Kalender Minum Obat (KMO) Sebagai Sarana Pendukung Strategi Directly
Treatment Shortcourse (DOTS) Dalam Usaha Penanggulangan Penyakit Tuberculosis
(TBC) di Indonesia
Diajukan Oleh Kingkin Resmyta Pambudi
I1A010054
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURATFAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERBANJARMASIN
Agustus, 2013
Kalender Minum Obat (KMO)
Sebagai Sarana Pendukung
Strategi Directly Treatment
Shortcourse (DOTS) Dalam
Usaha Penanggulangan Penyakit
Tuberculosis (TBC) di Indonesia
Kalender Minum Obat (KMO) Sebagai Sarana Pendukung Strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) Dalam Usaha Penanggulangan Penyakit Tuberculosis (TBC) di Indonesia
Penyakit TBC adalah penyakit infeksi dimana kuman penyebabnya telah diketahui dan obat-obatan untuk mengatasinya cukup efektif dan telah mengalami kemajuan pesat. Namun, pemberantasan TBC secara nasional di Indonesia yang telah berlangsung 30 tahun sejak tahun 1969 belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Karya tulis ini menghasilkan sebuah ide untuk membantu meningkatkan keefektifitasan pemberantasan TBC. Ide tersebut diwujudkan dengan menciptakan kalender minum obat (KMO) sebagai sarana pendukung strategi penanggulangan TBC yang telah ada yakni DOTS (tim pengawas menelan obat (PMO) dalam jangka pendek). Kalender merupakan lembar yang berisi tanggal serta bulan dalam kurun waktu tertentu yang dewasa ini telah berkembang dengan dilengkapi berbagai gambar, animasi, kata-kata motivasi serta diletakkan di tempat-tempat strategis dalam hunian. Berdasarkan pemikiran tersebut, KMO diciptakan sebagai lembar pengingat sekaligus pemotivasi bagi penderita TBC, dimana pengobatan TBC cukup lama yakni sekitar 6-7 bulan dan harus dilakukan secara rutin serta dengan dosis dan jumlah obat yang tepat.
Drugs Consumption Calender (DCC) As A Supporting Media of Directly Observed Treatment Shorcourse (DOTS) as an effort To Handle Tuberculocis Disease (TBC) In Indonesia
Tuberculosis disease is an infectious disease which the causal microba has known and the treatments to overcome are effective enough, and has been developed significantly. However, National Eradication of TBC in Indonesia that has been worked for 30 years since 1969 hasn’t shown satisfied result. This paper create an idea to increase the efficacy of TBC eradication. The idea is realised by creating Drugs Consumption Calender (DCC) as a DOTS (controling team for drugs consumption in a short term) supporting media to handle TBC that still working. Calender is a sheet that contain date and month in a several terms which is nowadays has been developt with addition such as picture, animation, motivation quotes and put in strategic place at homes. Based on that idea, DCC is created as a reminder sheet and also a motivator for TBC patients, which is TBC treatment need a long time about 6-7 month and must be continue with a certain doses and certain number.
1. Pendahuluan
Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dan merupakan penyakit dengan morbiditas dan
mortalitas yang tinggi terutama di negara berkembang. Berdasarkan estimasi
World Health Organization (WHO), daerah dengan kasus TB baru yang tertinggi
pada tahun 2009 adalah di daerah Asia Tenggara yang merupakan 35% dari
insidensi global. Sekitar 1,3 juta populasi meninggal akibat TB pada tahun 2009.
Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia maupun diberbagai belahan
dunia. Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit menular yang kejadiannya
cukup tinggi dan Indonesia menempati urutan kelima negara dengan kasus TBC
terbanyak di dunia. Penularan penyakit ini melalui perantaraan ludah atau dahak
penderita yang mengandung basil tuberkulosis paru. Pada waktu penderita batuk
butir-butir air ludah beterbangan diudara dan terhisap oleh orang yang sehat dan
masuk kedalam parunya yang kemudian menyebabkan penyakit tuberkulosis paru.
Menurut WHO (1999), di Indonesia setiap tahun terjadi 583 kasus baru dengan
kematian 130 penderita dengan tuberkulosis positif pada dahaknya. Sedangkan
menurut hasil penelitian kusnindar 1990, Jumlah kematian yang disebabkan
karena tuberkulosis diperkirakan 105,952 orang pertahun. Kejadian kasus
tuberkulosa paru yang tinggi ini paling banyak terjadi pada kelompok masyarakat
dengan sosio ekonomi lemah. Terjadinya peningkatan kasus ini disebabkan
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh, status gizi dan kebersihan diri individu dan
kepadatan hunian lingkungan tempat tinggal.
Pada tahun 1995 pemerintah telah memberikan anggaran obat bagi
penderita tuberkulosis secara gratis ditingkat Puskesmas, dengan sasaran utama
adalah penderita tuberkulosis dengan ekonomi lemah. Obat tuberkulosis harus
diminum oleh penderita secara rutin selama enam bulan berturut-turut tanpa henti.
Untuk kedisiplinan pasien dalam menjalankan pengobatan juga perlu diawasi oleh
anggota keluarga terdekat yang tinggal serumah, yang setiap saat dapat
mengingatkan penderita untuk minum obat. Apabila pengobatan terputus tidak
sampai enam bulan, penderita sewaktu-waktu akan kambuh kembali penyakitnya
dan kuman tuberkulosis menjadi resisten sehingga membutuhkan biaya besar
untuk pengobatannya.
Upaya yang sudah dilakukan Dinas Kesehatan dalam penanganan TBC
adalah melalui strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcase ) dengan
kegiatan tatalaksana pasien TBC ( penemuan tersangka TBC, diagnosis,
pengobatan), manajemen, program (perencanaan, pelaksanaan, pencatatan dan
pelaporan), pelatihan (bimbingan teknis, pemantapan mutu laboratorium,
pengelolaan logistik, pemantauan dan evaluasi), kegiatan penunjang ( promosi,
kemitraan, penelitian), Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan
pasien, prioritas diberikan kepada pasien TBC tipe menular. Namun upaya
penanggulangan TBC paru belum menunjukkan hasil yang belum optimal; dengan
indikasi rendahnya angka temuan kasus dan masih terdapat penderita yang putus
minum obat (Dinkes Kota Bukittinggi, 2007).
Penanggulan TBC memerlukan upaya terpadu dan sistematis dalam
berbagai aspek diantaranya melalui strategi komunikasi, informasi dan edukasi
(KIE) untuk perubahan perilaku serta mobilisasi kekuatan elemen-elemen sosial
kemasyarakatan (Lembaga Koalisi untuk Indonesia Sehat, 2006).
Menurut Notoatmodjo (2003) dapat disimpulkan bahwa pendidikan
kesehatan pada hakikatnya adalah suatu upaya menyampaikan pesan kesehatan
kepada masyarakat, kelompok, individu agar memperoleh pengetahuan kesehatan
yang lebih baik. Pengetahuan tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap
perilaku. Penggunaan kombinasi berbagai media akan sangat membantu dalam
proses penyuluhan kesehatan. Menurut Edgar Dale dalam Notoatmodjo (2003),
semakin banyak indera yang digunakan untuk menerima sesuatu maka semakin
banyak dan semakin jelas pula pengertian/pengetahuan yang diperoleh.
Tingginya tingkat kesibukan maupun rendahnya tingkat kedisiplinan
pasien seringkali dapat membuat mereka melewatkan waktu berobat ataupun
minum obat. Pada beberapa penyakit seperti TBC, kondisi ini sungguh
merugikan, karena dapat membuat pasien harus mengulang proses pengobatan
sejak awal. Hal ini tentunya butuh waktu dan biaya kembali. Mengingat tingginya
tingkat kesibukan pasien, maka perlu diingatkan hal-hal terkait proses pengobatan
supaya tidak terlewatkan. Melalui sistem berbasis kalender inilah diharapkan
dapat mempermudah, mempercepat, dan juga menghemat biaya dalam melakukan
penyampaian informasi berupa jadwal minum obat kepada pasien.
2. Gambaran Penyakit Tuberkulosis Paru.
Penyakit tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang menyerang paru-
paru, penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis. Apabila
seseorang sudah terpapar dengan bakteri penyebab tuberkulosis akan berakibat
buruk seperti menurunkan daya kerja atau produktivitas kerja, menularkan kepada
orang lain terutama pada keluarga yang bertempat tinggal serumah, dan dapat
menyebabkan kematian. Pada penyakit tuberkulosis jaringan yang paling sering
diserang adalah paru-paru (95,9 %). Cara penularan melalui ludah atau dahak
penderita yang mengandung basil tuberkulosis paru. Pada waktu batuk butir-butir
air ludah beterbangan diudara dan terhisap oleh orang yang sehat dan masuk
kedalam parunya yang kemudian menyebabkan penyakit tuberkulosis paru (TB
Paru).
Mycobacterium tuberkulosis dapat tahan hidup diudara kering maupun
dalam keadaan dingin, atu dapat hidup bertahun-tahun dalam lemari es. Ini dapat
terjadi apabila kuman berada dalam sifat dormant (tidur). Pada sifat dormant ini
kuman tuberkulosis suatu saat dimana keadaan memungkinkan untuk dia
berkembang, kuman ini dapat bangkit kembali.
Pada penderita tuberkulosis paru apabila sudah terpapar dengan agent
penyebabnya penyakit dapat memperlihatkan tanda-tanda seperti dibawah ini:
1. Batuk-batuk berdahak lebih dari dua minggu.
2. Batuk-batuk mengeluarkan darah atau pernah mengeluarkan darah.
3. Dada terasa sakit atau nyeri.
4. Terasa sesak pada waktu bernafas.
Adapun masa tunas (masa inkubasi) penyakit tuberkulosis paru adalah mulai dari
terinfeksi sampai pada lesi primer muncul, sedangkan waktunya berkisar antara 4–
12 minggu untuk tuberkulosis paru. Pada pulmonair progressif dan
extrapulmonair, tuberkulosis biasanya memakan waktu yang lebih lama, sampai
beberapa tahun.
Periode potensi penularan, selama kuman TBC ada pada sputum (dahak).
Beberapa kasus tanpa pengobatan atau dengan pengobatan tidak adekuat mungkin
akan kumat kumatan dengan sputum positif kuman TBC selama beberapa tahun.
Tingkat atau derajat penularan tergantung kepada banyaknya basil tuberkulosis
dalam sputum, virulensi dan peluang adanya pencemaran udara dari batuk, bersin
dan berbicara keras secara umum.
Kepekaan untuk terinfeksi penyakit ini adalah semua penduduk, tidak ada
perbedaan antara laki-laki dan perempuan, tua muda, bayi dan balita. Kepekaan
tertinggi pada anak kurang dari tiga tahun terendah pada anak akhir usia 12-13
tahun, dan dapat meningkat lagi pada umur remaja dan awal tua.
Pada penyakit tuberkulosis dapat diklasifikasikan yaitu tuberkulosis paru
dan tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis paru merupakan bentuk yang paling
sering dijumpai yaitu sekitar 80 % dari semua penderita. Tuberkulosis yang
menyerang jaringan paru-paru ini merupakan satusatunya bentuk dari TBC yang
mudah menular. Tuberkulosis ekstra paru merupakan bentuk penyakit TBC yang
menyerang organ tubuh lain, selain paru-paru seperti pleura, kelenjar limpe,
persendian tulang belakang, saluran kencing, susunan syaraf pusat dan perut. Pada
dasarnya penyakit TBC ini tidak pandang bulu karena kuman ini dapat menyerang
semua organ-organ dari tubuh.
Diagnosis TBC dapat ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan terhadap
sputum penderita. Pemeriksaan sputum basil tahan asam (BTA) merupakan
pemeriksaan yang dapat dilakukan di hampir semua tempat dan relatif cepat.
Diagnosis presumtif TBC dapat ditegakkan melalui temuan BTA pada sputum
sesuai dengan rekomendasi dari International Standards for Tuberculosis Care
(ISTC) yang dikeluarkan oleh Tuberculosis Coalition for Technical Assistance
(TBCTA).
3. Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit TB
Untuk terpapar penyakit TBC pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti : status sosial ekonomi, status gizi, umur, jenis kelamin, dan faktor toksis
untuk lebih jelasnya dapat kita jelaskan seperti uraian dibawah ini :
1. Faktor Sosial Ekonomi.
Disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan hunian, lingkungan
perumahan, lingkungan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk dapat
memudahkan penularan TBC. Pendapatan keluarga sangat erat juga dengan
penularan TBC, karena pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat hidup
layak dengan memenuhi syarat-syarat kesehatan.
2. Status Gizi.
Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan lain-
lain, akan mempengaruhi daya tahan tubuh sesoeranga sehingga rentan terhadap
penyakit termasuk TB-Paru. Keadaan ini merupakan faktor penting yang
berpengaruh dinegara miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak.
3. Umur.
Penyakit TB-Paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usaia produktif
(15 – 50) tahun. Dewasa ini dengan terjaidnya transisi demografi menyebabkan
usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut lebih dari 55 tahun
sistem imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai
penyakit, termasuk penyakit TB-Paru.
4. Jenis Kelamin.
Penyakit TB-Paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki
dibandingkan perempuan. Menurut WHO, sedikitnya dalam periode setahun ada
sekitar 1 juta perempuan yang meninggal akibat TB-Paru, dapat disimpulkan
bahwa pada kaum perempuan lebih banyak terjadi kematian yang disebabkan oleh
TB-Paru dibandingkan dengan akibat proses kehamilan dan persalinan. Pada jenis
kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok tembakau dan minum
alkohol sehingga dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih
mudah terpapar dengan agent penyebab TB-Paru.
4. Strategi DOTS
DOTS (Directly Observed Treatment Short Course) adalah strategi
penyembuhan TBC jangka pendek dengan pengawasan secara langsung. Atau
dengan kata lain DOTS adalah pengobatan TBC jangka pendek dengan
pengawasan ketat oleh petugas kesehatan atau keluarga penderita. DOTS
menekankan pentingnya pengawasan terhadap penderita TBC agar menelan obatnya
secara teratur sesuai ketentuan, sampai dinyatakan sembuh. (Aditama, 2002).
Ada 5 kunci utama dalam strategi DOTS yaitu :
1. Komitmen
2. Diagnosa yang benar dan baik
3. Ketersediaan dan lancarnya distribusi obat
4. Pengawasan penderita menelan obat
5. Pencatatan dan pelaporan penderita dengan sistem kohort
(berkesinambungan)
Untuk menjamin kesembuhan dan mencegah resistensi serta keteraturan
pengobatan dan mencegah drop out (lalai) dilakukan pengawasan dan DOTS melalui
pengawasan langsung menelan obat oleh Pengawas Menelan Obat (PMO). Bagi
penderita TBC yang rumahnya dekat dengan puskesmas dan unit pelayanan kesehatan
lainnya maka PMOnya adalah petugas puskesmas, sedangkan bagi penderita yang
rumahnya jauh, diperlukan PMO atas bantuan masyarakat, LSM, PPTI (Perkumpulan
Pembantasan TB Indonesia) dan PKK. Obat harus ditelan setiap hari yang disaksikan
oleh PMO, jika tidak mungkin bagi penderita untuk datang setiap hari ke puskesmas
maka petugas puskesmas harus merundingkannya dengan penderita bagaimana
caranya agar terjamin obat di telan setiap hari. Sebelum obat pertama kali diberikan,
penderita dan PMO harus diberi penyuluhan tentang : TBC bukan penyakit keturunan
atau kutukan, TBC dapat di sembuhkan dengan berobat teratur, bagaimana tata
laksana pengobatan penderita pada tahap awal dan tahap intensif, pentingnya berobat
secara teratur, Karena itu pengobatan perlu di awasi, efek samping obat dan tindakan
yang harus dilakukan bila terjadi efek samping tersebut dan cara penularan dan
mencegah penularan (Aditama, 2002).
5. Pengobatan TBC
Obat anti tuberkulosis yang digunakan dalam program pengobatan TB jangka
pendek adalah : Isoniazid (H), Rifampisin (R), pirazinamid (Z), streptomisin (S) dan
ethambutol (E).
Tabel 1.1 Panduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) pada TB Paru (WHO 1993)
Panduan OAT Klasifikasi & Tipe Penderita
Fase Awal Fase Lanjutan
Kategori 1 BTA (+) baru Sakit berat: BTA (-)
luar paru
2HRZS(E)2HRZS(E)
4RH4R3HE
Kategori 2 Pengobatan ulang : Kambuh BTA (+) Gagal
2HRZES/1HRZE2HRZES/1HRZE
5HRE5H3R3E3
Kategori 3 TB Paru BTA (-) TB Luar Paru
2HRZ2HRZ/2H3R3Z3
4RH4R3H3
Keterangan 2HRZE = tiap hari selama 2 bulan4RH = tiap hari selama 4 bulan4H3R3 = 3 kali seminggu selama 4 bulan
6. Hambatan Pelaksanaan Progam Pemberantasan TBC
Menurut Yunus,dkk, (1992) pada umumnya hambatan dalam pelaksanaan
program pemberantasan TBC dapat di golongkan dam masalah medik dan
masalah nonmedik.
Hambatan medik
TBC merupakan penyakit menahun yang berkembang secara kronik. Dalam
perjalanannya terdapat masa tenang dan masa eksaserbasi. Makin lambat
diagnosis ditegakkan, semakin mempercepat proses penyebaran penyakit. Kedua
dari segi obat, beberapa hal dari segi obat yang harus diperhatikan, yaitu :
pemakaian obat antituberkulosis yang tidak teratur dapat menimbulkan resistensi
kuman terhadap obat dan harus dijaga.
Hambatan non medik
Masalah nonmedik merupakan hambatan penting yang menyebabkan kegagalan
pengobatan TB paru. Masalah nonmedik mencakup :
1. Pendidikan yang rendah/tidak adanyan pengetahuan, khususnya terhadap
peyakit dan hygiene (Yunus,dkk, 1992).
2. Sikap klien yang tidak acuh terhadap dirinya sendiri, khususnya terhadap
penyakit yang di deritanya.
3. Faktor lain juga dapat berasal dari nilai-nilai sosial budaya ataupun
kehidupan status ekonomi dan sosial budaya diantaranya perumahan yang
kurang memadai ruangan, ventilasi yang kurang mendapat cahaya
matahari, membuang ludah sembarangan, penjagaan kebersihan
lingkungan yang baik dan menganggap penyakit tuberculosis sebagai
sesuatu yang mistik, dan bahkan sebagai hukuman dari Tuhan (Yunus,dkk,
1992).
4. Kemiskinan dan status gizi yang buruk.
5. Keterlambatan mendeteksi penyakit.
6. Aspek hambatan dari pihak petugas, dedikasi dari petugas penting artinya
untuk mendapatkan keberhasilan dalam tiap tugas, datang terutama untuk
penyakit kronik seperti tuberculosis yang membutuhkan pasien harus terus
dimotivasi dengan baik. Karena kesibukannya petugas tidak mempunyai
waktu lagi memperhatikan untuk melakukan pengawasan. Pasien yang
tidak mengerti apa yang dihadapinya dengan sendirinya akan lalai berobat
sampai putus berobat,apalagi kalau penderita sudah merasakan sembuh
dari penyakitnya (Yunus,dkk, 1992).
7. Kalender Minum Obat Sebagai Sarana Pendukung Strategi DOTS
Kalender minum obat (KMO) yang ditawarkan berbeda dari kalender
lainnya, selain sebagai reminder bagi penderita TBC mengenai jadwal minum
obat, kalender ini juga sebagai salah satu media pemotivasi bagi pasien. Media
kalender dipilih karena fungsinya sebagai pengingat seringkali diletakkan di
tempa-tempat staregis dalam hunian yang sering dikunjungi pasien seperti kamar
tidur, ruang tamu, ruang makan, dll. Selain itu, mengingat penderita TBC banyak
dari kalangan sosio ekonomi rendah, diharapkan KMO ini dapat menjangkau
seluruh kalangan.
KMO ini tidak hanya sebagai media pengingat yang hanya menampilkan
bulan dan tanggal, akan tetapi pasien dituntut untuk menuliskan obat apa saja
yang telah dia minum dalam kalender, selain memudahkan PMO untuk mengecek
tingkat kepatuhan pasien, dengan cara seperti ini pasien menjadi lebih termotivasi
untuk sembuh karena keterlibatan berbagai macam alat indera dalam KMO ini.
Kalender ini berbeda dari kalender pada umumnya. Apabila kalender
masehi terdiri dari 12 bulan dan jumlah hari yang berbeda di setiap bulannya,
KMO ini hanya terdiri dari 7 bulan dan setiap bulan terdiri dari 30 hari. Tidak ada
tahun dalam kalender ini, sehingga dapat digunakan kapan saja. Jumlah bulan
dalam kalander ini yang hanya 7 mengikuti strategi pengobatan TBC yang telah
ditetapkan WHO. Sebelum memulai mengisi kalender ini, pasien terlebih dahulu
harus di diagnosis menderita TBC kategori apa, serta diberitahu obat apa saja
yang harus dimininum dan singkatan dari obat tersebut seperti yang sudah
dijelaskan di depan. Misalnya, pasien tersebut masuk kategori 1 dengan BTA (+)
dan kasus baru, maka obat yang harus dia minum adalah 2HRZE pada fase awal
selama 2 bulan dan 4HR selama 4 bulan pada fase lanjutan, sehingga lama total ia
meminum obat adalah 6 bulan. Yang harus ia lakukan adalah memberikan tanda
pada setiap obat yang telah ia minum selama 6 bulan masa pengobatan tersebut.
Selain berisi bulan serta tanggal, kalender terserbut juga dilengkapi dengan
animasi yang menggambarkan kesehatan dengan wajah-wajah orang yang ceria.
Gambar yang dipilih berupa animasi kartun karena dapat digambar dengan
berbagai macam ekspresi serta ingin menimbulkan persepsi gembira dan bukan
suatu hal yang berat dalam minum obat. Kalender ini juga dilengkapi dengan kata-
kata motivasi kesembuhan bagi pasien, seperti :
“Ada beribu impian yang ingin Anda lakukan jika Anda sehat, namun
hanya ada satu keinginan yang ingin Anda raih ketika Anda sakit”
“Rasa sakit ini hanyalah sementara, rasa sakit ini adalah penghapus dosa.
Semoga bisa mengambil hikmah dan bangkit segera dari tempat tidurmu.
Semangat sobatku, ayoo kita main lagi"
15 H R Z E S
15 H R Z E S
"Semua pasti ada hikmahnya, jangan larut dalam kesedihan.
Bersemangatlah karena itu akan membuat keadaan lebih baik. Sakit itu
hanya sebuah penghapus dosa-dosa."
Salah satu hambatan dalam pengobatan TBC adalah efek samping obat yang
tidak diketahui oleh kebanyakan pasien. Efek samping yang ditimbulkan dirasa
cukup mengganggu sehingga tidak jarang dari mereka yang memutuskan untuk
memutus pengobatan. Dalam KMO ini juga dibuat satu halaman khusus yang
berisi pedoman pengobatan TBC serta efek sampingnya, sehingga pasien dapat
lebih paham mengenai prosedur pengobatan yang sedang mereka jalani.
BULAN 1
“Semangat sobat, demi Indonesia sehat.”
8. Manfaat Kalender Minum Obat
Kalender merupakan lembar pengingat yang familiar di masyarakat. Dengan
adanya KMO ini, penderita TBC dapat lebih disiplin untuk meminum obat, dan
juga dapat mengetahui efek samping serta tahap pengobatan yang sedang mereka
jalani. Untuk strategi DOTS sendiri, KMO ini dapat mempermudah PMO yang
bertugas mengontrol jadwal minum obat pasien TBC. Terutama bagi pasien yang
ada di daerah pedalaman, PMO dapat mengontrol konsumsi obat pasien dari
KMO. KMO juga dapat menjangkau seluruh kalangan, dapat digunakan oleh
pasien anak-anak maupun dewasa karena mudah dalam menggunakannya.
9. Kesimpulan dan Saran
KMO merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan kepatuhan pasien
TBC dalam menelan obat, mengingat obat yang diminum oleh pasien TBC lebih
dari satu, dan membutuhkan waktu yang lama. Dengan cara penggunaannya yang
simple serta mudah dimengerti. KMO tidak hanya memberikan kemudahan bagi
pasien dalam mengingat jadwal minum obat, namun juga membantu PMO dalam
mengontrol tingkat kepatuhan pasien. Kedisiplinan pasien sangat diperlukan
karena TBC memerlukan pengobatan yang rutin, mengingat kuman penyebabnya
sulit untuk dimatikan, Jika penyakit ini tidak segera disembuhkan, dapat
meningkatkan angka kejadian TBC dikarenakan sifatnya yang menular.
Melalui ide ini, diharapkan dapat memberi inspirasi bagi semua kalangan
khususnya yang bergerak di bidang kesehatan. Pemerintah harus memberikan
perhatian bagi kasus TBC di Indonesia, seiring dengan meningkatnya HIV/AIDS
di Indonesia, resiko TBC pun turut meningkat. Jika KMO ini dapat direalisasikan,
seluruh pasien yang telah terdiagnosis TBC harus menerima kalender ini, dan
harus dibawa ketika mereka kembali ke dokter. Disarankan agar KMO dapat
difungsikan seperti kartu menuju sehat yang digunakan untuk mengontrol
perkembangan balita. Hanya saja pada KMO, pasien berperan aktif dalam mengisi
obat yang mereka minum.
1. WHO. 2009. Global tuberculosis report. United States.
2. Kusnindar, 1990. Masalah Penyakit tuberkulosis dan pemberantasannya di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran, No. 63 hal. 8 –12.
3. Depkes RI, 2001. Faktor Budaya Malu Hambat Pencegahan Penyakit Tuberkulosis, Media Indonesia Jakarta.
4. Depkes RI, 1997. Pedoman Penyakit Tuberkulosis dan Penanggulangannya. Dirjen P2M dan PLP, Jakarta.
5. Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi. 2007. Profil kesehatan kota bukittinggi tahun 2007. Pemerintah Kota Bukittinggi, Bukittinggi.
6. Notoatmodjo. 2003. Ilmu kesehatan masyarakat. Jakarta : PT Rineka Cipta.
7. Wilieyam, Nina Gisela Sevani. 2013. SMS Based Gateway Patient Medication Reminder Application Aplikasi Reminder Pengobatan Pasien Berbasis SMS Gateway. Universitas Kristen Krida Wacana.
8. Arifin, N. 1990. Diagnostik Tuberkulosis Paru dan Penanggulangannya, Universitas Indonesia, Jakarta.
9. Tuberculosis Coalition for Technical Assistance (TBCTA). 2006. International Standards for Tuberculosis Care.
10. Aditama, T.Y. (2002). Tuberkulosis Paru, Diagnosis, Terapi dan Masalahnya, Edisi 4. Jakarta: IDI.
11. Direktorat Jenderal PPM & PLP, Departemen Kesehatan. 1999. Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Disampaikan Pada Seminar Sehari TB Paru Dalam Rangka Peringatan Hari TB Paru Sedunia Ke 117. Jakarta.
12. Kapita Selekta Kedoteran. 2001. Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.
13. Yunus, F, dkk. (1992). Pulmonologi Klinik, Jakarta: FK UI