Transcript
  • PEMANFAATAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI LIMBAH

    KULIT BUAH JENGKOL (Pithecellobium sp) SEBAGAI SABUN TANGAN CAIR

    PROPOSAL PENELITIAN

    Disusun Oleh:

    Fathiyah (1111102000022) Sutar (1111102000077)

    Umniyaty Mufidah (1111102000026)

    PROGRAM STUDI FARMASI

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF

    HIDAYATULLAH JAKARTA

    2013

  • DAFTAR ISI

    DAFTAR ISI ........................................................................................................ i DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ iii LAMPIRAN.......................................................................................................... v

    BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Masalah....................................................................... 1

    1.2 Tujuan.................................................................................................. 4 1.3 Manfaat................................................................................................ 4

    BAB II. METODOLGI......................................................................................... 5 3.1 Alat dan Bahan.................................................................................... 5 3.2 Pengumpulan Bahn Uji....................................................................... 5 3.3 Evaluasi Sediaan.................................................................................. 7

    2.3.1 Uji Organoleptik............................................................................ 7 2.3.1.1 Uji Warna Sediaan................................................................... 7 2.3.1.2 Uji Bau Sediaan....................................................................... 7 2.3.2 Uji Aktifitas Antibakteri............................................................. 7 2.3.2.1 Sterilisasi Alat......................................................................... 7

    2.3.2.2 Persiapan Media Natrium Agar (NA) ..................................... 7 2.3.2.3 Pembuatan Larutan Natrium Klorida 0,9%............................. 8 2.3.2.4 Pembuatan Suspensi Standar Mc. Farland.............................. 8 2.3.2.5 Pembuatan Media Agar Miring............................................... 8 2.3.2.6 Pembiakan Bakteri.................................................................. 8 2.3.2.6.1 Pembuatan Stok Kultur........................................................ 8 2.3.2.6.1.1 Bakteri Streptococcus mutans .......................................... 8 2.3.2.6.1.2 Bakteri Staphylococcus aureus ........................................ 8 2.3.2.6.1.3 Bakteri Escherichia coli ................................................... 9 2.3.2.6.2 Penyiapan Inokulum ............................................................ 9 2.3.2.6.2.1 Bakteri Streptococcus mutans .......................................... 9

  • 2.3.2.6.2.2 Bakteri Staphylococcus aureus ........................................ 9 2.3.2.6.2.3 Bakteri Escherichia coli ................................................... 10 2.3.2.7 Metode Pengujian Efek Antibakteri Secara In vitro .............. 10 2.3.2.7.1 Pengujian terhadap Bakteri Streptococcus mutans ............. 10 2.3.2.7.2 Pengujian terhadap Bakteri Staphylococcus aureus ............ 10 2.3.2.7.3 Pengujian terhadap Bakteri Escherichia coli ...................... 11 2.3.3 Uji pH ........................................................................................ 11 2.3.4 Uji Iritasi .................................................................................... 11 2.3.5 Uji Busa ..................................................................................... 12 2.3.6 Uji Viskositas ............................................................................ 12

    BAB III. ANALISA ............................................................................................. 13

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Masalah

    Obat herbal dipakai secara luas di hampir seluruh negara di dunia. Menurut WHO, negara negara di Asia dan Amerika Latin menggunakan obat herbal sebagai

    pelengkap pengobatan primer yang mereka terima. Bahkan di Afrika, sebanyak 80% dari populasi menggunakan obat herbal untuk pengobatan primer (WHO, 2003). Indonesia mempunyai keragaman hayati yang sangat tinggi dan berada pada urutan terkaya kedua setelah Brazil. Indonesia yang terdiri atas banyak suku bangsa yang mencapai sekitar 400 etnis memiliki kekayaan pengetahuan tradisional tentang pemanfaatan tumbuhan untuk pemeliharaan kesehatan dan pengobatan berbagai penyakit (Depkes, 2007). Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No.131/Menkes/SK/II/2004 tentang Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang menyatakan bahwa pengembangan dan peningkatan obat tradisional harus selalu dilakukan agar diperoleh obat yang bermutu tinggi, aman, memiliki khasiat yang nyata dan teruji secara ilmiah, serta dimanfaatkan secara luas, baik untuk pengobatan sendiri oleh masyarakat maupun digunakan dalam pelayanan kesehatan formal (Depkes RI, 2006). Salah satu tanaman yang memiliki khasiat obat adalah jengkol (Pithecellobium sp) dengan suku Fabaceae. Tanaman ini sudah sejak lama ditanam di Indonesia, di kebun, atau di pekarangan. Buah jengkol mengandung karbohidrat, protein, vitamin A, vitamin B, fosfor, kalsium, alkaloid, minyak atsiri, steroid,

    glikosida, tanin, dan saponin. Biji jengkol merupakan bagian tanaman yang paling banyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan obat. Sebagai obat, biji jengkol dapat membantu memperlancar proses buang air besar karena jengkol mengandung

  • serat yang tinggi. Selain itu, jengkol juga dapat mencegah penyakit diabetes karena kandungan asam dan mineral jengkol (Anonim, 2007).

    Kulit buah jengkol termasuk limbah di pasar tradisional dan tidak memberikan manfaat. Kulit buah jengkol diduga mengandung senyawa tannin. Dugaan tersebut berdasarkan kenyataan, bila kulit buah jengkol yang dikupas menggunakan pisau besi akan menimbulkan warna biru. Hal ini menunjukkan adanya senyawa tannin. Selain tannin, kulit buah jengkol juga mengandung flavonoid. Tanin dan flavonoid merupakan senyawa polifenol yang diketahui bersifat antibakteri (Samaranayake, 2002; Robinson, 1995). Beberapa peneliti telah menguji aktivitas antibakteri kulit buah jengkol terhadap banyak bakteri. Penelitian yang dilakukan oleh Nurussakinah (2010) menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah jengkol mempunya daya hambat pada bakteri Stretococcus mutans, Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli. Hasil penelitian Wilson Witarsa (2011) menunjukkan bahwa ekstak etanol kulit buah jengkol mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan Propionibacter acne. Sebagaimana kita ketahui bahwa Staphylococcus aureus merupakan bakteri patogen oportunistik dan penyebab infeksi pada kulit hingga keracunan darah yang dapat menyebabkan kematian. Ekologi alami dari spesies bakteri ini adalah rongga hidung dan kulit pada hewan berdarah panas (Kluytmans dan Wertheim, 2005). Staphylococcus epidermidis merupakan organisme dengan tingkat keganasan rendah yang berkoloni diberbagai tempat pada membran mukosa dan kulit manusia (McCann, 2008; Otto, 2009; Vadyvaloo, 2005). Pronibacterium acne termasuk ke dalam kelompok bakteri gram positif dan kebanyakan ditemukan pada area yang kaya akan kelenjar sebaceus pada kulit orang dewasa. Walaupun pada awalnya diperkirakan sebagai kelompok bakteri yang relatif non-patogen pada tubuh manusia, penelitian terbaru menunjukkan bahwa Propionibacter acne bertindak sebagai bakteri yang bertanggung jawab dalam berbagai infeksi dan kondisi klinis terutama pada inflamasi acne (Eady dan Ingham, 1994).

  • Bakteri E. coli merupakan salah satu penyebab tersering infeksi bakteri umum termasuk kolesititis, bakteremia, kolangitis, infeksi saluran kemih, diare pada wisatawan, dan infeksi klinik lain seperti meningitis pada bayi dan pneumonia. E.coli merupakan penyebab utama infeksi saluran kemih baik yang diperoleh dari rumah sakit maupun komunitas. Penyebab infeksi pada 50% wanita yang mengalami infeksi saluran kemih, 4 % kasus diare, dan 12-50% infeksi nosokomial adalah E. coli. Meningitis pada bayi yang disebabkan oleh E. coli sebanyak 8%, sedangkan angka kematian dan angka kejadian terkait bakteremia oleh E. coli sama dengan angka kematian dan angka kejadian baksil Gram negatif aerobik (Madappa, 2011). Bakteri tidak dapat masuk ke dalam tubuh bila tidak melalui suatu perantara.

    Perantara yang paling sering menyebabkan masuknya bakteri ke dalam tubuh yaitu udara, tangan, peralatan, makanan dan minuman yang tercemar. Membersihkan perantara-perantara yang tercemar merupakan cara yang dapat dilakukan untuk mencegah masuknya bakteri ke dalam tubuh. Mencuci tangan sebelum makan merupakan langkah awal dalam menghindari masuknya bakteri ke dalam tubuh. Sabun adalah suatu sediaan yang digunakan oleh masyarakat sebagai pencuci pakaian dan pembersih kulit. Berbagai jenis sabun yang beredar di pasaran dalam bentuk yang bervariasi, mulai dari sabun cuci, sabun mandi, sabun tangan, sabun pembersih peralatan rumah tangga dalam bentuk krim, padatan atau batangan, bubuk dan bentuk cair (Ari dan Budiyono, 2004). Sabun cair saat ini banyak diproduksi karena penggunaannya yang lebih praktis dan bentuk yang menarik dibanding bentuk sabun lain. Di samping itu sabun dapat digunakan untuk mengobati penyakit, seperti mengobati penyakit kulit yang disebabkan oleh bakteri dan jamur. Dengan kata lain sabun dapat digunakan sebagai obat, yakni dengan membersihkan tubuh dan lingkungan sehingga kemungkinan terserang penyakit akan berkurang.

    Berdasarkan kandungan kimia dan pemanfaatan dari kulit buah jengkol (Pithecellobium sp) dilakukan penelitian dengan memformulasi sabun cair dari ekstrak kulit buah jengkol (Pithecellobium sp) untuk mengatasi bakteri Stretococcus mutans, Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli.

  • 1.2 Tujuan Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

    a. Memanfaatkan limbah kulit buah jengkol (Pithecellobium sp) b. Mempelajari cara pembuatan sabun tangan cair dari ekstrak etanol kulit

    jengkol c. Menganalisis aktifitas antibakteri yang terkandung dalam sabun tangan cair

    ekstrak etanol kulit jengkol terhadap bakteri Streptococcus mutans, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

    d. Mengamati respon masyarakat terhadap sediaan sabun cair dari ekstrak kulit buah jengkol

    1.3 Manfaat

    Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Memperoleh informasi tentang cara pembuatan sabun cair dari ekstrak etanol

    kulit jengkol b. Memperoleh informasi tentang cara mengevaluasi kima, fisika, dan aktivitas

    antiibakteri dari sediaan sabun cair c. Mendapatkan sabun tangan cair yang dapat mengurangi efek toksik oleh

    bahan kimia yang terdapat dalam kebanyakan sediaan.

  • BAB II

    METODOLOGI 2.1 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, pisau, timbangan, blender, wadah kaca gelap, rotary evaporator, hot plate, lumpang dan alu, beaker

    glass, spatula, batang pengaduk, tabung reaksi, gelas ukur, jarum ose, pinset, lampu Bunsen, autoklaf, labu takar, cawan petri, pH universal, dan viskosimeter Brookfield.

    Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit buah jengkol, etanol, asam stearat, adeps lanae, trietanolamin, gliserin, parfum, aquades, larutan asam sulfat 1%, larutan barium klorida, serbuk NaCl, dan media nutrient agar.

    2.2 Pengumpulan Bahan Uji Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini merupakan suatu limbah yang

    diperoleh dari pedesaan Peuteuy Condong, Perkampungan Pasir Kalapa, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Bagian yang digunakan adalah kulit buah (pericarp).

    - Penyiapan sampel

    Kulit buah jengkol dicuci dan dibersihkan dari segala pengotor. Kemudian kulit ditiriskan dan ditimbang beratnya, yaitu sebanyak 3 kg. Selanjutnya kulit buah jengkol dirajang dengan ukuran 1-3cm, lalu dikeringkan pada suhu 40-50oC sampai simplisia kering dan mudah dipatahkan. Kemudian berat kering simplisia ditimbang. Setelah ditimbang, simplisia di blender sampai menjadi serbuk, lalu berat serbuk ditimbang.

    - Pembuatan ekstrak kulit (maserasi)

  • Serbuk simplisia ditempatkan pada wadah kaca gelap dan ditambahkan etanol. Penambahan etanol yang digunakan adalah dengan perbandingan dua bagian pelarut terhadap 1 bagian serbuk simplisia. Maserasi dilakukan selama maksimal 3 x 24 jam pada suhu ruang, dengan sesekali dilakukan pengadukan. Kemudian pelarut hasil perendaman dipekatkan dengan rotary evaporator sampai menjadi ekstrak kental dengan pemanasan suhu 40oC. Setelah itu, rendemen dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

    =

    100%

    - Pemilihan Formula

    Pembuatan sediaan sabun cair pada penelitian ini menggunakan formula sabun cair tertentu dengan berat ekstrak kulit jengkol sebesar 5 gram dalam 100 ml sediaan. Rancangan formula sabun cair tersebut adalah sebagai berikut:

    Bahan Jumlah Ekstrak kulit jengkol 5 gr Asam stearat 2,5 gr Adeps lanae 0,5 gr Triethanolamin 0,15 gr Gliserin 0,7 gr Parfum (Oleum cacao) 0,05 ml Aquadest ad 100 ml

    Proses pembuatan sabun cair diawali dengan peleburan asam stearat, adeps lanae, dan gliserin di atas penangas air hingga 60-80oC (massa A), serta trietanolamin dan aquades (massa B). Selanjutnya, dilakukan pencampuran massa A dengan massa B menjadi suatu campuran yang homogen. Terakhir, campuran tersebut ditambahkan ekstrak kulit jengkol dan parfum.

  • 2.3 Evaluasi Sediaan

    2.3.1 Uji Organoleptik Evaluasi yang dilakukan pada sedian sabun cair tangan ekstrak kulit buah jengkol (Pithecellobium jiringa) meliputi pemeriksaan warna sediaan, bau sediaan dan rasa sediaan.

    2.3.1.1 Uji Warna Sediaan

    Sediaan disimpan pada suhu kamar selama tujuh hari, apabila sediaan tersebut mengalami perubahaan warna selama penyimpanan maka warna sediaan tersebut tidak stabil.

    2.3.1.2 Uji Bau Sediaan Sediaan disimpan pada suhu kamar selama tujuh hari, apabila sediaan tersebut mengalami perubahaan bau atau aroma selama penyimpanan maka sediaan tersebut tidak stabil. Tetapi apabila aroma dari sediaan tersebut tidak mengalami perubahan selama waktu yang ditentukan maka sediaan tersebut stabil secara fisika selama penyimpanan.

    2.3.2 Uji Aktifitas Antibakteri 2.3.2.1 Sterilisasi Alat

    Alat - alat yang digunakan dalam penelitian uji aktivitas anti bakteri ini disterilkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Alat - alat gelas disterilkan di dalam

    oven pada suhu 170selama 2 jam. Media disterilkan di autokaf pada suhu 121 selama 15 menit. Jarum ose dan pinset dengan lampu Bunsen

    2.3.2.2 Persiapan Media Natrium Agar (NA) Sebanyak 38 g media disuspensikan dalam 1000 ml air suling steril, kemudian dipanaskan hingga mendidih dan larut. Kemudian disterilkan dalam autoklaf.

  • 2.3.2.3 Pembuatan Larutan Natrium Klorida 0,9% Natrium klorida ditimbang sebanyak 0,9 g lalu dilarutkan dalam air suling steril sedikit demi sedikit dalam labu takar 100 ml sampai larut sempurna .

    Ditambahkan air suling sampai garis tanda, lalu disterilkan pada autoklaf suhu 121

    selama 15 menit.

    2.3.2.4 Pembuatan Suspensi Standar Mc. Farland Suspensi Standar Mc. Farland adalah suspensi yang menunjukkan konsentrasi kekeruhan bakteri sama dengan 10 CFU/ml.Larutan asam sulfat 1 % b/v 9,5 ml dan

    larutan barium klorida v/v 0,5 ml dicampur dalam tabung reaksi, dikocok dan dihomogenkan. Apabila kekeruhan suspensi bakteri uji adalah sama dengan kekeruhan suspensi standar, berarti konsentrasi suspensi bakteri adalah 10 CFU/ml.

    2.3.2.5 Pembuatan Media Agar Miring 10 ml media agar yang telah dimasak dimasukkan kedalam tabung reaksi,

    ditutup dan di bungkus lalu disterilisasi di dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu 121 pada tekanan. Kemudian tabung yang berisi agar diletakkan pada kemiringan

    30-45. Diperhatikan bahwa agar tidak menyentuh tutup tabung. Selanjutnya agar dibiarkan menjadi dingin dan keras

    2.3.2.6 Pembiakan Bakteri 2.3.2.6.1 Pembuatan Stok Kultur 2.3.2.6.1.1 Bakteri Streptococcus mutans Satu koloni bakteri Streptococcus mutans diambil dengan menggunakan ose steril, lalu diinokulasi pada media MHA agar miring dengan cara menggores. Setelah

    itu di inkubasi dalam inkubator pada suhu 36 1 selama 18-24 jam

    2.3.2.6.1.2 Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 Satu koloni bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 diambil dengan menggunakan ose steril, lalu diinokulasi pada media MHA agar miring dengan cara

  • menggores. Setelah itu diinkubasi dalam inkubator pada suhu 36 1 selama 18-24

    jam.

    2.3.2.6.1.3 Bakteri Escherichia coli ATCC 25922 Satu koloni bakteri Escherichia coli ATCC 25922 diambil dengan menggunakan ose steril, lalu diinokulasi pada media MHA agar miring dengan cara

    menggores. Setelah itu diinkubasi dalam inkubator pada suhu 36 1 selama 18-24

    jam.

    2.3.2.6.2 Penyiapan Inokulum 2.3.2.6.2.1 Bakteri Streptococcus mutans Dari stok kultur bakteri Streptococcus mutans yang telah tumbuh diambil dengan jarum ose steril lalu disuspensikan kedalam tabung yang berisi 10 ml larutan NaCl 0,9% sampai didapat kekeruhan suspensi bakteri yang sama dengan kekeruhan

    standar Mc.Farland, ini berarti konsentrasi suspensi bakteri adalah 10 CFU/ml.

    Setelah itu dilakukan pengenceran dengan mempipet 0,1 ml biakan bakteri (10 CFU/ml), dimasukkan kedalam tabung steril yang berisi larutan NaCl0,9% sebanyak 9,9 ml dan dikocok homogen. Maka diperoleh suspensi bakteri dengan konsentrasi 10 CFU/ml yang akan digunakan pada pengujian aktivitas antibakteri.

    2.3.2.6.2.2 Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 Dari stok kultur bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 yang telah tumbuh diambil dengan jarum ose steril lalu disuspensikan kedalam tabung yang berisi 10 ml larutan NaCl 0,9% sampai didapat kekeruhan suspensi bakteri yang sama dengan kekeruhan standar Mc.Farland, ini berarti konsentrasi suspensi bakteri adalah 10 CFU/ml. Setelah itu dilakukan pengenceran dengan mepipet 0,1 ml biakan

    bakteri (10 CFU/ml), dimasukkan kedalam tabung steril yang berisi larutan NaCl0,9% sebanyak 9,9 ml dan dikocok homogen. Maka diperoleh suspensi bakteri dengan konsentrasi 10 CFU/ml yang akan digunakan pada pengujian aktivitas antibakteri.

  • 2.3.2.6.2.3 Bakteri Escherichia coli ATCC 25922 Dari stok kultur bakteri Escherichia coli ATCC 25922 yang telah tumbuh diambil dengan jarum ose steril lalu disuspensikan kedalam tabung yang berisi 10 ml larutan NaCl 0,9% sampai didapat kekeruhan suspensi bakteri yang sama dengan kekeruhan standart Mc.Farland, ini berarti konsentrasi suspensi bakteri adalah 10

    CFU/ml. Setelah itu dilakukan pengenceran dengan mepipet 0,1 ml biakan bakteri (10 CFU/ml), dimasukkan kedalam tabung steril yang berisi larutan NaCl 0,9% sebanyak 9,9 ml dan dikocok homogen. Maka diperoleh suspensi bakteri dengan konsentrasi 10 CFU/ml yang akan digunakan pada pengujian aktivitas antibakteri.

    2.3.2.7 Metode Pengujian Efek Antibakteri Secara In vitro 2.3.2.7.1 Pengujian terhadap Bakteri Streptococcus mutans Media agar yang telah jadi dimasukan kedalam cawan petri steril berdiameter 9 cm, kemudian tambahkan suspensi bakteri yang telah diukur kekeruhannya sebanyak 0,1 ml lalu biarkan memadat. Dua buah cakram yang masing-masing telah mengandung sediaan tanpa zat aktif dan sediaan zat aktif dimasukan kedalam cawan

    petri yang berisi media agar beserta bakteri Streptococcus mutans. Kemudian diinkubasi pada 352selama 18-24 jam. Selanjutnya diukur diameter zona bening disekitar cakram dengan menggunakan jangka sorong. Dilakukan tiga kali pengulangan

    2.3.2.7.2 Pengujian terhadap Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 Media agar yang telah jadi dimasukan kedalam cawan petri steril berdiameter 9 cm, kemudian tambahkan suspensi bakteri yang telah diukur kekeruhannya sebanyak 0,1 ml lalu biarkan memadat. Dua buah cakram yang masing-masing telah mengandung sediaan tanpa zat aktif dan sediaan zat aktif dimasukan kedalam cawan

    petri yang berisi media agar beserta bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923.Kemudian diinkubasi pada suhu352 selama 18-24 jam. Selanjutnya diukur diameter zona bening disekitar cakram dengan menggunakan jangka sorong. Dilakukan tiga kali pengulangan.

  • 2.3.2.7.3 Pengujian terhadap Bakteri Escherichia coli ATCC 25922 Media agar yang telah jadi dimasukan kedalam cawan petri steril berdiameter 9 cm, kemudian tambahkan suspensi bakteri yang telah diukur kekeruhannya sebanyak 0,1 ml lalu biarkan memadat. Dua buah cakram yang masing-masing telah mengandung sediaan tanpa zat aktif dan sediaan zat aktif dimasukan kedalam cawan petri yang berisi media agar beserta bakteri Escherichia coli ATCC 25922.Kemudian diinkubasi pada suhu352selama 18-24 jam. Selanjutnya diukur diameter zona bening disekitar cakram dengan menggunakan jangka sorong. Dilakukan tiga kali pengulangan.

    2.3.3 Uji pH Sediaan disimpan pada suhu kamar selama tujuh hari, kemudian pH diukur setiap harinya. Apabila sediaan mengalami perubahan pH selama pengamatan dalam jangka waktu yang telah ditentukan maka sediaan tersebut tidak stabil secara kimia. pH kulit manusia berkisar antara 5,0-6,5.

    2.3.4 Uji Iritasi Sediaan digunakan oleh beberapa orang untuk menguji apakah sediaan tersebut dapat mengakibatkan iritasi atau tidak pada konsumen selama beberapa hari,

    kemudian dicatat hasilnya oleh penguji. Apabila 50% orang yang menggunakan sediaan tersebut mengalami tanda-tanda iritasi maka sediaan tersebut mempunyai efek buruk.

    2.3.5 Uji Busa Sediaan digunakan oleh penguji pada air suling atau air sadah, kemudian lihat busa yang terbentuk. Hal yang sama dilakukan pada sabun cair yang sudah beredar di

    masyarakat sebagai pembanding, kemudian lihat busa yang terbentuk. Apabila busa

  • yang terbentuk pada sediaan dan pembanding sama atau hampir sama maka busa sediaan tersebut memenuhi persyaratan.

    2.3.6 Uji Viskositas Sediaan dan produk standar diuji viskositasnya dengan viskosimeter Brookfield, apabila mempunyai reogram atau aliran yang sama dalam hal ini plastik-tiksotropik maka sediaan tersebut memenuhi persyaratan uji viskositas.

  • BAB III

    ANALISA

    Berdasarkan data yang diperoleh, tingkat kesadaran masyarakat terhadap kesehatan sangat rendah terutama masyarakat menengah kebawah. Selain disebabkan oleh kurangnya pendidikan, hal lain yang menjadi faktor penyebab yaitu mahalnya berobat di rumah sakit. Ini merupakan kondisi kritis yang harus diatasi, baik itu oleh pemerintah atau pun masyarakat serta instansi yang peduli terhadap kesehatan.

    Solusi tepat sangat dibutuhkan untuk menangani masalah ini, karena kesehatan merupakan cerminan dari jiwa yang sehat. Tindakan kecil yang positif untuk mengatasi kondisi ini adalah meningkatkan pemahaman kesehatan kepada masyarakat umum terutama masyarakat dengan kondisi ekonomi menengah kebawah. Tindakan tersebut adalah menjadikan kegiatan cuci tangan sebagai rutinitas yang harus dilakukan ketika sebelum/sesudah makan, sebelum/sesudah tidur serta setelah melakukan aktivitas dari ruang kotor/toilet.

    Produk sabun cair cuci tangan dari ekstrak kulit buah jengkol merupakan salah satu solusi tepat untuk menerapkan rutinitas cuci tangan, karena selain harganya

    ekonomis produk ini juga terbuat dari ekstrak kulit buah jengkol yang mempunyai aktivitas sebagai antibakteri. Hal lain yang menarik dari produk ini yaitu bahan

    dasarnya tadi kulit buah jengkol yang selama ini dikenal oleh masyarakat luas dengan aroma bau menusuk khas serta penyakit yang disebabkannya jika mengonsumsi jengkol berlebihan yaitu jengkolen.

    Harga terjangkau, mempunyai aktivitas sebagai antibakteri serta bahan alam yang digunakan merupakan tanaman khas Indonesia maka produk ini diprediksi dapat berkembang pesat sebagai sabun cuci tangan yang ramah lingkungan juga ekonomis. Jika lambat laun permintaan masyarakat meningkat maka produksinya dapat ditingkatkan baik dari segi jumlah produk, kualitas atau pun peningkatan kemasan yang lebih modern sehingga dimungkinkan bisa merambah pasar internasional.

  • Keuntungan terbesar yang dapat diperoleh jika produk ini berkembang pesat selain meningkatkan kesehatan masyarakat dan meningkatkan rasa peduli terhadap tumbuhan khas Indonesia dapat juga meningkatkan kesejahteraan hidup petani jengkol, memberi lapangan pekerjaan, meningkatkan ekonomi pedesaan/perkampungan, memoderenkan petani serta memperkenalkan Indonesia ke dunia Internasional.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Anggraeni, Dewi, dkk. 2012. Formulasi Sabun Cair dari Ekstrak Batang Nanas (Ananas comosus L. ) untuk Mengatasi Jamur Candida albicans. Padang: Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia Vol 1(1) : 30-33

    Ari, Wibisana. dan Budiyono. 2004. Pembuatan Sabun Cair Dengan Bahan Dasar Alkil Benzen Sulfonat. (http://www.angelfire.com, diakses pada 28 Oktober 2013).

    Depkes. (2007). Kotranas. Jakarta : Depkes. Hal. 1, 8. Eady, E.A., Ingham, E. (1996). Propionibacterium acnes-Friend or Foe. Rev Med

    Microbiol 5. Hal 163. Hernani, dkk.2010. Formula Sabun Transparan Antijamur dengan Bahan Aktif

    Ekstrak Lengkuas (Alpinia galanga L.Swartz.). Bogor: Bul. Littro Vol. 21 (2): 192 205

    Kluytmans, J.A.J.W., Wertheim, H.F.L. (2005). Nasal carriage of Staphylococcus aureus and prevention of nosocomial infections. Infection 33. Hal 3.

    Madappa, T., 2011, Escherichia coli Infections, online, (http://emedicine.medscape.com, diakses pada).

    McCann, M.T., Gilmore, B.F., Gorman, S.P. 2008. Staphylococcus epidermidis device-related infections: pathogenesis and clinical management. J Pharm Pharmocol. Hal 1551.

    Nurussakinah.2010. Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Tanaman Jengkol (Pithecellobium Jiringa (Jack) Prain.) Terhadap Bakteri Streptococcus mutans, Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli. Medan: Universitas Sumatra Utara

  • Tjitraresmi, Ami.2010. Formulasi dan Evaluasi Sabun Cair Antikeputihan dengan Ekstrak Etanol Kubis Sebagai Zat Aktif. Bandung : Universitas Padjajaran.

    Samaranayake, L.P. (2002). Essential Microbiology for Dentistry. Hongkong : Churchill Livingstone. Hal 20.

    World Health Organization. (2003). Traditional Medicine, http://www.who.int./mediacentre/factsheets/fs134/en/. Diakses pada 28 Oktober 2013.

    Witarsa, Wilson. 2011. Uji Pendahuluan Simplisia Dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Buah Tanaman Jengkol (Pithecellobium Lobatum Benth.) Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus, Staphylococcus Epidermidis, dan Propionibacter Acne. Medan: Universitas Sumatra Utara

  • LAMPIRAN

    Perkiraan budget yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

    Bahan Perkiraan Jumlah Harga Satuan Perkiraan Harga Limbah kulit buah jengkol 3 kg Rp 0 Rp 0,00 Etanol 1000 mL Rp 4500/100mL Rp 45000,00 Asam stearat 50 gr Rp 2500/100gr Rp 1250,00 Adeps lanae 10 gr Rp 9000/100ml Rp 1000,00 Trietanolamin 3 gr Rp27000/100ml Rp 20250,00 Gliserin 14 gr Rp2000/100gr Rp 280,00 Parfum (Oleum Cacao) 20 ml Rp 4000/10ml Rp 8000,00 Larutan asam Sulfat 1% 20 ml Rp13000/100ml Rp 2600,00 larutan barium klorida 1 gr Rp 3900/gr Rp 3900,00 Serbuk NaCl 1 gr Rp 400/100 gr Rp 4,00 Media Nutrien agar 10 gr Rp 6000/gr Rp 60000,00 Aquades 2 galon Rp 11000/galon Rp 22000,00

    Total Rp 164284,00


Recommended