Transcript
Page 1: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN PEMBERIAN FASILITAS BEBAS BEA DAN BEBAS

KUOTA BAGI NEGARA LEAST DEVELOPED COUNTRIES

PUSAT KEBIJAKAN KERJASAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN

KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA

2015

Page 2: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

ABSTRAK

1. Indonesia sebagai salah satu negara anggota G20 memiliki kewajiban untuk

melaksanakan kesepakatan yang telah disetujui salah satunya dalam pertemuan

pimpinan kelompok tersebut di Seoul tahun 2011. Adapun salah satu

kesepakatan dalam pertemuan tingkat tinggi tersebut adalah memberikan

bantuan akses pasar kepada negara paling tidak berkembang (Least Developed

Countries – LDC) berupa penghapusan kebijakan tarif dan kuota (Duty Free

Quota Free/DFQF). Adapun konsep awal pemberian preferensi pada negara-

negara LDCs dituangkan dalam UNCTAD Resolution 21 (II) yang diadopsi tahun

1968 di New Delhi, India.

2. Pemberian akses pasar kepada negara-negara LDC bertujuan untuk mengurangi

kemiskinan (reducing poverty) dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi

(enhancing economic growth) bagi negara LDC. Adapun negara-negara yang

termasuk kedalam LDC adalah Angola, Bangladesh, Benin, Burkina Faso,

Burundi, Chad, Congo Djibouti, Gambia, Guinea, Guinea Bissau, Haiti, Kamboja,

Lesotho, Madagaskar, Malawi, Mali, Mauritania, Mozambik, Myanmar, Nepal,

Nigeria, Rwanda, Senegal, Sierra Leone, Solomon Island, Tanzania, Togo,

Uganda dan Zambia. Kelompok negara LDC tersebut didasarkan pada

pengelompokan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atas negara yang diyakini

sangat sulit melepaskan diri dari kemiskinan akibat rendahnya pendapatan per

kapita, terbatasnya sumber daya manusia, dan kerentanan perekonomian mereka

berdasarkan Economic Vulnerability Index (UNCTAD, 2012).

3. Namun, sampai saat ini di Indonesia masih ada kekhawatiran di sebagian

Kementerian bahwa pemberian bebas bea masuk akan merugikan produsen

domestik karena produk LDC merupakan produk substitusi bagi produk nasional.

Wakil dari Kementerian Keuangan menyatakan bahwa Menteri Keuangan belum

dapat memberikan pemotongan tarif kepada LDC secara unilateral, sebagaimana

prosedur pemberian DFQF oleh negara lain, karena belum memiliki dasar hukum.

Page 3: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan

surplus perdagangan yang tinggi bagi Indonesia. Nilai ekspor Indonesia ke LDC

tumbuh sebesar 17,76 persen selama tahun 2004 sampai 2014, dengan nilai

meningkat dari US$ 741 juta di tahun 2004 menjadi US$ 3,84 miliar ditahun 2014.

Nilai impor Indonesia dari negara LDC selama tahun 2004 sampai 2014 tumbuh

sebesar 20,98 persen, dari US$ 110 juta ditahun 2004 menjadi US$ 480.82 juta

ditahun 2014. Berdasarkan kinerja ekspor dan impor, Indonesia masih meraih

surplus perdagangan dengan negara LDC, sebesar US$ 630 juta ditahun 2004

dan meningkat menjadi US$ 3,365 miliar ditahun 2014.

5. Impor Indonesia dari negara LDC masih dikenakan bea masuk sesuai ketentuan

Most Favoured Nation (MFN) kecuali bagi negara LDC yang merupakan bagian

dari ASEAN yaitu Kamboja dan Myanmar. Dalam analisis ini impor Indonesia dari

kedua negara tersebut tidak akan dimasukkan, karena mereka menggunakan

liberalisasi ASEAN yang lebih baik dibandingkan pemberian fasilitas bebas bea

dan kuota. Total nilai impor Indonesia dari LDC ditahun 2014 mencapai US$

480.82 juta dengan penerimaan dari bea masuk sebesar US$ 15,76 juta.

Sebagian besar penerimaan Indonesia dari negara LDC diperoleh dari bea

masuk atas impor 29 pos tarif yang mencapai US$ 13,50 juta atau 86% dari total

penerimaan bea masuk atas impor Indonesia dari LDC.

6. Hasil temuan turun lapang menemukan bahwa pemerintah propinsi meyakini

manfaat pemberian fasilitas bebas tarif dan kuota bagi negara LDC adalah

kemudahan memperoleh bahan baku bagi industri tekstil/produk tekstil, makanan

minuman dan produk/komponen otomotif yang dikembangkan saat ini. Adapun

produk bahan baku yang dapat diusulkan mendapat fasilitas bebas tarif dan kuota

antara lain biji coklat, kapas dan limbah besi.

7. Pemerintah propinsi masih keberatan jika fasilitas bebas bea masuk dan kuota

diberikan untuk produk pangan utama khususnya beras, jagung dan gula serta

produk jadi siap digunakan yang saat ini dikembangkan khususnya tekstil/produk

tekstil dan produk/komponen otomotif.

8. Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka dapat direkomendasikan untuk

melaksanakan pemberian fasilitas bebas tarif dan kuota atas impor barang dari

Page 4: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

negara-negara LDC antara lain biji coklat, kapas dan limbah besi dengan

mempertimbangkan masukan sektor dalam pemilihan produk dengan tujuan

utama memberikan kemudahan akses impor bahan baku industri. Selanjutnya,

pelaksanaan pemberian fasilitas tersebut memerlukan kesepakatan antar instansi

yang terlibat, yang sebaiknya diputuskan pada tingkatan Menteri Koordinasi atau

Presiden Republik Indonesia untuk merumuskan dasar hukum pemberian fasilitas

tersebut.

Page 5: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunianya

sehingga analisis yang berjudul Analisis Usulan Pemberian Fasilitas

Bebas Bea dan Bebas Kuota Bagi Negara Least Developed Countries,

dapat diselesaikan.

Selain itu Tim Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala

Pusat Kerjasama Perdagangan Internasional, BP2KP dan Kepala Bidang

Multilateral di Pusat Kerjasama Perdagangan Internasional atas arahan dan

bimbingan dalam penulisan ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih

kepada rekan dan pihak lain yang memberikan bantuan dan tidak dapat

disebutkan satu per satu.

Menyadari laporan ini masih banyak kekurangan, diharapkan masukan

yang membangun untuk memperbaiki laporan ini dimasa mendatang.

Jakarta, September 2015

Tim Penulis

Page 6: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

ii

DAFTAR ISI

Halaman

Bab I. PENDAHULUAN ................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah .......................................................... 3

1.3 Tujuan ............................................................................. 4

1.4 Hasil Analisis................................................................... 4

1.5 Dampak/Manfaat ............................................................. 4

1.6 Ruang Lingkup ................................................................ 4

Bab II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................... 6

2.1 Negara Least Developed Countries ............................... 6

2.2 Tarif ................................................................................ 7

2.3 Hambatan Perdagangan Bukan Tarif (non-tariff barrier) 10

Bab III. DATA DAN METODOLOGI ................................................ 13

3.1 Data ............................................................................... 13

3.2 Kerangka Pemikiran ....................................................... 13

3.3 Metodologi ..................................................................... 14

Bab IV. RUJUKAN HASIL ANALISIS USULAN PEMBERIAN

FASILITAS BEBAS TARIF DAN KUOTA BAGI NEGARA

LEAST DEVELOPED COUNTRIES (LDC) DI TAHUN 2012.. 15

4.1 Latar Belakang dan Asumsi Dasar ................................. . 15

4.2 Rujukan Kinerja Perdagangan dan Hasil Simulasi ......... 16

4.3 Usulan Pelaksanaan Pemberian Fasilitas Bebas Tarif

dan Kuota ...................................................................... 18

Bab V. TANGGAPAN PEMERINTAH DAERAH ATAS USULAN

PEMBERIAN FASILITAS BEBAS TARIF DAN KUOTA

BAGI NEGARA LEAST DEVELOPED COUNTRIES (LDC) . 20

5.1 Perdagangan Indonesia Dengan Negara LDC Saat Ini . 20

5.2 Tanggapan Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan ....... 23

Page 7: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

iii

5.3 Tanggapan Pemerintah Propinsi Jawa Tengah ............. 25

5.4 Tanggapan Pemerintah Propinsi Jawa Timur ................ 26

5.5 Tanggapan Responden Atas Usulan Pemberian Fasilitas

Bebas Bea Masuk dan Kuota......................................... 29

5.6 Tanggapan Responden FGD Atas Usulan Pemberian Fasilitas

Bebas Bea Masuk dan Kuota ........................................ 31

Bab VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ................................ 32

6.1 Kesimpulan .................................................................. 32

6.2 Rekomendasi ............................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 33

Page 8: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

iv

DAFTAR GAMBAR DAN DAFTAR TABEL

Daftar Gambar Halaman 2.1 Dampak-Dampak Keseimbangan Umum dari Pemberlakuan Tarif

Di Sebuah Negara Kecil ....................................................... 8

2.2 Dampak Pembatasan Impor (Kuota) Terhadap Kesejahteraan 11

3.1 Kerangka Pemikiran ............................................................. 14

5.1 Perdagangan Indonesia Dengan Negara LDC ..................... 20

Daftar Tabel Halaman 4.1 Pos Tarif Indonesia dan Impor Indonesia dari LDC ............... 16

5.1 Penerimaan Bea Masuk Utama Indonesia Dari Produk Impor

LDC ........................................................................................ 22

5.2 Rangkuman Pandangan Pemerintah Daerah Atas Produk

Impor Dari LDC ...................................................................... 30

Page 9: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 1

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara anggota G20 memiliki kewajiban

untuk melaksanakan kesepakatan yang telah disetujui salah satunya dalam

pertemuan pimpinan kelompok tersebut di Seoul tahun 2011. Adapun salah

satu kesepakatan dalam pertemuan tingkat tinggi tersebut adalah

memberikan bantuan akses pasar kepada negara paling tidak berkembang

(Least Developed Countries – LDC) berupa penghapusan kebijakan tarif

dan kuota (Duty Free Quota Free/DFQF). Adapun konsep awal pemberian

preferensi pada negara-negara LDCs dituangkan dalam UNCTAD

Resolution 21 (II) yang diadopsi tahun 1968 di New Delhi, India. Agar in line

dengan UNCTAD Resolution tersebut, maka dibuatlah waiver terhadap

Article I GATT melalui enabling clause 1979: Decision of 28 November 1979

on Differential and More Favorable Treatment, Reciprocity and Fuller

Participation of Developing Countries. Pemberian DFQF sendiri merupakan

mandat dari Hongkong Ministerial Decision yang intinya mewajibkan negara-

negara maju untuk memberikan fasilitas DFQF sebesar 97% dari jumlah

tarifnya kepada negara kurang berkembang (LDCs). Sedangkan, bagi

negara-negara berkembang dianjurkan (tidak wajib) untuk memberikan hal

yang serupa kepada negara-negara LDCs. Pemberian DFQF ini kemudian

ditegaskan kembali pada hasil KTM IX WTO di Bali dimana negara maju

harus memberikan fasilitas DFQF (bagi yang belum memberikan) ataupun

memperluas coverage commodity-nya (bagi yang sudah memberikan)

sebelum pelaksanaan KTM X WTO di Nairobi pada Desember 2015, begitu

pula anjuran bagi negara-negara berkembang untuk melakukan hal yang

serupa. Indonesia sendiri merupakan salah satu negara emerging economy

countries bersama-sama dengan RRT, India, Brazil, dan Afrika Selatan yang

telah lebih dulu memberikan fasilitas DFQF kepada negara-negara LDCs.

Pada kesempatan lain, Wakil Menteri Perdagangan pada forum Trade

Page 10: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 2

Policy Review telah menyampaikan bahwa Indonesia siap untuk

mempertimbangkan pemberian fasilitas DFQF kepada negara LDCs.1

Dalam pemberian akses pasar tersebut, setiap negara yang masih tergolong

negara berkembang seperti Indonesia diberikan fleksibilitas dalam

pelaksanaannya.

Pemberian akses pasar kepada negara-negara LDC bertujuan untuk

mengurangi kemiskinan (reducing poverty) dan meningkatkan pertumbuhan

ekonomi (enhancing economic growth) bagi negara LDC. Adapun negara-

negara yang termasuk kedalam LDC adalah Angola, Bangladesh, Benin,

Burkina Faso, Burundi, Chad, Congo Djibouti, Gambia, Guinea, Guinea

Bissau, Haiti, Kamboja, Lesotho, Madagaskar, Malawi, Mali, Mauritania,

Mozambik, Myanmar, Nepal, Nigeria, Rwanda, Senegal, Sierra Leone,

Solomon Island, Tanzania, Togo, Uganda dan Zambia. Kelompok negara

LDC tersebut didasarkan pada pengelompokan Perserikatan Bangsa-

Bangsa (PBB) atas negara yang diyakini sangat sulit melepaskan diri dari

kemiskinan akibat rendahnya pendapatan per kapita, terbatasnya sumber

daya manusia, dan kerentanan perekonomian mereka berdasarkan

Economic Vulnerability Index (UNCTAD, 2012).

Salah satu contoh manfaat pemberian akses pasar bagi negara LDC

dapat dilihat dari temuan Bouet et.al (2010). Menurut Bouet et.al (2010),

pemberian akses pasar melalui kebijakan bebas bea masuk oleh negara

maju disertai negara ekonomi kuat lain seperti Brazil, Cina, India dan Rusia

diperkirakan memberikan dampak positif bagi perekonomian negara LDC.

Sebaliknya dampak bagi negara pemberi bebas bea masuk tidak signifikan

karena pangsa impor dari LDC relatif kecil. Terkait dengan usulan

pemberian DFQF dari Indonesia, pada tahun 2012 telah dilakukan kajian

dari Puska KPI terkait hal tersebut dengan rekomendasi agar pemberian

fasilitas bebas bea masuk harus bertujuan untuk meningkatkan akses bahan

baku murah yang dilakukan dengan pemberlakuan ketentuan Rules of

1 Paparan Direktorat Kerjasama Multilateral – Kementerian Perdagangan mengenai “Analisa Benchmarking Rencana Skema DFQF Indonesia” pada tanggal 21 – 22 Agustus 2014 di Jakarta

Page 11: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 3

Origin (Surat Keterangan Asal) yang ketat, pemberlakuan ketentuan khusus

(Product Spesific Rules/PSR) untuk produk tertentu, dilakukan bertahap,

dan harus memaksimalkan fleksibiltas sebagai negara berkembang dengan

mengecualikan produk impor utama dari negara LDC.

Namun, sampai saat ini masih terdapat kekhawatiran di Kementerian

lain bahwa pemberian bebas bea masuk akan merugikan produsen

domestik karena produk LDC merupakan produk substitusi bagi produk

nasional. Hal ini disebabkan pemberian fasilitas bebas bea masuk tersebut

hanya satu arah, dari Indonesia kepada negara-negara LDC, tidak timbal

balik. Oleh karena itu pertimbangan utama dalam pemberian fasilitas adalah

peningkatan akses pasar bagi LDC. Selain itu masih terdapat pendapat dari

wakil Kementerian Keuangan yang menyatakan bahwa Menteri Keuangan

belum dapat memberikan pemotongan tarif kepada LDC secara unilateral,

sebagaimana prosedur pemberian DFQF oleh negara lain, karena belum

memiliki dasar hukum. Menyadari permasalahan tersebut, dan

memperhatikan hasil kajian sebelumnya (Puska KPI, 2012) terutama

mengenai cakupan produk yang akan diberikan fasilitas DFQF untuk

negara-negara LDC, maka perlu dilakukan kajian lanjutan mengenai dasar

hukum dan manfaat pemberian bebas bea masuk untuk negara LDC bagi

Indonesia. Selanjutnya, berdasarkan temuan tersebut akan diusulkan

rumusan usulan apakah Indonesia dapat melaksanakan atau menunda

pemberian fasilitas DFQF tersebut.

1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan pembahasan dalam latar belakang, permasalahan dari

analisis ini adalah:

a. Apakah manfaat bagi Indonesia jika memberikan fasilitas DFQF kepada

negara-negara LDC?

b. Apakah Indonesia memberikan atau tidak memberikan fasilitas DFQF

bagi LDC?

Page 12: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 4

1.3 Tujuan Adapun tujuan analisis ini adalah :

a. Mengetahui manfaat pemberian fasilitas DFQF bagi LDC di Indonesia.

b. Merumuskan usulan posisi pilihan Indonesia memberikan atau tidak

memberikan fasilitas DFQF bagi LDC.

1.4 Hasil Analisis

Adapun hasil dari analisis ini adalah tersedianya satu laporan mengenai

Usulan Pemberian Fasilitas Bebas Bea Dan Bebas Kuota Bagi Negara Least

Developed Countries.

1.5 Dampak/Manfaat

Tersedianya informasi mengenai a) manfaat pemberian fasilitas DFQF

bagi LDC di Indonesia, dan b) rumusan usulan posisi pilihan Indonesia

memberikan atau tidak memberikan fasilitas DFQF bagi LDC.

1.6 Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup dalam analisis ini adalah :

a. Manfaat pemberian fasilitas DFQF bagi negara LDC yang dimaksudkan

dalam analisis ini merupakan pendapat pelaku usaha mengenai usulan

pemberian DFQF yang telah dilakukan dalam kegiatan 2012, dan

sekaligus melakukan evaluasi apakah terjadi perubahan pendapat atau

tidak.

b. Dasar hukum yang dimaksud dalam analisis ini adalah aturan yang

diterbitkan pemerintah yang dapat dirujuk sebagai landasan bagi

kementerian terkait untuk melaksanakan pemberian fasilitas DFQF.

c. Usulan produk yang menjadi rekomendasi akan didasarkan pada usulan

dari kegiatan sebelumnya yang akan disempurnakan dengan temuan

dari analisis tahun ini.

Page 13: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 5

d. Analisis ini hanya membahas pembebasan tarif dan kuota untuk produk

barang, belum memasukkan pemberian fasilitas diluar barang seperti

investasi, tenaga kerja, atau lainnya.

Page 14: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Negara Least Developed Countries

Semenjak tahun 1971, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

memperkenalkan pengelompokan negara Least Developed Countries (LDC)

sebagai kelompok negara yang mengalami ketertinggalan dalam proses

pembangunan karena masalah struktur, sejarah atau kondisi geografis.

Negara yang termasuk dalam kelompok ini umumnya miskin dan

terbelakang, sehingga membutuhkan banyak bantuan dari negara lain

anggota PBB. Pada saat ini terdapat 48 negara yang masuk kedalam

kelompok LDC, dengan populasi 880 juta jiwa, total Gross Domestic Product

(GDP) mereka mencapai 2% dari total GDP dunia, dan total perdagangan

mereka mencapai 1 % dari total perdagangan dunia (UNCTAD, 2015).

Negara yang termasuk kedalam LDC sebagian besar sudah merupakan

bagian dari WTO, dimana terdapat total 34 negara yang telah menjadi

anggota WTO yaitu Angola, Bangladesh, Benin, Burkina Faso,

Burundi,Cambodia, Central African Republic, Chad, Democratic Republic of

the Congo, Djibouti, Gambia, Guinea, Guinea Bissau, Haiti, People’s

Democratic Republic Lao, Lesotho, Madagascar, Malawi, Mali, Mauritania,

Mozambique, Myanmar, Nepal, Niger, Rwanda, Senegal, Sierra Leone,

Solomon Islands, Tanzania, Togo, Uganda, Vanuatu, Yemen, Zambia. Lebih

lanjut terdapat delapan anggota LDC yang sedang dalam proses bergabung

dengan WTO yaitu Afghanistan, Bhutan, Comoros, Equatorial Guinea,

Ethiopia, Liberia, Sao Tomé & Principe, dan Sudan (WTO, 2015).

Sebagai salah satu upaya dari negara anggota WTO dalam membantu

percepatan pertumbuhan perekonomian negara LDC telah disepakati

komitmen dalam Konferensi Tingkat Menteri di Doha pada tahun 2001.

Dalam komitmen tersebut, negara anggota WTO berjanji akan memberikan

bantuan bagi negara LDC untuk berdagang dengan negara yang lebih

Page 15: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 7

makmur. Adapun bantuan tersebut diberikan dalam bentuk kemudahan

akses ekspor melalui kebijakan bebas tarif dan bebas kuota (Duty Free and

Quota Free). Lebih lanjut, pada 12 Februari 2012, Sub-komite LDC telah

menyusun beberapa program implementasi yang berisi : a. Mengidentifikasi

hambatan akses pasar bagi produk negara LDC, b. Melakukan tinjauan

tahunan atas peningkatan akses pasar bagi produk LDC, dan c. Melakukan

analisis potensi peningkatan akses pasar bagi negara LDC (WTO, 2003).

2.2 Tarif Tarif pada dasarnya merupakan pembebanan pajak atau custom duties

terhadap barang-barang yang melewati batas suatu negara. Dilihat dari

aspek asal komoditi, terdapat dua macam tarif yaitu (Salvatore, 1997) :

1) Tarif impor, merupakan pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang

diimpor dari negara lain,

2) Tarif ekspor, adalah pajak untuk suatu komoditi yang diekspor.

Teori keseimbangan umum dapat menjelaskan dampak pemberlakuan

tarif terhadap tingkat produksi, konsumsi, perdagangan, dan kesejahteraan

di sebuah negara kecil yang hubungan dagang atau kekuatan ekonominya

terbatas. Dengan asumsi sebuah negara kecil tidak mampu mempengaruhi

harga yang berlaku di pasaran internasional, ketika tarif terhadap barang-

barang impornya diberlakukan, yang berubah hanyalah harga barang

tersebut di pasar domestiknya sendiri, sehingga pihak yang harus

menghadapi segala implikasi kenaikan harga itu adalah konsumen dan

produsen di negara kecil yang bersangkutan.

Secara teoritis, dampak keseimbangan umum yang dihasilkan dari

pemberlakuan tarif di sebuah kecil, misalnya Indonesia, dapat dijelaskan

melalui Gambar 2.1 di bawah ini. Dalam gambar diasumsikan terdapat dua

komoditi yang diperdagangkan (komoditi X dan Y) dan dua negara yang

melakukan perdagangan (pertukaran komoditi), yaitu negara kecil (disebut

negara 2) yang menetapkan harga domestiknya dengan PF dan negara

Page 16: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 8

lainnya (negara dunia/world) dengan harga Pw. Sehingga pada gambar

tersebut terlihat bahwa di pasar dunia berlaku Px/Py = 1, negara 2 akan

berproduksi di titik B dan berkonsumsi di titik E. Namun ketika pemerintah

negara 2 mengenakan tarif ad valorem (sekian persen dari nilai impor harus

dibayarkan pengimpor ke kas negara sebagai pajak) sebesar 100%

terhadap komoditi X, harga komoditi tersebut bagi para konsumen dan

produsen domestik langsung melonjak menjadi Px/Py = 2, sehingga para

produsen domestik di negara 2 akan terdorong untuk berproduksi di titik F.

Itu berarti negara 2 akan mengekspor 30Y, dan mengimpor 30X; separuh

diantaranya, yakni GH atau 15X, akan langsung terarah ke konsumen

domestik, sedangkan selebihnya, yakni HH’ yang juga bernilai 15X, akan

menjelma sebagai pendapatan pajak bagi pemerintah yang bersumber dari

pengenaan tariff ad valorem 100% terhadap komoditi X yang diimpor.

Gambar 2.1. Dampak-dampak Keseimbangan Umum dari Pemberlakuan Tarif

di Sebuah Negara Kecil (Salvatore, 1997)

140 -

120 -

85 -

60 - 55 -

40 -

I

40

I

I

I

100

I

95

Komoditi X

Komoditi Y

0

A

F

B

H’

E

II III

PF = 2 PW = 1

G H

Page 17: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 9

Karena diasumsikan bahwa pemerintah negara 2 menggunakan

kebijakan tarif tersebut dalam rangka meredistribusikan pendapatan yang

diperolehnya bagi warganya (agar beban pajak mereka tidak terlalu besar),

maka tingkat konsumsi setelah tarif dikenakan akan bergeser ke kurva

indiferen II’, tepatnya di titik H’ (titik berpotongan antara dua garis putus-

putus). Itu berarti, tingkat konsumsi dan kesejahteraan (titik E) dalam

perdagangan bebas lebih tinggi ketimbang tingkat konsumsi dan

kesejahteraan (titik H’) yang ada setelah tarif tersebut diberlakukan.

Dari Gambar 2.1 dapat disimpulkan bahwa dengan adanya tarif, tingkat

kesejahteraan negara yang bersangkutan menjadi lebih rendah

dibandingkan dengan kondisinya di masa perdagangan bebas (tanpa tarif).

Hal ini terlihat dari bergesernya konsumsi dari titik E ke titik H’ yang terletak

pada kurva indiferen yang lebih rendah daripada sebelumnya.

Penurunan kesejahteraan tersebut bersumber dari dua sebab yaitu: (1)

Perekonomian tidak lagi berproduksi pada titik yang memaksimumkan nilai

pendapatan dan harga dunia; dan (2) Konsumen tidak dapat lagi

berkonsumsi pada kurva indiferen tertinggi yang memaksimumkan

kesejahteraan. Keduanya diakibatkan oleh kenyataan bahwa konsumen dan

produsen domestik menghadapi harga yang berbeda dengan harga dunia.

Penurunan kesejahteraan terjadi karena kegiatan produksi yang tidak

efisien. Penurunan kesejahteraan sebagai akibat dari konsumsi yang tidak

efisien juga merupakan padanan dari kerugian akibat konsumsi.

Selain penurunan kesejahteraan, volume perdagangan di negara kecil

(negara 2) pun mengalami kemerosotan dengan adanya tarif. Volume serta

nilai-nilai ekspor dan impor sama-sama turun segera setelah

dilaksanakannya pengenaan tarif itu dibandingkan dengan sebelumnya

ketika perdagangan masih berlangsung secara bebas.

Dari penjelasan tersebut, maka semakin tinggi tarif yang dikenakan,

akan semakin besar kerugian yang timbul. Pengenaan tarif yang terlalu

besar akan mendorong perekonomian yang bersangkutan menuju kondisi

autarki (semua komoditi dibuat sendiri, dan perdagangan internasional

Page 18: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 10

lenyap). Tarif impor yang mematikan perdagangan internasional ini biasa

disebut dengan tarif prohibitif (prohibitive tariff). Tarif yang terlalu tinggi

akan memaksa suatu perekonomian terus-menerus berproduksi dan

berkonsumsi di titik A, dan jelas merugikan negara itu sendiri.

2.3. Hambatan Perdagangan Bukan Tarif (non-tariff barrier) Hambatan perdagangan bukan tarif (non-tariff barrier) merupakan

bentuk proteksi perdagangan yang lebih kompleks dibandingkan dengan

hambatan tarif. Praktek perdagangan yang terjadi pada saat ini, masing-

masing negara melakukan intervensi dalam perdagangan internasional

dengan menggunakan instrumen kebijakan lainnya yang lebih kompleks,

yaitu kebijakan yang menyembunyikan motif proteksi.

Secara teoritis, salah satu bentuk hambatan impor bukan tarif adalah

kuota. Kuota adalah pembatasan secara langsung jumlah fisik terhadap

barang yang masuk (kuota impor) dan keluar (kuota ekspor). Pemberlakuan

kuota impor memberikan dampak-dampak terhadap konsumsi dan produksi

seperti yang ditimbulkan oleh penerapan tarif impor yang setara.

Penyesuaian terhadap setiap pergeseran dalam kurva permintaan atau

kurva penawaran sehubungan dengan adanya kuota impor akan terjadi

pada harga-harga domestik. Sedangkan jika yang diberlakukan adalah tarif

impor, maka penyesuaian tersebut akan terjadi pada kuantitas impor.

Secara umum, kuota impor itu lebih menghambat daripada tarif impor yang

setara.

Hambatan kuota sering dimanfaatkan untuk memperbaiki neraca

pembayaran yang defisit dan akan meningkatkan harga produk. Pada

dasarnya proteksi terhadap perdagangan tersebut akan menguntungkan

bagi produsen namun merugikan bagi konsumen. Pada akhirnya hal ini

akan merugikan perekonomian secara keseluruhan (Salvatore, 1997).

Page 19: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 11

Gambar 2.2. Dampak Pembatasan Impor (Kuota) terhadap

Kesejahteraan (Sumber: Wall, 1999)

Dari Gambar 2.2, apabila terjadi perdagangan bebas maka barang

yang diimpor akan berada pada harga dunia yaitu Pw. Negara akan

mengkonsumsi sebesar QD0 dan produksi sebesar QS0. Jumlah yang akan

diimpor dari negara lain sebesar QD0-QS0. Ketika ada proteksi impor, maka

harga akan meningkat menjadi PM. Sebagai akibatnya, negara tersebut

akan berproduksi sebesar QS1 dan jumlah impor akan berkurang menjadi

QD1-QS1. Konsumen akan dirugikan karena menanggung harga yang lebih

mahal dan produsen diuntungkan dengan peningkatan produksi dengan

harga tinggi. Surplus konsumen akan berkurang sebesar area A+B+C+D.

Area A merupakan surplus konsumen yang ditransfer ke produsen. Area B

dan D adalah kehilangan kesejahteraan atau Dead Weight Loss (DWL) yang

merupakan kerugian perekonomian. Area C tidak merepresentasikan

penerimaan pemerintah dari tarif karena pembatasan impor bukan berasal

dari kebijakan tarif melainkan kebijakan non tarif. Area ini secara teoritis

diukur sebagai quota rent. Jika tidak ada peningkatan penerimaan

pemerintah yang berasal dari quota rent ini maka quota rent akan didapat

oleh produsen negara lain. Sehingga C direpresentasikan sebagai net

PM

Kuantitas

PW

QS0

A B C D

S

D

QS1 QD1 QD0

Harga

Page 20: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 12

welfare loss to economy. Penerimaan pemerintah hanya dapat meningkat

melalui penjualan lisensi kuota. Dengan menggunakan θ yang

mencerminkan share dari quota rent maka total net welfare loss dari

pembatasan impor sebesar B+D+(1- θ)C.

Berbagai macam restriksi atau hambatan non tarif itu telah

menggantikan peranan tarif di masa sebelumnya yang merupakan ancaman

bagi kelangsungan dan perkembangan perdagangan internasional yang

bebas. Saat ini terdapat indikasi terjadinya perubahan dalam kebijakan

perdagangan dunia. Salah satu alasan negara tidak memilih tarif sebagai

instrumen kebijakan yaitu adanya kerjasama bilateral dan regional yang

membatasi penggunaan kebijakan perdagangan tradisional seperti tarif.

Pada akhirnya negara lebih meningkatan pemberlakuan kebijakan non tariff

(Non Tariff Measures). Berbagai negara menggunakan alasan tertentu

seperti perlindungan kesehatan dan lingkungan untuk melegitimasi proteksi,

sehingga isu perdagangan yang semula menurunkan hambatan tarif

bergeser ke arah Non Tarif Mesures (NTMs).

Walaupun NTMs merupakan kebijakan yang memiliki efek membatasi

perdagangan, namun kebijakan ini dapat diterapkan tanpa melanggar

hukum perdagangan internasional. NTM didefinisikan sebagai langkah-

langkah kebijakan selain tarif yang secara potensial memiliki dampak

ekonomi pada perdagangan barang internasional, mengubah kuantitas

perdagangan, atau harga, atau keduanya (UNCTAD 2013). Pemberlakuan

NTMs diperbolehkan dalam ketentuan WTO dengan alasan-alasan tertentu

seperti ketahanan pangan, perlindungan kesehatan dan lingkungan untuk

melegitimasi proteksi. NTMs mencakup berbagai macam kebijakan yang

terkait sanitary and phytosanitary measures (SPS), technical barrier to trade

(TBT), quotas, import and export licences, export restrictions, customs

surcharges, and anti-dumping and safeguard measure.

Page 21: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 13

BAB III

DATA DAN METODOLOGI

3.1 Data Data yang digunakan dalam analisis ini terdiri dari data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh melalui kegiatan turun lapang untuk

memperoleh informasi dari responden mengenai produk prioritas yang akan

dikembangkan di daerah, terutama produk pertanian, perkebunan dan

industri. Selanjutnya kepada responden ditanyakan juga mengenai

kebijakan pengembangan produk prioritas yang direncanakan Pemerintah

Daerah dimasa depan. Data sekunder yang terdiri dari data perdagangan

Indonesia dengan negara LDC diperoleh dari Biro Pusat Statistik melalui

Pusat Data dan Informasi, BPPKP serta data tarif yang diperoleh dari

Kementerian Keuangan.

3.2 Kerangka Pemikiran Kegiatan Analisis ini merupakan lanjutan dari Analisis Usulan

Pemberian Fasilitas Bebas Tarif dan Kuota Bagi Negara Least Developed

Countries (LDC) yang telah dilaksanakan pada tahun 2012. Analisis pada

tahun 2012 merupakan analisis berdasarkan data sekunder yang kemudian

dilakukan verifikasi dengan mengundang masukan dari berbagai

Kementerian terkait. Namun sayangnya analisis pada tahun 2012 belum

melakukan verifikasi dengan responden dari Pemerintahan daerah. Oleh

karena itu, kegiatan analisis yang dilaksanakan pada tahun 2015

mengumpulkan informasi dari pemerintah daerah untuk mengetahui produk

prioritas dan rencana pengembangannya di daerah, serta tanggapan

mereka atas usulan pelaksanaan Bebas Tarif dan Kuota Bagi Negara LDC.

Selanjutnya dilakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan Kementerian

Terkait untuk menyusun usulan rekomendasi kebijakan bagi Pemberian

Page 22: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 14

Fasilitas Bebas Tarif dan Kuota Bagi Negara (LDC). Adapun kerangka

pemikiran tersebut dapat dilihat selengkapnya dalam Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Kerangka Pemikiran

3.3 Metodologi Metode yang digunakan dalam analisis ini bersifat deskriptif dengan

pembobotan rata-rata. Nilai pembobotan rata-rata bertujuan untuk

mengetahui produk prioritas yang harus dilindungi dan produk lain yang

memungkin diberikan fasilitas bebas tarif dan kuota. Adapun sampel

kegiatan turun lapang ditentukan secara purposive (sengaja), yang

dilakukan di Makasar, Surabaya, dan Semarang. Pemilihan ke empat

daerah tersebut karena sesuai dengan produk impor utama Indonesia dari

LDC yang terdiri dari kakao, limbah besi/baja, kapas dan tekstil.

Selanjutnya pengolahan data hasil kegiatan FGD dilakukan dengan

menggunakan analisis deskriptif dengan pembobotan rata-rata. Pemilihan

responden dalam kegiatan FGD juga dilakukan secara purposive, dimana

akan dipilih instansi pemerintah yang terlibat dalam kegiatan FGD dalam

kajian ditahun 2012. Adapun instansi yang dilibatkan dalam FGD ini terdiri

dari wakil Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian

Perindustrian, dan Kementerian Keuangan.

Usulan Barang Yang Diberikan Fasilitas Bebas

Tarif dan Kuota

Responden Pemerintah Daerah

Produk Perioritas dan Bukan Prioritas

Rencana Pengambangan Produk Perioritas dan Bukan Prioritas

Tanggapan Pemerintah Daerah Atas Usulan Bebas Tarif dan Kuota

FGD Dengan Kementerian Terkait

Rekomendasi Pemberian Fasilitas Bebas Tarif dan Kuota Bagi LDC

Page 23: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 15

BAB IV

RUJUKAN HASIL ANALISIS USULAN PEMBERIAN FASILITAS BEBAS TARIF DAN KUOTA BAGI NEGARA LEAST DEVELOPED COUNTRIES

(LDC) DI TAHUN 2012

4.1 Latar Belakang dan Asumsi Dasar

Kegiatan Analisis Usulan Pemberian Fasilitas Bebas Tarif Dan Kuota

Bagi Negara Least Developed Countries (LDC) yang dilaksanakan pada

tahun 2012 mencakup 31 negara yang termasuk kategori LDC berdasarkan

PBB ditahun 2010 dan berdagang dengan Indonesia, sebagaimana terlihat

dalam Lampiran 1.

Adapun analisis tersebut dilaksanakan sebagai tindak lanjut atas

kesepakatan dalam Konferensi Tingkat Tinggi antar pimpinan G20 di Seoul

untuk membantu negara belum berkembang (LDC), dimana kesepakatan ini

merujuk pada Deklarasi Hongkong. Deklarasi Hongkong tersebut salah

satunya berisikan ajakan untuk memberikan komitmen bantuan akses pasar

sebesar 70 persen dari nilai perdagangan atau pos tarif dengan LDC,

namun untuk negara berkembang masih memiliki fleksibilitas. Adapun

tujuan bantuan akses pasar tersebut untuk mengurangi kemiskinan

(reducing poverty) dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi (enhancing

economic growth) bagi LDC, dengan tindak lanjut berupa pemberian Duty

Free Quota Free (Puska KPI, 2013).

Asumsi dasar dalam pelaksanaan analisis tersebut merujuk pada

temuan Bouet di tahun 2010. Adapun temuan Bouet (2010) menyatakan

pemberian akses pasar bebas tariff dan kuota (Duty Free Quota Free :

DFQF) oleh negara maju disertai negara ekonomi kuat lain seperti Brazil,

China, India, dan Rusia diperkirakan memberikan dampak positif bagi

perekonomian LDC. Sebaliknya dampak bagi negara pemberi DFQF tidak

signifikan karena pangsa impor dari LDC relatif kecil.

Page 24: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 16

4.2 Rujukan Kinerja Perdagangan dan Hasil Simulasi Impor Indonesia dari negara LDC di tahun 2011 mencapai USD 944

juta, meningkat sebesar 43,75 persen per tahun dibandingkan impor 2007

sebesar USD 180 juta. Sebaliknya, nilai ekspor ke LDC meningkat sebesar

19,16 persen per tahun dari 2007 – 2011, dimana nilai ekspor 2007

mencapai USD 1.483 juta, sedangkan ekspor 2011 mencapai USD 3,209

juta. Pada tahun 2011 Indonesia masih surplus sebesar USD 2,265 juta,

dan selama Jan-Okt 2012 surplus sebesar USD 1,685 juta. Namun, selama

Jan-Okt 2012 terdapat 236 pos tarif yang mendadak diimpor Indonesia dari

LDC (Puska KPI, 2013)

Selanjutnya, total pos tarif Indonesia di tahun 2012 sebanyak 10.012

pos tarif. Adapun threshold pemberlakuan DFQF adalah 70% dari total pos

tarif atau nilai perdagangan. Oleh karena itu Indonesia dapat meliberalisasi

7.008 pos tarif dan menempatkan 3.004 pos tarif lainnya sebagai sensitive

list. Pos tarif yang diusulkan sebagai sensitive list adalah produk dengan

tarif di atas 10%, dan produk impor yang bersaing dengan produk domestik.

Tabel 4.1. Pos Tarif Indonesia dan Impor Indonesia dari LDC

. Sumber : Puska KPI, 2013

Impor untuk produk dari LDC hanya sebanyak 1.144 pos tarif (11.42%)

dari total 10.012 pos tarif Indonesia. Dari total 1.144 pos tarif tersebut, 906

Page 25: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 17

pos tarif diimpor selama tahun 2007-2011, sedangkan 238 pos tarif hanya

diimpor selama periode Jan-Okt 2012. Hal ini mengindikasikan terdapat 238

pos tarif baru yang mendadak diimpor Indonesia dari negara LDC semenjak

pernyataan Indonesia berniat memberikan fasilitas bebas tarif dan kuota

dalam pertemuan G 20 di Seoul. Kajian di tahun 2012 lebih lanjut

menganalisis 906 produk yang diimpor berkala oleh Indonesia dari LDC.

Khusus untuk 906 produk yang diimpor berkala tersebut, ternyata 112

tidak dikenakan tarif, selanjutnya terdapat 363 pos tarif dikenakan tarif

sebesar 5%, dan 183 pos tarif dikenakan tarif antara 5-10 %. Selain itu

terdapat 248 pos tarif yang dikenakan tarif diatas 10 % dan diusulkan untuk

masuk kedalam sensitive list Indonesia dalam pemberian fasilitas bebas tarif

dan kuota bagi LDC. Berdasarkan pembahasan ini, dapat diusulkan bahwa

highlight Hijau dapat Tabel 4.1. menyatakan 7.008 pos tarif dapat

diliberalisasi jika sektor setuju, sedangkan highlight merah menyatakan

3.004 pos tarif dapat dimasukkan kedalam daftar sensitive list. Adapun

highlight kuning, pos tarif dapat diliberalisasi untuk produk yang tidak

bersaing dengan industri domestik, sesuai persetujuan sektor.

Hasil simulasi dengan menggunakan model keseimbangan umum

Global Trade Analysist Project (GTAP) versi 7 menemukan bahwa sebagian

negara LDC yang paling banyak diimpor oleh Indonesia sudah termasuk

dalam anggota ASEAN (Kamboja dan Myanmar), dan telah melakukan

liberalisasi dengan Indonesia. Oleh karena itu, dampak penghapusan kuota

dan tarif ternyata tidak signifikan bagi Indonesia, namun akan menyebabkan

penurunan kinerja perdagangan. Meskipun penghapusan tarif menyebabkan

penurunan kinerja perdagangan namun dikompensasi dengan

kesejahteraan. Agar pemberian fasilitas bebas tarif dan kuota memberikan

hasil terbaik bagi Indonesia, fasilitas tersebut harus bertujuan menyediakan

bahan baku murah bagi industri domestik. Adapun hasil selengkapnya untuk

hasil simulasi dapat dilihat dalam Lampiran 2.

Hasil simulasi dengan menggunakan GTAP versi 7 menemukan bahwa

kesejahteraan masyarakat akan meningkat sebesar 1% dibandingkan

Page 26: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 18

kondisi saat ini. Peningkatan kesejahteraan tersebut disebabkan

meningkatnya impor baku industri makanan dan minuman, manufaktur,

serta tekstil dan pakaian jadi. Peningkatan impor khususnya untuk bahan

baku industri makanan dan minuman serta bahan baku industri tekstil dan

pakaian jadi akan meningkatkan ekspor Indonesia ke dunia. Adapun produk

impor dari LDC yang banyak digunakan oleh industri dalam negeri di

Indonesia adalah biji coklat dan kacang panjang yang banyak digunakan

industri makanan dan minuman, kapas yang banyak digunakan oleh industri

tekstil dan pakaian jadi, limbah besi dan limbah tembaga yang banyak

digunakan oleh industri manufaktur dan elektronik, serta karung goni yang

digunakan diberbagai jenis usaha di Indonesia.

4.3 Usulan Pelaksanaan Pemberian Fasilitas Bebas Tarif dan Kuota Berdasarkan analisis yang telah ditemukan, pada tahun 2011,

Indonesia masih meraih surplus perdagangan dengan LDC, meskipun

menunjukkan trend yang relatif menurun. Hal ini disebabkan daya saing dan

keterkaitan industri LDC dengan indonesia masih rendah, dimana sebagian

besar produk impor dari negara tersebut merupakan bahan baku bagi

industri nasional. Selanjutnya usulan pemberian fasilitas DFQF mendapat

dukungan dari Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) melalui surat Nomor

194/AIKI/V/2012 tanggal 21 Mei 2012. Adapun hasil simulasi, dampak

DFQF akan meningkatkan kinerja impor, mengurangi surplus perdagangan,

namun dikompensasi dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Oleh

karena itu fasilitasi DFQF sebaiknya bertujuan memberikan akses bahan

baku murah bagi industri nasional, dimana impor Indonesia dari LDC dalam

lima tahun terakhir relatif tidak berubah.

Merujuk pada temuan tersebut, telah dirumuskan usulan rekomendasi

pemberian fasilitas bebas tarif dan kuota sebagai berikut:

a. Pemberian fasilitas DFQF harus disertai dengan pemberlakuan

ketentuan Rules of Origin (Surat Keterangan Asal) yang ketat serta

Page 27: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 19

pemberlakuan ketentuan khusus (Product Spesific Rules/PSR) untuk

produk tertentu.

b. Pemberian fasilitas tersebut sebaiknya dilakukan secara bertahap,

dengan menetapkan jangka waktu serta skemanya. Namun, perlu

ditentukan lebih lanjut mengenai pentingnya kriteria negara LDC yang

akan mendapatkan fasilitas ini (beneficiary countries), mengingat

perbedaan jumlah negara LDC yang masih berkembang, dimana

menurut versi WTO (33 negara) dan PBB (48 negara).

c. Mengingat Indonesia bukan proponen DFQF, serta jika terdapat

kekhawatiran pelaksanaan kebijakan tersebut akan memberikan dampak

buruk bagi industri nasional, Indonesia dapat memberikan DFQF bagi

seluruh produk impor dengan mengecualikan produk impor utama dari

negara LDC, khususnya biji coklat.

d. Berdasarkan deklarasi Hongkong telah menetapkan threshold sebesar

70% dari total perdagangan atau post tarif, sehingga Indonesia dapat

memasukkan 30% produk impor dari LDC sebagai sensitive list.

Penetapan produknya sebaiknya dilakukan bersama dengan dunia

usaha.

e. Selain itu dapat diusulkan kebijakan politis, dimana Indonesia dapat

memasukkan 1.144 pos tarif produk yang diimpor menjadi sensitive list

dan meliberalisasi produk yang tidak pernah diimpor dari LDC

Page 28: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 20

BAB V

TANGGAPAN PEMERINTAH DAERAH ATAS USULAN PEMBERIAN FASILITAS BEBAS TARIF DAN KUOTA BAGI NEGARA LEAST

DEVELOPED COUNTRIES (LDC)

5.1 Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC Saat Ini Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014

menunjukkan surplus perdagangan yang tinggi bagi Indonesia. Berdasarkan

data dalam Gambar 5.1., terlihat bahwa nilai ekspor Indonesia ke LDC

tumbuh sebesar 17,76 persen selama tahun 2004 sampai 2014, dengan

nilai meningkat dari US$ 741 juta di tahun 2004 menjadi US$ 3,84 miliar

ditahun 2014. Nilai impor Indonesia dari negara LDC selama tahun 2004

sampai 2014 tumbuh sebesar 20,98 persen, dari US$ 110 juta ditahun 2004

menjadi US$ 480.82 juta ditahun 2014. Berdasarkan kinerja ekspor dan

impor, Indonesia masih meraih surplus perdagangan dengan negara LDC,

sebesar US$ 630 juta ditahun 2004 dan meningkat menjadi US$ 3,365

miliar ditahun 2014.

Gambar 5.1. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC

Sumber : Pusdatin, 2015, diolah

Page 29: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 21

Sepuluh produk ekspor utama Indonesia ke negara LDC adalah Palm

oil, refined, bleached & deodorised (rbd) (HS 1511909010), Fractions of

unrefined palm oil, not chemically modified (HS 1511901000), Chemical

wood pulp, soda, oth than dis solving grades,bleached,non coniferous (HS

4703290000), Areca nuts, fresh or dried (HS 0802901000), Bath soap (HS

3401112000), Oth soap & organic surface for toilet use (HS 3401119000),

Other paper & paperboard, weight>40g/m2 and =< 150g/m2 (HS

4802570000), Oth wash prep & clean prep,incl bleach cleans & degreas

prep,liquid, retail (HS 3402201900), Paper,no fibres, for other purpose 40<

weight <150 g/m,sheet (HS 4802569000), dan Oth industrial monocarboxylic

fatty acid (HS 3823199000). Dari sepuluh produk tersebut ditahun 2014, 58

% ekspor Indonesia ke LDC berupa Palm oil, refined, bleached & deodor

ised (rbd) (HS 1511909010), sedangkan pangsa ekspor sembilan produk

utama lainnya antara 1 % sampai 3%.

Adapun sepuluh produk impor utama Indonesia dari negara LDC terdiri

dari Cotton, not carded/combed (HS 5201000000), Beans (vigna mungo

hepper/vigna radiata wilczek), dried, other than for sowing (HS

0713319000), Refined copper for cathodes and sections of cathodes (HS

7403110000), Multiple (folded)/cabled of jute/ oth fibres bast fibres of

heading 53.03. (HS 5307200000), Flat-crc, 0,17< thickness< 0,5 mm

containing by weight<= 0.6% of carbon (HS 7209189000), Sack&bag,oth

bast fibr head 5303, new,of jute (HS 6305101100), Oth. ground nuts, not

roasted/otherwise cooked, in shell (HS 1202109000), Burley tobacco,

partly/wholly stemmed/ stripped (HS 2401204000), Virginia tobacco,

partly/wholly stemmed/ stripped, flue-cured (HS 2401201000), dan Cocoa

beans, whole or broken,raw/roasted (HS 1801000000). Sebagian besar

impor Indonesia dari LDC ditahun 2014 terdiri dari Cotton, not

carded/combed (HS 5201000000) dengan pangsa impor 47,79 %, Beans

(vigna mungo hepper/vigna radiata wilczek), dried, other than for sowing

(HS 0713319000) dengan pangsa 11,95% dan Refined copper for cathodes

and sections of cathodes (HS 7403110000) dengan pangsa 10,72%.

Page 30: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 22

Tabel 5.1. Penerimaan Bea Masuk Utama Indonesia dari Produk Impor LDC

Sumber : Kementerian Keuangan, 2015, diolah

Impor Indonesia dari negara LDC masih dikenakan bea masuk sesuai

ketentuan Most Favoured Nation (MFN) kecuali bagi negara LDC yang

merupakan bagian dari ASEAN yaitu Kamboja dan Myanmar. Dalam

analisis ini impor Indonesia dari kedua negara tersebut tidak akan

dimasukkan, karena mereka menggunakan liberalisasi ASEAN yang lebih

baik dibandingkan pemberian fasilitas bebas bea dan kuota. Total nilai impor

Indonesia dari LDC ditahun 2014 mencapai US$ 480.82 juta dengan

penerimaan dari bea masuk sebesar US$ 15,76 juta. Sebagian besar

penerimaan Indonesia dari negara LDC diperoleh dari bea masuk atas

impor 29 pos tarif (Tabel 5.1) yang mencapai US$ 13,50 juta atau 86% dari

total penerimaan bea masuk atas impor Indonesia dari LDC.

US$ % US$

Total (Non Migas) 480,815,566 15,759,424 1 0713319000 Beans (vigna mungo hepper/vigna radiata wilczek), dried, other than for sowing 57,473,106 5 2,873,655 2 7403110000 Refined copper for cathodes and sections of cathodes 51,589,919 5 2,579,496 3 7209189000 Flat-crc, 0,17< thickness< 0,5 mm containing by weight<= 0.6% of carbon 9,607,284 10 960,728 4 5307200000 Multiple (folded)/cabled of jute/ oth fibres bast fibres of heading 53.03. 14,094,955 5 704,748 5 6203429000 Men/boys' trousers of cotton 4,467,949 15 670,192 6 1006400000 Broken rice 5,082,752 Rp450,-/kg 494,386 7 6204620000 Women/girls' trousers,bib&brace overall breeches,shorts of cotton 3,201,731 15 480,260 8 6109101000 Men/boys't-shirts, singlets & oth vests, knitted/crocheted of cotton 2,655,872 15 398,381 9 6109102000 Women/girls't-shirts,singlets & oth vests, knitted/crocheted of cotton 2,400,415 15 360,062 10 6305101100 Sack&bag,oth bast fibr head 5303, new,of jute 6,764,289 5 338,214 11 6205200000 Men/boys' shirts of cotton 2,115,998 15 317,400 12 1202109000 Oth ground nuts, not roasted/otherwise cooked, in shell 5,549,518 5 277,476 13 2401204000 Burley tobacco, partly/wholly stemmed/ stripped 5,387,356 5 269,368 14 2401201000 Virginia tobacco, partly/wholly stemmed/ stripped, flue-cured 5,364,086 5 268,204 15 1801000000 Cocoa beans, whole or broken,raw/roasted 5,190,216 5 259,511 16 2401103000 Other tobacco, not stemmed/stripped, flue-cured 5,151,137 5 257,557 17 1202200000 Ground nuts, shelled 5,094,484 5 254,724 18 3301291900 Oth pharmaceutical grade-essential oils oth than those of citronella 4,908,123 5 245,406 19 6110300000 Jerseys,pullovers, cardigans, waistcoat of man-made fibres 1,330,189 15 199,528 20 7304230090 Oth. unfinished drill pipe (green pipe) 1,512,686 12.5 189,086 21 6105100000 Male's wear of cotton, knitted/ crocheted 1,101,019 15 165,153 22 3917329000 Oth unflexible tubes, pipes & hoses, not reinforced, without fittings 1,054,367 15 158,155 23 6109909000 T-shirt,singlet&oth vest,knitte/crochet, of oth txtl mtrl,oth thn f rami,linn&slk 990,001 15 148,500 24 0713399000 Other beans,dried,other than for sowing 2,578,955 5 128,948 25 6110200000 Jerseys,pullovers, cardigans, waistcoat of cotton 830,678 15 124,602 26 1702909000 Other sugar, incl. invert sugar & sugar syrup blends cont. 50% of fructose 2,349,262 5 117,463 27 6111200000 Babie garment&clothing accessorie, knitt/crochet,of cotton 598,727 15 89,809 28 6201130000 Men/boys'overcoats,raincoats,car-coats, cloaks of man-made fibres 574,180 15 86,127 29 0701900000 Potatoes, other than seed , fresh or chilled 428,079 20 85,616

PenerimaanNO HS URAIAN

Impor 2014 Bea Masuk

Page 31: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 23

5.2. Tanggapan Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan Makassar sebagai salah satu pusat produksi kakao dan sumber pangan

nasional merupakan propinsi yang tepat sebagai sumber informasi kegiatan

analisis tersebut. Adapun instansi yang dikunjungi dalam pengambilan data

terdiri dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Badan Perencanaan

Daerah, dan Dinas Perkebunan.

Beberapa informasi penting yang diperoleh dari survei dan

pengumpulan data pada instansi-instansi tersebut dalam mendukung

analisis ini yaitu:

1. Dinas Perindustrian dan Perdagangan

Hasil kunjungan ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan menemukan

bahwa pemerintah daerah sangat memberikan perhatian penuh bagi

kebijakan stabilitas harga pangan, khususnya bagi pangan penting

daerah yaitu beras, gula, jagung, kedele, daging sapi, rumput laut dan

kakao. Selanjutnya untuk industri kakao, saat ini komoditas ekspor kakao

masih terdiri dari produk kakao terfermentasi, belum masuk kedalam

produk kakao bernilai tambah tinggi seperti bubuk kakao atau kakao cair.

Masalah utama adalah kurangnya investor dan terbatasnya bahan baku

yang dapat digunakan oleh industri pengolahan kakao.

2. Badan Perencanaan Daerah (Bappeda)

Hasil kunjungan ke Bappeda menemukan bahwa pemerintah daerah

sangat memberikan perhatian penuh bagi pengembangan komoditas

penting daerah yaitu beras, gula, jagung, kedele, daging sapi, rumput

laut dan kakao. Kebijakan tersebut terdiri dari kombinasi perbaikan bibit,

peningkatan produktifitas, investasi untuk meningkatkan nilai tambah dan

bantuan modal. Mengenai kebijakan terkait kakao, pemerintah daerah

mengupayakan peningkatan ekspor melalui peningkatan produksi

dengan upaya rehabilitasi dan reboisasi, serta pelatihan bagi petani

untuk melakukan fermentasi. Khusus untuk industri pengolahan kakao

saat ini masih terkendala minimya investor akibat rendahnya pasokan

bahan baku dan sulitnya mengurus perizinan.

Page 32: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 24

3. Dinas Perkebunan

Hasil kunjungan ke Dinas Perkebunan menemukan bahwa Sulawesi

Selatan masih berkonsentrasi untuk meningkatkan panen biji kakao yang

menurun akibat penurunan luas tanam dan produktifitas akibat pohon

sudah tua dan tidak produktif. Adapun kebijakan yang menjadi prioritas

Dinas Perkebunan terkait hal ini adalah reboisasi pohon kakao yang

sudah tua dengan memberikan bantuan bibit pohon kepada petani, dan

rehabilitasi pohon tidak produktif melalui pelatihan tehnik merawat dan

budidaya pohon kakao. Diharapkan kedua kebijakan ini akan kembali

meningkatkan produksi biji kakao tahun depan dan dapat membantu

mewujudkan target ekspor biji kakao. Selain itu wakil dari Dinas

Perkebunan menyatakan bahwa institusi terkait dan pengusaha kakao di

propinsi ini sudah memahami bahwa kakao Indonesia dengan kakao dari

Afrika bukan merupakan produk substitusi dan saling membutuhkan

dalam industri kakao olahan. Olah karenanya mereka tidak terlalu

khawatir jika kakao dari negara Afrika atau LDC masuk ke propinsi ini

selama memang digunakan untuk kepentingan industri pengolahan

kakao dan tidak merugikan petani.

Berdasarkan hasil kegiatan turun lapang ke Makasar, dapat

disimpulkan bahwa Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan sampai saat ini

masih memperioritaskan peningkatan kemampuan produksi biji kakao

terfermentasi, dan belum mengarah pada produksi kakao bernilai tambah

lebih tinggi, seperti kakao bubuk atau kakao cair, karena keterbatasan

bahan baku dan investor. Dinas terkait dan pengusaha kakao di Sulawesi

Selatan sudah memahami bahwa kakao Indonesia dengan kakao dari Afrika

bukan merupakan produk substitusi dan saling membutuhkan dalam industri

kakao olahan. Olah karenanya mereka tidak terlalu khawatir jika kakao dari

negara Afrika atau LDC masuk ke propinsi ini dan akan memberikan

manfaat bahan baku murah untuk kepentingan industri pengolahan kakao

dan tidak merugikan petani.

Page 33: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 25

5.3 Tanggapan Pemerintah Propinsi Jawa Tengah Semarang sebagai salah satu pusat produksi kakao, dan industri

makanan dan minuman, tekstil dan kendaraan bermotor merupakan propinsi

yang tepat sebagai sumber informasi kegiatan analisis tersebut, karena

banyak mengimpor produk yang sesuai dengan ekspor negara LDC.

Adapun instansi yang dikunjungi dalam pengambilan data terdiri dari Dinas

Perindustrian dan Perdagangan, Badan Perencanaan Daerah dan Dinas

Perkebunan.

Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi diperoleh beberapa temuan

lapangan sebagai berikut:

1. Dinas Perindustrian dan Perdagangan

Hasil kunjungan ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan melaporkan

bahwa saat ini tengah mengembangkan industri berbasis kerakyatan

yang berfokus kepada industri tepung–tepungan dengan bahan dasar

umbi-umbian. Industri ini diharapkan dapat tumbuh dan berkembang

sehingga perlu diberikan perhatian khusus dan perlindungan dari produk

impor agar para petani dan pengusaha yang terlibat dalam industri dapat

meningkat kesejahteraannya.

2. Badan Perencanaan Daerah (Bapeda)

Hasil kunjungan ke Bappeda menginformasikan bahwa sektor utama

yang penting bagi Pemprov Jateng saat ini adalah industri Tekstil dan

Produk Tekstil (TPT), industri karoseri, dan beberapa produk holtikultura

seperti tebu, kelapa, dan kakao. Industri TPT merupakan industri yang

paling banyak penyerapan tenaga kerjanya di Jateng serta memberikan

kontribusi ekspor sebesar 60% dari total nilai ekspor Jateng. Industri TPT

sendiri masih sangat bergantung kepada bahan baku impor seperti

kapas, serat, dan bahan pewarna tekstil. Lebih lanjut, industri karoseri

juga memainkan peranan penting di Jateng dimana bahan baku besi

baja juga masih impor, karena supply dalam negeri yang belum dapat

memenuhi kebutuhan konsumen akhir. Adapun terkait rencana

pemberian fasilitas kemudahan tarif dan kuota kepada negara-negara

Page 34: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 26

LDCs, Bapeda beranggapan hal tersebut tidak dipermasalahkan dan

akan memberikan manfaat bahan baku murah, dibutuhkan oleh industri

dan bukanlah produk jadi yang dapat diproduksi sendiri di dalam negeri,

sebagai contoh kain dan pakaian jadi.

3. Dinas Perkebunanan

Kunjungan Dinas Perkebunan menginformasikan bahwa Jawa Tengah

merupakan produsen utama nasional untuk tebu dan kelapa. Pada tahun

2014, luas area perkebunan tebu adalah sebesar 65.706 hektar dengan

total produksi sebesar 279.955 ton. Tebu yang dihasilkan digunakan

untuk men-supply kebutuhan 11 (sebelas) pabrik gula yang ada di

Jateng. Untuk kelapa, luas area perkebunan kelapa pada tahun 2014

adalah sebesar 229.428 hektar atau produksi sebesar 187.396 ton.

Dinas Perkebunan juga menginformasikan bahwa saat ini pemerintah

daerah sedang berupaya meningkatkan produksinya dengan melakukan

pengembangan kawasan yang mengacu kepada Surat Keputusan

Permentan 46/Kpts/PD.300/1/2015 mengenai Pengembangan Kawasan

Komoditas Perkebunan. Terkait rencana pemberian fasilitas kemudahan

tarif dan kuota kepada negara-negara LDCs, Dinas Perkebunan tidak

mempermasalahkan karena beberapa produk seperti gula yang berasal

dari tebu dan kakao untuk bahan coklat, produksi dalam negeri belum

dapat memenuhi kebutuhan nasional. Namun, untuk produk kelapa dan

turunannya, Dinas Perkebunan menganggap kebutuhan industri sudah

dapat dipenuhi oleh hasil produksi di Jateng sehingga tidak perlu lagi

melakukan impor.

5.4 Tanggapan Pemerintah Propinsi Jawa Timur Surabaya sebagai salah satu pusat produksi kakao dan sumber pangan

nasional merupakan propinsi yang tepat sebagai sumber informasi kedua

analisis tersebut. Selama kegiatan pengumpulan data di Surabaya

diharapkan akan diperoleh informasi mengenai kebijakan Pemerintah

Propinsi Jawa Timur dalam mengembangkan industri kakao. Komoditas

Page 35: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 27

Kakao merupakan salah satu produk impor utama Indonesia dari negara

LDC yang masih dikenakan tarif sebesar 5 persen. Diharapkan dalam turun

lapang ini dapat diketahui pendapat Pemerintah Propinsi mengenai usulan

liberalisasi biji kakao, dan perkiraan dampaknya terhadap petani serta

industri pengolahan. Adapun instansi yang dikunjungi dalam pengambilan

data terdiri dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Badan Perencanaan

Daerah, dan Dinas Perkebunan.

Beberapa informasi penting yang diperoleh dari survei dan

pengumpulan data pada instansi-instansi tersebut dalam mendukung kajian

ini yaitu:

1. Dinas Perindustrian dan Perdagangan

Hasil kunjungan ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan menemukan

bahwa pemerintah daerah sangat memberikan perhatian penuh bagi

kebijakan stabilitas harga pangan, khususnya bagi komoditi unggulan

daerah yaitu beras, gula, jagung, kedelai, dan kakao. Selanjutnya untuk

industri kakao, saat ini komoditas ekspor kakao masih terdiri dari produk

kakao terfermentasi, belum masuk kedalam produk kakao bernilai

tambah tinggi seperti bubuk kakao atau kakao cair. Masalah utama

adalah kurangnya investor dan terbatasnya bahan baku yang dapat

digunakan oleh industri pengolahan kakao.

2. Badan Perencanaan Daerah (Bappeda)

Hasil kunjungan ke Bappeda menemukan bahwa pemerintah daerah

sangat memberikan perhatian penuh bagi pengembangan komoditas

penting daerah yaitu beras, gula, jagung, kedelai,dan kakao. Kebijakan

tersebut terdiri dari kombinasi perbaikan bibit, peningkatan produktifitas,

investasi untuk meningkatkan nilai tambah dan bantuan modal.

Mengenai kebijakan terkait kakao, pemerintah daerah mengupayakan

peningkatan ekspor melalui peningkatan produksi dengan upaya

rehabilitasi dan reboisasi, serta pelatihan bagi petani untuk melakukan

fermentasi. Khusus untuk industri pengolahan kakao saat ini masih

Page 36: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 28

terkendala minimya investor akibat rendahnya pasokan bahan baku dan

sulitnya mengurus perizinan.

3. Dinas Perkebunan

Hasil kunjungan ke Dinas Perkebunan menemukan bahwa Surabaya

memiliki 34 komoditi unggulan yaitu pala dalam bentuk bunga dan biji

pala yang diekspor ke Belanda dan tebu yang surplus 170.000 ton

/tahun, serta beberapa komoditi unggulan lain diantaranya tembakau,

kelapa, jambu mete, cengkeh, cabai, nilam, kapuk randu, kapas, jarak,

kakao dll. Namun Dinas pekebunan masih berkonsentrasi untuk

meningkatkan panen biji kakao yang menurun akibat iklim yang tidak

sesuai, penurunan luas tanam dan produktifitas akibat pohon sudah tua

dan tidak produktif. Adapun kebijakan yang menjadi prioritas Dinas

Perkebunan terkait hal ini adalah reboisasi pohon kakao yang sudah tua

dengan memberikan bantuan bibit pohon kepada petani, dan rehabilitasi

pohon tidak produktif melalui pelatihan tehnik merawat dan budidaya

pohon kakao. Diharapkan kedua kebijakan ini akan kembali

meningkatkan produksi biji kakao tahun depan dan dapat membantu

mewujudkan target ekspor biji kakao. Selain itu wakil dari Dinas

Perkebunan menyatakan bahwa institusi terkait dan pengusaha kakao di

propinsi ini sudah memahami bahwa kakao Indonesia dengan kakao dari

Afrika bukan merupakan produk substitusi dan saling membutuhkan

dalam industri kakao olahan. Olah karenanya mereka tidak terlalu

khawatir jika kakao dari negara Afrika atau LDC masuk ke propinsi ini

selama memang digunakan untuk kepentingan industri pengolahan

kakao dan tidak merugikan petani.

Berdasarkan hasil kegiatan turun lapang ke Surabaya, dapat

disimpulkan bahwa Pemerintah Propinsi Jawa Timur sampai saat ini masih

memperioritaskan peningkatan kemampuan produksi biji kakao

terfermentasi, dan belum mengarah pada produksi kakao bernilai tambah

lebih tinggi seperti kakao bubuk atau kakao cair karena keterbatasan bahan

baku dan investor. Dinas terkait dan pengusaha kakao di Surabaya sudah

Page 37: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 29

memahami bahwa kakao Indonesia dengan kakao dari Afrika bukan

merupakan produk substitusi dan saling membutuhkan dalam industri kakao

olahan. Olah karenanya mereka tidak terlalu khawatir jika kakao dari negara

Afrika atau LDC masuk ke propinsi ini sebab akan memberikan manfaat

sebagai bahan baku murah untuk kepentingan industri pengolahan kakao

dan tidak merugikan petani.

5.5 Rangkuman Pandangan Pemerintah Daerah Untuk Produk Impor Utama dari LDC

Hasil turun lapang ke tiga propinsi tersebut di atas menemukan bahwa

seluruh perwakilan dari Dinas atau instansi yang kami wawancarai tidak

keberatan jika fasilitas bebas bea masuk dan kuota diberikan untuk produk

bahan baku yang digunakan oleh industri pengolahan di Indonesia. Adapun

produk yang banyak digunakan tersebut antara lain terdiri dari biji coklat

yang banyak digunakan sebagai bahan baku industri makanan dan

minuman, kapas yang banyak digunakan oleh industri tekstil dan produk

tekstil, serta limbah besi yang banyak digunakan oleh industri otomotif

termasuk didalamnya industri karoseri. Namun, mereka masih keberatan

jika fasilitas bebas bea masuk dan kuota diberikan untuk produk bahan jadi

siap digunakan seperti baju atau kain (tekstil) yang saat ini merupakan salah

satu industri penyerap tenaga kerja di Indonesia, khususnya di Jawa

Tengah. Adapun rangkuman ini selengkapnya dapat dilihat dalam Tabel 5.2.

Page 38: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 30

Tabel 5.2. Rangkuman Pandangan Pemerintah Daerah Atas Produk Impor dari

LDC

Sumber : Rangkuman Kajian 2012 dan Hasil Survey 2015

Berdasarkan hasil temuan survey, responden tidak keberatan jika

fasilitas bebas bea dan kuota diberikan untuk produk bahan baku industri

namun tidak untuk produk jadi siap pakai, maka pelaksanaan pemberian

fasilitas ini memungkinkan dan memberikan manfaat bagi Indonesia.

Sebagai langkah lanjut, perlu dilakukan rapat antar pimpinan instansi terkait

untuk memutuskan apakah Indonesia akan memberikan fasilitas ini atau

tidak. Hal ini disebabkan masih terdapat pendapat dari wakil Kementerian

Keuangan yang menyatakan bahwa Menteri Keuangan belum dapat

memberikan fasilitas pembebasan tarif bea masuk atas impor barang dari

negara-negar LDC secara unilateral, sebagaimana prosedur pemberian

DFQF oleh negara lain, karena belum memiliki dasar hukum.

Produk Impor

Sulawesi Selatan

Jawa Tengah Jawa Timur Rangkuman

Biji Coklat

a. Bukan substitusi komoditas lokal

b. Bahan baku industri

Bahan baku industry

Bahan baku industry

Merupakan bahan baku industri yang tidak bersaing dengan produk lokal

Kapas Bukan produk prioritas

Bahan baku industry

Data terkait belum tersedia

Merupakan bahan baku industri

Limbah besi

Bukan produk prioritas

Bahan baku industri

Bukan produk prioritas

Merupakan bahan baku industri

Produk Tekstil

Bukan produk prioritas

Industri penting, harus dilindungi

Bukan produk prioritas

Industri yang harus dilindungi, tidak termasuk produk yang memperoleh fasilitas DFQF

Page 39: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 31

5.6 Tanggapan Responden FGD Atas Usulan Pemberian Fasilitas Bebas Bea Masuk dan Kuota

Hasil pembobotan dari survey dan FGD mengenai tanggapan

responden atas usulan pemberian fasilitas bebas bea masuk dan kuota,

akan diselesaikan setelah FGD.

Page 40: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 32

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian pembahasan dari Bab-bab sebelumnya, maka

dapat disimpulkan bahwa:

a. Hasil temuan turun lapang menemukan bahwa pemerintah propinsi

meyakini manfaat pemberian fasilitas bebas tarif dan kuota bagi negara

LDC adalah kemudahan memperoleh bahan baku bagi industri

tekstil/produk tekstil, makanan minuman dan produk/komponen otomotif

yang dikembangkan saat ini.

b. Pemerintah propinsi masih keberatan jika fasilitas bebas bea masuk dan

kuota diberikan untuk produk pangan utama khususnya beras, jagung

dan gula serta produk jadi siap digunakan yang saat ini dikembangkan

khususnya tekstil/produk tekstil dan produk/komponen otomotif.

6.2 Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka dapat direkomendasikan untuk

melaksanakan pemberian fasilitas bebas tarif dan kuota atas impor barang

dari negara-negara LDC dengan mempertimbangkan masukan sektor dalam

pemilihan produk dengan tujuan utama memberikan kemudahan akses

impor bahan baku industri. Selanjutnya, pelaksanaan pemberian fasilitas

tersebut memerlukan kesepakatan antar instansi yang terlibat, yang

sebaiknya diputuskan pada tingkatan Menteri Koordinasi atau Presiden

Republik Indonesia untuk merumuskan dasar hukum pemberian fasilitas

tersebut.

Page 41: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 33

DAFTAR PUSTAKA

Bouet, et.al. 2010. The Costs and Benefits of Duty-Free, Quota-Free Market

Access for Poor Countries. Who and What Matters? IFPRI Discussion

Paper 00990. Markets, Trade and Institutions Division, IFPRI.

Kementerian Keuangan. 2014. Buku Tarif dan Bea Masuk Indonesia. Jakarta.

Pusat Kebijakan Kerjasama Perdagangan Internasional (Puska KPI), 2013.

Analisis Usulan Pemberian Fasilitas Bebas Tarif dan Quota Bagi Negara

Least Developed Countries (LDC). BPPKP, Kementerian Perdagangan.

Jakarta

Salvatore D. 1997. Ekonomi Internasional. Jakarta: Erlangga.

United Nation Conference on Trade and Development (UNCTAD). 2015. Least

Developed Countries (LDCs). Diunduh melalui

http://unctad.org/en/Pages/ALDC/Least%20Developed% 20Countries

/LDCs.aspx, pada 28 Agustus 2015.

Wall H. 1999. Using the Gravity Model to Estimate the Costs of Protection.

Federal Reserve Bank of St. Louis Review. Jan:33-40.

World Trade Organization (WTO). 2003. Cancún WTO Ministerial 2003: Briefing

Notes. Least-Developed Countries: Enhancing trade opportunities.

Diunduh melalui

https://www.wto.org/english/thewto_e/minist_e/min03_e/brief_e/brief20_e

.htm, pada 28 Agustus 2015.

World Trade Organization (WTO). 2015. Understanding The WTO: The

Organization. Least-developed countries. Diunduh melalui

https://www.wto.org/english/thewto_e/ whatis_e/tif_e/org7_e.htm, pada

28 Agustus 2015.

Page 42: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 34

Lampiran 1. Daftar Negara LDC yang Berdagang Dengan Indonesia

Angola Bangladesh Benin Burkina Faso Burundi Cambodia Central African Republic Chad Congo, Democratic Republic of the Djibouti Gambia Guinea Guinea Bissau Haiti Lesotho Madagascar

Malawi Mali Mauritania Mozambique Myanmar Nepal Niger Rwanda Senegal Sierra Leone Solomon Islands Tanzania Togo Uganda Zambia

Page 43: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 35

Lampiran 2. Hasil Simulasi Dampak Pemberian Bebas Tarif dan Kuota dari Indonesia Untuk Negara LDC

A. Dampak Terhadap Kesejahteraan dan Surplus Perdagangan

Sumber : Puska KPI, 2012

B. Dampak Terhadap Ekspor Nasional

Sumber : Puska KPI, 2012

Page 44: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 36

C. Dampak Terhadap Impor Nasional

Sumber : Puska KPI, 2012

Page 45: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 37

Lampiran 3. Perkiraan Penerimaan Negara Yang Hilang dari Pelaksanaan DFQF

Catatan :

a. Total nilai impor berdasarkan data perdagangan bulan Jan-Okt 2012

dari negara LDC adalah USD 767,59 juta.

b. Besar penerimaan bea keluar periode Jan-Okt 2012 dari negara LDC

adalah USD 13,39 juta yang diperoleh dari 32 pos tarif.

c. Sebagai negara berkembang, Indonesia hanya perlu meliberalisasi 70%

pos tarif atau volume perdagangan, dan dapat memasukkan 30% dalam

sensitive list.

d. Jika Indonesia memasukkan ke-32 pos tarif tersebut kedalam sensitive

list, penerimaan dari bea masuk tidak berubah.

Page 46: LAPORAN AKHIR ANALISIS USULAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis...4. Perdagangan Indonesia dengan Negara LDC sampai tahun 2014 menunjukkan surplus perdagangan yang

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 38

Lampiran 4. Produk Utama Yang Diimpor Indonesia dari LDC serta Informasi

Keterkaitan Industri dan Daya Saing Mereka Dengan Industri Nasional

Sumber : Puska KPI, 2013

2006 2007 2008 2009 2010 2006 2007 2008 2009 2010

5201000000 43.0% 43.0% Cotton, not carded/combed. 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 (1.00) (1.00) (1.00) (1.00) (1.00)2709001000 23.6% 66.7% Crude petroleum oil 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 (1.00) (1.00) (1.00) (1.00) (1.00)0713319000 6.7% 73.4% Beans (vigna mungo hepper/vigna radiata wilczek), dried, other than for sowing 0.69 0.00 0.00 0.05 0.05 0.31 1.00 (1.00) (0.95) (0.95)7204490000 2.9% 76.3% Other ferrous waste and scrap : 0.00 0.00 NA 0.20 0.02 1.00 1.00 NA (0.80) (0.98)1801000000 2.8% 79.1% Cocoa beans, whole or broken,raw/roasted 0.00 NA NA NA 0.00 (1.00) NA NA NA 1.006305101100 2.7% 81.9% Sack&bag,oth bast fibr head 5303, new,of jute NA NA NA 0.00 0.00 NA NA NA (1.00) (1.00)5307200000 1.5% 83.4% Multiple (folded)/cabled of jute/ oth fibres bast fibres of heading 53.03. 0.00 0.00 0.00 0.75 0.01 (1.00) 1.00 1.00 0.25 (0.99)8901902400 1.4% 84.8% Other vessels, motorised of gross tonnage > 500 but <= 4000 ton NA NA NA NA 0.00 NA NA NA NA 1.001202200000 1.1% 85.9% Ground nuts, shelled NA NA NA 0.16 NA NA NA NA (0.84) NA7404000000 1.1% 86.9% Copper waste and scrap. 0.06 0.00 0.37 0.00 0.88 (0.94) (1.00) 0.63 (1.00) 0.122710117000 1.0% 87.9% Naphtha, reformate or preparations for preparing spirits 0.68 0.84 0.56 0.30 0.34 0.32 (0.16) (0.44) (0.70) (0.66)8802401000 0.9% 88.8% Aeroplanes of an unladen weight > 15,000 kg 0.00 NA NA NA NA (1.00) NA NA NA NA3301291900 0.9% 89.7% Oth pharmaceutical grade-essential oils oth than those of citronella NA NA NA NA NA NA NA NA NA NA1202109000 0.8% 90.5% Oth ground nuts, not roasted/otherwise cooked, in shell 0.00 0.00 0.00 0.03 0.33 1.00 1.00 1.00 0.97 0.67

Index TSIHS Share Impor RI

Accumulation

URAIAN Index IIT (Gruber Lloyd)


Recommended