BAB I
PENDAHULUAN
Mioma uteri merupakan tumor jinak dari otot rahim. Jumlah penderita mioma
uteri ini sulit diketahui secara akurat karena banyak yang tidak menimbulkan keluhan
sehingga penderita tidak memeriksakan dirinya ke dokter. Sampai saat ini belum
diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga merupakan penyakit multifaktorial.
Mioma dapat bervariasi dalam ukuran dan jumlahnya, mulai dari beberapa
gram sampai mencapai lebih 45 kg serta jumlahnya bisa tunggal atau lebih dari satu.
Mioma merupakan penyebab gangguan kesuburan sebesar 27% dan sebagai salah satu
penyebab diangkatnya rahim seorang wanita. Di USA, perdarahan rahim berlebih
akibat mioma merupakan salah satu indikasi dilakukannya tindakan pengangkatan
rahim dan diperkirakan 600.000 kasus pengangkatan rahim dilakukan setiap tahun.
Jumlah penderitanya belum diketahui secara pasti karena banyak yang tidak
merasakan keluhan sehingga tidak periksa ke dokter, namun diperkirakan insiden
mioma uteri sekitar 20%-30% dari seluruh wanita. Di Indonesia, kasus mioma uteri di
temukan sebesar 2,39%-11,7% pada semua pasien kebidanan yang dirawat. Mioma 3-
9 kali lipat lebih sering pada wanita kulit hitam dibandingkan wanita kulit putih.
Mioma paling sering ditemukan pada usia 35-45 tahun, jarang ditemukan pada
usia 20 tahun juga setelah menopause. Kejadian mioma uteri sebesar 20-40% di
temukan pada wanita yang berusia lebih dari 35 tahun. Mioma cenderung membesar
ketika hamil dan mengecil ketika menopause. Apabila pertumbuhan mioma semakin
membesar setelah menopause maka kecugiaan ke arah keganasan harus dipikirkan.
Penyakit mioma uteri berasal dari otot polos rahim. Beberapa teori
menyebutkan pertumbuhan tumor ini disebabkan rangsangan hormon estrogen. Pada
jaringan mioma jumlah reseptor estrogen lebih tinggi dibandingkan jaringan otot
kandungan (miometrium) sekitarnya sehingga mioma uteri ini sering kali tumbuh
lebih cepat pada kehamilan (membesar pada usia reproduksi) dan biasanya berkurang
ukurannya sesudah menopause (mengecil pada pascamenopause). Sering kali mioma
uteri membesar ke arah rongga rahim dan tumbuh keluar dari mulut rahim. Ini yang
sering disebut sebagai Myoma Geburt (Geburt berasal dari bahasa Jerman yang
berarti lahir). Tumor yang ada dalam rahim dapat tumbuh lebih dari satu, pada
1
perabaan memiliki konsistensi kenyal, berbentuk bulat dan permukaan berbenjol-
benjol seperti layaknya tumor perut.
Mioma uteri dapat ditemukan melalui pemeriksaan ginekologi rutin. Diagnosis
mioma uteri dicurigai bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh satu atau lebih massa
yang lebih licin, tetapi sering sulit untuk memastikan bahwa massa seperti ini adalah
bagian dari uterus. Sedangkan pemeriksaan untuk mengetahui adanya mioma dapat
dilakukan ultrasonografi, histeroskopi dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) yang
akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi mioma tetapi jarang
diperlukan karena keterbatasan ekonomi dan sumber daya. MRI dapat menjadi
alternatif ultrasonografi pada kasus-kasus yang tidak dapat disimpulkan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Mioma uteri atau yang disebut juga leiomioma, fibromioma dan fibroid adalah
neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat, sehingga bila banyak
mengandung sel otot maka konsistensinya lunak, sedangkan bila mengandung banyak
jaringan ikat (fibroid) maka konsistensinya kenyal, dengan ukuran bervariasi dari
sangat kecil sampai sangat besar yang mengisi pelvis dan abdomen dapat tunggal atau
multipel.
II.2 Epidemiologi
Mioma terjadi pada kira-kira 5 persen wanita selama masa reproduksi. Tumor
ini tumbuh dengan lambat dan mungkin baru dideteksi secara klinis pada kehidupan
dekade keempat. Pada dekade keempat ini insidennya mencapai kira-kira 20%.
Mioma lebih sering pada wanita nulipara atau wanita yang mempunya 1 anak.
Mioma pada kehamilan menurut perkiraan frekuensi dalam kehamilan dan
persalinan berkisar sekitar 1 persen dan banyak mioma kecil tidak dikenal. Dalam
banyak kasus kombinasi mioma dengan kehamilan tidak mempunyai arti apa-apa. Di
pihak lain, kombinasi itu dapat menyebabkan komplikasi obstetrik yang besar artinya.
Hal itu tergantung besarnya dan lokalisasinya. Secara umum, angka kejadian mioma
uteri diprediksi mencapai 20%-30% terjadi pada wanita berusia di atas 35 tahun.
II.3 Etiologi
Penyebab pasti dari mioma pada rahim masih belum diketahui secara jelas.
Namun beberapa penelitian mengatakan bahwa mioma muncul dari satu sel ganas
yang berada di antara otot polos dalam rahim. Selain itu adanya faktor keturunan juga
diduga sebagai penyebab mioma.
Pertumbuhan dari mioma uteri diduga berkaitan dengan hormon estrogen.
Mioma menunjukkan pertumbuhan maksimal selama masa reproduksi, ketika
pengeluaran estrogen maksimal dan dapat bertambah besar dengan cepat selama
kehamilan dimana saat itu kadar estrogennya sangat tinggi. Tidak didapatkan bukti
3
bahwa hormon estrogen berperan sebagai penyebab mioma namun diketahui bahwa
estrogen berpengaruh terhadap pertumbuhan mioma. Mioma terdiri dari reseptor
estrogen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibanding dari miometrium sekitarnya
namun konsentrasinya lebih rendah dibanding endometrium. Hormon progesteron
meningkatkan aktivitas mitotik dari mioma pada wanita muda namun mekanisme dan
faktor pertumbuhan yang terlibat tidak diketahui secara pasti. Progesteron
memungkinkan pembesaran tumor down-regulation apoptosis dari tumor. Estrogen
berperan dalam pembesaran tumor dengan meningkatkan produksi matriks
ekstraseluler.
Teori Mayer dan De Snoo mengajukan teori cell nest atau teori genitoblas.
Percobaan Lipschurz yang memberikan estrogen kepada kelinci percobaan ternyata
menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat lain di
dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan pemberian preparat
progesteron atau testosteron. Pukka dan kawan-kawan menyatakan bahwa reseptor
estrogen pada mioma lebih banyak didapati dari pada miometrium normal. Menurut
Meyer asal mioma adalah sel immatur, bukan dari selaput otot yang matur.
Mioma uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium, menurut teori
onkogenik, maka patogenesa mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor, yaitu inisiator dan
promotor. Faktor-faktor yang menginisiasi pertumbuhan mioma uteri masih belum
diketahui secara pasti. Dari penelitian menggunakan glucose-6-phosphate
dihydrogenase diketahui bahwa mioma berasal dari jaringan yang uniseluler.
Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi mioma melibatkan mutasi somatik
dari miometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid seks dan growth
faktor. Mutasi somatik ini merupakan peristiwa awal dalam proses pertumbuhan
tumor.
II.4 Faktor Predisposisi
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya mioma uteri. Berikut
adalah beberapa faktor tersebut :
Genetik
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma
uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan
dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. Penderita mioma
yang mempunyai riwayat keluarga penderita mioma mempunyai 2 (dua) kali
4
lipat kekuatan ekspresi dari VEGF-α (alfa myoma-related growth factor)
dibandingkan dengan penderita mioma yang tidak mempunyai riwayat
keluarga penderita mioma uteri.
Ras
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa wanita keturunan Afro-Amerika
memiliki resiko 2,9 kali lebih besar untuk menderita mioma uteri
dibandingkan dengan wanita Kaukasia.
Usia
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun (20%), ditemukan
sekitar 40%-50% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Mioma uteri jarang
ditemukan sebelum menarche (sebelum mendapatkan haid). Sedangkan pada
wanita menopause mioma uteri ditemukan sebesar 10%. Mioma menunjukkan
pertumbuhan maksimal selama masa reproduksi dimana saat itu kadar
estrogen sangat tinggi. Tumor ini paling sering memberikan gejala klinis
antara 35-45 tahun dan mengalami pengecilan pada saat menopause.
Fungsi ovarium
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan
mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarche, berkembang setelah
kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause.
Hormon endogen (Endogenous Hormonal)
Mioma uteri sangat sedikit ditemukan pada spesimen yang diambil dari hasil
histerektomi wanita yang telah menopause, diterangkan bahwa hormon
estrogen endogen pada wanita-wanita menopause pada level yang
rendah/sedikit. Ditemukan bahwa konsentrasi estrogen pada jaringan mioma
uteri lebih tinggi dibandingkan jaringan miometrium normal terutama pada
fase proliferasi dari siklus menstruasi.
Paritas
Lebih sering terjadi pada nulipara, multipara atau pada wanita yang relatif
infertil, tetapi sampai saat ini belum diketahui apakah infertilitas menyebabkan
mioma uteri atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertilitas, atau
apakah kedua keadaan ini saling mempengaruhi.
Kehamilan
5
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar estrogen
dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus kemungkinan
dapat mempercepat terjadinya pembesaran mioma uteri.
Indeks Massa Tubuh (IMT)
Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. Hal ini mungkin
berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi estrogen oleh enzim
aromatease di jaringan lemak. Hasilnya terjadi peningkatan jumlah estrogen
tubuh yang mampu meningkatkan prevalensi mioma uteri.
Makanan
Beberapa penelitian menerangkan hubungan antara makanan dengan
prevalensi atau pertumbuhan mioma uteri. Dilaporkan bahwa daging sapi,
daging setengah matang (red meat), dan daging babi meningkatkan insiden
mioma uteri, namun sayuran hijau menurunkan insiden mioma uteri. Tidak
diketahui dengan pasti apakah vitamin, serat atau fitoestrogen berhubungan
dengan mioma uteri.
Kebiasaan merokok
Merokok dapat mengurangi insiden mioma uteri. Diterangkan dengan
penurunan bioaviabilitas estrogen dan penurunan konversi androgen menjadi
estrogen dengan penghambatan enzim aromatase oleh nikotin.
Selain itu, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dari
mioma uteri, diantaranya adalah :
Faktor hormonal
1. Hormon estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarche. Seringkali terdapat pertumbuhan
tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma
uteri akan mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium.
Adanya hubungan dengan kelainan lainnya yang tergantung estrogen
seperti endometriosis (50%), perubahan fibrosistik dari payudara (14,8%),
adenomyosis (16,5%) dan hiperplasia endometrium (9,3%). Mioma uteri
banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita
dengan sterilitas. 17B hidroxydehidrogenase : enzim ini mengubah
estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas
enzim ini berkurang pada jaringan miomatous yang juga mempunyai
jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak daripada miometrium normal.
6
2. Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron
menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu : mengaktifkan
17B hidroxydehidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada
tumor.
3. Growth hormon
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon
yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL, terlihat
pada periode ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari
leiomioma selama kehamilan mungkin merupakan hasil kerja sinergis
antara HPL dengan estrogen.
Faktor genetik
Mioma memiliki sekitar 40% kromosom yang abnormal, yaitu adanya translokasi
antara kromosom 12 dan 14, delesi kromosom 7 dan trisomi dari kromosom 12
Faktor pertumbuhan
Faktor pertumbuhan berupa protein atau polipeptida yang diproduksi oleh sel
otot polos dan fibroblas, mengontrol proliferasi sel dan merangsang
pertumbuhan dari mioma.
II.5 Klasifikasi
Klasifikasi mioma uteri didasarkan atas lokasi dan lapisan uterus yang terkena.
Berdasarkan lokasi, mioma uteri dibedakan menjadi :
1) Korpus (91%) → merupakan lokasi paling lazim dan seringkali tanpa gejala
2) Servikal (2,6%) → umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan infeksi
3) Isthmus (7,2%) → lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus
urinarius
Berdasarkan lapisan uterus yang terkena dan arah pertumbuhan, dibedakan menjadi :
1) Mioma Submukosa
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis ini
dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan
gangguan perdarahan. Mioma uteri jenis lain meskipun besar mungkin belum
memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil
sering memberikan keluhan gangguan perdarahan.
7
Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dari tindakan kuretase, dengan
adanya benjolan waktu kuret, dikenal sebagai “Currete bump” dan dengan
pemeriksaan histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor. Tumor jenis
ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata.
Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang
mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina,
dikenal dengan nama “mioma geburt” atau mioma yang dilahirkan, yang
mudah mengalami infeksi, ulserasi dan infark. Kemungkinan terjadinya
degenerasi sarkoma juga lebih besar pada jenis ini.
Adanya bentuk pedikel menyebabkan dismenore sebagai usaha dari uterus
untuk mengeluarkannya. Ulserasi dan nekrosa mengakibatkan adanya
discharge yang bau dan warna yang tidak tetap, sehingga sering salah
dianggap sebagai kanker serviks.
2) Mioma Intramural
Disebut juga sebagai mioma intraepitelial dan terdapat di dinding uterus di
antara serabut miometrium. Karena pertumbuhan tumor, jaringan otot
sekitarnya akan terdesak dan terbentuklah semacam simpai yang mengelilingi
tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus
akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang padat.
Mioma yang terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan
menekan dan mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat
menimbulkan keluhan miksi.
Biasanya multipel apabila masih kecil tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila
besar akan menyebabkan uterus berbenjol-benjol, uterus bertambah besar dan
berubah bentuknya. Mioma sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti
kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah
bawah.
Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma subserosa dan kadang-kadang
sebagai mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat besar, padat (jaringan
ikat dominan), lunak (jaringan otot rahim dominan). Prevalensi sebesar 54%
dari seluruh kasus mioma.
3) Mioma Subserosa
8
Tumbuh keluar dari dinding uterus dan letaknya di bawah tunika serosa. Dapat
bertangkai atau melayang dalam kavum abdomen. Mioma subserosa yang
bertangkai dapat mengalami torsi dan terasa sangat nyeri. Oleh karena itu
vena-vena yang ada di permukaan pecah dan menyebabkan perdarahan
intraabdominal. Kadang-kadang mioma subserosa timbul di antara dua
ligamentum latum, merupakan mioma interligamenter yang dapat
menyebabkan penekanan pada ureter dan A. Iliaca. Ada kalanya tumor ini
mendapat vaskularisasi yang lebih banyak dari omentum sehingga lambat laun
terlepas dari uterus, disebut sebagai parasitik mioma. Prevalensi mencapai
38,2% dari total kejadian mioma.
II.6 Gambaran Mikroskopik
Pada pembelahan, jaringan mioma tampak lebih putih dari jaringan sekitarnya.
Pada pemeriksaan secara mikroskopik dijumpai sel-sel otot polos panjang, yang
membentuk bangunan yang khas sebagai kumparan (whorle like pattern). Inti sel juga
panjang dan bercampur dengan jaringan ikat. Pada pemotongan transversal, sel
berbentuk polihedral dengan sitoplasma yang banyak mengelilinginya. Pada
pemotongan longitudinal inti sel memanjang dan ditemukan adanya “mast cells” di
antara serabut miometrium dan sering diinterprestasi sebagai sel tumor atau sel
raksasa (giant cells).
9
II.7 Perubahan Sekunder
Perubahan sekunder pada myoma uteri sebagian besar bersifat degeneratif
karena berkurangnya aliran darah ke myoma uteri. Perubahan sekunder tersebut
meliputi :
Atrofi
Sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan berakhir mioma uteri menjadi
kecil.
Degenerasi hialin
Perubahan ini sering terjadi terutama pada penderita usia lanjut. Tumor
kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar
atau hanya sebagian kecil dari padanya seolah-olah memisahkan satu
kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.
Degenerasi kistik
Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, sebagian dari mioma menjadi cair,
sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi seperti agar-agar,
dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga
menyerupai limfangioma. Dengan konsistansi yang lunak tumor ini sukar
dibedakan dari kista ovarium atau suatu kehamilan.
Degenerasi membatu (calcireous degeneration)
Terutama terjadi pada wanita berusia lanjut oleh karena adanya gangguan
dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma
maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rontgen.
Degenerasi merah (carneous degeneration)
Perubahan ini biasanya terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis
diperkirakan karena suatu nekrosis subakut akibat gangguan vaskularisasi.
Pada pembelahan dapat terlihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna
merah disebabkan oleh pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah
tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda yang disertai emesis dan
haus, sedikit demam, kesakitan, tumor dan uterus membesar serta nyeri pada
perabaan. Penampilan klinik seperti ini menyerupai tumor ovarium terpuntir
atau mioma bertangkai.
Degenerasi lemak
10
Keadaan ini jarang dijumpai, tetapi dapat terjadi pada degenerasi hialin yang
lanjut, dikenal dengan sebutan fibrolipoma.
II.8 Manifestasi Klinis dan Diagnosis
Diagnosis mioma uteri didasarkan atas gejala klinis yang didapatkan saat
anamnesa dan dari hasil pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Gejala klinis
tergantung dari lokasi dan besarnya tumor.
Anamnesa :
1. Perdarahan uterus yang abnormal
Perdarahan uterus yang abnormal merupakan gejala klinis yang paling sering
terjadi dan paling penting. Gejala ini terjadi pada 30% pasien dengan mioma
uteri. Wanita dengan mioma uteri mungkin akan mengalami siklus perdarahan
haid yang teratur dan tidak teratur. Menorrhagia dan metrorrhagia sering
terjadi pada pasien mioma uteri. Perdarahan abnormal ini dapat menyebabkan
anemia defisiensi besi.
Patofisiologi perdarahan belum diketahui pasti tapi diduga disregulasi dari
beberapa faktor pertumbuhan dan reseptor-reseptor yang mempunyai efek
langsung pada fungsi vaskuler dan angiogenesis. Perubahan-perubahan ini
menyebabkan kelainan vaskularisasi akibat disregulasi struktur vaskuler di
dalam uterus.
Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain berupa peningkatan ukuran
endometrium, peningkatan vaskularisasi aliran vaskuler ke uterus, gangguan
kontraktilitas uterus, ulserasi endometrium pada mioma submukosum dan
kompresi pada pleksus venosus di dalam miometrium.
Yang sering menyebabkan gejala perdarahan ialah jenis submukosa sebagai
akibat pecahnya pembuluh-pembuluh darah. Mioma intramural juga dapat
menyebabkan perdarahan, oleh karena ada gangguan kontraksi uterus. Jenis
subserosa tidak menyebabkan perdarahan yang abnormal. Kalau ada
perdarahan yang abnormal harus diingat akan kemungkinan yang lain yang
timbul bersamaan dengan mioma yaitu :
- Adeno karsinoma
- Polip
- Faktor fungsionil
11
2. Nyeri panggul
Gejala ini tidak khas untuk mioma, walaupun sering terjadi. Keluhan yang
sering diutarakan ialah rasa berat dan dismenore. Timbulnya rasa sakit dan
nyeri pada mioma disebabkan karena adanya degenerasi akibat adanya oklusi
vaskuler, infeksi, torsio dari mioma yang bertangkai (sifatnya akut dan disertai
rasa eneg dan muntah-muntah) maupun akibat kontraksi miometrium yang
disebabkan mioma subserosum. Tumor yang besar dapat mengisi rongga
pelvis dan menekan bagian tulang pelvis yang dapat menekan saraf sehingga
dapat menyebabkan rasa nyeri yang menyebar ke bagian punggung dan
ekstremitas posterior.
3. Penekanan dan pendesakan
Tanda-tanda penekanan dan pendesakan tergantung dari lokasi dan besar
tumor. Bila menekan kandung kencing, akan menimbulkan kerentanan
kandung kencing (bladder irritability), polakisuria dan disuri. Bila uretra
tertekan dapat menimbulkan retensio urine, dan bila hal ini berlangsung lama
dapat menyebabkan hidronefrosis. Tekanan pada rektum tidak terlalu besar,
kadang-kadang menyebabkan konstipasi dan kadang-kadang sakit pada waktu
defekasi. Tumor dalam kavum Douglas dapat menyebabkan retensio urin.
Kalau besar sekali mungkin ada gangguan pencernaan. Kalau terjadi tekanan
pada vena kava inferior akan terjadi edema dari tungkai bawah.
4. Disfungsi reproduksi
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab infertilitas masih belum jelas.
Dilaporkan sebesar 27%-40% wanita dengan mioma uteri mengalami
fertilitas. Mioma yang terletak di daerah kornu dapat menyebabkan sumbatan
dan gangguan transportasi gamet dan embrio akibat oklusi tuba bilateral.
Mioma uteri dapat menyebabkan gangguan kontraksi ritmik uterus yang
sebenarnya diperlukan untuk motilitas sperma di dalam uterus.
Perubahan bentuk kavum uteri karena adanya mioma dapat menyebabkan
disfungsi reproduksi.
Gangguan implantasi embrio dapat terjadi pada keberadaaan mioma akibat
perubahan histologi endometrium dimana terjadi atrofi karena kompresi massa
tumor.
5. Benjolan
Mengeluh benjolan di perut bagian bawah.
12
Pemeriksaan Fisik :
Dapat dilakukan dengan dua cara :
a. Pemeriksaan luar/abdomen
Pada pemeriksaan abdomen, uterus yang membesar dapat dipalpasi pada
abdomen terutama jika ukurannya besar. Tumor teraba sebagai nodul
ireguler, gerakan bebas serta tidak sakit. Area perlunakan memberi kesan
adanya perubahan-perubahan degeneratif. Biasanya letak tumor di tengah-
tengah. Perlunakan abdomen yang disertai nyeri dapat disebabkan oleh
perdarahan intraperitoneal dari ruptur vena pada permukaan tumor.
b. Pemeriksaan bimanual rutin
Pemeriksaan bimanual dilakukan bila pemeriksaan luar belum jelas,
terutama pada wanita gemuk. Diagnosis mioma uteri dicurigai bila
dijumpai gangguan kontur uterus oleh satu atau lebih massa yang lebih
licin, tetapi sering sulit untuk memastikan bahwa massa seperti ini adalah
bagian dari uterus. Pada keadaan tertentu, mioma submukosa yang
bertangkai dapat mengawali dilatasi serviks dan terlihat pada ostium
servikalis. Uterus cenderung membesar, tidak beraturan dan berbentuk
nodul.
Pemeriksaan Penunjang :
a. Darah lengkap
Hb turun, albumin turun, leukosit turun/meningkat, eritrosit turun.
b. USG (Ultrasonography)
Menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometrium dan
keadaan adneksa dalam rongga pelvis.
Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam
menetapkan adanya mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama
lebih bermanfaat untuk mendeteksi kelainan pada rahim, termasuk mioma
uteri. Uterus yang besar lebih baik diobservasi melalui ultrasonografi
transabdominal. Mioma uteri dapat menampilkan gambaran secara khas
yang mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran uterus.
Sehingga sangatlah tepat untuk digunakan dalam monitoring.
Adanya kalsifikasi ditandai dengan fokus-fokus hiperekoik dengan
bayangan akustik. Degenerasi kistik ditandai dengan adanya gambaran
hipoekoik.
13
c. Histeroskopi
Menggunakan alat berupa teleskop yang tipis dan dimasukkan ke uterus
melalui serviks.
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika
tumornya kecil serta bertangkai. Pemeriksaan ini dapat berfungsi sebagai
alat untuk penegakan diagnosis dan sekaligus untuk pengobatan karena
dapat diangkat.
d. Laparaskopi
Untuk mengevaluasi massa di daerah pelvis.
e. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran dan lokasi mioma tetapi
jarang diperlukan karena keterbatasan ekonomi dan sumber daya. Pada
MRI, mioma tampak sebagai massa gelap terbatas tegas dan dapat
dibedakan dari miometrium yang normal. MRI dapat mendeteksi lesi
sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma
submukosa. MRI dapat menjadi alternatif ultrasonografi pada kasus-kasus
yang tidak dapat disimpulkan
f. Foto Bulk Nier Oversidth (BNO), Intra Vena Pielografi (IVP)
Menilai massa di rongga pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan
ureter.
g. Papaniculou Test
14
Merupakan pemeriksaan sitologis yang memungkinkan untuk mendeteksi
adanya sel yang abnormal dan mendeteksi keganasan tumor pada tahap
awal.
II.9 Diagnosa Banding
Seorang pemeriksa harus mampu membedakan diagnosa mioma uteri dengan
penyakit lain karena setiap penyakit mempunyai metode penanganan yang berbeda.
Berikut adalah diagnosa banding dari mioma uteri :
1. Kehamilan
Uterus membesar merata. Tes kehamilan positif.
2. Pseudosiesis
Terdapat amenorrhea, perut membesar tetapi uterus sebesar biasa, tanda tanda
kehamilan dan reaksi kehamilan negatif.
3. Kistoma Ovarii
Mungkin ada amenorrhea, perut penderita membesar tetapi ukuran uterus
biasa.
4. Vesika urinaria dengan retensio urine
Uterus biasanya membesar.
5. Menopause
Terdapat amenorrhea. Umur wanita kira kira di atas 43 tahun. Uterus sebesar
biasa, tanda-tanda kehamilan dan reaksi kehamilan negatif.
II.10 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi dengan timbulnya mioma uteri antara lain
adalah :
a. Degenerasi ganas
Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang
telah diangkat. Kecurigaan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat
membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.
b. Torsi (putaran tungkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan
sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis.
c. Nekrosis dan infeksi
15
Setelah torsi dapat diikuti infeksi dan nekrosis.
d. Pengaruh timbal balik mioma uteri dan kehamilan
1. Pengaruh mioma terhadap kehamilan dan persalinan
Mengurangi kemungkinan wanita menjadi hamil (infertilitas), terutama
pada mioma uteri submukosa
Kemungkinan abortus bertambah
Kelainan letak janin dalam rahim, terutama pada mioma yang besar
dan letak subserosa
Menghalang-halangi lahirnya bayi, terutama pada mioma yang
letaknya di serviks
Inersia uteri dan atonia uteri, terutama pada mioma yang letaknya di
dalam dinding rahim atau apabila terdapat banyak mioma
Mempersulit lepasnya plasenta, terutama pada mioma yang submukus
dan intramural
2. Pengaruh kehamilan terhadap mioma
Tumor bertumbuh lebih cepat dalam kehamilan akibat hipertrofi dan
edema, terutama dalam bulan-bulan pertama, karena pengaruh hormon
estrogen. Setelah kehamilan 4 bulan tumor tidak bertambah besar lagi.
Tumor menjadi lebih lunak dalam kehamilan, dapat berubah bentuk,
dan mudah terjadi gangguan sirkulasi di dalamnya, sehingga terjadi
perdarahan dan nekrosis, terutama ditengah-tengah tumor. Tumor
tampak merah (degenerasi merah) atau tampak seperti daging
(degenerasio karnosa). Perubahan ini menyebabkan rasa nyeri di perut
yang disertai gejala-gejala rangsangan peritonium dan gejala-gejala
peradangan, walaupun dalam hal ini peradangan bersifat suci hama
(steril). Lebih sering lagi komplikasi ini terjadi dalam masa nifas
karena sirkulasi dalam tumor mengurang akibat perubahan-perubahan
sirkulasi yang dialami oleh wanita setelah bayi lahir.
Mioma uteri subserosum yang bertangkai dapat mengalami putaran
tangkai akibat desakan uterus yang makin lama makin membesar.
Torsi menyebabkan gangguan sirkulasi yang nekrosis yang
menimbulkan gambaran klinik perut mendadak (akut abdomen).
II.11 Penatalaksanaan
16
Penanganan mioma uteri tergantung pada umur, paritas, lokasi dan ukuran
tumor. Terbagi atas :
a. Konservatif
Tidak ada ukuran standar kapan mioma harus diterapi. Mioma besar tanpa
gejala dan tidak mengarah ke keganasan tidak perlu diterapi. Pemeriksaan
fisik dan USG harus diulangi setiap 6-8 minggu untuk mengawasi
pertumbuhan baik ukuran maupun jumlah. Apabila pertumbuhan stabil maka
pasien diobservasi setiap 3-4 bulan
Bila mioma uteri berukuran kecil, tidak cenderung membesar dan tidak
memicu keluhan yang berarti, cukup dilakukan pemeriksaan rutin setiap 3-6
bulan sekali termasuk pemeriksaan USG. 55% dari semua mioma uteri tidak
membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apapun. Menopause dapat
menghentikan pertumbuhan mioma uteri
Bila seorang wanita dengan mioma mencapai menopause, biasanya tidak
mengalami keluhan, bahkan dapat mengecil. Oleh karena itu sebaiknya mioma
pada wanita premenopause tanpa gejala diobservasi saja. Bila mioma besarnya
sebesar kehamilan 12-14 minggu apalagi disertai pertumbuhan yang cepat
sebaiknya dioperasi, walaupun tidak ada gejala atau keluhan. Mioma yang
besar kadang-kadang memberikan kesukaran pada operasi.
Pada masa postmenopause, mioma biasanya tidak memberikan keluhan.
Tetapi bila ada pembesaran mioma pada masa post menopause harus dicurigai
kemungkinan keganasan (sarkoma).
b. Hormonal
Menggunakan agonis GnRH. Bekerja dengan menurunkan regulasi
gonadotropin yang dihasilkan oleh hipofisis anterior. Akibatnya, fungsi ovariu
m menghilang dan diciptakan keadaan menopause yang reversibel. Sebanyak
70% mioma mengalami reduksi dari ukuran sebelumnya telah dilaporkan
terjadi dengan cara ini, menyatakan kemungkinan manfaatnya pada
pasien perimenopausal dengan menahan atau mengembalikan pertumbuhan
mioma sampai menopause yang sesungguhnya mengambil alih. Tidak
terdapat resiko penggunaan agonis GnRH jangka panjang dan kemungkinan
rekurensi mioma setelah terapi dihentikan.
17
Penggunaan agonis GnRH leuprolid asetat 3,75 mg IM pada hari 1-3
menstruasi setiap minggu sebanyak tiga kali. Efek maksimum dalam
mengurangi ukuran tumor diobservasi dalam 12 minggu.
Terapi agonis GnRH ini dapat pula diberikan sebelum pembedahan, karena
memberikan beberapa keuntungan: mengurangi hilangnya darah selama
pembedahan, dan dapat mengurangi kebutuhan akan transfusi darah.
Adapun preparat lain yang digunakan untuk terapi hormonal adalah
progesteron, danazol, gestrinon, tamoksifen, goserelin, anti prostaglandin,
agen-agen lain (gossipol, amantadin).
Baru-baru ini ada penemuan obat oral terbaru berupa Ulipristal asetat.
Ulipristal asetat (Esmya) adalah modulasi selektif terhadap reseptor
progesteron yang telah disetujui untuk terapi pre-operasi mioma uteri pada
wanita dewasa yang reproduktif. Lama pemberian terbatas sampai dengan 3
bulan. Ulipristal asetat mempunyai bagian yang spesifik memberi efek
antagonis terhadap progesteron, bekerja pada reseptor progesteron di
endometrium dan myometrium sehingga mencegah rangsangan lebih lanjut
terhadap pertumbuhan mioma. Ulipristal asetat juga memberi efek langsung
terhadap mioma, mengurangi ukuran mioma dengan cara menghambat
peroliferasi sel dan menginduksi apoptosis. Disarankan dosis pemberian per
hari 5 mg. Dengan dosis tersebut dapat menekan kadar produksi FSH.
Penggunaan terapi secara farmakologis adalah jika ukuran mioma uteri
berukuran kurang dari 3 cm. Bagaimanapun juga, jika mioma uteri berukuran
lebih dari 3 cm dan disertai oleh keadaan klinis yang menunjang, pilihan terapi
terbatas pada analog GnRh dan terapi pembedahan..
Adapun preparat lain yang digunakan untuk terapi hormonal adalah
progesteron, danazol, gestrinon, tamoksifen, goserelin, anti prostaglandin,
agen-agen lain (gossipol, amantadin).
c. Radioterapi
Syarat dilakukan radioterapi :
Hanya dilakukan pada wanita yang tidak dapat dioperasi (bad risk
patient)
Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 3 bulan
Bukan merupakan jenis submukosa
Tidak disertai radang pelvis, atau penekanan pada rektum
18
Tidak dilakukan pada wanita muda, karena dapat menyebabkan
menopause.
Jenis radioterapi :
Radium dalam kavum uteri
X-ray pada ovaria
Tujuan dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan
d. Pembedahan
Terapi pembedahan pada mioma uteri dilakukan terhadap mioma yang
menimbulkan gejala. Menurut American College of Obstetrics and
Gynecologists (ACOG) dan American Society for Reproductive Medicine
(ASRM), indikasi pembedahan pasien mioma uteri adalah :
1. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif
2. Sangkaan adanya keganasan
3. Pertumbuhan mioma pada masa menopause
4. Infertilitas karena gangguan kavum uteri maupun karena oklusi tuba
5. Nyeri dan penekanan yang sangat mengganggu
6. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
7. Anemia akibat perdarahan
Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi dan histerektomi
Miomektomi :
Miomektomi dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan fungsi
reproduksinya. Ada beberapa pilihan tindakan untuk melakukan miomektomi,
berdasarkan ukuran dan lokasi dari mioma. Tindakan miomektomi dapat
dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi maupun dengan laparoskopi.
1. Laparotomi
Dilakukan insisi pada dinding abdomen untuk mengangkat mioma dari
uterus. Sebelum melakukan, dokter harus memperhatikan keadaan pasien,
seperti hipermenorea dan semua bentuk dari perdarahan abnormal
membutuhkan evaluasi karena perdarahan juga merupakan komplikasi dari
operasi. Perdarahan yang terjadi berhubungan dengan ukuran dari uterus,
total berat mioma yang diangkat, dan lamanya operasi.
19
Keunggulan : lapangan pandang operasi yang lebih luas sehingga
penanganan terhadap perdarahan yang mungkin timbul pada pembedahan
pada miomektomi dapat ditangani dengan segera.
Kerugian : Resiko perlengketan lebih besar, sehingga akan mempengaruhi
faktor fertilitas pada pasien. Disamping itu, masa penyembuhan pasca
operasi juga lebih lama, sekitar 4-6 minggu.
2. Histeroskopi
Untuk mioma submukosa yang terletak pada kavum uteri. Ahli bedah
memasukkan alat histeroskop melalui serviks dan mengisi kavum uteri
dengan cairan untuk memperluas dinding uterus.
Indikasi :
Multipel mioma, riwayat multipel miomektomi, perdarahan abnormal,
riwayat abortus, infertilitas, dan nyeri.
Kontraindikasi :
Karsinoma endometrium, infeksi alat reproduksi, ketidakmampuan uterus
untuk membesar dan tumor yang meluas ke miometrium.
Kelebihan :
Masa penyembuhan pasca operasi singkat (2 hari).
Kerugian :
Timbul perlukaan pada dinding uterus, ketidakseimbangan elektrolit dan
perdarahan.
3. Laparoskopi
Merupakan prosedur standar bagi pasien yang ingin mempertahankan
fungsi reproduksi. Caranya adalah dengan memasukkan alat laparoskop ke
dalam abdomen melalui insisi kecil pada dinding abdomen.
Indikasi :
Mioma bertangkai di luar kavum uteri dan mioma subserosa yang terletak
pada permukaan uterus.
Kelebihan :
Masa penyembuhan pasca operasi yang cepat antara 2-7 hari.
Kerugian :
Perlengketan, trauma terhadap organ sekitar seperti usus, ovarium, rektum
serta perdarahan.
20
Histerektomi :
Indikasi :
Menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan
ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu.
Terdapat 3 cara, yaitu :
1. Pendekatan abdominal (laparatomi)
Terdiri dari 2 metode berupa total abdominal histerektomi (TAH) dan
subtotal abdominal histerektomi (STAH).
a. TAH
Dapat terjadi banyak perdarahan, trauma operasi pada ureter, kandung
kemih dan rektum. Jaringan granulasi yang timbul pada tungkul vagina
dapat menjadi sumber timbulnya sekret vagina.
b. STAH
Terhindar dari banyak perdarahan, trauma pada ureter, kandung kemih
dan rektum.
2. Pendekatan vaginam
Merupakan prosedur operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang
dibuka sangat minimal sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus
dapat diminimalisasi. Oleh karena pendekatan operasi tidak melalui
dinding abdomen, maka pada histerektomi vaginal tidak terlihat parut
bekas operasi sehingga memuaskan pasien dari segi kosmetik. Selain itu,
kemungkinan terjadinya perlengketan pada operasi juga lebih minimal.
Masa penyembuhan lebih cepat daripada yang menjalani histerektomi
abdominal.
3. Laparoskopi
Berupa miolisis. Miolisis adalah prosedur operasi invasif yang minimal
dengan jalan menghantarkan sumber energi yang berasal dari laser
Neodynium:yttrium alumunium garmet (Nd:YAG) ke jaringan mioma,
dimana akan menyebabkan denaturasi protein sehingga menimbulkan
proses koagulasi dan nekrosis di dalam jaringan yang diterapi. Efektif
untuk mengurangi gejala yang terjadi. Miolisis merupakan alternatif terapi
prosedur miomektomi.
21
Bisa juga dilakukan dengan laparoskopi yang tujuannya untuk
mengalihkan histerektomi abdominal ke histerektomi laparoskopi secara
keseluruhan. Ada beberapa teknik :
a. Laparoscopically Assisted Vaginal Hysterectomy (LAVH)
Memisahkan adneksa dari dinding pelvis dan memotong mesosalfing
ke arah ligamentum kardinale di bagian bawah. Pemisahan pembuluh
darah uterine dilakukan dari vagina.
b. Classic Intrafascial Serrated Edged Macromorcellated
Hysterectomy (CISH) tanpa colpotomy.
Modifikasi dari STAH, dimana lapisan dalam dari serviks dan uterus
direseksi menggunakan morselator. Diharapkan dapat
mempertahankan integritas lantai pelvis dan aliran darah pada pelvis
untuk mencegah prolaps.
Keunggulan :
Mengurangi resiko trauma pada ureter dan kandung kemih, perdarahan
yang lebih minimal, waktu operasi yang lebih cepat, resiko infeksi
yang lebih minimal dan masa penyembuhan yang cepat.
II.12 Pencegahan
Terjadinya mioma uteri dapat dicegah dengan kiat-kiat sebagai berikut :
1. Paritas
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada perbandingan terbalik antara
jumlah paritas dengan timbulnya mioma. Karena pada waktu kehamilan
paparan estrogen berkurang, sehingga total waktu terpaparnya estrogen pada
wanita yang pernah hamil sampai melahirkan lebih sedikit daripada wanita
yang tidak pernah hamil.
2. Hindari obesitas
Berdasarkan penelitian, obesitas meningkatkan faktor resiko terjadinya mioma
sekitar 21% setiap kenaikan berat badan 10 kg di atas berat badan ideal.
3. Rajin olahraga
Berdasarkan penelitian, wanita yang jarang berolahraga mempunyai resiko
timbulnya tumor jinak uterus 1,4x lebih besar daripada wanita yang rajin
berolahraga.
22
4. Hindari penggunaan kontrasepsi oral pada usia remaja (13 -16 tahun)
Berdasarkan penelitian, penggunaan kontrasepsi oral pertama pada usia remaja
(13 – 16 tahun) meningkatkan resiko timbulnya mioma dikemudian hari.
5. Hindari penggunaan Hormonal Replacement Therapy (HRT) pada post
menopause
Berdasarkan penelitian, penggunaan HRT pada wanita post menopause
meningkatkan jumlah mioma yang diderita.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. http://nepjol.info/index.php/NJOG/article/view/2397/2137
2. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3163653/
3. http://www.pnas.org/content/110/6/1980.full.pdf+html
4. http://www.paloaltoinstitute.org/PDF/SympatheticandTHelper.pdf
5. http://www.nichd.nih.gov/health/topics/uterine/Pages/default.aspx
6. Varghese BV, et al. (2013) Loss of the repressor REST in uterine fibroids
promotes aberrant G protein-coupled receptor 10 expression and activates
mammalian target of rapamycin pathway. Proc Natl Acad Sci USA 110 :
2187–2192
7. Ciarmela P, et al. (2011) Growth factors and myometrium: Biological effects
in uterine fibroid and possible clinical implications. Hum Reprod Update
17(6):772–790
8. Sabry M, Al-Hendy A (2012) Medical treatment of uterine leiomyoma.
Reprod Sci 19(4):339–353
9. Tendal VR . Jeffcoates’s Principle of Gynaecology ; fifth edition ; Butterworth
London ; 1993 ; 419-32
10. Wallach EE, VlahouaNF. Uterine myoma : Anoverview of development,
clinical features and management. Obstet Gynaecol 2004 ; 104 : 393-
406
11. EA Stewart uterine fibroid. Lancet 2001; 357: 293-298
12. Joedosaputro MS. Tumor jinak alat genital. Dalam : Sarwono Prawiroharjo,edisi
kedua. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta : 1994 ;338-345
13. Derek Llewellyn-Jones. Fundamentals of Obstetry and Gynaecology. Edisi 6.
Syney ; 1994
24
25