Transcript
  • Page 14 Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012

    PEMANFAATAN LIMBAH KULIT KEPITING

    MENJADI KITOSAN SEBAGAI PENJERNIH AIR

    PADA AIR RAWA DAN AIR SUNGAI

    Endoraza Nuralam, Bella Pertiwi Arbi, Prasetyowati*

    Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

    Jln. Raya Palembang Prabumulih Km. 32 Inderalaya Ogan Ilir (OI) 30662

    Email: [email protected]

    Abstrak

    Ketersediaan limbah kepiting memiliki potensi yang sangat besar untuk dijadikan sebagai bahan baku

    pembuatan kitosan. Kitosan merupakan senyawa polimer multifungsi, karena mengandung 3 jenis asam

    amino, gugus hidroksi primer dan sekunder. Variabel penelitian berupa dosis penambahan kitosan ke

    dalam sampel air rawa dan air sungai serta waktu kontak kitosan didalam sampel air. Proses ini melalui 3

    tahapan, yaitu proses deproteinasi(proses penghilangan kandungan protein), proses demineralisasi(proses

    penghilangan kandungan mineral) dan proses deasetilasi(proses pembentukan kitin menjadi kitosan).

    Kondisi terbaik yang diperoleh berada pada dosisi penambahan kitosan sebanyak 3 gram dan dengan

    waktu kontak kitosan selama 45 - 60 menit, dimana untuk analisa air rawa, terjadi perubahan pH 27,12%,

    COD 99.17%, BOD 95.32%, TDS 84.44%, dan Fe 47.73 %, sedangkan untuk air sungai terjadi perubahan

    pH 55.10%, COD 98.70%, BOD 95.71%, TDS 74.38%, dan Fe 67,74%. Analisa TSS terjadi penurunan

    100% pada air rawa dan air sungai karena semua endapan telah tersaring pada proses filtrasi. Melalui

    penelitian ini, diketahui bahwa kitosan memiliki daya efektifitas yang tinggi sebagai adsorben untuk

    menjernihkan air.

    Kata kunci: limbah kepiting, kitosan, adsorben

    Abstract

    The availability of crab waste has a huge potential to be used as raw material for chitosan. Chitosan is a

    multifunctional polymer compound, because it contains three types of amino acids, primary and secondary

    hydroxyl groups. The variables of research are the addition of chitosan into the swamp water samples and

    river water and the contact time of chitosan in water samples. This process through three steps,

    deproteination process (the removal of the proteins), demineralization process (the removal of mineral deposits) and deacetylation process (the formation of chitin into chitosan). The best conditions are obtained in doses adding as much as 3 grams of chitosan and chitosan contact time for 45 - 60 minutes,

    where the swamp water for analysis, a change in pH 27.12%, COD 99.17%, BOD 95.32%, TDS 84.44%,

    and Fe 47.73%, while for the river water pH changes 55.10%, COD 98.70%, BOD 95.71%, TDS 74.38%,

    and Fe 67.74%. The analysis of TSS at the swamp water and river water decreased 100%, because all the

    sediment has been filtered in the filtration process. Through this research, it is known that chitosan has the

    power to be highly effective as an adsorbent to purify water.

    Keywords: crab waste, chitosan, adsorbent

    1. PENDAHULUAN

    Air merupakan sumber daya alam yang

    sangat penting dalam kehidupan manusia dan

    digunakan masyarakat untuk berbagai kegiatan

    sehari-hari, termasuk kegiatan pertanian,

    perikanan, petemakan, industri, pertambangan,

    rekreasi, olah raga dan sebagainya.

    Pencemaran air dapat disebabkan oleh

    air buangan rumah tangga, cemaran yang

    dihasilkan dari industri, dan juga akibat

    penggunaan pupuk dan pestisida. Cemaran

  • Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012 Page 15

    tersebut dapat mengkontaminasi organisme dan

    lingkungamya baik dalam bentuk larutan, koloid

    maupun bentuk partikel lainnya. Efek lain yang

    dapat ditimbulkan dari pencemaran air yaitu

    dapat menyebabkan penyakit terhadap manusia

    itu sendiri, baik secara langsung maupun tidak

    langsung.(Dery Firdaus,2008)

    Menurut data BPS (2008) , nilai eksport

    kepiting ini pada tahun 2008 mencapai 1,042

    milyar dolar US, dan nilai ini selalu meningkat

    dari tahun ke tahun . Sebagian besar, kepiting ini

    diekspor dalam bentuk kepiting beku tanpa

    kepala dan kulit. Produksi kepiting yang

    diekspor pada tahun 2008 sebanyak 442,724 ton

    dalam bentuk tanpa kepala dan kulit, sedangkan

    yang dikonsumsi dalam negeri diperkirangan

    jauh lebih banyak. Dengan demikian jumlah

    hasil samping produksi yang berupa kepala,

    kulit, ekor maupun kaki kepiting yang umumnya

    25-50 % dari berat, sangat berlimpah. Hasil

    samping ini, di Indonesia belum banyak

    digunakan sehingga hanya menjadi limbah yang

    mengganggu lingkungan, terutama pengaruh

    pada bau yang tidak sedap dan pencemaran air

    (kandungan BOD 5 , COD dan TSS perairan

    disekitar pabrik cukup tinggi)

    (Harianingsih,2010) .

    Cangkang kepiting yang mengandung

    senyawa kimia kitin dan kitosan merupakan

    limbah yang mudah didapat dan tersedia dalam

    jumlah yang banyak, yang selama ini belum

    termanfaatkan secara optimal. Kitosan yang

    diisolasi dari cangkang kepiting dapat digunakan

    sebagai adsorben, sebagai adsorbat dipilih.

    Gugus NH2 mempunyai sepasang elektron bebas, itu berarti mempunyai sifat basa, atau

    dalam larutan (air) akan meningkatkan pH

    sistem. Peningkatan pH sistem tentu saja dapat

    mengubah sifat asam basa permukaan yang

    berarti juga akan mempengaruhi kekuatan ikatan

    atau selektifitas pengikatan ion logam (Endang

    Widjajanti, 2003: 51). Kitosan memiliki dua

    gugus aktif yaitu NH2 dan OH pada pH tertentu kedua gugus aktif ini dapat saja

    mengalami protonasi ataupun deprotonasi yang

    mestinya akan menghasilkan muatan permukaan

    yang berbeda.

    Air merupakan unsur utama bagi

    kehidupan manusia di planet ini. Manusia

    mampu bertahan hidup tanpa makan dalam

    beberapa minggu, tetapi tanpa air manusia akan

    mati dalam beberapa hari saja. Dalam bidang

    kehidupan ekonomi modern, air juga mempakan

    hal utama untuk budidaya pertanian, industri,

    pembangkit tenaga listrik, dan transportasi. Air

    merupakan kebutuhan pokok makhluk hidup.

    Bila manusia, hewan, dan tumbuhan kekurangan

    air, maka akan mati. Pokoknya, pengaruh air

    sangat luas bagi kehidupan, khususnya air untuk

    makan dan minum (honimb, 2007).

    Saat ini di Indonesia sebagian

    kecil dari limbah kepiting sudah

    dimanfaatkan dalam hal pembuatan kerupuk,

    petis, terasi, dan bahan pencanpur pakan

    ternak. Manfaatnya di berbagai industri

    modern banyak sekali seperti industri farmasi,

    biokimia, bioteknologi, biomedical, pangan,

    kertas, tekstil, pertanian, dan kesehatan. Khitin

    dan khitosan serta turunnya mempunyai sifat

    sebagai bahan pengemulsi koaqulasi dan

    penebal emulsi (Lang, 1995).

    Kitin dan kitosan merupakan biopolimer

    yang secara komersial mempunyai potensi dalam

    berbagai bidang dan industri. Kitin merupakan

    bahan dasar dalam bidang biokimia, enzimologi,

    obat-obatan, pertanian, pangan gizi,

    mikrobiologi, industri membran (film), tekstil,

    kosmetik dan lain-lain (Krissetina 2004). Kitosan

    digunakan dalam berbagai industri, antara lain

    sebagai perekat kualitas tinggi, pemurnian air

    minum, sebagai senyawa pengkelat,

    meningkatkan zat warna dalam industri kertas,

    tekstil dan pulp. Kitosan juga dapat digunakan

    sebagai pengangkut (carrier) obat dan komponen

    alat-alat operasi seperti sarung tangan, benang

    operasi dan membran pada operasi plastik

    (Angka dan Suhartono, 2000).

    Kitosan memiliki sifat reaktivitas kimia

    yang tinggi sehingga mampu mengikat air dan

    minyak. Hal ini didukung oleh adanya gugus

    polar dan non polar yang dikandungnya. Karena

    kemampuan tersebut, kitosan dapat digunakan

    sebagai bahan pengental atau pembentuk gel

    yang sangat baik, sebagai pengikat, penstabil,

    dan pembentuk tekstur (Bneski ,1987).

    Kitosan diperoleh dari kitin melalui

    proses deasetilasi. Ekstraksi kitin dari kulit

    kepiting dilakukan dalam dua tahap, yaitu

    demineralisasi dan deproteinasi. Tahap

    demineralisasi dilakukan untuk menghilangkan

    mineral yang terkandung dalam kulit udang.

    2. METODOLOGI

    Dalam proses pembuatan kulit

    kepiting menjadi khitosan dilakukan tiga tahap

    yaitu deproteinasi, dimineralisasi, dan

    deasetilasi.

    Proses pertama yaitu deproteinasi untuk

    menghilangkan kandungan protein, dimana kulit

    kepiting dengan ukuran diameter m ditambahkan NaOH 3,5% dengan perbandingan

    2:1 dari berat hasil yang didapat. Campuran

    dipanaskan pada suhu 70C selama 2 jam.

    Setelah pemanasan dilakukan pencucian sampai

  • Page 16 Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012

    pH residu netral. Setelah pH residu netral

    dilakukan penyaringan.

    Lalu proses kedua yaitu demineralisai

    untuk menghilangkan kandungan mineral,

    dimana padatan kemudian ditambahkan HCl

    15% dengan perbandingan 2:1 dari berat hasil

    yang didapat. Campuran diaduk menggunakan

    magnetik stirred selama 1 jam. Setelah itu

    dilakukan pencucian sampai pH residu netral.

    Setelah pH residu netral dilakukan penyaringan.

    Padatan dari hasil penyaringan dipanaskan

    dalam oven dengan suhu 80C selama 24 jam.

    Dan proses terakhir yaitu deasetilasi

    untuk mengubah kitin menjadi kitosan, dimana

    padatan yang telah kering kemudian

    ditambah NaOH 60%, dengan perbandingan

    2:1 dari berat hasil yang didapat. Campuran

    dipanaskan pada suhu 70C selama 2 jam.

    Setelah pemanasan dilakukan pencucian sampai

    pH residu netral. Setelah pH residu netral

    dilakukan penyaringan. Padatan dari hasil

    penyaringan dipanaskan dalam oven dengan

    suhu 60C selama 24 jam.

    3. HASIL DAN PEMBAHASAN

    3.1 Hasil anlisa kadar pH pada sampel air

    rawa dan air sungai Analisa kadar pH pada sampel air raw

    dan air sungai setelah penambahan khitosan

    sangat penting, untuk mengetahui apakah sampel

    air tersebut sudah masuk kedalam standar air

    jernih atau belum. Oleh katena itu, kadar pH

    pada sampel air dapat menujukkan apakah

    khitosan dapat bekerja secara efektif sebagai

    adsroben untuk melakukan proses penjernihan

    air, yaitu pH yang sesuai dengan standar air

    jernih berada diantara 6.5-8.5.

    5

    5,5

    6

    6,5

    7

    7,5

    8

    0 15 menit

    30 menit

    45 menit

    60 menit

    kad

    ar p

    H

    waktu kontak

    1 gram

    2 gram

    3 gram

    Gambar 3.1. Grafik hubungan antara kadar pH

    terhadap waktu kontak khitosan pada air rawa

    Pada grafik 3.1 dapat dilihat hasil

    analisa kadar pH pada sampel air rawa,

    didapatkan hasil bahwa terjadinya kenaikan pH,

    hingga pH yang didapatkan mencapai pH netral,

    dimana pada waktu kontak 15 menit dengan

    dosis penambahan khitosan 1 gr mengalami

    peningkatan kenaikan sebesar 1.69%, pada

    waktu kontak 30 menit dengan dosisi

    penambahan khitosan 1 gr, mengalami

    peningkatan kenaikan sebesar 5.08 %, pada

    waktu kontak 45 menit dan 60 menit dengan

    penambahan dosisi khitosan 1 gr, akan

    meningkatakan kenaikan pH sebesar 10.17 %

    dan 13.56%, dan begitu juga dengan

    penambahan dosis khitosan sebanyak 2 gr dan 3

    gr.

    4

    4,5

    5

    5,5

    6

    6,5

    7

    7,5

    8

    0 15 menit30 menit45 menit60 menit

    kad

    ar p

    H

    Waktu kontak

    1 gram

    2 gram

    3 gram

    Gambar 3.2. Grafik hubungan antara kadar pH

    terhadap waktu kontak khitosan pada air sungai

    Pada grafik 3.2, didapatkan hasil yang

    juga sama dengan air rawa, dimana pada waktu

    kontak 15 menit dengan dosis penambahan

    khitosan 1 gr mengalami peningkatan kenaikan

    sebesar 26.53%, pada waktu kontak 30 menit

    dengan dosisi penambahan khitosan 1 gr,

    mengalami peningkatan kenaikan sebesar 28.57

    %, pada waktu kontak 45 menit dan 60 menit

    dengan penambahan dosisi khitosan 1 gr, akan

    meningkatakan kenaikan pH sebesar 34.69 %

    dan 40.82%, dan begitu juga dengan

    penambahan dosis khitosan sebanyak 2 gr dan 3

    gr akan mengalami kenaikan pH dengan

    persentase yang semakin besar, karena semakin

    banyak penambahan dosis khitosan pada sampel,

    maka kenaikan pH akan mengalami persentase

    yang besar, hal ini disebabkan karena prinsip

    dalam mekanisme penyerapan antara khitosan

    dan unsur logam yang terkandung di dalam air

    rawa dan air sungai adalah prinsip penukaran

    ion. Mekanisme ini membantu dalam hal

    menetralkan atau menaikkan pH air rawa dan air

    sungai.

  • Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012 Page 17

    3.2 Hasil analisa COD dan BOD pada sampel

    air rawa dan air sungai

    Pada analisa COD dan BOD juga

    didapatkan terjadinya penurunan kadar COD dan

    BOD pada sampel. Hal ini dapat dilihat pada

    tabel hasil analisa yang dinyatakan dalam mg/L.

    Secara keseluruhan, kadar COD dan kadar BOD

    yang terkandug pada air rawa dan air sungai

    mengalami tingkat penurunan yang derastis,

    terutama diatas menit ke 30 dan dengan dosis

    penambahan khitosan sebanyak 3 gram. Dapat

    dikatakan bahwa semakin banyak dosis khitosan

    yang ditambahkan pada sampel dan dengan

    waktu kontak yang lama dapat menurunkan

    kadar COD dan kadar BOD hingga dibawah 12

    mg/L. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

    gambar grafik dibawah ini ;

    Pada grafik 3.3, dapat dilihat penurunan

    kadar COD yang sangat baik terjadi pada waktu

    kontak 45 menit sampai waktu kontak 60 menit

    yang menujukkan penurunan kadar COD yang

    sangat baik, yaitu pada sampel air rawa dosisi

    penambahan khitosan 1 gr, 2 gr, dan 3 gr

    berturut-turut mengalami penurunan sekitar

    90.66%, 95.21%, dan 99.05 %.

    Gambar 3.3. Grafik hubungan antara kadar

    COD terhadap waktu kontak khitosan pada

    air rawa

    Pada waktu kontak 45 menit dan pada

    waktu kontak 60 menit mengalami penurunan

    sekitar 95.21%, 97.86%, dan 99%.

    Pada grafik 3.4 dapat dilihat penurunan

    kadar COD yang sangat baik terjadi pada waktu

    kontak 45 menit sampai waktu kontak 60 menit

    yang menujukkan penurunan kadar COD yang

    sangat baik, yaitu pada sampel air sungai dosisi

    penambahan khitosan 1 gr, 2 gr, dan 3 gr

    berturut-turut mengalami penurunan sekitar

    83.43%, 94.50%, dan 98.43 % pada waktu

    kontak 45 menit dan pada waktu kontak 60 menit

    mengalami penurunan sekitar 86.87%, 98.28%,

    dan 98.70%.

    0.850.8

    100.8150.8200.8250.8300.8350.8400.8450.8

    15 menit 30 menit 45 menit 60 menit

    kad

    a C

    OD

    (m

    g/L)

    Waktu kontak

    1 gram

    2 gram

    3 gram

    Gambar 3.4. Grafik hubungan antara kadar

    COD terhadap waktu kontak khitosan pada air

    sungai

    Pada grafik 3.5, dapat dilihat penurunan kadar

    BOD yang sangat baik terjadi pada waktu kontak

    45 menit sampai waktu kontak 60 menit yang

    menujukkan penurunan kadar BOD yang sangat

    baik, yaitu pada sampel air rawa dosisi

    penambahan khitosan 1 gr, 2 gr, dan 3 gr

    berturut-turut mengalami penurunan sekitar

    61.88%, 90.88%, dan 94.58 % pada waktu

    kontak 45 menit dan pada waktu kontak 60 menit

    mengalami penurunan sekitar 68.12%, 94.29%,

    dan 95.32%.

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    0 15menit

    30menit

    45menit

    60mnenit

    Ka

    da

    r B

    OD

    (mg

    /L

    )

    Waktu kontak

    1 gram

    2 gram

    3 gram

    Gambar 3.5. Grafik hubungan antara kadar

    BOD terhadap waktu kontak khitosan pada

    air rawa

    Pada grafik 3.6 dapat dilihat juga bahwa

    terjadinya penurunan kadar kandungan BOD

    pada sampel air sungai, dapat dilihat penurunan

    kadar BOD yang sangat baik terjadi pada waktu

    kontak 45 menit sampai waktu kontak 60 menit

    yang menujukkan penurunan kadar BOD yang

    sangat baik, yaitu pada sampel air sungai dosisi

    penambahan khitosan 1 gr, 2 gr, dan 3 gr

    berturut-turut mengalami penurunan sekitar

    47.38%, 89.71%, dan 94.47% pada waktu kontak

  • Page 18 Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012

    45 menit dan pada waktu kontak 60 menit

    mengalami penurunan sekitar 51.76%, 94.38%,

    dan 95.71%.

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    0 15 menit

    30 menit

    45 menit

    60 menit

    Kad

    ar B

    OD

    (m

    g/L)

    Waktu kontak

    1 gram

    2 gram

    3 gram

    Gambar 3.6. Grafik hubungan antara kadar

    BOD terhadap waktu kontak khitosan pada

    air sungai

    3.3 Hasil analisa TDS dan TSS pada sampel

    air rawa dan air sungai Pada analisa TDS dan TSS didalam

    sampel air setelah ditambahkan khitosan,

    menunjukkan terjadinya penurunan kadar TDS

    dan TSS pada sampel air. Sama dengan analisa-

    analisa sebelumnya, bahwa terjadinya penurunan

    kadar TDS dan TSS yang paling bagus terjadi

    pada waktu kontak diatas 30 dan dengan

    penambahan dosisi khitosan sebanyak 3 gram.

    Untuk analisa kadar TSS setelah penambahan

    khitosan hasilnya dipastikan tidak ada, karena

    endapan pada sampel sudah tidak ada, karena

    sudah dilakukan proses penyaringan. Untuk lebih

    jelasnya dapat dilihat pada gambar grafik

    dibawah ini :

    100

    300

    500

    700

    900

    1100

    1300

    0 15 menit

    30 menit

    45 menit

    60 menit

    kad

    ar T

    DS(

    mg/

    L)

    waktu kontak

    1 gram

    2 gram

    3 gram

    Gambar 3.7. Grafik hubungan antara kadar TDS

    terhadap waktu kontak khitosan pada air rawa

    Pada grafik 3.7, dapat dilihat bawah

    terjadinya penurunan kadar TDS pada sampel air

    rawa tidak terlalu menentu, terkadang naik

    terkadang turun, tapi tetap berada dibawah

    standar maksimal yaitu 500 mg/L kadar TDS

    yang terkandung pada air yang jernih. Penurunan

    kadar TDS yang paling baik terjadi pada range

    waktu kontak 30 menit sampai 60 menit, dimana

    dapat dilihat pada grafik 3.7, pada waktu kontak

    30 menit dengan dosis penambahan khitosan 1

    gr, 2 gr, dan 3 gr, yaitu berada pada persentase

    84.44 %, 78.88%, dan 78.24%., dan akan

    meningkat pada waktu kontak 45 menit dan 60

    menit, dimana pada waktu kontak 45 menit, yaitu

    87.5%, 85%, dan 83.15%. Pada waktu kontak 60

    menit, yaitu 88.05%, 85.65%, dan 84.44%.

    100

    200

    300

    400

    500

    600

    700

    0 15 menit

    30 menit

    45 menit

    60 menit

    kad

    ar T

    DS(

    mg/

    L)

    Waktu kontak

    1 gram

    2 gram

    3 gram

    Gambar 3.8. Grafik hubungan antara kadar TDS

    terhadap waktu kontak khitosan pada air sungai

    Pada grafik 3.8, untuk penurunan kadar

    TDS pada air sungai, dimana penurunan kadar

    TDS yang paling baik terjadi pada range waktu

    kontak 30 menit sampai 60 menit, dimana dapat

    dilihat pada grafik 3.8, pada waktu kontak 30

    menit dengan dosis penambahan khitosan 1 gr, 2

    gr, dan 3 gr, yaitu berada pada persentase 73.59

    %, 65%, dan 63.59%., dan akan meningkat pada

    waktu kontak 45 menit dan 60 menit, dimana

    pada waktu kontak 45 menit, yaitu 77.34%,

    73.75%, dan 71.09%. Pada waktu kontak 60

    menit, yaitu 79.38%, 77.34%, dan 74.38%.

    3.4 Hasil analisa kadar Fe(besi) pada sampel

    air rawa dan air sungai

    Pada analisa kadar Fe sedikit terjadi

    perbedaan dibandingkan pada pengujian kadar

    pH, BOD, COD, TDS dan TSS. Hasil dari

    analisa kada Fe pada sampel air rawa dan air

    sungai setelah penambahan khitosan mengalami

    tingkat penurunan yang sangat baik pada 15 45 menit, diatas 45 menit menuju 60 menit terjadi

  • Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012 Page 19

    penurunan kadar penyerapan Fe oleh khitosan,

    hal ini dimungkinkan bahwa pada menit 45-60

    menit, khitosan sudah mengalami proses

    penjenuhan, sehingga efektifitas daya serap

    khitosan juga mengalami penurunan. Hal ini

    dapat dilihat pada gambar grafik 3.9 pada air

    rawa dan pada gambar grafik 3.10 untuk air

    sungai, yaitu pada waktu kontak 15 menit, 30

    menit dan 45 menit penurunan kadar Fe sangat

    signifikan, sedangkan pada menit ke 45 menuju

    ke 60 menit, kadar Fe yang diserap tidak terlalu

    banyak.

    0,060,08

    0,10,120,140,160,18

    0,2

    0 15 menit

    30 menit

    45 menit

    60 menit

    kad

    ar F

    e

    waktu kontak

    1 gram

    2 gram

    3 gram

    Gambar 3.9. Grafik hubungan antara kadar Fe

    terhadap waktu kontak khitosan pada air rawa

    0,060,08

    0,10,120,140,160,18

    0,20,220,240,26

    0 15 menit

    30 menit

    45 menit

    60 menit

    kad

    ar F

    e

    waktu kontak

    1 gram

    2 gram

    3 gram

    Gambar 3.10. Grafik hubungan antara kadar Fe

    terhadap waktu kontak khitosan pada air sungai

    4. KESIMPULAN

    Dari hasil penelitian yang telah

    dilakukan, dapat disimpulkan, dimana dari hasil

    analisa dengan semakin tinggi dosis kitosan yang

    ditambahakan kedalam sampel air rawa dan air

    sungai, maka semakin mendekati baku mutu air

    jernih, begitu juga dengan penambahan waktu

    kontak. Pada analisa pH pada air rawa dan air

    sungai dihasilkan persentase kenaikan pH

    sebesar 1,69 27,12 % untuk air rawa dan 26,53 55,1% untuk air sungai. Pada analisa COD pada air rawa dan air sungai dihasilkan

    persentase penurunan COD sebesar 72,54 99,17 % untuk air rawa dan 39,9 98,7% untuk air sungai. Pada analisa BOD pada air rawa dan

    air sungai dihasilkan persentase penurunan BOD

    sebesar 35,76 95,32 % untuk air rawa dan 5,47 95,71% untuk air sungai. Pada analisa Fe pada air rawa dan air sungai dihasilkan persentase

    penurunan kadar Fe sebesar 42,05 47,73 % untuk air rawa dan 59,27 67,74% untuk air sungai. Pada analisa TDS pada air rawa dan air

    sungai dihasilkan persentase penurunan TDS

    sebesar 78,24 88,05 % untuk air rawa dan 61,88 79,38% untuk air sungai. Untuk analisa TSS pada air rawa maupun air sumgai untuk

    sampel awal yaitu Air rawa 96 mg/l dan Air

    sungai 41 mg/l. Setelah ditambahkan kitosan

    dengan dosis tertentu tidak adanya padatan yang

    tersuspensi.

    DAFTAR PUSTAKA

    Angka,S.L.,Suhartono, M.T.,2000, Pemanfaatan

    Limbah Hasil Laut. Bioteknologi Hasil

    Laut, Pusat Kajian Sumber daya Pesisir

    dan Lautan, IPB, Bogor.

    Anonim, 2012, Chitosan : Manufacture and

    Propertie.www.wikipedia.com .Diakses

    pada tanggal 22 Februari 2012.

    Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

    (BPPT), 2007, Air Bersih Bebas Bakteri

    dan Zat Kimia . www.walhi.or.id/air .

    Diakses pada tanggal 22 Februari 2012.

    Bastaman, S.,1989, Studies of Degradation and

    Extraction of Chitin and Chitosan from

    Prawn Shells. The Departement of

    Mechanical, Manufacturing,

    Aeronautical and Chemical

    Engineering, The Queens Univ.Belfast

    Beaulieu, C., 2005, Chitin and Chitosan. Canada

    : Marinard Biotech Inc.

    Brzeski, M.M., 1987. Chitin and Chitosan

    Putting Waste to Good Use, Info Fish

    International (5) . P.31-33

    Harianingsih, 2010, Pemanfaatan Limbah

    Cangkang Kepiting Menjadi Kitosan

  • Page 20 Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012

    Sebagai Bahan Pelapis (Coater) pada

    Buah Stroberi, Laporan Tesis, Program

    Magister Teknik Kimia.Universitas

    Diponegoro.

    Hirano, S.,1989. Production and Application of

    Chitin and Chitosan in Japan. Didalam

    : Sandford,P. Gudmund Skjak-Break,

    Thorleif Anthonsen, Editor. Chitin and

    Chitosan: Sources, Chemistry,

    Biochemistry , Physical Properties, and

    Application. Elsevier Applied Science.

    New York.

    Karmas,E.,1982. Meat Poultry and Seafood

    Technology Recent Development of

    Food Science. New Jerssey, Rutgers

    University.

    Masduki, 1996, Mempelajari Efektivitas Kitosan

    dari Limbah Udang untuk Penjernihan

    Air Sungai, Laporan Skripsi, Program

    Studi Teknologi Hasil Perikanan,

    Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

    IPB, Bogor

    Oktarina,S.M., 2008, Aplikasi Khitosan dari

    Limbah Kepiting untuk Proses

    Penjernihan Air Sumur, Laporan

    Skripsi, Pendidikan Diploma III Jurusan

    Teknik Kimia, Politeknik Sriwijaya.

    Palembang

    Sandford,P., Gudmund Skjak-Break, Thoilef

    Anthonson, 1989, Chitin and Chitosan :

    Sources, Chemistry, Biochemistry,

    Physical Properties, and Application.

    Elsevier Applied Science , New York