Transcript
Page 1: Modul Usila ABCDE - Kalsel

KURIKULUMPENINGKATAN KOMPETENSI TENAGA KESEHATAN DALAM

PENANGGULANGAN KESEHATAN INTELIGENSI PADA USIA LANJUT

I. PENDAHULUANA. Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan kesehatan antara lain ditandai dengan meningkatnya usia harapan hidup sekitar 273,65 juta jiwa penduduk Indonesia dari 68,8 tahun pada tahun 2004 ke 70,5 pada tahun 2007. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan peningkatan jumlah usia lanjut (usila). Bertambahnya usia menyebabkan meningkatnya prevalensi penyakit degeneratif. Manifestasi klinis gangguan akibat proses degeneratif bervariasi secara umum sebagai gangguan organ (otak, jantung, pembuluh darah, penyakit sendi atau yang sering disebut degenerative disease dan risk factornya) dan gangguan yang berkaitan dengan masalah inteligensi akibat penurunan fungsi otak.

Gangguan pada berbagai macam fungsi inteligensi berpengaruh terhadap seluruh aktivitas individu dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari baik di keluarga, lingkungan, pekerjaan, dan lainnya. Dampaknya, dapat dipastikan akan menyebabkan penurunan kualitas hidup pada usila. Public Health Problem memberikan gambaran mengenai terganggunya aktivitas kehidupan sosial menyebabkan problem kesehatan masyarakat dan tingginya biaya yang harus ditanggung oleh keluarga, masyarakat, pemerintah untuk menanggulangi masalah tersebut dalam jangka waktu yang panjang (economic health problem).

Penanggulangan Masalah inteligensia pada usila yang dilakukan melalui upaya preventif lebih diarahkan pada paradigma sehat dengan peningkatan kualitas hidup. Peningkatan kualitas hidup ini memerlukan suatu pendekatan preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif/restoratif.

Keberhasilan program dicapai dengan adanya fasilitas pendukung berupa sebuah instrumen yang telah dibakukan. Sumber Daya Manusia (SDM) terlatih untuk melaksanakan pemeriksaan dan tatalaksana gangguan inteligensi pada usila sebagai upaya penanggulangan masalah kesehatan inteligensi pada usila, dan modul ini akan berhasil bila pada pelaksanaan program di lapangan dapat berjalan sesuai dengan target baik waktu, SDM yang terampil, dan mencapai sasaran. Dengan adanya pelatihan ini, diharapkan dapat menjaring berbagai kasus kesehatan inteligensi pada Lansia dari kelompok terkecil yang nantinya akan dirujuk ke beberapa pelayanan kesehatan inteligensi (seperti: rumah sakit yang ditunjuk) untuk mendapatkan intervensi berkelanjutan.

B. Filosofi

Peningkatan kompetensi tenaga penanggulangan kesehatan inteligensia pada usila diselenggarakan dengan memperhatikan :1. Prinsip pembelajaran orang dewasa

(androgogi), yaitu bahwa selama peningkatan kompetensi peserta memiliki hak untuk:a. Didengarkan dan dihargai pengalamannya dalam melakukan kegiatan

pelayanan kesehatanb. Dipertimbangkan setiap ide dan pendapatnya selama masih berada dalam

konteks peningkatan kompetensi.2. Prinsip learning by doing, peserta

dimungkinkan untuk mendapatkan kesempatan dalam:a. Melakukan kegiatan atau berperan aktif secara perseorangan atau kelompok

dengan menggunakan metode seperti tanya jawab, presentasi, diskusi kelompok, latihan/exercise, simulasi dan praktik.

b. Melakukan pengulangan terhadap kegiatan yang dilakukan atau perbaikan terhadap kegiatan yang dirasa perlu.

3. Prinsip peningkatan kompetensi berorientasi kepada peserta, dimana peserta berhak untuk:a. Mendapatkan paket bahan belajar berupa modul peningkatan kompetensi.

1

Page 2: Modul Usila ABCDE - Kalsel

b. Mendapatkan pelatih yang profesional, yang dapat memfasilitasi dengan berbagai metode dan menguasai materi.

c. Belajar sesuai dengan gaya belajar yang dimiliki, baik secara visual, auditori maupun kinestetik (gerak).

d. Belajar dengan modal pengetahuan yang dimiliki masing-masing tentang pelayanan kesehatan.

e. Melakukan refleksi dan memberikan umpan balik secara terbuka.f. Melakukan evaluasi (terhadap fasilitator dan penyelenggara) dan di evaluasi

tingkat pemahamannya dalam bidang pelayanan kesehatan.4. Prinsip peningkatan tenaga yang

berbasis kompetensi, peserta dimungkinkan untuk:a. Mengembangkan keterampilan langkah demi langkah dalam memperoleh

kompetensi yang ditetapkan dalam peningkatan kompetensi.b. Memperoleh sertifikat setelah dinyatakan berhasil mendapatkan kompetensi

yang ditetapkan dalam peningkatan kompetensi ini.

II. PERAN DAN FUNGSI/KOMPETENSIA. Peran

Setelah mengikuti kegiatan peningkatan kompetensi, peserta berperan sebagai fasilitator pada peningkatan kompetensi tenaga kesehatan dalam penanggulangan kesehatan inteligensi pada usia lanjut.

B. Fungsi/KompetensiSetelah mengikuti pelatihan, peserta memiliki fungsi/kompetensi sebagai berikut :1. Menggunakan instrumen penanggulangan kesehatan inteligensi pada usila2. Menganalisa hasil pengisian instrumen penanggulangan kesehatan inteligensia

pada usila3. Melakukan pencatatan dan pelaporan4. Mengkoordinasikan Penanggulangan Masalah kesehatan inteligensia pada usia

lanjut dengan lintas sektor dan lintas program5. Melakukan teknik fasilitasi

III. TUJUAN PELATIHANA. Tujuan Umum

Setelah mengikuti kegiatan peningkatan kompetensi, peserta mampu memfasilitasi dalam peningkatan kompetensi tenaga penanggulangan kesehatan inteligensia pada usia lanjut.

B. Tujuan KhususSetelah mengikuti kegiatan peningkatan kompetensi, peserta mampu :1. Menggunakan instrumen penanggulangan kesehatan inteligensia pada usila2. Menganalisa hasil pengisian instrumen penanggulangan kesehatan inteligensia

pada usila3. Melakukan pencatatan dan pelaporan4. Mengkoordinasikan Penanggulangan Masalah kesehatan inteligensia pada usia

lanjut dengan lintas sektor dan lintas program5. Melakukan teknik fasilitasi

IV. PESERTAPelatihan peningkatan kompetensi tenaga penanggulangan kesehatan inteligensia pada usia lanjut dilakukan untuk pelatih/TOT. Peserta pelatihan merupakan satu tim. Setiap puskesmas mengirimkan minimal dua orang perwakilan daerahnya. Dalam satu tim akan terdiri dari seorang instruktur dan lima orang peserta.

A. Jumlah PesertaJumlah peserta sebanyak 20 orang pada setiap kelasnya. Deteksi kesehatan inteligensia pada usia lanjut adalah tenaga kesehatan berjumlah 20 orang tiap propinsi, dengan daerah percontohan 3 (tiga) propinsi.

B. Kriteria Peserta

2

Page 3: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Peserta yang dipilih, harus memenuhi persyaratan peserta yang telah ditentukan, yaitu:1. Peserta/sasaran peningkatan kompetensi adalah tenaga kesehatan

pemegang program kesehatan usia lanjut di dinas kesehatan propinsi dan rumah sakit pemerintah.

2. Bersedia menjadi fasilitator dalam peningkatan kompetensi deteksi masalah kesehatan inteligensi pada usia lanjut di wilayah kerjanya.

3. Bersedia mengikuti peningkatan kompetensi tenaga penanggulangan kesehatan inteligensi pada usia lanjut secara penuh (TOT).

V. PELATIHKualifikasi pelatih yang diperlukan yaitu berpengalaman dan menguasai masalah kesehatan inteligensia kesehatan, terutama pada lansia.

VI. STRUKTUR PROGRAM

Untuk mencapai tujuan pelatihan, materi pelatihan disusun dalam struktur program sebagai berikut :

No Materi Waktu (JPL) JumlahT P PLA Materi Dasar

1. Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesehatan Inteligensia pada usia lanjut

2. Masalah Kesehatan Inteligensia pada usia lanjut

2

2

-

-

-

-

2

2

B Materi Inti1. Penggunaan Instrumen ABCDE untuk

Penanggulangan Masalah Inteligensia Kesehatan akibat Gangguan Degeneratif

2. Analisis hasil Instrumen ABCDE untuk Penanggulangan Masalah Inteligensia Kesehatan akibat Gangguan Degeneratif

3. Pencatatan dan pelaporan4. Tatalaksana Penanggulangan

Masalah Inteligensia Kesehatan Akibat Gangguan Degeneratif

2

2

22

2

2

22

4

-

--

8

4

44

C Materi Penunjang1. BLC2. RTL (Rencana Tindak Lanjut)3. Teknik Fasilitasi

1-2

12-

---

222

Jumlah 15 11 4 30

Keterangan :

1 jpl = 45 menitT : TeoriP : PenugasanPL : Praktek LapanganJPL : Jam PelajaranJml : Jumlah

3

Page 4: Modul Usila ABCDE - Kalsel

VII. DIAGRAM ALIR PROSES PEMBELAJARAN

4

Pembukaan

Membuat Komitmen Belajar

Wawasan/Pemahaman :Kebijakan Penanggulangan

Masalah Kesehatan Inteligensia pada Usia Lanjut

Masalah Kesehatan Inteligensia pada Usia Lanjut

Metode :Curah pendapatTanya Jawab

Keterampilan :Penggunaan Instrumen deteksi dasar

masalah kesehatan inteligensi pada usia lanjut

Analisis hasil pengisian instrument deteksi dasar masalah kesehatan inteligensi pada usia lanjut

Pencatatan dan PelaporanKoordinasi Program penanggulangan

masalah kesehatan inteligensia pada usia lanjut dengan lintas sector dan lintas program

Teknik fasilitasiMetode :

Curah pendapatPenugasanDiskusi kelompok/Membahas Kasus

Praktek Kerja Lapangan

Rencana tindak Lanjut

Evaluasi akhir

Page 5: Modul Usila ABCDE - Kalsel

VIII. GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP)

Garis-Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP)

No : MD.01Materi : Kebijakan Penanggulangan Masalah Inteligensia KesehatanWaktu : 2 jpl (T = 2, P = 0, PL = 0)

Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) :Setelah mengikuti materi ini peserta mampu mengetahui kebijakan Penanggulangan Masalah Kesehatan Inteligensia Akibat Gangguan Degeneratif.

Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)

Pokok Bahasan / Sub Pokok Bahasan Metode Media dan Alat

Bantu Referensi

1. Menyebutkan Visi dan Misi Penanggulangan Masalah Kesehatan Inteligensia pada usila

2. Menyebutkan Tujuan, Sasaran, Strategi, Kebijakan dan Tugas

1. Visi dan Misi Penanggulangan Masalah Kesehatan Inteligensia pada usila

2. Tujuan, Sasaran, Strategi, Kebijakan, Tugas

- Ceramah

- Tanya Jawab

- Laptop- LCD- Tayanga

n Power Point- Whiteboa

rd- Pointer- Flip Chart- ATK- Modul

MD 01

Buku Pedoman Penanggulangan Masalah Kesehatan Inteligensia Akibat Gangguan Degeneratif

Garis-Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP)

No : MD.02Materi : Penanggulangan Masalah Inteligensia Kesehatan UsilaWaktu : 2 jpl (T = 2, P = 0, PL = 0)

Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) :Setelah mengikuti materi ini peserta mampu mengetahui Masalah Kesehatan Inteligensia akibat gangguan degeneratif.

Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)

Pokok Bahasan / Sub Pokok Bahasan Metode Media dan Alat

Bantu Referensi

1. Menjelaskan Masalah Kesehatan Inteligensia pada Usia Lanjut

2. Menjelaskan Penanggulangan Masalah Inteligensia Kesehatan pada Usia Lanjut

1. Masalah Kesehatan Inteligensia pada Usia Lanjut

2. Penanggulangan Masalah Kesehatan Inteligensia pada Usia Lanjut

- Ceramah

- Tanya Jawab

- Laptop- LCD- Tayanga

n Power Point- Whiteboa

rd- Pointer- Flip Chart- ATK- Modul

MD 02

Buku Pedoman Penanggulangan Masalah Kesehatan Inteligensia Akibat Gangguan Degeneratif

5

Page 6: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Garis-Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP)

No : MI.01Materi : Penggunaan Instrumen ABCDE untuk Penanggulangan Masalah Inteligensia

Kesehatan akibat Gangguan DegeneratifWaktu : 6 jpl ( T = 3, P = 3, PL = 0)

Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) : Setelah mengikuti materi ini peserta mampu menggunakan instrumen ABCDE untuk

Deteksi Dini Penanggulangan Masalah Inteligensia Kesehatan Akibat Gangguan Degeneratif

Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)

Pokok Bahasan / Sub Pokok Bahasan Metode Media dan Alat

Bantu Referensi

1. Mengisi Komponen-Komponen Instrumen ABCDE

1. Komponen-komponen ABCDE terdiri dari :- Barthel Indeks- Romberg Test- MMSE/Mini Cog- Faktor Resiko- GDRS

- Ceramah

- Tanya Jawab

- Latihan

- Simulasi

- Praktek lapangan

- Laptop- LCD- Tayanga

n Power Point- Tayanga

n Video- Whiteboa

rd- Pointer- Flip Chart- ATK- Modul MI

01

.

Buku Pedoman Penanggulangan Masalah Kesehatan Inteligensia Akibat Gangguan Degeneratif

Garis-Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP)

No : MI.02Materi : Analisis Hasil Pengisian InstrumenWaktu : 4 jpl (T = 2, P = 2, PL = 0)

Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) : Setelah mengikuti materi ini peserta mampu menganalisa hasil instrumen deteksi dasar

masalah kesehatan inteligensia pada usia lanjut

Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)

Pokok Bahasan / Sub Pokok Bahasan Metode Media dan Alat

Bantu Referensi

1. Menganalisa Hasil Penilaian Komponen Instrumen ABCDE

1. Analisa Hasil Pengisian Instrumen ABCDE

- Ceramah

- Tanya Jawab

- Latihan

- Simulasi

- Laptop- LCD- Tayangan

Power Point- Tayangan

Video- Whiteboar

d- Pointer- Flip Chart- ATK- Modul MI

02

Buku Pedoman Penanggulangan Masalah Kesehatan Inteligensia Akibat Gangguan Degeneratif

6

Page 7: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Garis-Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP)

No : MI.03Materi : Pencatatan dan Rekapitulasi Hasil Deteksi Masalah Kesehatan Inteligensia Akibat

Gangguan DegeneratifWaktu : 4 jpl (T = 2, P = 2, PL = 0)

Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) : Setelah mengikuti materi ini peserta mampu mengetahui pencatatan dan pelaporan

Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)

Pokok Bahasan / Sub Pokok Bahasan Metode Media dan Alat

Bantu Referensi

1. Menjelaskan tentang formulir yang akan diisi untuk pencatatan dan pelaporan

2. Mengisi formulir Pencatatan dan Pelaporan

3. Melakukan Pelaporan

1. Penjelasan mengenai formulir pencatatan dan pelaporan

2. Cara pengisian formulir pencatatan dan pelaporan a. Formulir rekapitulasi

deteksi MKI pada usila

b. Formulir Rekapitulasi Laporan deteksi MKI pada usila

c. Formulir rekapitulasi laporkegiatan PMKI pada usila

d. Formulir rekapitulasi laporan penyakit dan faktor risiko pada usila

3. Mekanisme pelaporan - Rujukan Kasus- Alur

penanggulangan masalah kesehatan inteligensia pada usia lanjut

- Ceramah

- Tanya Jawab

- Latihan

- Simulasi

- Laptop- LCD- Tayanga

n Power Point- Whiteboa

rd- Pointer- Flip Chart- ATK- Modul MI

03

Buku Pedoman Penanggulangan Masalah Kesehatan Inteligensia Akibat Gangguan Degeneratif

7

Page 8: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Garis-Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP)

No : MI.04Materi : Waktu : 2 jpl (T = 1, P = 1, PL = 0)

Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) : Setelah mengikuti materi ini perserta mampu mengkoordinasikan Penanggulangan

Masalah inteligensia kesehatan dengan lintas sektor dan Misi

Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)

Pokok Bahasan / Sub Pokok Bahasan Metode Media dan Alat

Bantu Referensi

1. Melakukan Koordinasi Penanggulangan Masalah Inteligensia Kesehatan Usia Lanjut dengan Lintas Sektor

2. Melakukan Koordinasi Program Masalah Inteligensia Kesehatan Usia Lanjut dengan Lintas Program

1. Koordinasi Lintas Sektor :- Dinas Pendidikan- Dinas Sosial- Badan

Pemberdayaan Perempuan

- Pemda Setempat- Organisasi

profesi

2. Koordinasi Lintas Program (Pengorganisasian Dan Pengaembangan Program) dengan :- Puskesmas- RSUD- Dinas Kesehatan

- Ceramah

- Tanya Jawab

- Latihan

- Simulasi

- Laptop- LCD- Tayanga

n Power Point- Whiteboa

rd- Pointer- Flip Chart- ATK- Modul MI

04

Buku Pedoman Penanggulangan Masalah Kesehatan Inteligensia Akibat Gangguan Degeneratif

8

Page 9: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Garis-Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP)

No : MI.05Materi : Teknik MemfasilitasiWaktu : 8 jpl (T = 2, P = 6, PL = 0)

Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memfasilitasi materi dalam pelatihan

penanggulangan kesehatan intelegensia pada usia lanjut.

Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)

Pokok Bahasan / Sub Pokok Bahasan Metode Media dan Alat

Bantu Referensi

Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu: 1. Menjelaskan prinsip

pembelajaran orang dewasa

2. Menyusun SAP (skenario pembelajaran)

3. Menggunakan beberapa metode pembelajaran

4. Menggunakan media dan alat bantu sesuai tujuan pembelajaran

5. Menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif.

6. Menjelaskan cara membuat evaluasi hasil belajar.

7. Mempraktikkan micro teaching/micro facilitating

1. Prinsip pembelajaran orang dewasa

2. Penyusunan SAP (skenario pembelajaran)

3. Ragam beberapa metode pembelajaran

4. Media dan alat bantu sesuai tujuan pembelajaran

5. Iklim pembelajaran yang kondusif

6. Evaluasi hasil belajar.

- Ceramah tanya Jawab

- Penugasan- Simulasi

- Tayangan powerpoint

- Modul - Petunjuk simulasi- Lembar

penugasan- Komputer/laptop- LCD projector- Whiteboard- Flipchart- Spidol

Depkes RI, Pusdiklat SDM Kesehatan, Modul Pelatihan TPPK, Jakarta, 2006.

9

Page 10: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Garis-Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP)

No : MP. 01Materi : Building Learning Commitment/BLCWaktu : 2 jpl (T = 1, P = 1, PL = 0)

Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif

dengan membangun komitmen belajar yang akan diterapkan selama proses pembelajaran.

Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)

Pokok Bahasan / Sub Pokok Bahasan

Metode Media dan Alat Bantu Referensi

Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:

1. Mengenal antar peserta, panitia dan fasilitator

2. Merumuskan harapan dan kekhawatiran kelas

3. Merumuskan komitmen atau kesepakatan tentang nilai dan norma kelas yang harus disepakati oleh seluruh peserta, fasilitator dan panitia

4. Merumuskan kontrol kolektif terhadap nilai dan norma kelas yang telah disepakati bersama

5. Menentukan organisasi kelas

1.pencairan suasana kelas

2.kekhawatiran kelas

3.kesepakatan tentang nilai dan norma kelas yang harus disepakati oleh seluruh peserta, fasilitator dan panitia

4.terhadap nilai dan norma kelas yang telah disepakati bersama

5.

- Diskusi kelompok

- Simulasi

- Alat bantu sesuai simulasi

- Buku Dinamika Kelompok

- Buku Team Building.

10

Page 11: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Garis-Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP)

No : MP. 02 Materi : Rencana Tindak Lanjut (RTL)Waktu : 2 jpl (T = 0, P = 2, PL = 0)

Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menyusun RTL setelah mengikuti pelatihan.

Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)

Pokok Bahasan / Sub Pokok Bahasan

Metode Media dan Alat Bantu Referensi

Setelah mengikuti materi ini, peserta latih mampu:

1. Menyebutkan pengertian RTL

2. Menyebutkan manfaat RTL

3. Menyebutkan sistematika penyusunan RTL

4. Menyusun RTL

1. Pengertian RTL

2. Manfaat adanya RTL

3. Sistematika penyusunan RTL

4. Penyusunan RTL

- Presentasi- Latihan:

menyusun RTL

- Tayangan powerpoint

- Format RTL- Laptop/

komputer- LCD- Whiteboard/

flipchard- Spido

Garis-Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP)

No : MP. 03 Materi : Teknik FasilitasiWaktu : 2 jpl (T = 2, P = 0, PL = 0)

Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memfasilitasi materi dalam pelatihan

penanggulangan kesehatan intelegensia pada anak.

Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)

Pokok Bahasan / Sub Pokok Bahasan

Metode Media dan Alat Bantu Referensi

Setelah mengikuti materi ini, peserta latih mampu:

1. Menjelaskan tentang model pendekatan Pembelajaran Orang Dewasa (POD)

2. Menyusun Satuan Acara Pembelajaran (SAP).

3. Menggunakan beragam metode pembelajaran

Pokok bahasan A. Model pendekatan Pembelajaran Orang Dewasa (POD)Sub pokok bahasan:1. Perubahan

paradigma pendidikan.

2. Perbedaan pedagogi dan androgogi.

1. Ceramah tanya Jawab

2. Penugasan3. Simulasi

- Tayangan powerpoint

- Modul - Petunjuk

simulasi- Lembar

penugasan- Komputer/

laptop- LCD projector- Whiteboard- Flipchart

11

Page 12: Modul Usila ABCDE - Kalsel

sesuai dengan tujuan pembelajaran.

4. Menggunakan berbagai media dan alat bantu pembelajaran sesuai dengan metode yang digunakan dan tujuan pembelajaran.

5. Menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif.

6. Menjelaskan cara membuat evaluasi hasil belajar.

3. Prinsip-prinsip POD.

4. Pendekatan, ruang lingkup, dan tujuan POD.

5. Strategi POD.Pokok bahasan B. Penyusunan SAP (Satuan Acara Pembelajaran).Sub pokok bahasan:1. Pengertian,

manfaat dan tujuan SAP.

2. Langkah-langkah penyusunan SAP.

Pokok bahasan C. Metode pembelajaran sesuai tujuan pembelajaran.Sub pokok bahasan:1. Arti dan

manfaat metode pembelajaran.

2. Keunggulan dan kelemahan masing-masing metode pembelajaran.

3. Metode pembelajaran yang efektif.

Pokok bahasan D. Media dan alat bantu pembelajaran.Sub pokok pembelajaran:1. Pengertian dan

peranan media dan alat bantu pembelajaran.

2. Pemilihan media dan alat bantu pembelajaran yang efektif.

3. Jenis-jenis media dan alat bantu pembelajaran beserta karakteristiknya.

- Spidol

12

Page 13: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Pokok bahasan E. Iklim pembelajaran yang kondusif.1. Pengelolaan

kelas secara efektif.

2. Perkembangan kelompok.

3. Kondisi dan situasi belajar yang berpusat pada peserta.

4. Jurnal pembelajaran.

Pokok bahasan F. Evaluasi pembelajaran.Sub pokok bahasan:1. Pengertian,

tujuan, prinsip evaluasi hasil pembelajaran.

2. Jenis–jenis evaluasi hasil pembelajaran.

3. Bentuk dan kaidah instrumen evaluasi hasil pembelajaran.

IX. EVALUASI

Evaluasi yang dilakukan dalam peningkatan kompetensi ini meliputi :1. Evaluasi terhadap peserta melalui :

a. Penjajagan awal dengan pre testb. Pemahaman peserta terhadap materi yang telah diterima (post-test)c. Evaluasi keterampilan yaitu evaluasi micro teaching.

2. Evaluasi terhadap pelatih/fasilitator :Evaluasi dilakukan untuk mengetahui kemampuan fasilitator meliputi :a. Penguasaan materib. Penggunaan metode, media dan alat bantu pembelajaranc. Hubungan interpersonal dengan pesertad. Motivasi terhadap peserta

3. Evaluasi terhadap penyelenggara :Evaluasi dilakukan untuk mengetahui pelaksanaan penyelenggaraan meliputi:a. Tujuan pelatihanb. Relevansi program pelatihan dengan tugasc. Manfaat setiap materid. Hubungan peserta dengan panitiae. Pelayanan secretariat terhadap pesertaf. Pelayanan akomodasi dan lainnya

X. SERTIFIKASI PENINGKATAN KOMPETENSI Sertifikat peningkatan kompetensi akan diberikan kepada peserta dengan syarat: Mendapatkan nilai evaluasi akhir peningkatan kompetensi minimal 70.

13

Page 14: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Kehadiran peserta pada peningkatan kompetensi 100 %

Kepada peserta yang memenuhi syarat tersebut akan diberikan sertifikat dengan angka kredit 1.

14

Page 15: Modul Usila ABCDE - Kalsel

MODUL MD 01KEBIJAKAN PENANGGULANGAN MASALAH KESEHATAN INTELIGENSIA AKIBAT

GANGGUAN DEGENERATIF

I. Deskripsi SingkatDalam meningkatkan kompetensi para peserta perlu dilandasi dengan pemahaman

tentang kebijakan Penanggulangan Masalah kesehatan inteligensia akibat Gangguan Degeneratif.

Untuk meningkatkan kompetensi tersebut, perlu dijabarkan materi yang berkaitan dengan visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, kebijakan dan tugas dari Penanggulangan Masalah Kesehatan Inteligensia akibat Gangguan Degeneratif.

Pembahasan modul ini akan menggunakan metode ceramah, tanya jawab, pelatihan dan simulasi.

II. Tujuan PembelajaranA. Tujuan Pembelajaran Umum

Setelah mengikuti materi ini peserta mampu mengetahui kebijakan Penanggulangan Masalah Kesehatan Inteligensia Akibat Gangguan Degeneratif.

B. Tujuan Pembelajaran KhususSetelah mempelajari materi peserta mampu :1. Menjelaskan visi dan misi Penanggulangan Masalah Kesehatan Inteligensia

akibat Gangguan Degeneratif2. Menjelaskan tujuan, sasaran, strategi, kebijakan, dan tugas Penanggulangan

Masalah Kesehatan Inteligensia Akibat Gangguan Degeneratif

III. Pokok Bahasan1. Visi dan Misi Penanggulangan Masalah Kesehatan Inteligensia Akibat Gangguan

Degeneratif2. Tujuan, Sasaran, Strategi, Kebijakan, dan Tugas Penanggulangan Masalah

Kesehatan Inteligensia Akibat Gangguan Degeneratif

IV. Metode1. Ceramah2. Tanya Jawab3. Latihan4. Simulasi

V. Alat Bantu1. Laptop2. LCD3. Tayangan Power Point4. Whiteboard5. Pointer6. Flip Chart7. ATK8. Modul MD 01

VI. Langkah-Langkah PembelajaranSesi 1 : Pembahasan Visi dan Misi Penanggulangan Masalah Kesehatan

Inteligensia Akibat Gangguan Degeneratif

Langkah-langkah Pembelajaran :1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah. Apabila belum berkenalan mulai dengan

perkenalan. Sampaikan tujuan pembelajaran, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.

2. Fasilitator menggali pendapat/pemahaman peserta terkait dengan Visi dan Misi Penanggulangan Masalah Kesehatan Inteligensia akibat Gangguan Degeneratif. Tuliskan kata kunci pendapat mereka pada kertas flipchart atau meta plan.

15

Page 16: Modul Usila ABCDE - Kalsel

3. Fasilitator menyampaikan paparan Visi dan Misi Penanggulangan Masalah Kesehatan Inteligensia akibat Gangguan Degeneratif

4. Berikan kesempatan kepada peserta untuk mengemukakan pendapatnya dan melakukan tanya jawab

5. Kaitkan pemaparan dengan pendapat/pemahaman yang dikemukakan oleh peserta agar mereka merasa dihargai.

6. Diakhir sesi fasilitator merangkum atau melakukan pembulatan sehingga ada kesamaan persepsi tentang Visi dan Misi Penanggulangan Masalah Kesehatan Inteligensia akibat Gangguan Degeneratif

Sesi 2 : Pembahasan tentang Tujuan, Sasaran, Strategi, Kebijakan dan Tugas Penanggulangan Masalah Kesehatan Inteligensia Akibat Gangguan Degeneratif.

Langkah-langkah Pembelajaran :1. Fasilitator menggali pendapat/pemahaman peserta terkait dengan tujuan, sasaran,

strategi, kebijakan, dan tugas Penanggulangan Masalah Kesehatan Inteligensia Akibat Gangguan Degeneratif. Tuliskan kata kunci pendapat mereka pada kertas flipchart atau meta plan.

2. Fasilitator menyampaikan paparan tentang tujuan, sasaran, strategi, kebijakan, dan tugas Penanggulangan Masalah Kesehatan Inteligensia Akibat Gangguan Degeneratif

3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk mengemukakan pendapatnya dan melakukan tanya jawab.

4. Kaitkan pemaparan dengan pendapat/pemahaman yang dikemukakan oleh peserta agar mereka merasa dihargai.

5. Fasilitator memandu diskusi kelompok 6. Diakhir sesi fasilitator merangkum atau melakukan pembulatan sehingga ada

kesamaan persepsi tentang tujuan, sasaran, strategi, kebijakan, dan tugas Penanggulangan Masalah Kesehatan Inteligensia Akibat Gangguan Degeneratif

VII. Bahan Pembelajaran

Visi dan Misi Penanggulangan Masalah Kesehatan Inteligensia Akibat Gangguan Degeneratif

1. Visi Penanggulangan Masalah Kesehatan Inteligensia pada Usia Lanjut terwujudnya usila yang dapat hidup tetap berkualitas dalam kesehariannya.

2. Misi Penanggulangan Masalah Kesehatan Inteligensia pada Usia Lanjut : Upaya penanggulangan kesehatan inteligensi untuk mempertahankan dan

menanggulangi penurunan fungsi kecerdasan akibat proses penuaan (brain ageing process) yang menyebabkan gangguan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

Upaya mengidentifikasi faktor-faktor yang menyertai proses penuaan yang dapat menjadi faktor resiko terjadinya masalah kesehatan inteligensi.

Tujuan, Sasaran, Strategi, Kebijakan dan Tugas Penanggulangan Masalah Kesehatan Inteligensia Akibat Gangguan Degeneratif

TujuanTerciptanya kelompok masyarakat usia lanjut yang masih dapat melakukan aktifitasnya sehari-hari dan dapat bermanfaat untuk masyarakat dan lingkungan di sekitarnya..

16

POKOK BAHASAN 1

POKOK BAHASAN 2

Page 17: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Sasaran1. Sasaran Langsung

Dinas Kesehatan Propinsi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Puskesmas/Sarana Pelayanan Strata Pertama

2. Sasaran Tidak LangsungKelompok masyarakat tertentu : Himpunan Pendidik, LSM, Lintas Kementerian, Pemberdayaan Masyarakat

Strategi1. Networking (Jejaring Kerja) dengan stakeholder, dilaksanakan

melalui kemitraan dan jejaring kerja secara multi disiplin, lintas sektor dan lintas program.

2. Advocacy dilakukan untuk menggalang komitmen para pembuat keputusan sehingga dapat memperoleh dukungan dan peningkatan peran pemerintah propinsi dan kabupaten/kota serta puskesmas untuk menanggulangi gangguan kesehatan inteligensi.

3. Capacity Building adalah peningkatan kemampuan dilakukan untuk pengelola program, pemberi pelayanan dan masyarakat baik secara administrasi maupun teknis.

4. Pemberdayaan Masyarakat5. Standarisasi/Sertifikasi Tenaga Kesehatan

Kebijakan1. Pola Pendekatan Riset Neurosains, yaitu survei riset dengan mengoptimalkan fungsi-

fungsi otak termasuk fungsi inteligensia atau fungsi luhur manusia.2. Pola Pengembangan Pelayanan Neurologi, yaitu pelayanan poliklinik/ kuratif rawat

jalan; pelayanan kuratif rawat inap; preventif/promotif/ restoratif/rehabilitatif yang kemprehensif.

3. Pola Pengembangan Jejaring Kemitraan Lintas Program antara Neurologi dengan Rehabilitasi Medik, Bedah Saraf, Psikologi, Psikiatri, Penyakit Dalam, Penyakit Anak, Radiologi, dan sebagainya.

4. Pola Pengembangan Jejaring Kemitraan Lintas Kementerian antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri dan sebagainya

TugasMelakukan upaya kesehatan inteligensia mempunyai tujuan: memelihara, meningkatkan, menanggulangi. Mengembangkan fungsi otak sebagai pusat berbagai kecerdasan agar tetap optimal, berdaya guna pada setiap tahap kehidupan melalui kegiatan preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif.

17

Page 18: Modul Usila ABCDE - Kalsel

MODUL MD 02PENANGGULANGAN MASALAH KESEHATAN INTELIGENSIA

PADA USILA

I. Deskripsi SingkatDalam meningkatkan kompentensi para peserta perlu mengetahui pemahaman

tentang masalah kesehatan inteligensia akibat gangguan degeneratif.Untuk mendukung kemampuan tersebut di atas tentang masalah kesehatan

inteligensia akibat gangguan degeneratif materi tentang dinamika masalah kesehatan inteligensi akibat gangguan degeneratif menjadi penting disampaikan pada peningkatan kompetensi ini.

Untuk membahas modul menggunakan metode ceramah, tanya jawab, pelatihan dan simulasi.

II. Tujuan PembelajaranA. Tujuan Pembelajaran Umum

Setelah mengikuti materi ini peserta mampu mengetahui Masalah Kesehatan Inteligensia akibat gangguan degeneratif.

B. Tujuan Pembelajaran KhususSetelah mempelajari materi peserta mampu :1. Menjelaskan Masalah Kesehatan Inteligensia pada Usia Lanjut2. Menjelaskan Penanggulangan Masalah Inteligensia Kesehatan pada Usia Lanjut.

III. Pokok Bahasan1. Masalah Kesehatan Inteligensi pada Usia Lanjut2. Penanggulangan Masalah Kesehatan Inteligensi pada Usia Lanjut

IV. Metode1. Ceramah2. Tanya Jawab

V. Alat Bantu1. Laptop2. LCD3. Tayangan Power Point4. Whiteboard5. Pointer6. Flip Chart7. ATK8. Modul MD 02

VI. Langkah-langkah PembelajaranSesi 1 : Masalah Kesehatan Inteligensi pada Usia Lanjut

Langkah-langkah Pembelajaran :1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah. Diawali dengan berkenalan. Sampaikan

tujuan pembelajaran, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.2. Fasilitator menggali pendapat/pemahaman peserta terkait dengan Masalah

Kesehatan Inteligensi pada Usia Lanjut. Tuliskan kata kunci pendapat mereka pada kertas flipchart atau meta plan.

3. Fasilitator menyampaikan paparan Masalah Kesehatan Inteligensi pada Usia Lanjut.4. Berikan kesempatan kepada peserta untuk mengemukakan pendapatnya dan

melakukan tanya jawab 5. Kaitkan pemaparan dengan pendapat/pemahaman yang dikemukakan oleh peserta

agar mereka merasa dihargai.6. Diakhir sesi fasilitator merangkum atau melakukan pembulatan sehingga ada

kesamaan persepsi tentang Masalah Kesehatan Inteligensi pada Usia Lanjut.

18

Page 19: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Sesi 2 : Penanggulangan Masalah Kesehatan Inteligensia pada Usia Lanjut

Langkah-langkah Pembelajaran :1. Fasilitator menggali pendapat/pemahaman peserta terkait dengan Penanggulangan

Masalah Kesehatan Inteligensi pada Usia Lanjut.2. Tuliskan kata kunci pendapat mereka pada kertas flipchart atau meta plan.3. Fasilitator menyampaikan paparan tentang Penanggulangan Masalah Kesehatan

Inteligensi pada Usia Lanjut4. Berikan kesempatan kepada peserta untuk mengemukakan pendapatnya dan

melakukan tanya jawab. 5. Kaitkan pemaparan dengan pendapat/pemahaman yang dikemukakan oleh peserta

agar mereka merasa dihargai.6. Fasilitator memandu diskusi kelompok 7. Diakhir sesi fasilitator merangkum atau melakukan pembulatan sehingga ada kesamaan

persepsi tentang Penanggulangan Masalah Kesehatan Inteligensi pada Usia Lanjut.

VII. Bahan Pembelajaran

PENANGGULANGAN MASALAH KESEHATAN INTELIGENSI

Penanggulangan kesehatan inteligensi adalah upaya untuk mempertahankan dan menanggulangi penurunan fungsi kecerdasan akibat proses penuaan otak (brain ageing process) yang menyebabkan gangguan dalam melakukan aktifitas sehari-hari, dan upaya mengidentifikasi faktor-faktor yang menyertai proses penuaan yang merupakan faktor resiko terjadinya masalah kesehatan inteligensi

I. Masalah kesehatan inteligensi pada usia lanjut merupakan manifestasi klinis kerusakan struktur-struktur sel di otak yang menyebabkan penurunan fungsi otak dalam proses penerimaan, penyimpanan, pengolahan informasi dari lingkungan sehingga terjadi masalah dalam aktifitas kehidupan sehari-hari, berupa keluhan-keluhan hilangnya kemampuan berkonsentrasi (atensi), mengingat (memori), kemampuan mengenal arah (visuospasial), kemampuan berkomunikasi (language) dan kemampuan fungsi-fungsi kortikal luhur (fungsi eksekutif), dan hilangnya kemampuan mobilitas/gerak berupa kelumpuhan, tremor dan gangguan keseimbangan, yang dapat menyebabkan terjadinya cidera kepala yang paling sering terjadi pada usia lanjut, dan penurunan fungsi pengontrolan proses sistim pengeluaran tubuh (miksi defekasi).

II. Faktor resiko adalah penyakit-penyakit yang mempunyai kerentanan tinggi pada kelompok usila, yang menyertai proses penuaan dan menimbulkan manifestasi klinis yang dapat juga mempercepat, memperparah kerusakan struktur-struktur di otak yang dapat bermanifestasi sebagai gangguan fungsional.

III. Kerusakan dapat terjadi pada sistim penerima rangsang yang disebut sebagai reseptor yang akan meneruskan informasi untuk dapat disimpan dalam otak. Reseptor-reseptor tersebut antara lain:

1. a. Reseptor yang terdapat pada serabut sensorik khusus yang berfungsi untuk melihat, mendengar, mencium, dan mengecap, yang terdapat pada :a) Matab) Telingac) Hidungd) Lidah

b. Reseptor yang terdapat pada serabut sensorik rabaan (taktil), berupa :a) Rasa nyerib) Raba halus dan kasarc) Rasa gerak (propioseptik)d) Rasa getar

Manifestasi klinis gangguan reseptor dapat berupa gangguan pada panca indera dapat berupa buta, tidak mendengar, penciuman menurun sampai dengan hilang, air ludah tidak terkontrol, yang harus dibedakan dari gangguan bentuk fisik organ-organ tersebut. Sedangkan gangguan pada reseptor sensorik taktil dapat berupa

19

POKOK BAHASAN 1

Page 20: Modul Usila ABCDE - Kalsel

bertambahnya atau berkurangnya rasa nyeri, raba halus dan kasar, dan tidak sensitif terhadap getaran tertentu, dan hilangnya kesadaran pengenalan gerak.

2. Gangguan pada sistem saraf yang berfungsi menyalurkan rangsang dari reseptor ke susunan saraf pusat atau sentral, dapat berupa :a. Motorik :

Gangguan pada sistem-sistem Motorik dapat bermanifestasi klinis sebagai gangguan reflek fisiologis yang meningkat, menghilang, menurun dan timbulnya reflek-reflek yang tidak seharusnya ada (reflek patologis)

b. Gangguan Autonomc. Gangguan Somatik

Gangguan Fungsi luhur : atensi, visuospatial, memori, bahasa, dan fungsi eksekutif.

d. Gangguan Kognitif

Penanggulangan masalah kesehatan inteligensi akibat gangguan degeneratif adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk optimalisasi dan akselerasi pencapaian potensi dan fungsi kecerdasan otak dalam meningkatkan kualitas hidup manusia. Penanggulangan masalah kesehatan inteligensi dilaksanakan dengan menggunakan dua tahap, yaitu deteksi dan penanganan masalah kesehatan inteligensi.

Alur Penanggulangan Masalah Kesehatan Inteligensi pada Usila:

Upaya penanggulangan masalah kesehatan inteligensia dilaksanakan dengan menggunakan dua kegiatan, yaitu deteksi dan penanganan masalah kesehatan inteligensia. Berikut ini akan dipaparkan kegiatan penanggulangan, sebagai berikut:

A. Deteksi Masalah Kesehatan Inteligensi Deteksi masalah kesehatan inteligensi adalah suatu upaya untuk menemukan

usila yang mempunyai masalah kesehatan inteligensi di antara masyarakat umum lainnya. Deteksi ini bertujuan untuk menjaring usila yang kelihatannya tidak mempunyai masalah kesehatan inteligensi akan tetapi sebenarnya mempunyai masalah.

20

Rujuk Ke RS

Usila dengan MKI Sehat

Deteksi lanjut dan Pemeriksaan oleh Tenaga

Kesehatan

Usila dengan MKI Sehat

Deteksi Dasar Oleh Tenaga Kesehatan

Usila

Brain Restoration Brain Exercice

Brain Learning

Brain Learning

Page 21: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Deteksi ini terdiri dari dua tahap, yaitu deteksi dini oleh kader dan deteksi serta pemeriksaan oleh tenaga kesehatan. Deteksi dini dilakukan oleh kader kesehatan yang berada di masyarakat dengan menggunakan kuesioner yang terdapat dalam Pedoman Penanggulangan Masalah Kesehatan Inteligensi Akibat Gangguan Degeneratif. Apabila dalam deteksi dini ditemukan usila yang mempunyai masalah kesehatan inteligensi, maka usila tersebut akan dikirim ke Puskesmas. Di Puskesmas, usila akan diperiksa lebih lanjut (deteksi) untuk memastikan hasil skrining dari masyarakat.

B. Penanganan Masalah Kesehatan InteligensiPenanganan masalah kesehatan inteligensi ini dilakukan berjenjang dari tingkat

masyarakat (posyandu usila), puskesmas dan jaringannya, serta rumah sakit. Di tiap-tiap jenjang akan mempunyai model penanggulangan yang sesuai dengan kemampuan tenaga pelaksana dan ketersediaan sarana dan prasarana di tempat pelayanan.

Usila yang telah terdeteksi oleh tenaga kesehatan selanjutnya dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap masalah kesehatan inteligensi dan penyakit yang menyertainya (faktor resiko). Faktor resiko adalah faktor-faktor yang dapat mengakibatkan terjadinya masalah kesehatan inteligensi pada usila. Faktor resiko tersebut adalah:1. Faktor resiko yang tidak dapat diubah, terdiri dari:

- Usia - Jenis kelamin

2. Faktor resiko yang dapat diubah, terdiri dari:- Hipertensi - Diabetes melitus- Penyakit jantung- Penyakit metabolik: dislepidemia, hiperurisemia- Obesitas, dll

Faktor resiko yang terdapat pada usila harus ditangani (manajemen faktor resiko). Hal ini dimaksud supaya usila yang mempunyai faktor resiko sedang tidak menjadi berat atau mempertahankan pada posisi saat ini (ringan atau sedang).

Tabel 1. Manajemen Faktor Resiko:

Pada tabel di atas, sasaran usia lanjut dengan satu faktor resiko, dan kategori umur berada di sebelah kiri maka masih dapat dikategorikan ringan. Sedangkan semakin ke kanan dan semakin banyak nilai (+) yang menunjukkan gangguan, maka masuk dalam kategori berat.

Di Puskesmas usila yang terdeteksi dengan masalah kesehatan inteligensi dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Petugas kesehatan akan menganalisa hasil pemeriksaan tersebut, dan menentukan penanganan yang tepat untuk masalah usila. Setelah ditentukan masalah kesehatan inteligensinya, maka usila dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu:a. Kelompok Pembelajaran Otak (Brain Learning) b. Kelompok Latihan Otak (Brain Exercise)c. Kelompok Rehabilitasi Otak (Brain Rehabilitation).

21

Fakt

or R

esik

oUsia

< 6

0 ta

hunU

sia 6

0-65

ta

hunU

sia >

65

tahu

nHTD

MCo

rMet

HTDM

CorM

etHT

DMCo

rMet

Ring

anSe

dang

Bera

tKet

eran

gan

: +

= `T

erda

pat

gang

guan

= `T

idak

terd

apat

ga

nggu

an

Page 22: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Dasar pengelompokkan usila ke dalam kelompok tersebut di atas adalah dengan kategori sebagai berikut:

KEGIATAN ALAT UKUR NILAIA B C D EBrain Learning - - - - - NormalBrain Exercise - + + + + AbnormalBrain Restoration + - - - - Abnormal

Keterangan : + = terdapat gangguan - = tidak terdapat gangguan

Pengelompokan usila setelah diidentifikasi dengan A, B, C, D, E menentukan kegiatan ataupun intervensi yang diberikan, yaitu untuk kategori normal (tanpa gangguan) dapat dilakukan brain learning, sedangkan usila dengan satu gangguan ataupun faktor resiko serta memerlukan pertolongan dalam aktivitas sehari-hari, maka akan diberikan brain exercise ataupun brain restoration.

Usila di Puskesmas diberikan penanganan sesuai dengan kompetensi dan kemampuan sarana dan prasarana Puskesmas. Apabila masalah usila tersebut tidak dapat ditangani di tingkat Puskesmas, maka usila tersebut dapat dirujuk ke rumah sakit. Selain itu, puskesmas melakukan tindak lanjut (follow up) dari kasus-kasus yang sudah ditangani di rumah sakit dan dikembalikan ke puskesmas atau ke keluarga.

Penanganan masalah kesehatan inteligensi pada usila di rumah sakit dilakukan secara komprehensif yang dilakukan oleh sebuah tim terdiri dari dokter ahli saraf (neurolog), psikiater, terapis (fisioterapis, okupasi terapis, dan terapis wicara), psikolog, ahli geriatrik, pekerja sosial, dll.

PENANGGULANGAN MASALAH KESEHATAN INTELIGENSI PADA USIA LANJUT

Deteksi masalah kesehatan inteligensia oleh tenaga kesehatan merupakan tindak lanjut dari deteksi dasar yang dilakukan oleh kader. Deteksi dasar masalah kesehatan inteligensia pada usila di masyarakat dilakukan terutama di posyandu usila. Deteksi oleh kader menggunakan kuesioner yang terdiri dari komponen A, B, C, D, dan E (seperti yang tercantum dalam pedoman penanggulangan masalah kesehatan inteligensia akibat gangguan degeneratif). Activity Daily Living (A) berisi pertanyaan mengenai kemampuan usila melakukan aktivitas sehari-hari, Balance (B) berisi pertanyaan tentang keseimbangan, Cognitive (C) berisi pertanyaan tentang memori dan kecerdasan, Disability, Disesase, and Risk Factor (D) berisi pertanyaan tentang ketidakmampuan, penyakit yang dideteksi, dan faktor risiko yang dimiliki oleh usila baik yang ditemukan penyakit maupun tidak ditemukan penyakit yang menyertainya, dan Emotion (E) berisi pertanyaan tentang emosi.

A. Deteksi oleh Tenaga Kesehatan Tenaga kesehatan yang dapat melakukan deteksi masalah kesehatan di

pelayanan kesehatan adalah dokter, perawat, dan terapis. Pada saat ini tenaga kesehatan yang dapat melakukan deteksi dan pemeriksaan masih sangat sedikit. Untuk meningkatkan kompetensi dalam melaksanakan deteksi maupun penanganan diperlukan suatu pelatihan cara mendeteksi masalah tersebut.

Deteksi masalah kesehatan inteligensia oleh tenaga kesehatan dilakukan dengan menggunakan instrumen yang tersedia dalam lampiran buku petunjuk teknis ini. Untuk mengetahui kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari dilakukan dengan Barthel Index, untuk mengetahui keseimbangan dilakukan dengan Romberg Test, untuk mengetahui kemampuan kognitif dilakukan dengan MMSE (Mini Mental State Examination) atau dengan Minicog dan CDT (Clock Drawing Test), dan untuk mengetahui keadaan emosi usila dilakukan dengan GDRS (Geriatric Depression Rating Scale).

22

POKOK BAHASAN 2

Page 23: Modul Usila ABCDE - Kalsel

MODUL MI 01PENGGUNAAN INSTRUMEN ABCDE UNTUK PENANGGULANGAN MASALAH

INTELIGENSIA KESEHATAN AKIBAT GANGGUAN DEGENERATIF

I. Deskripsi SingkatDalam meningkatkan kompentensi para peserta perlu mengetahui penggunaan

instrumen ABCDE untuk Deteksi Dini Penanggulangan Masalah Inteligensia Kesehatan.Untuk mendukung kemampuan tersebut di atas, maka perlu diberikan pengajaran

materi tentang penggunaan instrumen ABCDE untuk Deteksi Dini Penanggulangan Masalah Inteligensia Kesehatan. Materi tersebut penting disampaikan sebagai materi utama atau inti dari peningkatan kompetensi ini. Metode pengajaran pada modul ini menggunakan metode ceramah, tanya jawab, pelatihan dan simulasi.

II. Tujuan PembelajaranA. Tujuan Pembelajaran Umum

Setelah mengikuti materi ini peserta mampu mengetahui penggunaan instrumen ABCDE untuk Deteksi Dini Penanggulangan Masalah Inteligensia Kesehatan.

B. Tujuan Pembelajaran KhususSetelah mempelajari materi peserta mampu mengisi komponen-komponen Instrumen ABCDE yang terdiri dari :instrumen Barthel Indeks, Romberg Test, MMSE/Mini Cog, Kuesioner Faktor Resiko dan Instrumen GDRS

III. Pokok BahasanPenggunaan komponen-komponen ABCDE yang terdiri dari Barthel Indeks, Romberg Test, MMSE/Mini Cog, kuesioner Faktor Resiko dan GDRS

IV. Metode1. Ceramah2. Tanya Jawab3. Latihan4. Simulasi

V. Alat Bantu1. Laptop2. LCD3. Tayangan Power Point4. Tayangan Video 5. Whiteboard6. Pointer7. Flip Chart8. ATK9. Modul MI 01

VI. Langkah-langkah PembelajaranSesi 1 : Mengisi komponen-komponen ABCDELangkah-langkah Pembelajaran :1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah. Diawali dengan berkenalan. Sampaikan

tujuan pembelajaran, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.2. Fasilitator menggali pendapat/pemahaman peserta mengenai pengetahuan yang

mereka miliki berkaitan dengan pengisian komponen-komponen instrumen penanggulangan masalah kesehatan inteligensia pada usia lanjut. Tuliskan kata kunci pendapat mereka pada kertas flipchart atau meta plan.

3. Fasilitator menyampaikan paparan komponen-komponen instrument penanggulangan masalah kesehatan inteligensia pada usia lanjut berupa pengenalan dan penjelasan mengenai pengisian instrumen ABCDE yang terdiri dari Barthel Indeks, Romberg Test, MMSE/Mini Cog, Faktor Resiko, GDRS.

4. Berikan kesempatan kepada peserta untuk mengemukakan pendapatnya dan melakukan tanya jawab

23

Page 24: Modul Usila ABCDE - Kalsel

5. Kaitkan pemaparan dengan pendapat/pemahaman yang dikemukakan oleh peserta agar mereka merasa dihargai.

6. Diakhir sesi fasilitator merangkum atau melakukan pembulatan sehingga ada kesamaan pemahaman antara peserta tentang pengisian komponen-komponen instrumen ABCDE.

VII. Bahan Pembelajaran

MENGISI INSTRUMEN BARTHEL INDEX

Cara pemeriksaan usila dengan menggunakan instrumen Barthel Index adalah:Usila diwawancarai dengan instumen Barthel Index dan dilakukan penjumlahan skor terhadap jawabannya, kemungkinan skor yang didapat antara 0-20. Apabila didapatkan skor kurang 20 berarti usila mengalami penurunan kemampuan beraktivitas sehari-hari.

24

POKOK BAHASAN 1

Page 25: Modul Usila ABCDE - Kalsel

A. ACTIVITIES OF DAILY LIVING ( INDEKS ADL BARTHEL )

1. Mengontrol BAB ( Buang Air Besar ) 0 : Inkontinen / tak teratur ( perlu enema ) 1 : Kadang-kadang inkontinen ( 1x seminggu ) 2 : Kontinen teratur

2. Mengontrol BAK ( Buang Air Kecil ) 0 : Inkontinen atau pakai kateter dan tak terkontrol 1 : Kadang-kadang inkontinen ( max 1 x 24 jam ) 2 : Mandiri

3. Membersihkan diri ( lap muka, sisir rambut, sikat gigi) 0 : butuh pertolongan orang lain

1 : Mandiri 4. Penggunaan toilet.

( melepas, memakai celana, menyeka, menyiram ) 0 : Tergantung pertolongan orang lain 1 : Perlu pertolongan pada beberapa aktivitas tetapi dapat mengerjakan sendiri beberapa aktivitas lain. 2 : Mandiri

5. Makan 0 : Tidak mampu 1 : Perlu seseorang menolong memotong makanan 2 : Mandiri

6. Berpindah tempat dari tidur ke duduk 0 : Tidak mampu 1 : Perlu banyak bantuan untuk bisa duduk ( 2 orang ) 2 : Bantuan minim, 1 orang 3 : Mandiri

7. Mobilisasi / berjalan 0 : Tidak mampu 1 : Bisa berjalan dengan kursi roda 2 : Berjalan dengan bantuan 1 orang / Walker

3 : Mandiri 8. Berpakaian ( memakai baju )

0 : Tergantung orang lain 1 : Sebagian dibantu ( mis. mengancing baju ) 2 : Mandiri

9. Naik turun tangga 0 : Tidak Mampu 1 : Butuh pertolongan2 : Mandiri ( naik turun )

10. Mandi0 : Tergantung orang lain1 : Mandiri

25

Page 26: Modul Usila ABCDE - Kalsel

MENGISI INSTRUMEN ROMBERG TESTCara pemeriksaan usila dengan menggunakan instrumen Romberg Test adalah:Usila diminta melakukan tes seperti yang terdapat dalam lampiran petunjuk teknis ini. Romberg tes positif bila pasien hilang keseimbangan (bergoyang) ke arah kemungkinan jatuh. Namun bila pasien hanya bergoyang sedikit dan kemudian menyeimbangkan diri kembali, Romberg tes dianggap negatif. Instrumen Romberg Test :Pemeriksaan dilakukan secara bertahap dari pemeriksaan nomor satu, kemudian nomor dua dan nomor ketiga. Apabila tes romberg pada nomor satu atau nomor dua positif, jangan diteruskan ke pemeriksaan nomor selanjutnya.1. Minta Usia Lanjut untuk berdiri dengan kedua kaki (jarak dua kaki rengang)

dan mata terbuka, lalu amati apakah Usia Lanjut tersebut bergoyang, berayun atau kadang-kadang jatuh. Kemudian Mintalah matanya ditutup, amati.

2. Ulangi instruksi di atas, berdiri dengan kedua kaki rapat dan mata terbuka, amati apakah bergoyang atau jatuh. Kemudian mintalah matanya ditutup, amati.

3. Mintalah Usia Lanjut berdiri dengan kaki yang satu didepan kaki yang lainnya. Tumit kaki yang satu berada di depan jari kaki yang lainnya, Amati apakah bergoyang atau jatuh, kemudian mintalah matanya ditutup, amati juga.

Selama pemeriksaan disarankan pemeriksa berdiri di dekat Usia Lanjut dan bersiap untuk menangkap jika Usia Lanjut tersebut jatuh.

MENGISI INSTRUMEN MMSE ATAU MINICOG DAN CDTPenilaian kognitif untuk Usia Lanjut yang bisa membaca dan menulis menggunakan Mini-Mental State Examination, sedangkan untuk Usia Lanjut yang buta huruf (tidak sekolah atau SD tidak tamat) dilakukan dengan Mini Cog dan Clock Drawing Test.

Cara pemeriksaan usila dengan menggunakan instrumen MMSE atau Minicog dan CDT adalah:a. Pemeriksaan kognitif pada usila dengan buta huruf atau dengan pendidikan tidak

tamat SD dilakukan dengan instrumen mini cog. Dikatakan fungsi kognitifnya menurun apabila usila tidak dapat mengingat salah satu atau lebih kata yang diberikan sebelumnya.

b. Pemeriksaan kognitif pada usila dengan pendidikan minimal SD dilakukan dengan MMSE. Penilaian dilakukan sesuai dengan skor yang didapatkan, dikatakan fungsi kognitifnya menurun jika hasilnya kurang dari 24.

Mini-Mental State ExaminationMintalah Usia Lanjut untuk menjawab pertanyaan di bawah ini dan berikan nilai 1 poin untuk setiap jawaban yang benar

ORIENTASI

Tanggal berapakah hari ini? SkorBenar Salah

Waktu :Hari:Tanggal :Bulan:Tahun:

Dimanakah kita sekarang?Puskesmas/RS:Lantai:Kota:Propinsi:Negara:

26

POKOK BAHASAN 1 (LANJUTAN)

POKOK BAHASAN 1 (LANJUTAN)

Page 27: Modul Usila ABCDE - Kalsel

REGISTERMinta Usia Lanjut untuk mengulangi kembali ketiga kata tersebut ; 1 poin untuk setiap jawaban yang benar. Contoh : bola, melati, kursi. Ulangi kembali jika diperlukan sampai Usia Lanjut memahami ketiga kata tersebut ( 6 kali percobaan). Jawaban Kata :

Skor

Benar Salah

________________________________________________

PERHATIAN DAN BERHITUNGMinta Usia Lanjut untuk mengurangi 7 dari 100 kemudian dikurangi 7 dari hasil sebelumnya (sebanyak 4 kali). Jawaban:

SkorBenar Salah

100 – 7 = 9393– 7 = 8686 – 7 = 7979 – 7 = 7272 – 7 = 65

MENGINGAT KEMBALIMinta Usia Lanjut untuk mengingat kembali nama ketiga benda yang telah di pelajari dalam tes registration (Contoh : Bola, Melati, Kursi). Jawaban Kata :

Skor

Benar Salah

1. _______________

2. ________________

3. ________________

BAHASATunjukkan benda kepada Usia Lanjut, kemudian tanya Usia Lanjut nama benda tersebut. Jawaban:

SkorBenar Salah

Pensil

Jam tangan

Minta Usia Lanjut untuk menyebutkan ”Tidak mungkin, dan, mustahil”(3 poin) Berikan Usia Lanjut selembar kertas dan katakan ” Ambil kertas ini dengan tangan kanan, lipat dua dan letakkan di atas lantai”Berikan Usia Lanjut selembar kertas yang bertuliskan ”Tutup mata anda”, minta Usia Lanjut untuk membacanya, dan melakukannya.Minta Usia Lanjut untuk menuliskan sebuah kalimat. (Harus ada subjek, kata kerja, dan harus masuk akal).Minta Usia Lanjut untuk meniru gambar

_______ Total Nilai (Maksimal 30 poin) Penilaian : mengalami penurunan kognitif jika skor < 24

27

Page 28: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Mini Cog Dan Clock Drawing Test

Cara pemeriksaan:1. Mintalah pasien untuk mendengarkan dengan cermat, mengingat, dan kemudian

mengulangi tiga kata yang tidak berhubungan yang akan disampaikan oleh pemeriksa. 2. Instruksikan pasien untuk menggambar jam pada selembar kertas kosong atau berikan

pasien dengan lingkaran yang telah disediakan pada selembar kertas3. Pasien menulis penunjukkan waktu yang ada pada jam tangan mereka. 4. Tanyakan pasien untuk mengulangi tiga kata lagi, kemudian diingatkan lagi dan dimiminta

mengulangi5. Jika pasien tidak dapat menyebutkan pada kata-kata yang pertama kali diucapkan, maka

tidak perlu ditanyakan kembali karena hal tersebut telah menunjukkan adanya gangguan kognisi.

MENGISI INSTRUMEN KUESIONER PENYAKIT DAN FAKTOR RESIKO

Cara pemeriksaan usila dengan menggunakan instrumen Kuesioner Penyakit dan Faktor Resiko adalah: Faktor yang berkaitan dengan penyakit antara lain; merokok, cholesterol, gula darah, dan lain sebagainya.Penyakit adalah  suatu keadaan abnormal dari tubuh atau pikiran yang menyebabkan ketidaknyamanan, disfungsi atau kesukaran terhadap orang yang dipengaruhinya. Contohnya :a. Yang bersangkutan pernah mengalami serangan jantungb. Mengalami jantung koroner.c. Pernah kejang-kejang.d. Memiliki riwayat penyakit ginjal

Penyakit dan faktor risiko dapat dinilai setelah mengisi kuesioner yang disediakan pada lampiran. Di bawah ini terdapat tabel yang akan membantu dalam mengelompokkan usila ke dalam kategori faktor risiko rendah, sedang, atau berat.

Cara penggunaan instrumen, kuesioner penyakit yang di derita dan instrument kuesioner faktor resiko adalah :a. Mengisi kuesioner yang tersedia

pada lampiranb. Menyempurnakan faktor resiko pada

kelompok-kelompokBila ditemukan kelainan berikan tanda check list (√).

28

POKOK BAHASAN 1 (LANJUTAN)

Page 29: Modul Usila ABCDE - Kalsel

FAKTOR RISIKO VASCULAR PADA USILA

PUSKESMAS/KECAMATAN : …… KABUPATEN/KOTA : …………PROVINSI : ……………

Nama : ………………........………………..................... No. KTP : ………………......

Tanggal lahir : ……………………………………. L/P Kunjungan : Pertama Kontrol

Alamat : ………………………………………. Suku/Agama: ……...……………………

Pendidikan : ……………………………………… Pekerjaan : ......................……………

Penghasilan rata-rata/bulan Rp. …………………...…… ,-

ANAMNESIS

Riwayat Penyakit Ya Tidak

Kolesterol

Apakah merasa kegemukan?Body mass index = …Apakah banyak makan makanan berlemak

Gula Darah

Pernah periksa gula darah (3-6 bulan terakhir) = …. ml/hgApakah sering minum berlebihanApakah merasa haus terusApakah sering Buang Air Kecil terus menerusApa sering makan banyakApakah keluarga memiliki riwayat diabetes

Darah Tinggi Pernah periksa tekanan darah (3-6 bulan terakhir)

Jantung

Apakah sering merasa nyeri dada?Apakah sering merasa sesak nafasApakah pernah tiba-tiba peloApakah pernah hilang penglihatan secara tiba-tiba?Apakah pernah tiba-tiba merasa lemas?

Faktor Risiko

Merokok(1) Ya setiap hari (2) Ya, kadang-kadang(1) Tidak, sebelumnya

pernah (2) Tidak pernah sama sekali

Dalam 12 Bulan terakhir minum minuman beralkohol (1) Ya (2) Tidak

Dalam 1 Bulan terakhir minum minuman beralkohol(1) Ya, 5 hari atau

lebih/minggu (2) 1-4 hari/minggu

(3) < 1 hari/bulan (4) 1hari/bulanMakan-makanan asin (1) < 1x/hari (2) 1x/hari (3) 2x/hari (4) 3x/hariMakan/minum yang manis-manis (1) < 1x/hari (2) 1x/hari (3) 2x/hari (4) 3x/hariMakan sayur (1 x 1 porsi) (1) < 1x/hari (2) 1x/hari (3) 2x/hari (4) 3x/hariMakan buah (1 x 1 porsi) (1) < 1x/hari (2) 1x/hari (3) 2x/hari (4) 3x/hari

Melakukan olah raga(1) Ya ….menit/hari …./mingggu(2) Ya, …..hari/bulan (3) Jarang/tidak pernah

Merasa tegang, cemas atau panik (1)< 1x/hari (2) 1x/hari (3) 2x/hari (4) 3x/hari

Tanggal, ….. ………………. 2012Pemeriksa,

( )

29

Page 30: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Penjelasan :

FAKTOR RESIKO PADA LANSIADengan bertambahnya usia, wajar saja bila kondisi dan fungsi tubuh pun makin

menurun. Beberapa masalah yang kerap muncul pada usia lanjut , sering disebut sebagai a series of I’s. Mulai dari immobility (imobilisasi), instability (instabilitas dan jatuh), incontinence (inkontinensia), intellectual impairment (gangguan intelektual), infection (infeksi), impairment of vision and hearing (gangguan penglihatan dan pendengaran), isolation (depresi), Inanition (malnutrisi), insomnia (ganguan tidur), hingga immune deficiency (menurunnya kekebalan tubuh).

Penyakit utama yang menyerang lansia ialah hipertensi, gagal jantung dan infark serta gangguan ritme jantung, diabetes mellitus, gangguan fungsi ginjal dan hati. Juga terdapat berbagai keadaan yang khas dan sering mengganggu lansia seperti gangguan fungsi kognitif, keseimbangan badan, penglihatan dan pendengaran.

Secara umum, menjadi tua ditandai oleh kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala-gejala kemuduran fisik, antara lain :1. Kulit mulai mengendur dan wajah mulai keriput serta garis-garis yang menetap2. Rambut kepala mulai memutih atau beruban3. Gigi mulai lepas (ompong)4. Penglihatan dan pendengaran berkurang5. Mudah lelah dan mudah jatuh6. Gerakan menjadi lamban dan kurang lincah

Disamping itu, juga terjadi kemunduran kognitif antara lain :1.  Suka lupa, ingatan tidak berfungsi dengan baik2.  Ingatan terhadap hal-hal di masa muda lebih baik daripada hal-hal yang baru saja terjadi3.  Sering adanya disorientasi terhadap waktu, tempat dan orang4.  Sulit menerima ide-ide baru

MASALAH FISIK SEHARI-HARI YANG SERING DITEMUKAN PADA LANSIA1.  Mudah jatuh

a. Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang melihat kejadian, yang mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Ruben, 1996).

b. Jatuh dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya faktor intrinsik: gangguan gaya berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekuatan sendi dan sinkope-dizziness; faktor ekstrinsik: lantai yang licin dan tidak rata, tersandung oleh benda-benda, penglihatan kurang karena cahaya yang kurang terang dan sebagainya.

2.      Mudah lelah, disebabkan oleh :©  Faktor psikologis: perasaan bosan, keletihan, depresi©  Gangguan organis: anemia, kurang vitamin, osteomalasia, dll©  Pengaruh obat: sedasi, hipnotik

3.  Kekacauan mental karena keracunan, demam tinggi, alkohol, penyakit metabolisme, dehidrasi, dsb

4.  Nyeri dada karena PJK, aneurisme aorta, perikarditis, emboli paru, dsb5.  Sesak nafas pada waktu melakukan aktifitas fisik karena kelemahan jantung, gangguan

sistem respiratorius, overweight, anemia6.  Palpitasi karena gangguan irama jantung, penyakit kronis, psikologis7.  Pembengkakan kaki bagian bawah karena edema gravitasi, gagal jantung, kurang vitamin

B1, penyakit hati, penyakit ginjal, kelumpuhan, dsb8.  Nyeri pinggang atau punggung karena osteomalasia, osteoporosis, osteoartritis, batu

ginjal, dsb.9.  Nyeri sendi pinggul karena artritis, osteoporosis, fraktur/dislokasi, saraf terjepit10.Berat badan menurun karena nafsu makan menurun, gangguan saluran cerna, faktor

sosio-ekonomi11.Sukar menahan BAK karena obat-obatan, radang kandung kemih, saluran kemih,

kelainan syaraf, faktor psikologis12.Sukar menahan BAB karena obat-obatan, diare, kelainan usus besar, kelainan rektum13.Gangguan ketajaman penglihatan karena presbiopi, refleksi lensa berkurang, katarak,

glaukoma, infeksi mata14.Gangguan pendengaran karena otosklerosis, ketulian menyebabkan kekacauan mental15.Gangguan tidur karena lingkungan kurang tenang, organik dan psikogenik (depresi,

irritabilitas)

30

Page 31: Modul Usila ABCDE - Kalsel

16.Keluhan pusing-pusing karena migren, glaukoma, sinusitis, sakit gigi, dsb17. Keluhan perasaan dingin dan kesemutan anggota badan karena ggn sirkulasi darah

lokal, gangguan syaraf umum dan lokal18. Mudah gatal-gatal karena kulit kering, eksema kulit, DM, gagal ginjal, hepatitis kronis,

alergi

KARAKTERISTIK PENYAKIT LANSIA DI INDONESIA1.  Penyakit persendian dan tulang, misalnya rheumatik, osteoporosis, osteoartritis2.  Penyakit Kardiovaskuler. Misalnya: hipertensi, kholesterolemia, angina, cardiac attack,

stroke, trigliserida tinggi, anemia, PJK3.  Penyakit Pencernaan yaitu gastritis, ulcus pepticum4.  Penyakit Urogenital. Seperti Infeksi Saluran Kemih (ISK), Gagal Ginjal Akut/Kronis,

Benigna Prostat Hiperplasia5.  Penyakit Metabolik/endokrin. Misalnya; Diabetes mellitus, obesitas6.  Penyakit Pernafasan. Misalnya asma, TB paru7.  Penyakit Keganasan, misalnya; carsinoma/ kanker8.  Penyakit lainnya. Antara lain; senilis/pikun/dimensia, alzeimer, parkinson, dsb

31

Page 32: Modul Usila ABCDE - Kalsel

MENGISI INSTRUMEN GDRSCara pemeriksaan usila dengan menggunakan instrumen GDRS adalah :GDRS berisi 15 item pertanyaan mengenai hal-hal yang dirasakan usila dalam 1 minggu terakhir. Dari jawaban pertanyaan tersebut dapat dikategorikan bahwa usila dengan emosi normal nilai 0-4, depresi ringan nilai 5-8, depresi sedang 9-11, depresi berat 12-15.

GERIATRIC DEPRESSION RATING SCALEPilihlah jawaban terbaik (beri tanda √) tentang apa yang Anda rasakan 1 minggu terakhir:

No Pertanyaan Ya Tidak Skor1. Apakah Anda merasa puas terhadap kehidupan Anda selama ini?2. Apakah Anda sudah tidak melakukan kegiatan dan hobi Anda?3. Apakah Anda merasa hidup Anda hampa/ kosong?4. Apakah Anda sering merasa bosan?5. Apakah Anda bersemangat menjalani kehidupan saat ini dan ke

depan?6. Apakah Anda terganggu dengan pikiran-pikiran yang tidak dapat

Anda singkirkan?7. Apakah Anda merasa bahagia menjalani kehidupan Anda?8. Apakah Anda merasa sering tidak berdaya?             9. Apakah Anda lebih nyaman di rumah atau lebih suka jalan-jalan

keluar atau berbuat sesuatu yang baru?10. Apakah Anda sering lupa?11. Apakah Anda merasa hidup ini indah?12. Apakah saat ini Anda merasa tidak berguna?13. Apakah Anda masih mempunyai kekuatan untuk melakukan

kegiatan sehari-hari?14. Apakah Anda merasa tidak mempunyai harapan masa depan? 15. Apakah Anda merasa banyak orang lebih baik dari Anda?

1 point diberikan untuk jawaban:1. Tidak 6. Ya 11. Tidak 2. Ya 7. Tidak 12. Ya3. Ya 8. Ya 13. Tidak 4. Ya 9. Tidak 14. Ya 5. Tidak 10. Ya 15. Ya

TOTAL  GDRS: ............Skor maksimum GDRS  = 15

PENILAIANTotal Skor Tingkat Depresi

0   -     4 normal, tergantung pada umur, pendidikan dan keluhan5   -     8 ringan8   -   11 sedang12 -  15 berat

32

POKOK BAHASAN 1 (LANJUTAN)

Page 33: Modul Usila ABCDE - Kalsel

MODUL MI 02ANALISIS HASIL PENGISIAN INSTRUMEN

I. Deskripsi SingkatDalam meningkatkan kompetensi para peserta perlu mengetahui dan memahami

cara menganalisa hasil penilaian dengan menggunakan instrumen ABCDE untuk Deteksi Dini Penanggulangan Masalah Inteligensia Kesehatan.

Untuk mendukung kemampuan tersebut di atas, maka perlu diberikan pengajaran materi tentang analisa hasil penilaian komponen instrumen ABCDE untuk Deteksi Dini Penanggulangan Masalah Inteligensia Kesehatan. Materi tersebut penting disampaikan sebagai materi utama atau inti dari peningkatan kompetensi ini. Metode pengajaran pada modul ini menggunakan metode ceramah, tanya jawab, pelatihan dan simulasi.

II. Tujuan PembelajaranA. Tujuan Pembelajaran Umum

Setelah mengikuti materi ini peserta mampu menganalisa hasil penilaian komponen instrumen ABCDE untuk Deteksi Dini Penanggulangan Masalah Inteligensia Kesehatan.

B. Tujuan Pembelajaran KhususSetelah mempelajari materi peserta mampu menganalisa hasil penilaian Komponen Instrumen ABCDE (Instrumen Barthel Indeks, Romberg Test, MMSE/Mini Cog, Kuesioner Faktor Resiko dan GDRS).

III. Pokok BahasanAnalisa hasil Penilaian Instrumen ABCDE terdiri dari :- Barthel Indeks- Romberg Test- MMSE/Mini Cog- Faktor Resiko- GDRS

IV. Metode1. Ceramah2. Tanya Jawab3. Latihan4. Simulasi

V. Alat Bantu1. Laptop2. LCD3. Tayangan Power Point4. Tayangan Video 5. Whiteboard6. Pointer7. Flip Chart8. ATK9. Modul MI 02

VI. Langkah-langkah PembelajaranSesi 1 : Analisa hasil Penilaian Komponen Instrumen ABCDELangkah-langkah Pembelajaran :1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah. Diawali dengan berkenalan. Sampaikan

tujuan pembelajaran, sebaiknya dengan menganalisa hasil penilaian bahan tayang.2. Fasilitator menggali pendapat/pemahaman peserta mengenai pengetahuan yang

mereka miliki berkaitan dengan analisa hasil penilaian komponen instrumen penanggulangan masalah kesehatan inteligensia pada usia lanjut. Tuliskan kata kunci pendapat mereka pada kertas flipchart atau meta plan.

3. Fasilitator menyampaikan paparan Analisa hasil penilaian masing-masing komponen instrumen penanggulangan masalah kesehatan inteligensia pada usia

33

Page 34: Modul Usila ABCDE - Kalsel

lanjut berupa pengenalan dan penjelasan singkat mengenai instrumen ABCDE yang terdiri dari Barthel Indeks, Romberg Test, MMSE/Mini Cog, Faktor Resiko, GDRS.

4. Berikan kesempatan kepada peserta untuk mengemukakan pendapatnya dan melakukan tanya jawab

5. Kaitkan pemaparan dengan pendapat/pemahaman yang dikemukakan oleh peserta agar mereka merasa dihargai.

6. Diakhir sesi fasilitator merangkum atau melakukan pembulatan sehingga ada kesamaan pemahaman antara peserta tentang materi analisa hasil penilaian komponen instrument ABCDE.

VII. Bahan Pembelajaran

ANALISA HASIL PENILAIAN BARTHEL INDEXAnalisa hasil pemeriksaan usila dengan menggunakan instrumen Barthel Index

adalah:Usila diwawancarai dengan instumen Barthel Index dan dilakukan penjumlahan skor terhadap jawabannya, kemungkinan skor yang didapat antara 0-20. Apabila didapatkan skor kurang 20 berarti usila mengalami penurunan kemampuan beraktivitas sehari-hari.

Penilaian Instrumen Barthel Index :1. Usila di wawancarai dengan menggunakan instrumen barthel index2. Instrumen dijumlahkan setelah wawancara3. Dikelompokkan dalam kelompok nilai :

No. Jumlah Skor Kategori1. 0 – 20 Abnormal2. >20 Normal

34

POKOK BAHASAN 1

Page 35: Modul Usila ABCDE - Kalsel

ANALISA HASIL ROMBERG TESTAnalisa hasil pemeriksaan usila dengan menggunakan instrumen Romberg Test adalah:Usila diminta melakukan tes seperti yang terdapat dalam lampiran petunjuk teknis ini (atau terdapat dalam video tayangan). Romberg tes positif bila pasien hilang keseimbangan (bergoyang) ke arah kemungkinan jatuh. Namun bila pasien hanya bergoyang sedikit dan kemudian menyeimbangkan diri kembali, Romberg tes dianggap negatif.

Penilaian :Romberg tes positif bila pasien hilang keseimbangan (bergoyang) ke arah kemungkinan jatuh. Namun bila pasien hanya bergoyang sedikit dan kemudian menyeimbangkan diri kembali, Romberg tes dianggap negatif.

ANALISA HASIL MMSE ATAU MINICOG DAN CDTPenilaian kognitif untuk Usia Lanjut yang bisa membaca dan menulis menggunakan Mini-Mental State Examination, sedangkan untuk Usia Lanjut yang buta huruf (tidak sekolah atau SD tidak tamat) dilakukan dengan Mini Cog dan Clock Drawing Test.

Analisa hasil pemeriksaan usila dengan menggunakan instrumen MMSE atau Minicog dan CDT adalah:a. Pemeriksaan kognitif pada usila dengan buta huruf atau dengan pendidikan tidak

tamat SD dilakukan dengan instrumen mini cog. Dikatakan fungsi kognitifnya menurun apabila usila tidak dapat mengingat salah satu atau lebih kata yang diberikan sebelumnya.

b. Pemeriksaan kognitif pada usila dengan pendidikan minimal SD dilakukan dengan MMSE. Penilaian dilakukan sesuai dengan skor yang didapatkan, dikatakan fungsi kognitifnya menurun jika hasilnya kurang dari 24.

INTERPRETASI HASIL1. Skoring kata-kata yang ditanyakan adalah berdasarkan pengulangan pertama dari

kata-kata yang dilewatkannya. 2. Pengulangan kedua yang dilakukan, skor kata-kata didasarkan pada nilai untuk

mengingat kata. 3. Bila lansia dapat menyebutkan kembali tiga kata yang harus diingat (recall) diberi

skor 3 4. Tidak perlu dilakukan pemeriksaan menggambar jam bila fungsi kognitif Usia

Lanjut normal. 5. Bila skor 1-2 dilakukan pemeriksaan menggambar jam. 6. Bila pasien dapat menggambar jam, Usia Lanjut dianggap normal. 7. Bila salah menggambar jam, Usia Lanjut dicurigai menderita demensia. 8. Bila skor 0, Usia Lanjut dicurigai menderita demensia.

35

POKOK BAHASAN 1 (LANJUTAN)

POKOK BAHASAN 1 (LANJUTAN)

Page 36: Modul Usila ABCDE - Kalsel

ANALISA HASIL KUESIONER PENYAKIT DAN FAKTOR RESIKO

Analisa hasil pemeriksaan usila dengan menggunakan instrumen Kuesioner Penyakit dan Faktor Resiko adalah:

Penyakit dan faktor risiko dapat dinilai setelah mengisi kuesioner yang disediakan pada lampiran. Di bawah ini terdapat tabel yang akan membantu dalam mengelompokkan usila ke dalam kategori faktor risiko rendah, sedang, atau berat.

ANALISA HASIL GDRSAnalisa hasil pemeriksaan usila dengan menggunakan instrumen GDRS adalah :GDRS berisi 15 item pertanyaan mengenai hal-hal yang dirasakan usila dalam 1 minggu terakhir. Dari jawaban pertanyaan tersebut dapat dikategorikan bahwa usila dengan emosi normal nilai 0-4, depresi ringan nilai 5-8, depresi sedang 9-11, depresi berat 12-15.

PENILAIAN : 1 point diberikan untuk jawaban: 1. Tidak 6. Ya 11. Tidak 2. Ya 7. Tidak 12. Ya3. Ya 8. Ya 13. Tidak 4. Ya 9. Tidak 14. Ya 5. Tidak 10. Ya 15. Ya

TOTAL  GDRS: ............Score maksimum GDRS  = 15

PENILAIANTotal Skor Tingkat Depresi

0   -     4 normal, tergantung pada umur, pendidikan dan keluhan5   -     8 ringan8   -   11 sedang12 -  15 berat

36

POKOK BAHASAN 1 (LANJUTAN)

POKOK BAHASAN 1(LANJUTAN)

Page 37: Modul Usila ABCDE - Kalsel

MODUL MI 03PENCATATAN DAN REKAPITULASI HASIL DETEKSI

MASALAH KESEHATAN INTELIGENSIA AKIBAT GANGGUAN DEGENERATIF

I. Deskripsi SingkatDalam meningkatkan kompetensi para peserta perlu dilandasi dengan pemahaman

tentang pentingnya pencatatan dan pelaporan. Pencatatan dan pelaporan digunakan sebagai acuan untuk melakukan monitoring dan evaluasi.

Modul ini akan membahas metode pencatatan dan pelaporan, dan mekanisme pelaporan. Pembahasan modul menggunakan metode ceramah, tanya jawab, pelatihan dan simulasi.

II. Tujuan PembelajaranA. Tujuan Pembelajaran Umum

Setelah mengikuti materi ini peserta mampu mengetahui pencatatan dan rekapitulasi hasil deteksi masalah kesehatan inteligensia akibat gangguan degenerative.

B. Tujuan Pembelajaran KhususSetelah mempelajari materi peserta mampu :1. Menjelaskan tentang formulir yang akan diisi untuk pencatatan dan pelaporan2. Mengisi formulir pencatatan dan pelaporan3. Melakukan Pelaporan

III. Pokok Bahasan1. Penjelasan mengenai formulir pencatatan dan pelaporan2. Cara pengisian formulir pencatatan dan pelaporan.

a. Rekapitulasi Deteksi MKI pada usilab. Rekapitulasi laporan Deteksi MKI pada usila.c. Rekapitulasi Laporan Kegiatan PMKI pada usilad. Rekapitulasi Laporan Penyakit dan Faktor Risiko pada usila

3. Mekanisme pelaporana. Rujukan Kasusb. Alur Penanggulangan Masalah Kesehatan Inteligensia pada Usia Lanjut

IV. Metode1. Ceramah2. Tanya Jawab3. Latihan4. Simulasi

V. Alat Bantu1. Laptop2. LCD3. Tayangan Power Point4. Whiteboard5. Pointer6. Flip Chart7. ATK8. Modul MI 03

37

Page 38: Modul Usila ABCDE - Kalsel

VI. Langkah-langkah PembelajaranSesi 1 : Penjelasan mengenai formulir pencatatan dan pelaporanLangkah-langkah Pembelajaran :1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah. Dilanjutkan dengan perkenalan.

Sampaikan tujuan pembelajaran, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.2. Fasilitator menggali pendapat/pemahaman peserta terkait dengan metode

pencatatan dan pelaporan. Tuliskan kata kunci pendapat mereka pada kertas flipchart atau meta plan.

3. Fasilitator menyampaikan paparan metode pencatatan dan pelaporan4. Berikan kesempatan kepada peserta untuk mengemukakan pendapatnya dan

melakukan tanya jawab 5. Kaitkan pemaparan dengan pendapat/pemahaman yang dikemukakan oleh peserta

agar mereka merasa dihargai.6. Diakhir sesi fasilitator merangkum atau melakukan pembulatan sehingga ada

kesamaan persepsi tentang penjelasan mengenai formulir pencatatan dan pelaporan

Sesi 2 : Cara pengisian formulir pencatatan dan pelaporan

Langkah-langkah Pembelajaran :1. Fasilitator menggali pendapat/pemahaman peserta terkait dengan melakukan cara

pengisian formulir pencatatan dan pelaporan. Tuliskan kata kunci pendapat mereka pada kertas flipchart atau meta plan.

2. Fasilitator menyampaikan paparan tentang cara pengisian formulir pencatatan dan pelaporan.

3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk mengemukakan pendapatnya dan melakukan tanya jawab.

4. Kaitkan pemaparan dengan pendapat/pemahaman yang dikemukakan oleh peserta agar mereka merasa dihargai.

5. Fasilitator memandu diskusi kelompok 6. Diakhir sesi fasilitator merangkum atau melakukan pembulatan sehingga ada

kesamaan persepsi tentang cara pengisian formulir pencatatan dan pelaporan

Sesi 3 : Melakukan Pelaporan

Langkah-langkah Pembelajaran :1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah. Dilanjutkan dengan perkenalan.

Sampaikan tujuan pembelajaran, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.2. Fasilitator menggali pendapat/pemahaman peserta terkait dengan melakukan

pelaporan. Tuliskan kata kunci pendapat mereka pada kertas flipchart atau meta plan.

3. Fasilitator menyampaikan paparan mekanisme pelaporan4. Berikan kesempatan kepada peserta untuk mengemukakan pendapatnya dan

melakukan tanya jawab 5. Kaitkan pemaparan dengan pendapat/pemahaman yang dikemukakan oleh peserta

agar mereka merasa dihargai.6. Diakhir sesi fasilitator merangkum atau melakukan pembulatan sehingga ada

kesamaan persepsi tentang mekanisme pelaporan

38

Page 39: Modul Usila ABCDE - Kalsel

VII. Bahan Pembelajaran

FORMULIR PENCATATAN DI PUSKESMAS

Nama :Puskesmas :Kabupaten/Kota :Propinsi :

NO NAMA PENILAIAN KelompokA B C D E F1.2.3.4.5.

................., ................................20...Puskesmas ................................

(............................................)

Cara Pengisian: Kolom No diisi nomor urut Kolom Nama diisi nama Usia Lanjut yang dideteksi dan diperiksa Kolom A diisi apabila Usia Lanjut terdapat masalah dengan aktivitas sehari-hari Kolom B diisi apabila Usia Lanjut terdapat masalah dengan keseimbangan Kolom C diisi apabila Usia Lanjut terdapat masalah dengan kognitif Kolom D diisi apabila Usia Lanjut terdapat penyakit Kolom E diisi apabila Usia Lanjut terdapat masalah dengan emosi Kolom F diisi apabila Usia Lanjut terdapat faktor risiko Kolom Kelompok diisi brain learning/brain exercise/brain restoration sesuai dengan hasil

pemeriksaan A B C D E F

39

POKOK BAHASAN 1

Page 40: Modul Usila ABCDE - Kalsel

FORM REKAPITULASI LAPORAN DETEKSI MASALAH

KESEHATAN INTELIGENSIA PADA USIA LANJUT

Puskesmas :Kabupaten/Kota :Propinsi :

NO PENILAIAN JUMLAH

1. A2. B3. C4. D5. E6. F

JUMLAH

................., ................................20...Puskesmas ................................

(............................................)Cara Pengisian: Kolom No diisi nomor urut Kolom Daerah diisi nama wilayah tempat pelaksanaan deteksi dan pemeriksaan pada

usila Kolom jumlah diisi jumlah Usia Lanjut dengan masalah A, B, C, D, E, F, dan jumlah

keseluruhan Usia Lanjut dengan masalah kesehatan inteligensia.

40

FORM D2.2.

Page 41: Modul Usila ABCDE - Kalsel

FORM REKAPITULASI LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN

MASALAH KESEHATAN INTELIGENSIA PADA USIA LANJUT

Puskesmas :Kabupaten/Kota :Propinsi :

NO KEGIATAN JUMLAH

1. Brain Learning2. Brain Exercise3. Brain Restoration

JUMLAH

................., ................................20...Puskesmas ................................

(............................................)Cara Pengisian: Kolom No diisi nomor urut Kolom Daerah diisi nama wilayah tempat pelaksanaan deteksi dan pemeriksaan pada

usila Kolom jumlah diisi jumlah Usia Lanjut yang melukan kegiatan brain learning/brain

exercise/brain restoration di wilayah Puskesmas.

41

FORM D2.3.

Page 42: Modul Usila ABCDE - Kalsel

FORM REKAPITULASI LAPORAN PENYAKIT DAN FAKTOR RISIKO PADA USIA LANJUT

Puskesmas :Kabupaten/Kota :Propinsi :

NO FAKTOR RISIKO JUMLAH

1. Ringan 2. Sedang3. Berat

JUMLAH

................., ................................20...Puskesmas ................................

(............................................)Cara Pengisian: Kolom No diisi nomor urut Kolom Daerah diisi nama wilayah tempat pelaksanaan deteksi dan pemeriksaan pada

usila Kolom jumlah diisi jumlah Usia Lanjut dengan faktor risiko ringan/sedang/berat di wilayah

Puskesmas.

42

FORM D2.4.

Page 43: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Modul MI 04Koordinasi dengan Lintas Sektor dan Misi

I. Deskripsi SingkatDalam meningkatkan kompetensi para peserta perlu dilandasi dengan pemahaman

tentang pentingnya koordinasi dengan lintas sektor dan Misi.Untuk mendukung kemampuan tersebut di atas tentang masalah kesehatan

inteligensia pada usia lanjut materi tentang koordinasi dengan lintas sektor dan Misi menjadi penting disampaikan pada peningkatan kompetensi ini. Modul ini akan membahas koordinasi dengan lintas sektor, dan Koordinasi dengan lintas program. Untuk membahas modul menggunakan metode ceramah, tanya jawab , pelatihan dan simulasi.

II. Tujuan Pembelajaraan A. Tujuan Pembelajaran Umum

Setelah mengikuti materi ini peserta mampu mengkoordinasikan Penanggulangan Masalah inteligensia kesehatan pada usia lanjut dengan lintas sektor dan Misi

B. Tujuan Pembelajaran KhususSetelah mempelajari materi peserta mampu :1. Melakukan koordinasi Penanggulangankesehatan inteligensia pada usia lanjut

dengan lintas sektor2. Melakukan koordinasi Penanggulangankesehatan inteligensia pada usia lanjut

dengan lintas program

III. Pokok Bahasan 1. Koordinasi dengan lintas sektor2. Koordinasi dengan lintas program (Pengorganisasian dan Pengembangan Program)

IV. Metode1. Ceramah2. Tanya Jawab3. Latihan4. Simulasi

V. Alat Bantu1. Laptop2. LCD3. Tayangan Power Point4. Whiteboard5. Pointer6. Flip Chart7. ATK8. Modul MI 04

43

Page 44: Modul Usila ABCDE - Kalsel

VI. Langkah-langkah PembelajaranSesi 1 : Melakukan koordinasi Penanggulangankesehatan inteligensia pada usia

lanjut dengan lintas sektor

Langkah-langkah Pembelajaran :1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah. Apabila belum berkenalan mulai

dengan perkenalan. Sampaikan tujuan pembelajaran, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.

2. Fasilitator menggali pendapat/ pemahaman peserta terkait dengan Koordinasi dengan lintas sektor. Tuliskan kata kunci pendapat mereka pada kertas flipchart atau meta plan.

3. Fasilitator menyampaikan paparan Koordinasi dengan lintas sektor4. Berikan kesempatan kepada peserta untuk mengemukakan pendapatnya dan

melakukan tanya jawab. 5. Kaitkan pemaparan dengan pendapat /pemahaman yang dikemukakan oleh peserta

agar mereka merasa dihargai.6. Diakhir sesi fasilitator merangkum atau melakukan pembulatan sehingga ada

kesamaan persepsi tentang Koordinasi dengan lintas sektor

Sesi 2 : Melakukan koordinasi Penanggulangankesehatan inteligensia pada usia lanjut dengan lintas program

Langkah-langkah Pembelajaran :1. Fasilitator menggali pendapat/pemahaman peserta terkait dengan Koordinasi

dengan lintas program. Tuliskan kata kunci pendapat mereka pada kertas flipchart atau meta plan.

2. Fasilitator menyampaikan paparan tentang Koordinasi dengan lintas program3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk mengemukakan pendapatnya dan

melakukan tanya jawab. 4. Kaitkan pemaparan dengan pendapat /pemahaman yang dikemukakan oleh peserta

agar mereka merasa dihargai.5. Fasilitator memandu diskusi kelompok 6. Diakhir sesi fasilitator merangkum atau melakukan pembulatan sehingga ada

kesamaan persepsi tentang Koordinasi dengan lintas program

VIII. Bahan Pembelajaran

KOORDINASI DENGAN LINTAS SEKTOR(KEBIJAKAN DAN STRATEGI)

A. KEBIJAKANKebijakan Penanggulangan Masalah inteligensi kesehatan akibat gangguan

degeneratif dilaksanakan pada berbagai tingkat pelayanan dan disesuaikan dengan kondisi sarana pelayanan kesehatan yang ada :1. Penanggulangan kesehatan inteligensi didasari pada peningkatan peran serta

dan pemberdayaan masyarakat2. Pelayanan untuk menanggulangi masalah kesehatan inteligensi dilaksanakan

secara berjenjang mulai dari masyarakat (posyandu atau kelompok usila) sampai ke fasilitas kesehatan (puskesmas atau rumah sakit)

3. Penanggulangan kesehatan inteligensi akibat gangguan degeneratif dilaksanakan oleh seluruh Unit Pelayanan Kesehatan, meliputi Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah maupun Swasta, dokter praktek swasta bekerja sama dengan unit–unit terkait dan melibatkan peran serta masyarakat melalui kemitraan dan jejaring multidisipilin, lintas sektor, dan lintas program secara paripurna dan terpadu.

4. Penanggulangan kesehatan inteligensi dilakukan berdasarkan potensi yang ada di masyarakat untuk memaksimalkan fungsi otak dengan cara kognitif rehabilitasi berbasis masyarakat.

5. Penanggulangan kesehatan inteligensi dikelola secara profesional oleh tim terpadu yang dapat terjangkau akses pelayanan kognitif rehabilitatif khususnya

44

POKOK BAHASAN 1

Page 45: Modul Usila ABCDE - Kalsel

di daerah perdesaan, sehingga dapat dinikmati oleh berbagai lapisan masyarakat.

6. Penanggulangan kesehatan melalui peningkatan peran pemerintah provinsi, dan kabupaten/kota serta puskesmas dalam pengendalian gangguan kesehatan inteligensi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup manusia agar dapat produktif dalam kehidupan sehari-hari.

7. Pengembangan program dapat berbentuk kelompok kerja penanggulangan kesehatan inteligensi berbasis masyarakat atau organisasi yang disesuaikan dengan komitmen dan potensi yang ada di daerah.

8. Penanggulangan kesehatan inteligensi dilaksanakan sesuai dengan kapasitas sarana kesehatan yang ada di daerah.

B. STRATEGIStrategi Penanggulangan Masalah inteligensi kesehatan akibat gangguan

degeneratif adalah sebagai berikut:1. Strategi Penanggulangan Masalah kesehatan inteligensi masyarakat melalui

peningkatan peran serta masyarakata. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pola hidup yang sehat dan

kelompok masyarakat peduli kesehatan inteligensi b. Menberikan suatu penyuluhan berupa pendidikan dan pemberian informasi

mengenai penanggulangan masalah inteligensi akibat gangguan degeneratif yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadarn masyarakat.

c. Memberdayakan masyarakat dalam ruang lingkup terkecil adalah keluarga dengan kegiatan melakukan deteksi seawal mungkin khususnya terhadap masalah kesehatan inteligensi akibat gangguan degeneratif, sehingga mengetahui serangan penyakit-penyakit yang termasuk dalam degeneratif seperti penyebab cedera otak (brain injury) yang timbul mendadak, progresif, berupa defisit neurologis, yang berlangsung < 24 jam atau lebih atau yang langsung menimbulkan kematian atau gangguan inteligensi seminimal mungkin.

d. Meningkatkan kualitas hidup penderita yang mengalami cedera otak (brain injury), salah satunya adalah akibat penyakit degeneratif yang menimbulkan gejala sekuele (prevalensi penyakit terbesar di Indonesia adalah stroke, sebagai penyebab kecacatan tertinggi di dunia)

e. Meningkatkan peran kader (PKK) di daerah dalam ikut serta mendeteksi masalah kesehatan inteligensi.

f. Mendirikan pos kesehatan untuk lansia yang berguna untuk konsultasi dan deteksi dini permasalahan kesehatan inteligensi akibat gangguan degeneratif, sehingga dapat mengenal permasalahan yang muncul sedini mungkin dan dapat ditangani segera mungkin

2. Penanggulangan kesehatan inteligensi dilaksanakan melalui kemitraan dan jejaring kerja secara multi disiplin, lintas sektor dan lintas programa. Mengembangkan kelompok kerja pemerintah antara lintas sektor dan lintas

program terkait dengan penanggulangan kesehatan inteligensi bersama-sama, misalnya antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, Badan Pemberdayaan Perempuan, dan organisasi profesi kesehatan dan LSM.

b. Mengembangkan kerjasama dengan LSM yang peduli akan kesehatan inteligensi.

c. Melakukan pertemuan koordinasi secara rutin untuk merencanakan, memonitor dan mengevaluasi secara bersama.

3. Pelayanan untuk menanggulangi masalah kesehatan inteligensi dikelola secara profesional, oleh tim terpadu yang terjangkau oleh masyarakat, dan akses pelayanan khususnya untuk daerah pedesaan dan daerah yang kurang dapat dijangkau selama ini.a. Tersusunnya instrumen untuk penanggulangan terhadap inteligensi terkait

masalah gangguan degeneratif.b. Meningkatkan kuantitas dan kualitas tenaga profesional di unit-unit terkait

pengendalian masalah kesehatan inteligensi yaitu : dokter spesialis saraf,

45

Page 46: Modul Usila ABCDE - Kalsel

dokter umum, tenaga perawat khusus, terapis (fisio, okupasional, speech), dan psikolog.

c. Kerjasama dan peran serta organisasi profesi yang lebih baik. d. Mengembangkan kelompok kerja, misalnya unit upaya kesehatan berbasis

masyarakat (UKBM) e. Menjamin alur rujukan berjenjang mulai dari individu sampai ke rumah sakit

dan setelah selesai rujukan lalu dikembalikan ketengah masyarakat melalui unit penanggulangan kesehatan inteligensi (Rehabilitasi Kognitif Masyarakat).

f. Melakukan pertemuan koordinasi secara rutin untuk membahas identifikasi dan penanganan kesehatan inteligensi akibat gangguan degeneratif bagi tenaga professional di unit-unit yang terkait.

4. Peningkatan peran pemerintah provinsi, dan kabupaten/kota serta puskesmas dalam pengendalian gangguan kesehatan inteligensi.a. Advokasi ke pemerintah daerah dan ke lembaga legislatif, baik propinsi

maupun kabupaten/kota untuk dukungan politik dan finansialb. Pembentukan kelompok kerja di tingkat pusat (lintas sektoral dan lintas

program)c. Pembentukan kelompok kerja di tingkat propinsi dan kabupaten/kotad. Melakukan pertemuan rutin secara berkala yang dilaksanakan dari lintas

program maupun lintas sektoral.

46

Page 47: Modul Usila ABCDE - Kalsel

KOORDINASI LINTAS PROGRAM(PENGORGANISASIAN DAN PENGEMBANGAN PROGRAM)

A. PENGORGANISASIAN1. Pembentukan Kelompok Kerja

Tim Pokja terdiri dari lintas program bidang kesehatan, akademisi, para profesi kesehatan, ahli praktisi kesehatan, LSM yang terkait dengan kegiatan usia lanjut. Tim Pokja dibentuk untuk membuat perangkat kebijakan pelaksanaan kegiatan di daerah. Koordinasi di tingkat pusat yang dilakukan oleh lintas sektor antara, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Sosial dan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan (Meneg PP), Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana, organisasi profesi terkait misalnya Ikatan Dokter Indonesia (IDI), PERDOSSI, HIMPSI, HIMPAUDI, IFI, dll. Kegiatan dilaksanakan oleh kelompok masyarakat usia lanjut yang dikoordinasikan oleh pusat pemberdayaan masyarakat contohnya desa siaga, bekerjasama dengan PKK, berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial.

Pengorganisasian kegiatan di lapangan antara lain :a. Pembentukan Kelompok Kerja di tingkat Pusatb. Pembentukan Kelompok Kerja di tingkat Propinsic. Pembentukan Kelompok Kerja di tingkat Kabupaten/kota

2. Penataan Sumber Daya Manusia Terkait di berbagai jenjang pelayanana. Memberikan pelatihan pada tenaga kesehatan dan tenaga lainnya yang terkait

sesuai dengan jenis dan level pelatihannya. Misalnya pelatihan kader dan petugas kesehatan dilakukan di masing-masing wilayah dengan kerjasama Pusat Inteligensia, dengan Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial wilayah setempat. Pelatihan untuk neurolog dan psikolog tingkat rumah sakit dalam pelaksanaan berkerjasama dengan IDI, HIMPSI dan ikatan profesi-profesi lain seperti PERDOSSI di rumah sakit pendidikan, pusat pendidikan psikologi, atau konsultan psikologi setempat.

b. Menetapkan tenaga terlatih.Tenaga kader dan petugas kesehatan yang telah lulus pelatihan memperoleh sertifikat yang diberikan oleh lembaga/instansi yang berwenang (misalnya Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial wilayah setempat), dan ditetapkan sebagai kader/petugas kesehatan yang terlatih untuk melakukan pemeriksaan deteksi awal masalah kesehatan inteligensi akibat gangguan degeneratif.Neurolog dan psikolog yang telah lulus pelatihan memperoleh sertifikasi dari IDI, HIMPSI dan ikatan profesi-profesi lainnya seperti PERDOSSI wilayah setempat, ditetapkan sebagai profesi kesehatan yang terlatih untuk melakukan pemeriksaan pada diagnostik lanjut dan penanganan lanjut masalah kesehatan inteligensi gangguan degeneratif.

B. PENGEMBANGAN PROGRAM Penanggulangankesehatan masalah inteligensi dikembangkan melalui kognitif rehabilitatif berbasis masyarakat. Adapun langkah-langkah pengembangan penanggulangan masalah kesehatan inteligensi di masyarakat, dibagi ke dalam beberapa langkah-langkah sebagai berikut: 1. Pendekatan dan advokasi kepada pemerintah daerah dan kepala dinas/instansi

terkait/ di tingkat provinsi dan kabupaten, diharapkan mendapatkan dukungan teknis dan politik dari pemerintah daerah

2. Meningkatkan komunikasi, kolaborasi dan koordinasi dari dinas dan instansi terkait. Hal ini ditujukan untuk membuat kesepakatan mengenai konsep dan strategi pelaksanaan.

3. Orientasi ke desa-desa yang akan digunakan sebagai proyek percontohan Rehabilitasi Kognitif

47

POKOK BAHASAN 2

Page 48: Modul Usila ABCDE - Kalsel

4. Pelaksanaan kegiatan, ada 2 kelompok penting yang harus difokuskan pada hal ini yaitu : a. Untuk kelompok pengelola program difokuskan pada kegiatan

manajerial terutama di pemerintah dan swasta, seperti pengenalan kegiatan program perencanaan, persiapan kegiatan sampai pelaksanaan, kelangsungan dan tindak lanjut dari kegiatan pengembangan program ini,

b. Untuk kelompok masyarakat berkonsentrasi pada teknis kegiatan seperti pengenalan kecacatan, deteksi dini, layanan rehabilitasi sederhana, dan sistem rujukan dari masyarakat ke pelayanan kesehatan dasar.

5. Faktor-faktor pendukung yang harus dipersiapkan: a. Fasilitas pendukung kegiatan (seperti pengenalan latihan kognitif

rehabilitasi agar hidup mandiri, program keterampilan untuk sosialisasi di masyarakat,dll).

b. Peningkatan penyuluhan dan pelatihan kader dan masyarakat c. Peningkatan kemampuan untuk membuat program kegiatan.d. Penyediaan tempat untuk kegiatan konsultasi secara terpadu dengan

unit stroke di RS ataupun pengendalian stroke di puskesmas e. Rehabilitasi Kognitif di Masyarakat (UKBM) merupakan program

rehabilitasi bagi orang-orang dengan masalah kesehatan inteligensi yang didasarkan pada potensi yang ada di daerah. Kegiatan ini meliputi profesi dan akademisi kesehatan, serta pekerja-pekerja sosial. Pengembangan program ini bertujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan meningkatkan pendidikan dan ekonomi (pendapatan), kehidupan sosial-budaya, kesehatan, dll

C. MEKANISME PENANGGULANGAN 1. Pelayanan Kesehatan Dasar

a. Deteksi Masalah Kesehatan Inteligensi di MasyarakatUpaya mendeteksi masalah kesehatan inteligensi akibat gangguan degeneratif di dilakukan oleh tenaga kesehatan yang ada di pelayanan kesehatan dasar dibantu oleh kader posyandu usila dan lembaga pemberdayaan masyarakat setempat dengan menggunakan instrumen yang telah tersedia (lampiran 1).

b. Penanganan di puskesmasUsila yang sudah terdeteksi oleh kader ada kemungkinan menderita masalah kesehatan inteligensi lalu tahap selanjutnya dikonsultasikan ke dokter puskesmas. Apabila usila dalam keadaan akut maka akan dirujuk ke rumah sakit kabupaten/kota dan daerah.Masalah kesehatan inteligensi akibat gangguan degeneratif dapat dicegah dengan mengontrol faktor-faktor risiko. Tenaga medis di puskesmas secara instensif memberikan penanganan untuk menanggulangi gangguan fungsi inteligensi yang lebih berat untuk mempertahankan kualitas hidup.

c. Kegiatan di PuskesmasSecara umum puskesmas mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan masyarakat berikut ini:1) Kelompok Pembelajaran Otak (Brain Learning) adalah para usia lanjut yang

pada pemeriksaan A, B, C, D, E, dan F tidak terdapat kelainan (normal).2) Kelompok Latihan Otak (Brain Exercise) adalah kelompok usia lanjut yang

pada pemeriksaan dengan instrumen A didapatkan penilaian aktivitas sehari-hari masih dapat dilakukan sendiri tanpa bantuan, akan tetapi mempunyai gangguan dalam salah satu penilaian lain, sehingga harus melaksanakan pelatihan untuk menangani gangguannya.

3) Kelompok Rehabilitasi Otak (Brain Rehabilitation) adalah kelompok usia lanjut yang pada pemeriksaan dengan instrumen A didapatkan penilaian aktivitas sehari-hari harus dengan bantuan dan/atau tidak dapat melaksanakan aktivitas sehari-hari.

2. Pelayanan Kesehatan RujukanDi rumah sakit dilakukan penanganan yang komprehensif yaitu dimulai dari identifikasi penyebab penyakit degeneratif dan penanganan kesehatan inteligensi akibat gangguan degeneratif yang dilakukan oleh sebuah tim yang terdiri dari neurologi, psikiatri, terapis (fisioterapis, okupasional terapis, dan terapis wicara), psikolog, ahli geriatrik, pekerja sosial, dll.

48

Page 49: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Bagan Alur Pelaporan Hasil Deteksi Dan Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Gangguan Degeneratif

Catatan:: laporan asli: laporan tembusan

Keterangan :Pelaporan dilakukan sesuai dengan ruang lingkup kegiatan, dan dilakukan secara berjenjang (lihat bagan 1):1. Pelaporan hasil penilaian deteksi dini dan faktor risiko yang dilakukan oleh kader di

posyandu/posyandu usila/pemberdayaan masyarakat ke puskesmas setempat.2. Pelaporan penyakit-penyakit degeneratif yang ditemukan dengan gangguan

inteligensi atau tanpa gangguan inteligensi dilakukan oleh petugas puskesmas.3. Pelaporan kegiatan yang dilakukan di kelompok masyarakat meliputi kegiatan

pemberdayaan usia lanjut dalam bentuk pelatihan brain learning dan brain exercise dikoordinir oleh pemberdayaan masyarakat bersama dengan penanggungjawab program usia lanjut di Puskesmas dan dilaporkan ke Dinas Kesehatan dengan tembusan ke Dinas Sosial tingkat kabupaten/provinsi.

4. Pelaporan masalah kesehatan inteligensi akibat penyakit degeneratif dilakukan setiap bulan oleh Puskesmas secara berjenjang ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Propinsi, dan Kementerian Kesehatan.

49

Pusat Pemberdayaan

Masyarakat

Puskesmas

Posyandu/ Posyandu Usila

Dinas Kesehatan

Kabupaten/ Kota

Dinas Kesehatan

Propinsi

Kementerian Kesehatan (PIK)

Dinsos Kab/Kota

Panti Wreda

RS Kab/kota

Dinas Sosial Propinsi

RSUP/RSUD/ RS Stroke

Page 50: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Modul MI 05Teknik Memfasilitasi

I. DESKRIPSI SINGKATPada proses memfasilitasi/melatih, diperlukan penguasaan dan kesiapan seorang

fasilitator/pelatih dalam berbagai aspek yang berperan besar untuk mencapai tujuan pelatihan. Oleh karena itu, seorang fasilitator/pelatih harus dibekali dengan kemampuan antara lain: memahami tentang Pembelajaran Orang Dewasa (POD), menyusun SAP (skenario pembelajaran), mendinamisasi dan memotivasi peserta dalam pengelolaan kelas, membangun komunikasi interaktif dengan dan antar peserta, memanfaatkan keragaman metode pembelajaran, menggunakan media dan alat bantu pembelajaran, dan membuat evaluasi hasil belajar.

Materi teknik melatih ini disusun untuk membekali fasilitator/pelatih dalam melatih calon pelatih dalam pelatihan Penanggulangan Kesehatan Intelegensia Pada Anak. Pada akhir proses pembelajaran materi ini, akan diberikan kesempatan kepada setiap peserta untuk mensimulasikan micro teaching dalam rangka mengevaluasi pencapaian kemampuan menjadi seorang fasilitator/pelatih.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum:

Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memfasilitasi materi dalam pelatihan penanggulangan kesehatan intelegensia pada anak.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus:Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:7. Menjelaskan tentang model pendekatan Pembelajaran Orang

Dewasa (POD)8. Menyusun Satuan Acara Pembelajaran (SAP).9. Menggunakan beragam metode pembelajaran sesuai dengan tujuan

pembelajaran.10. Menggunakan berbagai media dan alat bantu pembelajaran sesuai

dengan metode yang digunakan dan tujuan pembelajaran.11. Menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif.12. Menjelaskan cara membuat evaluasi hasil belajar.

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASANDalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan berikut:Pokok bahasan A. Model pendekatan Pembelajaran Orang Dewasa (POD)Sub pokok bahasan:6. Perubahan paradigma pendidikan.7. Perbedaan pedagogi dan androgogi.8. Prinsip-prinsip POD.9. Pendekatan, ruang lingkup, dan tujuan POD.10. Strategi POD.

Pokok bahasan B. Penyusunan SAP (Satuan Acara Pembelajaran).Sub pokok bahasan:3. Pengertian, manfaat dan tujuan SAP.4. Langkah-langkah penyusunan SAP.

Pokok bahasan C. Metode pembelajaran sesuai tujuan pembelajaran.Sub pokok bahasan:4. Arti dan manfaat metode pembelajaran.5. Keunggulan dan kelemahan masing-masing metode pembelajaran.6. Metode pembelajaran yang efektif.

Pokok bahasan D. Media dan alat bantu pembelajaran.Sub pokok pembelajaran:4. Pengertian dan peranan media dan alat bantu pembelajaran.5. Pemilihan media dan alat bantu pembelajaran yang efektif.6. Jenis-jenis media dan alat bantu pembelajaran beserta karakteristiknya.

50

Page 51: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Pokok bahasan E. Iklim pembelajaran yang kondusif.5. Pengelolaan kelas secara efektif. 6. Perkembangan kelompok. 7. Kondisi dan situasi belajar yang berpusat pada peserta. 8. Jurnal pembelajaran.

Pokok bahasan F. Evaluasi pembelajaran.Sub pokok bahasan:4. Pengertian, tujuan, prinsip evaluasi hasil pembelajaran.5. Jenis–jenis evaluasi hasil pembelajaran.6. Bentuk dan kaidah instrumen evaluasi hasil pembelajaran.

IV. METODE4. Ceramah tanya Jawab5. Penugasan6. Simulasi

V. MEDIA DAN ALAT BANTU1. Tayangan powerpoint2. Modul 3. Petunjuk simulasi4. Lembar penugasan5. Komputer/laptop6. LCD projector7. Whiteboard8. Flipchart9. Spidol

VI. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARANSesi 1 : Pembahasan Pokok Bahasan Model pendekatan Pembelajaran Orang

Dewasa (POD)

Langkah-langkah pembelajaran:1. Sebelum menyampaikan materi, fasilitator memperkenalkan diri terlebih dahulu dan

berupaya juga untuk mengenal peserta. Dilanjutkan dengan mempresentasikan tujuan pembelajaran dan pokok bahasan yang akan difasilitasi pada proses pembelajaran ini. Fasilitator juga menyampaikan metode yang akan digunakan dalam proses pembelajaran.

2. Fasilitator menggali pendapat/pemahaman peserta tentang model pendekatan Pembelajaran Orang Dewasa (POD). Tuliskan kata kunci pendapat/pemahaman peserta pada kertas flipchart.

3. Fasilitator mempresentasikan tentang model pendekatan Pembelajaran Orang Dewasa (POD). Diselingi dengan memberikan kesempatan kepada peserta untuk diskusi (tanya jawab) dan menghargai jawaban yang diberikan peserta.

4. Diakhir sesi fasilitator mengevaluasi dengan memberikan kesempatan kepada peserta untuk merangkum tentang pokok bahasan ini.

Sesi 2 : Pembahasan Pokok Bahasan Penyusunan SAP (Satuan Acara Pembelajaran).

Langkah-langkah pembelajaran:1. Fasilitator menggali pendapat/pemahaman peserta tentang Satuan Acara

Pembelajaran (SAP). Tuliskan kata kunci pendapat/pemahaman peserta pada kertas flipchart.

2. Fasilitator mempresentasikan tentang SAP. Diselingi dengan memberikan kesempatan kepada peserta untuk diskusi (tanya jawab) dan menghargai jawaban yang diberikan peserta.

3. Dilanjutkan dengan memperlihatkan kepada peserta tentang sistematika SAP dan menyampaikan bahwa peserta akan diberikan penugasan untuk membuat SAP sebelum mensimulasikan teknik fasilitasi pada akhir materi.

51

Page 52: Modul Usila ABCDE - Kalsel

4. Diakhir sesi fasilitator mengevaluasi dengan memberikan kesempatan kepada peserta untuk merangkum tentang pokok bahasan ini.

Sesi 3 : Pembahasan Pokok Bahasan Metode pembelajaran sesuai tujuan pembelajaran.

Langkah-langkah pembelajaran:1. Fasilitator menggali pendapat/pemahaman peserta tentang ragam metode

pembelajaran. Tuliskan kata kunci pendapat/pemahaman peserta pada kertas flipchart.

2. Fasilitator mempresentasikan tentang ragam metode pembelajaran. Diselingi dengan memberikan kesempatan kepada peserta untuk diskusi (tanya jawab) dan menghargai jawaban yang diberikan peserta.

3. Dilanjutkan dengan berdiskusi dengan peserta tentang metode pembelajaran yang paling banyak akan digunakan dalam memfasilitasi materi dalam pelatihan penanggungan kesehatan intelegensia pada anak.

4. Fasilitator menyampaikan bahwa peserta akan diberikan penugasan untuk memilih dan menggunakan metode pembelajaran yang akan digunakan pada sesi mensimulasikan teknik fasilitasi pada akhir materi.

5. Diakhir sesi fasilitator mengevaluasi dengan memberikan kesempatan kepada peserta untuk merangkum tentang pokok bahasan ini.

Sesi 4 : Pembahasan Pokok Bahasan Media dan alat bantu pembelajaran.

Langkah-langkah pembelajaran:1. Fasilitator menggali pendapat/pemahaman peserta tentang media dan alat bantu

pembelajaran. Tuliskan kata kunci pendapat/pemahaman peserta pada kertas flipchart.

2. Fasilitator mempresentasikan tentang media dan alat bantu pembelajaran. Diselingi dengan memberikan kesempatan kepada peserta untuk diskusi (tanya jawab) dan menghargai jawaban yang diberikan peserta.

3. Dilanjutkan dengan berdiskusi dengan peserta tentang media dan alat bantu pembelajaran yang paling banyak akan digunakan dalam memfasilitasi materi dalam pelatihan penanggungan kesehatan intelegensia pada anak.

4. Fasilitator menyampaikan bahwa peserta akan diberikan penugasan untuk memilih dan menggunakan media dan alat bantu pembelajaran yang akan digunakan pada sesi mensimulasikan teknik fasilitasi pada akhir materi.

5. Diakhir sesi fasilitator mengevaluasi dengan memberikan kesempatan kepada peserta untuk merangkum tentang pokok bahasan ini.

Sesi 5 : Pembahasan Pokok Bahasan Iklim pembelajaran yang kondusif.

Langkah-langkah pembelajaran:1. Fasilitator menggali pendapat/pemahaman peserta tentang bagaimana menciptakan

iklim pembelajaran. Tuliskan kata kunci pendapat/pemahaman peserta pada kertas flipchart.

2. Fasilitator mempresentasikan tentang menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif. Diselingi dengan memberikan kesempatan kepada peserta untuk diskusi (tanya jawab) dan menghargai jawaban yang diberikan peserta.

3. Dilanjutkan dengan mengikutsertakan peserta dalam melakukan beberapa energizer yang dapat digunakan dalam menciptakan iklim pembelajaran.

4. Fasilitator menyampaikan bahwa peserta akan diberikan penugasan untuk memilih dan menggunakan salah satu energizer untuk menciptakan iklim pembelajaran yang akan digunakan pada sesi mensimulasikan teknik fasilitasi pada akhir materi.

5. Diakhir sesi fasilitator mengevaluasi dengan memberikan kesempatan kepada peserta untuk merangkum tentang pokok bahasan ini.

Sesi 6 : Pembahasan Pokok Bahasan Evaluasi pembelajaran.

Langkah-langkah pembelajaran:1. Fasilitator menggali pendapat/pemahaman peserta tentang evaluasi pembelajaran.

Tuliskan kata kunci pendapat/pemahaman peserta pada kertas flipchart.

52

Page 53: Modul Usila ABCDE - Kalsel

2. Fasilitator mempresentasikan tentang evaluasi pembelajaran dan bagaimana teknik membuatnya. Diselingi dengan memberikan kesempatan kepada peserta untuk diskusi (tanya jawab) dan menghargai jawaban yang diberikan peserta.

3. Dilanjutkan dengan mengikutsertakan peserta dalam membuat beberapa contoh evaluasi pembelajaran.

4. Diakhir sesi fasilitator mengevaluasi dengan memberikan kesempatan kepada peserta untuk merangkum tentang pokok bahasan ini.

Sesi 7 : Simulasi memfasilitasi

Langkah-langkah pembelajaran:1. Fasilitator membagi peserta dalam 2 kelompok yang akan dibagi dalam 2 kelas untuk

melakukan simulasi memfasilitasi.2. Setiap peserta ditugaskan untuk melakukan simulasi fasiliatsi dalam waktu 20 menit

dengan menggunakan SAP yang telah dibuat masing-masing.3. Pada saat seorang peserta melakukan simulasi, fasilitator dan peserta lain menjadi

evaluator dan pengamat dengan menggunakan lembar penilaian microfacilitating.4. Setelah semua peserta selesai melakukan simulasi, fasilitator memfasilitasi diskusi

tentang hasil evaluasi dan pengamatan. Setiap peserta diberikan kesempatan untuk memberikan masukan kepada peserta yang lain.

5. Diakhir sesi fasilitator mengevaluasi dengan memberikan kesempatan kepada peserta untuk mengemukakan pendapat tentang apa yang diperoleh, bagaimana pengalaman dan perasaan masing-masing mengenai sesi simulasi tersebut.

Sesi 8 : Penutupan

Langkah-langkah pembelajaran:Setelah proses fasilitasi selesai, ajak seluruh peserta untuk melakukan refleksi bersama atas proses yang baru saja dijalankan.Akhiri pembahasan materi dengan rangkuman dan kesimpulan dan berikan apresiasi yang tulus kepada seluruh peserta atas partisipasi aktif yang telah dilakukan selama pembahasan materi.

VII. URAIAN MATERI

Pokok bahasan A. MODEL PENDEKATAN PEMBELAJARAN ORANG DEWASA (POD)1. Perubahan Paradigma Pendidikan

Belajar pada hakekatnya merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar untuk menghasilkan suatu perubahan, menyangkut pengetahuan, keterampilan dan sikap maupun nilai-nilai. Belajar untuk mengetahui (learning to know) dan melakukan (learning to do) diharapkan dapat menciptakan manusia-manusia yang produktif dan kreatif, sementara belajar untuk menjadi diri sendiri (learning to be my self) diharapkan dapat menciptakan manusia-manusia yang percaya diri, dan belajar untuk hidup bersama (learning to life together) diharapkan dapat menciptakan manusia-manusia yang mempunyai daya saing, daya penyesuaian, dan daya kerjasama.Paradigma pendidikan saat ini lebih menekankan pada bagaimana mendorong peran aktifnya peserta didik dalam proses belajar, dan disini juga adanya kebebasan dari peserta didik dalam mengemukakan pendapat/ide.

Perubahan paradigma ini pula yang melandasi kepada perubahan strategi dalam proses pelatihan, di mana selama ini dalam proses pelatihan lebih banyak proses pengajaran yaitu si pelatih memberikan pengetahuan/keterampilannya secara searah kepada peserta, seperti yang dikatakan oleh Freire sebagai metoda “gaya bank” dengan ciri sebagai berikut: Guru mengajar, murid belajar Guru tahu segalanya, murid tidak tahu apa-apa Guru berpikir, murid dipikirkan Guru bicara, murid mendengarkan Guru mengatur, murid diatur Guru memilih dan memaksakan pilihannya, murid menuruti Guru bertindak, murid membayangkan bagaimana bertindak sesuai

dengan tindakan gurunya

53

Page 54: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Guru memilih apa yang akan diajarkan, murid menyesuaikan diri Guru mengacaukan wewenang ilmu pengetahuan dengan wewenang

profesionalismenya, dan mempertentangkannya dengan kebebasan murid-murid. Guru adalah subyek proses belajar, murid obyeknya.

Sekarang diharapkan ada proses aktif peserta dalam menggali pengetahuan dan keterampilannya sendiri dari bahan ajar ataupun referensi lain yang disediakan, sementara pelatih lebih berperan sebagai nara sumber atau fasilitator, inilah yang dimaksud dengan pendekatan POD.

2. Perbedaan Pedagogi dan AndrogogiMalcolm Knowles (1970) menguraikan perbedaan antara anak-anak dan orang

dewasa sebagai kerangka model pendekatan pendidikan. Perbedaan antara kedua pendekatan ini bukan hanya sebatas obyek pesertanya, tapi juga dalam hal seni bagaimana mendidik.

Pendidikan bagi anak yang dikenal dengan Pedagogi berasal dari bahasa Yunani, paid (anak-anak) dan agogos (memimpin), dengan demikian Pedagogi berarti memimpin anak-anak atau suatu ilmu dan seni mengajar anak-anak. Dalam pedagogi, murid atau peserta didik sepenuhnya menjadi obyek, dalam hal ini: guru menggurui, murid digurui, guru memilih apa yang akan dipelajari, murid tunduk pada pilihan tersebut, guru mengevaluasi, murid dievaluasi dsb.

Androgogi atau pendidikan orang dewasa (POD) berasal dari bahasa Yunani, andra (orang dewasa) dan agogos (memimpin), perdefinisi androgogi adalah suatu ilmu dan seni untuk membantu orang dewasa belajar. Peserta didik diperlakukan sebagai orang dewasa yang diasumsikan memiliki kemampuan aktif untuk merencanakan arah, memilih bahan dan materi yang bermanfaat, memikirkan cara terbaik untuk belajar, menganalisis dan menyimpulkan serta mampu mengambil manfaat pendidikan. Fungsi guru adalah fasilitator dan bukan menggurui.

Secara lengkap mengenai bagaimana perbedaan antara Pedagogi dan Androgogi dapat kita kita pada table berikut:

No. Faktor Pembeda Pedagogi Androgogi1. Tingkat kemandirian Dependen pada orang lain Independen2. Peran pengalaman

hidupTak banyak berperan dalam proses belajar

Sangat penting sebagai acuan dan sumber belajar

3. Kesiapan belajar Tergantung pada guru dan kurikulum

Tergantung pada kebutuhan riil

4. Orientasi belajar Pada materi belajar (masa depan)

Pada skill yang harus dikuasai (masa kini)

5. Pemanfaatan hasil belajar

Kelak mungkin berguna/ tidak

Harus segera dapat dimanfaatkan dalam bekerja

6. Motivasi belajar Ditimbulkan faktor luar Timbul dari diri sendiri7. Iklim belajar Kaku dan formal Santai tetapi saling

menghormati8. Proses perencanaan

program belajarDilakukan oleh guru Dilakukan unit dikl;at

bersama user9. Perumusan tujuan

belajarSelalu dilakukan oleh guru Dilakukan fasilitator

bersama peserta10. Analisis kebutuhan

belajarDilakukan oleh guru Dilakukan oleh peserta

11. Sifat materi pelajaran Teoritis disusun secara linier

Teoritis praktis disusun secara fleksibel

12. Evaluasi belajar Dilakukan oleh guru Dilakukan oleh fasilitator dan peserta

3. Prinsip-Prinsip PODDefinisi orang dewasa dalam androgogi adalah menyangkut definisi dewasa

secara sosial dan psikologi. Secara sosial seseorang menjadi dewasa jika orang tersebut telah mulai melaksanakan peran-peran orang dewasa seperti: peran kerja, peran pasangan (suami-istri), peran orang tua, peran sebagai warga Negara dan lain-lain. Sementara secara psikologi, seseorang menjadi dewasa jika orang tersebut

54

Page 55: Modul Usila ABCDE - Kalsel

telah memiliki konsep diri yang bertanggung jawab terhadap kehidupannya, yaitu konsep: mengatur untuk dirinya sendiri, seperti mengambil keputusan sendiri.

Menurut Lindeman, konsep POD merupakan pembelajaran yang berpola non-otoriter, lebih bersifat informal yang pada umumnya lebih bertujuan untuk menemukan pengertian pengalaman dan atau pencarian pemikiran guna merumuskan perilaku yang standar. Dengan demikian tehnik POD adalah bagaimana membuat pembelajaran menjadi selaras dengan kehidupan nyata.

Beberapa kunci sukses untuk mengajar orang dewasa menurut Lindeman, yaitu:a. Aktivitas POD hendaknya relevan dengan kebutuhan dan kepentingan peserta

belajar, sehingga dapat memberikan kepuasan.b. Orientasi orang dewasa dalam belajar adalah terpusat pada kehidupannya,

sehingga pengaturan pembelajaran hendaknya relevan dengan situasi kehidupannya.

c. Pengalaman merupakan sumber belajar terpenting bagi proses pembelajaran orang dewasa, dengan demikian metode pembelajarannya adalah ”analisis pengalaman”.

d. Orang dewasa memiliki kebutuhan mendalam untuk menjadi individu yang mampu mengatur dirinya sendiri, dengan demikian peranan pengajar lebih sebagai fasilitator.

e. Adanya perbedaan kepribadian diantara masing-masing individu peserta belajar, antara lain dikarenakan perbedaan usia, latar belakang pekerjaan, latar belakang pendidikan, status sosial dan lain-lain, maka hendaknya POD dapat menerima keputusan-keputusan yang mengandung perbedaan tersebut.

Knowles mendapatkan beberapa asumsi model POD yang berbeda dengan pedagogi, yaitu dilihat dari beberapa hal sebagai berikut :a. Kebutuhan untuk mengetahui.

Orang dewasa perlu mengetahui mengapa mereka harus mempelajari sesuatu, sehingga tugas utama fasilitator adalah membantu peserta belajar menjadi sadar akan perlunya mengetahui bahwa pembelajaran yang akan dijalaninya berguna untuk meningkatkan kinerjanya atau kualitas hidupnya. Dengan konsep mengetahui tersebut peserta belajar dapat menemukan kesenjangan antara kemampuan yang dimilikinya saat ini dengan kemampuan yang seharusnya dimiliki.

b. Konsep diri peserta belajar (pembelajar).Secara umum orang dewasa memiliki konsep diri bahwa dirinya mempunyai tanggung jawab atas keputusan yang dibuat sendiri atas kehidupannya, dengan ciri: Mereka mengembangkan kebutuhan psikologi yang mendalam untuk

diperhatikan orang lain. Mereka akan diperlakukan oleh orang lain sebagai individu yang mampu

bersikap mengatur diri sendiri. Mereka akan menolak dan menentang situasi di mana mereka ada orang lain

yang memaksakan kehendaknya.

Konsep diri orang dewasa tersebut kadang-kadang tidak selamanya konsisten seperti tersebut di atas, dengan demikian menjadi tugas fasilitatorlah untuk mengembalikan dan mengembangkan kembali konsep diri pebelajar sebagai orang dewasa yang sesungguhnya.

c. Peranan pengalaman peserta belajar.Orang dewasa memasuki kegiatan pembelajaran membawa pengalaman-pengalaman yang berbeda setiap individunya, hal ini memberikan implikasi bahwa mereka adalah heterogen. Untuk itu penekanan dalam proses POD adalah strategi pembelajaran individu yang lebih mengutamakan tehnik menggali pengalaman para peserta, antara lain dengan cara diskusi kasus dan simulasi.

d. Kesiapan belajar.Penentuan waktu belajar (kapan dan berapa lama) hendaknya diseuaikan dengan tahap perkembangan orang dewasa, dan yang lebih penting adalah perlu ada rangsangan terjadinya kesiapan belajar melalui pengenalan-pengenalan terhadap model POD.

e. Orientasi belajar.Orientasi belajar untuk orang dewasa adalah terpusat pada masalah kehidupan/tugas yang dihadapi. Orang dewasa akan menjadi termotivasi

55

Page 56: Modul Usila ABCDE - Kalsel

menggunakan energinya untuk mempelajari sesuatu asalkan mereka merasa bahwa yang dipelajarinya dapat menolong dirinya dalam melaksanakan tugas dan dalam menghadapi masalah yang mereka temui/hadapi. Dengan demikian mereka akan mempelajari pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai baru, pada konteks situasi kehisupan yang sebenarnya.

f. Motivasi.Motivasi orang dewasa untuk belajar, disamping tanggap terhadap beberapa dorongan eksternal, namun dorongan yang lebih kuat adalah dari internalnya (keinginan untuk meningkatkan kepuasan kerja, kebanggaan diri, mutu hidup dll). Semua orang dewasa normal akan termotivasi untuk tetap tumbuh dan berkembang.

4. Pendekatan, Ruang Lingkup dan Tujuan POD.a. Pendekatan POD.

Pendekatan POD lebih berpola non-otoriter atau lebih berpola persuasif, bersifat informal, yang memberikan rasa aman, fleksibel dan tidak mengancam dalam proses pembelajarannya. POD lebih menekankan untuk menemukan pengertian dan pencarian pemikiran guna merumuskan perilaku yang standar, sehingga tehnik pembelajarannya adalah bagaimana membuat pembelajaran selaras dengan permasalahan kehidupan nyata.

b. Ruang lingkup PODRuang lingkup POD mencakup pencarian terbaru tentang makna kehidupan, karena itu POD dimulai dari memberikan perhatian pada masalah-masalah yang terjadi/ditemukan dalam kehidupannya.

c. Tujuan PODTujuan POD adalah untuk membantu peserta belajar sebagai orang dewasa yang menjalankan peran sosialnya di masyarakat secara bertanggung jawab yang selalu mengembangkan diri melalui belajar sepanjang hayat, sehingga diperoleh rasa percaya diri, mempunyai kemampuan mandiri guna berperan aktif dalam proses pembangunan. Dengan demikian tujuan POD adalah: Membangkitkan semangat percaya diri dan optimisme. Memberikan kemampuan dan keterampilan untuk berbuat sesuatu. Memberikan kemampuan untuk dapat menerima atau menolak sesuatu atas

dasar standar peraturan atau nilai-nilai atau etika masyarakat yang dianutnya.

5. Strategi POD.Menurut Atwi Suparman secara garis besar strategi pembelajaran mengandung komponen-komponen:a. Urutan kegiatan pembelajaran, yaitu urutan kegiatan pengajar dalam

menyampaikan materi pembelajaran.Secara garis besar urutan kegiatan POD setiap materi pembelajaran mencakup tiga komponen, yaitu: Pendahuluan, berisi informasi-informasi yang bertujuan untuk menyiapkan

mental atau memotivasi peserta, sebelum membahas substansi. Penyajian informasi, yaitu pemberian informasi atau pengalaman baru yang

merupakan inti dari pembelajaran, secara garis besar terdiri dari 3 langkah, yaitu: Uraian (pemberian konsep baru, masalah dll); Contoh (informasi pengalaman pengajar atau peserta atau lainnya); dan Latihan/unjuk kerja untuk menimbulkan partisipasi peserta.

Penutup, yaitu pengakhiran dalam pembelajaran dengan cara memberikan umpan balik dan pengambilan kesimpulan atau tindak lanjut.

b. Metode pembelajaran, yaitu cara pengajar mengorganisasikan materi pembelajaran.Secara garis besar metode-metode pembelajaran yang digunakan pada POD adalah sebagai berikut: ceramah tanya jawab, demonstrasi/praktikum, diskusi kasus, simulasi, permainan, seminar, dll.

c. Media pembelajaran, yaitu peralatan dan bahan pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran.Dalam memilih media sebaiknya media pembelajaran yang mempunyai fungsi sebagai berikut: Dapat memperbesar benda yang sangat kecil dan atau tidak nampak oleh mata

(misalnya kuman dll).

56

Page 57: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Dapat menyajikan benda atau peristiwa yang terletak jauh di luar jangkauan ke hadapan peserta.

Menyajikan peristiwa yang kompleks, rumit berlangsung cepat ,menjadi lebih sederhana dan sistematis.

Menyajikan peristiwa atau benda yang berbahaya melalui film atau foto sehingga dapat dipelajari oleh peserta.

Meningkatkan daya tarik materi pelajaran dan perhatian peserta belajar. Meningkatkan sistematika pengajaran (menggunakan transparan, grafik, kaset

video, infocus dll).d. Waktu pembelajaran, yaitu waktu yang digunakan pengajar dan peserta belajar

dalam menyelesaikan proses pembelajaran.Waktu pembelajaran orang dewasa yang tidak lama merupakan salah satu ciri POD. Dengan demikian alokasi waktu untuk masing-masing mata pelajaran didasarkan pada tujuan pembelajaran tiap-tiap materi. Manfaatnya adalah bagi para pengajar akan memudahkan untuk menyusun urutan kegiatan ataupun dalam memilih media pembelajaran.

Pokok bahasan B. PENYUSUNAN SAP (SATUAN ACARA PEMBELAJARAN)1. Pengertian, Manfaat dan Tujuan SAP

a. Pengertian SAP SAP atau Satuan Acara Pembelajaran, ada pula yang menyebutnya dengan Satpel atau Satuan Pelajaran atau Kurikulum Mikro. SAP merupakan pedoman/panduan yang memberi arah kepada fasilitator dalam menyajikan materi pembelajaran kepada para peserta, dalam kurun waktu tertentu dengan metoda dan alat bantu yg sesuai guna mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.

Ada berbagai pengertian tentang SAP tersebut, antara lain: SAP merupakan suatu uraian rinci tentang langkah-langkah proses transfer

suatu mata ajaran atau materi latihan untuk bidang kemampuan tertentu, yang akan dipaparkan atau dilatihkan kepada peserta, dalam kegiatan pembelajaran.

SAP merupakan rencana pelaksanaan proses pembelajaran mata diklat yang dibuat oleh pelatih. Dengan tersedianya SAP, pelatih akan memperoleh arah dalam memaparkan materi diklatnya.

SAP adalah proses merancang kegiatan pembelajaran dengan langkah-langkah yang tertata, tepat dan logis guna mencapai tujuan pembelajaran.

b. Manfaat SAPManfaat penyusunan SAP dalam kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh setiap fasilitator antara lain: Menjadi instrumen pengendalian dan pembinaan terhadap fasilitator dalam

melaksanakan kegiatan pembelajaran. Fasilitator dan peserta dapat mengetahui proses pembelajaran yang akan

berlangsung dan metoda-metoda untuk mencapai tujuan materi tersebut.c. Tujuan SAP

Sebagai pedoman dan arah bagi fasilitator dalam melaksanakan proses kegiatan pembelajaran.

2. Langkah-Langkah Penyusunan SAPa. Sistematika SAP

Komponen-komponen suatu SAP adalah sebagai berikut:a. Mata ajar (materi) : diisi Pokok Bahasan/Sub Pokok Bahasanb. Tujuan materi : diambil dari TPU dan TPKc. Sasaran latihnya : sebutkan kriteria/siapa pesertad. Waktu : dalam menit atau JPLe. Tempat : Kelas/lab/ tempat lain (mis: bangsal RS)f. Metoda : Cara pembelajaran yang akan digunakang. Alat bantu : alat/ instrument yang akan digunakanh. Slide/transparan : Bahan yang dipaparkan/ditayangkani. Lembar tugas : Petunjuk penugasanj. Kegiatan pembelajaran Pembukaan, inti, penutupk. Rujukan Buku yang digunakan sebagai referensi /

57

Page 58: Modul Usila ABCDE - Kalsel

kepustakaanl. Evaluasi nilai evaluasi

b. Teknik penyusunan SAPBerikut akan diuraikan tentang cara penulisan setiap komponen dalam SAP, terutama pada komponen-komponen: a. Tujuan pembelajaran: umum maupun khususb. Metode pembelajaran.c. Alat bantu pembelajaran. d. Kegiatan pembelajaran.e. Instrumen evaluasi formatif (setelah materi selesai).

Komponen-komponen yang lain seperti Pokok Bahasan/Sub Pokok Bahasan, waktu dan tempat bukan tidak penting akan tetapi cara penulisannya lebih bervariasi tergantung tujuan dan kebutuhan peserta.

Tujuan pembelajaran Tujuan Pembelajaran Umum

Menggambarkan kompetensi atau kemampuan/kecakapan umum/ keterampilan tertentu yang diharapkan dapat dikuasai oleh peserta setelah menyelesaikan kegiatan pembelajaran satu mata diklat/materi. Rumusan TPU yang baik harus memenuhi kriteria antara lain sbb: Merupakan kompetensi umum dari suatu kemampuan tertentu ( TPU

merupakan gabungan dari beberapa kompetensi khusus) Terdiri dari kata kemampuan internal yang diikuti kata benda (obyek =

keterangan dari perilaku yang akan dicapai), sehingga rumusan TPU menjadi rasional.

Tujuan Pembelajaran Khusus Merupakan penjabaran lebih lanjut dari TPU yang harus dicapai atau

dikuasai oleh peserta setelah menyelesaikan suatu kegiatan pembelajaran. Rumusan TPK memerlukan kriteria, bahwa kompetensi yang harus dicapai

harus berorientasi pada peserta dan dapat diukur. Mengingat yang menjadi subyek aktif proses diklat adalah peserta.

Rumusan TPK harus mengandung komponen A, B, C dan D, yang berarti: Audience (peserta) harus dapat mengerjakan atau berpenampilan seperti yang dinyatakan dalam TPK, Behaviour (perilaku) peserta setelah selesai kegiatan pembelajaran, Condition (persyaratan) yang harus dipenuhi pada saat paserta menampilkan perilaku setelah selesai kegiatan pembelajaran’, Degree (tingkat keberhasilan) peserta setelah selesai kegiatan pembelajaran.Contoh TPK:Peserta (Audience) mampu melaksanakan asuhan keperawatan eklamsia (Behaviour) pada pasien eklamsia (Condition) sesuai dengan standar pelayanan (Degree)

Metode pembelajaranMetode pembelajaran yang digunakan dalam suatu pelatihan sangat tergantung dari tujuan kompetensi yang ingin dicapai. Walaupun hampir sama tujuannya, tetapi dengan audience yang berbeda mungkin metode yang dipilih tidak persis sama. Dalam setiap kegiatan pelatihan mungkin akan bervariasi metodenya, selain materi dan peserta juga sangat tergantung pada waktu, alat yang tersedia, lokasi pembelajaran, fasilitator, dsb-nya.

Alat bantu pembelajaranMemilih alat bantu pembelajaran sangat tergantung pada tujuan diklat yang akan dicapai. Pada dasarnya ada 2 macam alat bantu pembelajaran yaitu bersifat umum dan khusus. Alat bantu pembelajaran umum: seperti papan tulis/whiteboard beserta

kelengkapannya. Alat bantu pembelajaran seperti ini tidak perlu ditulis dalam SAP.

Alat bantu pembelajaran khusus: seperti alat peraga tertentu, atau disebut teaching/training aids, merupakan alat yang mendukung peningkatan pemahaman, kemampuan dan memperlancar kegiatan pembelajaran.

58

Page 59: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Sebaiknya ditulis secara spesifik misalnya: model jantung, phantom, instrumen kesehatan seperti alat pengukur tensi, alat KB, dll.

Pemilihan alat bantu pembelajaran, didasarkan atau sesuai tujuan dan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan. Alat bantu pembelajaran yang akan di gunakan dalam proses pembelajaran HARUS ditulis secara jelas dan rinci, agar tidak menimbulkan kesulitan pada saat kegiatan tengah berlangsung.

Kegiatan Pembelajaran Penyusunan kegiatan pembelajaran harus berfokus kepada peserta yang diposisikan sebagai subyek, diikuti dengan bentuk kegiatan yang harus dilakukannya (behaviour). Setiap langkah kegiatan pembelajaran harus ditulis secara berurutan (sequencing) mulai dari awal s/d akhir, juga disesuaikan dengan Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan yang tertera dalam GBPP.

Pokok bahasan C. METODE PEMBELAJARAN SESUAI TUJUAN PEMBELAJARAN.1. Arti dan Manfaat Metode Pembelajaran

a. Arti metode pembelajaranSebelum membaca lebih lanjut, silahkan renungkan kata-kata bijak berikut

ini:

Apa yang tersirat dalam benak saudara membaca kata bijak diatas? Setujukah Anda bila kata-kata bijak di atas memberikan pemahaman kepada kita bagaimana metode yang baik dalam proses pembelajaran? Lalu apa sebenarnya yang dimaksud dengan metode ?

Metode adalah cara/teknik untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sedangkan menurut Drs. Sulchan Yasyin dalam bukunya Kamus Umum Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan metode adalah: “Cara yang tersusun dan teratur untuk mencapai tujuan khususnya dalam hal ilmu pengetahuan“ Sedangkan yang dimaksud dengan belajar antara lain dikutipkan sebagai berikut:a. Belajar adalah suatu perubahan-perubahan perbuatan sebagai akibat dari

mengalami (Walker, EL).b. Belajar adalah mengubah perbuatan yaitu ketrampilan dan pengetahuan

dimana hasil belajar ini dapat benar atau salah (Sorenson, H).c. Belajar adalah kemampuan untuk menggantikan perilaku-perilaku yang buruk

menjadi baik melalui proses belajar (Leagans, JP).d. Belajar adalah sebuah proses perbaikan-perbaikan pengetahuan dan

ketrampilan dengan cara mengalami sendiri (Burtona dan H. William).e. Belajar adalah proses aktif yang menghasilkan perubahan perilaku baik

pengetahuan, ketrampilan dan perasaan (Cyril O. Houle).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan belajar akan efektif apabila melalui suatu proses. Sebab pada dasarnya inti dari proses belajar adalah perubahan pada diri individu dalam aspek-aspek pengetahuan, sikap dan perilaku serta ketrampilan dan kebiasaan sebagai produk dan interaksinya dengan lingkungan sebagai sumber belajar. Dengan perkataan lain proses belajar akan terjadi karena ada interaksi antara individu dengan lingkungan belajar baik disengaja maupun tidak.

Hal ini sesuai dengan pendapat Kolb (1986) yang mengatakan bahwa belajar adalah proses membangun pengatahuan melalui transformasi pengalaman. Oleh karena itu agar proses pembelajaran dapat berjalan dngan baik dan efektif apabila dalam proses pembelajaran melibatkan peran aktif peserta diklat dalam proses pembelajaran. Sedangkan pelatih hanya berperan sebagai fasilitator, Narasumber atau Manajer kelas yang bertindak secara demokratis.

59

Pengajar biasa memberitahu;Pengajar yang baik menjelaskan;

Pengajar yang lebih baik mendemonstrasikan;Pengajar terbaik memberikan inspirasi.

( William A. Ward )

Page 60: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Berkaitan dengan hal tersebut maka peranan pelatih dalam pemilihan dan penggunaan metode pembelajaran sangat diperlukan agar terjadi proses pembelajaran yang kondusif dan melibatkan peran serta peserta diklat secara efektif.

Lebih lanjut dikatakan bahwa yang dimaksud dengan metode pembelajaran adalah cara atau alat untuk menciptakan hubungan antara peserta dan pengajar dalam proses pembelajaran agar tercapai tujuan pembelajaran (Modul TOT, LAN RI.). Berkaitan dengan hal tersebut maka dalam bab selanjutnya akan dibahas tentang jenis/ragam metode pembelajaran secara terinci dan sistematis.

b. Manfaat metode pembelajaranBerikut ini disajikan beberapa manfaat penggunaan metode pembelajaran secara tepat sebagai berikut: 1) Membantu pelatih dalam proses pembelajaran untuk tujuan mencapai

pembelajaran.Berbicara tentang tujuan pembelajaran, maka dapat dilihat apakah tujuan pembelajaran berasal dari ranah pengetahuan, ketrampilan maupun ranah sikap dan perilaku untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut maka kegiatan pembelajaran akan efektif apabila disampaikan secara sistematis, mudah dipahami oleh peserta diklat serta sesuai dengan kebutuhan peserta diklat. Sebagai contoh apabila tujuan pembelajaran berkaitan dengan perubahan sikap dan perilaku akan lebih efektif apabila pelatih menggunakan ragam metode main peran. Belajar adalah suatu usaha terus-menerus yang kadang-kadang menemui kesulitan-kesulitan dalam pelaksanaan proses pembelajarannya. Untuk itu diperlukan suatu teknik/metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan peserta diklat. Dengan metode yang tepat memungkinkan pelatih melaksanakan proses pembelajaran secara efektif dan efisien.

2) Menghilangkan dinding pemisah antara pelatih dan peserta diklat. Dave Meier dalam bukunya The Accelerated Learning mengatakan bahwa Accelerated Learning memungkinkan siswa (baca peserta Diklat) untuk belajar dengan kecepatan yang mengesankan, upaya normal dan dilandasi dengan kegembiraan. Dalam buku tersebut juga diuraikan tentang salah satu prinsip dasar accelerated learning adalah adanya “kerjasama diantara pembelajar (pelatih dan peserta diklat) sangat meningkatkan hasil belajar“. Oleh Karena itu belajar yang berpusat pada aktivitas dan melibatkan seluruh peserta diklat lebih berhasil daripada belajar berpusat pada presentasi. Untuk itu diperlukan ragam metode pembelajaran yang efektif agar proses pembelajaran berjalan secara efektif dan efisien.

3) Menggali dan memanfaatkan potensi peserta diklat.Peserta diklat orang dewasa memiliki latar belakang pendidikan, pengalaman, ketrampilan dan sikap perilaku yang beraneka. Mereka adalah warga belajar sekaligus sumber belajar. Orang dewasa akan belajar dengan efektif apabila merasa dihargai dan dimanfaatkan potensinya secara maksimal. Ini berarti bahwa dengan menggunakan ragam metode belajar yang efektif akan memungkinkan peserta diklat memaksimalkan potensi-potensi yang dimilikinya. Misalnya dengan ragam metode curah pendapat peserta dapat menggunakan ide dan pengalamannya tanpa merasa ditertawakan oleh peserta diklat yang lain. Dengan diskusi kelompok peserta diklat akan menggunakan pengalaman-pengalaman dirinya secara efektif. Pengalaman tersebut juga merupakan sumber belajar.

4) Terjadi kemitraan antara pelatih dan peserta.Azas utama pendekatan Quantum Teching adalah: “Bawalah dunia mereka ke dunia kita dan antarkan dunia kita ke dunia mereka” : (Bobbi De Porter, Mark Reardon, Dhan Sarah Singer Nourie, Quantum Teaching, Kaifa, 2001).Azas ini menekankan pentingnya menjalin kemitraan diantara pelatih dengan peserta diklat. Salah satu media dalam rangka menjalin kemitraan tersebut adalah dengan menggunakan metode tertentu yang efektif dan efisien. Sebagai

60

Page 61: Modul Usila ABCDE - Kalsel

contoh dalam ragam metode simulasi ada sebagian peserta diklat yang diberi peran sebagai simulator, sebagai pengamat dan sebagai narasumber. Peran-peran tersebut akan lebih menjalin kemitraan antara pelatih dengan peserta diklat karena tidak ada jurang pemisah antara peserta diklat dengan pelatih.

5) Mempermudah dalam menyerap informasi.Proses belajar sebagai aktivitas berpikir berjalan lancar apabila diperoleh pemahaman dari materi yang dipelajari, sebaliknya aktivitas otak untuk berpikir akan pusing atau letih manakala tidak memperoleh sesuatu yang dipelajari. Untuk itu diperlukan suatu usaha agar peserta dapat dengan mudah menyerap informasi yang telah disajikan oleh pelatih maupun oleh sesama peserta diklat sebagai sumber belajar. Hal ini akan tercapai dengan pemilihan metode pembelajaran yang sesuai dengan informasi yang akan disampaikan. Apakah informasi tersebut masih baru, berupa peraturan, informasi yang sederhana atau yang ruwet.

6) Menimbulkan perasaan “FUN” bagi peserta diklat yang akan berdampak terhadap motivasi mengikuti diklat meningkat.Setiap hari otak manusia dibanjiri dengan bermacam informasi yang mengharuskan otak untuk meresponnya. Otak akan merespon dengan baik apabila struktur bagian bawah terpelihara dengan baik (Gordon Dryden dan DR Jeannete Vos, The Learning Revolution, Kaifa, 2001). Untuk itu maka perlu diciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan. Hal ini akan mempermudah peserta dalam menyerap informasi karena lapisan otak bagian bawah dapat berfungsi dengan baik Hal ini akan tercapai apabila didukung oleh penggunaan ragam metode.

2. Keunggulan dan Kelemahan Beberapa Metode PembelajaranConfusius,1400 tahun yang silam mengungkapkan teori sebagai berikut:

Selanjutnya Mel Silberman dalam bukunya “Active Learning, 1001, Strategies To Teach Any Subject, 1996” mengembangkan konsep ini sebagai berikut:

Mengacu pada dua konsep diatas maka dalam proses pembelajaran diperlukan metode pembelajaran yang dapat mengantarkan peserta Diklat belajar secara aktif. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan otak manusia mirip komputer yang perlu di-“ON”-kan, perlu software untuk interpretasi data dan perlu di-“save”-kan dan tes informasi. Oleh karena itu perlu “Learning Style dan Sosial Side of Learning”. Konsep belajar aktif mengacu pada hal-hal sebagai berikut:a. Belajar aktif bukan hanya senang-senangb. Fokus bukan pada aktivitas sematac. Meskipun perlu waktu banyak, materi tetap tercoverd. Usaha menghidupkan materi yang kering dan tak menarike. Pengelompokkan, jangan buang waktu dan tidak produktiff. Pengelompokkan, jangan abaikan belajar individualg. Hindari misinformasi belajar sesama temanh. Kenalkan belajar aktif secara bertahap

61

“Apa yang saya dengar, saya lupaApa yang saya lihat saya ingat

Apa yang saya kerjakan saya paham”

“Apa yang saya dengar, saya lupa.Apa yang saya lihat saya ingat sedikit.

Apa yang saya dengar, lihat dan diskusikan saya mulai mengerti.

Apa yang saya dengar, lihat, diskusikan dan saya kerjakan, saya dapatkan pengetahuan dan ketrampilan.

Page 62: Modul Usila ABCDE - Kalsel

i. Perlu persiapan dan kreativitas, hasilnya OK.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka berikut ini disajikan beberapa jenis metode pembelajaran yang dapat menghantarkan peserta diklat belajar secara aktif sebagai berikut:a. Metode kuliah (lecture) b. Metode demonstrasic. Kelompok studi kecil (buzz group) d. Metode diskusie. Metode brainstorming (urun pendapat)f. Metode studi asus g. Metode role play (bemain peran)h. Metode simulasi

a. Metode Kuliah (Lecture)Metode kuliah sering juga disebut dengan metode ceramah, hal ini disebabkan pelatih yang aktif melakukan ceramah sedangkan peserta diklat hanya sebagai pendengar saja. Metode ini memang kurang mengacu pada konsep belajar aktif, namun demikian dalam modul ini perlu dibahas karena dalam setiap penggunaan metode yang lain perlu dikombinasikan dengan metode ceramah, meskipun hanya ceramah singkat.

Metode kuliah atau lebih akrab disebut dengan metode ceramah adalah metode pelatihan yang memberikan informasi pada sejumlah pendengar pada suatu kesempatan. Metode ini lebih menitikberatkan pada kemampuan individual untuk mengolah informasi yang diberikan.Kegunaan: Untuk menyajikan pengetahuan, pengalaman dan pandangan. Untuk pendengar terbatas atau sebaliknya. Supaya pendengar berpartisipasi, kuliah perlu diikuti dengan tanya-jawab.

Keuntungan: Mencakup banyak pendengar. Bila disiapkan dapat mendorong diskusi dalam kelompok. Tidak banyak memerlukan peralatan. Membicarakan yang baik dapat membangkitkan perhatian orang banyak. Penyaji bisa tepat waktu.

Kelemahan: Tidak mendorong seseorang untuk mengingat semua materi. Penilaian terbatas pada kemampuan pendengar. Partisipasi pendengar terbatas. Tidak ada keseimbangan berpikir antar pembicara dan pendengar (baca

peserta diklat), misalnya perbedaan waktu mengakibatkan pendengar melamun.

Dalam menggunakan metode kuliah diupayakan: Pendekatan yang positif (manfaatkan informasi yang diberikan). Memusatkan perhatian pada topik yang dibicarakan. Mencatat hal-hal yang penting Membiasakan diri mendengarkan secara efektif. Jangan memberi tanggapan pada kata-kata pembicara yang emosional. Jangan mengevaluasi sebelum mengerti pada hal-hal yang disajikan.Tahapan pelaksanaan dan peranan pelatih:Langkah-langkah yang dilaksanakan dalam penggunaan metode ini adalah sebagai berikut: Tahap persiapan:

Pelatih mempersiapkan SAP), tayangan powerpoint sesuai dengan materi yang diberikan atau dengan menggunakan alat bantu yang lain seperti: flipchart, tabel, gambar, peta dan lain sebagainya.

Tahapan pelaksanaan pembelajaran adalah sebagai berikut: - Cek semua media yang diperlukan.- Jelaskan modul materi yang akan dibahas dan kaitannya dengan tugas

pokok dan fungsi bagi peserta serta manfaatnya bagi peserta.

62

Page 63: Modul Usila ABCDE - Kalsel

- Jelaskan tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus.- Jelaskan pokok bahasan dan sub pokok bahasan.- Adakah pre test untuk mengetahui kemampuan awal peserta (kegiatan ini

dapat dilaksanakan dengan tanya jawab).- Mulailah dengan ceramah per pokok bahasan dan sub pokok bahasan.- Adakah tanya jawab untuk mengetahui tingkat pemahaman peserta. - Akhiri sesi ini dengan mengkaitkan dengan materi berikutnya dan apakah

relevansinya dengan pokok sajian yang baru saja dibahas.

Mengacu pada tahapan-tahapan pelaksanaan ceramah diatas maka peranan pelatih sebagai perancang dan pelaksana proses pembelajaran serta memotifasi peserta agar mau berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Didalam pelaksanaannya tentu saja sangat memperhatikan prinsip-prinsip presentasi lisan yang efektif.

b. Metode DemonstrasiMetode demonstrasi adalah cara mengajar dimana seorang pelatih atau tim pelatih menunjukan, memperlihatkan suatu proses (Roestiah N.K,Dra. Strategi belajar mengajar). Misalnya dalam proses pembelajaran “ragam metode pembelajaran“, pelatih memperagakan teknik mengajar yang efektif. Dalam hal ini seluruh peserta dapat melihat, mendengar dan mengamati, mungkin nanti juga mempraktikkan. Metode demontrasi menekankan pada penjelasan dan hasil kerja yang ditunjukan oleh pelatih sebagai contoh konkrit sehingga masalah mudah dipahami atau dihayati.

Kegunaan: Pelatihan peningkatan keterampilan, dipakai sebagai sarana yang efektif pada

olah karya mengenai hak azasi manusia. Metode ini untuk mata ajaran yang sifatnya akademis banyak menunjang.

Penggunaan metode ini bertujuan agar peserta mampu memahami tentang ketrampilan tertentu dalam hal mengatur atau menyusun sesuatu.

Keuntungan: Lebih menimbulkan minat. Menjelaskan prinsip-prinsip dan prosedur yang masih kabur dan belum

dipahami. Cara yang terbaik untuk mengajarkan keterampilan tertentu.

Kelemahan: Membutuhkan waktu persiapan. Peralatan mungkin mahal. Sering dilakukan oleh kelompok kecil atau terbatas.

Tahapan pelaksanaan:Adapun tahapan pelaksanaannya adalah sebagai berikut: Tahapan perencanaan:

- Menentukan sasaran (objective).- Membuat SAP.- Memilih bentuk demonstrasi.- Memilih dan mengumpulkan peralatan yang tepat.- Mencoba peralatan yang akan dipakai.- Apakah tersedia waktu yang cukup untuk menerapkan pendekatan ini?

Pelaksanaan:- Usahakan semua peserta dapat melihat.- Setiap tahap perlu dijelaskan.- Memberi kesempatan bertanya, diskusi dan praktik.- Adakan evaluasi apakah demonstrasi yang dilakukan berhasil atau tidak, bila

memungkinkan demonstrasi dapat diulang kembali.

Peranan pelatih: Perencanaan proses pembelajaran yang dituangkan dalam SAP. Dalam hal ini

harus dapat merencanakan apakah waktu yang dialokasikan sesuai dengan kebutuhan? Penggunaan metode ini sudah tepat dengan kondisi peserta?

63

Page 64: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Merencanakan sarana dan prasarana yang diperlukan serta sistem evaluasi yang akan dilaksanakan. Dalam proses pembelajaran, pelatih sebagai pemandu, pembimbing dan memotivasi peserta agar mau berperan serta dalam proses pembelajaran. Disamping itu apabila tidak ada narasumber, pelatih berperan sebagai narasumber.

c. Metode Kelompok Studi Kecil (Buzz Group)

Kelompok Buzz Group atau lebih sering disebut kelompok lebah bergumam adalah pemecahan kelompok yang lebih besar. Kelompok ini biasanya terdiri dari dua atau tiga orang. Anggota kelompok bisa merupakan pecahan dari kelompok yang lebih besar atau terdiri dari beberapa orang teman sebangku. Dalam beberapa variasi peserta boleh memilih anggota kelompoknya sendiri.

Keunggulan: Mendorong peserta yang malu-malu. Menciptakan suasana yang menyenangkan. Memungkinkan pembagian tugas kepemimpinan. Menghemat waktu. Memupuk kepemimpinan. Memungkinkan pengumpulan pendapat. Dapat dipakai bersama metode lainnya. Memberi variasi.

Kekurangan: Mungkin terjadi pada kelompok yang terdiri dari orang-orang yang tidak tahu

apa-apa. Mungkin berputar-putar. Mungkin ada pemimpin yang lemah. Laporan mungkin tidak tersusun dengan baik. Perlu belajar sebelumnya bila ingin mencapai hasil yang baik. Mungkin terjadi kilk-klik untuk sementara.

Kelompok dan studi kecil (Buzz Group) dapat digunakan: Jika kelompok terlalu besar sehingga tidak memungkinkan setiap orang

berpartisipasi. Ketika mengolah beberapa segi sebuah kelompok. Jika ada anggota kelompok yang lamban dalam mengambil bagian. Jika waktu terbatas. Untuk menciptakan suasana yang menyenangkan dalam kelompok.

Tahapan pelaksanaan: Pelatih menjelaskan permasalahan atau topik yang harus dibahas. Latar

belakang serta cara pembahasannya. Kepada peserta diberi kesempatan untuk bertanya kalau ada yang belum jelas, sebelum kegiatan berikutnya dimulai.

Setiap peserta diminta untuk memilih pasangannya (duet) dengan siapa ingin membahas masalah tersebut, atau bisa juga tiga orang (trio). Mereka bebas memilih pasangannya, seringkali untuk praktisnya, pasangannya adalah teman di sebelah menyebelah.

Dengan suara yang biasa kalau mereka berbicara, tanpa harus berbisik-bisik. Secara serentak semua kelompok duet atau trip, berdiskusi membahas masalah. Ada baiknya satu dua orang dari peserta diminta menjadi pengamat dan mendengarkan suara yang ditimbulkan oleh kelompok diskusi secara keseluruhan. Pada saat ini ada baiknya bila pelatih merekam dengan tape recorder dan memperdengarkan kembali suara mereka pada saat pembahasan.

Pembahasan hasil kelompok kecil. Hasil pembahasan dalam kelompok duet, trio dikemukakan secara lisan atau tulisan pada flipchart/papan tulis dan kemudian dibahas satu persatu.

Pada akhirnya kegiatan peserta yang ditugasi melakukan pengamatan diberi kesempatan untuk menyampaikan pengamatannya terutama mengenai proses kegiatan buzz group. Pelatih memberikan komentarnya sambil memperdengarkan kembali hasil rekamannya.

64

Page 65: Modul Usila ABCDE - Kalsel

d. Metode DiskusiDiskusi berasal dari bahasa latin discutio atau discussum yakni “kurang lebih sama dengan bertukar pikiran” atau membahas sesuatu masalah dengan mengemukakan dasar alasannya untuk mencari jalan keluar sebaik-baiknya. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa diskusi merupakan ajang bertukar pikiran diantara sejumlah orang, membahas masalah tertentu yang dilaksanakan dengan teratur, dan bertujuan untuk memecahkan masalah secara bersama (A. Mangunhardjana, Pembinaan Arti dan Metodenya). Metode ini dipakai dalam latihan yang melibatkan partisipasi aktif, tukar pengalaman dan pendapat peserta pelatihan. Untuk kegiatan ini anggota kelompok yang ideal adalah 7 s/d 9 orang.

Metode ini digunakan untuk: Menggali pengalaman, ide-ide selama dalam pelatihan. Anggota kelompok saling tukar pikiran. Belajar dengan caranya sendiri berpartisipasi dalam grup. Pengembangan diri melalui kerjasama yang terkoordinasi.

Keuntungan: Anggota kelompok berpartisipasi aktif. Mengembangkan tanggung jawab perorangan atau individu. Mengukur konsep, ide, dapat diakui kebenarannya dan dapat diterapkan. Mengembangkan percaya diri dalam menyajikan pendapat, ide dan konsep. Ide berkembang, terbuka dan terarah. Memperoleh banyak informasi. Aplikasi hasil diskusi mantap karena ide yang dikemukakan adalah yang alami.

Kelemahan: Memakan waktu terlalu banyak. Dapat menimbulkan frustasi karena anggota kelompok ingin segera melihat

hasil nyata. Perlu persiapan matang sebelum diskusi. Perlu waktu untuk anggota kelompok pemalu, dan anggota kelompok yang

otokratif untuk belajar bersikap demokratis.

Berikut ini disajikan peran yang dimainkan oleh anggota kelompok diskusi, baik sebagai pemimpin maupun sebagai anggota diskusi sebagai berikut:

Pemimpin diskusi Persiapan memimpin diskusi:

- Menentukan sasaran diskusi (obyektif).- Menjelaskan topik dengan singkat dan jelas.- Mempertimbangkan kebutuhan kelompok.- Mempersiapkan garis besar daripada diskusi.- Siapkan segala sesuatunya.

Cara memimpin diskusi:- Mulai diskusi (tepat waktu).- Memberikan pengarahan.- Memimpin diskusi.- Membuat ringkasan.

Persyaratan yang harus dimiliki oleh pemimpin diskusi antara lain:- Memahami topik.- Mengatur waktu secara fleksibel.- Mengembangkan pertanyaan penting sehingga mendorong anggota

kelompok untuk bertukar pikiran.- Menjelaskan sasaran diskusi.- Menyiapkan ringkasan, pokok pikiran dalam garis besar yang dibagikan

sebelum atau saat diskusi.- Menunjukkan narasumber.

65

Page 66: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Anggota kelompok Memberikan sumbangan pikiran secara efektif. Bersifat konstruktif dalam diskusi. Hadir pada waktunya dan memanfaatkan waktu. Memperhatikan ide-ide, sumbangan pikiran anggota kelompok lainnya. Meminta penjelasan, mencegah kesalahpahaman.

Langkah-langkah sebagai pedoman pelaksanaan diskusi antara lain: Pengaturan fasilitas fisik:

- Tempat duduk nyaman leluasa.- Penerangan memadai, udara cukup. - Suhu sejuk.- Pengaturan soundsystem baik.

Breifing kepada pembicara:- Latar belakang/komposisi pendengar.- Tingkat pengetahuan pendengar.- Peralatan yang bisa digunakan. - Pengaturan tanya jawab atau diskusi.- Penafsiran daya serap pendengar.

Briefing kepada pendengar:- Kata pengantar/ topik yang dibicarakan.- Kemungkinan tanya jawab atau diskusi.- Kemungkinan membagi materi.- Kemungkinan tes bagi pendengar.

e. Metode Brainstorming (Urun Pendapat)

Metode ini biasanya sering disebut dengan sumbang saran yang digunakan dalam pemecahan masalah dimana anggota mengusulkan dengan cepat semua kemungkinan pemecahan yang terpikirkan, tidak ada kritik-kritik, oleh karena itu evaluasi atas pendapat-pendapat tadi dilakukan kemudian. Metode ini mengundang semua peserta berperan aktif untuk berpatisipasi secara optimal. Kapan metode ini digunakan?

Metode ini digunakan untuk: Untuk membangkitkan pikiran kreatif. Untuk merangsang partisipatif. Pada waktu mencari kemungkinan pemecahan masalah. Berhubungan dengan metode lainnya. Untuk membangkitkan pendapat baru. Untuk menciptakan suasana yang menyenangkan kelompok.

Keuntungan: Timbul pendapat baru merangsang semua anggota untuk mengambil bagian. Menghasilkan reaksi rantai dan pendapat. Tidak menyita waktu. Dapat dipakai dalam kelompok besar maupun kecil. Tidak perlu pimpinan yang terlalu hebat. Hanya sedikit pengalaman yang diperlukan.

Kelemahan: Mudah terlepas dari control. Dilanjutkan dengan evaluasi jika diharapkan efektif. Mungkin sulit membuat anggota tahu bahwa segala pendapat dapat diterima. Anggota cenderung untuk mengadakan evaluasi segera setelah satu pendapat

diajukan.

Langkah-langkah pelaksanaan metode ini: Pemberian informasi dan motivasi. Identifikasi. Klasifikasi.

66

Page 67: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Verifikasi. Konklusi/kesepakatan.

f. Metode Studi Kasus Metode ini dipakai bukan untuk menjawab masalah secara cepat dan tepat,

akan tetapi lebih bertujuan untuk menggambarkan penerapan konsep dan teknik analisis dalam proses pemecahan masalah dan proses pengambilan keputusan. Pemecahan masalah dalam studi kasus lebih menekankan kepada alasan logika yang dipergunakan dalam pemecahan masalah tersebut.

Sementara ahli lain mengatakan bahwa studi kasus digunakan dalam latihan yang bertujuan pengembangan pengetahuan dan sikap, sebagai landasan diskusi, analisis dan pengembangan persoalan. Di samping itu studi kasus dalam proses pembelajaran adalah untuk menyajikan penjelasan berbagai prinsip dan aplikasi prinsip tersebut ke dalam situasi tertentu, sehingga pada gilirannya peserta diklat akan mampu memecahkan masalah dalam situasi yang sama secara lebih baik.

Keuntungan: Memberikan wawasan yang luas mengenai prinsip-prinsip tertentu dan

bagaimana pelaksanaannya. Kemungkinan pertukaran pendapat dan mengadakan evaluasi bersama. Membuka kemungkinan untuk mengadakan perubahan kesiapan mental. Memungkinkan beberapa alternatif pemecahan masalah.

Kelemahan: Sulit mengukur hal-hal yang sifatnya sikap dan perilaku. Keterbatasan waktu merupakan hambatan untuk berdiskusi secara tuntas. Dapat menimbulkan frustasi apabila tidak ada pemecahan masalah.

Langkah-langkah pelaksanaan:Apabila pelatih telah menentukan studi kasus sebagai metode dalam proses pembelajaran, maka beberapa langkah yang disarankan antara lain: Pelatih membagi kelompok dengan mengacu pada salah satu teknik pembagian

kelompok, misalnya dengan berhitung 1, 2, 3 bagi peserta yang memiliki nilai hitungan sama menjadi satu kelompok, cara lain adalah secara acak dan lain sebagainya disesuaikan dengan tujuan pembelajaran.

Pelatih menyajikan suatu problem (kasus yang spesifik), biasanya secara tertulis. Adapun kriteria penilaian studi kasus yang baik menurut Prof. Dr. M. Entang, MA adalah sebagai berikut:

- Studi kasus harus realistik, tidak hipotetik (angan-angan).- Hendaknya menggambarkan konflik.- Kepribadian orang yang terlibat dalam studi kasus hendaknya dideskripsikan

secara jelas.- Data dan fakta yang disajikan hendaknya tidak terlalu terinci.- Pertanyaan yang diajukan hendaknya yang baik dan relevan.- Penulisan, analisis dan pemecahan kasus, hendaknya didasarkan pada

suatu teori, konsep atau prinsip yang jelas dan terbentuk.- Nama-nama orang yang terlibat disamarkan atau dirahasiakan.

Pelatih memberikan tugas kepada peserta sebagai berikut:- Menyarankan pemecahan terbaik berdasarkan fakta yang diberikan. - Mengajukan usul pemecahan disertai alasannya dan didiskusikan dengan

peserta lain tentang mengapa dan bagaimana sampai kepada keputusan tersebut.

- Berbagai pengalaman diantara peserta untuk sampai kepada kesepakatan tentang pemecahan terbaik.

Setelah diskusi kasus selesai maka pelatih mengarahkan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:- Apa yang sedang terjadi.- Apa betul ada masalah.- Apa yang menjadi masalah.

67

Page 68: Modul Usila ABCDE - Kalsel

- Apa penyebab massalah.- Membahas sebab-sebab masalah.- Bahan utama menjadi pembicaraan.- Mengapa bahan-bahan penting.- Tujuan yang ingin dicapai. - Apa yang harus dikerjakan?- Jalur tindakan apa. - Realisasi pemecahan.- Akibat yang mungkin terjadi dari pemecahan tersebut.

g. Metode Role Play (Bemain Peran)Secara etimologi yang dimaksud bermain peran adalah memainkan sesuatu

peran tertentu sehingga pemain harus mampu berbuat (berbicara dan bertindak) seperti peran yang sedang dimainkannya.

Sebagai contoh:Apabila peran yang dimainkan adalah pemimpin yang otoriter maka ia harus mampu berperilaku sebagai seorang pemimpin yang memiliki ciri-ciri seorang otoriter, misalnya suka menekan, pemarah, mengintimidasi, hanya memprioritaskan pekerjaan, tidak memperhatikan hubungan kemanusiaan dan lain sebagainya.

Oleh karena itu sering dikatakan bahwa bermain peran sangat mirip dengan simulasi, hal ini disebabkan dalam simulasi juga ada kegiatan bermain peran. Hal ini sesuai dengan pendapat Robert Gilstrap yang mengatakan bahwa main peran adalah simulasi atau tiruan dari perilaku orang yang diperankan (Hidayat, Z.A. dan Muhidin T.S. 1980).

Di dalam dunia pendidikan dan pelatihan, bermain peran (Role Play) digunakan sebagai salah satu metode pembelajaran di hampir semua jenjang pendidikan dan pelatihan. Role Play merupakan metode pelatihan untuk menetapkan seseorang pada situasi tertentu, seolah-olah menggambarkan situasi sebenarnya melalui penokohan meleburkan dirinya, mengekpresikan sikap-sikap, tindakan-tindakan yang mereka percaya pada situasi itu. Dengan metode ini peserta yang ditunjuk akan dengan sukarela memainkan peran tersebut, pemain akan memperoleh prestasi pemandangan baru, dan mengalami prasangka-prasangka.

Keuntungan: Mendorong keterlibatan yang mendalam. Membangkitkan pengertian, prasangka dan persepsi. Memusatkan perhatian pada aspek tertentu yang dikehendaki.

Kelemahan: Keengganan melakukan peran atau tidak menghayati. Kurang realistis. Dianggap dialog biasa. Kurang memperhatikan peran sendiri dan lebih condong memperhatikan peran

orang lain.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam bermain peran adalah sebagai berikut: Identifikasi masalah yang diperankan harus jelas. Peserta harus memahami perannya dan memahami skenario yang telah

diberikan. Harus disadari adanya kebebasan mengemukakan perasaan secara wajar. Dijelaskan kelebihan metode role play dibandingkan metode lain guna

menelaah masalah yang dihadapi.

Berbicara tentang metode ini maka dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu: Telah tersusun (Structured Role Playing). Secara spontan (Spontaneous Role Playing).

68

Page 69: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Di samping itu dibedakan antara single role play dan multi role play.

Metode ini memungkinkan untuk: Belajar dengan berbuat. Belajar dengan peniruan. Belajar melalui pengamatan dan umpan balik. Belajar melalui penganalisaan.

Teknik menerapkan metode bermain peran.Berikut ini disajikan beberapa langkah-langkah dalam pelaksanaan penerapan metoda bermain peran adalah sebagai berikut: Persiapan:

Dalam tahap ini hal-hal yang harus dipersiapkan oleh pelatih adalah memilih situasi/topik, mempersiapkan peralatan yang diperlukan sesuai dengan situasi yang akan diperankan, menyiapkan lembar observasi, menentukan pemeran-pemeran serta memberikan arahan skenario bagi para pemeran.

Pelaksanaan:- Dalam tahap pelaksanaan main peran, pelatih berfungsi sebagai pengamat

dan memberikan catatan-catatan sebagai bahan proses pembelajaran.- Setelah kegiatan main peran selesai maka pelatih memproses kegiatan

dengan menggunakan pendekatan “AKOSA”. Antara lain dengan mengajukan pertanyaan-pertanyan: Apa yang sudah dialami?, Bagaimana perasaannya?, Apa yang sedang terjadi?, Bagaimana perasaan pemain?, Mengapa demikian?, Apa yang telah diamati oleh para pengamat? Manfaat apa yang diperoleh dari kegiatan bermain peran tersebut.

Penutup:Dalam kegiatan ini dapat diisi dengan evaluasi yang berkaitan dengan proses bermain peran yang mengacu pada hasil observasi pengamat. Disamping itu juga merefleksikan pengalaman/penghayatan terhadap peran yang sedang dimainkan.

Review/balikan/refleksi:Dalam kegiatan ini diisi dengan penjelasan contoh-contoh yang berkaitan dengan diaplikasikan dalam kehidupan nyata yang berkaitan dengan pekerjaan sehari-hari. Di samping itu pelatih menggali manfaat dan main peran tersebut dikaitkan kehidupan sehari-hari. Di dalam kegiatan ini juga perlu dikaitkan dengan teori-teori yang telah dipersiapkan oleh pelatih.

h. Metode Simulasi

Kata “Simulasi” berasal dari bahasa inggris “Simulation” yang berarti “Pekerjaan Tiruan atau Meniru”. Sebagai contoh: simulasi tentang mengemudikan taksi, simulasi tentang penggunaan IUD, dan lain sebagainya. Dalam kegiatan proses pembelajaran kata “Simulasi” merupakan suatu metode pembelajaran.

Kegiatan simulasi diartikan sebagai kegiatan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta untuk menirukan suatu kegiatan atau pekerjaan yang dituntut dalam kehidupan sehari-hari atau yang berkaitan dengan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya.

Misalnya, simulasi penanggulangan bahaya banjir, simulasi sebagai dokter, simulasi sebagai seorang pemimpin, dan lain sebagainya. Metode simulasi merupakan modifikasi dari metode main peran. Dalam metode ini peserta diminta untuk memainkan peran tertentu dan diminta untuk memerankannya. Namun untuk itu mereka diberi petunjuk secara garis besar saja. Sedangkan dalam peragaan para peserta diberi kebebasan luas untuk mengembangkan kreativitas dan imajinasi mereka, agar latihan lebih realistis.

Metode ini menampilkan simbol-simbol atau peralatan-peralatan yang menggantikan proses, kejadian, atau benda yang sebenarnya. Metode ini juga digunakan apabila kondisi aslinya tidak dapat dihadirkan. Metode ini sangat cocok

69

Page 70: Modul Usila ABCDE - Kalsel

untuk hal-hal yang sifatnya ketrampilan. Bedanya dengan main peran adalah terletak pada pemakaian metode ini.

Oleh karenanya metode ini cocok untuk semua tahapan pembelajaran, pelatihan magang klasikal, memberikan kejadian-kejadian yang analogis, memungkinkan praktek dengan risiko kecil. Topik-topik yang disajikan dalam metode ini diantaranya adalah topik yang berkaitan dengan ketrampilan intelektual, psikomotorik dan sosial yang relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari.

Kegunaan: Situasi yang sebenarnya tidak dapat dihadirkan karena sesuatu alasan tertentu

seperti alasan administrasi serta alasan lain. Tujuan pembelajaran lebih menitikberatkan pada aspek ketrampilan. Memberikan pengalaman kepada peserta agar mengalami dalam proses

pembelajaran sehingga akan lebih mengefektifkan dalam pross pembelajaran. Apabila ingin membangkitkan motivasi peserta.

Keuntungan:Menurut Dra. Roesiyah N.K dalam bukunya Strategi Mengajar (dengan editing redaksi) adalah sebagai berikut: Menyenangkan peserta. Menggalakkan pelatih untuk mengembangkan kreativitas peserta. Eksperimen dilakukan tanpa memerlukan lingkungan yang sebenarnya. Mengurangi hal-hal yang verbalistik atau abstrak. Tidak memerlukan pengarahan yang pelik dan mendalam. Menimbulkan interaksi antar peserta yang memungkinkan timbulnya keutuhan

dan gotong royong serta kekeluargaan. Menimbulkan respon positif dari peserta yang lamban atau kurang cakap. Menumbuhkan cara berpikir kritis, memungkinkan pelatih bekerja dengan

tingkat adaptivitas yang berbeda-beda. Memperbanyak kesiapan serta penugasan ketrampilan dalam proses kognitif

atau pengenalan peserta. Peserta memperoleh pengetahuan yang bersifat pribadi, individual sehingga

dapat kokoh atau mendalam tertinggal dalam jiwa peserta. Dapat membangkitkan kegairahan belajar peserta, teknik ini mampu

memberikan kesempatan kepada peserta untuk berkembang maju sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Mampu mengarahkan cara peserta belajar, sehingga lebih memiliki motivasi sendiri.

Membantu peserta untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses penemuan sendiri.

Kelemahan: Peserta harus siap mental. Dalam arti peserta harus berani dan berkeinginan

untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik. Pelatih dan peserta yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran

tradisional mungkin akan kecewa apabila diganti dengan teknik penemuan. Teknik ini lebih mementingkan proses pengertian dan kurang memperhatikan

perkembangan atau pembentukan sikap dan ketrampilan peserta. Tidak memberikan kesempatan untuk berpikir kreatif. Setiap kelompok menunjuk seorang pencatat yang akan membuat laporan

tentang kemajuan dan hasil kerja kelompok. Pelatih berkeliling selama kerja kelompok berlangsung, bila perlu memberi

saran dan pertanyaan. Pelatih membantu menyimpulkan kemajuan dan menerima hasil.

70

Page 71: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Tahapan pelaksanaan:Adapun langkah penyajiannya tergambar dalam diagram berikut ini:

Secara terinci skema tersebut diatas diuraikan sebagai berikut:

Tahap persiapanDalam tahapan ini hal-hal yang harus dipersiapkan oleh pelatih adalah sebagai berikut:- SAP yang merupakan rencana rinci pembelajaran, mencakup tujuan

materi/topik, kegiatan, media/alat bantu dan penilaian.- Menetapkan kemampuan/situasi yang akan disajikan dalam bentuk simulasi.

Misalnya dari 3 tujuan yang ingin dicapai, satu tujuan akan dicapai melalui simulasi.

- Menyusun skenario kegiatan simulasi sehingga jelas langkah-langkah yang akan ditempuh.

- Menyiapkan alat-alat/fasilitas yang dibutuhkan dalam simulasi. Misalnya ruang kelas dengan perlengkapannya jika yang disimulasikan adalah ketrampilan mengajar, benda-benda tiruan sebuah bank, jika yang disimulasikan penataan ruangan sebuah bank atau tiruan alat-alat penolong kecelakaan jika yang disimulasikan kemampuan penolong orang-orang yang mendapat kecelakaan.

- Membentuk kelompok-kelompok kecil jika simulasi akan dilakukan dalam kelompok kecil.

- Menyiapkan lembar kerja dan lembar observasi, terutama jika simulasi akan dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil. Lembar kerja berisi panduan rinci bagi kelompok-kelomok dalam melaksanakan simulasi, sedangkan lembar kerja berisi aspek-aspek yang akan diamati selama simulasi berlangsung. Lembar observasi dapat digunakan oleh pengajar atau oleh peserta yang ditunjuk sebagai pengamat.

Tahap pelaksanaan Dalam tahapan ini pembelajaran dimulai dengan:- Menjelaskan skenario simulasi diikuti oleh pembagian kelompok, lembar

kerja dan peran dalam kelompok. Setelah semua peserta paham akan scenario sajian dan peranannya masing-masing simulasi segera dimulai.

- Kegiatan inti dimulai dengan menyajikan situasi dalam kehidupan nyata. Misalnya ketika terdengar terjadi pembobolan disuatu bank, wartawan berkerumun menemui pimpinan bank, dengan mengajukan pertanyaan. Pimpinan bank harus menghadapi para wartawan. Dalam menyajikan situasi ini dapat diadakan tanya jawab sehingga setiap siswa siap memahami perannya dengan tepat.

- Peserta diminta menyiapkan diri untuk memainkan peran yang menjadi tanggung jawabnya.

- Peserta bersimulasi dalam kelompok sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.

71

Pelatih menyajikan situasi/memodelkan jika perlu

Peserta menyiapkan diri

Peserta bersimulasiPelatih mengamati

Pelatih membagikan peran menyampaikan aturan

Tanya jawab

Page 72: Modul Usila ABCDE - Kalsel

- Kegiatan penutupan dapat diisi dengan demonstrasi salah satu kelompok dan kemudian kelompok lain diminta memberi komentar terhadap demonstrasi tersebut .

Tahap review/balikan/tinjauan Dalam tahapan ini hal-hal yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:- Setelah simulasi selesai perlu diadakan review umum yang dipandu oleh

instruktur. Review dapat dimulai dengan meminta peserta menyatakan kesannya tentang penguasaan yang baru saja dilatihkan, kemudian dilanjutkan dengan diskusi yang dapat dimulai dengan laporan para pengamat.

- Pada akhir diskusi, pengajar memberikan balikan dan tindak lanjut sesuai dengan kesimpulan hasil simulasi.

3. Metode Pembelajaran yang Efektifa. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode pembelajaran

Dave Meier dalam bukunya “The Accelerated Learning” menjelaskan beberapa prinsip pokok accelerated learning adalah sebagai berikut:1) Keterlibatan total pembelajar dalam meningkatkan pembelajaran.2) Belajar bukanlah mengumpulkan informasi secara pasif, melainkan

menciptakan pengetahuan secara aktif.3) Kerjasama diantara pembelajar sangat membantu meningkatkan hasil belajar.4) Belajar berpusat aktivitas sering berhasil daripada belajar berpusat presentasi.5) Belajar berpusat aktivitas dapat dirancang dalam waktu yang jauh lebih singkat

daripada waktu yang diperlukan untuk merancang pengajaran dengan presentasi. (Dave Meier, 2001).

Accelerated Learning atau pemercepatan belajar adalah filosofi pembelajaran atau kehidupan yang mengupayakan mekanisasi dan memanusiakan kembali proses belajar, serta menjadikannya pengalaman seluruh tubuh, seluruh pikiran dan seluruh pribadi.

Oleh Karena itu accelerated learning berusaha membentuk kembali sebagian besar keyakinan dan praktek, yang membatasi yang diwarisi dari masa lalu (Dave Meier, 2001, hal. 38).

Mengacu pada pendapat diatas maka agar terjadi percepatan dalam belajar maka pemilihan metode pembelajaran merupakan faktor yang dominan dalam rangka mensukseskan hasil pembelajaran yang efektif. Lalu faktor-faktor apakah yang harus diperhatikan dalam pemilihan metode pembelajaran?

b. Faktor–faktor yang harus diperhatikan dalam memilih metodeBeberapa faktor yang harus diperhatikan dalam memilih metode pembelajaran adalah sebagai berikut:1) Pengajar/pelatih

Pengetahuan, pengalaman manajerial pelatih serta kepribadian pelatih merupakan faktor-faktor yang penting dan karenanya perlu pertama-tama dikemukakan. Secara tegas perlu diutarakan bahwa, pelatih harus memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam bidang yang akan diajarkan serta pengetahuan dan keterampilan dalam penggunaan metode yang akan dipergunakan dalam proses pembelajaran. Di samping itu pelatih harus memiliki kepribadian yang dapat diterima oleh peserta latihan sehingga jalur-jalur komunikasi yang efektif dapat diciptakan dengan cepat dan mudah. Kalau kondisi itu terpenuhi, maka suatu metode yang dipilih dengan tepat dan digunakan dengan baik akan mempermudah dan mendorong peserta.Pelatih harus mempunyai tanggung jawab pribadi untuk memilih metode terbaik untuk tugas pengajarannya. Oleh karena itu ia harus mampu untuk secara rasional menilai kemampuannya dan berusaha menggunakan metode-metode yang akhirnya dapat meningkatkan dan bukannya mengurangi hasil yang diharapkan.

72

Page 73: Modul Usila ABCDE - Kalsel

2) Peserta pelatihanDalam pengertian ini metode pengajaran harus terkait dengan: Tingkat intelektual dan latar belakang pendidikan peserta. Umur dan pengalaman kerja. Lingkungan sosial dan budayanya.

3) Tujuan pembelajaranTujuan pembelajaran dalam program-program pendidikan dan latihan ditentukan oleh adanya perubahan dalam pengetahuan, sikap dan ketrampilan, yang selanjutnya menyebabkan perbaikan dalam pelaksanaan tugas-tugas managerial. Berbagai situasi latihan harus mempertimbangkan berbagai jenis dan tingkatan pengetahuan, sikap dan ketrampilan.

4) Bidang pelatihanBerbagai bidang pelajaran (keuangan, kepegawaian, penelitian kegiatan managemen umum, dan sebagainya) memiliki ciri-ciri tersendiri. Misalnya teknik-teknik penelitian operasional didasarkan pada penggunaan matematika dan statistik secara ekstensif. Bidang ini biasanya mengajarkan melalui suatu kombinasi ceramah (menggunakan alat bantu audio visual) serta latihan dimana teknik ini dipraktikan. Latihan ini dapat ditunjang oleh tugas-tugas bacaan.

5) Waktu dan peralatanPenentuan mengenai metode pengajaran mana yang akan dipergunakan juga tidak lepas dipengaruhi oleh faktor waktu, keuangan dan faktor-faktor lainnya. Waktu yang dipergunakan untuk persiapan (yang juga mempengaruhi biaya

peralatan pengajaran) berbeda-beda untuk berbagai metode latihan. Sebagai pedoman, studi kasus dan bisnis game yang rumit membutuhkan persiapan yang lama dan mahal, yang menyangkut pengujiannya dengan para pelatih atau kelompok pekerjaan (eksperimental) serta mengadakan perubahan-perubahan yang diperlukan.

Jangka waktu latihan menentukan jenis metode yang akan digunakan. Lebih lama waktu latihan diselenggarakan, lebih banyak kemungkinan bahwa pelatih akan menggunakan bisnis game, kasus yang rumit dan proyek-proyek praktis. Hal ini tidak berarti bahwa metode partisipatif dihilangkan dari latihan-latihan jangka pendek. Dalam latihan semacam ini metode-metode yang akan digunakan adalah yang tidak banyak memakan waktu tetapi yang mampu menyampaikan meteri latihan secara cepat.

Penentuan waktu dari suatu hari merupakan suatu yang penting yang mungkin kurang disadari oleh para perencana latihan. Misalnya pada sore hari (14.00-16.00) sebaiknya diselenggarakan pertemuan-pertemuan yang menyenangkan dan menarik yang memerlukan keterlibatan aktif para peserta.

Fasilitas pengajaran mungkin merupakan faktor pembatas di berbagai lembaga, atau latihan-latihan yang diselenggarakan diluar lembaga yang digunakan untuk diskusi kelompok atau ruangan yang digunakan untuk atau ruang sindikat atau tersedianya alat Bantu audio visual, harus dipertimbangkan sebelumnya sehingga dapat diadakan perubahan-perubahan pada metode yang akan digunakan.

c. Prinsip-prinsip pembelajaranFaktor lain yang juga perlu diperhatikan dalam pemilihan metode pembelajaran adalah prinsip-prinsip pembelajaran. Beberapa prinsip tersebut antara lain sebagai berikut:1) Tingkat motivasi

Motivasi peserta akan meningkat apabila materi yang disajikan menarik, lebih menekankan pada penerapan dan menunjukkan nilai guna yang bermanfaat dalam kehidupannya. Hal ini dapat dicapai antara lain dengan menggunakan metode pembelajaran yang tepat menarik perhatian peserta. Guna membangkitkan motivasi peserta perlu pula memperhatikan prinsip-prinsip Quantum Learning (Bobbi De Porter, Mark Reardon dan Sarah Singer-Nourie, Quantum Teaching, 2000) sebagai berikut: Segalanya berbicara dan bertujuan Pengalaman sebelum memberi nama Akui setiap usaha Jika layak dipelajari maka layak pula untuk dirayakan

73

Page 74: Modul Usila ABCDE - Kalsel

2) Keterlibatan aktif peserta Prinsip keterlibatan aktif mungkin merupakan landasan utama metode pengajaran partisipatif. Biasanya, lebih dalam keterlibatan, lebih tinggi motivasi, lebih besar daya retensi peserta dan lebih siap pula mereka untuk menerapkannya. Namun demikian metode yang dipilih belum tentu menjamin keterlibatan aktif peserta diklat.Hal lain yang dapat mempengaruhi antara lain: pada pengaturan persiapan studi kasus, gaya kepemimpinan dan faktor-faktor lainnya.

3) Pendekatan peroranganPembelajaran akan efektif apabila memperhatikan karakteristik peserta, oleh karena itu pendekatan perorangan perlu juga diperhatikan. Setiap peserta memiliki gaya belajar sendiri-sendiri. Gaya belajar adalah kombinasi bagaimana cara menyerap informasi, mengatur informasi dan mengolah informasi (Bobbi De Porter, Mark Reardon dan Sarah Singer-Nourie, Quantum Teaching, 2000).

4) Pengaturan urutan dan strukturPengaturan urutan pembelajaran perlu diperhatikan dalam pemilihan metode pembelajaran. Misalnya sebelum dilakukan studi kasus perlu terlebih dahulu dilakukan ceramah singkat.

5) Umpan balikUmpan balik sangat diperlukan dan harus dapat diperoleh dalam proses belajar, oleh karena itu dalam memberikan umpan balik harus mengacu pada syarat-syarat memberikan umpan balik yang efisien. Umpan balik tersebut meliputi: Umpan balik mengenai kemampuan dan tingkah laku seseorang

(sebagaimana yang diamati oleh peserta yang lain, oleh pelatihan dan oleh peserta sendiri).

Umpan balik mengenai apa yang sebenarnya sudah dipelajari, dan mengenai kemampuan peserta untuk menerapkanya secara efektif.

6) Pengalihan (transfer)Prinsip ini menuntut bahwa pendidikan dan latihan membantu seseorang untuk mengalihkan (mentransfer) apa yang telah dipelajarinya kedalam situasi yang sebenarnya. Beberapa metode pengajaran, seperti ceramah, studi kesusastraan atau diskusi tidak banyak memperhatikan permasalahan pengalihan ini. Di pihak lain dalam banyak metode partisipatif unsur pengalihan ini kuat sekali. Karena alasan ini metode-metode simulasi dan proyek-proyek penerapan yang praktis dianggap oleh banyak pelatih sebagai metode yang paling efektif.

Pokok bahasan D. MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN

1. Pengertian dan Peranan Media dan Alat Bantu PembelajaranBanyak pengertian yang diberikan untuk media dan alat bantu ini, bahkan terkadang pengertian dari keduanyapun dicampur adukkan, padahal secara prinsip keduanya mempunyai perbedaan.

Alat bantu pembelajaran (instructional aids) berperan sebagai perlengkapan yang digunakan oleh pelatih dalam memperjelas materi yang disampaikan, oleh karena itu disebut juga alat bantu mengajar (teaching aids). Sedangkan media pembelajaran (instructional media) berperan sebagai sarana/wahana yang bermuatan pesan/ide/materi yang memungkinkan terjadinya interaksi antara karya pengembang pesan/ide/materi dengan pembelajar. Oleh karena itu untuk memahami perbedaan keduanya, maka ada baiknya bila terlebih dahulu diuraikan pengertian keduanya.

74

Page 75: Modul Usila ABCDE - Kalsel

a. Pengertian dan peranan media pembelajaran

Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata “medium” yang secara harfiah berarti “perantara” atau “penghantar”, sehingga kata media juga sering diartikan sebagai “wahana”. Atas dasar pengertian ini maka media pembelajaran dapat diartikan sebagai wahana/perantara/penghantar proses pembelajaran. Pada proses pembelajaran yang bernuansa “learning” terjadi interaksi pembelajaran antara pelatih/fasilitator dan peserta, sehingga media pembelajaran mempunyai peranan yang berbeda disaat yang bersamaan. Media yang dirancang/dipilih oleh pelatih/fasilitator berguna untuk mengemas dan menyalurkan pesan/ide agar dapat dengan mudah diterima oleh peserta secara efektif dan efisien. Sedangkan pada saat yang bersamaan bagi peserta, media berperan sebagai wahana untuk memahami/ mengeksplorasi pengetahuan, sikap atau keterampilan agar dapat menangkap isi/ide/pesan yang sedang dibahas. Dengan kata lain begitu peserta menyaksikan/mendapati media yang disajikan, maka dalam diri peserta akan terjadi internalisasi proses pembelajaran.

Berbagai macam media pembelajaran dapat digunakan, pemilihan dan penggunaannya sangat tergantung pada karakteristik isi pesan/ide dan domain yang akan disentuh seperti yang tercantum pada tujuan pembelajaran. Media dengan isi pesan/ide yang didisain untuk menggambarkan tahapan pemecahan masalah agar dapat menyentuh domain kognitif berbeda dengan media yang berisi pesan/ide untuk menggambarkan tahapan/urutan keterampilan/gerakan tertentu yang menyentuh domain psikomotor. Oleh karena itu peranan media sangat besar dalam mencapai tujuan pembelajaran, karena media yang baik dan sesuai dengan kaidah- kaidah pemilihan dan penggunaanya dapat memberikan efek pembelajaran yang optimal dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.

b. Pengertian dan peranan alat bantu pembelajaranAlat bantu pembelajaran adalah seperangkat benda/peralatan yang digunakan sebagai “pembantu” seorang pelatih/fasilitator dengan tujuan agar dapat mempermudah dan mempercepat proses penyampaian pesan/materi pembelajarannya kepada peserta. Pada alat bantu pembelajaran, pesan yang disampaikan tidak sepenuhnya termuat di dalamnya, dia hanya berperan sebagai alat bantu yang menyalurkan media yang berisi pesan, oleh karena itu alat bantu tidak mampu menimbulkan efek interaktif tanpa ditunjang oleh pelatih/fasilitator. Dengan demikian untuk dapat berfungsi dengan baik dan menghasilkan efek pembelajaran yang optimal alat bantu pembelajaran sangat tergantung pada kecakapan pelatih/fasilitator dalam mengoperasikannya. Fungsi pokok alat bantu pembelajaran adalah: Sebagai alat untuk merangsang indera yang dikehendaki oleh pelatih sesuai

dengan tingkatan domain yang ingin dicapai dalam tujuan pembelajaran. Mengurangi efek distorsi persepsi, pemahaman, dan komunikasi yang sedang

ditangkap oleh peserta. Menghasilkan daya lekat yang relatif lebih lama pada memori peserta. Meningkatkan minat/gairah peserta dalam mengikuti proses pembelajaran

terutama sesi dengan durasi waktu yang lama.

Ketepatan pemilihan dan penggunaan alat bantu pembelajaran ini akan menghasilkan proses pembelajaran yang efektif dan efisien karena disamping dapat merangsang indera penglihatan juga indera yang lainpun ikut dirangsangnya pula dan akan berefek kumulatif.

2. Pemilihan Media dan Alat Bantu Pembelajaran yang Efektif

Penggunaan media dan alat bantu pembelajaran memerlukan kriteria tertentu, karena jika kurang tepat justru akan menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Untuk itu sebelum memilih atau menggunakan media dan alat bantu tertentu perlu dipikirkan persyaratan pemilihannya sebagai berikut:a. Kriteria pemilihan media pembelajaran:

75

Page 76: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Sesuaikan media pembelajaran dengan TPU/ TPK yang hendak dicapai. Karakteristik kemampuan peserta. Sumber daya penunjang yang tersedia.

b. Kriteria pemilihan alat bantu pembelajaran: Sesuaikan alat bantu pembelajaran dengan TPU/TPK yang hendak dicapai. Sesuaikan alat bantu pembelajaran dengan metode yang digunakan. Menghasilkan efek pembelajaran yang lebih baik. Sesuaikan dengan kemampuan pelatih.

Secara umum kriteria dalam pemilihan media dan alat bantu pembelajaran harus memenuhi prinsip efektif dan efisien karena jika “berlebihan” atau “kekurangan” akan dapat meninmbulkan efek yang tidak diinginkan.

3. Jenis - Jenis Media dan Alat Bantu Pembelajaran beserta KarateristiknyaBerbagai macam kategori pengelompokan jenis media dan alat bantu pembelajaran, namun secara umum dapat di gambarkan sebagai berikut:

a. Jenis-jenis media pembelajaran dan karaktristiknyaMenurut bentuk penyampaian pesan melalui tulisan, gambar, suara (audio), visual berbagai jenis media dapat dibedakan sebagai berikut:1) Media cetak

Media yang ditulis dan diproduksi sebagai bahan bacaan. Contoh: buku teks, majalah, buklet, modul, handout, dsb.

2) Media grafisMedia yang mengkombinasikan ide, informasi, dan pesan ataupun data dalam pernyataan naratif dan gambar. Contoh: sketsa, grafik, bagan, diagram, kartun, foto dsb.

3) Media berbantuan komputerMedia yang dibuat dengan mempergunakan komputer atau dioperasikan dengan komputer.

4) Media audioMedia audio berkaitan dengan alat pendengaran seperti misalnya: program siaran radio, rekaman kaset dan sebagainya.

5) Media visualMedia yang menampilkan pesan rekaman dalam gambar baik yang bergerak maupun tidak, baik yang bersuara ataupun tidak.

6) Media audiovisualMedia yang dapat menampilkan gambar dan suara pada waktu bersamaan, seperti: Tayangan film, tayangan tv, tayangan video dan lain sebagainya.

b. Jenis - jenis alat bantu pembelajaran beserta karateristiknya

Secara umum alat bantu pembelajaran yang sering digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) kategori sebagai berikut:

1) Alat bantu pembelajaran non projectedAlat bantu ini dalam penggunaannya tidak memerlukan alat lain, tidak perlu diproyeksikan ke layar proyeksi. Termasuk dalam jenis ini antara lain:a) Buku pelajaran, text book, hand out, work sheet. Karakteristik dan

penggunaannya: Penggunaan alat bantu ini dimaksudkan agar peserta dapat mendalami

topik bahasan secara secara mandiri (menurut persepsinya sendiri) sebelum pembahasan oleh pelatih dimulai di kelas. Untuk itu bahan ini sebaiknya dibagikan dahulu sebelum kegiatan pembelajaran dimulai (tugas baca).

Proses pembelajaran akan lebih efektif dan efisien jika menggunakan metode diskusi terpimpin yang dipandu oleh pelatih.

Pelatih dengan tegas mempertajam pada hal-hal yang paling banyak mendapat perdebatan diantara peserta dengan merujuk pada teori dan pengalaman yang pernah ada selama ini.

b) Whiteboard/papan tulis, karakteristik dan cara penggunaannya:

76

Page 77: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Point-point bahan ajar dipersiapkan dahulu pada potongan- potongan kertas kecil sebagai panduan pelatih agar alur penyampaiannya beraturan.

Sewaktu menulis di papan dengan posisi membelakangi peserta sedapat mungkin pelatih jangan sambil berbicara karena dapat menghasilkan distorsi pendengaran peserta.

Mengatur tulisan di papan sedemikian rupa sehingga dapat memperjelas alur materi pembelajaran dan tulisan yang sudah tak terpakai hendaknya segera dihapus karena dapat menggangu pemahaman peserta.

Besar tulisan disesuaikan dengan jarak peserta yang terjauh tempat duduknya.

c) Flipchart, karakteristik dan cara penggunaannya: Bahan ajar ditulis di flipchart dahulu dan disusun sesuai dengan urutan

penyajian serta diberikan nomor halaman pada setiap lembarnya. Jika perlu lembaran yang sudah disajikan dapat dilepaskan dari

standarnya dan ditempelkan di dinding untuk memperjelas urutan penyajian.

Hindarkan kesan padat tulisan dan besar tulisan disesuaikan dengan jarak peserta yang terjauh tempat duduknya.

d) Model, karakteristik dan cara penggunaannya: Berupa benda asli atau benda tiruan yang digunakan sebagai alat bantu

pembelajaran. Jika benda, tiruan warna dan bentuknya harus sesuai dengan benda

aslinya dengan ukuran sama atau diperkecil/diperbesar dengan skala yang proporsional.

Penempatan model hendaknya dapat dilihat oleh seluruh peserta dengan jelas, jika ukuran benda tersebut relatif kecil hendaknya lebih dari satu, sehingga peserta tidak mengalami kesulitan dalam menangkap pesan yang disampaikan.

Peragaan harus dilakukan dengan langkah yang runtut dan dengan durasi waktu yang cukup.

Beri kesempatan kepada seluruh peserta untuk mengamati, merasakan, meraba dan mencoba mengoperasikannya.

2) Alat bantu pembelajaran projectedAlat bantu ini dalam penggunaannya memerlukan listrik sebagai power suply, karena perlu diproyeksikan ke layar proyeksi.

Termasuk dalam jenis ini antara lain:a) Over head projector, karakteristik dan cara penggunaannya:

Bahan ajar (pointers) ditulis di atas transparan yang tidak terlalu penuh dengan besar tulisan disesuaikan dengan jarak peserta yang terjauh tempat duduknya.

Jika terdapat kalimat/kata-kata yang dianggap perlu mendapat perhatian warna atau model huruf (jenis fontasi) dapat dibedakan dengan yang lainnya.

Alat bantu ini juga dapat digunakan untuk menyajikan urutan proses/tahapan kejadian dengan cara menumpuk beberapa transparan di atasnya secara berurutan.

Posisi berdiri pelatih diusahakan sedemikian rupa sehingga tidak menghalangi layar proyektor.

Penjelasan terhadap bahan ajar yang tertulis dapat dilakukan dengan dua cara: jika posisi pelatih berdiri disamping OHP, maka dapat langsung menunjuk tulisan di transparan dengan menggunakan alat tunjuk (jangan dengan jari) sedangkan jika pelatih berdiri jauh dari OHP dapat menggunakan “spot light” (jangan menunjuk di layar proyektor).

b) Epidioscope, karakteristik dan cara penggunaannya: Alat bantu ini dapat digunakan memproyeksikan bahan ajar yang tertulis

di atas kertas dalam bentuk dan warna aslinya. Biasanya digunakan untuk menyajikan dokumen/bahan ajar yang tidak

mungkin atau tidak sempat dipindahkan pada transparan.

77

Page 78: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Alat bantu ini menggunakan lampu proyeksi dengan daya watt yang tinggi sehingga jika terlalu lama dinyalakan akan dapat merusak kertas bahan ajar yang diproyeksikan (terbakar).

c) Slide projector, karakteristik dan cara penggunaannya: Bahan ajar difoto dan dicetak pada film positif (slide) dengan bantuan

proyektor yang ditampilkan melalui layar proyektor. Alat ini biasanya digunakan untuk menampilkan bahan ajar yang bersifat

“dokumentatif” Untuk menghasilkan gambar tayangan yang baik/jelas alat ini

membutuhkan ruangan yang relatif gelap.

3) Alat bantu pembelajaran audio visuala) Video tape/VCD, karakteristik dan cara penggunaannya:

Alat ini biasanya digunakan untuk menampilkan bahan ajar sebuah proses kejadian yang bersifat “life”.

Bahan ajar direkam pada kaset/CD dengan menggunakan skenario tertentu sehingga alur proses terlihat jelas dan runtut.

Jika direkam pada kaset video jenis VHS dan dengan menggunakan fasilitas “shutle jog” penyajian gambar bagian yang dianggap penting dapat diulang–ulang, dipercepat atau diperlambat (slow motion) secara detail dan “time motion” untuk mengamati perubahan wujud suatu benda.

Layar monitor yang digunakan dapat dihubungkan dengan desktop proyektor atau televisi. Jika menggunakan televisi hendaknya dengan ukuran kaca yang lebar (minimal 29 inci) dengan jumlah yang cukup (satu televisi untuk 6 -10 orang peserta).

Alat ini juga dapat menghasilkan suara (audio) sehingga dapat merangsang indera penglihatan sekaligus indera pendengaran.

b) Desktop projector, karakteristik dan cara penggunaannya: Fungsi utama dari alat ini adalah memperbesar tampilan layar monitor

dari video tape, VCD, epidioscope atau komputer. Jika alat ini dihubungkan dengan komputer yang mempunyai fasilitas

software “multi media” akan menggantikan beberapa alat bantu pemebelajaran tersebut di atas seperti: OHP, slide projector, epidioscope dan video tape/ VCD.

Pokok bahasan E. IKLIM PEMBELAJARAN YANG KONDUSIF

1. Pengelolaan Kelas Secara Efektifa. Pengertian pengelolaan kelas

Pengelolaan kelas merupakan suatu seni proses mengorganisasikan segala sumber daya kelas yang diarahkan agar dapat tercipta suatu kondisi yang menunjang terjadinya proses pembelajaran yang efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pembelajaran. (Sudarwan Danim, 2002)

Konsep pengelolaan kelas modern mengisyaratkan bahwa semua sumber daya yang terdapat di kelas selalu dalam keadaan yang dapat menimbulkan perhatian, motivasi, dan suasana yang menyenangkan para pembelajar. Hal ini seiring dengan konsep Quantum Learning (Bobbi DePorter & Mike Hernacki, 1992) yang menyatakan bahwa semua sumber daya di kelas dapat “berbicara” sehingga menimbulkan rasa, memotivasi karena dapat menstimulir pembelajar.

Untuk itu seluruh sumber daya kelas yang terlibat dalam proses pembelajaran diupayakan agar senantiasa menimbulkan perasaan nyaman dan menyenangkan pembelajar. Keberadaan peserta yang hadir dan diterima seutuhnya dalam proses pembelajaran akan melibatkan seluruh unsur individu yang terdiri dari intelektualitas, kondisi fisik, maupun mentalnya yang sangat mudah terpengaruh oleh hal-hal yang berada disekitarnya.

b. Manfaat pengelolaan kelas

78

Page 79: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Keterampilan mengelola kelas merupakan suatu seni yang harus dikuasai pelatih/fasilitator karena hal ini merupakan bagian dari tugasnya dalam mencipatakan iklim pembelajaran yang kondusif. Untuk itu, diperlukan kreatifitas dalam menciptakan proses pembelajaran yang nyaman, aman juga menyenangkan.

Kegagalan mengelola kelas dengan baik biasanya akan memunculkan indikator yang segera tampak yakni ritme proses pembelajaran melemah karena keterlibatan peserta berada pada titik terendah. Masalah ini dapat terjadi karena berbagai sebab, antara lain oleh manusia (peserta, pelatih/ fasilitator atau panitia), sarana (misalnya media pembelajaran dan fasilitas fisik lainnya) dan organisasi (misalnya: perubahan jadwal, pergantian fasilitator, dsb.).

Uraian berikut ini dikhususkan pada masalah pengelolaan kelas yang ditimbulkan oleh manusia khususnya para peserta, karena dalam proses pelatihan yang bernuansa “learner centered” faktor peserta menjadi unsur utama dalam mencapai keberhasilan suatu pelatihan.

Masalah pengelolaan kelas yang disebabkan oleh peserta dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu masalah individual dan masalah kelompok.

R. Dreikurs dan P. Cassel mengemukakan kegagalan mengelola kelas akan memunculkan masalah kelas secara individual yang dapat dikelompokkan sebagai berikut: Memancing perhatian, misalnya dengan melucu, bercanda atau membuat

keributan disaat proses pembelajaran sedang berlangsung. Konfrontasi atau mencari kuasa, dengan manifestasinya melawan, membantah,

menentang dan bertindak emosional pada hal-hal yang sepele. Menyakiti/mengejek orang lain yang lebih rendah, lemah, atau kurang

pengetahuan/pengalamannya ketika ia berbuat kekeliruan. Memboikot, beraksi seperti menyerah atau tak berdaya, pasip, apatis, acuh tak

acuh, atau bahkan menolak sama sekali untuk melakukan apapun.

Sedangkan masalah kelompok dalam pengelolaan kelas menurut L.V. Johnson dan M.A. Bany mengklasifikasikannya sebagai berikut: Kelas kurang kompak, timbul klik-klik dalam kelas yang bernuansa negatif. Kelas sukar diatur, melakukan berbagai cara yang menunjukkan

pemberontakan. Kelas bereaksi negatif ketika salah seorang anggotanya/ kelompok lain berlaku

disiplin dan serius dalam mengikuti proses pembelajaran. Kelas mendukung anggota kelas yang melanggar norma kelompok. Kelas mudah sekali dialihkan perhatiannya. Semangat kerja rendah, lamban dan bermalas-malasan. Kelas sulit menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan yang dilakukan

oleh pengendali pelatihan, misalnya perubahan jadwal, pergantian fasilitator, dsb.

Untuk mencegah terjadinya masalah-masalah di atas, maka perlu dilakukan pengelolaan kelas seperti berikut ini:1) Menciptakan iklim kelas yang baik yakni tindakan positif untuk preventif.

Pelatih/fasilitator dalam menyampaikan informasi- informasi dengan baik dan tegas, serta melibatkan peserta dalam setiap kegiatan pembelajaran di kelas sedini mungkin. Untuk itu dibutuhkan ketrampilan fasilitator seperti di bawah ini: Memberikan tanggapan yang memadai. Membagi perhatian terhadap seluruh peserta secara adil. Menarik perhatian kelompok/kelas agar terpusat pada pokok bahasan. Memberi petunjuk yang jelas dan tegas. Menghindari kesalahan sekecil apapun dalam mengatur kelancaran dan

kecepatan proses pembelajaran. Menanggapi secara serius terhadap keluhan peserta dan gangguan lain

yang berpengaruh pada proses belajar/kegiatan kelas dengan melakukan tindakan korektif.

79

Page 80: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Mengembalikan kondisi belajar yang baik dengan tindakan remedial, kuratif, bahkan represif bila terjadi gangguan yang berlangsung lama atau diketemukan hal-hal yang secara normatif dianggap menyimpang.

2) Memacu motivasi pesertaMotiv timbul karena adanya kebutuhan yang terdiri dari kebutuhan dasar, kebutuhan akan rasa aman, dan kebutuhan sosial. Ada beberapa cara memberikan motivasi kepada seseorang antara lain melalui pemberian imbalan, paksaan/perintah, perhitungan untung-rugi, atau penghargaan.

Dalam proses pembelajaran, motivasi peserta dapat ditumbuhkan melalui pemenuhan kebutuhan untuk dihormati dan dihargai, kebutuhan untuk diakui kelompok, sehingga merasa nyaman ketika ikut berpartisipasi. Demikian juga jika kebutuhan akan rasa aman telah terpenuhi, maka akan meningkatkan motivasi keterlibatan peserta dalam setiap proses pembelajaran. Rasa aman dapat diperoleh dengan cara memberikan perlindungan dari ancaman fisik, sosial maupun ancaman terhadap harga diri. Lakukan motivasi dengan cara yang wajar dan alamiah, tanpa menggunakan sumber daya yang berlebihan (no extra drive) kecuali jika keadaan mamaksa.

3) Memberi umpan balik positif kepada pesertaPelatih/fasilitator harus mempunyai kumpulan kata-kata positif pilihan. Peserta yang mendapat umpan balik positif akan menebarkan semangat positip kepada sesama peserta lain. Demikian juga sebaliknya jika ada peserta yang tersinggung karena umpan balik negatif biasanya akan menyebar dan menjadi masalah kelas yang sulit dinetralisir. Pemberian umpan balik positif hendaknya dilakukan secara wajar dan proporsional karena umpan balik positif yang berlebihan (diobral) justru menjadi negatif karena peserta akan menganggap hal yang lumrah bahkan terkadang menjadi kontra produktif. Pemberian umpan balik positif dapat juga dikemas dalam bentuk lainnya agar tidak membosankan kelas, diantaranya memberikan pujian yang tulus secara kreatif atau menceritakan pengalaman pribadi yang “traumatis/dramatis” yang berkaitan dengan hal yang diumpan-balikan tersebut.

Untuk melakukan kegiatan tersebut, fasilitator harus memiliki beberapa keterampilan dasar berikut: Komunikasi yang baik

Gunakan cara berkomunikasi yang jelas dan sederhana. Jangan terlalu banyak menggunakan istilah asing, sekedar untuk menunjukkan bahwa menguasai materi. Selain itu, fasilitator harus mampu mendorong peserta latih untuk mengungkapkan pendapat, pikiran dan perasaannya secara leluasa dengan menunjukkan sikap yang baik dalam berinteraksi yaitu bertanya, mengangguk, memuji dan mendengarkan dengan seksama.

Selalu bersikap positifProses belajar yang efektif dapat terjadi bila suasana belajar menyenangkan. Sikap positif, menghargai kegagalan dan keberhasilan dengan sama pentingnya. Selalu optimis serta percaya diri akan menciptakan suasana belajar yang baik. Oleh karena itu sikap murah senyum, sense of humor yang tinggi, selalu mendukung (suportif), sangat dituntut dari seorang fasilitator.

Sensitif dan fleksibel (luwes)Fasilitator yang efektif adalah yang mau menjadi pendengar yang baik dan tanggap terhadap keadaan peserta latihnya (tertarik, bosan, capai, mengantuk dan lain-lain). Menghadapi situasi proses belajar yang berubah-ubah, menuntut seorang fasilitator untuk bersikap luwes terhadap tuntutan-tuntutannya sendiri terhadap proses belajar yang terjadi.

SabarProses belajar dalam kelompok remaja (terutama jika memiliki latar belakang yang heterogen) memerlukan kesabaran untuk membantu peserta latih mencapai tujuan pembelajaran. Fasilitator yang baik yang baik akan dengan sabar mendengarkan setiap ungkapan peserta, tidak memotong pembicaraan atau menilai benar- salah.

Transformatif80

Page 81: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Fasilitator yang baik tidak menggurui apalagi mendominasi proses belajar. Fasilitator diharapkan mampu memotivasi peserta latih mengembangkan potensi yang dimiliki untuk menghasilkan perubahan ke arah yang lebih baik.

Tidak berhenti belajarSebelum pelatihan, seorang fasilitator harus membaca kembali untuk menguasai seluruh materi yang akan disampaikan. Bila perlu membaca referensi lain yang terkait dengan materi. Agar proses belajar menjadi menyenangkan, seorang fasilitator perlu menguasai teknik atau metode pembelajaran yang baru (permainan, simulasi dan bermain peran dan lain-lain).

81

Page 82: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Pendekatan yang perlu diperhatikan fasilitator pada saat berinteraksi dengan peserta: Belajar melalui pengalaman yang nyata, dengan berbagai cara seperti

curah pendapat, bermain peran dan diskusi kelompok. Melibatkan seluruh peserta secara aktif dalam seluruh proses pembelajaran

sejak awal sampai akhir. Terbuka, peserta latih difasilitasi untuk mengungkapkan berbagai pengetahuan

dan pengalaman yang sudah dimiliki. Bersikap netral, tidak bersikap menghakimi atau menyalahkan peserta. Setiap

pendapat, pikiran dan perasaan yang diungkapkan harus dihargai dan dihormati.

Reflektif, yaitu setiap peserta latih diberi kesempatan untuk menggali pengetahuan dan pengalaman pribadinya sehingga dapat merasa bahwa apa yang disampaikan merupakan bagian dari dirinya.

c. Pengelolaan kelas dari aspek pembelajar, sarana dan lingkunganPengelolaan kelas dapat dilihat dari berbagai aspek yang dilakukan oleh berbagai pihak yang terlibat dalam suatu pelatihan. Pada modul ini pokok bahasannya difokuskan pada pengelolaan kelas yang dilakukan oleh seorang pelatih/fasilitator dengan tujuan menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dengan cara pemberdayaan sumber daya kelas yang dilihat dari aspek pembelajar, sarana pembelajaran dan lingkungan pembelajaran.

1) Pengelolaan kelas dilihat dari aspek pesertaAspek terpenting yang perlu dikelola oleh pelatih/fasilitator dalam sebuah pelatihan adalah peserta, karena mereka terdiri dari individu-individu dewasa yang telah memiliki kematangan kepribadian dan sekumpulan kompetensi yang sudah biasa dikerjakan di tempat tugasnya. Namun ketika mereka menjadi peserta dari sebuah pelatihan sedikit-banyak mereka memerlukan adaptasi yang terkadang gagal dilakukannya, sehingga muncul berbagai manifestasi perilaku yang kurang menguntungkan baik bagi diri sendiri maupun kelas secara keseluruhan. Keadaan seperti ini jika tidak dikelola dengan baik akan menggangu proses pembelajaran secara keseluruhan.Peserta merupakan bahan asupan (raw in put) yang akan “diolah” agar menguasai kompetensi seperti yang diharapkan dalam tujuan pelatihan. Disamping sebagai bahan asupan yang akan diproses, pembelajar juga sebagai manusia dewasa mempunyai karakteristik tertentu yang harus dipertimbangkan oleh pihak yang akan “mengolahnya”.

2) Pengelolaan kelas dilihat dari aspek sarana pembelajaranSarana pembelajaran merupakan komponen (software dan hardware) yang dapat digunakan sebagai alat/instrumen utama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pengelolaan sarana pembelajaran yang dilakukan dengan baik akan berdampak pada terciptanya iklim pembelajaran yang kondusif, sebaliknya jika gagal mengelola sarana pembelajaran dengan baik maka yang terjadi adalah semacam “kekacauan” kelas karena peserta kecewa, waktu hilang percuma, atensi peserta menurun dan tentunya pencapaian tujuan pembelajaran tidak optimal. Sarana pembelajaran yang “dimainkan” secara baik akan menimbulkan atensi peserta dan menimbulkan afeksi/perasaan senang. Oleh karena itu disamping kualitas sarana pembelajaran yang memang harus tampil prima, juga kepiawaian pelatih/fasilitator dalam menggunakan/ mengoperasikannya.

3) Pengelolaan kelas dilihat dari aspek lingkungan pembelajaranLingkungan pembelajaran walaupun merupakan unsur penunjang tetapi peranannya dalam mempengaruhi iklim pembelajaran cukup dominan. Lingkungan pembelajaran meliputi berbagai aspek seperti tata letak tempat duduk, penataan cahaya, penataan suara, dan pengaturan suhu udara yang masing-masing dapat digambarkan sebagai berikut:

82

Page 83: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Tata letak tempat duduk.Pengaturan tempat duduk dalam kelas mempengaruhi efektivitas proses pembelajaran. Pengaturan lay out tempat duduk sangat dipengruhi oleh metode pembelajaran yang akan digunakan. Metode pembelajaran yang mengharuskan adanya interaksi antar peserta, lay out tempat duduk perlu diatur agar seluruh peserta dapat saling bertatap muka. Sedangkan metode pembelajaran yang mengharuskan adanya gerakan mobilitas peserta, lay out tempat duduk perlu diatur agar peserta dapat bergerak bebas.

Penataan cahaya.Pencahayaan yang kurang tepat akan dapat melelahkan mata peserta dan menyulitkan peserta untuk berkonsentrasi mengikuti proses pembelajaran. Hal yang perlu diperhatikan dalam menata pencahayaan adalah intensitas dan penyebaran cahaya, untuk itu ruang belajar yang ideal adalah ruangan yang dilengkapi dengan fasilitas yang dapat diatur intensitas penyebaran cahaya.

Penataan suara.Penataan suara yang tepat adalah tidak terlalu keras, tidak bergaung tetapi menyebar keseluruh ruangan secara merata. Untuk ini diperlukan sound system dengan loud speaker dengan ukuran kecil tetapi dalam jumlah banyak menyebar menghadap ke segala arah. Volume dan nada/tone suara diatur supaya tidak terlalu bass atau treble karena dapat menimbulkan distorsi konsonan pada penangkapan indera pendengaran.

Pengaturan suhu udara.Suhu udara yang ideal dalam ruang belajar sekitar 24 – 27 derajat celsius. Jika suhu udara di ruangan kelas kurang dari suhu ideal penggunaan AC perlu dipertimbangkan agar tercapai suhu ruangan yang ideal.

2. Perkembangan Kelompok

Pengelompokan orang dapat terjadi karena disengaja ataupun karena tanpa sengaja. Pengelompokan yang disengaja biasanya menggunakan kriteria tertentu yang sudah dirancang sebelumnya, tetapi pengelompokan yang tidak disengaja biasanya berkaitan dengan adanya kesamaan tujuan tertentu yang dirasakan oleh anggotanya.Dalam kegiatan pelatihan sering terjadi keduanya, kelompok formal biasanya dilakukan pengelompokannya oleh pelatih/fasilitator dengan menggunakan kriteria/variabel tertentu sesuai dengan kebutuhan pembelajaran, sedangkan kelompok non formal biasanya terjadi karena adanya kesamaan tertentu misalnya merasa satu suku, merasa pernah bersama-sama dalam satu pelatihan terdahulu, merasa ada kesamaan hobi dan kesamaan lainnyaSemua jenis kelompok hampir dipastikan mengalami tahapan perkembangan yang sama menuju kelompok yang dinamis, hal ini dikarenakan adanya sifat manusia yang selalu ingin berkembang melalui berbagai kesempatan. Dalam kaitan ini tugas pelatih/ fasilitator adalah memfasilitasi terbentuknya kelompok menjadi tim efektif yang berguna untuk turut berperan menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif.

a. Kelompok (tim) efektifPengelompokan individu (formal maupun non formal) akan menjadi efektif jika di dalam tim terjadi hal-hal sebagai berikut: Adanya kesamaan maksud/ tujuan dan harapan. Adanya kesadaran bahwa mereka adalah satu tim yang senasib- seperjuangan

dan mau saling bekerja sama. Adanya kesadaran bahwa setiap anggota mempunyai derajat yang sama, saling

terbuka dan saling mempercayainya. Adanya kesamaan nilai/ norma hasil kesepakatan bersama.

Banyak metode yang dapat digunakan oleh pelatih/fasilitator untuk memfasilitasi agar kelompok menjadi tim yang efektif, diantaranya melalui kegiatan Out Bound atau Building Learning Commitment diawal pembelajaran. Kelompok efektif yang telah terbentuk biasanya tidak statis, secara periodik muncul gejolak-gejolak yang berasal dari adanya beberapa anggota yang tidak puas dengan keadaan/situasi yang ada.

83

Page 84: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Hal seperti ini wajar adanya karena kelompok yang dinamis selalu menuntut adanya perubahan- perubahan menuju yang lebih baik. Hal inilah yang dinamakan sebagai perkembangan kelompok yang oleh para ahli diindetifikasi dalam satu siklus perkembangan terdapat empat tahapan.

b. Tahapan perkembangan kelompokKelompok yang dinamis selalu terjadi siklus perkembangan dengan empat tahapan sebagai berikut: Tahap Forming

Tahap ini setiap anggota kelompok berhubungan secara formal, masing- masing masih saling observasi, dan melempar ide/ pendapat ke forum kelompok. Ide/ pendapat terus bermunculan. Pada tahap ini peranan pelatih/ fasilitator memeberikan rangsangan agar pada tahapan ini seluruh anggota kelompok berperan serta dan memunculkan ide/ pendapat yang bervariasi.

Tahap StormingPada tahap ini mulai terjadi debat yang makin lama suasananya makin “memanas” karena ide/pendapat yang dilemparkan mendapat tanggapan yang saling mempertahankan ide/pendapatnya masing-masing. Peranan pelatih/fasilitator pada saat tahapan ini memberikan rangsangan pada individu yang kurang terlibat agar ikut aktif terlibat menanggapi atau mempertahankannya. Pada tahap ini pula pelatih/fasilitator hendaknya secara samar (tidak terbuka) mempertahankan keutuhan kelompok.Sesaat berikutnya biasanya mulai terjadi “koagulasi” dari beberapa ide/pendapat yang menyatu sehingga terbentuk beberapa sub kelompok dengan ide/pendapat yang bernuansa sama dan semakin lama ide/pendapat sudah mulai mengerucut. Peranan pelatih/fasilitator pada saat tahapan ini secara samar mempertajam “kerucut” ide/pendapat agar dapat diterima oleh semua anggota tanpa melakukan voting.

Tahap NormingTahap selanjutnya suasana tegang sudah mulai reda karena kelompok sudah setuju dengan klarifikasi yang dibuat dan adanya kesamaan persepsi. Masing-masing anggota kelompok kelompok mulai menyadari dan muncul rasa mau menerima ide/pendapat orang lain demi kepentingan kelompok. Tahapan inilah sebenarnya telah terbentuk “norma” baru yang disepakati kelompok. Peranan pelatih/fasilitator pada tahapan ini membulatkan ide/pendapat yang telah disepakati kelompok menjadi ide/pendapat kelompok.

Tahap Performing Pada tahapan ini kelompok menjadi kompak, diliputi suasana kerja sama yang harmonis sesuai dengan norma baru yang telah disepakati bersama untuk menyelesaikan tugas sebaik-baiknya. Peranan pelatih/fasilitator pada tahapan ini memacu kelompok agar masing-masing individu berperan serta dalam setiap proses kerja kelompok dengan tetap pada jalur norma yang telah disepakati bersama.

c. Building Learning commitmentBuilding learning commitment merupakan semacam “kontrak belajar” yang dilakukan diawal pembelajaran. Kegiatan ini berguna untuk mencari kesepakatan norma diantara seluruh pihak yang terlibat. Kesepakatan norma pembelajaran diperlukan untuk menunjang tercapainya iklim pembelajaran yang kondusif karena masing-masing pihak akan terikat oleh kesepakatan norma bersama.

Tahapan kegiatan building learning commitment dapat digambarkan sebagai berikut:1) Pemaparan identifikasi diri

Banyak metode yang dapat digunakan dalam kegiatan ini, salah satu diantaranya dilakukan dengan berdiri melingkar termasuk pelatih/fasilitator untuk memperkenalkan diri beserta identitas lainnya seperti nama, asal instansi, jabatan, rumah tinggal, status keluarga dan lainnya sesuai kesepakatan kelas. Setelah selesai, pelatih/fasilitator secara random dapat meminta beberapa anggota kelas untuk menyebutkan nama-nama anggota kelas yang baru saja diperkenalkan, hal ini berguna untuk mempercepat penghafalan identitas paling tidak hafal nama.

84

Page 85: Modul Usila ABCDE - Kalsel

2) Inventarisasi harapan peserta selama mengikuti pembelajaran baik dari segi substansi materi, proses pembelajaran, setelah selesai pelatihan dan hal-hal lain yang dianggap perlu.

3) Berdiskusi untuk menyepakati nilai-nilai apa saja yang perlu diterapkan selama pelatihan berlangsung agar menghasilkan dinamika pembelajaran yang optimal.

4) Menyepakati kontrol kolektif sebagai tindakan sanksi (kolektif) yang dijatuhkan kepada pihak-pihak yang tidak mematuhi kesepakatan nilai/ norma kelas.

3. Kondisi dan Situasi Belajar yang Berpusat pada peserta

Salah satu komponen penting dalam upaya penciptaan iklim pembelajaran yang kondusif adalah rancangan pembelajaran yang menempatkan pembelajar sebagai pusat perhatiannya (learner centered). Disain pembelajaran seperti ini menempatkan pembelajar pada posisi utama yang harus dilayani atau difasilitasi dan diarahkan untuk memenuhi harapan/ keinginan dan kebutuhan belajarnya, bukan untuk mengajarkan apa yang diketahui pelatih/fasilitator ataupun keahlian apa yang diberikan penyaji untuk memecahkan suatu masalah. Untuk dapat memenuhi disain pembelajaran seperti diatas seorang pelatih/fasilitator harus mampu menciptakan kondisi-kondisi tertentu dan situasi belajar yang berpusat pada peserta.

a. Kondisi belajar berpusat pada peserta Menurut teori conditioning, belajar adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya conditions (syarat-syarat) yang kemudian menimbulkan respon atau reaksi tertentu dari pembelajar (Ngalim Purwanto, 2002). Teori ini mengatakan tingkah laku manusia merupakan hasil dari conditioning tertentu yang direspon oleh individu sebagai manifestasi pembelajaran. Respon yang diberikan terhadap suatu stimulus baru dipengaruhi oleh pengalaman dan pengetahuan lama yang telah dimilikinya.

Dengan demikian ragam dan kualitas respon yang muncul sebenarnya sangat tergantung pada sekumpulan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya karena pengetahuan dan pengalaman yang lama berfungsi sebagai acuan dalam merespon setiap stimulus yang datang.Berdasarkan pada teori di atas, maka untuk menciptakan terjadinya proses belajar yang efektif di kelas harus didukung oleh sejumlah kondisi tertentu yang memungkingkan pembelajar selalu dapat merespon secara positif terhadap setiap stimulus yang diterimanya. Seluruh sumber daya pembelajaran harus dikondisikan agar dapat berfungsi sebagai perangsang timbulnya motivasi pembelajar untuk senantiasa dapat meresponnya dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan menuju kompetensi seperti yang diharapkan pada tujuan pembelajaran. Salah satu bentuk conditioning yang perlu dilakukan oleh seorang pelatih/ fasilitator adalah penyiapan bahan pembelajaran (learning material) yang disesuaikan dengan karakteristik peserta.

Bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan dan krakteristik peserta akan dapat memotivasi untuk memberikan respon dalam bentuk keterlibatan aktif pada proses pembelajaran. Menurut teori “asosiasi” perilaku peserta akan berubah mengikutinya jika bahan pembelajaran berhubungan erat dengan tugas dan kondisi mereka. Oleh karena itu bahan pembelajaran dan contoh yang ditampilkan diupayakan sebanyak mungkin identik atau menyerupai tugas kesehariannya. Jika kondisi seperti tersebut di atas dapat diwujudkan, niscaya iklim pembelajaran yang kondusif dengan mudah dapat tercapai.

b. Situasi berlajar yang berpusat pada pesertaUntuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif seorang pelatih/fasilitator harus mampu mengendalikan diri agar tidak terjebak pada situasi belajar searah, dalam arti peserta menjadi obyek pelatih/fasilitator yang sedang berorasi. Keadaan ini dapat dihindari jika dalam persiapan strategi dan pemilihan metode pembelajarannya dipilih ragam metode yang memungkinkan peserta terakselerasi berproses (accelerated learning) sedangkan peran pelatih/fasilitator mengambil posisi pasif.

85

Page 86: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Belajar terakselerasi dapat memberikan kebebasan belajar yang dapat membantu menuju pencarian makna untuk menemukan sendiri (self discovery) apa-apa yang sesuai dengan kebutuhannya. Colin Rose dan Malcom J. Nicholl (1997) merumuskan enam tahapan pembelajaran terakselerasi dalam kata “MASTER” sebagai berikut: Motivation, memberikan dorongan sikap belajar yang positif dengan membuat

suasana pembelajaran yang menyenangkan tanpa tekanan meskipun terdapat gaya belajarnya berbeda-beda.

Acquiring, memperoleh informasi yang terkait fakta yang relevan dengan kepentingan pembelajar serta jika diperlukan dapat memanipulasinya dengan cara mengkombinasikannya dengan fakta lainnya.

Searching, selalu mencari kebermaknaan agar dapat memahami setiap topik bahasan dan menjadikannya berarti dalam hidupnya (personal meaning).

Trigger, menyulut memori sehingga materi, pengetahuan dan pengalaman yang tersimpan dalam “long term memory” dapat digali kembali dan berasosiasi dengan yang baru diterima.

Exhibiting, memaparkan apa yang telah diketahui kepada forum kelas untuk berbagi pengalaman dengan sesama sejawat.

Reflecting, mereflkesikan kembali tentang apa-apa yang telah didapat pada proses pembelajaran terdahulu dan bagaiamana mempelajarinya

Dengan menggunakan “MASTER” pelatih/fasilitator dapat mengarahkan pembelajar agar dapat menggabungkan seluruh potensi yang dimilikinya untuk mencapai hasil yang optimal dalam suasana yang bebas tanpa merasa disuruh, apa lagi dipaksa.

4. Jurnal Pembelajaran

Pembuatan jurnal pembelajaran merupakan salah satu unsur penunjang dalam pencipataan iklim pembelajaran yang kondusif, karena melalui jurnal pembelajaran peserta secara individual dapat mengekspresikan/ merefleksikan perasaan dan tanggapannya terhadap materi, proses dan pengalaman belajar yang telah didapat hari demi hari. Demikian juga bagi pelatih/fasilitator jurnal pembelajaran berguna sebagai cermin umpan balik tentang respon pembelajar baik secara individual maupun rata-rata kelas terhadap materi, proses dan pengalaman belajar yang telah dialami pembelajar dari hari ke hari.

a. Pengertian Jurnal pembelajaran merupakan sebuah refleksi berupa ungkapan yang tulus dari setiap pembelajar terhadap materi, proses pembelajaran, dan pengalaman belajar yang muncul setelah sehari berproses. Isi jurnal dapat berupa hal-hal sebagai berikut: Apa saja materi yang telah dipelajari sepanjang hari. Bagaimana proses pembelajaran yang itu telah terjadi. Bagaimana perasaan yang muncul setelah mendapat pengalaman

pembelajaran pada kurun waktu sehari. Apa manfaat yang telah dirasakan oleh peserta terhadap pembahasan materi,

proses pembelajaran dan pengalaman belajar yang telah dialami.

b. Cara membuat jurnal pembelajaranPada setiap hari menjelang sesi akhir pelatih/fasilitator memberikan tugas malam kepada setiap peserta untuk melakukan refleksi diri dengan cara merenung dan menuliskannya pada selembar kertas tentang segala sesuatu yang telah dialaminya sekaitan dengan pembelajaran sepanjang hari ini. Jurnal ini akan disampaikan dan dibahas pada keesokan harinya sebelum pembelajaran dimulai, tetapi tidak untuk diperdebatkan karena sifatnya sangat individual. Perlu ditekankan bahwa jurnal bukan “resume” dari sebuah materi yang telah dipelajari, tetapi jurnal merupakan ungkapan diri/ refleksi setiap individu secara tulus terhadap pengalaman/ dampak pembelajaran materi (substansi) maupun proses yang terjadi.

86

Page 87: Modul Usila ABCDE - Kalsel

c. Manfaat jurnal pembelajaranJurnal bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran, paling tidak bagi peserta dan bagi pelatih/ fasilitator.1) Manfaat bagi peserta:

Peserta tanpa sadar telah melakukan review tentang substansi materi yang ia tangkap pada proses pembelajaran di setiap hari.

Berani mengungkapkan apa yang dilihat, dirasakan dan didapatkan secara tulus demi kemajuan bersama.

Ikut bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran sesi-sesi berikutnya. Dapat mengukur seberapa jauh dirinya telah mendapatkan manfaat dan

keterlibatan diri pada setiap pembahasan materi pembelajaran. Dengan membandingkan jurnal yang dibuatnya setiap hari dapat diketahui

tingkat perkembangan pembelajaran yang dialaminya.2) Manfaat bagi pelatih/fasilitator:

Mengukur seberapa jauh materi bahasan telah dapat diserap dengan benar oleh pembelajar secara rata-rata kelas.

Mengetahui efektivitas metode, media, alat bantu, dan sumber daya pembelajaran lainnya yang telah dipergunakan.

Mengetahui tingkat atensi pembelajar terhadap setiap materi yang dipelajari. Mengetahui kualitas interaksi sesama pembelajaran dan pembelajar dengan

pelatih/fasilitator.

Pokok bahasan F. EVALUASI PEMBELAJARAN1. Pengertian, Tujuan, Prinsip Evaluasi Hasil Pembelajaran

a. Pengertian evaluasi hasil pembelajaranSuatu proses pengambilan keputusan untuk memeberikan nilai (scoring) dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar dengan maneggunakan instrumen tes ataupun non tes.

b. Tujuan evaluasi hasil pembelajaran Mengetahui tingkat keberhasilan pencapaian TPU dan TPK. Umpan balik perbaikan proses pembelajaran. Pedoman penentuan passing grade dan posisi peringkat. Dasar untuk menyusun laporan kemajuan pembelajaran.

c. Prinsip evaluasi hasil pembelajaran Harus jelas kemampuan mana yang dinilai. Penilaian merupakan bagian integral dari seluruh rangkaian proses

pembelajaran dalam sebuah diklat. Mengukur seluruh domain kognitif, afektif, dan psikomotor, sesuai dengan hasil

analisis TPK. Alat yang digunakan harus sesuai: mengukur apa yang harus diukur. Penilaian harus diikuti dengan tindak lanjut.

2. Jenis, Tujuan, dan Proses Evaluasi Hasil Pembelajarana. Pre dan post test

Tujuan test: Mengetahui hasil pembelajaran secara rata – rata kelas dan hasilnya dapat dianggap sebagai hasil penyelenggaraan pelatihan.

Proses:- Menghitung prosentase rata-rata kenaikan nilai yang didapat melalui tes

sebelum dan sesudah pembelajaran, bila perlu lakukan uji t–test, dengan anggapan selisih kenaikan nilai yang didapat adalah sebagai hasil pembelajaran pada diklat yang diselenggarakan.

- Perakitan soal disusun secara komprehensif yang mewakili materi yang telah dipelajari (dangkal tapi luas).

b. Formative test Tujuan test:

Mengetahui tingkat perkembanganan dan daya serap yang dapat dilihat melalui butir-butir soal yang dapat dijawab dengan benar.

87

Page 88: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Proses: - Dilakukan di tengah-tengah pada pelatihan yang > 3 minggu.- Perakitan soal memenuhi seluruh TPK pada materi inti yang dengan tingkat

kesulitan bervariasi (30% mudah, 50% sedang, 20% sulit). - Memeriksa nilai rata-rata, tertinggi, terendah, modus dan lakukan “difficulty

index” untuk mengetahui tingkat kesulitan soal. - Jika hasil tes negatif, perlu meninjau ulang beberapa aspek yang dianggap

dapat mempengaruhi proses pembelajaran, antara lain: metode, alat bantu, fasilitator, lingkungan pembelajaran dll.

- Lakukan “remedial” khususnya pada materi/TPK terlemah.

c. Sumative Test Tujuan test, untuk pelatihan yang mendapatkan STTPL

Menentukan kelulusan bagi setiap individu peserta pelatihan yang ber-STTPL (Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan).

Proses:- Dilakukan pada akhir sebuah pelatihan.- Perakitan soal memenuhi seluruh TPK/U pada materi dasar (15%), inti

(70%) dan penunjang (15%) yang disusun dengan tingkat kesulitan bervariasi (20% mudah, 50% sedang, dan 30% sulit/ analisis).

- Penentuan Batas Kelulusan menggunakan PAP/CRT (Criterion Referenced Test): menetapkan nilai batas kelulusan.

- Butir-butir soal harus mempunyai daya saring/daya pembeda: jika lulus melewati saringan ujian ini berarti yang bersangkutan memang memenuhi kwalifikasi seperti yang diharapkan oleh tujuan pelatihan dan berhak mendapat STTPL.

d. Test akhir Tujuan test, untuk pelatihan yang mendapatkan Sertifikat

Menentukan posisi peringkat setiap individu pada agregat sebaran nilai hasil ujian (biasanya untuk pelatihan yang bersertifikat).

Proses: - Dilakukan pada akhir sebuah pelatihan.- Perakitan soal memenuhi seluruh TPK/U pada materi dasar (15%), inti

(70%) dan penunjang (15%) yang disusun dengan tingkat kesulitan bervariasi (20% mudah, 50% sedang, dan 30% sulit/ analisis).

- Penentuan Batas Posisi Peringkat menggunakan PAN/NRT (Norm Referenced Test) dengan cara mencari nilai Mean, Median, Modus, dan Standar Deviasi.

- Butir-butir soal harus dapat menggambarkan: perbedaan antara pembelajar yang telah menguasai materi dan yang belum menguasai materi yang tergambar dalam sebuah skala gradasi.

88

Page 89: Modul Usila ABCDE - Kalsel

3. Bentuk, Kaidah, Instrumen, dan Pengukuran Evaluasi Hasil Pembelajarana. Prosedur penyusunan instrumen penilaian pembelajaran

Syarat penilaian: Validitas Menilai apa yang seharusnya dinilai. Reliabilitas Kapanpun, dimanapun dan oleh siapapun penilaian itu

digunakan akan mendapatkan hasil yang relatif sama.

b. Pengukuran evaluasi hasil pembelajaran 1) Pengukuran Domain Kognitif

Metode dan alat ukur Domain Kognitif Mengukur “apa yang diketahui”, bukan apa yang dirasakan/ ikerjakan Jenjang domain kognitif terdiri dari: 1. Pengetahuan, 2. Pemahaman, 3.

Penerapan, 4. Analisa, 5.Sintesis, 6. Penilaian Metode pengukuran: tes lisan dan tertulis. Alat ukur: soal, kuesioner, cheklist, angket dan lembar panduan.

89

FORMULASI

BUTIR SOAL

MENYUSUN

KISI – KISI

ANALISIS

TUJUAN [ TPK ]

MENETAPKAN

TUJUAN TEST

ANILISIS

KURIKULUM

TPU

PB/ SPB

TPK

BUTIR SOAL

YA

TENTUKAN INDIKATOR

ANALISIS TPK PADA DOMAIN KOGNITIF

TIDAK

TENTUKAN JENJANG

TAKSONOMI DLM DOMAIN

KOGNITIF TERGAMBAR TINGKAH LAKU

YG LANGSUNG DPT DIUKUR ?

Page 90: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Bentuk instrumen pengukuran Domain Kognitif

Teknik penulisan soal pengukuran domain kognitif Perakitan soal harus mengacu pada kisi-kisi soal yang telah disusun

sebelumnya. Soal harus valid, mengukur TPK yang telah dibelajarkan. Soal ditulis dengan bahasa yang lugas, tegas dan sederhana (tidak

menimbulkan pengertian ganda/salah tafsir). Soal jenis uraian/esai harus dilengkapi dengan “key word”. Jika mungkin hindari pernyataan soal yang antagonis, jika terpaksa tulis

dalam huruf besar. Berikan petunjuk cara mengerjakan. Hindari kesalahan ketik, kalau memang ada cepat adakan ralat.

2) Pengukuran Domain Afektif

90

Non Obyektif

Obyektif Biasa Dengan

Alasan

Dengan Pembetulan

Dengan Alasan & Pembetulan

Ya - TidakJawaban satu paling benar

Jawaban lebih dari satu benar

Jawaban pengecualian

Jawaban berhubungan dengan sebab - akibatMenjodohkan

Sempurna

Betul - Salah

Pilihan

Alternat.

Pilihan Jamak

MenjodohkanMenjodohkan Tak

Sempurna

PB/ SPB

TPK

BUTIR SOAL

TENTUKAN TINGKAH LAKU MENUNJUKKAN

DOMAIN AFFEKTIF

TER-UKUR

TENTUKAN INDIKATOR

Analisis TPK pada Domain

Affektif

TIDAK TERUKUR

TPU

Tes

Uraian

Pilihan

TENTUKAN JENJANG

TAKSONOMI DLM DOMAIN

AFFEKTIF

Page 91: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Kisi – kisi penyusunan butir soal domain affektif

Nama Diklat :Mata Diklat :Beban Pelatihan :Jumlah Soal :Waktu penyelasaian :

TPU PB/SPB TPK TL Affektif Indikator Butir Kegiatan

Metode dan alat ukur domain affektif Mengukur “apa yang dirasakan “, bukan apa yang diketahui. Jenjang Domain Afektif (Taksonomi Bloom) adalah mulai dari Receiving,

Responding, Valuing, Organization s/d Character. Metoda pengukuran: observasi langsung/partisipatif, wawancara, angket. Alat ukur: Chek List, Lembar isian, Lembar panduan, Studi kasus.Contoh bentuk instrumen pengukuran domain affektif

No. Pernyataan SS S TS STS TT1.

2.

Pekerjaan anda sangat berhubungan erat dengan pembentukan Kualitas SDM Indonesia

Sebenarnya Anda lebih betah bekerja di dalam gedung Puskesmas untuk pekerjaan Anda tidak

memerlukan prinsip kehati-hatian secara ketat

Pekerjaan Anda tidak mempunyai resiko gagal

Dst.

SS : Sangat Setuju TS : Tidak setujuS : Setuju TT : Tidak tahuSTS : Sangat Tidak Setuju

91

Page 92: Modul Usila ABCDE - Kalsel

3) Pengukuran Domain Psikomotor

Jenjang domain psikomotor:1. Gerakan-Gerakan Refleks2. Gerakan Fundamental Dasar3. Kemampuan Perseptual/ Mengamati4. Kemampuan Fisik/ Jasmani5. Gerakan - Gerakan Terampil6. Komunikasi Non Diskursif/ Atau Tingkat Meniru Sampai Dengan Tingkat

Naturalisasi

Kisi – kisi penyusunan butir soal domain psikomotor

Nama Diklat :Mata Diklat :Beban Pelatihan :Jumlah Soal :Waktu penyelasaian :

TPU PB/SPB TPK TL spesifik/ indikator

Kriteria Butir Kegiatan

92

TPU

BUTIR SOAL

TERGAMBAR TINGKAH

LAKU YANG SPESIFIK

TENTUKAN JENJANG

TAKSONOMI DLM DOMAIN PSIKOMOTOR

TER-UKUR

TENTUKAN INDIKATOR

Analisis TPK pada Domain

Psikomotor

TIDAK TERUKUR

KRITE

RIA

PB/ SPB

TPK

Page 93: Modul Usila ABCDE - Kalsel

Contoh bentuk instrumen pengukuran domain psikomotor

No. Urutan Kegiatan Kriteria Hasil

1. Menyiapkan Alat• Alat : Spuit Immunisasi BCG, vaksin BCG

dalam cold chain, kapas alkoholB S

2. Mencuci Tangan

• TL : Bekerja dengan prinsip bersih & hati - hati

• Alat : Air bersih mengalir, sabun, lap bersih • Waktu maks : 1 menit TL : Mencuci tangan

sampai pangkal perge langan, memamakai sabun dan di lap dengan lap bersih dan kering

B S

3. Dst

VIII. REFERENSI

Departemen Kesehatan, Pusdiklat SDM Kesehatan, 2010, Modul Pelatihan Tenaga Pelatih Program Kesehatan (TPPK), Jakarta.

93