap pembakaran yang dapat meningkatkan kadar karbon briket. Setelah melewati proses karbonisasi, briket eceng gondok pun siap digunakan. Menurut Cita, briket itu bisa dipakai dengan anglo (tungku tanah liat), namun kelemahannya abu sisa pembakaran mudah beterbangan dan masuk ke pernapasan. Solusinya, masyarakat bisa membuat kompor briket dengan memanfaatkan kaleng cat tembok bekas. Cara membuat kompor dari kaleng cat ialah dua kaleng direkatkan bertumpuk. Kaleng bagian bawah dibagi dua dengan penyekat berlubang-lubang. Penyekatan kaleng bagian bawah dimaksudkan untuk meletakkan briket di bagian atasnya, dan sisa abu pembakaran dapat ditampung di dasarnya melaui sekat berlubang. Sementara itu, kaleng bagian atas digunakan untuk menyangga panci atau kuali. Panas pembakaran yang dihasilkan briket eceng gondok 4.000 kcal/ kg, sekitar separo dari panas yang dihasilkan gas Elpiji, yakni 11.000 kcal/kg. Oleh karena itu, tutur Cita, waktu yang diperlukan untuk memasak dengan menggunakan briket eceng gondok dua kali lebih lama dibandingkan dengan menggunakan Elpiji. Cita mengatakan untuk mengembangkan briket dari eceng gondok itu, dana yang dikeluarkannya 200 ribu rupiah. Dia dan rekan satu timnya kemudian menyosialisasikan hasil inovasi mereka kepada masyarakat di Desa Tanjek Wagir, Sidoarjo, Jawa Timur. Dalam pandangan Cita, briket dari eceng gondok memiliki peluang besar untuk dikomersialisasikan. Apalagi biaya pembuatannya terbilang murah, hanya 700 rupiah per kilogramnya, sedangkan kompor mencapai 35 ribu rupiah. Sayangnya, kami belum sempat menindaklanjuti temuan ini ke tahapan komersialisasi karena masih sibuk dengan tugas praktikum di kampus dan tengah menyiapkan temuan berikutnya, pungkas Cita. SB/L-2

arif fadholiBlog ini Di-link Dari Sini Web Blog ini

Top of Form Bottom of Form

Di-link Dari Sini

Web

Selasa, 06 Oktober 2009BRIKET ECENG GONDOK SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF PENGGANTI MINYAK TANAHBRIKET ECENG GONDOK SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF PENGGANTI MINYAK TANAH oleh: Nurulita Mutiara (3105330) Nailla Ervana (3105227)

BRIKET ECENG GONDOK SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF PENGGANTI MINYAK TANAH

I. PENDAHULUAN

Bila melihat segi kandungan dari eceng gondok, ternyata memiliki berbagai keuntungan dan manfaat. Salah satunya dapat dijadikan sebagai pengganti minyak tanah dengan bahan dasar pembuatan briket eceng gondok menjadi biogas melalui proses biokonversi energi. Bahan bakar minyak dalam beberapa tahun terakhir mangalami krisis. Hal ini mengakibatkan subsidi BBM dikurangi, selain itu cadangan minyak semakin sedikit dan menipis. Diperkirakan cadangan minyak yang ada +/- 9 miliar barel, dengan produksi minyak 1,07 juta barel/tahun. Namun untuk mengantisipasi dan mengurangi beban subsidi pemerintah harus mengantisipasi kenaikan harga BBM. Dalam hal ini adalah minyak tanah, yakni diperlukan sebagai bahan bakar alternatif yang murah dan mudah didapat. Salah satu yang diperlukan sebagai bahan bakar alternatif adalah pembuatan briket eceng gondok. Briket eceng gondok ini sudah lama disosialisasikan oleh pemerintah, namun sulit untuk memperoleh bahannya yang semakin dianggap tidak berguna. Briket ini merupakan energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar minyak yang biasa digunakan untuk keperluan uindustri dan rumah tangga yakni untuk pengolahan makanan, pengeringan, pembakaran dan pemanasan. Briket eceng gondok ini untuk keperluan rumah tangga harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya: tidak menghasilkan asap yang banyak, tidak berbau, mudah menyala, tidak menghasilkan racun, fisiknya tidak mudah pecah, kandungan abunya rendah, dan memenuhi spesifikasi emisi gas yang telah ditetapkan pemerintah. Dengan memiliki kriteria di atas, maka briket eceng gondok sangat efisien dan efektif dalam pemanfaatannya.

II. LATAR BELAKANG

Sebagian besar masyarakat dapat memanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan biogas melalui proses biokonverasi energi sebagai pengganti bahan bakar minyak tanah. Proses pembuatannya dengan bantuan mikro organisme bakteri pembusuk clostridium butyrinum, bactiroides, atau bakteri perut E. coli, serta bakteri penghasil gas metan yaitu methanobacter dan methanobacillus. Oleh karena itu, ada peluang bagi energi-energi alternatif, khususnya bagi energi yang dapat diperbarui (renewable energy). Sumber energi alternatif yang dapat diperbarui relatif banyak, satu diantaranyta adalah biomassa ataupun bahan-bahan limbah organic. Biomassa ini dapat diolah dan dijadikan sebagai bahan bakar alternatif, contohnya dengan pembuatan briket. Selama ini pembuatan briket hanya terbuat dari batu bara saja. Maka, kami akan membahas kurang lebih tentang pembuatan briket dari eceng gondok. Supaya eceng gondok ini tidak menumpuk dan menjadi limbah biomassa, maka dapat dilakukan suatu pemanfaatan energi alternatif terhadap eceng gondok ini.

Kandungan selulosa dan senyawa organic pada eceng gondok berpotensi memberikan nilai kalor yang cukup baik. Dengan demikian, briket arang dari eceng gondok ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif, di samping dapat membuat dampak yang sangat baik pula bagi lingkungan. Gas metan yang terkandung merupakan gas yang bersifat eksplosif, bila bersentuhan dengan sumber energi panas. Oleh karena itu, briket ini mempunyai daya panas yang cukup tinggi tidak kalah dengan bahan bakar lain seperti batu bara dan minyak tanah.

III. TUJUAN PENELITIAN

Pada penelitian ini, pembuatan briket eceng goondok bertujuan untuk mengetahui dan menggali lebih banyak pengetahuan dan manfaat dari bahan organik. Briket ini dapat dijadikan sebagai pengganti bahan bakar minyak yang lebih hemat dan mudah mendapatkannya.

IV. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat briket eceng gondok adalah digunakan sebagai pengganti bahan bakar minyak, keperluan industri selain untuk keperluan rumah tangga, juga untuk pengolahan, pengeringan, pembakaran dan pemanasan.

V. DASAR TEORI 1. Eceng Gondok

Eceng gondok termasuk dalam family pontederiacede. Tanaman ini memiliki bunga yang indah berwarna ungu muda (lila), daunnya berbentuk bulat telur dan berwarna hijau mengkilap bila terkena sinar matahari. Eceng gondok (Eichornia Crossipes) merupakan tumbuhan air yang tumbuh di rawa-rawa, danau, waduk, dan sungai yang alirannya tenang. Eceng gondok yang berada diperairan Indonesia, mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam, mulai dari ketinggian 1,5 m dengan diameter mulai dari 0,9 m 1,9 m. eceng gondok ini terdiri dari akar, bakal tunas, tunas/stolon, daun, petiole dan bunga. Daun-daunnya mempunyai garis tangan sampai 15 cm. Menurut beberapa sumber, eceng gondok diperkirakan masuk ke Indonesia pada tahun 1894. penanaman eceng gondok berasal dari Negara Brasil yang bertujuan untuk melengkapi dan memperindah suasana Kebun Raya Bogor. Pertumbuhan eceng gondok sangat cepat +/- (3%/hari) akan mempercepat pedangkalan sungai/danau, karena air permukaan menjadi lebih sedikit volumenya yang

disebabkan oleh dasar air yang naik. Hal ini mengakibatkan tanaman eceng gondok menyerap air sangat banyak. Eceng gondok (EG) adalah gulma penggagu bagi perairan. Biasanya cepat berkembang diperairan yang terkena limbah, karena eceng gondok ini dapat mengikat logam berat dalam air, seperti besi, seng, tembaga dan raksa.

2. Briket Briket adalah bahan bakar dengan bentuk dan ukuran tertentu, yang tersusun dari butiran halus yang telah mengalami proses penempatan dengan daya tekan tertentu, agar bahan bakar tersebut lebih mudah ditangani dan menghasilkan nilai tambah dalam pemanfaatannya. Ada 4 dasar pemikiran, mengapa briket perlu mendapat perhatian khusus dalam pengembangan diversifikasi energi di Indonesia, yaitu: - Makin menipisnya cadangan minyak bumi. - Potensi dan kualitas eceng gondok cukup tresedia dan dapat menghasilkan briket yang mempunyai persyaratan. - Tersedianya teknologi sederhana yang memungkinkan eceng gondok dapat dibentuk menjadi briket. - Dapat menggantikan penggunaan kayu bakar yang sangat mengganggu kerusakan ekologi hutan

VI. ALAT DAN BAHAN

Alat - Mesin penggiling - Silinder pencetak - Drum modifikasi - Korek api Bahan - Eceng gondok - Tanah liat - Kapur - Air - Serbuk gergaji

VII. CARA KERJA

1. Syarat briket eceng gondok Briket yang permukaannya halus dan tidak meninggalkan bekas hitam di tangan dapat digunakan sebagai bahan bakar. Selain itu, briket juga harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Mudah dinyalakan b. Tidak mengeluarkan asap c. Emisi gas hasil pembakaran tidak mengandung racun. d. Kedap air dan hasil pembakaran tidak berjamur bila disimpan pada waktu lama. e. Menunjukkan upaya laju pembakaran (waktu, laju pembakaran dan suhu pembakaran) yang baik.

VIII. PEMBAHASAN

Briket eceng gondok merupakan energi alternatif pengganti bahan bakar minyak yang biasanya digunakan untuk keperluan industri dan rumah tangga. Briket ini tidak menghasilkan asap yang banyak, tidak berbau, mudah menyala, serta kandungan abunya juga rendah. Hal ini dimaksudkan agar briket eceng gondok ini bersifat efisien dan efektif dalam pemanfaatannya. Briket ini juga bisa dibakar hingga menjadi bioarang. Dengan kandungan karbon yang lebih tinggi dan kadar air yang sedikit, mutu dan kualitas bioarang ini lebih baik disbanding briketnya., selain ramah lingkungan, briket dan bioarang ini juga lebih harum dan sedikit asapnya. Dan limbah hasil pembakaran briket ini masih bisa dimanfaatkan untuk abu gosok atau pembuatan telur asin. Pada pembuatan biogas ini, prosesnya memerlukan bantuan mikro organisme bakteri pembusuk clostridium butyrinum, atau bakteri Escherechia coli, serta bakteri penghasil gas metan, yaitu methanobacter dan methanobacillus. Bakteri clostridium merupakan mikro organisme pembusuk utama, sehingga menimbulkan ledakan yang cukup kuat. Komposisi bahan pembuatan briket eceng gondok 80% bahan organic dan 20% bahan campuran daun eceng gondok segar. Setalah kedua bahan tersebut tercampur rata, kemudian adonan dicetak dengan ukuran dan bentuk menurut selera pembuatnya. Briket yang telah dibuat selanjutnya dijemur sampai kering. Proses pengeringan ini bergantung pada cuaca. Pengeringan hanya memakan waktu 2-3 hari bila matahari bersinar penuh. Sedangkan tanda-tanda briket sudah kering atau belum, yaitu dengan cara meletakkan dan mengangkatnya di telapak tangan. Bila briket sudah kering akan terasa lebih ringan dan juga dipermukaan tidak terlalu mengotori permukaan tangan. Maka briket eceng gondok ini siap untuk

digunakan sebagai bahan bakar.

IX. KESIMPULAN

Kandungan sumber minyak bumi di wilayah Indonesia diprediksi hanya mampu untuk mencukupi kebutuhan minya dalam negeri sampai tahun 2010. jadi, sudah selayaknya semua pihak memikirkan alternatif bahan bakar lain yang tidak hanya mengandalkan bahan dasar minyak, akan tetapi sedikit lebih pada memanfaatkan bahan organik, yaitu dengan pembuatan briket eceng gondok. Kelebihan dari briket eceng gondok ini adalah mempunyai daya panas yang dihasilkan tidak kalah dengan bahan bakar minya. Selain itu juga memiliki kemampuan penyebaran baar api yang baik, tidak mudah padam, dan tidak perlu mengeluarkan tenaga ekstra untuk pengipasan. Tanpa dikipasi, briket eceng gondok ini mudah menyala dengan stabil.

X. PENUTUP

Demikian pembahasan dan pengetahuan yang dapat kami berikan mengenai briket dari eceng gondok yang dijadikan sebagai pengganti bahan bakar minyak yang efisien dan efektif bagi keperluan rumah tangga. Semoga bermanfaat dan berguna bagi krhihupan sehari-hari, amin.

DAFTAR PUSTAKA - http//. Bahan Bakar dari Eceng Gondok_Trubusid. - http//. Briket Eceng Gondok Sebagai Energi Alternatif Pengganti Minyak Tanah_Tuheteru. - http//. Briket Eceng Gondok_Agus rasidi. - Vina Fitriani, Andretha. Pengertian Eceng Gondok, Jakarta, 2008. - http//www. Tekmira.esdm. go.id/BRIKET/apaltu.html.Diposkan oleh ARIF FADHOLI di 01:53

Home Berita Utama

Memasak Ala Kompor Briket Enceng Gondok

17 April 2010 19:37:03

I

ngin tahu bagaimana rasanya memasak menggunakan bahan bakar enceng gondok? Coba tanya pada

masyarakat Desa Tanjek Wagir, Krembung, Sidoarjo. Sebab siang itu puluhan warga yang sudah lanjut usia mengikuti simulasi pembuatan hingga memasak bersama menggunakan kompor briket, Sabtu (17/4). Cuaca mendung tak menyurutkan keinginan mereka belajar membuat briket, seperti Sujud dan Mutiah..

Kota Sidoarjo, ITS Online - Hanya mengetahui teori tanpa mengaplikasikan secara langsung bisa dikatakan sia-sia. Bagi masyarakat yang awam tentang seluk-beluk bahan bakar alternatif, simulasi ini menjadi ajang pembaharuan sudut pandang terhadap bahan bakar lain. Dengan kondisi ekonomi yang kurang mencukupi, kayu bakar memang menjadi favorit mereka untuk memasak. Setelah menerima materi workshop pemanfaatan enceng gondok sebagai bahan bakar alternatif, peserta workshop pun dibagi menjadi beberapa kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari lima orang. Panitia pun memberikan sebuah timba yang berisi potongan kecil enceng gondok yang telah kering, segelas aqua kanji, dan segelas aqua pula air untuk masing-masing kelompok. Masyarakat langsung semangat segera mencoba mempraktikan materi workshop. Enceng gondok dipotong kecil-kecil kemudian dikeringkan selama tiga hari. Hasilnya seperti di dalam timba. Tuang kanji dan air sedikit-sedikit. Diaduk seperti adonan. Kemudian dikepalkan membentuk bulatan seperti pentol, jelas Nur Hamidah, ketua panitia dengan panjang lebar. Secara spontan, masyarakat mengikuti instruksi yang telah disampaikan Mida setelah pemberian penjelasan oleh panitia pendamping dalam bahasa Jawa halus. Kurang kencang kepalanmu dan jangan besar-besar, celoteh Mutiah yang mampu membuat bulatan kecil dengan cepat. Tak salah jika kelompok ini mampu menyelesaikan pembuatan bulatan dan mengeringkan bulatan tersebut lebih dahulu. Selanjutnya, peserta pun diperlihatkan bentuk bulatan yang selesai dikeringkan dan dibakar. Muhammad Fauzi, salah satu panitia lagsung mempraktekkan penggunaan kompor dan briket enceng gondok. Kita celupkan bulatan enceng gondok ke dalam gas. Lalu kita masukkan empat bulatan ke dalam kompor, jelas Fauzi sambil menyalakan api. Tak pelak, peserta langsung mundur dari tempat berdirinya semula. Pasalnya, api yang dihasilkan cukup besar. Awas meledak, teriak Sujud tiba-tiba yang mengundak gelak tawa peserta lain. Kakek berumur 70 tahun ini memang terlihat paling semangat memahami penggunaan enceng gondok. Bahkan, ia pun terlihat menghafal langkah pembuatannya. Tak berapa lama, Fauzi mencoba menggoreng telur menggunakan kompor briket tersebut. Sujud tampak heboh kembali. Awas gosong, serunya lagi. Panitia dan peserta pun tergelak lagi.

Masbukin, ketua penggerak PKK sekaligus istri lurah desa tersebut merngungkap adanya kompor ini dapat mengatasi masalah penggunaan elpiji. Kebanyakan orang tua disini tidak berani menggubnakan elpiji. Mereka bisa menggunakan enceng gondok yang banyak di sungai, ucapnya. (esy/yud)

Briket Bioplastik dari Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes) dan Botol Plastik Undegradable Sebagai Upaya Sanitasi LingkunganLimbah plastik merupakan bahan yang tidak dapat terdekomposisi oleh mikroorganisme pengurai (non biodegradable), sehingga penumpukkannya di alam dikhawatirkan akan menimbulkan masalah lingkungan. Menurut Hartono (1998), komposisi sampah atau limbah plastik yang dibuang oleh setiap rumah tangga adalah 9,3% dari total sampah rumah tangga. Plastik dapat digolongkan menjadi dua macam yakni plastik yang bersifat thermoplastik yg tergolong dapat dibentuk kembali dan diproses menjadi bentuk lain, dan jenis thermoset yang tergolong mudah mengeras dan tidak dapat dilunakkan kembali. Eceng gondok (Eichhornia crassipes) termasuk tumbuhan air yang berasal dari Brazil. Penyebaran tumbuhan ini dapat melalui kanal, sungai, rawa, dan perairan tawar lain dengan aliran lambat (Mardjuki dkk, 1997 dalam Supriyanto dan Muladi, 1999). Eceng gondok juga dapat mengganggu lingkungan dan aktivitas manusia jika populasinya tidak dapat dikendalikan. Populasinya dapat menjadi dua kali lipat sedikitnya dalam waktu enam hari. Berpusat dari ketersediaan limbah plastik jenis thermoplastik dan enceng gondok di daerah Surabaya yang melimpah maka salah satu solusi yang paling tepat untuk penanganannya adalah menjadikan bahan baku pembuatan briket bioplastik. Komposit briket bioplastik adalah campuran yang terbuat dari eceng gondok sebagai matriks dan botol plastik sebagai pengisi (filler), yang menghasilkan kalor yang lebih tinggi dibandingkan briket pada umumnya. Pembuatan papan komposit secara umum meliputi pengadaan bahan baku, pembakaran, pencampuran dengan perekat, pencetakkan material yang telah dicampur dengan perekat hingga membentuk silinder, pengeringan dan tahap pengujian. Untuk peningkatan kualitas dari produk briket bioplastik ini kami mencoba untuk melakukan penelitian terutama dalam hal variabel yang akan diteliti. dalam hal ini kami mengambil variabel bebas komposisi plastik terhadap bahan baku briket bioplastik (0%, 2%, 4%, 6%, 8%, 10%), setelah itu melakukan pengujian nilai kalor dan lama pembakaran

Pembuatan Briket Arang Dari Enceng Gondok (Eichornia Crasipess Solm) Dengan Sagu Sebagai Pengikat Judul Riset :

Feb 5, '08 8:56 AM untuk

PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI ENCENG GONDOK (Eichornia Crasipess Solm) DENGAN SAGU SEBAGAI PENGIKAT

Oleh Pembimbing

: Adi Candra Brades, Febrina Setyawati Tobing : Ir.H.A.R.Fachry,M.Eng

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Pakar perminyakan Indonesia, DR Kurtubi (2004), menyatakan bahwa mulai tahun 2004, produksi perminyakan Indonesia berada pada level terendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Produksi minyak mentah pada triwulan I/2004 hanya sekitar 0,98 juta bph atau sekitar 360 juta barrel dalam satu tahun, sedangkan pada tahun 1999, produksi minyak masih sekitar 1,4 juta bph. Diketahui pula bahwa harga bahan bakar minyak dunia pun meningkat pesat. Permasalahan inilah yang membawa dampak pada meningkatnya harga jual bahan bakar minyak termasuk minyak tanah Indonesia. Di sisi lain, permintaan bahan bakar minyak dalam negeri jumlahnya terus meningkat akibat adanya usaha-usaha perbaikan ekonomi dan pertambahan penduduk. Minyak tanah di Indonesia yang selama ini di subsidi, menjadi beban yang sangat berat bagi pemerintah Indonesia karena nilai subsidinya meningkat pesat menjadi lebih dari 49 triliun rupiah per tahun dengan penggunaan lebih kurang 10 juta kilo liter per tahun. Namun dibalik ancaman serius di atas, ada peluang bagi energi-energi alternatif, khususnya bagi energi yang dapat diperbaharui (renewable energy). Sumber energi alternatif yang dapat diperbaharui di Indonesia relatif lebih banyak, satu diantaranya adalah biomassa ataupun bahan-bahan limbah organik. Biomassa ataupun bahan-bahan limbah organik ini dapat diolah dan dijadikan sebagai bahan

bakar alternatif, contohnya dengan pembuatan briket. Selama ini, pembuatan briket hanya terbuat dari batubara saja. Maka, peneliti mencoba pembuatan briket dari enceng gondok. Enceng gondok merupakan tumbuhan rawa atau air, yang mengapung di atas permukaan air. Di ekosistem air, enceng gondok ini merupakan tanaman pengganggu atau gulma yang dapat tumbuh dengan cepat (3% per hari). Khususnya di Sumatera Selatan, enceng gondok ini banyak tumbuh di aliran Sungai Musi ataupun saluran-saluran air lainnya. Pesatnya pertumbuhan enceng gondok ini mengakibatkan berbagai kesulitan seperti terganggunya transportasi, penyempitan sungai, dan masalah lain karena penyebarannya yang menutupi permukaan sungai/perairan. Untuk mengurangi permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan pembersihan menumpuk sungai/saluran-saluran dan menjadi limbah air. Supaya enceng dapat gondok ini tidak suatu biomassa, maka dilakukan

pemanfaatan alternatif terhadap enceng gondok ini dengan jalan pembuatan briket arang. Kandungan selulosa dan senyawa organik pada enceng gondok berpotensi memberikan nilai kalor yang cukup baik. Dengan demikian briket arang dari enceng gondok ini dapat dimanfaatan sebagai bahan bakar alternatif, disamping dapat membuat dampak yang sangat baik pula bagi lingkungan.

1.2

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Untuk meningkatkan pemanfaatan

enceng gondok dengan membuat briket arang sebagai bahan bakar alternatif. 2) kualitas briket arang Untuk mengetahui pengaruh terhadap apabila dalam pembuatannya dilakukan dengan

bermacam-macam variabel seperti perubahan ukuran partikel arang, jumlah arang, dan jumlah bahan pengikat, serta mengetahui kondisi optimumnya. 3) Untuk mengetahui besarnya nilai uji kalor, kerapatan,

proximat briket bioarang yang dihasilkan, meliputi: nilai (Fixed Carbon), Uji kecepatan pembakaran, dan kadar sulfur.

kadar air lembab (Inherent Moisture), kadar abu (Ash), kadar karbon padat

1.3 1)

Permasalahan Apakah enceng gondok dan tepung

sagu dapat dimanfaatkan pada pembuatan briket. 2) Bagaimanakah pengaruh ukuran

partikel arang, jumlah arang dan jumlah bahan pengikat yang akan digunakan sehingga dapat dihasilkan kualitas yang optimal dari briket.

1.4 1)

Manfaat Penelitian Dapat memanfaatkan enceng gondok

dan tepung sagu pada pembuatan briket sebagai bahan bakar alternatif dalam usaha penghematan energi. 2) Mengetahui secara teoritis dan praktek

dalam skala kecil (laboratorium) teknik pembuatan briket arang. 3) Mengurangi pencemaran lingkungan

agar tercipta lingkungan yang bersih dan sehat.

1.5 1)

Ruang Lingkup Penelitian Bahan baku yang digunakan adalah

enceng gondok yang berasal dari perairan di pinggiran Sungai Musi. 2) Bahan yang digunakan sebagai pengikat

adalah larutan kanji (tepung sagu). 3) Variabel yang digunakan pada

penelitian ini adalah ukuran partikel arang, jumlah arang, dan jumlah bahan pengikat.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Enceng Gondok Enceng gondok (Eichornia crossipes) merupakan tumbuhan air yang tumbuh

di rawa-rawa, danau, waduk dan sungai yang alirannya tenang. Menurut sejarahnya, enceng gondok di Indonesia dibawa oleh seorang ahli botani dari Amerika ke Kebun Raya Bogor. Akibat pertumbuhan yang cepat (3% per hari), enceng gondok ini mampu menutupi seluruh permukaan suatu kolam. Enceng gondok tersebut lalu dibuang melalui sungai di sekitar Kebun Raya Bogor sehingga menyebar ke sungai-sungai, rawa-rawa, dan danau-danau di seluruh Indonesia. Enceng gondok yang berada di perairan Indonesia, mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam, mulai dari ketinggian beberapa sentimeter sampai 1,5 meter, dengan diameter mulai dari 0,9 sentimeter sampai 1,9 sentimeter. Enceng gondok dewasa, terdiri dari akar, bakal tunas, tunas atau stolon, daun, petiole, dan bunga. Daun-daun enceng gondok berwarna hijau terang berbentuk telur yang melebar atau hampir bulat dengan garis tengah sampai 15 sentimeter. Pada bagian tangkai daun terdapat masa yang menggelembung yang berisi serat seperti karet busa. Kelopak bunga berwarna ungu muda agak kebiruan. Setiap kepala putik dapat menghasilkan sekitar 500 bakal biji atau 5000 biji setiap tangkai bunga, sehingga enceng gondok dapat berkembang biak dengan dua cara, yaitu dengan tunas dan biji. Pertumbuhan enceng gondok yang sangat cepat (3% per hari) menimbulkan berbagai masalah, antara lain mempercepat pendangkalan sungai atau danau, menurunkan produksi ikan, mempersulit saluran irigasi, dan menyebabkan penguapan air sampai 3 sampai 7 kali lebih besar daripada penguapan air di perairan terbuka (Soemarwoto, 1977), sedangkan Oshawa dan Risdiono (1977) menyatakan bahwa kehilangan air di Rawa Pening karena penguapan oleh enceng gondok, 4 kali lebih besar daripada penguapan air pada perairan terbuka.

2.1.1

Komposisi Kimia Enceng Gondok

Komposisi kimia enceng gondok tergantung pada kandungan unsur hara tempatnya tumbuh, dan sifat daya serap tanaman tersebut. Enceng gondok mempunyai sifat-sifat yang baik antara lain dapat menyerap logam-logam berat, senyawa sulfida, selain itu mengandung protein lebih dari 11,5 %, dan mengandung selulosa yang lebih tinggi besar dari non selulosanya seperti lignin, abu, lemak, dan zat-zat lain. Pada tabel 1, Anonymous (1966) dalam penelitiannya terhadap enceng gondok dari Banjarmasin mengemukakan kandungan kimia tangkai enceng gondok tua yang segar.

Tabel 2.1. Kandungan Kimia Enceng Gondok Segar Senyawa Kimia Persentase (%)

Ai 92, r 6

Abu Serat kasar Karbohidrat Lemak Protein Fosfor sebagai P2O5 Kalium sebagai K2O Klorida Alkanoid (Sumber: Anonymous, 1952)

0,44 2,09 0,17 0,35 0,16 0,52 0,42 0,26 2,22

Sedangkan, R. Roechyati (1983) mengemukakan kandungan dari tangkai enceng gondok kering tanur pada tabel 2.

Tabel 2.2. Kandungan Kimia Enceng Gondok Kering Senyawa Kimia Selulosa Pentosa Lignin Silika Abu (Sumber: R. Roechyati (1983) Persentase (%) 64,51 15,61 7,69 5,56 12

2.2

Tepung Sagu

Sagu merupakan tanaman tropik yang sangat produktif sebagai penghasil pati dan energi. Diperkirakan produktifitas sagu dapat mencapai dua kali produktifitas ubi kayu. Pada saat ini potensi produksi sagu di Indonesia diperkirakan 4.913 ton tepung kering per tahun. Jumlah ini masih dapat dikembangkan menjadi 90 kali lipat jika dilakukan pemanfaatan 50 persen dari total daerah rawa yang ada dan dilakukan perbaikan teknik budidaya (Soekarto dan Wijandi, 1983).

2.2.1

Komposisi Kimia Tepung Sagu Secara kimiawi pati sagu memiliki kandungan karbohidrat lebih tinggi dari

pada jagung dan beras, tetapi kandungan protein dan lemaknya rendah. Pati sagu mengandung 28% amilosa dan 72% amilopektin (Harsanto dalam Setyawati, 1989). Komposisi kimia tepung sagu per 100 gram bahan dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 2.3. Komposisi Kimiawi Tepung Sagu Per 100 gram Bahan Bahan Penyusun Air (gram) Jumlah 14,0 Bahan Penyusun Fosfor (miligram) Jumlah 13,0

Protein (gram) Lemak (gram) Karbohidrat (gram) Thiamin Kalsium (miligram) Serat (gram) Kalori (kalori) (Sumber: Harsanto, 1986)

0,7 0,2 84,7 11,0 0,2 353,0

Besi (miligram) Vitamin A (SI) Riboflavin Niasin Asam askorbat Abu (gram)

1,3 0,01 0,4

Komponen terbesar yang terdapat dalam tepung sgu adalah pati. Pati adalah homopolimer yang terdiri dari molekul-molekul glukosa melalui ikatan glikosida dengan melepaskan molekul air (Matz dalam Zulviani, 1992). Menurut Winarno (1989), setiap pati memiliki karakteristik yang khas tergantung pada rantai C-nya dan bercabang atau lurus rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai stuktur lurus dengan ikatan (1,4) a-D glukosa, sedangkan amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan (1,6) a-D glukosa sebanyak 4 % sampai 5 % dari berat total. Pati dari berbagai tanaman mempunyai bentuk granula (butir) pati yang berbeda-beda. Dengan mikroskop jenis pati dapat dibedakan karena mempunyai bentuk, ukuran, dan letak hilum yang unik (Fennema, 1976). Ukuran granula (butir) pati sagu relatif lebih besar dari pada granula pati jenis lainnya, yaitu sekitar 15 mikron sampai 65 mikron dan umumnya berukuran antara 20 mikron sampai 60 mikron. Bentuk granulanya oval (bulat telur) dengan letah hilum granula yang tidak terpusat (Radley, 1976). Menurut Charley (1970), pada pemanasan 60 oC pati sagu mulai mengalami pengembangan volume dan gelatinisasi mulai berlangsung. Dilihat dari komposisi kimianya, sagu merupakan bahan pangan yang kurang menguntungkan jika ditinjau dari kandungan protein, lemak dan vitaminnya yang sangat rendah. Salah satu cara untuk menaikkan nilai gizi tepung sagu adalah

dengan mencampurkan bahan pangan lain yang kaya protein, lemak, dan vitamin sehingga dapat saling melengkapi kekurangan zat gizi masing-masing bahan pangan itu sendiri.

2.3

Briket Bioarang

Menurut Supriyono (1997), arang merupakan bahan padat yang berpori dan merupakan hasil pengarangan bahan yang mengandung karbon. Sebagian besar pori-pori arang masih tertutup oleh hidrokarbon, tar, dan senyawa organik lain yang komponennya terdiri dari karbon tertambat (Fixed Carbon), abu, air, nitrogen dan sulfur. Sedangkan, bioarang merupakan arang (salah satu jenis bahan bakar) yang dibuat dari aneka macam bahan hayati atau biomassa, misalnya kayu, ranting, daun-daunan, rumput, jerami, ataupun limbah pertanian lainnya. Bioarang ini dapat digunakan dengan melalui proses pengolahan, salah satunya adalah menjadi briket bioarang. Adan (1998) menyatakan, briket adalah gumpalan yang terbuat dari bahan lunak yang dikeraskan. Sedangkan briket bioarang adalah gumpalan-gumpalan atau batangan-batangan aranga yang terbuat dari bioarang (bahan lunak). Bioarang sebenarnya termasuk bahan lunak yang dengan proses tertentu diolah menjadi bahan arang keras dengan bentuk tertentu. Kualitas bioarang ini tidak kalah dengan batubara atau bahan bakr jenis arang lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhisifat briket arang adalah berat jenis bahan bakar atau berat jenis serbuk arang, kehalusan serbuk, suhu karbonisasi, dan tekanan pengempaan. Selain itu, pencampuran formula dengan briket juga mempengaruhi sifat briket. Menurut Mahajoeno (2005), syarat briket yang baik adalah briket yang permukaannya halus dan tidak meninggalkan bekas hitam di tangan. Selain itu, sebagai bahan bakar, briket juga harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. b. Mudah dinyalakan Tidak mengeluarkan asap

c. mengandung racun d.

Emisi gas hasil pembakaran tidak

Kedap air dan hasil pembakaran

tidak berjamur bila disimpan pada waktu lama e. Menunjukkan upaya laju

pembakaran (waktu, laju pembakaran, dan suhu pembakaran) yang baik. (Nursyiwan dan Nuryetti, 2005)

2.4

Bahan Pengikat

Untuk merekatkan partikel-partikel zat dalam bahan baku pada proses pembuatan briket maka diperlukan zat pengikat sehingga dihasilkan briket yang kompak. Berdasarkan fungsi dari pengikat dan kualitasnya, pemilihan bahan pengikat dapat dibagi sebagai berikut :

1) briket :

Berdasarkan sifat / bahan baku perekatan

Adapun karakteristik bahan baku perekatan untuk pembuatan briket adalah sebagai berikut : Memiliki gaya kohesi yang baik bila

dicampur dengan semikokas atau batu bara. murah harganya. tidak berbahaya. Tidak mengeluarkan bau, tidak beracun dan Mudah terbakar dan tidak berasap. Mudah didapat dalam jumlah banyak dan

2)

Berdasarkan jenis

Jenis bahan baku yang umum dipakai sebagai pengikat untuk pembuatan briket, yaitu : Pengikat anorganik

Pengikat anorganik dapat menjaga ketahanan briket selama proses pembakaran sehingga dasar permeabilitas bahan bakar tidak terganggu. Pengikat anorganik ini mempunyai kelemahan yaitu adanya tambahan abu yang berasal dari bahan pengikat sehingga dapat menghambat pembakaran dan menurunkan nilai kalor. Contoh dari pengikat anorganik antara lain semen, lempung, natrium silikat.

Pengikat organik

Pengikat organik menghasilkan abu yang relatif sedikit setelah pembakaran briket dan umumnya merupakan bahan perekat yang efektif. Contoh dari pengikat organik di antaranya kanji, tar, aspal, amilum, molase dan parafin. (a) Clay (lempung) Clay atau yang sering disebut lempung umumnya banyak digunakan sebagai bahan pengikat briket. Jenis-jenis lempung yang dapat dipakai untuk pembuatan briket terdiri dari jenis lempung warna kemerah-merahan, kekuning-kuningan dan abu-abu. (b) Tapioka dan Caustic Soda Jenis tapioka beragam kualitasnya tergantung dari pemakaian. Jenis Caustic Soda yang dipergunakan memiliki konsentrasi 98 % dan berbentuk Flake. Apabila dicampur dengan tapioka akan membentuk sebagai perekat.

Dari jenis-jenis bahan pengikat atau perekat di atas, yang paling umum digunakan adalah bahn perekat kanji.

2.5

Proses Karbonisasi

Proses karbonisasi merupakan suatu proses dimana bahan-bahan berupa batang, daun, batubara, serbuk gergaji, tempurung kelapa, dan lain-lain, dipanaskan dalam ruangan tanpa kontak dengan udara selama proses pembakaran sehingga terbentuk arang. Proses karbonisasi merupakan salah satu tahap yang penting dalam pembuatan briket bioarang. Pada umumnya proses ini dilakukan pada temperatur

500 800 oC. Kandungan zat yang mudah menguap akan hilanh sehingga akan terbentuk struktur pori awal. (Widowati, 2003) Menurut Hasani (1996), proses karbonisasi merupakan suatu proses

pembakaran tidak sempurna dari bahan-bahan organik dengan jumlah oksigen yang sangat terbatas, yang menghasilkan arang serta menyebabkan penguraian senyawa organik yang menyusun struktur bahan membentuk uap air, methanol, uap-uap asam asetat dan hidrokarbon. Proses pengarangan dapat dibagi menjadi empat tahap sebagai berikut: (a) metanol. (b) Penguraian selulosa secara intensif Penguapan air, kemudian penguraian

selulosa menjadi destilat yang sebagian besar mengandung asam-asam dan

hingga menghasilkan gas serta sedikit air. (c) Penguraian senyawa lignin

menghasilkan lebih banyak tar yang akan bertambah jumlahnya pada waktu yang lama dan suhu tinggi. (d) Pembentukan gas hidrogen merupan proses pemurnian arang yang terbentuk.

2.6

Teknologi Pembriketan

Proses pembriketan adalah proses pengolahan yang mengalami perlakuan penggerusan, pencampuran bahan baku, pencetakan dan pengeringan pada kondisi tertentu, sehingga diperoleh briket yang mempunyai bentuk, ukuran fisik, dan sifat kimia tertentu. Tujuan dari pembriketan adalah untuk meningkatkan kualitas bahan sebagai bakar, mempermudah penanganan dan transportasi serta mengurangi kehilangan bahan dalam bentuk debu pada proses pengangkutan. Beberapa faktor yang mempengaruhi pembriketan antara lain: (a) Ukuran dan distribusi partikel Ukuran partikel mempengaruhi kekuatan briket yang dihasilkan karena ukuran yang lebih kecil akan menghasilkan rongga yang lebih kecil pula sehingga kuat

tekan briket akan semakin besar. Sedangkan distribusi ukuran akan menentukan kemungkinan penyusunan (packing) yang lebih baik. (b) Kekerasan bahan Kekuatan briket yang diperoleh akan berbanding terbalik dengan kekerasan bahan penyusunnya. (c) Sifat elastisitas dan plastisitas bahan. (Hasjim, 1991) Briket adalah bahan bakar padat yang dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif yang mempunyai bentuk tertentu. Kandungan air pada pembriketan antara 10 20 % berat. Ukuran briket bervariasi dari 20 100 gram. Pemilihan proses pembriketan tentunya harus mengacu pada segmen pasar agar dicapai nilai ekonomi, tekhnis dan lingkungan yang optimal. Pembriketan bertujuan untuk memperoleh suatu bahan bakar yang berkualitas yang dapat digunakan untuk semua sektor sebagai sumber energi pengganti. Beberapa tipe / bentuk briket yang umum dikenal, antara lain : bantal (oval), sarang tawon (honey comb), silinder (cylinder, telur (egg), dan lain-lain. Adapun keuntungan dari bentuk briket adalah sebagai berikut : 1. Ukuran dapat disesuaikan dengan

kebutuhan. 2. Porositas dapat diatur untuk memudahkan pembakaran. 3. Mudah dipakai sebagai bahan bakar. Secara umum beberapa spesifikasi briket yang dibutuhkan oleh konsumen adalah sebagai berikut : 1. Daya tahan briket. 2. penggunaannya. 3. sektor rumah tangga. 4. Bebas gas-gas berbahaya. Bersih (tidak berasap), terutama untuk Ukuran dan bentuk yang sesuai untuk

5.

Sifat pembakaran yang sesuai dengan

kebutuhan (kemudahan dibakar, efisiensi energi, pembakaran yang stabil). Adapun faktor-faktor yang perlu diperhatikan didalam pembuatan briket antara lain :

(a)

Bahan baku

Briket dapat dibuat dari bermacam-macam bahan baku, seperti ampas tebu, sekam padi, serbuk gergaji, dll. Bahan utama yang harus terdapat didalam bahan baku adalah selulosa. Semakin tinggi kandungan selulosa semakin baik kualitas briket, briket yang mengandung zat terbang yang terlalu tinggi cenderung mengeluarkan asap dan bau tidak sedap.

(b)

Bahan pengikat

Untuk merekatkan partikel-partikel zat dalam bahan baku pada proses pembuatan briket maka diperlukan zat pengikat sehingga dihasilkan briket yang kompak.

Secara

umum

proses

pembuatan

briket

melalui

tahap

penggerusan,

pencampuran, pencetakan, pengeringan dan pengepakan. (a) adalah crusher. (b) Pencampuran adalah mencampur bahan baku briket pada komposisis tertentu untuk mendapatkan adonan yang homogen. Alat yang digunakan adalah mixer, combining blender, horizontal kneader dan freet mill. (c) Pencetakan adalah mencetak adonan Penggerusan adalah menggerus bahan

baku briket untuk mendapatkan ukuran butir tertentu. Alat yang digunakan

briket untuk mendapatkan bentuk tertentu sesuaikan yang diinginkan. Alat yang digunakan adalah Briquetting Machine.

(d) Pengeringan adalah proses mengeringkan briket dengan menggunakan udara panas pada temperatur tertentu untuk menurunkan kandungan air briket. (e) Pengepakan adalah pengemasan produk

briket sesuai dengan spesifikasi kualitas dan kuantitas yang telah ditentukan. Beberapa parameter kualitas briket yang akan mempengaruhi

pemanfaatannya antara lain :

1) Kandungan Air Moisture yang dikandung dalam briket dapat dinyatakan dalam dua macam : (a) Free moisture (uap air bebas) Free moisture dapat hilang dengan penguapan, misalnya dengan air-drying. Kandungan free moisture sangat penting dalam perencanaan coal handling dan preperation equipment. (b) Inherent moisture (uap air terikat)

Kandungan inherent moisture dapat ditentukan dengan memanaskan briket antara temperatur 104 110 oC selama satu jam.

2) Kandungan Abu Semua briket mempunyai kandungan zat anorganik yang dapat ditentukan jumlahnya sebagai berat yang tinggal apabila briket dibakar secara sempurna. Zat yang tinggal ini disebut abu. Abu briket berasal dari clay, pasir dan bermacam-macam zat mineral lainnya. Briket dengan kandungan abu yang tinggi sangat tidak menguntungkan karena akan membentuk kerak.

3) Kandungan Zat Terbang (Volatile matter) Zat terbang terdiri dari gas-gas yang mudah terbakar seperti hidrogen, karbon monoksida (CO), dan metana (CH4), tetapi kadang-kadang terdapat juga gas-gas yang tidak terbakar seperti CO2 dan H2O. Volatile matter adalah bagian dari briket dimana akan berubah menjadi volatile matter (produk) bila briket

tersebut dipanaskan tanpa udara pada suhu lebih kurang 950 oC. Untuk kadar volatile matter 40 % pada pembakaran akan memperoleh nyala yang panjang dan akan memberikan asap yang banyak. Sedangkan untuk kadar volatile matter rendah antara 15 25% lebih disenangi dalam pemakaian karena asap yang dihasilkan sedikit.

4) Nilai Kalor Nilai kalor dinyatakan sebagai heating value, merupakan suatu parameter yang penting dari suatu thermal coal. Gross calorific value diperoleh dengan membakar suatu sampel briket didalam bomb calorimeter dengan mengembalikan sistem ke ambient tempertur. Net calorific value biasanya antara 93-97 % dari gross value dan tergantung dari kandungan inherent moisture serta kandungan hidrogen dalam briket.

2.7

Standar Kualitas Briket Bioarang

Saat ini belum ada suatu standar kualitas briket bioarang. Namun, persyaratan briket arang kayu menurut Sudrajat (1982) adalah: % % 6000 cal/gr 0,7 gr/cm3 Sifat briket arang kayu diantaranya dapat dipengaruhi oleh jenis kayunya (bahan baku). Kayu dengan berat jenis tinggi akan menghasilkan briket arang dengan kadar fixed carbon dan nilai kalor yang tinggi pula. Kerapatan > Nilai kalor > Kadar abu < 8 Fixed Carbon > 60

METODOLOGI PENELITIAN

Pada penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang data-datanya diperoleh dengan jalan melakukan eksperimen. Pada prinsipnya untuk membuat briket ini digunakan proses yang meliputi : Pengeringan, pemisahan, karbonisasi, pencampuran dan pencetakan. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Penelitian Batubara Departemen Pertambangan dan Energi Palembang. Adapun variabel penelitian yang dilakukan adalah : 1) 2) 3) Ukuran partikel arang Jumlah arang enceng gondok Jumlah bahan pengikat

Tag: enceng gondok, briket bioarang

Posted by editor | peluang,usaha | Tuesday 12 May 2009 2:21 pm

Eceng gondok gemar menutupi permukaan air dengan kecepatan tumbuh yang luar biasa. Repotnya tanaman gulma menyebabkan pendangkalan daerah aliran sungai sampai ke waduk yang menjadi pembangkit listrik tenaga air seperti Saguling. Tak mengherankan kalau upaya pemanfaatan eceng gondok ini mendapat dukungan dari Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling PT Indonesia Power, anak PT PLN (Persero). Pasalnya, Indonesia Power mengeluarkan tidak kurang dari Rp 2 juta per hari untuk membuang eceng gondok yang menutupi permukaan Sungai Citarum dan aliran masuk ke Waduk Saguling. Tidak seperti jenis yang lain, eceng gondok di Saguling ini pendek, sehingga tumbuhan ini tidak bisa dimanfaatkan untuk bahan kerajinan. Kelompok Usaha Briket Bio Power Kecamatan Cihampelas, Bandung mengusahakan pemanfaatan tanaman gulma ini sejak tahun 2005. Pertama, eceng gondok diiris-iris lalu digiling

dengan mesin penggiling sederhana. Air perasannya dipisahkan dan bisa dimanfaatkan untuk pupuk. Sementara ini eceng gondok dimanfaatkan untuk pupuk tanaman hias, bukan untuk sayuran, karena khawatir ada B3 (bahan berbahaya), kata Perintis Kelompok Usaha Briket Bio Power Didin Saefuddin Irisan eceng gondok dicampur dengan tanah liat, kapur, dan serbuk gergaji. Setelah itu, campuran tadi dimasukkan ke dalam silinder pencetak yang berdiameter 15 sentimeter. Setelah dijemur tiga hari, briket eceng gondok pun bisa langsung digunakan. Dengan ditambah sedikit minyak tanah, briket akan segera membara dan siap untuk memasak. Ramah Lingkungan Briket bisa juga dibakar sehingga menjadi bio arang. Dengan kandungan karbon yang lebih tinggi dan kadar air yang terkurangi, mutu bio arang ini lebih baik dibanding briketnya. Selain ramah lingkungan, briket dan bio arang ini lebih harum dan sedikit asapnya, ujar Didin Saefuddin yang juga guru biologi pada Madrasah Aliyah Nurul Fallah, Bandung. Sayangnya, waktu menyalanya relatif singkat sekitar 10 menit saja untuk 3-4 briket ataupun bio arang. Namun limbah hasil pembakaran briket atau bio arang masih bisa dimanfaatkan untuk abu gosok atau pembuatan telur asin, sehingga tak ada yang terbuang. (rahmat saepulloh/ sp)


Recommended