Transcript
Page 1: LAPORAN FISIOLOGI SPIROMETRI

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI KEDOKTERAN

BLOK RESPIRATORY SYSTEM

“PRAKTIKUM SPIROMETRI”

Asisten :

Novia Mantara G1A212102

Kelompok :

Mirzania M F G1A011022

Reza Amorga G1A011023

Paramita Deniswara G1A011024

Rian Ainunnahqi G1A011025

Arrosy Syarifah G1A011059

Athifa Muthmainnah G1A011063

Prasthiti Dewi H G1A011067

Pratiwi Ariefianti N G1A011096

Aldera Asa Dinantara G1A011103

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER

PURWOKERTO

2013

Page 2: LAPORAN FISIOLOGI SPIROMETRI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Judul Pratikum

Pratikum Spirometri

B. Waktu dan Tanggal Pratikum

Senin, 11 Maret 2013

C. Tujuan Pratikum

Menjelaskan tentang pemeriksaan spirometri

Melakukan pemeriksaan spirometri

Menganalisa hasil pemeriksaan spirometri

D. Dasar Teori

Fisiologi Respirasi

Pernapasan merupakan hal yang sangat penting bagi tubuh manusia.

Pernapasan dalam disebut juga dengan respirasi. Respirasi dalam Dorland

(2011) adalah pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara atmosfer dan sel

tubuh, meliputi ventilasi, difusi oksigen dari alveolus ke darah dan karbon

dioksida dari darah ke alveolus serta transport oksigen ke sel tubuh dan

karbon dioksida dari sel tubuh. Dalam referensi lain disebutkan bahwa

respirasi merupakan keseluruhan proses yang melaksanakan pemindahan

pasif O2 dari atmosfer ke jaringan untuk menunjang metabolisme sel, serta

pemindahan pasif terus menerus CO2 yang dihasilkan oleh metabolisme dari

jaringan ke atmosfer (Sherwood, 2011).

Respirasi memiliki tujuan berupa penyediaan oksigen dan

pembuangan karbon dioksida. Untuk menjalankan tujuan tersebut, maka

respirasi memiliki beberapa fungsi utama. Fungsi utama respirasi ialah

sebagai berikut (Guyton, 2007) :

1. Ventilasi paru.

2. Difusi oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah.

3. Pengangkutan oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan

tubuh.

4. Pengaturan mekanisme ventilasi.

Page 3: LAPORAN FISIOLOGI SPIROMETRI

Selain fungsi-fungsi yang bersifat respiratorik tersebut, pernapasan

(respirasi) juga memiliki fungsi yang bersifat non-respiratorik yang

bermanfaat pula bagi tubuh. Fungsi-fungsi tersebut ialah sebagai berikut

(Sherwood, 2011) :

1. Rute pengeluaran air dan panas.

2. Meningkatkan aliran balik vena.

3. Membantu mempertahankan keseimbangan asam basa.

4. Fonasi (pembentukan suara) seperti pada saat berbicara, bernyanyi, dan

sebagainya.

5. Indera penghidu.

Respirasi terdiri dari dua proses yang saling berkaitan dan tidak dapat

dipisahkan satu sama lain. Kedua proses tersebut adalah respirasi eksternal

dan respirasi internal.

1. Respirasi Eksternal

Respirasi eksternal merupakan suatu proses respirasi berupa

pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan (atmosfer) dan sel tubuh

(Sherwood, 2011).

2. Respirasi Internal

Respirasi internal disebut juga dengan respirasi seluler. Respirasi

internal merupakan suatu proses metabolik intrasel dalam mitokondria.

Proses metabolism tersebut menggunakan O2 dalam proses penghasilan

energi dan menghasilkan CO2 sebagai hasil metabolit (Sherwood, 2011).

Mekanika pernapasan dibagi ke dalam dua proses, yaitu inspirasi

sebagai suatu proses masuknya udara ke dalam saluran pernapasan dan

ekspirasi sebagai suatu proses keluarnya udara ke atmosfer dari saluran

pernapasan. Inspirasi dan ekspirasi secara normal terjadi karena kontraksi dan

relaksasi dari otot-otot utama pernapasan, yaitu diafragma dan otot-otot

intercostales. Sehingga, masing-masing inspirasi dan ekspirasi dibagi menjadi

abdominal dan thoracal sesuai dengan otot pernapasan yang bekerja. Inspirasi

dan ekspirasi tersebut dijelaskan sebagai berikut (Sherwood, 2011).

Page 4: LAPORAN FISIOLOGI SPIROMETRI

1. Inspirasi Abdominal

Semua bermula dari N.Phrenikus yang mempersarafi diafragma

akan menyebabkan diafragma berkontraksi. Diafragma akan turun dan

mengakibatkan rongga dada mengalami peningkatan volume. Hal

tersebut berakibat pada penurunan tekanan paru. Tekanan atmosfer

menjadi lebih tinggi dari tekanan paru. Perbedaan tekanan tersebut akan

menyebabkan udara masuk dari luar ke dalam paru, sehingga terjadilah

inspirasi.

2. Inspirasi Thoracal

Otot intercostalis eksterna terdapat di antara iga. Saat otot tersebut

berkontraksi, maka costae akan terelevasi dan rongga dada akan

meningkat volumenya. Volumenya yang meningkat menyebabkan

penurunan tekanan. Karena tekanan atmosfer lebih tinggi dari tekanan

rongga dada, maka udara akan mengalir masuk ke dalam paru, sehingga

terjadilah inspirasi.

3. Ekspirasi Abdominal

Secara pasif, diafragma akan berelaksasi sehingga rongga dada

mengecil volumenya. Tekanan paru menjadi lebih besar daripada tekanan

atmosfer, sehingga udara mengalir keluar dari paru menuju atmosfer.

4. Ekspirasi Thoracal

Sama halnya seperti diafragma, otot intercostalis juga akan

mengalami relaksasi sehingga costae terdepresi dan rongga dada

mengecil. Tekanan paru akan menjadi lebih besar daripada tekanan

atmosfer, sehingga udara akan mengalir keluar.

Volume dan kapasitas paru dapat menjadi suatu ukuran adanya

gangguan fungsi paru. Volume dan kapasitas paru pun terbagi menjadi

beberapa macam yang akan dijelaskan sebagai berikut (Guyton, 2007):

1. Volume Tidal

Volume tidal adalah volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi

setiap kali bernapas normal. Besarnya kira-kira 500 ml.

2. Volume Cadangan Inspirasi

Page 5: LAPORAN FISIOLOGI SPIROMETRI

Volume cadangan inspirasi adalah volume udara ekstra yang dapat

diinspirasi setelah dan di atas volume tidal normal bila dilakukan

inspirasi kuat. Secara umum, besarnya mencapai 3000 ml.

3. Volume Cadangan Ekspirasi

Volume cadangan ekspirasi adalah volume udara ekstra maksimal

yang dapat diekspirasi melalui ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi tidal

normal. Besarnya mencapai 1100 ml.

4. Volume Residu

Volume residu adalah volume udara yang masih tetap berada

dalam paru setelah ekspirasi paling kuat. Besarnya kira-kira 1200 ml.

5. Kapasitas Inspirasi

Merupakan jumlah udara yang dapat dihirup seseorang mulai pada

ekspirasi normal dan pengembangan paru sampai jumlah maksimum.

Kapasitas inspirasi dirumuskan sebagai penjumlahan dari volume tidal

tambah volume cadangan inspirasi.

6. Kapasitas Residu Fungsional

Merupakan jumlah udara yang tersisa dalam paru pada akhir

ekspirasi normal. Dirumuskan sebagai penjumlahan volume tidal

ditambah volume residu.

7. Kapasitas Vital

Merupakan jumlah udara maksimum yang dapat diekspirasi setelah

inspirasi maksimal dan kemudian diekspirasi semaksimal mungkin.

Dirumuskan sebagai penjumlahan antara volume tidal, volume cadangan

inspirasi, dan volume cadangan ekspirasi.

8. Kapasitas Paru Total

Merupakan jumlah udara maksimum yang dapat mengembangkan

paru semaksimal mungkin dengan inspirasi sekuat mungkin. Dirumuskan

sebagai penjumlahan kapasitas vital dengan volume residu.

Sistem pernapasan kita memiliki tiga aspek yang penting, yaitu aliran

udara (flow), resistensi, dan gradient tekanan. Aliran (flow) selalu berbanding

terbalik dengan resistensi jalan nafas dan berbanding lurus dengan perubahan

Page 6: LAPORAN FISIOLOGI SPIROMETRI

gradient tekanan (Rab, 2010). Flow (Bulk Flow) merupakan perpindahan gas

atau cairan dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Flow sangat memengaruhi

ventilasi pernafasan (Corwin, 2009). Ketiga aspek tersebut dapat dirumuskan

secara matematis sebagai berikut (Rab, 2010).

R = ∆P

F

Keterangan

R : Resistensi

F : Flow

∆P : Gradient Tekanan

Paru memiliki dua sifat yaitu compliance dan elastic recoil.

Compliance (komplians) merupakan luasnya pengembangan paru untuk

setiap unit peningkatan tekanan transpulmonal (Guyton, 2007). Dalam arti

lain, komplians merupakan seberapa banyak upaya yang dibutuhkan untuk

meregangkan (mengembangkan) paru (Sherwood, 2011). Komplians

didukung dengan surfaktan yang dihasilkan oleh sel pneumosit tipe-2 pada

permukaan alveoli sebagai faktor antiatelektasis. Surfaktan ini tersusun atas

protein lesitin (Rab, 2010).

Elastic recoil (recoil elastik) disebut juga dengan daya elastis paru.

Merupakan suatu indikator seberapa mudah paru kembali ke bentuknya

semula setelah mengalami peregangan (Sherwood, 2011). Daya ini

dipengaruhi oleh dua hal yaitu daya elastis paru itu sendiri dan tegangan

permukaan cairan di dinding dalam alveoli. Daya elastis paru ditentukan oleh

jaringan elastin dan serabut kolagen pada parenkim paru (Guyton, 2007).

Spirometri

Spirometri merupakan teknik pengukuran untuk fungsi paru. Alat

untuk mengukurnya disebut spirometer. Fungsinya adalah untuk menegakkan

Page 7: LAPORAN FISIOLOGI SPIROMETRI

diagnosis penyakit, menilai progresivitas penyakit, dan melihat efektivitas

pengobatan yang sudah diberikan (Wijaya et al., 2012).

Hasil pemeriksaan spirometri dapat diterima jika memenuhi syarat-

syarat sebagai berikut:

a. Acceptability yang terdiri dari:

1) Awalan yang baik

2) Tidak ragu-ragu dan cepat mencapai puncak

3) Ekspirasi minimal dilakukan dalam 6 detik

4) Pemeriksaan harus selesai

5) Minimal diulang 3 kali.

b. Reproducibility, yaitu selisih data tertinggi pertama dan kedua tidak

boleh melebihi 5% atau 1 cc (White, 2012).

Setelah dilakukan spirometri, akan keluar hasil pengukurannya yang

disebut spirogram. Spirogram hambatan jalan napas dapat dilihat dari hasil

volume dinamis, yaitu volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1) dan

kapasitas vital paksa (FVC). FEV1 merupakan volume udara yang dapat

dihembuskan selama detik pertama ekspirasi dalam suatu penentuan VC.

Biasanya FEV1 adalah sekitar 80% dari VC (Sherwood, 2012). Perbandingan

FEV1 dan FVC kurang dari 70% merupakan tanda dari Penyakit Paru

Obstruktif Kronis (PPOK) (Wijaya et al., 2012).

Tabel 1. Nilai Normal

RESTRIKSI

(FVC% atau FVC/pred.

%)

OBSTRUKSI

(FEV1/FVC)%

FEV1% (FEV1/pred.)

Normal >80 % >75%

Ringan 60 – 79 % 60 – 74%

Sedang 30 – 59 % 30 – 59%

Berat <30 % <30%

Page 8: LAPORAN FISIOLOGI SPIROMETRI

Gambar1. Kapasitas dan Volume statis paru

Parameter: FVC, FEV1 → menentukan fungsi paru

Tabel 2. Parameter FVC, FEV1

Orang sehat dapat menghembuskan 75-80% atau lebih FVC-nya dalam satu

detik → rasio FEV1/FVC = 75-80%.

FVC : Forced Vital Capacity FEV1 : Forced Expired Volume inone second

Volume udara maksimum yang dapat

dihembuskan secara paksa → kapasitas

vital paksa

Volume udara yang dapat dihembuskan

paksa pada satu detik pertama

Umumnya dicapai dalam 3 detik

Normalnya: 4 liter

Normalnya 3,2 liter

Page 9: LAPORAN FISIOLOGI SPIROMETRI

Gambar 2. Spirogram normal yang menunjukkan FVC, FEV1, dan FEF25-

75%

Basic of Pulmonary Function Test

i. Obstructive Lung Disease = tidak dapat menghembuskan udara (unable

to get air out)

FEV1/FVC < 75%

Semakin rendah rasionya, semakin parah obstruksinya

FEV1: 60-75% = mild

FEV1: 40-59% = moderate

FEV1: <40% = severe

ii. Restrictive Lung Disease = tidak dapat menarik napas (unable to get air

in)

a. FVC rendah; FEV1/FVC normal atau meningkat.

b. TLC berkurang → sebagai Gold Standard

E. Alat Bahan

1. Spirometri

2. Tissue

3. Tinda spirometri

4. Mouth piece dispposible

5. Penjepit hidung

F. Cara Kerja

1. Pemeriksaan Kapasitas Vital Paru

a. Siapkan alat spirometri

b. Jelaskan prosedur cara kerja dan posisi pemeriksaan kepada pasien

( probandus menghadap alat ).

c. Nyalakan alat masukan data pasien berupa umur,jenis kelamin

probandus.

d. Hubungkan probandus dengan alat melalui mouth piece dan tutup

hidung probandus dengan penjepit hidung.

e. Intruksikan untuk bernafas normal sampai ada sinyal dari alat

selajutnya.

Page 10: LAPORAN FISIOLOGI SPIROMETRI

f. Tekan start untuk memulai.

g. Mulai dengan nafas normal sampai ada sinyal dari alat untuk nafas

maksimal tak terputus.

h. Bila dilakukan dengan benar akan muncul gambar kurva pada

spirometri.

i. Bila perlu ulangi pemeriksaan tanpa melepas mouth piece.

j. Bila perlu ulangi pemeriksaan tanpa melepas mouth piece.

2. Pemeriksaan kapasitas vital paru

a. Siapkan spirometri.

b. Jelaskan prosedur cara kerja dan posisi pemeriksaan kepada pasien

( probandus menghadap alat ).

c. Nyalakan alat masukan data pasien berupa umur,jenis kelamin

probandus.

d. Instruksikan pada probandus untuk inspirasi diluar mouth piece.

e. Segera setelah itu tekan tombol start dan ekspirasi kuat di dalam mouth

piece.

f. Bila perlu ulangi pemeriksaan tanpa melepas mouth piece.

g. Setelah selesai lepas mouth piece,print data dan kurva hasil

pemeriksaan\

Page 11: LAPORAN FISIOLOGI SPIROMETRI

BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pratikum

1. Pemeriksaan Kapasitas Vital

a. Identitas Probandus

1) Nama : Rian Ainunnahqi

2) Tanggal pemeriksaan : 13 Maret 2011

3) Umur : 18 tahun

4) Jenis kelamin : Laki-laki

5) Tinggi : 170 cm

6) Berat : 60 kg

b. Hasil pemeriksaan

Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Kapasitas Vital

Prediksi Aktual %

VC 5.22 3.52 67

TV 0.31

IRV 0.62

ERV 2.59

IC 0.93

Keterangan:

VC : Kapasitas Vital

TV : Volume Tidal

IRV : Volume Cadangan Inspirasi

ERV : Volume Cadangan Ekspirasi

IC : Kapasitas Inspirasi

2. Pemeriksaan Kapasitas Vital Paksa

Page 12: LAPORAN FISIOLOGI SPIROMETRI

a. Identitas Probandus

1) Nama : Athifa Muthmainnah

2) Tanggal pemeriksaan : 13 Maret 2011

3) Umum : 18 tahun

4) Jenis kelamin : Perempuan

5) Tinggi : 152 cm

6) Berat : 41 kg

b. Hasil pemeriksaan

Tabel 4. Hasil pemeriksaan Kapasitas Vital Paksa

Prediksi Aktual %

FVC 3.38 2.30 68

FEV 1.0 2.95 2.20 75

FEV 1.0% 95.7

FEV 1.0%t 85.7

PEF 6.71 6.65 99

FEF25-75 4.21 4.25 101

MEF75 6.04 6.63 110

MEF50 4.43 4.38 99

MEF25 2.26 2.79 124

Keterangan:

FCV : Forced Vital Capacity

FEV : Forced Expiration Volume

PEF : Peak Expiratory Flow

FEF : Forced Expiratory Flow

MEF : Mild Expiratory Flow

B. Pembahasan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan kemarin, didapatkan

bahwa didapatkan dua kurva pemeriksaan yaitu kurva kapasitas vital paru dan

kapasitas vital paksa paru. Kurva tersebut didapatkan dari probandus yang

berbeda. Pada pemeriksaan kapasitas vital paru dilakukan oleh probandus laki-

Page 13: LAPORAN FISIOLOGI SPIROMETRI

laki dengan umur 18 tahun, tinggi 170 cm dan berat badan 60 kg. sedangkan

pada pemeriksaan kapasitas vital paksa paru dilakukan oleh probandus

perempuan dengan umur 18 tahun, tinggi 152 cm dan berat badan 41 kg.

Pada hasil pemeriksaan pada probanduns laki-laki dengan umur 18

tahun, tinggi 170cm dan berat badan 60 kg kapasitas vital paru didapatkan nilai

sebesar 67%. Volume tidal 0.31, volume cadangan inspirasi 0.62, volume

cadangan ekspirasi 2.59, kapasitas inspirasi 0.93. Kapasitas vital didapat

setelah pertambahan dari volume tidal+volume cadangan inspirasi+volume

cadangan ekspirasi. Normal untuk kapasitas vital paru adalah 4800 cc dan 80%

dari kapasitas total paru. Dari hasil yang didapat bahwa kapasitas vital paru

sebesar 67% dari kapasitas total paru sehingga dapat di interpretasikan bahwa

nilai tersebut dibawah normal.

Selanjutnya hasil pemeriksaan kapasitas vital paksa paru dengan

probandus berbeda, yaitu probandus perempuan dengan tinggi 152 cm dan

berat badan 41 kg didapat angka FEV1/FVC= 95,7 %. Untuk pemeriksaan

Peak Flow Meter, diperoleh nilai normal untuk wanita adalah 400 L/menit,

sedangkan pada probandus, diperoleh nilai 420 L/menit, sehingga probandus

memiliki kasus asma baik / terkontrol karena masih dalam lingkup 80 – 100 %

nilai normal.

Pada obstructive lung disease indikasinya adalah apabila FEV1/FVC <

75%. Semakin rendah rasionya semakin parah osbtruksinya. Kemudian apabila

restrictive lung disease indikasinya FEV1/FVC normal atau meningkat dari

standarnya adalah 80% (Sherwood, 2011).

Dari hasil percobaan didapatkan nilai kapasitas vital paru sebesar 67%

dari kapasitas total paru dan nilai kapasitas vital paksa paru sebesar 95,7%

sehingga masih dalam kondisi normal. Namun data diatas merupakan data hasil

pengamatan pada praktikum yang mana didapat status fungsional probandus

yang diperbandingkan dengan parameter yang sesuai dengan menggunakan

data hasil rata-rata pengamatan pada populasi Eropa. Syarat pada praktikum

untuk bias dianggap acceptable juga belum terpenuhi karena probandus tidak

melakukan ekspirasi hingga selesai dan tidak mencapai puncak. Ketidak

sesuaian dalam penggunaan pembanding (pembanding tidak sesuai karena

Page 14: LAPORAN FISIOLOGI SPIROMETRI

tidak menggambarkan karakteristik populasi rata-rata yang diamati, hal ini

dapat sangat berbeda dalam beberapa faktor seperti faktor internal dan faktor

eksternal.

Faktor Internal meliputi : Genetik, umur, jenis kelamin, ras, tinggi

badan dan berat badan. Faktor eksternal meliputi : Lingkungan (iklim,

pekerjaan) dan gaya hidup (pola hidup, olahraga). Diketahui bahwa faktor

internal maupun faktor eksternal dari populasi Eropa dan Asia sangat berbeda,

sehingga nilai standarnya pun akan berbeda, sehingga secara tidak langsung

standar dari hasil pengukuran itu kurang tepat digunakan pada populasi Asia.

Maka akan lebih baik digunakan pembanding yang sesuai.

Nilai perbandingan nampak normal namun semu karena spirogram

tidak mencapai puncak, hal ini dapat disebabkan karena (Sherwood, 2011):

1. Terjadi reaksi patologi pada saluran pernapasan probandus.

2. Kesalahan teknik pada saat melakukan pengukuran.

3. Probandus belum selesai melakukan ekspirasi

Namun hasil spirogram ini dapat saja salah karena grafik tersebut

seharusnya tidak layak dibaca dan nilai atau hasilnya tidak dapat diterima

karena tidak memenuhi kriteria penilaian, seperti (Sherwood, 2011):

1. Waktu ekspirasi minimal 6 detik. Sedangkan probandus hanya melakukan

ekspirasi kurang dari 6 detik.

2. Awal uji harus cukup baik. Prosedur awal melakukan pemeriksaan sudah

tidak tepat,seperti posisi probandus yang duduk, tinggi badan dan berat

badan yang dimasukkan dala spirometer kurang valid, dan lain

sebagainya,sehingga tidak memenuhi criteria penilaian pada point ini.

3. Ekspirasi tidak ragu-ragu dan cepat mencapai puncak tajam. Sedangkan

probandus tidak memenuhi syarat tersebut karena ketika sedang inspirasi

probandus mendadak tertawa dan melakukan ekspirasi secara spontan dan

terputus-putus atau ragu-ragu. Hasil spirogram yang menunjukkan adanya

kesalahan hasil yang diperoleh sehingga tidak layak untuk dinilai

disebabkan karena kesalahan pada saat melakukan prosedur pemeriksaan.

4. Ukur tinggi dan berat badan hanya mengira-ngira tanpa mengukurnya

secara langsung. Hal ini dapat menyebabkan perbadaan hasil spirogram

Page 15: LAPORAN FISIOLOGI SPIROMETRI

karena tinggi badan dan berat badan mempengaruhi asupan o2 yang

dibutuhkan oleh tubuh dan secara tidak langsung dapat mempengaruhi

kapasitas vital paru maupun kapasitas total paru.

5. Posisi probandus duduk pada saat pemeriksaan dapat menekan

pengembangan paru dan kontraksi otot-otot diafragma dan dinding dada

sehingga volume yang dapat masuk kedalam paru akan berkurang

sehingga akan menurunkan kapasitas vital paru dan kapasitas vital paksa

paru.

6. Bibir pasien tidak melingkupi seluruh mouth piecekarena pasien sempat

tertawa saat pemeriksaan sedang berlangsung. Hal ini mempengaruhi

volume udara yang dapat terukur oleh spirometer pada saat pasien

melakukan inspirasi dan ekspirasi.Adanya celah yang terbuka (mulut tidak

melungkupi mouth piece) akan mengurangi volume udara yang terukur

oleh spirometer karena masih ada udara yang dapat masuk dan keluar

lewat celah mulut tersebut.

7. Probandus terlambat menarik nafas (terlambat memulai)

8. Udara yang dikeluarkan melalui mouth piece tidak  menggunakan tenaga

maksimal karena probandus tertawa ketika inspirasi dan hendak ekspirasi

sehingga volume yang dihirup dan di keluarkan tidak maksimal.

C. Aplikasi Klinis

1. Obstruktif

a. Fibrostik kistik

Fibrosis kistik adalah kelainan genetik yang resesif heterogen

dengan gambaran patobiologik yang mencermikan mutasi pada gen

regulator transmembrana fibrosis kistik atau penyakit herediter yang

ditandai perubahan fungsi kelenjar eksokrin di seluruh tubuh. Penyakit

ini ditandai dengan infeksi saluran napas kronik yang akhirnya

menimbulkan bronkiektaksis serta bronkiolektasis, insufisiensi

kelenjar eksokrin pankreas, disfungsi intestinal serta disfungsi

urogenital. Fibrosis kistik ini merupakan penyakit autosomal resesif

akibat mutasi gen yang terletak pada kromosom 7. Gen ini

Page 16: LAPORAN FISIOLOGI SPIROMETRI

menghasilkan protein yang disebut protein regulator transmembran

fibrosis kistik (Cystic fibrosis transmembran conductance regulator =

CFTR) (Alwinsyah, 2010) .

Gen CFTR juga dapat merusak epitel yang memperlihatkan

fungsi berbeda, misalnya bersifat volume absorbsi (epitel saluran

napas dan usus distal), bersifat volume sekretori (pankreas) dan

bersifat garam absorbsi tetapi tidak volume absorbsi contohnya

saluran keringat dimana pada kelenjar keringat konsentrasi Na+ dan

Cl- disekresikan ke lumen kelenjar normal, tetapi epitel yang melapisi

duktus kelenjar tidak permeabel terhadap Cl- . Keringat bergerak

menuju ke permukaan, reabsorbsi normal Cl- melalui CFTR yang

diikuti kation Na+ terjadi kegagalan. Sehingga inilah penyebab

konsentrasi NaCl tinggi di keringat pasien fibrosis kistik (Alwinsyah,

2010).

Fibrosis kistik juga menimbulkan efek pada beberapa organ di

dalam tubuh kita contohnya efek fibrosis kistik pada paru yang

menghasilkan mukus yang kental. Mukus tersebut menyumbat

ventilasi alveolus sehingga terjadi atelektasis (pengempisan paru).

Selain itu, reaksi inflamasi yang masif terhadap patogen ditandai

dengan inflamasi jalan napas yang didominasi neutrofil sehingga

terjadi edema di pertemuan antara kapiler dan alveolus yang dapat

merusak bronkus. Daya regang paru menurun dan ventilasi terganggu.

Fibrosis kistik juga berefek pada saluran cerna dimana terjadi

akumulasi mukus kental sehingga pencernaan dan penyerapan zat gizi

terhambat. Berikut ini beberapa gambaran klinis orang yang terkena

fibrosis kistik (Corwin, 2009) :

1) Abdomen menonjol yang tampak segera setelah lahir, akibat tidak

bisa mengeluarkan mekonium pada defekasi pertama kali.

2) Asin saat sewaktu dicium akibat penumpukan garam di kulit

3) Serangan infeksi saluran napas yang berulang selama bayi dan

masa kanak-kanak

4) Rhinitis kronis dan batuk kronis serta produksi sputum

Page 17: LAPORAN FISIOLOGI SPIROMETRI

5) Gagal tumbuh karena buruknya penyerapan gizi

b. Asma

Asma merupakan penyakit pernapasan obstruktif yang

mempunyai tanda inflamasi di saluran napas dan spasme akut otot

polos bronkiolus (Corwin, 2009). Sumbatan saluran napas pada asma

disebabkan oleh menebalnya dinding saluran napas yang ditimbulkan

oleh peradangan dan edema yang dipicu oleh histamin. Selain itu,

tersumbatnya saluran napas disebabkan oleh sekresi berlebihan mukus

kental dan hiperesponsivitas saluran napas yang ditandai dengan

terjadinya konstriksi di saluran napas kecil akibat spasme otot polos di

dinding saluran napas. Semua ini dapat terjadi karena terdapat pemicu

yang menyebabkan peradangan dan respons bronkokonstriksi yang

berlebihan ini mencakup pajanan berulang ke alergen misalnya kutu

debu rumah atau serbuk sari, lalu iritan misalnya pada asap rokok dan

infeksi (Sherwood, 2011).

Stimulasi psikologis juga dapat memperburuk serangan

asmatik karena rangsangan parasimpatis menyebabkan konstriksi otot

polos bronkiolus. Sistem parasimpatis diaktifkan oleh emosi rasa

cemas dan kadang rasa takut. Berikut merupakan gambaran klinis

orang yang terkena asma (Corwin, 2009) :

1) Dispnea

2) Batuk terutama malam hari

3) Pernapasan yang dangkal dan cepat

4) Suara wheezing yang terdengar saat ekspirasi

5) Peningkatan usaha nafas ditandai dengan retraksi dada, disertai

perburukan kondisi dan napas cuping hidung.

Asma dapat dideteksi menggunakan spirometri, teknik

pemeriksaan yang mengukur dan mengidentifikasi penurunan

kapasitas vital dan penurunan aliran ekspirasi puncak. Pada pasien

yang mengalami asma, volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (FEV1)

Page 18: LAPORAN FISIOLOGI SPIROMETRI

menurun, karena udara yang masuk dalam paru ketika akan

dikeluarkan harus melalui sumbatan di saluran napas sehingga proses

ekspirasi menjadi terganggu. Selain menggunakan spirometri, untuk

mengevaluasi gejala asma di rumah bisa menggunakan alat peak

flowmeter (Corwin, 2009).

c. Bronkitis Kronis

Bronkitis kronis adalah suatu penyakit peradangan saluran

napas bawah jangka panjang, umumnya dipicu oleh pajanan yang

berulang seperti asap rokok, polutan udara, atau alergen. Tubuh akan

merespon terhadap iritasi kronik terebut dengan penyempitan saluran

napas karena penebalan edematosa kronik lapisan dalamnya disertai

oleh pembentukan berlebihan mukus kental. Infeksi paru oleh bakteri

sering terjadi, karena penumpukan mukus merupakan medium yang

baik bagi pertumbuhan bakteri (Sherwood, 2011).

Gejala klinis yang terjadi pada pasien bronkitis kronis biasanya

batu yang sangat produktif, purulen, dan mudah memburuk dengan

inhalasi iritan, udara dingin, atau infeksi. Selain itu, produksi mukus

yang berlebihan serta sesak napas dan dispnea. Penyakit ini dapat

didiagnosis menggunakan spirometri, dimana hasil pemeriksaan

menunjukkan terjadi penurunan FEV1 dan kapasitas vital. Hal ini

hampir mirip dengan asma, dinding saluran napas menebal karena

edema serta hipersekresi mukus sehingga membuat saluran napas jadi

tersumbat. Ketika akan melakukan ekspirasi maksimal tidak langsung

dapat mencapai puncak pada grafiknya. Berikut ini beberapa

komplikasi penyakit bronkitis kronis (Corwin, 2009) :

1) Hipertensi paru, terjadi akibat vasokonstriksi hipoksik paru yang

kronis.

2) Dapat terjadi jari tabuh di segmen ujung jari, indikasi stres

hipoksik yang kronis

3) Polisitemia, terjadi akibat hipoksia kronis dan stimulasi sekresi

eritropoietin disertai sianosis

Page 19: LAPORAN FISIOLOGI SPIROMETRI

4) Kanker paru.

2. Restruktif

a. Parenkimal

1) Sarkoidosis Paru

Sarkoidosis adalah penyakit granulomatosa sistemik yang

bisa mengenai semua organ, terutama sarkoidosis paru dan

kelenjar limfe intratoraks. Faktor genetik sering menjadi

penyebab terjadinya penyakit ini karena sarkoidosis sering

ditemukan pada kelompok keluarga. Faktor gangguan pengaturan

sistem imun tampaknya berperan karena Antinuclear antibody

(ANA), rheumatoid factor (RF), dan berbagai kompleks imun bisa

ditemukan pada sarkoidosis. Faktor lingkungan juga diduga

sebagai pencetus penyakit ini karena terdapat kecenderungan

pengelompokan kejadian pada waktu atau musim yang sama. Ada

uji kulit untuk penderita sarcoidosis yaitu Kveim-Stilzbach. Pada

uji ini disuntikkan suspensi jaringan sarkoid secara intradermal.

Setelah 1- 14 minggu, bila positif akan terbentuk papul keras

yang bila dibiopsi akan menunjukkan adanya granuloma (Pitoyo,

2010).

Dua per tiga pasien sarcoidosis tidak bergejalan dan

ditemukan secara tidak sengaja ketika foto rontgen toraks. Gejala

tersering adalah batuk dan sesak napas. Batuk umumnya tidak

produktif dan bisa berat sedangkan untuk sesak napas biasanya

progresif perlahan-lahan. Sarkoidosis juga bisa terjadi keadaan

akut dimana terjadi eritema nodosum, dan adenopati hilus yang

disebut dengan sindrom Sjorgen. Sindrom Sjorgen ini disertai

demam, poliartritis, dan uveitis. Terapi sarkoidosis masih

mengandalkan kortikosteroid sampai sekarang. Pada sarkoidosis

paru prednisone dapat diberikan 40 mg/hari selama 2 minggu lalu

diturunkan 5 mg/hari setiap 2 minggu hingga mencapai 15

Page 20: LAPORAN FISIOLOGI SPIROMETRI

mg/hari. Dosis 15 mg/hari dipertahankan hingga 6-8 bulan, lalu

diturunkan lagi 2,5 mg/hari tiap 2-4 minggu sampai obat dapat

dihentikan. Selama dosis obat diturunkan bertahap, evaluasi

terhadap kemungkinan kekambuhan harus selalu dilakukan

(Pitoyo, 2010).

2) Pneumoconiosis

Pneumoconiosis adalah sekelompok penyakit yang

disebabkan oleh inhalasi debu anorganik dan organik tertentu.

Beberapa jenis debu jika terinhalasi dalam kadar yang cukup

banyak ke dalam paru bisa menimbulkan reaksi jaringan fibrosis,

sedangkan debu yang lain tidak mempengaruhi. Untuk

menentukan apakah apakah suatu partikel debu dapat

menimbulkan penyakit atau tidak bergantung pada (Price, 2005) :

i. Ukuran partikel

Ukuran partikel yang paling berbahaya adalah

yang berukuran 1-5 µm, karena partikel yang lebih besar

tidak dapat mencapai alveolus.

ii. Kadar dan lamanya terpajan

Kadar tinggi biasanya diperlukan untuk

mengalahkan kerja eskalator silia dan juga waktu terpajan

yang lama, misalnya pneumoconiosis pekerja tambang

atau penyakit paru hitam biasanya membutuhkan 20 tahun

masa terpajan sebelum terjadi fibrosis paru yang luas.

iii. Sifat dari debu

Bahan-bahan tertentu terutama debu organik

seperti serat kapas yang menimbulkan bisinosis; tebu

(bagasosis), dan jerami yang berjamur (farmer’s lung)

mempunyai efek antigenik yang tak lazim dan

menyebabkan alveolitis alergika. Sifat kimia debu orgnaik

juga berpengaruh dalam kapasitasnya menimbulkan

penyakit.

Page 21: LAPORAN FISIOLOGI SPIROMETRI

Secara teori, partikel-partikel debu diduga secara teratur

merusak makrofag yang memfagositosis debu-debu tersebut,

mengakibatkan pembentukan nodula fibrotik. Fibrosis yang luas

timbul akibat penyatuan nodula-nodula fibrotik (Price, 2005).

BAB III

KESIMPULAN

Page 22: LAPORAN FISIOLOGI SPIROMETRI

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elisabeth J. Patofisiologi : Buku Saku Ed.3 (Alih Bahasa : Nike Budhi

Subekti). Jakarta : EGC

Dorland, W.A Newman. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorland Ed.28 (Alih

Bahasa : Albertus Agung Mahode). Jakarta : EGC

Guyton, Arthur C., John E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed.11

(Alih Bahasa : Irawati). Jakarta : EGC

Ras, Tabrani. 2010. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Trans Info Media

Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem Ed.6 (Alih

Bahasa : Brahm U Pendit). Jakarta : EGC

White, G.C. 2012. Basic Clinical Lab Competencies for Respiratory Care Fifth

Edition. USA: Delmar.

Wijaya, O., T.R. Sartono, S. Djajalaksana, dan A. Maharani. 2012. Peningkatan

Persentase Makrofag dan Neutrofil pada Sputum Penderita Penyakit

Paru Obstruktif Kronik Berhubungan dengan Tingginya Skor COPD

Assessment Test (CAT). Jurnal Respirasi Indonesia, Vol. 32(4): 240-

247.