Implementasi Metoda Pengolahan Limbah Padat Industri Sawit untuk Produksi
Bioenegi Ethanol Generasi 2Program penelitian ini bermaksud memanfaatkan limbah padat industri sawit berupa Tandan Kosong Kelapa Sawit
(TKKS) sebagai bahan baku pembuatan bioenergi etanol generasi ke-2. Pusat Penelitian Kimia-LIPI bekerjasama
dengan KOICA (2010-2012) sedang mengembangkan produksi bioetanol berbasis limbah lignoselulosa skala Pilot
Plant dengan kapasitas 10 L/hari konsentrasi 99,5%. Intergrasi dengan pengembangan pilot plan, penelitian ini
merupakan peningkatan produktivitas hasil litbang melalui sinergi pemenuhan kebutuhan teknologi di masyarakat
dan daerah khususnya di daerah koridor ekonomi 1 Sumatera Selatan Fokus kelapa sawit. Secara umum, industri
kelapa sawit menghasilkan 1,1-1,5 ton TKKS untuk setiap ton crude palm oil (CPO) yang dihasilkan. Sampai saat ini
kapasitas penanganan limbah tersebut masih sangat kecil dibandingkan dengan limbah yang terbentuk, padahal
kandungan
selulosa pada limbah TKKS cukup tinggi (41.3 – 46.5%) sangat prospektif untuk dikonversi menjadi bioetanol. Pada
usulan penelitian ini akan dilakukan proses konversi TKKS menjadi bioetanol melalui proses satu tahap dengan
metoda Simultaneous Saccharification and Fermentation (SSF) menggunakan mikroba Saccharomyces cerevisiae
isolat Indonesia yang toleran terhadap panas, toleran terhadap etanol, dan bersifat ramah lingkungan. Penelitian ini
direncanakan dua tahun, akan dilaksanakan di PP Kimia-LIPI, kawasan Puspiptek Serpong dan di Kota Banyuasin
Provinsi Sumatera Selatan. Pada tahun pertama akan dilakukan transfer teknologi berupa pelatihan teknologi
produksi bioethanol berbasis TKKS, pelatihan akan diberikan kepada peserta yang ditunjuk oleh Dinas Perkebunan
dan terbuka bagi instansi lain terkait penanganan kelapa sawit di Provinsi Sumatera Selatan. Materi pelatihan terdiri
dari teori dan praketk meliputi 1) metoda pengolahan awal bahan baku (pretreatment) dengan tujuan untuk
menghilangkan lignin dan memperluas permukaan, 2) metoda sakarifiksi selulosa menjadi gula C5 dan C6, 3)
metoda fermentasi alcohol, 4) metoda distilasi dan karakterisasi ethanol. Tahun kedua akan dilakukan perancangan
alat produksi bioethanol-lignoselulosa kapasitas 1000L/hari. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan
SDM terlatih dan produksi bioethanol berbahan baku limbah sawit untuk bahan bakar terbarukan serta mendukung
program pemerintah dalam perwujudan sistem inovasi daerah (SIDa), sistem inovasi nasional (SINas) dan
pelaksanaan MP3EI.
Kata Kunci :Lignoselulosa,tandan kosong kelapa sawit, bioenergi, etanol generasi 2
Potensi tandan kosong dijadikan etanol sangat besar.
Intisari-Online.com - Kebutuhan energi Indonesia saat ini sebagian besar masih bertumpu pada
bahan bakar fosil. Minyak bumi menopang sekitar 51,66 persen, gas alam 28,57 persen, dan batubara
15,34 persen. Karena bersifat tak bisa diperbarui, maka persediaannya kian waktu semakin berkurang.
Cadangan minyak bumi akan habis sekitar 12 tahun lagi, gas hanya tinggal 30 tahun dan batu bara
masih bisa dimanfaatkan hingga 70 tahun ke depan. Ketergantungan terhadap bahan bakar fosil ini
menjadi masalah besar dan perlu solusi yang mendesak. Salah satu langkahnya adalah memanfatkan
bioetanol lignoselulosa sebagai alternatif penggantinya.
Dr. Agus Haryono, peneliti Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2 Kimia-LIPI)
menyatakan, pada tahun 2025 pemenuhan kebutuhan energi Indonesia diharapkan 17 persen-nya
berasal dari energi baru terbarukan. “Salah satunya dengan memanfaatkan etanol sebagai alternatif,
khususnya bioetanol berbasis lignoselulosa,” tandasnya.
Ia menuturkan, penggunaan etanol sebagai bahan bakar mempunyai beberapa keunggulan
dibandingkan bahan bakar minyak (BBM). Misalnya, 1) kandungan oksigen yang tinggi (35 persen)
sehingga bila dibakar sangat bersih; 2) ramah lingkungan karena emisi gas karbon mono-oksida lebih
rendah 19-25 persen ketimbang BBM sehingga tidak memberikan kontribusi pada akumulasi karbon
dioksida di atmosfer dan bersifat terbarukan; 3) angka oktan Etanol yang cukup tinggi (129)
menghasilkan kestabilan proses pembakaran, karenanya daya yang diperoleh lebih stabil; 4) proses
pembakaran dengan daya yang lebih sempurna akan mengurangi emisi gas karbon monoksida.
“Campuran bioetanol 3 persen saja mampu menurunkan emisi karbonmonoksida menjadi hanya 1,3
persen,” imbuhnya.
Dia menjelaskan, salah satu sumber biomasa lignoselulosa non-pangan di Indonesia yang tersedia
melimpah adalah Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) atau Oil Palm Empty Fruit Bunch dan pelepah
kelapa sawit. Luas perkebunan Indonesia sekitar 8,4 juta hektare yang menghasilkan 21,3 juta ton
minyak sawit dengan potensi TKKS 20 juta ton keadaan basah atau 10 juta ton kering. Dengan
kandungan selulosa yang cukup tinggi sekitar 41-47 persen, maka satu ton TKKS berpotensi
menghasilkan etanol sebanyak 150 liter dan bila dikalikan 10 juta ton tentu jumlahnya sangat besar.
Agus menambahkan, dalam upaya memanfaatkan potensi limbah sawit atau TKKS yang begitu besar,
maka LIPI bekerjasama dengan KOICA dengan bantuan Korea Institute of Science and
Technology (KIST) dan Changhae Energeering, Co. Ltd. melakukan penelitian dan pembangunan
sebuah pilot plant produksi bioetanol berbasis lignoselulosa di P2 Kimia LIPI, Kawasan Puspiptek
Serpong Tangerang Selatan-Banten. Pilot plant tersebut mampu menghasilkan etanol dengan
kemurnian 99,5 persen sebanyak 10 liter per hari.