Transcript

TINDAK PIDANA DI DALAM UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKAMAKALAH Ditujukan Untuk Memenuhi Salah Satu Kriteria Penilaian Dalam Mata Kuliah Tindak Pidana Narkotika

Nama NRP

: Sandy Muslim : 0910611047

Strata Satu Ilmu Hukum

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA 2012

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan. Adapun judul dari makalah ini adalah Tindak Pidana Di Dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Penyusunan makalah ini ditujukan intuk memenuhi salah satu kriteria penilaian dalam mata kuliah Tindak Pidana Narkotika semester genap di Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta. Makalah ini tidak mungkin dapat terselesaikan dengan baik tanpa adanya dukungan moril dan materiil dari berbagai pihak. Karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Kedua orang tua, yang telah memberi dukungan dan membantu dalam pembuatan makalah ini. 2. Bapak Norman Syahdar Idrus, S.H, M.H, selaku dosen Tindak Pidana Narkotika. 3. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan makalah ini, yang namanya tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Namun, makalah ini mungkin memiliki kekurangan. Karena itu, sangat diperlukannya kritik dan saran yang dapat membangun makalah ini sehingga menjadi lebih baik lagi. Akhir kata, penyusun mengucapkan maaf yang sebesarbesarnya atas segala kesalahan yang mungkin ada didalam makalah ini.

Jakarta, Mei 2012

Penyusun

i

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i

DAFTAR ISI............................................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. Latar Belakang .................................................................................................... 1 Rumusan Masalah ............................................................................................... 2 Tujuan Penulisan................................................................................................. 2 Metode dan Teknik Penulisan............................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN 2.1. Tinjauan Umum Mengenai Narkotika 2.1.1 Definisi Narkotika................................................................................... 4 2.1.2 Penggolongan Narkotika......................................................................... 5 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. Pasal Pengaturan Tindak Pidana Dalam UU No. 35 Tahun 2009....................... 5 Tipologi Kejahatan Dalam UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. ............ 7 Sanksi Bagi Pecandu Narkotika. ......................................................................... 11 Rehabilitasi.......................................................................................................... 11

BAB III KESIMPULAN............................................................................................................. 13 Daftar Pustaka ............................................................................................................................. 17

ii

BAB I PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan atau masyarakat khususnya generasi muda. Hal ini akan lebih merugikan jika disertai dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan nilainilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional. Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang sangat merugikan dan membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan Negara, pada siding umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2002 melalui TAP MPR RI Nomor VI/MPR/2002 telah merekomendasikan kepada DPR RI dan Presiden RI untuk melakukan perubahan atas Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Karena dalam kenyataannya tindak pidana Narkotika didalam masyarakat menunjukkan kecenderungan yang semakin emningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan korban yang meluas, terutama di kalangan anak-anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya. Tindak pidana Narkotika tidak lagi dilakukan secara bersama-sama, bahkan merupakan satu sindikat yang terorganisasi dengan jaringan yang luas yang bekerja secara rapi dan sangat rahasia baik ditingkat nasional maupun internasional. Berdasarkan hal tersebut guna meningkatkan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Narkotika dibentuklah Undang-undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika sebagai pembaharuan atas Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.1

Selain

itu,

untuk

melindungi

masyarakat

dari

bahaya

penyalahgunaan Narkotika dan mencegah serta memberantas peredaran gelap Narkotika, dalam undang-undang ini diatur juga mengenai precursor Narkotika karena precursor Narkotika merupakan zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika. Dengan melakukan penggolongan terhadap jenis-jenis precursor Narkotika. Selain itu, diatur pula mengenai sanksi pidana bagi penyalahgunaan precursor Narkotika. Untuk menimbulkan efek jera terhadap pelaku penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan precursor Narkotika, diatur mengenai pemberatan sanksi pidana, dilakukan dengan mendasarkan pada golongan, jenis, ukuran, dan jumlah Narkotika. Hal ini lah yang melatarbelakangi pemilihan judul Tindak Pidana Di Dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. 1.2. Rumusan Masalah Dari uraian di atas, penyusun dapat mengemukakan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah yang dimaksud dengan Narkotika? 2. Pasal berapakah dalam UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang mengatur mengenai Tindak Pidana? 3. Apakah perbuatan yang tergolong sebagai Tindak Pidana di dalam UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika? 4. Bagaimanakah sanksi yang dikenakan bagi pecandu Narkotika? 5. Apakah yang dimaksud dengan rehabilitasi medis dan rehabilitasi social bagi pecandu Narkotika? 1.1. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui mengenai Narkotika 2. Untuk mengetahui pasal-pasal dalam UU No. 35 Tahun 2009 yang memuat ketentuan mengenai tindak pidana.2

3. Untuk mengetahui perbuatan-perbuatan yang digolongkan sebagai tindak pidana di dalam UU No. 35 Tahun 2009. 4. Untuk mengetahui perihal sanksi yang dikenakan bagi pecandu Narkotika. 5. Untuk mengetahui mengenai rehabilitasi medis dengan rehabilitasi sosial. 1.4. Metode dan Teknik Penulisan Metode dan teknik penulisan yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah metode studi pustaka. Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi yang bersifat teoritis yang kemudian data tersebut akan dijadikan dasar atau pedoman untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan yang dibahas dalam karya tulis ini. Sumber sumber yang dijadikan sebagai rujukan untuk studi pustaka diperoleh dari berbagai sumber bacaan. Baik itu buku maupun situs situs yang ada di internet.

3

BAB II PEMBAHASAN2.1. Tinjauan Umum Mengenai Narkotika 2.1.1. Definisi Narkotika Perkataan Narkotika berasal dari perkataan Yunani narke yang berarti terbius sehingga tidak merasakan apa-apa. Namun ada juga yang mengatakan bahwa Narkotika berasal dari kata Narcissus, sejenis tumbuh-tumbuhan yang mempunyai bunga yang dapat membuat orang menjadi tak sadar. Pengertian Narkotika secara farmakologis medis, menurut Ensiklopedia Indonesia IV, adalah obat yang dapat menghilangkan (terutama) rasa nyeri yang berasal dari daerah visceral dan yang dapat menimbulkan efek stupor (bengong, masih sadar tetapi harus digertak) serta adiksi. Pengertian yang paling umum dari Narkotika adalah zat-zat (obat) baik dari alam maupun sintetis atau semi sintetis yang dapat menimbulkan ketidaksadaran atau pembiusan. Efek Narkotika disamping membius atau menurunkan kesadaran, adalah mengakibatan daya khayal/halusinasi , serta menimbulkan daya rangsang/stimulant, dan ketergantungan. Sedangkan menurut Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dalam pasal (1) angka 1 menyebutkan bahwa Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-undang ini.

4

2.1.2. Penggolongan Narkotika Dalam pasal 6 ayat (1) Undang-undang No. 35 Tahun 2009, Narkotika digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan, antara lain adalah sebagai berikut : 1. Narkotika Golongan I adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tuuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. 2. Narkotika Golongan II adalah Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. 3. Narkotika Golongan III adalah Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. 2.2. Pasal Pengaturan Tindak Pidana Dalam UU No. 35 Tahun 2009 Di dalam struktur Bab-bab dalam Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, perihal pengaturan perbuatan yang tergolong sebagai Tindak Pidana terdapat pada BAB XV mengenai Ketentuan Pidana, pasal 111 sampai dengan pasal 148 Undang-undang ini. Dapat dilihat struktur dari Undang-undang pada tabel berikut : UU No. 35 Tahun 2009Bab I Bab II Bab III Bab IV Ketentuan Umum ( Pasal 1) Dasar, Asas, Dan Tujuan (Pasal 2 s/d 4) Ruang Lingkup (Pasal 4 s/d 8) PENGADAAN : Rencana Kebutuhan Tahunan. (Pasal 9, 10) Produksi (Pasal 11, 12) Narkotika Untuk Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi. (Pasal 13) Penyimpanan dan Pelaporan. (Pasal 14)

Bagian Kesatu Bagian Kedua Bagian Ketiga Bagian Keempat

5

Bab V

Bagian Kesatu Bagian Kedua Bagian Ketiga Bagian Keempat Bagian Kelima

IMPOR DAN EKSPOR : Izin Khusus dan Surat Persetujuan Impor (Pasal 15 s/d 17) Izin Khusus dan Surat Persetujuan Ekspor (Pasal 18 s/d 22) Pengangkutan (Pasal 23 s/d 28) Transito (Pasal 29 s/d 32) Pemeriksaan (Pasal 33,34)

Bab VI Bagian Kesatu Bagian Kedua Bagian Ketiga Bab VII Bab VIII Bagian Kesatu Bagian Kedua Bagian Ketiga Bagian Keempat Bab IX Bagian Kesatu Bagian Kedua Bab X Bab XI Bagian Kesatu Bagian Kedua Bagian Ketiga Bab XII Bab XIII Bab XIV Bab XV Bab XVI Bab XVII

PEREDARAN Umum (Pasal 35 s/d 38) Penyaluran (Pasal 39 s/d 42) Penyerahan (Pasal 43, 44) LABEL DAN PUBLIKASI (Pasal 45 s/d 47) PREKURSOR NARKOTIKA Tujuan Pengaturan (Pasal 48) Penggolongan dan Jenis Prekursor Narkotika (Pasal 49) Rencana Kebutuhan Tahunan (Pasal 50) Pengadaan (Pasal 51 s/d 52) PENGOBATAN DAN REHABILITASI Pengobatan (Pasal 53) Rehabilitasi (Pasal 54 s/d 59) PEMBINAAN DAN PENGAWASAN (Pasal 60 s/d 63) PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN Kedudukan dan tempat kedudukan (Pasal 64 s/d 67) Pengangkatan dan Pemberhentian (Pasal 68,69) Tugas dan Wewenang (Pasal 70 s/d 72) PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN (Pasal 73 s/d 103) PERAN SERTA MASYARAKAT (Pasal 104 s/d 108) PENGHARGAAN (Pasal 109, 110) KETENTUAN PIDANA (Pasal 111 s/d 148) KETENTUAN PERALIHAN (Pasal 149 s/d 151) KETENTUAN PENUTUP (Pasal 152 s/d 155)

6

2.3.

Tipologi Kejahatan Dalam UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Dari Bab-bab Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, terdapat perbuatan-perbuatan yang dianggap tindak pidana. Perbuatan yang diklasifikasikan sebagai tindak pidana, antara lain : Tindak Pidana Narkotika a) Tindak Pidana menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I, II, dan III baik berupa tanaman maupun bukan tanaman secara tanpa hak atau melawan hukum. (Pasal 111, 112, 113 ayat (1), 117, dan 122) b) Tindak Pidana dibidang Produksi Narkotika serta ilmu pengetahuan. Narkotika hanya dapat diproduksi oleh industry farmasi tertentu yang telah memperoleh ijin khusus dari Menteri Kesehatan. Pengertian Produksi adalah kegiatan atau proses menyiapkan, mengolah, membuat, dan menghasilkan Narkotika secara langsung atau tidak langsung melalui ekstraksi atau nonekstraksi dari sumber alami atau sintetis kimia atau gabungannya, termasuk mengemas dan/atau mengubah bentuk Narkotika (Pasal 1 angka 3). Untuk memproduksi Narkotika dimungkinkan untuk memberikan izin kepada lebih dari satu industry farmasi, tetapi dilakukan secara selektif dengan maksud agar pengendalian dan pengawasan Narkotika dapat lebih mudah dilakukan. Ancaman Pidana bagi mereka yang memproduksi Narkotika secara tanpa hak atau melawan hukum diatur dalam (Pasal 113 ayat (1) dan (2) untuk Narkotika golongan I, Pasal 118 ayat (1) dan (2) untuk Narkotika golongan II, Pasal 123 ayat (1) dan (2) Untuk Narkotika golongan III). Lembaga ilmu pengetahuan yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta yang kegiatannya secara khusus atau salah satu fungsinya melakukan kegiatan percobaan,7

penelitian, dan pengembangan dapat memperoleh, menanam, menyimpan dan menggunakan Narkotika dalam rangka kepentingan ilmu pengetahuan. Akan tetapi harus mendapat ijin terlebih dahulu dari menteri Kesehatan. Ancaman pidana dalam ketentuan Pasal 147 dikenakan bagi : 1. pimpinan rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, sarana penyimpanan sediaan farmasi milik pemerintah, dan apotek yang mengedarkan Narkotika golongan II dan III bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan. 2. Pimpinan lembaga ilmu pengetahuan yang membeli, menyimpan, atau menguasai tanaman Narkotika bukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan. 3. Pimpinan industry farmasi tertentu yang memproduksi Narkotika Golongan I bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan 4. Pimpinan pedagang besar farmasi yang mengedarkan Narkotika Golongan I yang bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan atau mengedarkan Narkotika Golongan II dan III bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan. c) Tindak Pidana dibidang Ekspor, Impor, Pengangkutan dan Transito Narkotika. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan Narkotika dan precursor Narkotika dari daerah pabean. (Pasal 1 angka 5, selanjutnya diatur dalam Bab V bagian kedua) Impor adalah kegiatan memasukkan Narkotika dan precursor Narkotika ke dalam daerah pabean. (Pasal 1 angka 4, selanjutnya diatur dalam Bab V bagian kesatu) Pengangkutan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan memindahkan Narkotika dari satu tempat ke tempat lain dengan cara, moda, atau sarana angkutan apa8

pun. (Pasal 1 angka 9, selanjutnya diatur dalam Bab V bagian ketiga) Transito Narkotika adalah pengangkutan Narkotika dari satu Negara ke Negara lain dengan melalui dan singgah di wilayah Negara Republik Indonesia yang terdapat kantor pabean dengan atau tanpa berganti sarana angkutan. (Pasal 1 angka 12, selanjutnya diatur dalam Bab V bagian keempat) Ketentuan pidana mengenai pelanggaran ketentuan dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut diatur dalam (Pasal 113 ayat (2), 115 ayat (1) dan (2), 118 ayat (1) dan (2), 120 ayat (1) dan (2), 123 ayat (1) dan (2), 125 ayat (1) dan (2), d) Tindak Pidana dibidang Peredaran Narkotika. Peredaran dalam rangka Narkotika perdagangan, meliputi bukan setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan Narkotika, baik perdagangan maupun pemindahtanganan, untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peredaran Narkotika tersebut meliputi penyaluran, penyerahan. Sedangkan pengertian peredaran gelap Narkotika dan precursor Narkotika adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan tanpa hak atau melawan hukum yang ditetapkan sebgaia tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika. Ketentuan pidana mengenai tindak pidana dibidang peredaran Narkotika diatur dalam pasal 114 ayat (1) dan (2), 119 ayat (1) dan (2), 124 ayat (1) dan (2), 147 huruf (a) dan (d). e) Tindak Pidana dibidang Labeling dan Publikasi Narkotika. Industry farmasi wajib mencantumkan label pada kemasan Narkotika, baik dalam bentuk obat jadi maupun bahan baku Narkotika, label pada kemasan sebagaimana dimaksud dapat berbentuk tulisan, gambar, kombinasi tulisan dan gambar atau9

bentuk lain yang disertakan pada kemasan atau dimasukkan ke dalam kemasan, ditempelkan, atau merupakan bagian dari wadah, dan/atau kemasannya. Setiap keterangan yang dicantumkan dalam label harus lengkap dan tidak menyesatkan. Narkotika hanya dapat dipublikasikan pada media cetak ilmiah kedokteran atau media cetak ilmiah farmasi. Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai labeling dan publikasi, diancam dengan pidana sebagaimana diatur dalam (Pasal 135). f) Tindak Pidana dibidang pengobatan dan Rehabilitasi. (Pasal 134) g) Tindak Pidana berkaitan dengan penyalahgunaan Narkotika untuk diri sendiri maupun orang lain (116 ayat (1) dan (2), 121 ayat (1) dan (2), 126 ayat (1) dan (2), Pasal 127 ayat (1). h) Tindak Pidana pelaporan penyalahguna narkotika (Pasal 128 ayat (1), (2), (3), dan (4)). Tindak Pidana Prekursor Narkotika Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 2- (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). Dengan klasifikasi tindak pidana sebagai berikut : a) Memiliki, menyimpan, menguasai, atau mneyediakan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; b) Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Prekursor untuk pembuatan Narkotika; c) Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narotika. d) Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito precursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika.

10

2.4.

Sanksi Bagi Pecandu Narkotika Yang dimaksud dengan pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis. Ketergantungan Narkotika merupakan kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas. Kewajiban bagi orang tua atau wali dari pecandu Narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi social yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi social. Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi social yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi social. Telah jelas bahwa bagi pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkoba wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi social (lihat ketentuan Pasal 54 dan 55).

2.5.

Rehabilitasi Rehabilitasi Medis Adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan Narkotika. Merujuk kepada ketentuan Pasal 56, rehabilitasi medis pecandu Narkotika dilakukan di rumah sakit yang ditunjuk oleh Menteri. Lembaga rehabilitasi tertentu yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat dapat melakukan rehabilitasi medis pecandu Narkotika setelah mendapat persetujuan Menteri.11

Ketentuan ini menegaskan bahwa rehabilitasi bagi Pecandu Narkotika dilakukan dengan maksud memulihakn dan/atau mengembangkan kemampuan fisik, mental, social penderita yang bersangkutan. Rehabilitasi Sosial Rehabilitasi social adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental, maupun social, agar bekas pecandu Narkotika dapat kembali melakukan fungsi social dalam kehidupan masyarakat. Rehabilitasi baik social mantan pecandu Narkkotika oleh diselenggarakan oleh instansi pemerintah maupun

masyarakat. Rehabilitasi social dalam hal ini termasuk melalui pendekatan keagamaan, tradisional, dan pendekatan alternative lainnya. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan mantan pecandu Narkotika adalah orang yang telah sembuh dari ketergantungan terhadap Narkotika secara fisik dan psikis.

12

BAB III KESIMPULANBerdasarkan Pembahasan yang telah diuraikan dalam bab 2 tersebut, maka ada beberapa kesimpulan yang dapat ditarik diantaranya : 1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan, Dalam pasal 6 ayat (1) Undangundang No. 35 Tahun 2009, Narkotika digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan, antara lain adalah sebagai berikut : 1. Narkotika Golongan I adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tuuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. 2. Narkotika Golongan II adalah Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. 3. Narkotika Golongan III adalah Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. 2. Di dalam struktur Bab-bab dalam Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, perihal pengaturan perbuatan yang tergolong sebagai Tindak Pidana terdapat pada BAB XV mengenai Ketentuan Pidana, pasal 111 sampai dengan pasal 148 Undang-undang ini.

13

3. Perbuatan yang diklasifikasikan sebagai tindak pidana, antara lain : Tindak Pidana Narkotika a) Tindak Pidana menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I, II, dan III baik berupa tanaman maupun bukan tanaman secara tanpa hak atau melawan hukum. b) Tindak Pidana dibidang Produksi Narkotika serta ilmu pengetahuan. c) Tindak Pidana dibidang Ekspor, Impor, Pengangkutan dan Transito Narkotika. d) Tindak Pidana dibidang Peredaran Narkotika. e) Tindak Pidana dibidang Labeling dan Publikasi Narkotika. f) Tindak Pidana dibidang pengobatan dan Rehabilitasi. (Pasal 134) g) Tindak Pidana berkaitan dengan penyalahgunaan Narkotika untuk diri sendiri maupun orang lain (116 ayat (1) dan (2), 121 ayat (1) dan (2), 126 ayat (1) dan (2), Pasal 127 ayat (1). h) Tindak Pidana pelaporan penyalahguna narkotika (Pasal 128 ayat (1), (2), (3), dan (4)). Tindak Pidana Prekursor Narkotika a) Memiliki, menyimpan, menguasai, atau mneyediakan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; b) Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Prekursor untuk pembuatan Narkotika; c) Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi Narotika. d) Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito precursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika. 4. Sanksi Bagi Pecandu Narkotika perantara dalam Prekursor jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika untuk pembuatan

14

Kewajiban bagi orang tua atau wali dari pecandu Narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi social yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi social. Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi social yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi social. Telah jelas bahwa bagi pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkoba wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi social (lihat ketentuan Pasal 54 dan 55). 5. Rehabilitasi Rehabilitasi Medis Adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan Narkotika. Merujuk kepada ketentuan Pasal 56, rehabilitasi medis pecandu Narkotika dilakukan di rumah sakit yang ditunjuk oleh Menteri. Lembaga rehabilitasi tertentu yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat dapat melakukan rehabilitasi medis pecandu Narkotika setelah mendapat persetujuan Menteri. Ketentuan ini menegaskan bahwa rehabilitasi bagi Pecandu Narkotika dilakukan dengan maksud memulihakn dan/atau mengembangkan kemampuan fisik, mental, social penderita yang bersangkutan. Rehabilitasi Sosial Rehabilitasi social adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental, maupun social, agar bekas pecandu Narkotika dapat kembali melakukan fungsi social dalam kehidupan masyarakat. Rehabilitasi baik social mantan pecandu Narkkotika oleh15

diselenggarakan

oleh

instansi

pemerintah

maupun

masyarakat. Rehabilitasi social dalam hal ini termasuk melalui pendekatan keagamaan, tradisional, dan pendekatan alternative lainnya. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan mantan pecandu Narkotika adalah orang yang telah sembuh dari ketergantungan terhadap Narkotika secara fisik dan psikis.

16

Daftar PustakaSasangka, Hari. Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana, Bandung : CV Mandar Maju, 2003. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Lembar Negara Nomor 143.

17


Recommended