Transcript
Page 1: PELUANG HOTSPOT BERDASARKAN ANOMALI SST

Hari/tanggal : Rabu, 7 Desember 2011Nama : Hanifah NurhayatiNRP : G24080013

Laporan MK Klimatologi TerapanAsisten: Syamsu Dwi Djatmiko

PELUANG HOTSPOT BERDASARKAN ANOMALI SST

Hutan merupakan sumberdaya alam yang tidak ternilai karena didalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, perlindungan alam hayati untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi, pariwisata dan sebagainya. Kebakaran hutan merupakan salah satu bentuk gangguan yang makin sering terjadi di Indonesia. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan cukup besar mencakup kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati, merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah, perubahan iklim mikro maupun global, dan asapnya mengganggu kesehatan masyarakat serta mengganggu transportasi baik darat, sungai, danau, laut dan udara. Untuk meminimalisir terjadinya kebakaran hutan, IRI (International Research Institute for Climate Society) telah mengembangkan sistem prakiraan untuk menduga peluang titik api berdasarkan anomali curah hujan. Sistem prakiraan tersebut dikembangkan dengan melihat hubungan antara titik api dengan curah hujan serta prakiraan musiman menggunakan temperatur permukaan air laut (SST) di Samudera Pasifik.

Peluang terjadinya hotspot kebakaranm hutan berdasarkan data anomali SST dapat diprediksikan dengan menggunakan software crystal ball. Pada praktikum ini dilakukan pendugaan hotspot dan peluang terjadinya kebakaran pada luasan lebih dari 1000 km2. Jika peluang terjadinya luas kebakaran melebihi 1000 km2 maka perlu dilakukan upaya serius menghambat terjadinya kebakaran. Luas kebakaran diduga dari jumlah hotspot dengan persamaan berikut:

Luas Kebakaran = 0.0001JHS2+0.1447JHS+errorDimana JHS = jumlah hotspot, sedangkan jumlah hotspot diduga dengan menggunakan anomali suhu permukaan laut (SST) berdasarkan persamaan yang telah didapatkan dari penelitian sebelumnya menggunakan rumus :

JHS = EXP(1.11ASST+6.8)Kebakaran hutan besar terpicu pula oleh munculnya fenomena iklim El-Nino

seperti kebakaran yang terjadi pada tahun 1987, 1991, 1994 dan 1997 (Schweithelm dan Glover,  1999). Bedasarkan tabel 1, peluang terbesar kebakaran hutan melebihi 1000 km2 hanya terjadi sekali, yakni pada bulan Februari tahun 1998 padahal tahun ini merupakan tahun normal. Hal tersebut mungkin dikarenakan pada tahun sebelumnya (1997) merupakan tahun El-Nino sehingga pengaruh El-Nino masih kuat. Oleh sebab itu pada bulan tersebut diperlukan upaya khusus untuk mencegah terjadinya kebakaran yang melebihi titik kritisnya, yakni 1000 km2. Meskipun demikian pada tahun-tahun El-Nino, luas rata-rata areal kebakaran pada tahun El-Nino lebih luas dibanding pada tahun normal maupun La-Nina. Tabel 1 Prakiraan luas kebakaran berdasarkan ASST

Page 2: PELUANG HOTSPOT BERDASARKAN ANOMALI SST

El Nino Anomali Peluang Kategori LK

1997

0,11 24,19% 0 249,700,23 22,80% 0 302,030,33 27,35% 0 355,110,82 42,66% 0 820,560,66 35,47% 0 619,220,56 31,06% 0 521,36

0,7 35,84% 0 663,890,58 31,91% 0 539,470,63 33,14% 0 587,890,66 36,87% 0 619,220,86 44,81% 0 881,430,83 41,51% 0 835,33

Normal

1995

0,9 48,79% 0 947,270,91 52,04% 1 964,550,77 39,39% 0 750,830,39 26,68% 0 391,910,36 27,29% 0 373,000,17 25,05% 0 274,47

-0,02 22,33% 0 204,18-0,25 18,53% 0 144,71-0,44 17,86% 0 110,07-0,59 19,90% 0 89,25-0,66 19,11% 0 81,07-0,42 17,55% 0 113,24

La Nina

1998

0,71 37,44% 0 675,610,77 42,38% 0 750,830,46 30,20% 0 440,310,03 21,02% 0 220,48

-0,08 21,53% 0 186,37-0,23 19,76% 0 149,02-0,73 17,28% 0 73,72-0,91 17,47% 0 58,01-0,81 16,55% 0 66,22-1,33 16,44% 0 33,89

-1,4 15,75% 0 31,07-1,38 16,26% 0 31,85

Tahun El-Nino memiliki peluang terjadinya kebakaran hutan yang lebih besar dari pada tahun normal maupun La-Nina. Hal tersebut dikarenakan pada tahun El-

Page 3: PELUANG HOTSPOT BERDASARKAN ANOMALI SST

Nini terjadi kenaikan suhu muka air laut di Pasifik timur melebihi nilai rata-rata. Kenaikan suhu muka laut pada daerah tersebut menyebabkan Indonesi ya g berada pada daerah Pasifik barat mengalami fenomena El-Nino sehingga kenaikan peluang terjadinya kebakaran yang besar akibat kekeringan yeng melanda Indonesia. Oleh sebab itu, Indonseia memiliki jumlah hotspot yang lebih banyak psds tshun El-Nino dari pada tahun-tahun normal sehingga berpotensi terjadinya kebakaran yang lebih luas. Sebaliknya pada tahun La Nina, Indonesia cenderung basah sehingga peluang hotspot lebih kecil.

DAFTAR PUSTAKA

Schweithelm, J. dan D. Glover,  1999.  Penyebab dan Dampak Kebakaran. dalam Mahalnya Harga Sebuah Bencana: Kerugian Lingkungan Akibat Kebakaran dan Asap di Indonesia. Editor: D. Glover & T. Jessup.