Transcript

MINYAK ATSIRI RIMPANG, BATANG, DAN DAUN TEMU HITAM

(Curcuma aeruginosa Roxb.) SEBAGAI ANTIBAKTERI Streptococcus

mutans DAN PENDEGRADASI BIOFILM PADA GIGI

DEVI YUSNITA S. TAMBUNAN

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Minyak Atsiri Rimpang,

Batang, dan Daun Temu Hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.) sebagai Antibakteri

Streptococcus mutans dan Pendegradasi Biofilm pada Gigi adalah benar karya

saya dengan arahan dari pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk

apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Devi Yusnita S. Tambunan

NIM G44100011

ABSTRAK

DEVI YUSNITA S. TAMBUNAN. Minyak Atsiri Rimpang, Batang, dan Daun

Temu Hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.) sebagai Antibakteri Streptococcus

mutans dan Pendegradasi Biofilm pada Gigi. Dibimbing oleh IRMANIDA

BATUBARA dan WULAN TRI WAHYUNI.

Rimpang temu hitam banyak digunakan sebagai antibakteri. Penelitian ini

membandingkan kemampuan minyak atsiri rimpang, batang, dan daun temu hitam

sebagai antibakteri Streptococcus mutans dan pendegradasi biofilm pada gigi

menggunakan metode mikrodilusi. Minyak atsiri diisolasi dengan distilasi uap.

Potensi antibakteri terbaik adalah minyak rimpang KHM=konsentrasi hambat

minimum=15.63 µg/mL dan KBM=konsentrasi bunuh minimum=1000 µg/mL.

KHM rimpang sama dengan tetrasiklin. Setelah difraksionasi dengan kolom

maupun kromatografi lapis tipis preparatif, KHM dan KBMnya tidak lebih baik.

Senyawa 2,2,5-trimetil-2‟(H)-5‟-6‟-dihidropirano[3‟,4‟,g]indan-1-on diduga

paling berperan sebagai antibakteri S. mutans. Kemampuan degradasi biofilm

minyak atsiri kasar temu hitam kurang kuat. Minyak atsiri batang lebih baik

mendegradasi biofilm (IC50=1347 µg/mL) daripada rimpang dan daun. Setelah

difraksionasi, beberapa fraksi minyak atsiri rimpang (F1, F2, dan F3) lebih baik

kemampuan degradasinya tetapi IC50 lebih tinggi dari klorheksidin.

Kata kunci: antibakteri, minyak atsiri, pendegradasi biofilm, Streptococcus

mutans.

ABSTRACT

DEVI YUSNITA S. TAMBUNAN. Essential Oil of Temu Hitam (Curcuma

aeruginosa Roxb.)„s Rhizomes, Stems, and Leaves as Antibacterial toward

Streptococcus mutans and Biofilm Degradator on Teeth. Supervised by

IRMANIDA BATUBARA and WULAN TRI WAHYUNI.

Rhizomes of temu hitam are widely used as antibacterial. This research

compare the potency of essential oil of rhizomes, stems, and leaves of temu hitam

as antibacterial toward Streptococcus mutans and biofilm degradator on teeth. The

essential oil was isolated by steam distillation. Rhizome‟s essential oil showed

good potency as antibacterial with MIC=minimum inhibition concentration=15.63

µg/ml and MBC=minimum bactericidal concentration=1000 µg/ml. MIC of

rhizome was same with tetracycline. MIC and MBC of rhizome‟s essential oil was

smaller than fraction of column and preparative thin layer chromatography. The

2,2,5-trimethyl-2‟(H)-5‟-6‟-dihydropyrano[3‟,4‟,g]indan-1-one give better

potency as antibacterial toward S. mutans. Essential oil of temu hitam was not

stronger as biofilm degradator. Stem‟s essential oil was the better essential oil

(IC50=1347 µg/mL) to degradate biofilm than rhizome and leave‟s essential oil,

but some of fraction of rhizome‟s essential oil (F1, F2, and F3) have better

potency than stem‟s essential oil but the IC50 was higher than chlorhexidine.

Keywords: Antibacterial, biofilm degradator, essential oil, Streptococcus mutans.

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains

pada

Departemen Kimia

MINYAK ATSIRI RIMPANG, BATANG, DAN DAUN TEMU HITAM

(Curcuma aeruginosa Roxb.) SEBAGAI ANTIBAKTERI Streptococcus

mutans DAN PENDEGRADASI BIOFILM PADA GIGI

DEVI YUSNITA S. TAMBUNAN

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Judul Skripsi : Minyak Atsiri Rimpang, Batang, dan Daun Temu Hitam (Curcuma

aeruginosa Roxb.) sebagai Antibakteri Streptococcus mutans dan

Pendegradasi Biofilm pada Gigi

Nama : Devi Yusnita S Tambunan

NIM : G44100011

Disetujui oleh

Dr Irmanida Batubara, MS

Pembimbing I

Wulan Tri Wahyuni, SSi, MSi

Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Saya bersyukur kepada Allah Bapa, karena kasih karuniaNya penulis dapat

menyelesaikan tulisan ilmiah berjudul Minyak Atsiri Rimpang, Batang, dan Daun

Temu Hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.) sebagai Antibakteri Streptococcus

mutans dan Pendegradasi Biofilm pada Gigi. Penelitian ini dilakukan sejak

Desember 2013 hingga Juni 2014.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Irmanida Batubara MS

selaku pembimbing I dan Wulan Tri Wahyuni SSi, MSi selaku pembimbing II

atas ilmu, pengalaman, dan arahannya selama penelitian. Penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan

Republik Indonesia yang telah membiayai selama kuliah di IPB lewat program

Bidikmisi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak L. R Tambunan dan

alm. Ibunda J. Sianipar yang menjadi semangat penulis menyelesaikan tulisan

ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada DIKTI untuk bantuan

dananya karena penelitian ini merupakan bagian dari Unggulan Strategis Nasional

No.77/IT3.11/LT/2014 dengan judul Pakan Unggas Berbahan Fitofarmaka

Terstandar Indonesia yang Berkhasiat dalam Menanggulangi Wabah Avian

Influenza. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada DIKTI untuk bantuan

dana penelitian lewat program Bidikmisi. Ucapan terima kasih juga penulis

sampaikan kepada mama B. Sianipar, Bapak J. Pangaribuan, Linda Sianipar,

Libur Sianipar, Wira Tambunan, Nola Tambunan, dan Bayu Tambunan atas

dukungan doa dan dana selama penulis kuliah dan penelitian. Penulis juga

ucapkan terima kasih kepada Imam, Fahmi, Cempaka, Melisa, Vicky, Pak Eman,

Pak Dede, Bu Nunung, dan Bu Nunuk untuk masukannya.

Penulis menyadari banyak kekurangan tulisan ilmiah ini. Saran yang

membangun, penulis harapkan agar dapat digunakan untuk perbaikan ke depan.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca dan penulis.

Bogor, Agustus 2014

Devi Yusnita S. Tambunan

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Bahan 2

Alat 3

Prosedur 3

Preparasi Sampel 3

Distilasi Minyak Atsiri Temu Hitam 3

Penentuan Eluen Terbaik dengan KLT 3

Fraksionasi dengan Kromatografi Kolom dan KLT Preparatif 3

Uji Antibakteri Minyak Atsiri 3

Uji Kemampuan Degradasi Biofilm 4

Identifikasi senyawa 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Kadar Air, Kadar Abu dan Distilat Rimpang, Batang, dan Daun Temu

Hitam 5

Hasil Penentuan Eluen Terbaik, Fraksionasi Minyak Rimpang dengan

Kolom, dan Fraksionasi Fraksi 1 Minyak Rimpang dengan KLTP 6

Aktivitas Antibakteri dan Degradator Biofilm Minyak Atsiri dan

Fraksi Temu Hitam 7

Identitas Senyawa Rimpang, Batang, dan Daun Temu Hitam dengan

GC-MS dan NMR 10

SIMPULAN DAN SARAN 13

Simpulan 13

Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 14

LAMPIRAN 16

RIWAYAT HIDUP 26

DAFTAR TABEL

1 Kadar air, kadar abu, dan rendemen minyak atsiri rimpang, batang,

dan daun temu hitam 5

2 Rendemen fraksi minyak rimpang temu hitam hasil fraksionasi 7

3 Aktivitas rimpang, batang dan daun temu hitam sebagai antibakteri

S. mutans dan degradasi biofilm pada gigi 9

4 Komponen minyak atsiri temu hitam dan F1 MR hasil analisis

dengan GC-MS 11

5 Geseran kimia sinyal 1H dan

13C NMR F1.2 MR 13

DAFTAR GAMBAR

1 Minyak atsiri batang, rimpang dan daun temu hitam 6

2 Kromatogram penentuan eluen terbaik minyak atsiri rimpang temu

hitam dengan berbagai eluen 6

3 Kromatogram fraksi hasil fraksionasi minyak atsiri temu hitam

dengan kromatografi kolom 6

4 Bagan pemisahan senyawa pada minyak atsiri temu hitam 7

5 Kromatogram fraksi hasil fraksionasi F1 dengan KLTP 7

6 Struktur klorheksidin 10

7 Struktur senyawa dominan minyak atsiri temu hitam 12

8 Struktur 2,2,5-trimetil-2‟(H)-5‟-6‟-dihidropirano [3‟,4‟,g] indan-

1-on(δ ppm 13

C NMR dan 1H NMR) 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Bagan alir penelitian 16

2 Hasil determinasi tanaman Temu Hitam 17

3 Kadar air rimpang, batang, dan daun Temu Hitam 18

4 Kadar abu rimpang, batang, dan daun Temu Hitam 18

5 Rendemen minyak atsiri Temu Hitam 19

6 Visualisasi degradasi biofilm minyak atsri rimpang, batang, dan

daun temu hitam, dan klorheksidin 19

7 Visualisasi degradasi biofilm fraksi minyak atsri rimpang dan

fraksi hasil fraksionasi F1 MR dengan KLTP 20

8 Contoh penentuan IC50 (µg/ml) degradator biofilm minyak atsiri

batang temu hitam, fraksi minyak astsiri rimpang, dan klorheksidin 20

9 Kromatogram hasil analisis senyawa minyak atsiri GC-MS 22

10 Kromatogram hasil analisis senyawa F1.2 MR menggunakan GC-MS

dan data MS 24

11 Kromatogram hasil analisis NMR senyawa fraksi 1.2 MR 24

PENDAHULUAN

Gigi yang sehat tidak hanya bermanfaat memperindah penampilan, tetapi

juga menjaga kesehatan tubuh. Bakteri gigi dalam jumlah berlebih menyebabkan

penyakit gigi maupun penyakit fatal pada tubuh, karena bakteri dapat dialirkan

oleh darah ke organ penting dalam tubuh. Tidak rutin membersihkan gigi

sehingga terbentuk biofilm yang tebal (plak), dan bakteri berkembang biak

melebihi normal merupakan penyebab utama kerusakan gigi (Darmawan 2007).

Plak gigi adalah lapisan lunak kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak

dalam matriks dan melekat kuat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Plak

gigi merupakan salah satu penyebab terjadinya karies. Karies ialah masalah utama

kesehatan gigi dan mulut (Ardani et al. 2010). Bakteri penyebab utama kerusakan

gigi akibat terbentuknya biofilm adalah S. mutans. S. mutans mengubah

polisakarida ekstraseluler menjadi asam laktat melalui proses homofermentasi

sehingga membentuk koloni pada permukaan gigi, bersifat asidogenik, dan

sebagai pemicu rusaknya gigi (Sabir 2005). Karies dapat dihambat dengan

menghambat pertumbuhan bakteri S. mutans, degradasi biofilm pada gigi, dan

menghambat kerja enzim glukosiltransferase (GTF). Enzim GTF digunakan oleh

S. mutans untuk membentuk biofilm pada gigi dengan mengubah glukosa menjadi

glukan (Won et al. 2007).

Pasta gigi dan obat kumur hingga saat ini sudah cukup baik mendegradasi

biofilm dan membunuh bakteri pada gigi. Kandungan obat kumur yang berfungsi

sebagai antibakteri adalah senyawa fenolik seperti timol, eukaliptol, metil salisilat,

dan mentol. Selain itu sering juga digunakan antibakteri kationik kuarterner

seperti setilpiridinium klorida (CPC), klorheksidin, dan domifen bromida

(Sibagariang 1997 dan Rukayadi dan Hwang 2006). Senyawa klorida, flourida,

dan bromida, serta senyawa lain hasil sintesis yang terkandung dalam pasta gigi

dan obat kumur jika tertelan melebihi dosis menimbulkan efek samping bagi

tubuh.

Hingga saat ini, masyarakat Indonesia telah banyak menggunakan obat

herbal. Namun, penggunaannya masih didominasi oleh pengalaman masa lalu dan

tidak banyak didukung oleh kajian ilmiah mengenai senyawa pada tanaman

tersebut. Oleh sebab itu, penelitian tentang potensi obat herbal perlu ditingkatkan.

Obat herbal yang umum digunakan masyarakat Indonesia berasal dari tanaman

curcuma suku Zingiberaceae karena memiliki khasiat dan kegunaan

penyembuhan beberapa jenis penyakit seperti antibakteri, antioksidan, obat cacing,

obat penyakit kulit, antiinflamasi, dan obat kanker. Salah satu yang paling umum

digunakan adalah temu hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.) (Sutaryo et al. 1996).

Beberapa senyawa minyak atsiri rimpang dan daun temu hitam telah

diidentifikasi yaitu monoterpena berupa 1,8-sineol (C10H18O) berbentuk eter siklik,

kamfor (C10H16O), dan β-pinena, sedangkan seskuiterpena berupa kurzerenon,

kurkumenol, β-elemena, kurzeren, isokurkumenol, furanogermenon, furanodienon,

germakron, dan zedoarol, serta alkenol berupa (Z)-3-heksenol (Xuan Dung et al.,

1995; Sirat et al.,1998b; Bin Jantan et al.,1999; Jirovetz et al., 2000 dalam

Reanmongkol 2006, Agusta 2007). Kandungan senyawa tersebut menyebabkan

temu hitam berpotensi sebagai antibakteri dan diduga mampu mendegradasi

biofilm pada gigi. Penggunaan minyak atsiri sebagai antibakteri telah dilaporkan

2

oleh Nugrahaningtyas et al. pada tahun 2005. Ekstrak rimpang C. aeruginosa

Roxb memiliki potensi sebagai antibakteri gram positif maupun gram negatif

(Philip et al. 2009).

Tumbuhan terdiri dari beberapa bagian seperti, rimpang, batang, dan daun.

Bagian-bagian tumbuhan tersebut memiliki fungsi yang berbeda. Hal ini diduga

menyebabkan jumlah kandungan setiap bagian tumbuhan tersebut berbeda.

Umumnya, bagian temu hitam yang dimanfaatkan masyarakat sebagai obat herbal

adalah rimpang sedangkan batang dan daun pemanfaatannya tidak seperti pada

rimpang.

Penelitian ini bertujuan mengisolasi minyak atsiri rimpang, batang, dan

daun temu hitam, dan mengidentifikasi senyawa yang terdapat di dalamnya, serta

menguji aktivitasnya sebagai antibakteri S. mutans dan degradator biofilm pada

gigi.

METODE

Penelitian ini dilakukan dengan mengisolasi minyak atsiri temu hitam

menggunakan metode distilasi uap. Seluruh minyak atsiri kasar diuji aktivitas

antibakterinya terhadap S. mutans dan degradasi biofilmnya dengan metode

mikrodilusi, serta diidentifikasi kandungan senyawanya menggunakan GC-MS.

Minyak atsiri rimpang difraksionasi dengan kromatografi kolom. Pemilihan eluen

terbaik dilakukan menggunakan KLT G60F254. Setiap fraksi kemudian diuji

aktivitas antibakterinya terhadap S. mutans dan degradasi biofilmnya. Fraksi 1

minyak atsiri rimpang temu hitam difraksionasi menggunakan KLT Preparatif.

Setiap fraksi dikerok dan dilarutkan dengan etil asetat dan kemudian dipekatkan

serta diuji aktivitas antibakteri dan degradasi biofilmnya. Senyawa fraksi 1.2

rimpang temu hitam diidentifikasi menggunakan GC-MS dan NMR (Lampiran 1).

Bahan

Bahan yang digunakan adalah rimpang, batang, dan daun temu hitam segar

dari kebun Biofarmaka IPB dan telah dideterminasi di Pusat Penelitian Biologi,

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong-Bogor, akuades, n-

heksana, n-butanol, metanol, dietil eter, asam asetat, diklorometana, etil asetat,

aseton, toluena, kloroform, silika gel, metanol, TSB (Tryptic Soy Broth), TSA

(Tryptic Soy Agar), inokulan bakteri S.mutans dari FK-UI dengan kode 63301,

obat kumur „X‟, kristal violet 1%, glukosa, DMSO 20%, buffer fosfat pH 7 dan

saliva buatan (Larutan Mc Dougall : NaHCO3, NaHPO4.7H2O, KCl, NaCl,

MgSO4.7H2O, CaCl2, dan H2O).

Alat

Alat yang digunakan adalah neraca analitik, cawan porselen, eksikator,

bunsen, chamber, distilator uap, autoclave, laminar flow, oven, corong pisah, GC-

MS type Agilent 5873, NMR JOEL ECA-600, kolom silika, lampu UV,

3

microtiterplate polystyrene 96 well steril, microplate reader, dan alat gelas

lainnya.

Prosedur

Preparasi Sampel

Rimpang, batang, dan daun temu hitam dicuci bersih dengan air. Kemudian

dikeringudarakan dan terhindar dari matahari. Setelah itu, rimpang, batang, dan

daun temu hitam diiris hingga halus. Seluruh sampel kemudian dianalisis kadar air

dan kadar abunya menggunakan motode AOAC 2006.

Distilasi Minyak Atsiri Temu Hitam (Muchtaridi et al. 2004)

Sebanyak 2 kg rimpang, batang, dan daun temu hitam masing-masing

dipotong kecil dan dimasukkan ke distilator uap. Setelah itu sejumlah tertentu

akuades (sampel:air = 1:5) ditambahkan ke dalamnya. Distilasi dilakukan pada

suhu 100-105°C selama 6 jam. Minyak atsiri yang diperoleh disimpan dalam

kulkas untuk dianalisis tahap berikutnya.

Penentuan Eluen Terbaik dengan KLT

Pelat KLT G60F254 ukuran 10×1 cm disiapkan dengan garis start dan finish

cm. Minyak atsiri temu hitam teraktif ditotolkan pada pelat KLT dan

dikeringkan. Setelah itu, pelat KLT dielusi dalam chamber berisi 10 mL eluen.

Eluen telah dijenuhkan selama 30 menit. Eluen tunggal yang digunakan ialah n-

heksana, n-butanol, metanol, dietil eter, asam asetat, diklorometana, etil asetat,

aseton, toluena, dan kloroform. Setelah eluen sampai garis finish, pelat

dikeluarkan dan dikeringudarakan. Setelah itu, disinari dengan lampu UV (λ=254

dan 366 nm) dan ditentukan jumlah spotnya. Eluen terbaik menghasilkan jumlah

spot terbanyak dan terpisah.

Fraksionasi dengan Kromatografi Kolom (Rouessac & Rouessac 2007) dan

KLT Preparatif

Kolom yang digunakan adalah silika gel 60 g, diameter 3 cm, dan tinggi 30

cm. Kolom dikemas dengan baik, komponen yang terdapat pada distilat kasar

minyak atsiri teraktif (3 g) dipisahkan menggunakan diklorometana. Eluat yang

diperoleh ditampung sebanyak setiap 5 mL dalam tabung reaksi. Eluat yang

memiliki pola spot yang sama dicampurkan menjadi satu fraksi. Setiap fraksi diuji

aktivitas antibakteri dan degradasi biofilmnya. Fraksi teraktif kemudian

dipisahkan dengan KLTP dengan diklorometana. Setiap fraksi dikerok dan

dilarutkan dalam etil asetat dan diuji aktivitas antibakteri dan degradasi

biofilmnya.

Uji Antibakteri Minyak Atsiri (Batubara et al. 2009)

Uji antibakteri pada percobaan ini menggunakan metode mikrodilusi pada

96 well plate dengan medianya ialah TSB. Sebanyak 100 µL sampel (15.63-2000

µg/mL) dimasukkan ke dalam setiap sumur. Masing-masing sumur ditambahkan

100 µL medium TSB dan 20 µL inokulan bakteri. Kemudian diinkubasi pada suhu

37oC selama 24 jam. Sumur yang jernih setelah inkubasi pada konsentrasi

4

terendah dipilih sebagai KHM (konsentrasi hambat minimum). Sumur yang masih

jernih dipipet sebanyak 100 µL ke plate baru dan ditambahkan 100 µL TSB.

Kemudian inkubasi selama 24 jam pada suhu 37ºC. Sumur yang jernih dengan

konsentrasi terendah ditentukan sebagai KBM (konsentrasi bunuh minimum).

DMSO 20% sebagai kontrol negatif dan kontrol positif digunakan tetrasiklin dan

obat kumur “X”.

Uji Kemampuan Degradasi Biofilm (O’Toole et al. 1998 dan Ardani et al.

2010)

Metode yang digunakan adalah metode mikrodilusi. Biofilm dibentuk

dengan cara 100 µL saliva dimasukkan ke dalam 96 well plate dan ditambahkan

larutan (TSB 100 µl + 3% glukosa) serta 20 µL inokulan bakteri. Selanjutnya

diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Setelah biofilm terbentuk, sisa medium

dibuang. Setelah itu ditambahkan sebanyak 100 µL sampel (15.625-2000 µg/mL).

Klorheksidin sebagai kontrol positif dan DMSO 20% sebagai kontrol negatif.

Kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC.

Selanjutnya dilakukan pewarnaan biofilm. Biofilm pada dinding sumur

dicuci dengan buffer fosfat air steril. Sebanyak 100 µL kristal violet 1%

ditambahkan ke dalam sumur dan didiamkan selama 30 menit. Setelah itu dibilas

dengan air steril dan kemudian ditambahkan 200 µL etanol 95%. Kemudian

diinkubasi selama 45 menit. Sebanyak 100 µL larutan dipindahkan ke microplate

baru. Absorbans larutan pada sumur yang cukup jernih diukur menggunakan

microplate reader (λ=595 nm) dan ditentukan % degradasinya.

% Degradasi (

)

Keterangan:

Asampel = Absorbans (minyak atsiri atau kontrol positif + suspensi bakteri)

Ablanko = Absorbans (DMSO 20% + suspensi bakteri)

Identifikasi Senyawa

Identifikasi senyawa dengan GC-MS di Markas Besar Polisi Jakarta Selatan

oleh analis. Minyak atsiri rimpang, batang, dan daun, fraksi 1 hasil fraksionasi

kolom minyak atsiri rimpang temu hitam (F1MR), dan fraksi 1.2 minyak atsiri

rimpang temu hitam diinjeksikan ke dalam injector GC-MS (GC-MS type Agilent

5873). Kolom yang digunakan HP-5 MS (dimensi 30 m × 0.25 mm x 250 µm).

Gas pembawanya adalah He dengan laju alir 20 mL/menit. Suhu injektor yang

digunakan adalah 80oC dan suhu detektor 250

oC. Suhu kolom adalah suhu

terprogram, suhu awal 80 o

C dibiarkan selama 5 menit dan diubah perlahan

dengan kenaikan suhu 10oC setiap menitnya hingga dicapai suhu 250

oC dan

dibuat konstan hingga menit ke-45. Kondisi spektroskopi massa yang digunakan

adalah EI 70 eV dengan mode ionisasi EI, arah deteksi 50-1000 m/z. Kemudian

puncak yang muncul pada kromatogram ion total diidentifikasi dengan

membandingkan spektrum massa dengan library index MS.

Identifikasi Senyawa dengan NMR oleh analis. Senyawa F1.2 MR diidentifikasi

lanjut dengan NMR JEOL ECA-600 dengan frekuensi alat 600 MHz. Pelarut yang

digunakan CDCl3.

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air, Kadar Abu, dan Distilat Rimpang, Batang, dan Daun Temu

Hitam

Temu hitam pada penelitian ini dideterminasi di Pusat Penelitian Biologi,

LIPI Cibinong-Bogor (Lampiran 2). Kadar air temu hitam digunakan sebagai

koreksi perhitungan rendemen minyak atsiri, dan ditentukan berdasarkan bobot

basah (Lampiran 3). Kadar air cukup tinggi (Tabel 1) yang menunjukkan masa

simpan sampel tidak panjang. Meskipun demikian, distilasi tetap menggunakan

sampel segar. Jika digunakan sampel kering, minyak atsiri sampel dapat menguap

sebelum didistilasi. Kadar air rimpang temu hitam paling tinggi, kemudian disusul

batang dan daun. Kadar abu temu hitam semakin menurun berturut-turut dari daun,

batang, ke rimpang (Tabel 1). Kadar abu ini ditentukan berdasarkan bobot kering

(Lampiran 4). Rukmana (2004) melaporkan berdasarkan hasil analisis

laboratorium Balittro Bogor tahun 1987, bahwa kadar abu rimpang temu hitam

asal Bogor (Cimanggu) ialah 4.24%. Perbedaan kadar abu temu hitam dapat

disebabkan oleh perbedaan tempat tumbuh, kondisi pertumbuhan, dan musim

tanam. Menurut Departemen Kesehatan RI (1987), kadar abu rimpang temu hitam

tidak lebih dari 6.10%.

Tabel 1 Kadar air, kadar abu, dan rendemen minyak atsiri rimpang, batang, dan

daun temu hitam

Bagian temu

hitam

Kadar air

(% b/b)

Kadar abu

(% b/b)

Rendemen

minyak (% b/b)

Rimpang 95.04 5.84 1.99

Batang 92.30 6.10 0.09

Daun 84.51 10.82 0.20

Minyak atsiri temu hitam berwarna cokelat tua (Gambar 1). Rukmana

(2004) melaporkan berdasarkan hasil analisis laboratorium Balittro Bogor tahun

1987, bahwa minyak atsiri rimpang temu hitam asal Bogor (Cimanggu) berwarna

cokelat tua dengan densitas 0.97 g/mL dan indeks bias 1.4964. Rendemen minyak

atsiri temu hitam yang ditentukan berdasarkan bobot kering mencapai 1.99% pada

rimpang (Tabel 1, Lampiran 5). Suryono et al. (1996) melaporkan rendemen

minyak atsiri rimpang temu hitam asal Balittro hasil isolasi dengan metode

distilasi uap mencapai 0.52%, sementara Rukmana (2004) melaporkan rendemen

minyak atsiri rimpang temu hitam asal Bogor sebesar 1.06%. Perbedaan rendemen

minyak atsiri rimpang temu hitam pada penelitian ini dapat disebabkan oleh

perbedaan metode distilasi, tempat tumbuh, kondisi pertumbuhan, dan musim

tanam. Rimpang memiliki minyak atsiri lebih banyak daripada batang dan daun,

maka isolasi minyak atsiri temu hitam selanjutnya dilakukan dari rimpang.

6

Gambar 1 Minyak atsiri batang (a), rimpang (b), dan daun (c) temu hitam

Hasil Fraksionasi Minyak Rimpang Temu Hitam dengan Kolom dan

Fraksionasi Fraksi 1 Minyak Rimpang dengan KLTP

Minyak atsiri rimpang merupakan yang teraktif sebagai antibakteri S.

mutans sehingga dipilih untuk difraksionasi dengan kromatografi kolom. Eluen

terpilih untuk fraksionasi minyak atsiri rimpang temu hitam ialah diklorometana.

Eluen ini menghasilkan noda lebih banyak dan terpisah (Gambar 2). Enam fraksi

(F1 F6 MR) dihasilkan dari kromatografi kolom (Gambar 3). F1 MR yang teraktif

sebagai antibakteri S. mutans sehingga difraksionasi lebih lanjut dengan KLTP

dan dihasilkan 3 fraksi (F1.1, F1.2, dan F1.3 MR). Rendemen masing-masing

fraksi disajikan dalam Tabel 2. Bagan alir pemisahan senyawa minyak atsiri

rimpang temu hitam ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 2 Kromatogram penentuan eluen terbaik minyak atsiri rimpang temu

hitam dengan pelarut (a) diklorometana, (b) toluena, (c) kloroform,

(d) n-heksana, (e) dietil eter, (f) etil asetat, (g) n-butanol, (h) aseton,

(i) asam asetat, dan (j) metanol

Gambar 3 Kromatogram fraksi minyak atsiri temu hitam hasil kromatografi

kolom (F1 F6) dan minyak atsiri rimpang temu hitam (a) dengan

diklorometana sebagai eluen

a b c

a b c d e f g h i j

a F1 F2 F3 F4 F5 F6

7

Tabel 2 Rendemen fraksi minyak rimpang temu hitam hasil kromatografi kolom

dan KLTP

Sampel Rendemen (%b/b)

Fraksi 1 MR 20.61

Fraksi 2 MR 41.82

Fraksi 3 MR 5.94

Fraksi 4 MR 4.61

Fraksi 5 MR 0.76

Fraksi 6 MR 0.36

Fraksi 1.1 MR 0.66

Fraksi 1.2 MR 41.73

Fraksi 1.3 MR 7.57

Keterangan

MR = minyak atsiri rimpang

Fraksi 1-6 MR = hasil fraksionasi minyak rimpang dengan kolom

Fraksi 1.1-1.3 MR = hasil fraksionasi fraksi 1 MR dengan KLTP

F1.2 MR teraktif sebagai antibakteri S.mutans sehingga diuji lanjut dengan

KLT, GC-MS, dan NMR. Elusi F1.2 MR menggunakan KLT dengan variasi

beberapa eluen seperti diklorometana, toluena, kloroform, diklorometana-

kloroform (3:7), dan diklorometana-toluena (5:5) hanya menghasilkan 1 noda

(Gambar 5). Oleh karena itu, diduga terdapat senyawa tunggal pada F1.2 MR.

Gambar 5 Kromatogram (1) Fraksi 1.1 MR, (2) Fraksi 1.2 MR, dan (3) Fraksi 1.3

MR, dan fraksi 1.2 MR temu hitam dengan eluen (a) toluena, (b)

kloroform-diklorometana (7:3), (c) toluena-diklorometana (5:5), (d)

kloroform

1 2 3 a b c d

Minyak atsiri rimpang temu hitam

Fraksionasi kolom

Fraksi 1 MR Fraksi 2 MR … Fraksi 6 MR

Fraksionasi KLTP

Fraksi 1.1 MR Fraksi 1.2 MR Fraksi 1.3 MR

Gambar 4 Bagan pemisahan senyawa minyak atsiri temu hitam.

8

Aktivitas Antibakteri dan Degradator Biofilm Minyak Atsiri dan Fraksi

Temu Hitam

KHM dan KBM minyak atsiri rimpang lebih kecil dari minyak atsiri batang,

daun, dan obat kumur (KHM=15.63 µg/mL dan KBM=1000 µg/mL). Namun

KHMnya sama dengan tetrasiklin dan KBMnya lebih tinggi dari tetrasiklin (Tabel

3). Hal ini menunjukkan minyak atsiri rimpang temu hitam cukup baik sebagai

antibakteri S.mutans.

Setelah minyak atsiri rimpang difraksionasi dengan kolom maupun KLTP

tidak lebih baik sebagai antibakteri S. mutans. Minyak atsiri kasar memiliki KHM

dan KBM yang lebih kecil dari F1-F6 MR dan F1.1-F1.3 MR. Hal ini diduga

disebabkan gabungan senyawa minyak atsiri kasar lebih mampu berdifusi ke

dalam dinding sel bakteri jika dibandingkan dengan fraksi yang telah dipisahkan

menjadi beberapa bagian. Minyak atsiri kasar tersusun lebih banyak senyawa.

Adanya sinergisme antar senyawa minyak atsiri kasar diduga menyebabkan

minyak atsiri kasar lebih baik sebagai antibakteri S.mutans daripada fraksinya.

Sama halnya seperti yang telah dilaporkan oleh Ardani et al. (2010), saat minyak

atsiri cengkeh dan kayu manis dikombinasikan (50:50) dengan konsentrasi

masing-masing 0.002% (v/v) menunjukkan peningkatan kemampuannya sebagai

antibakteri S.mutans karena adanya sinergisme antar senyawa.

Suatu bahan berpotensi sebagai antibakteri bekerja dengan merusak dinding

sel bakteri, menghambat pertumbuhan dinding sel, dan melisiskan membran sel

sehingga mempengaruhi permeabilitas membran sitoplasma. Membran sel

terbentuk dari protein yang bergabung dengan lapisan bilayer molekul

fosfogliserida dengan ujung hidrofobik menghadap ke dalam dan ujung hidrofilik

ke luar. Protein tersebut berfungsi sebagai media masuk dan keluar air, ion-ion,

dan senyawa. Senyawa minyak atsiri yang bersifat non polar dengan konsentrasi

tinggi akan berdifusi dan ditangkap oleh sensor hidrofilik. Hal ini menyebabkan

lisisnya membran lipoprotein, sehingga menghambat pertumbuhan dinding sel.

Apabila dinding sel pelindung bagi sel rusak, akan menyebabkan matinya sel

bakteri (Purwanti 2003). Selain merusak dinding sel, antibakteri dapat juga

bekerja melalui penginaktifan enzim tertentu dan penghancuran tempat tumbuh. S.

mutans menghasilkan enzim glukosiltransferase (GTF). GTF dimanfaatkan oleh S.

mutans untuk membentuk lapisan eksopolisakarida (pembentuk biofilm) yang

bermanfaat sebagai tempat berkembang biaknya S.mutans (Sabir 2005, Won et al.

2007). Jika tempat tumbuh S. mutans dirusak pasti pertumbuhannya terhambat.

Namun pada penelitian ini tidak dilakukan uji terhadap penginaktifan GTF.

Sehingga belum dapat diketahui pasti mekanisme minyak atsiri temu hitam

sebagai antibakteri, berperan menghambat pertumbuhan dinding sel dan

melisiskan membran sel atau menginaktifkan enzim GTF yang dihasilkan oleh

S.mutans.

Perusakan biofilm pada gigi dapat menghambat pertumbuhan S.mutans dan

juga melindungi gigi. Biofilm dalam jumlah banyak membentuk plak gigi. Jika

plak gigi terbentuk dan bakteri berkembang biak melebihi normal akan

menyebabkan rusaknya gigi (Darmawan 2007). Selain itu, plak gigi menyebabkan

warna gigi menjadi kuning dan mengganggu penampilan. Biofilm pada gigi perlu

didegradasi. Suatu bahan yang berpotensi sebagai degradator biofilm harus

9

mampu menghancurkan dan menghilangkan lapisan eksopolisakarida pembentuk

biofilm (Ardani et al.2010).

Kemampuan degradasi biofilm minyak atsiri kasar dari paling tinggi hingga

paling rendah adalah minyak atsiri batang, daun, dan rimpang. Semakin berkurang

warna biru larutan, semakin baik minyak atsiri mendegradasi biofilm (Lampiran

6). Berdasarkan warna larutan pada Lampiran 6 ditentukan nilai IC50 minyak atsiri

batang temu hitam sebagai degradator biofilm yaitu 1347.27 µg/mL (Tabel 3).

Sementara minyak atsiri daun temu hitam pada konsentrasi 2000 µg/mL hanya

dapat mendegradasi biofilm hingga 34.70% dan rimpang temu hitam pada

konsentrasi 15.63-2000 µg/mL tidak dapat mendegradasi biofilm dengan baik

(warna larutannya tidak berbeda jauh dengan warna DMSO 20%) sehingga tidak

dapat ditentukan nilai IC50 minyak atsiri rimpang maupun daun.

Tabel 3 Aktivitas rimpang, batang dan daun temu hitam sebagai antibakteri S.

mutans dan degradator biofilm pada gigi

Minyak atsiri Aktivitas antibakteri Aktivitas degradasi

biofilm

KHM

(µg/mL)

KBM

(µg/mL)

IC50

(µg/mL)

Rimpang 15.63 1000.00 *

Batang 125.00 2000.00 1347.27

Daun 500.00 × *

Tetrasiklin 15.63 15.63 -

Obat kumur × × - Klorheksidin - - 2.58

F1 MR 500.00 500.00 508.95

F2 MR 1000.00 1000.00 375.71

F3 MR 250.00 1000.00 228.53

F4 MR 2000.00 2000.00 *

F5 MR × × *

F6 MR × × -

F1.1 MR 2000.00 × *

F1.2 MR 500.00 2000.00 *

F1.3 MR × × *

Keterangan : ×= >2000 µg/mL

*= tidak dapat ditentukan

-= tidak diuji

Minyak atsiri batang temu hitam lebih baik mendegradasi biofilm daripada

rimpang dan daun. Namun, pada penelitian ini fraksi hasil fraksionasi kolom dan

KLTP minyak atsiri rimpang tetap diuji kemampuannya dalam degradasi biofilm.

Tujuannya untuk menentukan persen degradasi biofilm minyak atsiri rimpang,

lebih tinggi atau rendah daripada hasil fraksionasinya. F3 MR merupakan fraksi

paling baik mendegradasi biofilm dengan IC50 paling kecil. F5 tidak mendegradasi

biofilm dengan baik. F1.1, F1.2, F1.3 MR hasil pemisahan dengan KLTP pada

konsentrasi 125-2000 µg/mL juga tidak dapat mendegradasi biofilm dengan baik

(warna larutan hampir sama dengan DMSO 20%) (Lampiran 7). Sementara F4

MR tidak menunjukkan hubungan yang linear antara konsentrasi dengan persen

10

degradasi biofilm (Lampiran 8) sehingga nilai IC50 masing-masing fraksi tidak

dapat ditentukan. Walaupun demikian, F1.2 MR memiliki persen degradasi

sebesar 40% pada konsentrasi 2000 µg/mL (Lampiran 7). Minyak atsiri rimpang

temu hitam setelah difraksionasi dengan kolom mampu mendegradasi biofilm

lebih baik yaitu yang ditunjukkan oleh F1, F2, F3, dan F4 MR.

Klorheksidin banyak dilaporkan sebagai antiplak. Rukayadi dan Hwang

(2006) melaporkan klorheksidin mampu menghambat pembentukan biofilm

karena mampu membunuh bakteri S. mutans hingga 40% dengan konsentrasi 2.23

mmol/L klorheksidin. Klorheksidin merupakan 4-klorofenil dan 2 bikuanid yang

dihubungkan oleh rantai pusat heksametilena C22H30N10Cl2 (Gambar 6) dan

digunakan sebagai kontrol positif. Kemampuan degradasi klorheksidin jauh lebih

baik daripada minyak atsiri temu hitam dengan IC50 (2.58 µg/mL) (Lampiran 8).

Gambar 6 Struktur klorheksidin (Greenstein et al. 1985 dalam Sibagariang 1997)

Pengaplikasian minyak atsiri rimpang temu hitam dalam pasta gigi dan obat

kumur sebaiknya menggunakan minyak kasar saja, tidak menggunakan fraksi.

Namun masih dibutuhkan uji lebih lanjut mengenai interaksi minyak atsiri dengan

bahan pengisi pasta gigi dan obat kumur. Minyak atsiri dan bahan pengisi pasta

gigi dan obat kumur bisa saja memiliki interaksi yang tidak baik sehingga

mengurangi aktivitas antibakteri minyak atsiri rimpang terhadap S. mutans.

Identitas Senyawa Rimpang, Batang, dan Daun Temu Hitam dengan GC-MS

dan NMR

Minyak atsiri temu hitam mengandung senyawa monoterpena dan

seskuiterpena (Tabel 4). Monoterpena (10 atom C) dan seskuiterpena (15 atom C)

merupakan metabolit sekunder yang dibiosintesis dari jalur asam asetat-mevalonat.

Hasil identifikasi senyawa minyak atsiri dengan GC-MS menunjukkan bahwa

dalam minyak atsiri rimpang temu hitam, 2,2,5-trimetil-2‟(H)-5‟,6‟-

dihidropirano[3‟,4‟,g]indan-1-on (40.11%) dan 1,8- sineol (13.23%) merupakan

senyawa dominan. Senyawa dominan dalam minyak atsiri batang dan daun

hampir sama, hanya berbeda pada komposisinya. Senyawa dominan minyak atsiri

batang adalah epikurzerenon, β-elemena, trans-6-etenil-4,5,6,7-tetrahidro-3,6-

dimetil-5-isopropenil benzofuran, dan kariofilena. Sementara itu, senyawa

dominan minyak atsiri daun adalah epikurzerenon, kariofilena, dan β-elemena

(Tabel 4, Gambar 7). Kromatogram hasil identifikasi senyawa minyak atsiri

ditunjukkan di Lampiran 9. Perbedaan senyawa dan komposisi minyak atsiri

rimpang, batang, dan daun menyebabkan perbedaan aktivitas antibakteri dan

degradasi biofilm yang berbeda pula. Minyak atsiri rimpang paling baik sebagai

antibakteri, sedangkan minyak atsiri batang lebih baik dalam mendegradasi

biofilm. Senyawa yang diduga berperan sebagai antibakteri S. mutans adalah

2,2,5-trimetil-2‟(H)-5‟-6‟-dihidropirano[3‟,4‟,g]indan-1-on dan 1,8-sineol,

sedangkan diduga yang paling berperan sebagai degradator biofilm adalah

11

epikurzerenon, β-elemena, trans-benzofuran-6-etenil-4,5,6,7-tetrahidro-3,6-

dimetil-5-isopropenil, dan kariofilena. Namun perlu uji lebih lanjut untuk

memastikan bahwa senyawa tersebut di atas memiliki aktivitas yang baik sebagai

antibakteri S.mutans. β-elemena telah dilaporkan oleh Ardani et al. (2010)

memiliki aktivitas sebagai anti bakteri S. mutans. Perbedaan komposisi senyawa

minyak atsiri rimpang hasil isolasi pada penelitian ini dengan hasil penelitian

sebelumnya (Tabel 4) dapat disebabkan oleh perbedaan tempat tumbuh, waktu

penanaman, dan kondisi tumbuh.

F1 MR ialah yang teraktif sebagai antibakteri S. mutans sehingga dianalisis

menggunakan GC-MS. Senyawa 2,2,5-trimetil-2‟(H)-5‟-6‟-ihidropirano

[3‟,4‟,g]indan-1-on merupakan senyawa yang dominan dengan komposisi 54.21%

(Tabel 4).

Tabel 4 Komponen minyak atsiri temu hitam hasil analisis dengan GC-MS

Klasifikasi Nama senyawa Bagian temu hitam (%)

Daun Batang Rimpang F1 MR

Monoterpena Kamfena - - + -

Kamfor + - - +

β-Pinena + - + -

Isoborneol - + -

Limonena + - - -

1.8-Sineol + - 13.23 +

Alkanfor - - + -

α-Terpinena + + - -

Seskuiterpena

β-Elemena 7.72 10.01 + +

β-Eudesma - - - +

Humulena + + - -

Aloaromadendrena - + - -

Kariofilena 8.35 6.59 - +

Gemakren-D + + - -

trans-6-Etenil-4,5,6,7-

tetrahidro-3,6-dimetil-

5-isopropenil

benzofuran

+ 7.03 +

-

Epikurzerenon 13.98 18.80 - -

Isokurkumenol - - - +

Senyawa non

terpenoid

2,2,5-Trimetil-2‟(H)-

5‟-6‟-Dihidropirano

[3‟,4‟,9]indan-1-on

- - 40.11 54.21

Dan lain-lain hingga 100%

Keterangan : (-) Tidak teridentifikasi

(+) Teridentifikasi dengan komposisi 1 6%

12

Gambar 7 Struktur senyawa dominan minyak atsiri temu hitam

F1.2 MR yang aktif sebagai antibakteri, berdasarkan hasil identifikasi GC-

MS, memiliki 1 puncak dominan dengan bobot molekul 230 g/mol (Lampiran

10b). Hasil spektrum 13

C NMR (Lampiran 11a) menunjukkan ada 15 karbon.

Geseran kimia 195.0 ppm menunjukkan gugus karbonil berupa keton terkonjugasi.

Geseran kimia 145.6, 141.1, 139.6, 119.3, 115.7, 113.0 ppm adanya gugus

benzena tersubstitusi. Geseran kimia benzena jika tidak tersubstitusi adalah 128.5

ppm (Pavia et al. 2001). Adanya gugus penarik elektron membuat geseran kimia

lebih downfield. Geseran kimia 64.1 dan 50.8 ppm menunjukkan adanya gugus C-

O (Pavia et al. 2001 dan Supratman 2010). Berdasarkan spektrum 1H NMR

terdapat 18 hidrogen pada senyawa tersebut. Geseran kimia 7.1 ppm menunjukkan

adanya H yang menempel langsung pada benzena. Geseran kimia 1.5 ppm

menunjukkan adanya -CH3. Berdasarkan data tersebut senyawa pada F1.2 MR

diduga adalah 2,2,5-trimetil-2‟(H)-5‟,6‟-dihi-dropirano[3‟,4‟-g]indan-1-on

(C15H18O2). Geseran kimia atom C dan atom H disajikan di Gambar 8 dan Tabel 5.

Gambar 8 Struktur 2,2,5-trimetil-2‟(H)-5‟-6‟-dihidropirano-[3‟,4‟,g]indan-1-on (δ

ppm 13

C NMR dan 1H NMR)

β-pinena 1.8-sineol β-elemena kariofilena

trans-6-etenil-4,5,6,7-tetrahidro-3,6-

dimetil-5-isopropenil benzofuran

2,2,5-trimetil-2‟(H)5‟,6‟-

dihidropirano[3‟,4‟,g]indan-

1-on

Epikurzerenon

13

Tabel 5 Geseran kimia sinyal 1H dan

13C NMR F1.2 MR (pelarut CDCl3)

Atom C/H δH 600 MHz (ppm)

(multiplisitas, ∑ )

δC 150 MHz (ppm)

1 - 195.0

2 - 42.9

3 2.2 (s, 2H) 33.6

4 7.1 (s, 1H) 113.3

5 - 115.7

2‟ 4.7 (s, 2H) 50.8

3‟ - 141.1 4‟ - 139.6

5‟ 2.9 (t, 2H) 24.9

6‟ 5.0 (t, 2H) 64.1

1” dan 2” 1.5 (s, 6H) 9.0 3” - 119.3

4” 1.8 (s, 3H) 24.9

5” - 145.6

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Minyak atsiri rimpang, batang, dan daun temu hitam hasil isolasi berwarna

cokelat dan berbau khas. Rimpang temu hitam memiliki rendemen paling tinggi

(1.99 %). Senyawa dominan minyak rimpang adalah 2,2,5-trimetil-2‟(H)-5‟-6‟-

dihidropirano[3‟,4‟,9]indan-1-on (40.11%) dan 1,8 sineol (13.23%). Senyawa

dominan minyak atsiri batang adalah epikurzerenon, β-elemena, trans-benzofuran-

6-etenil-4,5,6,7-tetrahidro-3,6-dimetil-5-isopropenil, dan kariofilena. Sementara

itu, senyawa dominan minyak atsiri daun adalah epikurzerenon, kariofilena, dan

β-elemena. Minyak atsiri rimpang memiliki potensi antibakteri paling baik dengan

KHM dan KBM berturut-turut adalah 15.63 dan 1000 µg/mL. Minyak kasar

rimpang lebih kecil nilai KHM dan KBMnya daripada fraksi hasil fraksionsi

kolom maupun KLTP. Senyawa dalam minyak atsiri rimpang yang diduga paling

berperan sebagai antibakteri S.mutans adalah 2,2,5-trimetil-2‟(H)-5‟-6‟-

dihidropirano [3‟,4‟,9]indan-1-on. Minyak atsiri batang temu hitam lebih baik

mendegradasi biofilm (IC50=1347.27 µg/mL) daripada minyak atsiri daun ataupun

rimpang. Setelah minyak atsiri rimpang difraksionasi persen degradasinya lebih

tinggi dari minyak kasarnya. Minyak atsiri kasar temu hitam maupun fraksinya

tidak lebih baik mendegradasi biofilm dari klorheksidin. Namun berdasarkan nilai

KHM, minyak atsiri rimpang cukup baik sebagai antibakteri S. mutans, sehingga

minyak kasar rimpang temu hitam berpotensi untuk dicampurkan dalam pasta gigi

ataupun obat kumur. Namun masih perlu diuji lebih lanjut interaksi minyak atsiri

dengan bahan pengisi pasta gigi ataupun obat kumur. Interaksi tersebut dapat

menghambat kerja minyak atsiri atau tidak sebagai antibakteri S. mutans. Selain

14

itu, perlu diuji lebih lanjut kelarutan minyak atsiri dalam pasta gigi atau obat

kumur.

Saran

Minyak atsiri rimpang, batang, dan daun temu hitam, serta F1, F2, F3, dan

F4 MR perlu diuji aktivitasnya terhadap penghambatan kerja enzim

glukosiltransferase agar diketahui cara kerja masing-masing minyak atsiri tersebut

sebagai antibakteri S. mutans.

DAFTAR PUSTAKA

Agusta A. 2007. Perbandingan Komponen kimia rimpang temu hitam (Curcuma

aeruginosa Roxb.) dan temu putih (C. zeodaria ) yang tumbuh di Indonesia

dengan Gajutsu (C. zedoaria) asal Jepang. Bogor (ID) : Puslit Biologi-LIPI

Anggraeni A.2010. Fraksionasi senyawa minyak atsiri Temulawak sebagai

pelangsing aromaterapi secara in vivo [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian

Bogor (ID).

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2006. Official Methods of

AOAC International. Edisi ke-14. Arlington: Association of Official Analytical

Chemist.

Ardani M, Pratiwi S U T, dan Hertiani T. 2010. Efek campuran minyak atsiri daun

cengkeh dan kulit manis sebagai antiplak gigi. Majalah Farmasi Indonesia 21

(3) : 191-201.

Batubara I, Mitsunaga T, Ohasi H. 2009. Screening antiacne potency of

Indonesian medicinal plants; antibacterial, lipase inhibition, and antioxidant

activities. J Wood Sci 55: 230-235.

Darmawan L. 2007. Cara Instan Membuat Gigi Sehat dan Cantik dengan Dental

Cosmetic dan Kiat Merawat Gigi yang Tepat dan Efektif. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama.

[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1978. Jilid 2. Jakarta

(ID): Depkes RI.

Muchtaridi, A. Subarnas, A. Apriyantono, S. Budijanto. 2004. Analysis of volatile

active compounds of essential oils of nutmeg seeds pessesing inhibitory

properties on mice locomotor activity. J Nat Acta Math 3(3):20-28.

O‟Toole G dan Kolter R (1998). Initiation of biofilm formation in Pseudomonas

fluorescens WCS365 proceeds via multiple, convergent signaling pathways: a

genetic analysis. Molecular Microbiology 28 (3) : 449-461.

Pavia, Lampman, & Kriz. 2001. Introduction Spectroscopy Third Edition.

Washington: Thomson Learning Inc.

Philip K, Malek SNA, Sani W, Shin SK, Kumar S, Lai HK, Serm LG, dan

Rahman SNSA. 2009. Am. J. Applied Sci. 6 (8) : 1613-1617.

Pramono S, Wahyono D, Farjawati R. 2001.Pengaruh minyak atsiri temu ireng

(Curcuma aeruginosa Roxb.) terhadap bobot badan tikus. Warta Tumbuhan

Obat Indonesia 7(1): 27-29.

15

Purwanti , Suranto, Setyaningsih R. 2003. Potensi penghambatan minyak atsiri

dan ekstrak kasar rimpang lempuyang (Zingiber spp.) terhadap pertumbuhan

Fusarium oxysporum Schlecht f sp. Cubense. Biofarmasi 1 (2): 58-64

Reanmongkol W, Subhadhirasakul S, Khaisombat N, Fuengnawakit P, Jantasila S,

dan Khamjun A. 2006. Investigation the antinociceptive, antipyretic and anti-

inflammatory activities of Curcuma aeruginosa Roxb. extracts in experimental

animals. Songklanakarin J. Sci. Technol 28(5) : 999-1008.

Rouessaac F dan Roussac A. 2007. Chemical Analysis Modern Instrumentation

Methods and Techniques. Second Edition. England : John Wiley & Sons Ltd.

Rukmana HR. 2004. Temu-temuan Apotik Hidup di Pekarangan. Yogyakarta :

Kansius.

Rukayadi Y dan Hwang J K. 2006. In vitro activity of xanthorrhizol against

Streptococcus mutans biofilms. Letters in Applied Mic. 42 : 400-404.

Sabir A. 2005. Aktivitas flavonoid propolis trigona Sp terhadap bakteri

Streptococcus mutans (in vitro). Majalah Kedokteran Gigi ( Dent. J) 38 (3) :

135-141.

Sibagariang N. 1997. Efek samping penggunaan khlorheksidin 0,2% pada

penderita gingivitis. [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.

Supratman U. 2010.Elusidasi Struktur Senyawa Organik; Metode Spektroskopi

untuk penentuan struktur senyawa organic. Bandung(ID): Widya Padjajaran.

Sutaryo, Broto S.S, Damajanti D, dan Chairul.1996. Telaah komponen kimia

rimpang temu hitam curcuma aeruginosa dan temu giring (Curcuma heyneana

Val, & V.Zijp.). Prosiding Simposium Nasional 1 Tumbuhan Obat dan

Aromatik APINMAP. Jakarta.

Won S, Hong M, Kim Y, Li C Y, Kim J, dan Rhee H. 2007. Oleic acid: An

efficient inhibitor of glucosyltransferase. FEBS Letters 581 :4999–5002.

16

LAMPIRAN

Lampiarn 1 Bagan alir penelitian

Kadar air dan kadar abu

Distilasi uap

Rendeman

minyak atsiri Minyak

rimpang

Dikeringkan

Analisis GC-MS Uji aktivitas

Penentuan eluen terbaik

dengan KLT

Senyawa minyak atsiri rimpang,

batang, daun, dan bunga temu hitam

Eluen terbaik

Minyak rimpang

Fraksi 2 Fraksi 1 Fraksi 3 Fraksi 6 …

Fraksionasi dengan kolom

Uji aktivitas

Analisis

GC-MS

Fraksi 1

Uji aktivitas

Senyawa fraksi 1.2

Identifikasi GC-MS dan

NMR

Fraksi 1.2

Fraksionasi dengan KLTP

Fraksi 1.1 Fraksi 1.2 Fraksi 1.3

Senyawa

fraksi 1

Rimpang segar Batang segar Daun segar

Minyak

batang

Minyak

daun

17

Lampiran 2 Hasil determinasi tanaman temu hitam

18

Lampiran 3 Kadar air rimpang, batang, dan daun Temu Hitam

Sampel

Ulangan

Bobot

sampel

basah (g)

Bobot

sampel

kering (g)

Kadar

air

(%b/b)

Rerata

kadar air

(%b/b)

Rimpang

1 3.0028 0.1448 95.18

95.04 2 3.0030 0.1540 94.88

3 3.0077 0.1479 95.08

Batang

1 3.0072 0.2387 92.06

92.31 2 3.0005 0.2331 92.23

3 3.0076 0.2219 92.62

Daun

1 3.0072 0.4779 84.11

84.51 2 3.0036 0.4549 84.86

3 3.0050 0.4635 84.58

Contoh Perhitungan

Kadar air = a-b

a 1

Kadar air rimpang =3. 28 g- .1448g

3. 28 g 1

= 95.18 (b/b)

Rerata kadar air rimpang =∑ Xi3i=1

3

95.18 94.87 95. 8

3

(b/b)

Lampiran 4 Kadar abu rimpang, batang, dan daun Temu Hitam

Sampel

Ulangan

Bobot

sampel

basah (g)

Bobot abu

(g)

Kadar

abu

(%b/b)

Rerata

kadar abu

(%b/b)

Rimpang 1 1.0043 0.0031 6.23

5.83 2 1.0010 0.0030 5.44

Batang

1 1.0063 0.0040 5.17

6.10 2 1.0091 0.0050 6.44

3 1.0080 0.0052 6.70

Daun

1 1.0043 0.0159 10.22

10.82 2 1.0018 0.0162 10.44

3 1.0020 0.0183 11.79

Keterangan

a = Bobot sampel basah (g)

b = Bobot sampel kering (g)

19

Contoh perhitungan

Kadar abu -X

Kadar abu rimpang

6.2284

Lampiran 5 Rendemen minyak atsiri rimpang, batang, dan daun Temu Hitam

Sampel Bobot

sampel (g)

Bobot cawan

kosong (g)

Bobot

minyak (g)

Rendeman

(%b/b)

Rimpang 2000 11.1800 1.9775 1.99

Batang 2000 11.6350 0.1367 0.09

Daun 900 11.7118 0.2726 0.20

Contoh perhitungan

Rendeman minyak atsiri

1

Rendeman minyak rimpang

1

Lampiran 6 Visualisasi degradasi biofilm minyak atsiri (1) rimpang, (2) batang

(baris terakhir: etanol), dan (3) daun temu hitam (baris terakhir:

DMSO 20% ), (4) klorheksidin; (a) ulangan 1, (b)ulangan 2, dan (c)

blanko aktivitas

Keterangan

Z = Bobot cawan abu (g)

X = Bobot cawan kosong (g)

Y = Bobot sampel (g)

Konsentrasi

(µg/ml

2000

1000

500

250

125

62.5

31.25

15.63

1a 1b 1c 2a 2b 2c 3a 3b 3c

DMSO 20%

31.25

15.63

7.81

3.91

1.95

0.49

4a 4b

Konsentrasi

(µg/ml)

20

Lampiran 7 Visualisasi degradasi biofilm fraksi minyak atsri rimpang dan fraksi

hasil fraksionasi F1 MR dengan KLTP

Lampiran 8 Contoh penentuan IC50 (µg/ml) degradator biofilm minyak atsiri

batang temu hitam, fraksi minyak astsiri rimpang, dan klorheksidin

Konsentrasi

(µg/ml)

% degradasi batang IC50

(µg/ml) Ul 1 Ul 2 Rerata

250 11.13 5.75 8.44

1347.27 500 32.22 31.87 32.05

1000 33.44 33.44 33.44

2000 60.34 68.15 64.25

Contoh perhitungan :

Persamaan garis : y= . 33x 5.54

y= . 33x 5.54

x=5 5.54

. 33

= 1347.27

IC50 = 1516.36 g ml

y = 0.033x + 5.54 R² = 0.927

0

10

20

30

40

50

60

70

80

0 500 1000 1500 2000 2500

% d

egr

adas

i

[batang] (µg/ml)

Keterangan:

DMSO 20%

F5 MR

F1 MR

F2 MR F3MR F4MR

F1.2 MR

F1.1 MR

F1.3

MR

Konsentrasi

(µg/ml)

2000

1000

500

250

125

62.5

31.25

15.63

21

Konsentrasi

(µg/ml)

% Degradasi F1 IC50

(µg/ml) Ul 1 Ul 2 Rerata

250 45.24 47.33 46.29

508.95 500 40.15 44,24 42.12

1000 67.52 70.44 68.98

2000 73.69 77.56 75.63

Konsentrasi

(µg/ml)

% Degradasi F2 IC50

(µg/ml) Ul 1 Ul2 Rerata

250 39.30 30.08 34.69

375.71 500 65.68 64.41 65.04

1000 67.52 79.85 73.69

2000 81.89 88.24 85.06

Konsentrasi

(µg/ml)

Persen degradasi F3 IC50

(µg/ml) Ul 1 Ul 2 Ul 3

125 38.86 32.06 35.46

228.53 250 53.09 59.89 56.49

500 63.58 61.86 62.72

1000 75.34 77.50 76.42

2000 77.56 72.86 75.21

Konsentrasi

(µg/ml)

Persen degradasi F4 (%)

Ul 1 Ul 2 Rerata

125 34.09 34.85 34.47

500 72.67 70.06 71.37

1000 56.53 55.13 55.83

2000 62.75 63.01 62.88

Konsentrasi

(µg/ml)

% degradasi klorheksidin

Ul 1 Ul 2 Rerata

IC50

(µg/ml)

0.488 31.29 23.98 27.64

2.58

1.953 42.54 44.51 43.53

3.906 66.69 66.31 66.50

7.813 68.54 64.60 66.57

15.63 69.87 60.59 65.23

31.25 70.64 72.86 71.75

22

Lampiran 9 Kromatogram minyak atsiri (a) rimpang, (b) batang, (c) daun, dan (d)

F1 MR temu hitam; (1) kamfena, (2) 1,8-sineol; (3) kamfor, (4) (-)-

alkanfor, (5) β-elemena, (6) kariofilena, (7) trans-benzofuran-6-

etenil-4,5,6,7-tetrahidro-3,6-dimetil-5 isopropenil, (8) 2,2,5-trimetil-

2‟(H)-5‟-6‟-dihidropirano[3‟,4‟,9]indan-1-on, (9) epikurzerenon

5 . 0 0 1 0 . 0 0 1 5 . 0 0 2 0 . 0 0 2 5 . 0 0 3 0 . 0 0 3 5 . 0 0

5 0 0 0 0 0 0

1 e + 0 7

1 . 5 e + 0 7

2 e + 0 7

2 . 5 e + 0 7

3 e + 0 7

3 . 5 e + 0 7

4 e + 0 7

4 . 5 e + 0 7

5 e + 0 7

5 . 5 e + 0 7

6 e + 0 7

6 . 5 e + 0 7

7 e + 0 7

7 . 5 e + 0 7

8 e + 0 7

T im e -->

A b u n d a n c e

T I C : R I M P A N G . D \ d a t a . m s

5 .0 0 1 0 .0 0 1 5 .0 0 2 0 .0 0 2 5 .0 0 3 0 .0 0 3 5 .0 0 4 0 .0 0

0

5 0 0 0 0 0

1 0 0 0 0 0 0

1 5 0 0 0 0 0

2 0 0 0 0 0 0

2 5 0 0 0 0 0

3 0 0 0 0 0 0

3 5 0 0 0 0 0

4 0 0 0 0 0 0

4 5 0 0 0 0 0

5 0 0 0 0 0 0

5 5 0 0 0 0 0

6 0 0 0 0 0 0

6 5 0 0 0 0 0

7 0 0 0 0 0 0

7 5 0 0 0 0 0

8 0 0 0 0 0 0

T im e -->

A b u n d a n c e

T IC : B A T A N G .D \ d a ta .m s

a

b

6 1 4

2

7

8

2

6

6

5

7

9

23

5 . 0 0 1 0 . 0 0 1 5 . 0 0 2 0 . 0 0 2 5 . 0 0 3 0 . 0 0 3 5 . 0 0 4 0 . 0 0

1 0 0 0 0 0 0

2 0 0 0 0 0 0

3 0 0 0 0 0 0

4 0 0 0 0 0 0

5 0 0 0 0 0 0

6 0 0 0 0 0 0

7 0 0 0 0 0 0

8 0 0 0 0 0 0

9 0 0 0 0 0 0

1 e + 0 7

1 . 1 e + 0 7

1 . 2 e + 0 7

1 . 3 e + 0 7

1 . 4 e + 0 7

1 . 5 e + 0 7

1 . 6 e + 0 7

1 . 7 e + 0 7

1 . 8 e + 0 7

1 . 9 e + 0 7

2 e + 0 7

2 . 1 e + 0 7

T im e - ->

A b u n d a n c e

T I C : M I N Y A K D A U N . D \ d a t a . m s

5 . 0 0 1 0 . 0 0 1 5 . 0 0 2 0 . 0 0 2 5 . 0 0 3 0 . 0 0 3 5 . 0 0

2 0 0 0 0 0 0

4 0 0 0 0 0 0

6 0 0 0 0 0 0

8 0 0 0 0 0 0

1 e + 0 7

1 . 2 e + 0 7

1 . 4 e + 0 7

1 . 6 e + 0 7

1 . 8 e + 0 7

2 e + 0 7

2 . 2 e + 0 7

2 . 4 e + 0 7

2 . 6 e + 0 7

2 . 8 e + 0 7

3 e + 0 7

3 . 2 e + 0 7

3 . 4 e + 0 7

3 . 6 e + 0 7

3 . 8 e + 0 7

4 e + 0 7

4 . 2 e + 0 7

4 . 4 e + 0 7

T i m e - - >

A b u n d a n c e

T I C : S A M P L E . D \ d a t a . m s

c

d

5

6

2

3

7

9

2

3

5

8

24

Lampiran 10 Kromatogram (a) F1.2 MR dengan GC-MS dan (b) spektrum MS

Lampiran 11 Spektrum (a) 1H NMR dan (b)

13C NMR senyawa F1.2 MR

50.0 75.0 100.0 125.0 150.0 175.0 200.0 225.0 250.0 275.0 300.0 325.0 350.0 375.0 400.0 425.0 450.0 475.00.0

25.0

50.0

75.0

100.0

%

122

94

6541230

162 215145 187 252 431298 484409

MR=230 g/mol

a

a

b

CDCl3

25

CDCl3

b

26

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tebing Tinggi pada tanggal 24 Juni 1992 dari

pasangan Bapak Liston Repto Tambunan dan Juliana Sianipar. Penulis adalah

anak ke-2 dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan di sekolah

dasar SDN 068475 Medan, Sumatera Utara pada tahun 2004. Pada tahun 2007,

penulis menyelesaikan pendidikan di SMPN 45 Medan, Sumatera Utara. Penulis

menyelesaikan pendidikan di SMAN 12 Medan, Sumatera Utara pada tahun 2010.

Pada tahun 2010, penulis lolos seleksi masuk Departemen Kimia Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB melalui jalur undangan (USMI).

Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis memperoleh beasiswa

Bidik Misi. Penulis mengikuti organisasi PMK (Persekutuan Mahasiswa Kristen)

IPB yaitu Komisi Pelayanan Khusus (Kopelkhu). Penulis juga memiliki

pengalaman menjadi asisten praktikum kimia TPB pada TA 2011/2012 dan

2013/2014, asisten kimia dasar 2 TA 2013/2014, asisten Azas Kimia Analitik TA

2013/2014, asisten kimia analitik layanan Biokimia TA 2013/2014, dan asisten

Teknik Pemisahan TA 2013/2014. Penulis juga merupakan tentor di bimbingan

belajar Katalis mengajarkan mata kuliah kimia, kimia dasar II, dan kimia analitik

layanan. Penulis pernah mengikuti program PKM bidang penelitian yang didanai

oleh DIKTI tahun 2 12 dengan judul “CPU (Colour Print Unit) sebagai Inovasi

Tinta Printer Berbasis Bahan Alami Ramah Lingkungan”. Penulis memiliki

pengalaman praktik lapang di PPPTMGB Lemigas Jakarta Selatan tahun 2012.