Disusun oleh:
1) Annisa Apsari (07)
2) Decy Somya Rahmawati (11)
3) Fitria Norkomaria (13)
4) Mayas Mahanani (17)
5) Rostyavisia (23)
6) Maylila Nur Afrida (31)
Dalam agama Samawi, kisah tentang pembunuhan Qobil atas
Habil merupakan bukti bahwa tindak kekerasan telah ada semenjak awal
penciptaan manusia. Adanya paradoks dalam melihat berbagai
fenomena tindak kekerasan dalam budaya kontemporer menyebabkan
kekerasan dianggap sebagai suatu yang buruk. Namun di sisi lain, justru
kekerasan dianggap sebagai obyek menarik untuk dipraktikkan. Dengan
kata lain, banyaknya orang membenci tindak kekerasan, namun pada
waktu yang sama justru banyak pula dari pembenci hal tersebut pun
memraktikkan tindakan itu.
Karena kekerasan selalu menyertai kehidupan manusia maka
walaupun secara teoritis mereka menolak praktik kekerasan, namun
secara praktis mereka tidak dapat menolaknya, bahkan terkadang
mereka sering melakukannya. Sebagai contoh, sering kita jumpai
seorang ibu akan membenci tindak pembunuhan, dikarenakan hal itu
termasuk bentuk tindak kekerasan. Namun, di pihak lain, ternyata ibu
itupun terkadang melakukan pemukulan terhadap anaknya karena
kesalahan yang remeh. Padahal membunuh dan memukul keduanya
adalah bentukan dari tindak kekerasan, walau dengan kadar yang
berbeda.
BAHAN
PEMBAHASAN
RINGKASAN
MATERI
SIKAP
MENGHINDARI
TINDAK
KEKERASAN
DALIL TENTANG
TINDAK
KEKERASAN
Dari sisi bahasa dan dari terminology penggunaannya, kata
kekerasan yang dalam bahasa Arab sering disebut dengan khusyunat,
dan dalam bahasa Inggris berarti violence sering diartikan dengan; “Suatu
tindakan yang bersandar pada penggunaan ketegasan ekstra”. Sebagian
lagi mendefiniskannya sebagai; "Prilaku yang bertentangan dengan
kelembutan dan sesuatu yang natural". Tentu pendefinisian semacam itu
adalah definisi yang bersumber dari konsep abstrak yang sangat
memungkinkan adanya perbedaan redaksi dan tolok ukur kriterianya.
Konsep kekerasan tidak jauh berbeda bahkan mirip dengan konsep-
konsep abstrak lainnya seperti; kebebasan, toleransi, reformasi dan
sebagainya yang dalam pendefinisiannya sangat berbeda dengan
konsep-konsep obyektif. Atas dasar itulah, perdebatan dalam
pendefinisian konsep kekerasan dalam tulisan ringkas ini lebih baik
dihindari. Tidak satupun definisi yang para pemikir lontarkan yang
memenuhi parameter ilmiah sebuah definisi, sehingga dari situ akhirnya
menyebabkan mereka pun sewaktu menyebutkan kata teror, penyiksaan,
pelaksanaan hukum pidana, reaksi kekerasan, penyitaan dan embargo
pun dimasukkan sebagai ekstensi dari tindak kekerasan.
Kesulitan pendefisian ini akhirnya menyebabkansebagian pihak menyatakan bahwa tindak kekerasan tidakmemerlukan sebuah definisi ilmiah, karena ia telah bersifataksiomatis. Kelompok yang menyatakan hal ini masuk padajajaran kelompok aksiomatisme. Anehnya, ketidakjelasandalam pendefinisian ini dipakai alat yang seenaknya dipakaiuntuk menyerang pihak-pihak lain yang tidak sesuai denganpemikirannya. Sebagai contoh, mereka menganggap "hukumqishas" (vonis balasan setimpal) dalam ajaran agama Islamdianggap praktik tindak kekerasan yang buruk sehingga harusada aksi nyata untuk menghapus vonis hukuman tersebut.Tentu dalam meneliti fenomena pelaksanaan hukum qishastadi tidak mungkin menggunakan tolok ukur sebuah budayayang dengan jelas tidak mampu untuk menjelaskan hakekathukum Islam tersebut. Jika inilah yang mereka ingin terapkanataupun berusaha memaksakan untuk menerapkannya makaakan menjadi bukti, betapa sederhana cara pikir merekatentang tindak kekerasan. Karena penelitian tentang tindakkekerasan sering dianaktirikan, maka yang muncul adalahpenyamarataan yang tidak sehat oleh para peneliti darikalangan sosiolog.
Ada beberapa bentuk penyamarataan yang tidak sehat:
1. Penyamarataan dalam pelontaran masalah. Seringkali, sewaktudiadakan penelitian tentang sumber-sumber yang berkaitandengan kekerasan, mereka hanya meneliti dan menganalisapada bagian tertentu dan pada obyek khusus saja. Tentukelemahan cara tersebut adalah generalisasi atas obyek-obyeklain, dengan kata lain keuniversalan hasil analisanya tidak dapatdipertanggungjawabkan sehingga konklusi penelitiannya masihbersifat ambigu dan tidak lebih hanya sekedar praduga saja. Halitu meniscayakan bahwa apa yang dihasilkan merupakan kontekdoktrinal yang tidak memiliki muatan ilmiah sama sekali.
2. Penyamarataan dalam penyifatan. Meskipun tindak kekerasanmerupakan fenomena riil yang bersifat obyektif dalam kehidupanmanusia, namun tanpa adanya analisa yang jelas tentang haltersebut maka penerapan dan pensifatan secara obyektifmustahil akan dapat diberikan. Hal tersebut sangat rawan untukdisalahgunakan dan disimpangkan, terlebih oleh kelompok yangdianggap kuat atas kelompok yang lemah, mayoritas atasminoritas, senior atas junior dan seterusnya.
3. Penyamarataan dalam penganalisaan. Dalam kasus ini sering
terjadi vonis hitam-putih dalam menghukumi sebuah fenomena,
tanpa ada alternatif ketiga. Ungkapan presiden Amerika Serikat
G.W Bush yang mengatakan: "Barangsiapa yang tidak bersama
kami maka ia bersama teroris", adalah contoh konkrit dari tesis
ini. Penyebab dari hal tersebut dikarenakan tidak adanya
hubungan yang logis antara konsep dan analisa tentang praktik
teror (baca: kekerasan). Penyamarataan semacam inilah yang
akhirnya menyeret G.W Bush ke dalam jurang radikalisme, yang
akan diperanginya.
Men
u
1. Q.S. Al-Maidah (5) ayat: 32
تبنا لك من اجل ذ ى بن ك
ه م عل ءيل ان
ن قتل ى اسرا
ا بغير نفس او فساد ف ما قتل نفس رض فكان اس ى ال الن ا ما ا ومن احياها فكان جميع
ا ول اس جميع قد حيا الن
ءتهم رسلنا نتث جا بي
نهم بع م بال ا م ثير
لك ان ك رض د ذ
فىال
مسرفون ﴾۳۲﴿ل
2. Q.S. Al An’am (6) ayat: 151
ك عل م رب ين يك ال تشكوا به شي قل تعالوا اتل ما حر بلوال ــــا و
ا اولدك م ن نرزقك واي احسانا ول تقتلو ه ول تقربوا ن املق ن
ال م الل ه ت حر الفواحش ما ظهر منا وما بطن ول تقتلوا النفس ال
كك به لعل بلحـق ه لك و ه ﴾۱۵١﴿ك تعقلو
4. Q.S. Yunus (10) ayat: 40-41
ؤمن به ومنم م ن ي ك ا و منم م عل ن ل يؤمن به ورب
ع ﴾٤٠بلمفسدين﴿ بوك فقل ل كذ لك وا انـت ل ولـك ع
ل وان برى ا اع مم ـو ـ بري ا تعملو م ﴾ ٤١﴿ء م
Men
u
1) Selalu menghargai/menghormati aqidah orang lain.
2) Selalu bersikap waspada dengan orang yang terlihat
mencurigakan.
3) Selalu menghormati pendapat orang lain.
4) Selalu menghindari sikap egois, angkuh dan sombong.
5) Menjaga perasaan orang lain, jangan sampai membuat
orang lain tersinggung.
6) Menerima kehadiran orang lain walaupun memiliki
agama yang berbeda.
7) Bersikap toleransi dalam hal apapun termasuk dalam
hal beragama dan berteman.