BAB I
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama : By. K
Umur : 1 bulan 13 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Alamat : ASDIM 0723, Jl. Merapi, Klaten, JawaTengah
Tanggal Masuk : 13 Januari 2012
B. Anamnesa
(Dilakukan secara alloanamnesa pada hari Kamis, 26 Januari 2012, Pukul 15.00 WIB)
Keluhan utama : Perut kembung dan membesar
Keluhan tambahan : Muntah setelah menyusui
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSPAD Gatot Soebroto dengan keluhan utama perut kembung dan
membesar. Menurut ibu pasien, perut pasien mulai kembung dan membesar sejak lahir, lalu
semakin lama perutnya semakin membesar. Pasien juga sering muntah setelah menyusui.
Muntah pasien berwarna putih dan terkadang putih kekuningan. Keluhan dehidrasi akibat
sering muntah disangkal. Pasien tidak mengalami kesulitan buang air besar dan buang air
kecil. Selama ini pasien buang air besar melaui dubur. Pasien mendapatkan ASI yang cukup
dan tidak mengalami kesulitan ketika menyusui. Keluahan demam disangkal.
Riwayat persalinan pasien lahir pada tanggal 14 Desember 2011, P2A0, lahir normal,
dengan berat badan lahir 2,75 kg dan panjang badan lahir 46 cm, mekonium keluar kurang
dari 24 jam, dan persalinan ditolong oleh dokter. Pada saat kelahiran didahului dengan
pecah ketuban pada pukul 05.30 pagi dan lahir pada pukul 21.00 malam, dengan riwayat
infeksi air ketuban. Pasien diberikan suntikan antibiotik dan dirawat selama empat hari.
Pasien mendapatkan antenatal care yang lengkap.
1
Riwayat Penyakit Dahulu
-
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama.
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda-tanda vital :
o Frekuensi nadi : 120 x/menit
o Frekuensi napas : 32 x/menit
o Suhu : 370 Celcius
Status Generalis
Kepala :
o Bentuk : Normochepal
o Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, pupil isokor.
o Telinga : Sekret (-)
o Hidung : Sekret (-)
o Mulut : Bibir lembab kemerahan, mukosa mulut lembab.
Leher : Tidak teraba pembesaran KGB
Thoraks
o Jantung : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
o Paru :Suara nafas vesikuler di kedua lapang paru, wheezing -/-,
rhonki -/-
2
Abdomen : Dijelaskan di status lokalis.
Eksteremitas :
o akral hangat
o udema (-)
Status Lokalis
Pada region abdomen ditemukan:
Inspeksi : Cembung, distensi (+), darm contour (-), darm Stivung (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal, metalic sound (-)
Perkusi : Timpani diseluruh lapang abdomen
Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), defans muskuler (-)
Digital rectal examination :
Pada saat pemeriksaan tidak dapat dilakukan RT karena pada hari seninnya akan
dilakukan barium enema ulang. Hal ini disebabkan belum ditemukannya kelainan yang jelas
pada pemeriksaan barium enema yang pertama.
D. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 13 Januari 2012 :
Hematologi
Darah rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Eritosit
Leukosit
Trombosit
MCV
Nilai
Rujukan
13,8 12 - 16 g/dl
44 37 - 47 %
4,3 4.3 - 6.0 juta/uL
9900 4800 - 10800 /uL
362000 150000 – 400000 /uL
102* 80 – 96 fl
3
MCH
MCHC
32 27 – 32 pg
32 32 – 36 g/dL
Hematologi
IT-Ratio
Imunoserologi
CRP Semi Kuantitatif
Kimia
Albumin
Uream
Kreatinin
Natrium
Kalium
Klorida
Glukosa sewaktu
0,03
< 6,0
3,4*
13*
0,4*
137
4,0
107
89
0
<6,0
3,5-5,0 g/dl
20-50 mg/dl
0,5-1,5 m/dl
135-145 mEq/l
3,5-5,3 mEq/l
97-107 mEq/l
< 140 mg/dl
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 26 Januari 2012 :
Hematologi
Darah rutin
Eritrosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
Hemoglobin
Hematokrit
Nilai
Rujukan
4,3 4,3 – 6,0 juta/ul
114000 150000-400000/ul
88 80-96 fl
29 27-32 pg
33 32-36 g-dl
12,5 12 - 16 g/dl
38 37 - 47 %
4
Leukosit(0-1 bulan) 12000 5000-19500/ ul
Hasil pemeriksaan radiografi barium enema pada tanggal 6 Januari 2012 :
Foto Polos Abdomen
- Preperitoneal fat line baik
- Psoas line dan kontur kedua ginjal tertutup bayangan udara usus
- Distribusi udara usus sampai ke pelvis minor
- Tampak dilatasi dan penebalan dinding usus
- Tulang-tulang baik
Pemeriksaan dengan Kontras
- Dimasukkan kontras melalui kateter ke dalam rektum
- Tampak kontras lancar mengisi rektum dan sigmoid
- Tidak tampak jelas zona transisi rektosigmoid
- Mukosa usus licin, regular, tidak tampak defek maupun massa
- Pada void : tampak retensi minimal pada rektum
Kesan :
- Tidak tampak pelebaran segmental pada kolon sigmoid
- Tidak tampak tanda-tanda Hirschprung
E. Diagnosis Kerja
Suspect Morbus Hirschsprung
F. Diagnosis Banding
1. Malrotasi usus halus
Pada tahapan perkembangan usus dapat terjadi gangguan rotasi dan fiksasi usus pada
peritoneum dinding belakang. Malrotasi dapat menimbulkan gangguan pasase dan
vaskularisasi.
5
Gambaran klinis umumnya berupa gangguan pasase usus halus. Bila timbul tanda
obstruksi, muntah hijau, dan perut kembung segera setelah lahir, dapat dipikirkan
gangguan pasase usus halus. Gambaran klinis obstruksi usus yang hilang timbul
mungkin dimulai pada masa bayi dan berlangsung sampai dewasa.
2. Atresia usus
Kelainan bawaan dapat disebabkan oleh kegagalan rekanalisasi pada waktu janin
berusia 6-7 minggu. Atresia usus dapat juga disebabkan oleh gangguan aliran darah
lokal pada sebagian dinding usus akibat desakan, invaginasi, volvolus, jepitan, atau
perforasi usus pada masa janin. Gambaran klinisnya yaitu perut buncit. Bila
obstruksinya tinggi, buncit terbatas di perut bagian atas. Buncit ini tidak tegang,
kecuali bila ada perforasi.
3. Atresia ani
Kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan
pembentukan anus dari tonjolan embrogenik. Pada kelainan bawaan anus umumnya
tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul. Kelainan ini ditandai
dengan mekonium yang tidak dapat keluar.
4. Sumbatan mekonium
Mekonium pekat atau lengket di kolon distal. Diduga kekurangan tripsin atau
kelainan mobilitas kolon tanpa kelainan sel ganglion. Pada foto polos abdomen
terdapat pelebaran seluruh usus tanpa bayangan kalsifikasi dan tanpa bayangan busa
sabun dalam lumen usus seperti pada ileus mekonium atau enterokolitis nekrotikans.
5. Enterokolitis Nekrotikan NeonatalSaluran gastrointestinal mengalami hipoksia, ulserasi gangguan fungsi sehingga
gangguan pasase usus menyeluruh. Pasien tampak letargik dan septik. Mekonium
dapat keluar sering bercampur darah. Abdomen lebih cepat memperlihatkan tanda
peritonitis. Pada foto polos abdomen terlihat pneumointestinalis. Keadaan ini mirip
dengan sepsis, hipotiroidisme atau neonatus prematur dengan fungsi gastrointestinal
6
yang belum adekuat.
6. Obstruksi psikogenikGejala dan tanda mulai usia dua tahun atau lebih. Pasien memiliki masalah kejiwaan
karena kurang perhatian orang tua. Berhari – hari tidak defekasi, bila berbulan –
bulan feses keluar sedikit karena desakan massa feses dari proksimal. Terjadi
pengotoran (soiling) celana oleh feses. Umumnya pasien sehat, namun perilaku
menarik diri dari pergaulan dan orang tua sering mengatakan anak sering
bersembunyi di balik pintu.
7. Meconium Plug Syndrome
Riwayatnya sama seperti permulaan penyakit Hirschsprung pada neonates, tetapi
setelah colok dubur dan mekonium bias keluar. Defekasi selanjutnya normal.
8. Akalasia rekti
Keadaan dimana sfingter tidak bisa relaksasi sehingga gejalanya mirip dengan
Hirschsprung tetapi pada pemeriksaan mikroskopis tampak adanya ganglion Meissner
dan Auerbach.
G. Terapi
Terapi medikamentosa
- IVFD D10 % : NaCl O,9 % = 4:1 + 1 cc KCL (dalam 50 cc syrnge pump: 180
cc/kgBB/hari)
- Cefotaxime 2x 150 mg
Terapi non medikamentosa
- Pasang OGT (Orogastric Tube)
- Pasang Rectal Tube
- Untuk memastikan apakah akan dilakukan pembedahan (kolostomi) atau tidak, maka
akan dilakukan kembali pemeriksaan barium enema karena dari pemeriksaan yang telah
dilakukan belum memperlihatkan kelainan yang spesifik.
7
H. Prognosis
Ad Vitam : Dubia Ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam
Ad functionam : Dubia Ad Bonam
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Penyakit Hirschsprung merupakan gangguan perkembangan sistem saraf enterik dan
ditandai dengan tidak ditemukannya sel ganglion pada kolon bagian distal, sehinggga terjadi
obstruksi fungsional.
Gambar 1. Gambar kolon yang normal pada sebelah kiri dan colon yang mengalami dilatasi
pada penyakit Hirschsprung disebelah kanan
B. Epidemiologi
Penyakit Hirschsprung terjadi pada sekitar 1 dari 5400-7900 kelahiran di dunia. Penyakit ini lebih sering terjadi pada laki-laki disbanding perempuan dengan rasio sekitar 4:1. Akan tetapi segmen aganglionik yang panjang sering ditemukan pada pasien perempuan.
C. Etiologi
- Mekanisme terjadinya aganglionosis menurut Okamoto & Ueda yaitu sel neuroblas terhenti di suatu tempat tertentu dan tidak mencapai rektum.- Bodian dkk menyatakan aganglionosis pada Hirschsprung bukan karena kegagalan perkembangan inervasi parasimpatik ekstrinsik, tetapi oleh lesi primer, sehingga ada ketidakseimbangan autonomik yang tidak dapat dikoreksi dengan simpatektomi.
9
D. Patofisiologi
Terjadi aganglionis kongenital pada usus bagian distal yang bermula pada anus dan berlanjut ke arah proksimal dengan jarak yang beragam. Tidak ditemukannya plesksus myenterik (Auerbach) dan pleksus submukosal (Meissner) menyebabkan berkurangnya peristaltik usus. Mekanisme pasti terjadinya penyakit ini tidak diketahui.
Sel ganglion enterik berasal dari diferensiasi sel neurolast. Selama perkembangan normal, neuroblast dapat ditemukan di usus halus pada minggu ke-7 usia gestasi dan akan sampai ke kolon pada minggu ke-12 usia gestasi. Kemungkinan salah satu etiologi penyakit ini adalah adanya defek pada migrasi sel neuroblast dalam jalurnya menuju usus bagian distal.
Pada pasien dengan penyakit Hirschsprung, sel ganglion tidak ditemukan, sehingga kontrol intrinsik menurun dan menyebabkan peningkatan kontrol persarafan ekstrinsik. Inervasi dari sistem kolinergik dan adrenergic meningkat 2-3 kali dibandingkan inervasi normal. Sistem adrenergik diduga mendominasi sistem kolinergik, mengakibatkan peningkatan tonus otot polos usus. Dengan hilangnya kendali saraf intrinsik maka peningkatan tonus tidak dapat diimbangi dan mengakibatkan ketidakseimbangan kontraktilitas otot polos, peristaltik yang tidak terkoordinasi dan pada akhirnya terjadi obstruksi. Obstruksi akan menyebabkan gangguan defekasi yang akhirnya menyebabkan kolon proksimal yang normal akan melebar oleh tinja yang tertimbun membentuk megakolon.
Berdasarkan panjangnya daerah yang aganglioner, penyakit ini dibagi menjadi :
1. Ultrashort : hanya sepertiga bawah rektum2. Short : sampai daerah rektosigmoid3. Long segmen : mencapai kolon desenden4. Subtotal : sampai kolon transversum5. Total seluruh kolon
E. Diagnosis
Gambaran Klinis
Gejala utamanya berupa gangguan defekasi, yang dapat timbul mulai 24 jam pertama setelah lahir. Dapat pula timbul pada umur beberapa minggu atau beberapa bulan. Trian klasik gambaran klinik pada neonates adalah mekonium keluar terlambat, yaitu lebih dari 2 yaitu lebih dari 24 jam pertama, muntah hijau, dan perut membuncit seluruhnya. Adakalanya gejala obstipasi kronik ini diselingi oleh diare berat dengan feses yang berbau dan berwarna khas yang disebabkan pleh timbilnya penyulit berupa enterokolitis. Enterokolitis antara lain disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlebihan pada daerah kolon yang iskemik akibat distensi berlebihan dindingnya. Enterokolitis dapat timbul sebelum tindakan operasiatau bahkan berlanjut setelah operasi definitif.
10
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik terlihat keadaan umum tampak sesak nafas oleh distensi abdomen. Pada abdomen jelas terlihat tanda-tanda obstruksi. Tanda-tanda peritonis seperti kemerahan, oedem dinding abdomen khususnya di punggung dan genetalia dapat terjadi bila terdapat penyulit. Pada colok dubur didapatkan ampula rekti kosong dan setelah jari ditarik mungkin mekonium atau feses akan menyemprot.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologis
- Foto polos abdomen
Terdapat gambaran obstruksi usus letak rendah (gambaran ini ditemukan juga pada atresia ileum, sindrom sumbatan mekonium, atau sepsis termasuk NEC) yaitu “air fluid levels” pada foto tegak. Daerah pelvis kosong tanpa udara, kecuali bila telah dilakukan colek dubur. Pada pasien bayi dan anak, gambaran distensi kolon dan massa feses lebih jelas terlihat
11
- Foto Enema Barium
Tanda klasik yang khas pada foto enema barium penyakit Hirschsprung adalah: 1) Segmen sempit di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya bervariasi. 2) Zona transisi daerah perubahan segmen sempit ke segmen dilatasi, terlihat di proksimal / daerah penyempitan. 3) Segmen dilatasi : ada tiga jenis gambaran zona transisi, yaitu abrupt (perubahan mendadak), cone (kerucut), dan funnel (cerobong).
Selain tanda klasik, terlihat gambar mukosa tidak teratur menunjukkan proses enterokolitis. Gambar garis – garis lipatan melintang (transverse fold), khususnya bila larutan barium mengisi lumen kolon dilatasi yang kosong. Pada kasus aganglionosis seluruh kolon, sering kaliber kolon tampak normal.
- Foto retensi barium
Retensi barium 24 – 48 jam setelah enema merupakan tanda penting Hirschsprung, khususnya pada masa neonatal. Gambaran barium membaur dengan fese ke arah proksimal di kolon berganglion normal. Retensi barium pasien obstipasi kronik bukan karena Hirschsprung terlihar makin ke distal, menggumpal di daerah rektum dan sigmoid. Foto retensi barium ini dilakukan bila foto barium enema atau pascaevakuasi barium tidak terdapat tanda khas.
12
2. Pemeriksaan patologik anatomik biopsi hisap rektum dengan alat RUBIN atau NOBLETT.
Diagnosis ditegakkan bila tidak ditemukan sel ganglion Meissner dan ditemukan penebalan serabut saraf
3. Teknik pewarnaan histokimia Asetilkolinesterase
Adanya kenaikan aktifitas asetilkolinesterase pada serabut saraf dalam lamina propia dan muskularis mukosa.
F. Diagnosis Banding 1. Atresia ileum
Mekonium tidak keluar spontan karena terperangkap di ileum distal atresia dan di
kolon. Bila mekonium diusahakan keluar dengan irigasi, jumlahnya sedikit, berbutir-butir, dan berwarna hijau muda. Pada foto polos abdomen terlihat tanda – tanda obstruksi usus letak rendah, foto enema barium gambaran kolon mikro.
2. Sumbatan mekonium
Mekonium pekat atau lengket di kolon distal. Diduga kekurangan tripsin atau kelainan mobilitas kolon tanpa kelainan sel ganglion. Pada foto polos abdomen terdapat pelebaran seluruh usus tanpa bayangan kalsifikasi dan tanpa bayangan busa sabun dalam lumen usus seperti pada ileus mekonium atau enterokolitis nekrotikans.
3. Enterokolitis Nekrotikans Neonatal (ENN)
Saluran gastrointestinal mengalami hipoksia, ulserasi gangguan fungsi sehingga gangguan pasase usus menyeluruh. Pasien tampak letargik dan septik. Mekonium dapat keluar sering bercampur darah. Abdomen lebih cepat memperlihatkan tanda peritonitis. Pada foto polos abdomen terlihat pneumointestinalis. Keadaan ini mirip dengan sepsis, hipotiroidisme atau neonatus prematur dengan fungsi gastrointestinal yang belum adekuat.
4. Obstipasi psikogenik
13
Gejala dan tanda mulai usia 2 tahun atau lebih. Pasien memiliki masalah kejiwaan karena kurang perhatian orang tua. Berhari – hari tidak defekasi, bila berbulan – bulan feses keluar sedikit karena desakan massa feses dari proksimal. Terjadi pengotoran (soiling) celana oleh feses. Umumnya pasien sehat, namun perilaku menarik diri dari pergaulan dan orang tua sering mengatakan anak sering bersembunyi di balik pintu.
G. Penatalaksanaan
Pengobatan medis
Tujuan umum dari pengobatan ini mencakup tiga hal utama, yaitu untuk menangani komplikasi dari penyakit Hirschsprung yang tidak terdeteksi, sebagai penatalaksanaan sementara operasi rekonstruktif definitive dilakukan, dan untuk memperbaiki fungsi usus setelah operasai rekonstruksi.
- Penatalaksanaan komplikasi diarahkan pada penyeimbangan cairan dan elektrolit, menghindari distensi berlebihan, dan mengatasi komplikasi sistemik, seperti sepsis. Maka hidrasi intravena, dekompresi nasogastrik, dan jika diindikasikan pemberian antibiotic intravena memiliki peranan utama dalam penatalaksanaan medis awal.
- Pembersihan kolon dengan menggunakan rectal tube berlubang besar dan cairan untuk irigasi.
- Cairan untuk mencegah terjadinya ketidakseimbangan elektrolit.- Irigasi kolon secara rutin dan terapi antibiotik profilaksis telah menjadi prosedur untuk
mengurangi resiko terjadinya enterokolitis.
Penanganan OperatifPenanganan operatif Hirschsprung dimulai dengan diagnosis dini yang biasanya
membutuhkan biopsi rektal full-thickness. Pada umumnya penatalaksanaan awal yaitu dengan membuat kolostomi dan ketika anak bertumbuh dan memiliki berat lebih dari 10 kg, operasi definitif dapat dilakukan.
Untuk neonates yang pertama kali ditangani dengan kolostomi, awalnya zona transisi diidentifikasi dan kolostomi dilakukan pada bagian proksimal area ini. Keberadaan sel ganglion pada lokasi kolostomi harus dikokonfirmasi dengan biopsy frozen-section.
Beberapa prosedur definitif telah digunakan. Semuanya telah memberikan hasil yang sempurna jika dilakukan oleh ahli bedah yang berpengalaman. Tiga teknik operasi definitif yang sering dilakukan adalah :
1. Prosedur Swenson
14
Prosedur Swenson merupakan teknik definitifpertama yang digunakan untuk menangani penyakit Hirschsprung. Segmen aganglionik direseksi hingga kolon sigmoid kemudian anastomosis obliq dilakukan antara kolon normal dengan rectum bagian distal.
2. Prosedur DuhamelProsedur Duhamel pertama kali diperkenalkan pada tahun 1956 sebagai modifikasi prosedur Swenson. Poin utamanya adalah pendekatan retrorektal digunakan dan beberapa bagian rektum yang aganglionik dipertahankan. Usus aganglionik diresesksi hingga ke bagian rectum dan rectum dijahit. Usus bagian proksimal kemudian diposisikan pada ruang retrorektal (diantara rektum dan rektum), kemudian end-to-side anastomosis dilakukan pada rectum yang tersisa.
3. Prosedur SoaveProsedur Soave diperkenalkan pada tahun 1960. Intinya adalah membuang mukosa dan submukosa dari rectum dan menarik usus ganglionik kea rah ujung muskuler rectum aganglionik.
Penanganan operatif lainnya, adalah :
1. Miomektomi anorektalUntuk anak dengan penyakit Hirschsprung dengan segmen yang sangat pendek, membuang sedikit bagian midline posterior rektal merupakan alternative operasi lainnya. Prosedur ini membuang 1 cm dinding rektal ekstramukosal yang bermula sekitar proksimal garis dentate. Mukosa dan submukosa dipertahankan dan ditutup.
2. LaparoskopiPendekatan laparoskopi sebagai penatalaksanaan penyakit Hirschsprung pertama kali dideskripsikan pada tahun 1999 oleh Georgeson. Zona transisi ditentukan awalnya secara laparoskopi, diikuti dengan mobilisasi rektum dibawah peritoneal. Mukosa transanal diseksi dilakukan, diikuti dengan mengeluarkan rektum melalui anus dan anastomosis.
DAFTAR PUSTAKA
15
Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC.2005 , hal:
Anonim. Hirschsprung Disease. Diunduh dari: www.medscape_reference.com. Diakses
pada tanggal 28 Januari 2012.
Anonim. Hirschsprung Disease Diunduh dari: www.emedicine.com. Diakses pada
tanggal 28 Januari 2012.
16
Recommended