Transcript
Page 1: Laporan Hasil Kunker KOMISI VI DPR-RI Ke Provinsi Papua Barat

1

LAPORAN

HASIL KUNJUNGAN KERJA KOMISI VI DPR RI KE PROPINSI PAPUA BARAT

RESES MASA PERSIDANGAN IV TAHUN SIDANG 2011-2012

TANGGAL 15 S.D. 17 JULI 2012

I. .PENDAHULUAN

A. Dasar

1. Keputusan Pimpinan DPR RI Nomor 65/PIMP/IV/2011-2012

Tanggal 13 Juli 2012 tentang Penugasan Anggota Komisi I sampai dengan Komisi XI DPR RI untuk melakukan Kunjungan Kerja Kelompok pada Reses Masa Persidangan IV Tahun 2011-2012

2. Keputusan Rapat Komisi VI DPR RI tanggal 22 Mei 2012 mengenai Sasaran dan Obyek Kunjungan Kerja Komisi VI DPR RI pada Reses Masa Persidangan IV tahun Sidang 2011-2012

B. Maksud dan Tujuan

Laporan ini dimaksudkan untuk memberi gambaran tentang berbagai temuan hasil Kunjungan Kerja Komisi VI DPR RI yang terkait dengan bidang tugasnya di Propinsi Papua Barat dalam rangka memenuhi salah satu fungsi Dewan sebagaimana diatur dalam Peraturan DPR RI tentang Tata Tertib dengan tujuan sebagai bahan masukan bagi Pemerintah untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan yang berlaku.

C. Sasaran dan Obyek Kunjungan Kerja Sasaran kunjungan kerja titikberatkan pada aspek: 1. Pengawasan Pelaksanaan Peraturan Perundang-undangan

dan Pengawasan terhadap kinerja lembaga-lembaga/badan yang berada di dalam lingkup mitra kerja Komisi VI DPR RI;

2. Pembahasan perkembangan daerah, khususnya yang berkaitan dengan bidang mitra kerja Komisi VI DPR RI;

3. Memonitor situasi lapangan serta menampung aspirasi yang berkembang berkaitan dengan pengembangan Investasi, Industri, Perdagangan, Koperasi dan UKM, penciptaan lapangan kerja, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal.

Page 2: Laporan Hasil Kunker KOMISI VI DPR-RI Ke Provinsi Papua Barat

2

Obyek yang dikunjungi dan dibahas meliputi:

a. Pemerintah Provinsi Papua Barat b. BUMN Pangan : PT. Sang Hyang Seri, PT. Pertani, PTPN II,

PT.Pupuk Kaltim dan Perum Bulog. c. BUMN Energi : PT. PLN, dan PT. Pertamina. d. BUMN Transportasi : PT. Pelindo II, PT. Pelni, dan PT. ASDP,

PT. Angkasa Pura I, PT. Garuda Indonesia, dan PT. MNA. e. BUMN Perbankan : Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BTN, dan

Bank BRI. f. Koperasi Wanita Arfak Manokwari.

D. Waktu dan Acara Kunjungan Kerja

(Terlampir) E. Anggota Tim Kunjungan Kerja

(Terlampir)

II. DESKRIPSI UMUM PROVINSI PAPUA BARAT A. Sejarah

Provinsi Papua Barat pada awalnya bernama Provinsi Irian Jaya Barat, berdasarkan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 tentang pembentukan Provinsi Irian Jaya Barat, Provinsi Irian Jaya Tengah, Kabupaten Mimika, Kabupaten Paniai, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong. Berdirinya Provinsi Papua Barat juga mendapat dukungan dari Surat Keputusan DPRD Provinsi Papua Nomor 10 Tahun 1999 tentang pemekaran Provinsi Papua menjadi tiga provinsi.

Setelah dipromulgasikan pada tanggal 1 Oktober 1999 oleh Presiden B.J. Habibie, rencana pemekaran Provinsi Papua menjadi tiga provinsi ditolak warga Papua di Jayapura dengan mengadakan demonstrasi akbar pada tanggal 14 Oktober 1999. Sejak saat itu pemekaran provinsi ditangguhkan, sementara pemekaran kabupaten tetap dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999.

Pada tahun 2002, atas permintaan masyarakat Irian Jaya Barat yang diwakili Tim 315, pemekaran Irian Jaya Barat kembali diaktifkan berdasarkan Inpres Nomor 1 Tahun 2003 yang dikeluarkan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada tanggal 27 Januari 2003. Sejak saat itu, Provinsi Irian Jaya Barat perlahan membentuk dirinya menjadi sebuah provinsi yang definitif. Dalam perjalanannya, Provinsi Irian Jaya Barat mendapat tekanan keras dari induknya Provinsi Papua hingga ke Mahkamah Konstitusi melalui uji materiil. Mahkamah Konstitusi akhirnya membatalkan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 yang menjadi payung hukum Provinsi Irian Jaya Barat. Namun Provinsi Irian Jaya Barat tetap diakui keberadaannya.

Page 3: Laporan Hasil Kunker KOMISI VI DPR-RI Ke Provinsi Papua Barat

3

Provinsi Irian Jaya Barat terus membenahi diri dengan terus melengkapi sistem pemerintahannya, walaupun di sisi lain dasar hukum pembentukan provinsi ini telah dibatalkan. Setelah memiliki wilayah yang jelas, penduduk, aparatur pemerintahan, anggaran, anggota DPRD, akhirnya Provinsi Irian Jaya Barat menjadi penuh ketika memiliki gubernur dan wakil gubernur definitif Abraham Octavianus Atururi (Brigjen Marinir Purn.) dan Drs. Rahimin Katjong, M.Ed yang dilantik pada tanggal 26 Juli 2006. Sejak saat itu, pertentangan selama lebih dari 6 tahun sejak Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 dikumandangkan dan pertentangan sengit selama 3 tahun sejak Inpres Nomor 1 Tahun 2003 dikeluarkan berakhir dan Provinsi Irian Jaya Barat mulai membangun dirinya secara sah. Sejak tanggal 6 Februari 2007 Provinsi Irian Jaya Barat berubah nama menjadi Provinsi Papua Barat. Pada awal terbentuk, Provinsi Papua Barat terdiri dari tiga kabupaten induk, lima kabupaten pemekaran dan satu kotamadya, yakni : 1. Kabupaten Fakfak dengan luas 14.320 Km2. 2. Kabupaten Kaimana dengan luas 18.500 Km2. 3. Kabupaten Teluk Wondama dengan luas 4.996 Km2. 4. Kabupaten Teluk Bintuni dengan luas 18.658 Km2. 5. Kabupaten Manokwari dengan luas 14.448,5 Km2. 6. Kabupaten Sorong Selatan dengan luas 29.811 Km2. 7. Kabupaten Sorong dengan luas 18.170 Km2. 8. Kabupaten Raja Ampat dengan luas 6.084,5 Km2. 9. Kotamadya Sorong dengan luas 1.105 Km2. B. Kondisi Geografis

Provinsi Papua Barat merupakan provinsi kedua di Tanah Papua yang terletak pada titik koordinat antara 0° - 4° derajat Lintang Selatan dan 124°-132° derajat Garis Bujur Timur, berada tepat dibawah garis Khatulistiwa dengan ketinggian antara 0 - 100 meter diatas permukaan laut. Luas wilayah Provinsi Papua Barat sebesar 126.093,00 Km2 dimana kabupaten Sorong Selatan merupakan kabupaten terluas dengan luas wilayah sebesar 29.811,00 Km2 atau menempati 23,64 persen dari total luas wilayah Provinsi Papua Barat.

Secara Geografis, Provinsi Papua Barat berbatasan dengan :

Sebelah Utara : Samudera Pasifik, Sebelah Selatan : Laut Banda dan Provinsi Maluku, Sebelah Barat : Laut Seram dan Provinsi Maluku, Sebelah Timur : Provinsi Papua.

C. Topografi

Wilayah Provinsi Papua Barat sebagian besar terdiri dari daerah pesisir dan pegunungan serta dataran rendah yang umumnya terdapat di lembah dan sepanjang pantai. Adapun pembagian wilayah berdasarkan ketinggian dari permukaan laut dapat dirinci sebagai berikut :

Dataran rendah dengan ketinggian 0-100 meter dari permukaan laut sebesar 47,89 persen.

Page 4: Laporan Hasil Kunker KOMISI VI DPR-RI Ke Provinsi Papua Barat

4

Wilayah dengan ketinggian 100-500 meter dari permukaan laut sebesar 26,78 persen.

Wilayah dengan ketinggian >500-1000 meter dari permukaan laut sebesar 9,78 persen

Dataran tinggi dengan ketingian >1000 meter dari permukaan laut sebesar 15,55 persen.

Demikian juga dengan pembagian wilayah berdasarkan kelas lereng (kemiringan) dapat dirinci sebagai berikut :

Kemiringan 0 - 15 % sebesar 45,44%., Kemiringan 15 - 40 % sebesar 4,24 %. Kemiringan > 40 % sebesar 50,31 %

D. Potensi Daerah

Provinsi Papua Barat secara geografis terletak pada garis meridian yaitu 0° - 4° Lintang Selatan dan 124° - 132°Garis Bujur Timur, dengan luas wilayah 126.093 Km2 dan jumlah penduduk hingga tahun 2007 berjumlah 702.202 jiwa atau 169.609 KK dengan laju pertumbuhan 4,01% yang tersebar di 8 Kabupaten, 1 kota dan 104 Distrik serta 47 kelurahan dan 1153 kampung.

Potensi Sumber Daya Alam, Sumber Daya Laut, serta potensi mineral gas bumi, pertambangan dan keragaman budaya yang dimiliki daerah ini merupakan keunggulan komperatif dan kompetitif untuk akselerasi pembangunan Papua Barat ke depan.

Walaupun memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif, namum perlu disadari bahwa kondisi fisik dasar wilayah yang ditandai dengan geografis dan topografis yang variatif, dimana 15% adalah wilayah kepulauan, 65% adalah wilayah dataran yang bergelombang dan 20% adalah wilayah yang datar dan sungai. Di sisi lain kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang rendah merupakan issue strategis daerah yang menjadi tuntutan bagi kebutuhan pembangunan di wilayah Papua Barat.

E. Perekonomian Rakyat

Capaian kinerja bidang peningkatan ekonomi rakyat di Papua Barat hingga tahun 2007 cukup menggembirakan yang diindikasikan dengan gambaran struktur ekonomi Papua Barat yang bertumpu pada sektor pertanian sebagai sektor basis yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pembentukan PDRB sebesar 27,16 % dimana sumbangan ini diperoleh dari sub sektor kehutanan dan perkebunan, sub sektor perikanan, sub sektor tanaman pangan dan holtikultura.

Sejalan dengan itu maka dalam pembentukan nilai tambah andil sub sektor sub sektor Kehutan dan Perkebunan lebih terfokus pada upaya peningkatan komoditas perkebunan berupa komoditi Kelapa (10.942 Ha/5.965 ton) Kelapa Sawit (16.540 Ha/17.326 ton), Kopi (708 Ha/218 ton), Cengkeh (750 Ha/60 ton), Coklat (8.463 Ha/2.992 ton), Pala (5,911 Ha/1.749 ton), dan jambu mete (305 Ha/2 ton) sehingga luas total perkebunan rakyat 43.619 Ha dengan total produksi sebesar 28,312 ton dan Produksi Hasil Hutan Kayu Bulat, Kayu Gergajian, Kayu Hitam, Rotan, Damar, Kayu Bakar, Kamiri dan Kayu Manis. Dimana

Page 5: Laporan Hasil Kunker KOMISI VI DPR-RI Ke Provinsi Papua Barat

5

pemanfaatan hasil hutan tersebut masih sangat terbatas oleh masyarakat dalam skala kecil, selebihnya dimanfaatkan dan dinikmati oleh para pengusaha hutan dan industri kayu yang notabene bukan orang asli Papua.

Upaya untuk meningkatkan daya saing investasi lokal dalam pembentukan nilai tambah dalam PDRB maka diperlukan penguatan kapasitas institusi lembaga ekonomi mikro yang meliputi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang telah dilaksanakan melalui pembentukan Usaha Koperasi pada skala kecil maupun menengah dengan serapan dana kredit usaha sebesar Rp 3.000.000.000.000,00 (Tiga Milyar Rupiah) sebagai stimulan dari APBD Provinsi Papua Barat Tahun 2008.

III. DESKRIPSI PER BIDANG

A. BUMN PANGAN

1. PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II (PERSERO) a. Latar Belakang Pengelolaan proyek pengembangan perkebunan di Daerah Papua yang dilaksanakan PT. Perkebunan-II dimulai sejak tahun 1982. Tugas/Misi ini diemban oleh PT.Perkebunan- II sesuai Surat Menteri Pertanian RI nomor 851/Mentan/X/1980 tanggal 8 Oktober 1980. Tugas PT Perkebunan II selanjutnya adalah pengembangan perkebunan dengan pola PIR di Papua sesuai dengan penugasan yang diberikan oleh Menteri Pertanian RI yaitu: a. Surat No :918/Mentan/XI/1981 tanggal 25 November 1981, untuk

lokasi Prafi Manokwari. b. Surat No : 4781/MentanVI/192, tangal 4 Juni 1982 untuk lokasi Arso. c. Loan Agreement No:678-INO tanggal 13 September 1984 untuk lokasi

Prafi, Manokwari.

Survey pendahuluan dimulai pada bulan Desember 1980 di Prafi Kabupaten Manokwari dan Kabupaten Sorong. Berdasarkan hasil survey dan studi kelayakan yang dibuat akhirnya lokasi pengembangan ditetapkan di Lembah Prafi Kabupaten Manokwari dengan luasan pada waktu itu seluas 20.000 Ha. Dana pembangunan proyek ini menurut rencana disediakan oleh PTP- Nusantara II sebesar 3 %, penyertaan Pemerintah 70 % dan kredit Perbankan 27 %, namun dalam realisasinya berubah menjadi PTPN-II 30 %, penyertaan Pemerintah 17 % dan Kredit 53 %. Dalam kenyataan ternyata pembangunan seluas 20.000 Ha di Monokwari tidak sesuai dengan kesepakatan semula, karena Pemda pada waktu itu hanya mencadangkan lahan seluas 15.000 Ha saja, hal ini disebabkan areal yang ada diserahkan untuk transmigrasi. Pada tahun 1981 pemerintah daerah memohon kepada Pemerintah untuk membuka areal diperbatasan guna dapat mengatasi masalah keamanan, sehingga sesuai keputusan Menteri Pertanian No

Page 6: Laporan Hasil Kunker KOMISI VI DPR-RI Ke Provinsi Papua Barat

6

918/Mentan/XI/1981 tanggal 25 November 1981 kembali menugaskan PT Perkebunan-II untuk membangun areal perkebunan di daerah perbatasan Kabupaten Jaya Pura Kecamatan Arso. Berdasarkan hasil survey ditetapkanlah pengembangan seluas 20.000 Ha, dengan komposisi pendanaan, 3% PTPN-II, 70% penyertaan Pemerintah dan 27 % kredit Perbankan, namun realisasinya juga menjadi 30% PTPN-II dan kredit 70 %. Dalam kurun 10 tahun (1983-1993) pengembangan areal perkebunan yang dapat dikembangkan hanya mencapai 13.547 Ha, yakni 7.514 Ha di Prafi (3.114 Ha Inti dan Plasma 4400 Ha), dan 6.033 Ha di Arso (2.433 Ha dan Plasma 3.600 Ha). Berdasarkan surat Direktur Jendral Perkebunan No : KB 820/E226/04.95 tanggal 5 April 1995 perihal pembentukan PIR kemitraan, maka guna mencapai skala luasan areal ekonomis disusun kembali rencana pembukaan Proyek Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat (PKSR) yang dananya bersumber dari BNI melalui fasilitas KLBI (Kredit Program) yang penyalurannya dilakukan oleh PT.BNI, dengan target pelaksanaan sampai dengan tahun 2000/2001 seluas 13.000 Ha dengan petani 13.000 kk. Bentuk Perkebunan Inti Rakyat (PIR) yang dilakukan di Papua oleh Direktur Jenderal Perkebunan melalui surat yang ditujukan kepada Direksi PT. Perkebunan-II No : KB. 820/E.226/04.95 tanggal 5 April 1995. Maksud PIR Kemitraan disini adalah untuk terbentuknya perusahaan inti yang merupakan usaha patungan antara PT.Perkebunan, Swasta dan KUD, Konsepsi mengenai PIR Kemitraan ini lebih lanjut dinilai sebagai konsepsi PIR generasi ketiga setelah PIR/NES, dimana Perkebunan sebagai generasi pertama, dan PIR trans yang mengacu kepada Inpres No: 1; 1996 sebagai generasi yang kedua. b. Pola Kemitraan Plasma PIR dan KKPA. Pola kemitraan ini secara konseptual diupayakan untuk melibatkan unsur-unsur soko guru pelaku-pelaku ekonomi untuk bersama-sama dan bahu membahu melaksanakan tugas-tugas pembangunan. Pada dasarnya terdapat tiga soko guru pelaku ekonomi yang dilibatkan pada konsep ini, yaitu Perusahaan Milik Negara (BUMN), Perusahaan Swasta, dan Koperasi. Didalam perkembangannya masing-masing institusi usaha tersebut mengalami perkembangan, pasang surut, corak dan kemampuannya yang berbeda, baik yang memberikan andil terhadap Pembangunan Nasional maupun dalam menentukan peranan yang dijalankan. Rencananya ketiga soko guru tersebut ingin dipadukan sedemikian rupa dengan membentuk usaha kemitraan dalam mengisi pembangunan, khususnya dalam pengembangan perkebunan dengan pola PIR. c. Misi Kemitraan Plasma PIR dan KKPA.

Page 7: Laporan Hasil Kunker KOMISI VI DPR-RI Ke Provinsi Papua Barat

7

Dengan memperhatikan konsep dasar yang melandasi gagasan Kemitraan, maka unsur kemitraan tersebut dapat dilihat dari dua instansi yang berbeda. Pada Instasi yang pertama, kemitraan diwujudkan dalam bentuk usaha patungan atau usaha bersama antara PT.Perkebunan-II milik Negara, Perusahaan Swasta dan Koperasi/KUD sehingga menjadi unit yang utuh sebagai perusahaan inti pelaksanan PIR Perkebunan. Pada instasi yag kedua, kemitraan harus diupayakan dan senantiasa mewarnai hubungan diantara perusahaan inti dengan para petani Plasma, oleh karena itu maka wawasan kemitraan melalui PIR kemitraan ini menjadi lebih utuh. d. Tujuan Kemitraan Plasma PIR dan KKPA. Seperti diketahui bahwa perusahaan inti yang akan dibentuk merupakan usaha patungan antara PT.Perkebunan-II, Swasta, dan KUD, dengan demikian diharapkan akan terjadi pemupukan dan penggalangan kekuatan lembaga-lembaga usaha yang mewakili soko guru ekonomi dalam melaksanakan tugas-tugas pembangunan. Penggalangan kekuatan ekonomi dari lembaga-lembaga tersebut memiliki makna strategis, karena melalui kemitraan ini akan terjadi proses saling memperkuat dan sekaligus meratakan kekuatan dari masing-masing pihak yang bermitra. Pilihan yang dilakukan terhadap kebun-kebun di Irian Jaya mengandung maksud bahwa penggalangan kekuatan tersebut akan menjadi modal yang dapat menguntungkan dalam upaya pembangunan di Kawasan Timur Indonesia. e. Perkembangan Kemitraan di Papua dan Papua Barat.

Berdasarkan konsepsi tentang PIR Kemitraan yang dilakukan di Papua ini dilakukan secara bertahap dan akan berlanjut, oleh karena itu diharapkan PIR Kemitraan ini akan mencakup komponen-komponen sebagai berikut :

a. Kegiatan yang ada pada saat ini, yaitu mencakup proyek PIR Khusus II di Arso (Jayapura), Proyek PIR Khusus II di Prafi (Monokwari) Proyek NES Oil Plam I Bantuan ADB di Prafi Keseluruhan areal tanaman meliputi ± 13.000 Ha (5.000 Ha kebun inti, 8000 Ha Kebun Plasma).

b. Rencana Proyek Pengembangan kelapa sawit pada lahan usaha transmigrasi di Arso dan Prafi seluas 13.000 Ha. Pembiayaan kredit diharapkan dapat disediakan melalui fasilitas Kredit pada Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA) yang disalurkan melalui Bank BNI-46. Setiap keluarga Transmigrasi akan memperoleh kebun kelapa sawit seluas 1 Ha. Sesuai dengan lahan usaha yang dimiliki. Usaha patungan yang membentuk kemitraan akan bertanggung jawab dalam penyediaan fasilitas pengolahan hasil sesuai dengan kapasitas yang dibutuhkan.

c. Kebun inti 4.000 Ha dan kebun Plasma 6.000 Ha. Rencana ini merupakan bagian dari rencana pengembangan jangka panjang.

d. Rencana proyek PIR di Prafi meliputi seluas 10.000 Ha yang terdiri dari 4.000 Ha kebun inti dan 6.000 Ha kebun Plasma. Sama halnya

Page 8: Laporan Hasil Kunker KOMISI VI DPR-RI Ke Provinsi Papua Barat

8

dengan proyek PIRSUS II Arso, rencana ini merupakan dari bagian rencana jangka panjang. Dengan demikian diharapkan bahwa pengembangan ini akan mencapai 46.000 Ha, yakni luasan yang cukup memadai untuk dioperasikan oleh suatu unit usaha yang dapat berdiri sendiri.

2. PT. SANG HYANG SERI (PERSERO) Sesuai dengan tugas awalnya PT Sang Hyang Seri (Persero) adalah perusahaan yang bergerak dibidang perbenihan khususnya benih pertanian diantaranya benih padi, kedelai, jagung dan hortikultura. Dalam perkembangannya sesuai dengan tuntutan petani/konsumen akan kebutuhan komoditas yang lain seperti sarana produksi pertanian, yang dipandang oleh PT Sang Hyang Seri (Persero) sangat prospektif menyangkut kinerja perusahaan kedepan maka manajemen mengambil langkah kebijakan terhadap pengembangan produk (diversifikasi usaha). Adapun dalam perkembangannya diversifikasi usaha mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Kinerja Produksi PT SHS dalam Penyaluran Benih & Pupuk di

Papua Barat

Komoditi Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2011

Padi Inbrida 84.550 212.500

Jagung Hibrida 31.260 10.125

Jagung

Komposit

Kedele 18.000 32.800

Saprodi 798.960

Pada tahun 2011, PT SHS menyalurkan benih dan pupuk di Papua Barat

masing-masing untuk Padi 212.500 ton; Jagung Hibrida 10.125 ton dan

kedele 32.800 ton.

Kinerja Keuangan Kantor SHS di Propinsi Papua (Rp 000)

No Uraian 2010 2011 2012 Rencana

1 Omset 3.997,56 4.816,94 10.269,11

2 Harga Pokok Penjualan

2.433,22 3.625,79 7.479,57

3 Laba (Rugi) 1.564,35 1.191,15 2.789,54

4 Biaya Usaha 168,83 864,48 1.334,47

5 Laba sebelum pajak

1.395,52 169,07 1.455,06

Grand Strategy dan Strategi Operasi:

Page 9: Laporan Hasil Kunker KOMISI VI DPR-RI Ke Provinsi Papua Barat

9

a. Tetap mempertahankan pertumbuhan perusahaan secara konsentrasi yang didasarkan atas keunggulan teknologi

b. Industry benih sabagai lokomotif usaha Agribisnis

Kegiatan usaha/ utama PT SHS adalah sebagai berikut :

a. Produksi benih dan/atau bibit pertanian termasuk perkebunan, peternakan dan perikanan;

b. Pemasaran (ekspor/impor) benih dan/atau bibit pertanian termasuk perkebunan, peternakan dan perikanan, baik hasil produksi sendiri maupun produksi pihak lain, serta jasa penelitian, sertifikasi, pendidikan, penyuluhan dan jasa lainnya dalam bidang perbenihan.

Adapun Kegiatan usaha lainnya :

a. Kegiatan Penunjang Kegiatan Utama berupa :

Pembukaan dan pengelolaan lahan pertanian

Pengolahan dan pemasaran hasil pertanian

Produksi dan pemasaran pupuk, pestisida dan bahan aktif pertanian

b. Optimalisasi pemanfaatan sumber daya Perseroan untuk kegiatan usaha lainnya.

c. Melaksanakan penugasan Pemerintah sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan dan peraturan perundang-undangan.

Sumber Daya Perusahaan

a. Luas Lahan milik sendiri di Sukamandi 3.150 han dan 33.950 ha areal yang merupakan kerjasama dengan penangkar benih seluruh Indonesia (51.230 penangkar dan 783 kelompok tani)

b. Pabrik pengolahan benih kapasitas 73.000 ton/tahun dan gudang 30.000 ton yang tersevar di kantor regional dan 22 cabang

c. merupakan pusat perbenihan (Breedding Centre) dan lab benih yang terakreditasi.

d. Jaringan pemasaran (Marketing Net Working) yang mencakup 322 penyalur; 129 buah took (SHS Shop) dan 3.655 kios saprodi.

e. Jumlah SDM mencakup kurang lebih 754 orang.

PT. SHS juga memliki Pabrik Pupuk Organik Granul (POG) dengan

kapasitas Produksi 18.000 ton/tahun di Pasuruan, Pabrik NPK dengan

kapasitas produksi 15.000 ton/tahun di Sukamandi dan Pabrik Pupuk

Organik Cair (POC) dengan Kapasitas produksi 2.500.000 liter/tahun di

Klaten.

Secara Umum Masalah/Kendala yang Dihadapi PT. SHS:

Page 10: Laporan Hasil Kunker KOMISI VI DPR-RI Ke Provinsi Papua Barat

10

Harga :

Harga benih yang ditetapkan PT. SHS lebih tinggi dari harga benih produsen yang ada di Papua Barat, sehingga persepsi petani tentang benih kurang/rendah dan cenderung membeli benih yang lebih rendah/murah.

Produksi:

Dalam hal produksi benih, PT . SHS masih harus bekerjasama dengan perusahaan lain dan mendatangkan mitra kerjasama yang didatangkan dari daerah lain seperti Jawa Timur sehingga apabila ada permintaan dalam jumlah yang sama / serentak memerlukan tenaga pemulia karena jumlah tenaga yang ada sangat terbatas.

Processing dan Gudang:

Processing dan gudang yang terbatas, demikian halnya dengan alat processing yang ada masih terbatas sehingga perlu dipertimbangkan untuk menambah unit processing dan gudang sehingga apabila ada penambahan permintaan tidak menyulitkan.

Benih Hibrida:

Benih padi hibrida yang ada di Papua Barat mulai meningkat permintaannya sehingga bila stok terbatas (karena harus didatangkan dari luar) dan permintaan tidak bisa dipenuhi akan berdampak pada harga.

Secara Khusus Permasalahan di Papua dan Papua Barat

1. Belum diterimanya CPCL yang menjadi landasan untuk koordinasi dan acuan di tingkat Kabupaten/Kota (distribusi)

2. Permasalahan pencadangan areal SL-PTT (BLBU) yang telah menggunakan benih dari Cadangan Benih Nasional (CBN).

3. Permasalahan varietas yang sering terjadi yang diminta petani (dalam CPCL) tidak sama dengan yang tersedia

3. PT. PERTANI (PERSERO)

PT. Pertani merupakan salah satu BUMN yang bergerak di bidang penyaluran benih, pupuk dan pestisida. Untuk wilayah Papua Barat potensi pasar yang ada meliputi , antara lain: • Pupuk Non Subsidi seperti KCl, Rock Phospat (RP), Urea,

Dolomit, Borat, TSP, NPK, Kieserite, SP 18 • Pupuk Subsidi seperti Urea, SP 36, ZA, NPK Phonska dan

Petroganik • Pestisida, Herbisida, insektisida dan fungisida (produksi PT

Petrosida dan PT Petro Kayaku) • Benih seperti : Padi, Jagung dan Kedele

Permasalahan di bidang Pemasaran :

Page 11: Laporan Hasil Kunker KOMISI VI DPR-RI Ke Provinsi Papua Barat

11

Pupuk Non Subsidi Persaingan penjualan pupuk untuk perkebunan sangat ketat, dimana perkebunan besar atau grup perkebunan langsung mengimpor atau langsung ke produsen pupuk Pestisida Penjualan pestisida sangat tergantung dengan tingkat harga komoditi perkebunan, penjualan akan tinggi jika harga komoditi (sawit/karet) sedang tinggi. Pupuk Subsidi Masing-masing distributor terbagi dalam wilayah kerja, dimana alokasi pupuknya (urea, SP 36, ZA dan Petroganik) sudah ditentukan melalui SK Gubernur, sehingga tidak bisa leluasa untuk meningkatkan penjualan Benih Serapan produk perbenihan memang belum seperti yang diharapkan karena Prov. Papua Barat memang bukan sentra pangan nasional Pelaksanaan PSO Pupuk dan Benih Masalah yang dihadapi hanyalah kendala transportasi, dimana buruknya infrastruktur jalan mengakibatkan tingginya biaya distribusi. Di beberapa Kabupaten droping pupuk dan benih menggunakan perahu, karena tidak tersedia sarana transportasi jalan darat.

4. PT PUPUK KALTIM (PKT)

a. Sejarah

PT Pupuk Kaltim berdiri pada tanggal 7 Desember 1977. Saat ini status

perusahaan adalah anak perusahaan PT Pupuk Indonesia (Persero),

dengan pemegang saham terdiri dari PT Pupuk Indonesia (Persero)

sebesar 99,99% dan YKHT PKT sebesar 0,01%

Pupuk Kaltim adalah produsen Pupuk Urea terbesar di Indonesia,

dengan wilayah pemasaran mencakup 2/3 wilayah Indonesia,

terutama di Kawasan Timur Indonesia

Pupuk Kaltim juga memproduksi dan menjual amoniak, pupuk NPK

dan pupuk organik

Segmen pasar produk Pupuk Kaltim adalah sektor pangan

(bersubsidi), sektor perkebunan, sektor industri, dan ekspor

Page 12: Laporan Hasil Kunker KOMISI VI DPR-RI Ke Provinsi Papua Barat

12

b.Kinerja Teknis/aspek Produksi

Pabrik Th Produksi Amoniak (Ton) Urea (Ton)

Kaltim-1 1982 595.000 700.000

Kaltim-2 1984 595.000 570.000

Kaltim-3 1989 330.000 570.000

POPKA 1999 - 570.000

Kaltim-4 2002 330.000 570.000

Total 1.850.000 2.980.000

Dari aspek teknis/produksi amoniak dan urea dari Pabrik Kaltim-1 sampai

Kaltim 4 masing-masing sebesar 1.850.000 ton dan 2.980.000 ton.

c. Kinerja Produksi dan Penjualan (dalam 000 ton)

Tahun Produksi Penjualan

2007 2345 2410

2008 2552 2368

2009 2950 2856

2010 2887 2808

2011 2749 2624

Stok pupuk urea dan ketentuan stok SK Mentan di Papua dan

Papua Barat Per 12 Juli 2012

No Kab/Kota Stok

Akhir

Ketentuan

Stok (SK

Mentan)

Surplus/Defisit

(+/-)

Papua

1 Jayapura 173.00 73.83 99.17

2 Nabire 127.00 7.03 119.97

3 Merauke 624.00 200.39 423.61

Total 924.00 281.25 642.75

Papua Barat

Page 13: Laporan Hasil Kunker KOMISI VI DPR-RI Ke Provinsi Papua Barat

13

4 Manokwari 108.00 84.38 23.63

Total 108.00 84.34 23.63

Grand

Total

1132.00 365.59 666.38

Stok Pupuk Urea baik di Provinsi Papua maupun Papua Barat secara

neraca cukup dimana posisi stok akhir per 12 Juli 2012 masing-masing di

Papua 924 ton dan Papua Barat (Manokwari) 108 ton; sedangkan

berdasarkan SK Mentan kebutuhan hanya sekitar 365,59 ton dari stok

sebesar 1132 ton.

Kendala dalam Penyaluran Pupuk di Prop Papua / Papua Barat

1) Kesulitan dalam mencari kapal untuk tujuan Papua. Hal ini diantisipasi dengan melakukan pengiriman untuk minimal 6 bulan kebutuhan

2) Infrastruktur untuk angkutan darat yang belum memadai di daerah 3) Keterlambatan dalam pembuatan Data Poktan / RDKK

5.PERUM BULOG DIVISI REGIONAL PAPUA a. Gambaran Umum

Wilayah Kerja Div Reg Papua dan Papua Barat meliputi 2 Provinsi yaitu Papua dan Papua Barat, dengan kantor berkedudukan di Jayapura dan termasuk salah satu Div reg tipe B sesuai SK Perum Bulog No ; KD-248/DS2000/09/2009 tertanggal 01 September 2009, dengan luas wilayah kerja untuk Papua 317.062 Km2 dan Papua Barat seluas 140.375,62 Km2.

b. Penyebaran Kantor Perum Bulog Div Reg Papua

Div Reg Papua dan papua Barat memiliki 32 unit gudang dengan kapasitas 58.700 ton yang terdiri atas Papua (25 unit dengan kapasitas 41.700 ton) dan Papua Barat (8 unit dengan kapasitas 17.000 ton).

c. Pengadaan dan Penyaluran

Kebutuhan penyaluran per tahun sebanyak 186.072 ton Ratas penyerapan maksimal pengadaan DN : 25.550 ton Ratas kebutuhan movenas/impor beras per tahun 175.000 ton.

d. Realisasi pengadaan dalam negeri : Realisasi Pengadaan Beras Dalam Negeri yang dilakukan Divre

Papua dan papua Barat masih relatif rendah, bahkan prognosa untuk tahun 2011 mengalami penurunan, sebagai akibat adanya perubahan anomaly cuaca yang cukup ekstrim sehingga mempengaruhi terjadinya penurunan produksi yang berdampak pada menurunnya penyerapan pengadaan Dalam negeri di Indonesia. Untuk SubDiv reg Manokwari sebanyak 1.600 ton dan Kansilog Nabire sebanyak 200 ton.

e. Penerimaan Movenas dan Impor

Page 14: Laporan Hasil Kunker KOMISI VI DPR-RI Ke Provinsi Papua Barat

14

Div Reg Papua merupakan wilayah yang tergolong deficit untuk pemenuhan stok dalam rangka penyaluran kepada golongan anggaran dan Raskin. Untuk RKAP tahun 2012 sebesar 186.072 ton; untuk memenuhi kebutuhan pengadaan DN di Papua dan papua Barat sebanyak 25.550 ton, kekurangannya diisi melalui movenas dari Jawa Timur dan Sulawesi Selatan sebesar +/- 175.000 ton/tahun.

f. Pagu Alokasi Beras Raskin Pagu alokasi beras Raskin di Provinsi

Papua Barat sebanyak 18.158.220 Kg yang terdiri dari pagu alokasi

Jan-Mei 2012 sebanyak 7.776.735 Kg dan Juni-Desember sebanyak

9.751.245 kg. Adapun total realisasi sampai 10 Juli 2012 sebanyak

9.248.285 Kg atau sebesar 51,13 % dari total pagu yang ada.

B. BUMN ENERGI (PT. PLN DAN PT. PERTAMINA)

1. PT. PLN (PERSERO) Wilayah Kerja PT PLN Papua dan Papua Barat (P2B)

1.1. PT. PLN (Persero) P2B membawahi 5 (lima) area yaitu Manokwari, Sorong, Biak, Jayapura, Nabire dan Merauke dengan luas 853.906 km2 dan membawahi 5 area 20 rayon dan 107 listrik desa. Khusus untuk Provinsi Papua Barat tersebar di system area Sorong, Nabire, Manokwari, Kaimana dan Fakfak.

1.2. Adapun jumlah pelanggan yang ada di Papua Barat mencakup

Page 15: Laporan Hasil Kunker KOMISI VI DPR-RI Ke Provinsi Papua Barat

15

165.500 RT yang terdiri atas 83.310 unit RT PLN; 24 806 unit RT Non PLN (Genset Pemda) dengan rasio elektrifikasi (RE) sebesar 50,34 % PLN dari total 66,34%

1.3. Dalam rangka memnuhi kebutuhan kelistrikan di Provinsi Papua Barat dan Papua, PT PLN sedang dan akan mengembangkan jaringan baru serta mengembangkan sumber energy alternative yang cukup potensial di Papua Barat.

1.4. Beberapa proyek yang sedang dalam pembangunan antara lain sbb:

a. PLTU Papua 2 kapasitas 2 X 10 MW b. PLTA Genyem kapasitas 2 x 10 MW c. PLTM Prafi kapasitas 2 X 125 MW d. G 170 KV Jayapura, kapasitas 1 X 20 MWA e. G 170 KV Wamena kapasitas 1 X 20 MWA

1.5. Sedangkan Proyek yang direncanakan akan dibangun di paua

Barat, antara ;ain: a. PLTM Waigo di Wayer, Kab Sorong Selatan , kapasitas 2

X 0,5 MW b. PLTM Kalibumi di Nabire Barat, Kab Nabire , kapasitas 2 X

1,3 MW c. PLTM Kombermur di Fak Fak Tengah, Kab Fak Fak dengan

kapasitas 2 x 3,3 MW Kendala dan Permasalahan yang dihadapi:

PLTM Prafi : masih adanya pengakuan hak tanah ulayat atas rencana pembangunan PLTM Prafi tersebut

PLTU 2 Papua : Pembebasan Jalan Hantar antara Lokasi Pelabuhan Khusus Batu Bara dan Lokasi PLTU 2 PAPUA

Pembebasan Penampungan Batu Bara Sementara Pelabuhan Khusus Batu Bara.

Upaya-yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan:

PLTM Prafi : Upaya dilakukan dengan memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang pentingnya sumber listrik dan berkoordinasi dengan Pemda setmpat

PLTU 2 Papua : Melakukan koordinasi secara intensif dengan Panitia Pengadaan Tanah Kota Jayapura dan Instansi terkait

Melakukan koordinasi secara intensif dengan Panitia Pengadaan Tanah Kota Jayapura dan Instansi terkait

Dalam menjaga keandalan jaringan, seringkali jaringan berada pada areal dimana terdapat banyak tanam tumbuh pepohonan, sehingga diperlukan kerjasama untuk menjaga daerah bebas ROW

Untuk pembangunan dan penempatan pembangkit, transmisi , dan jaringan distribusi seringkali diperlukan adanya pembebasan lahan, baik untuk pusat pembangkit dan gardu PLN maupun ROW transmisi dan distribusi. Oleh karena itu mohon dukungan dari pihak terkait.

Page 16: Laporan Hasil Kunker KOMISI VI DPR-RI Ke Provinsi Papua Barat

16

2.PT. PERTAMINA (PERSERO) Pengantar PT. Pertamina UP region VIII mencakup area Jayapura membawahi Provins Papua dan papua Barat. Khusus untuk Papua Barat mencakup 1 Kantor Sales, 4 terminal BBM dan 3 DPPU. Dari aspek sales, penjualan pelumas di Papua mencapai 3.037 KL dan Papua Barat 2.305 KL; penjualan Sales pelumas tahun 2011 sebesar 66% dibandingkan dengan realisasi tahun 2010. Konsumsi BBM Harian masayarakat Papua dan Papua Barat

a. Premium : 749 KL per hari (Papua 507 & Papua Barat 242) b. Minyak Solar : 236 KL per hari (Papua 161 & Papua Barat 75) c. Kerosene : 284 KL per hari (Papua 187 & Papua Barat 97) d. Harga jual Premium dan Minyak Solar PSO : Rp 4.500 e. Tambahan Biaya angkut BBM utk APMS Franco wil Papua +/-

120 Milyar per tahun, Rata-rata cost per liter di wilayah Papua mencapai Rp 6.056 per liter

Perbandingan kuota Premium Subsidi dengan RealisaSi

Estimasi penyaluran Premium sebesar 310 ribu KL Mengalami over kuota sebesar 0,8% Perbandingan tahun 2011 : pertumbuhan kuota 8% per tahun

dan pertumbuhan realisasi 9% per tahun Realisasi BBM Industri, PLN & TNI, 2009-2011(000 KL)

Peruntukan 2009 2010 2011

Industri 91,96 92,72 86,02

PLN 51,98 61,08 57,94

PSO 24,50 24,32 7,63

TNI 2,96 3,45 2,48

Selama 3 tahun realisasi BBM di Provinsi Papua Barat didominasi untuk kalangan industri. Khusus untuk konsumsi BBM PSO baik Papua maupun Papua Barat didominasi untuk kepentingan angkutan laut, perikanan dan instansi pemerintah Lembaga Penyalur BBM Wilayah Papua Barat

Region AMT APMS SPBU SPDN Total

Fak-Fak 3 2 1 3 9

Kaimana 2 3 1 6

Manokwari 3 7 3 1 14

Sorong 12 17 5 7 41

Total 20 29 10 11

Khusus untuk wilayah Papua Barat, jumlah AMT 20, APMS 29, SPBU 10 dan SPDN 11

Page 17: Laporan Hasil Kunker KOMISI VI DPR-RI Ke Provinsi Papua Barat

17

Tantangan Operasi PT. Pertamina di Papua dan Papua Barat

Pemekaran wilayah dalam 5 tahun terakhir cukup tinggi, menyebabkan permintaan penambahan alokasi BBM dan penambahan lembaga penyalur

Terhitung 2010, harga jual eceran BBM di APMS berlaku harga Perpres sebelumnya harga HET (Harga Eceran Tertinggi), hal ini menyebabkan beban ongkos angkut yang sangat tinggi

Wilayah kerja yang sangat luas terdiri dari daratan, perairan dan pegunungan maka distribusi BBM sangat tergantung dengan kondisi iklim & cuaca dan juga sangat sulit dalam penerapan RAE (Regular Alternative Emergency)

Mengingat kondisi geogarfis saat ini, maka masih terdapat pola distribusi yang menggunakan double handling.

Harga eceran BBM diluar titik resmi lembaga penyalur di daerah remote cukup tinggi. Hal ini karena adanya transport cost & margin

tambahan bagi pengecer hal ini belum diatur Masih adanya demonstrasi dan pemalangan TBBM oleh masyarakat

yang menuntut ganti rugi lahan meskipun lahan ersebut telah ckear dan tersertifikasi oleh Pertamina (Nabire, Jayapura, Biak, Sorong, Fakfak dan Manokwari)

C. BUMN PERBANKAN (BANK MANDIRI, BNI, BRI, BTN) Perkembangan Keuangan dan Perbankan di Provinsi Papua Barat:

Keberhasilan dan kelancaran roda pemerintahan suatu daerah, selain ditunjang oleh sumberdaya manusia yang handal, juga dipengaruhi sumber dana yang memadai yaitu bersumber dari penerimaan daerah, dan selanjutnya direalisasikan untuk berbagai kegiatan baik yang menyangkut kegiatan rutin maupun kegiatan pembangunan.

Pada tahun anggaran 2007 penerimaan daerah otonom Provinsi Papua Barat yang bersumber dari penerimaan daerah setiap kabupaten/kota. Jumlah penerimaan daerah yang tercatat sebesar Rp 3.095.036.579.315,- atau mengalami kenaikan sebesar 341,23 % dibandingkan tahun 2006.

Penyumbang penerimaan daerah yang terbesar berasal dari pajak dan retribusi. Penerimaan pajak yang terealisasi dari yang ditargetkan oleh kabupaten/kota mencapai angka Rp. 7.988.681.500,- dan jumlah yang terealisasi sebesar Rp 8.539.861.383,- atau lebih banyak 6.09 % dari yang ditargetkan.

Penerimaan retribusi pada tahun 2007 mencapai angka Rp 13.955,674 juta atau naik 173,99 % dibandingkan tahun 2006.

Jumlah Bank dan kantor bank yang beroperasi sampai dengan akhir Desember 2007 di Provinsi Papua Barat tercatat sebanyak 9 bank dan 49 kantor bank. Jumlah ini terbagi atas Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat.

Page 18: Laporan Hasil Kunker KOMISI VI DPR-RI Ke Provinsi Papua Barat

18

Jumlah dana simpanan rupiah dan valuta asing tercatat sebesar 4.470,388 milyar rupiah. Jumlah ini diperoleh dari simpanan yang terdapat di Bank Persero dan Bank Pemerintah Daerah sebesar 3.891,468 milyar rupiah dan Bank swasta nasional sebesar 578,920 milyar rupiah. Dana simpanan dan valuta asing terbesar diperoleh dari gabungan dana dari Bank yang terdapat di Kabupaten Sorong, Sorong Selatan, dan Raja Ampat

Masalah dan Kendala Penyaluran KUR • Syarat harus adanya BI Checking (SID) bagi calon nasabah

membuat banyak calon nasabah KUR yang memiliki Kredit yang dibiayai oleh lembaga financing (seperti kredit motor) tidak bisa memperoleh fasilitas KUR

• Calon nasabah yang memiliki cash flow namun lokasi tempat usaha tidak memiliki izin, sehingga rentan mengalami penggusuran dari pemda setempat

• Mindset masyarakat yang menganggap bahwa kredit KUR merupakan bantuan dari pemerintah, bukan berupa pinjaman

Upaya Mengatasi Kendala • Syarat harus adanya BI checking (SID), hendaknya dihapuskan

sehingga calon nasabah yang penghasilan dari cash flownya masih mampu mengcover angsuran KUR dan angsuran lainnya dapat diberikan KUR

• Pengeluaran kebijakan untuk menangani UKM yang feasible dan pernah mendapatkan pembiayaan selama pembiayaan dimaksud sudah lunas.

• Perbaikan terus menerus dilakukan secara proaktif menggali informasi dari pelaku pasar yang memiliki reputasi baik dan memiliki hubungan UKM sehingga Selama kurun waktu 3 tahun terakhir Mandiri senantiasa memenuhi kewajiban membayar pajak/retribusi bagi daerah (PAD)

D. Koperasi Wanita Arfak Kunjungan komisi VI DPR RI bersama rombongan melakukan kunjungan kerja di Koperasi Wanita Arfak Kabupaten Manokwari yang dipimpin oleh Ketua rombongan Bapak Benny K Harman, SH. Mitra Komisi VI DPR RI dari Kementerian Perindustrian akan memberikan bantuan 10 mesin penjahit pakaian kepada wanita Arfak yang terlibat dalam koperasi tersebut. Selain itu, Komisi VI DPR RI melalui Anggota Badan Anggaran Komisi VI akan berkoordinasi dengan Kementrian Koperasi UKM akan diusahakan adanya bantuan dana senilai 50 Juta Rupiah untuk Koperasi wanita Arfak yang akan direalisasikan pada tahun 2013. Keberanian dan keberhasilan Bank Mandiri untuk membantu dan membina Koperasi Wanita Arfak, perlu diberikan apresiasi positif, sebab selain untuk berbisnis juga membantu meminimalisasi pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat khususnya untuk wanita Arfak. Bank Mandiri akan memberikan seperangkat komputer.

Page 19: Laporan Hasil Kunker KOMISI VI DPR-RI Ke Provinsi Papua Barat

19

Pemerintah setiap tahun memberikan jaminan kredit sebesar 1 Triliun Rupiah kepada Bank BUMN yang ada di Negara Indonesia termasuk Provinsi Papua Barat untuk kemudian apabila terjadi pemacetan kredit oleh masyarakat pengusaha kecil dan menengah sehingga pelayanan bank kepada masyarakat harus lebih proaktif tidak memilih-milih atau mempersulit masyarakat. Diharapkan juga untuk menciptakan komunikasi yang baik antar masyarakat dengan Bank. Ditambahkannya, perlu ada kejelasan kepada para usaha mikro di wilayah Provinsi Papua Barat, dengan memberikan modal usaha yang mudah kepada mereka, sehingga dalam proses pengkreditan tetap dimudahkan, sehingga penilaian kepada bank baik di mata masyarakat. Berdasarkan data yang ada, saat ini ada sekitar 1015 Koperasi di wilayah Papua Barat, tetapi sayangnya hanya ada 709 koperasi yang aktif, sesuai perkembangan yang terjadi saat ini, koperasi yang ada di 10 kabupaten dan satu kota Provinsi Papua Barat, dinilai menurun. Penurunan ini telah terjadi sejak 10 tahun terakhir ini. Hal ini bukan saja di Provinsi Papua Barat, tetapi juga diseluruh Indonesia, sebagian koperasi yang sedang dalam tahap perbaikan untuk kembali aktif. Dan untuk Provinsi Papua Barat, pemerintah sedang berupaya untuk mengakifkan kembali koperasi yang macet, secara langsung akan dikunjungi ke masing-masing kabupaten/kota. Komisi VI berpendapat perlu adanya pembentukan lembaga pendidikan khusus untuk Papua Barat, karena masih sangat membutuhkan pendidikan koperasi melalui lembaga-lembaga terkait untuk program UPM-UKL yang harus mendapat pembinaan secara baik oleh lembaga tersebut. Sehingga perlu adanya sarana dan prasarana perlengkapan. Sedangkan untuk potensi sumber daya alam Provinsi Papua Barat, sangat tersedia banyak untuk masyarakat, tetapi dari sisi pengelolaannya masih sangat minim karena kemungkinan disebabkan oleh pengetahuan. Sehingga dibutuhkan kerja sama antar pemerintah dengan investor luar. Untuk penjualan hasil alam yang ada juga harus ke daerah bagian barat yang kemungkinan hasilnya akan sangat memadai. E. BUMN TRANSPORTASI 1. PT. PELINDO II (PERSERO)

Pengantar

PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) (IPC) sebagai salah satu BUMN

yang bergerak di bidang jasa kepelabuhanan (infrastruktur dan

logistik) berinisiatif untuk mengembangkan Pelabuhan Petikemas di

Kabupaten Sorong Papua Barat.

Page 20: Laporan Hasil Kunker KOMISI VI DPR-RI Ke Provinsi Papua Barat

20

Maksud dan Tujuan

Pengembangan Pelabuhan Petikemas baru di Kabupaten SORONG

dimaksudkan sebagai Pelabuhan Regional Hub yang akan berfungsi

sebagai pengumpul dan distribusi untuk Wilayah Indonesia Bagian

Timur. Kondisi Pelabuhan Sorong saat ini kapasitasnya sangat terbatas

dan tidak mungkin dapat dikembangkan karena keterbatasan lahan

maupun kedalaman alur, sehingga harus dibuat Terminal Petikemas

baru yang mampu menampung volume petikemas yang lebih besar dan

berfungsi sebagai regional hub Indonesia bagian timur sekaligus juga

dapat dikembangkan sebagai WEST PACIFIC HUB.

Alasan Pemilihan Lokasi :

Untuk merealisasikan Pembangunan Pelabuhan Petikemas di

Kabupaten Sorong, IPC telah melakukan Studi Pemilihan Lokasi (Site

Selection Study) yang dilaksanakan oleh Konsultan Individual Expert

TOM CURTIS.

Studi pemilihan lokasi pelabuhan dilaksanakan di sepanjang garis

pantai Selat Sele, mulai dari Pelabuhan Arar ke arah Selatan dan dari

Pelabuhan Kota Sorong (PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero)) ke

arah Utara.

Kriteria yang digunakan dalam pemilihan lokasi pelabuhan antara lain:

Kesehatan dan Keselamatan

Ketersediaan Lahan dan Akses ke Pelabuhan

Adanya Kepastian

Risiko Pelaksanaan Konstruksi

Risiko Pelaksanaan Operasional

Lingkungan

Biaya Investasi

Keunggulan Rencana Pelabuhan Teleme dekat Distrik Seget.

Berada di lokasi strategis dekat dengan jalur pelayaran laut

internasional Australia-Pasifik.

Area perairan sangat luas, dalam dan tenang sehingga sangat cocok

untuk alur dan kolam untuk melayani kapal-kapal ukuran besar

dengan draft sampai -18 MLWS.

Tersedia lahan yang cukup luas untuk pengembangan jangka

panjang (± 10.000 Ha) dan didukung oleh Pemerintah Kabupaten

Sorong untuk pengadaannya.

Berdekatan dengan kegiatan bisnis besar lain yang saat ini sudah

beroperasi (Pelabuhan Petro China dan Pelabuhan Pertamina).

Akses darat dari Kota/Kabupaten Sorong ke lokasi ini cukup baik (1,5

jam perjalanan dengan mobil).

Pemerintah Kabupaten Sorong akan mengembangkan bandar udara

di sekitar lokasi rencana tersebut yaitu di lokasi Segun.

Page 21: Laporan Hasil Kunker KOMISI VI DPR-RI Ke Provinsi Papua Barat

21

Tindak Lanjut Rencana Pembangunan : Sebagai tindak lanjut rencana pembangunan, IPC telah melakukan kesepakatan-kesepakatan sebagai berikut :

1) Kesepakatan dengan Pemerintah Kabupaten Sorong Telah ditandatangani Kesepakatan Bersama Nomor : 552.3/797 dan HK.566/19/21/PI.II-11 tanggal 27 Juli 2011 tentang Rencana Pembangunan Pelabuhan di Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat.

2) Kesepakatan dengan 8 Mitra Kerjasama Telah ditandatangani Kesepakatan Bersama Nomor : HK.566/19/22/PI.II-11 dan SR.11.07.058/MM/DIR dan 001/MOU-MRT/TP-07/2011 dan 645.6/798 tanggal 27 Juli 2011 tentang Rencana Pembangunan Terminal Petikemas di Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat. Ke-8 (delapan) mitra kerjasama tersebut adalah : 1. PT PELABUHAN INDONESIA IV (PERSERO) 2. PT PEMBANGUNAN PERUMAHAN (PERSERO) Tbk. 3. PT SAMUDERA INDONESIA 4. PT MERATUS LINE 5. PT SALAM PACIFIC INDONESIA LINES 6. PT PELAYARAN TEMPURAN EMAS Tbk. 7. PT TANTO INTIM LINES 8. PEMERINTAH KABUPATEN SORONG

2. PT. ASDP INDONESIA FERRY (PERSERO) Pengantar Sebagai Badan Usaha, PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) senantiasa berupa amencari peluang-peluang bisnis yang dapat menciptakan efektivitas dan efisiensi guna memberikan nilai tambah bagi perusahaan yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan nilai perusahaan bagi stakholders. Hal ini dapat dicapai melalui program sinergi dengan badan usaha lain seperti BUMN, BUMD maupun BUMS untuk semua kegiatan yang saling mendukung. Multi Peran PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) Peran Utama :

Korporasi Negara memberi keuntungan dan deviden melalui : Jasa angkutan penyeberangan Jasa pelabuhan

Infrastruktur Negara menyediakan jaringan transportasi publik antarpulau (daerah yang sudah dan sedang berkembang)

Agen Pembangunan menyediakan jaringan transportasi publik bagi wilayah pulau terpencil (jauh) dan terluar (perbatasan) guna mempercepat pembangunan dan membuka isolasi geografis

Page 22: Laporan Hasil Kunker KOMISI VI DPR-RI Ke Provinsi Papua Barat

22

Peran Pendukung :

Penunjang Kedaulatan NKRI menyediakan jaringan transportasi untuk keperluan sosial-politik negara dan pertahanan nasional melalui kunjungan reguler di pulau

Penunjang bantuan Tanggap Darurat menyediakan angkutan dengan kapasitas besar, cepat, murah, dan handal ke seluruh pelosok Nusantara untuk kondisi darurat nasional

Strategi Bisnis PT ASDP Meningkatkan utilitas alat produksi antara lain : Menambah produktifitas trip Pengoperasian kapal selain pada lintasan utama Revitalisasi alat produksi Penguasaan pangsa pasar dengan melakukan penyediaan armada

pendamping di lintasan komersil. Peningkatan pelayanan yang prima.

Safety Management PT ASDP Pemenuhan standar keselamatan sesuai persyaratan IMO, yaitu

kelengkapan alat keselamatan, alat navigasi, crew kapal, prosedur dan sebagainya.

Pemelihraan kapal & peralatannya secara konsisten Peningkatan kompetensi dan kecakapan crew kapal Evaluasi dan tinjauan yang berkelanjutan Komitmen dan dukungan manajemen

3. PT. PELAYARAN NASIONAL INDONESIA (PERSERO) 3.1.Peran PT PELNI

⁻ Infrastruktur Negara menyediakan akses transportasi publik antarpulau (daerah yang sudah dan sedang berkembang)

⁻ Agen Pembangunan menyediakan akses transportasi publik ke wilayah pulau terpencil (jauh) dan terluar (perbatasan) guna mempercepat pembangunan seperti Miangas, Letung, Tarempa, natuna, Midai, Serasan, Nunukan

⁻ Penunjang Kesejahteraan Rakyat menyediakan akses dan fasilitas di kapal bagi sektor pendidikan, kesehatan, hiburan

⁻ Penunjang Kedaulatan NKRI menyediakan akses untuk keperluan sosial-politik negara dan pertahanan nasional melalui kunjungan reguler di pulau

⁻ Penunjang bantuan Tanggap Darurat menyediakan angkutan dengan kapasitas besar, cepat, murah, dan handal ke seluruh pelosok Nusantara untuk kondisi darurat nasional seperti bantuan ke Aceh, eksodus pengungsi dari Ambon, Sampit, penanganan bencana di Manokwari, Wasior dll

Page 23: Laporan Hasil Kunker KOMISI VI DPR-RI Ke Provinsi Papua Barat

23

3.2.Pola Kerjasama dengan Pihak Lain

a. Prioritas kerja sama Sinergi BUMN dan Lembaga Pemerintah, seperti : • PT.Pos Indonesia, kerja sama penjualan tiket dan muatan POS • PT.Telkom, kerja sama penggunaan jaringan untuk on line

system (VPN IP & VSAT IP) dan Internet • PT.PAL, PT.DKB, PT Dock Surabaya, kerja sama docking kapal

tahunan. • PT.Pelindo, kerja sama pengelolaan terminal penumpang dan

dermaga pelabuhan • PT. Jasa Raharja, kerja sama asuransi pengguna jasa kapal • PT.Pertamina, kerja sama untuk pengisian Bahan Bakar Minyak • BKI, kerja sama untuk audit layak laut kapal • PT.KAI, PT.ASDP, PT.DAMRI dan PT.Garuda Indonesia, untuk

penjualan tiket bersama (TITAM) • Rumah sakit terapung untuk KB dengan BKKBN

b. Kerja sama dengan anak perusahaan PT.Pelni yang mendukung kegiatan operasional seperti bongkar muat, EMKL, pemasaran terpadu muatan dll

c. Kerja sama dengan pihak ketiga untuk pengadaan barang dan jasa dengan menggunakan e-procurement secara on line melalui LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik)

2.3. Pelaksanaan Penanganan Muatan

a. Penggunaan aplikasi Muatan (B/L) yang on line seluruh cabang PT.Pelni untuk memudahkan dalam penanganan dan monitoring muatan yang diangkut.

b. Pengaturan muatan sesuai bay plan atau stowage plan di kapal sehingga memudahkan dalam proses bongkar muata dipelabuhan muat dan tujuan.

c. Penanganan muatan untuk kapal penumpang PT.Pelni relatif lancar dan tepat waktu dikarenakan adanya jadwal yang tetap (reguler services) terkait dengan mobilitas penumpang yang diangkut.

d. Pelaksanaan bongkar muat dilaksanakan sendiri oleh PT.Pelni melalui anak perusahaan dengan mengikuti pola trayek yang telah ditetapkan yaitu port time sesuai jadwal di setiap pelabuhan sehingga ketepatan jadwal dapat terjamin.

e. Tarif muatan (sea freight) ditetapkan sesuai dengan jarak tempuh (differensial jarak) serta melihat jenis muatan yang diangkut dan pasar.

2.4. Program Strategis

Kondisi pergeseran pasar penumpang angkutan laut menyebabkan penumpang yang diangkut menurun dratis berdampak penurunan penerimaan perusahaan sehingga perlu dilakukan program restrukturisasi dikatikan dengan rencana bisnis yang ada.

Page 24: Laporan Hasil Kunker KOMISI VI DPR-RI Ke Provinsi Papua Barat

24

a. Sinergi BUMN dan Lembaga Pemerintah (PT.Pos Indonesia,

PT.Telkom, PT.PAL, PT.DKB, PT.Dock Surabaya, PT.Pelindo dll) b. Tetap mempertahankan core business angkutan penumpang laut

dengan dibarengi angkutan muatan barang (container, muatan cair / fuel)

c. Melakukan strategi mapping route untuk mengetahui potensi setiap rute kapal

d. Modifikasi kapal penumpang menjadi kapal 3 in 1 untuk tipe 2000 pax dan 2 in 1 untuk tipe 1000 pax

e. Modifikasi untuk menggunakan bahan bakar HSD ke CNG f. Restrukturisasi utang SLA menjadi PMN g. Rencana pengembangan usaha angkutan curah cair untuk

melayani angkutan BBM ke Indonesi Timur h. Melakukan repowering terhadap tujuh (7) armada kapal untuk

mempertahankan kehandalan dan kesiapan operasi armada kapal i. Menetapkan standar kualitas layanan baik pre on board, on board

maupun pasca onboard l. Melaksanaan pengadaan barang dan jasa dengan e-procurement

2.5.Kendala Perusahaan dan Saran

A. Kendala Perusahaan

Adanya peluang bagi penumpang untuk menggunakan transportasi lain dengan memberikan tarif yang kompetitif, waktu yang lebih cepat dan pelayanan yang lebih baik.

Tarif penumpang ekonomi yang masih sepenuhnya dikendalikan oleh pemerintah dan hanya bisa mengcover biaya pokok sebesar 49,36%

Karakteristik kapal dengan kecepatan yang tinggi mengakibatkan konsumsi BBM menjadi tinggi dan merupakan biaya terbesar yaitu 58 % dari total biaya perkapalan

Kenaikan Biaya BBM akibat kenaikan harga BBM yang diluar kendali korporat dalam 10 tahun mencapai 1000%

Sarana penunjang pelayanan kapal tidak di kelola sendiri (Terminal penumpang tidak dikelola dgn steril )

Desain kapal yang TIDAK MUDAH DIRUBAH menyebabkan Fixed Cost tinggi

Desain kapal ditentukan (given) dengan asumsi pertumbuhan penumpang naik terus

Jumlah dana PSO yang disediakan Pemerintah tidak sesuai dengan kebutuhan operasional PT.PELNI dan Pembayaran PSO dilaksanakan jauh dibelakang setelah pekerjaan selesai

B. Saran

PT.PELNI telah melaksanakan penugasan PSO sesuai dengan

perjanjian yang disepakati walaupun dengan pagu anggaran yang lebih kecil dari kebutuhan PSO yang sebenarnya

Diharapkan Jumlah dana PSO yang disediakan Pemerintah dapat disesuaikan dengan kebutuhan operasional PT.PELNI dan jangka waktu pencairan dapat tepat waktu

Page 25: Laporan Hasil Kunker KOMISI VI DPR-RI Ke Provinsi Papua Barat

25

Perlu dilakukan penyesuaian formulasi tarif penumpang ekonomi dengan perubahan biaya BBM sehingga dapat mengurangi gap tarif terhadap biaya pokok

Terminal penumpang dapat dikelola sendiri Penambahan dock space untuk kapal tipe 2000 pax Pengalihan utang SLA menjadi Penyertaan Modal Negara (PMN) Desain kapal untuk pengadaan kapal berikutnya dapat

disesuaikan dengan perubahan bisnis yaitu tidak hanya murni penumpang

Penetapan rute kapal penumpang dengan mempertimbangkan moda transportasi yang lain

5. PT. GARUDA INDONESIA (PERSERO) tbk

a. Strategi Pengembangan Bisnis (Produk, Distribusi, Promosi) Produk

Peremajaan armada menggunakan B737-800 NG Menjaga dan meningkatkan kualitas ketepatan waktu (On Time

Performance) Optimalisasi Loyalty Program melalui peningkatan layanan bagi

Garuda Frequent Flyer (GFF) Peningkatan kualitas pelayanan di darat dan di dalam pesawat

melalui program GA Experience 5 senses; sight, sound, taste, scent & touch.

Memperluas jaringan rute penerbangan Distribusi

Memperbesar jaringan distribusi (channel distribution) Peningkatan kerjasama antar Perusahaan melalui Corporate

Partnership Peningkatan kualitas pelayanan dengan meng-upgrade sistem

reservasi Pengembangan e-commerce guna meningkatkan direct sales

Promosi

Meningkatkan Brand Awareness Optimalisasi Marketing melalui Public Relation

b.Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL)

Dasar pelaksanaan: Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.

Program Kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN.

Program Bina Lingkungan, adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN.

Page 26: Laporan Hasil Kunker KOMISI VI DPR-RI Ke Provinsi Papua Barat

26

Sesuai dengan Pasal 9 Per-05/MBU/2007, baik untuk Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan, sumber dana diambil dari penyisihan laba setelah pajak maksimal sebesar 2% (dua persen).

Sesuai dengan ketentuan Pemerintah, Garuda Indonesia melaksanakan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PUKK/Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi) sejak tahun 1992.

c.Mekanisme Program Kemitraan

Sejak tahun 1992 sampai dengan 31 Desember 2011, Garuda

Indonesia telah melaksanakan Program Kemitraan dengan jumlah mitra binaan sebanyak 3.853.

Ruang lingkup usaha mitra binaan, meliputi kategori industri, perdagangan, pertanian peternakan, dan jasa.

Selain bantuan modal usaha, Garuda Indonesia (bekerjasama dengan berbagai instansi/organisasi) juga memberikan berbagai program pelatihan, antara lain:

Pendidikan untuk pengembangan SDM Peningkatan kemampuan teknis produksi; Peningkatan kemampuan manajemen produksi; Peningkatan kemampuan manajemen keuangan; dan Peningkatan kemampuan manajemen promosi dan pemasaran

Mekanisme Program Kemitraan dilakukan melalui pemberian

Pinjaman Kemitraan, selain diberikan secara langsung kepada para pelaku Usaha Kecil dan Menengah, sejak tahun 2011 Garuda Indonesia mengembangkan mekanisme penyaluran pinjaman melalui Lembaga Penyalur Dana Kemitraan dan sinergi antar BUMN

PKBL sampai tahun 2012 untuk wilayah Papua masing-masing untuk

sector Pendidikan dan Pelatihan Rp 116 juta (43%) dan Kesehatan Rp 155 juta (57%). Dengan demikian total penyaluran sebesar Rp 271 juta.

6. PT. MERPATI NUSANTARA AIRLINES (PERSERO) A.Pengantar

PT Merpati Nusantara Airlines merupakan salah satu BUMN yang menangani penerbangan khususnya pada daerah-daerah perintis di Kawasan Indonesia Timur

Untuk mempercepat pertumbuhan pasar diperlukan dukungan perbaikan infrastruktur bandara, diantaranya: Penambahan panjang landasan, kekuatan landasan, perluasan Apron dan Terminal penumpang, serta kelengkapan peralatan Navigasi dan Telekomunikasi untuk peningkatan flight safety.

B.Potensi Kerjasama Merpati dan Pemda Papua Barat

Pemda Papua Barat dan PT Merpati Nusantara dapat menjalin kerjasama dibidang Pengembangan Sumber Daya Manusia, khususnya pendidikan di bidang Penerbangan melalui Pedidikan di Merpati Training Centre

Page 27: Laporan Hasil Kunker KOMISI VI DPR-RI Ke Provinsi Papua Barat

27

Kerjasama pendidikan yang dapat dilaksanakan, diantaranya: Penerbang Pramugari Flight Operation Officer (FOO) Ground Handling Airline Front Liner

Mekanisme Kerjasama Kunjungan MTC ke Papua Barat : estimasi waktu : 1-2 minggu Detail Kerjasama, kerjasama dengan user; sosialisasi program

dengan estimasi waktu 1-2 bulan Impelementasi Kerjasama dilakukan dengan adanya

penandatanganan MOU Kerjasama, rekruitmen process dan pelaksanaan pelatihan

C.Program PKBL yang telah dilaksanakan di Waisor, Papua Barat

Sebagai BUMN yang berkewajiban untuk melaksanakan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/2007 tanggal 27 April 2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.

PT. Merpati pada tgl. 19 Oktober 2010 menyampaikan barang-barang bantuan berupa Genset, sepatu boots, senter, bateray , sarung, kaos dan pakaian dalam kepada Koordinator penghimpunan penyaluran bantuan (PT. Pelindo IV).

PT MNA juga melakukan penggalangan dana yang berasal dari: a.Sumbangan Karyawan Merpati Rp 19.500.500,- b.Potongan tiket Rp 1000/tiket (Nov-Des’10) Rp 170.757.000.-

c.Sumbangan PT. PPA Rp 70.000.000,- ------------------------- Jumlah Rp 259.257.500,- 7. BANDARA RENDANI (DIKELOLA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN) 7.1. Gambaran Umum Bandara Rendani Manokwari

Panjang Runway 2.000 M X 45 M. Runway strength 112.500 lbs

(51.030 kg). Pada threshold (Batas akhir runway untuk posisi

take off/landing) runway 35 terdapat pengelupasan permukaan

runway akibat perputaran roda pesawat.

Berdasarkan runway/taxiway/apron strength dan performance,

maka RTOW CRJ-1000ER ditentukan sebesar 72.858 lbs (33.048

kg).

Dimensi taxiway A = 82.3 X 23 M, strength 94.000 lbs (42.638

kg), B = 82.3 X 23 M, strength 94.000 lbs (42.638 kg).

Dimensi apron = 175 M X 67.5 M, strength 94.000 lbs (42.638

kg).

Instrument Approach Procedure NDB (Non Directional Beacon)

alat bantu untuk landing ; Ada.

Page 28: Laporan Hasil Kunker KOMISI VI DPR-RI Ke Provinsi Papua Barat

28

VOR DME ; Ada (tetapi belum di-kalibrasi)

Fasilitas Pertolongan Kecelakaan Penerbangan (Pemadam

Kebakaran) PKP-PK Cat. 4 ( Level 4 ).

Fasilitas Refueling Ada

4.2. Kendala dan Rencana Penerbangan Ke Manokwari

Untuk memenuhi pengoperasian pesawat Bombardier CRJ-1000ER di

Bandara Rendani – Manokwari, penyelenggara Bandar Udara diharapkan

melakukan sebagai berikut :

Mengkalibrasi VOR (VHF Omni Range) dan DME (Distance

Measuring Equipment) ; Alat bantu navigasi saat take

off/landing

Peningkatan fasilitas PKP-PK (cat. 4) untuk mendukung

pengoperasian CRJ-1000ER ; (cat. 4) categori untuk pesawat

narrow body.

Melakukan inspeksi pada movement area dan menjaga agar

tidak ada masuk hewan dan orang yang tidak berkepentingan di

area sisi udara

Memperbaiki permukaan pada threshold runway 17 yang

mengelupas dan pelebaran runway strip serta melakukan

pemantauan Take Off Weight pada semua operator

penerbangan

IV. PENUTUP Demikianlah gambaran laporan Kunjungan Kerja Komisi VI DPR RI ke daerah Provinsi Papua Barat Kunker pada Reses Masa Persidangan IV, TS 2011-2012. Dari kunjungan kerja tersebut, kami menemukan fakta yang sangat jelas, adanya potensi ekonomi daerah, khususnya di Provinsi Papua Barat. Karena itulah, dari hasil Kunker ini hendaknya semakin meneguhkan tekad kita untuk mendorong lahirnya keputusan-keputusan politik yang berorientasi kepada peningkatan kapabilitas produksi ekonomi rakyat, khususnya pada daerah-daerah KTI seperti di Papua Barat. Kami juga menemukan fakta bahwa koperasi, usaha kecil dan menengah masih jauh dari harapan kita untuk menjadi usaha rakyat yang mandiri, kompetitif dan profesional. Berbagai kelemahan organisasi, manajemen, akses ke pasar, permodalan dan kualitas SDM masih menjadi kendala yang utama. Kebijakan pemerintah nampak belum terintegrasi dan belum menunjukkan keberpihakannya, khususnya pada bentuk-bentuk usaha yang dikelola oleh rakyat.

Komisi VI DPR RI


Recommended