Transcript

127

Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)

Vol. 21 No. 3 Desember 2011: 127 – 138

PEMANFAATAN LIMBAH PENAMBANGAN DAN PENGOLAHAN BIJIH EMAS UNTUK PENGISI LUBANG BEKAS TAMBANG

Widodo

Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPIKomplek LIPI, Jln. Sangkuriang Bandung 40135

Sari

Telah dilakukan percobaan pemanfaatan batuan hasil penambangan yang tidak diolah (waste) dan ampas (tailing) hasil pengolahan bijih emas metode amalgamasi sebagai campuran material pengisi lubang bekas penambangan bijih emas skala kecil di Sukabumi Selatan. Percobaan ini dilakukan untuk mengkaji kemungkinan pemanfaatan waste dan tailing sebagai material pengisi lubang bekas tambang berdasarkan kelulusan air dan kuat tekan uniaksial. Sebagai bahan tambahan digunakan abu terbang Suralaya yang berfungsi sebagai bahan pengikat campuran material dan untuk meningkatkan kuat tekan. Dalam percobaan komponen utama waste dan tailing dengan perbandingan volume 1.000 ml : 1.000 ml dibuat tetap, sedangkan abu terbang yang ditambahkan masing-masing 0 ml (tanpa tambahan abu terbang), 200 ml, 400 ml, 600 ml, 800 ml dan 1.000 ml sebagai variabel. Hasil percobaan menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah abu terbang yang ditambahkan waktu kelulusan air cenderung semakin menurun, dan kuat tekan uniaksial cenderung meningkat. Penambahan abu terbang sebesar 800 ml, memberikan hasil yang baik dengan waktu kelulusan air 5,30 jam dan nilai kuat tekan 0,35 kg/cm2.

Kata kunci: penambangan, pengolahan, waste, tailing, abu terbang, kelulusan air, kuat tekan

Abstract

An experiment has been carried out on utilization of untreated mined rock (waste) and tailings in processing gold ore usual amalgamation method as mines hole filler material mixture on a small scale mining in South Sukabumi. The experiment was conducted to assess the likely utilization of waste and tailing as the filler material for mined hole by passing water and uniaxial compressive strength. The additive used is fly ash Suralaya that serves as binder mixture of materials and increase the compressive strength.In the experiment the main components of waste and tailings with a ratio of volume of 1,000 ml : 1,000 ml was made permanent, while the fly ash were added respectively 0 ml (without additional fly ash), 200 ml, 400 ml, 600 ml, 800 ml and 1,000 ml as a variable. The experimental results showed that the higher amount of fly ash that is added, have decrease trend when water passing, and uniaxial compressive strength, have increase trend. The addition of fly ash of 800 ml gives good results with a time of 5.30 hours and the water passing the compressive strength value of 0.35 kg/cm2.

Key words: mining, processing, waste, tailings, fly ash, passing water, compressive strength

PENDAHULUAN

Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Pertambangan dan Energi Nomor: 0178/221/MPE/1984 dan No. 1052/221/MPE 1984 serta SK Direktur Jenderal Pertambangan Umum No. 141/20/040.000/1986 Puslitbang Geoteknologi-LIPI (waktu itu Lembaga Geologi Pertambangan Nasional - LIPI) memperoleh Surat Keputusan Penugasan Pertambangan Emas di daerah Cigaru seluas 363,25 Ha. Selama masa Penugasan Pertambangan tersebut berlaku, Puslitbang Geoteknologi - LIPI telah membina serta memberikan bimbingan teknis kepada Koperasi Unit Desa (KUD) setempat. Tahun 1989 Puslitbang Geoteknologi melepaskan sebagian hak Penugasan Pertambangan dan merekomendasi pengalihan sebagian hak Kuasa Pertambangan seluas 98 Ha kepada KUD Mandiri Panca Usaha,

tetapi tetap menjalin hubungan sebagai implementasi pelaksanaan tugas dan fungsi LIPI sebagai aparatur pemerintahan yang keberadaannya ada di daerah Cigaru sejak tahun 1972 (Suparka, 1996).

Penambangan untuk mendapatkan bijih emas primer dilakukan dengan cara tambang bawah tanah, sebagian besar dengan membuat sumuran (shaft) atau terowongan (adit) sebagai jalan masuk ke dalam tambang. Penambangan dilakukan dengan menggunakan peralatan sederhana (seperti pahat, palu, cangkul, sekop, dan belincong) dan dilakukan secara selektif untuk memilih bijih yang mengandung emas , baik yang berkadar rendah maupun yang berkadar tinggi. Hasil penambangan bijih emas yang berkadar tinggi tersebut diolah dengan metode amalgamasi, menggunakan alat yang disebut sebagai gelundung (amalgamator).

128

Pemanfaatan Limbah Penambangan Dan Pengolahan Bijih EmasUntuk Pengisi Lubang Bekas Tambang

(Widodo)

Bekas lubang-lubang tambang berupa sumuran umumnya tidak segera ditimbun kembali dan berpotensi menimbulkan kecelakaan, gas beracun, dan longsoran/amblesan. Di sisi lain jumlah material tidak mengandung emas (waste) hasil penambangan yang ada di sekitar lubang bekas tambang dan tailing sebagai limbah hasil pengolahan cenderung meningkat. Tumpukan waste dan tailing tersebut dapat menjadi sumber pencemaran lingkungan dari unsur-unsur merkuri dan logam-logam berat.

Potensi terjadinya kecelakaan dapat membahayakan keselamatan jiwa manusia karena lubang sumuran bekas tambang tidak diurug/diberi pengaman. Gas beracun dapat terjadi karena adanya air yang menggenang dalam lubang bekas tambang yang menyebabkan pembusukan kayu penyangga dan oksidasi sulfur dari bijih sulfida. Longsoran/amblesan lubang tambang dapat terjadi karena wilayah ini dekat dengan sumber gempa. Menurut Ruhimat (2011) di wilayah Sukabumi Selatan sering terjadi gempa. Pusat gempa berada di lempeng tektonik Samudra Hindia yang masih aktif. Lempeng tektonik Samudra Hindia merupakan salah satu bagian dari dua lempeng yaitu lempeng, Eurasia dan Samudra Atlantik yang saling mendorong dan menahan, sehingga menyebabkan gempa. Di daratan Sukabumi juga terdapat patahan aktif, yaitu patahan Cimandiri yang berpotensi menyebabkan gempa.

Tujuan penelitian ini adalah mencari solusi pemanfaatan limbah padat (waste dan tailing) hasil penambangan dan pengolahan bijih emas dengan metode amalgamasi untuk pengisi lubang bekas tambang. Pemanfaatan limbah padat sebagai material pengisi lubang bekas tambang diharapkan dapat mengurangi jumlah material buangan, pencemaran, longsoran, dan amblesan. Campuran limbah padat sebagai material utama pengisi lubang bekas tambang kurang stabil, sehingga ditambahkan abu terbang (fly ash) sebagai bahan tambahan. Abu terbang apabila bercampur dengan air, akan memiliki sifat penyemenan (Yu, and Counter, 1983). Penggunaan abu terbang ini juga untuk mengantisipasi pemanfaatan limbah abu terbang dari PLTU Pelabuhan Ratu

Sukabumi yang diperkirakan mulai beroperasi tahun 2012, tetapi dalam penelitian ini menggunakan abu terbang asal PLTU Suralaya.

Batasan masalah dalam penelitian adalah pemanfaatan limbah padat (waste dan tailing) hasil penambangan dan pengolahan bijih emas dengan metode amalgamasi serta penambahan abu terbang untuk pengisi lubang bekas tambang. Unsur-unsur pencemar merkuri (Hg) dan logam-logam berat seperti Fe, Mn, Cu, Cd, Zn, Pb, Cr, dan As; serta adanya pencemaran tanah (lahan), dan air (air permukaan maupun air bawah permukaan tanah) tidak dibahas.

Metodologi penelitian terdiri atas penelitian di lapangan dan laboratorium. Penelitian lapangan terdiri atas pengambilan percontoh waste dan tailing, sedangkan penelitian laboratorium terdiri atas percobaan pembuatan campuran material pengisi lubang bekas tambang, analisis kimia, dan analisis fisika.

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam perencanaan reklamasi pasca tambang emas skala kecil pada khususnya, dan penerapannya dalam industri pertambangan pada umumnya.

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Lokasi wilayah penambangan bijih emas primer dengan Kuasa Pertambangan (KP) Eksploitasi DU Nomor 839/Jabar seluas 98 Ha atas nama KUD Mandiri Panca Usaha terletak di daerah Cigaru, Desa Kertajaya, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat (Gambar 1).

Daerah Cigaru termasuk ke dalam Formasi Jampang (TMJV) (Sukamto, R., 1990). Formasi Jampang (Gambar 2) terdiri atas batuan hasil kegunungapian bawah laut berbutir halus hingga sangat kasar yang berumur Miosen Bawah. Formasi Jampang mengalami proses perlipatan yang disebabkan oleh gaya kompresi.Adanya gaya kompresi menimbulkan sesar mendatar dengan arah sekitar N30oE dan N320o-355oE.

129

Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)

Vol. 21 No. 3 Desember 2011: 127 – 138

Gambar 1. Lokasi Daerah Penelitian (Widodo, 2000)

Gambar 2. Peta Geologi Daerah Cigaru dan Sekitarnya(penyederhanaan dari Sukamto, 1975)

UT

SB

PETAWILAYAH SUKABUMI

JAWA BARAT

130

Pemanfaatan Limbah Penambangan Dan Pengolahan Bijih EmasUntuk Pengisi Lubang Bekas Tambang

(Widodo)

Berdasarkan percontoh urat kuarsa yang mengandung logam yang diambil dari Cigaru yang diteliti dengan mikroskopik bijih, ditemukan emas berukuran halus - sedang yang terletak di dalam atau mengisi (cavity fillings) retakan atau batas kristal-kristal pirit dan massa dasar kuarsa (Indarto, drr., 1987). Endapan bijih emas primer daerah penelitian terdiri atas zona urat hasil pengisian retakan oleh larutan hidrotermal (fracture filling vein) dan zona urat hasil pengisian rekahan (fissure filling vein); urat umumnya berupa veinlet-veinlet. Pada pertemuan antar urat, bentuk bijihnya sering menggelembung (urat inti) dan kemudian menjadi tipis kembali ke arah lateral/vertikal menjauhi urat utama. Kedalaman urat bijih bervariasi, bergantung pada kedudukannya terhadap topografi. Pada puncak bukit umumnya urat bijih berada pada kedalaman lebih dari 15 m, tetapi pada lembah sering dijumpai tidak lebih dari 10 m (Soemarto dan Widodo, 1993).

Arah jurus urat kuarsa umumnya N320oE-N355oE, dengan kemiringan (dip) ke arah utara sebesar 60o-85o. Bijih emas primer yang ada termasuk bijih sulfida dengan mineral-mineral penyusun di antaranya: pirit (FeS2), kalkopirit (Cu,Fe) S2, spalerit (Zn,Fe)S, argentit (Ag2S), galena (PbS), kovelit (CuS), arsenopirit (FeAs)S. Pirit (FeS2) dengan jumlah + 15 %, tersebar pada batuan urat kuarsa (SiO2) sebagai pembawa logam emas - Au (Soemarto, drr., 1994).

Letak, posisi, dan karakteristik urat pembawa bijih emas belum diketahui secara pasti, sehingga awal kegiatan penambangan, penambang setempat menyebut dengan istilah “survei” yang bersifat gambling. Apabila dalam “survei” mendapatkan bijih emas (berhasil), penambangan dilanjutkan; akan tetapi apabila tidak ditemukan bijih emas (tidak berhasil), lubang tambang tersebut ditinggalkan ( Gambar 3 ).

Gambar 3. Skematik Kegiatan Penambangan dan Pengolahan Bijih Emas

131

Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)

Vol. 21 No. 3 Desember 2011: 127 – 138

Kegiatan penambangan diawali dengan menggali lubang tambang secara vertikal untuk sumuran (shaft), dan lubang mendatar untuk terowongan (adit), lihat Gambar 4 dan Gambar 5. Apabila penggalian telah menemukan urat yang mengandung emas (Au), penggalian diteruskan dengan mengikuti arah

urat yang mengandung emas tersebut. Kegiatan penggalian ini menghasilkan bijih emas (ore) dan batuan yang tidak mengandung emas (waste). Bijih emas yang didapat kemudian diolah dengan pengolahan metode amalgamasi, sedangkan waste dibuang di sekitar lubang tambang.

Gambar 4. Sumuran (Foto diambil di Cigaru Kertajaya Tahun 2010).

Gambar 5. Terowongan (Foto diambil di Cigaru Kertajaya Tahun 2009).

132

Pemanfaatan Limbah Penambangan Dan Pengolahan Bijih EmasUntuk Pengisi Lubang Bekas Tambang

(Widodo)

Bijih emas yang diolah dengan metode amalgamasi akan menghasilkan emas dalam bentuk amalgam danampas (tailing). Tailing ini berbentuk seperti pasir ukuran halus yang didominasi oleh kuarsa (Gambar 6).

Gambar 6. Tailing hasil pengolahan bijih emas (Foto diambil di KertajayaTahun 2010).

METODOLOGI

Bahan

Bahan percobaan yang digunakan adalah percontoh waste dan tailing yang diambil dari pertambangan emas skala kecil di daerah Cigaru, Desa Kertajaya, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi, sedangkan abu terbang sebagai bahan tambahan diambil dari PLTU Suralaya. Tailing yang digunakan dalam percobaan masih mengandung air (pulp), sedangkan waste dan abu terbang dalam keadaan kering. Untuk mengetahui kandungan air dalam tailing, diambil 200 ml tailing, kemudian ditimbang, dipanaskan pada temperatur 100o C selama 6 jam, kemudian ditimbang lagi untuk mengetahui persentasi volume padatan dan air.

Untuk mengetahui distribusi ukuran butir waste, tailing dan abu terbang masing-masing sebanyak 200 gr diayak menggunakan sieve shaker standar USA (ASTM: American Society for Testing Materials). Analisis ini bertujuan untuk mengetahui variasi jumlah (berat) dan ukuran butir percontoh. Analisis kimia contoh waste dan tailing dilakukan untuk mengetahui

komposisi kimianya, seperti SiO2, Al2O3, Fe2O3, TiO2, MgO, CaO, Na2O, K2O, dan Lost of Ignition (LOI). Sementara analisis fisika meliputi analisis besar butir, kelulusan air dan kuat tekan material campuran pengisi lubang bekas tambang hasil percobaan.

Percobaan

Percobaan menggunakan campuran utama waste dan tailing dengan perbandingan volume 1.000 ml : 1.000 ml (1:1) yang dibuat tetap, sedangkan material abu terbang yang ditambahkan masing-masing 0 ml (tanpa tambahan abu terbang), 200 ml, 400 ml, 600 ml, 800 ml dan 1.000 ml sebagai variabel. Waste yang digunakan dalam percobaan sebagian besar berukuran + 4 mesh, tailing dan abu terbang berukuran -120 + 200 mesh.

Untuk mengetahui porositas campuran material limbah padat sebagai pengisi lubang bekas tambang yang dikaitkan dengan kecepatan aliran air, dilakukan uji kelulusan air (percolation test). Di samping itu juga dilakukan pengujian kuat tekan untuk mengetahui daya dukung material pengisi bekas lubang tambang hasil percobaan.

133

Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)

Vol. 21 No. 3 Desember 2011: 127 – 138

Pengujian

Uji Kelulusan Air

Besarnya kelulusan air menggunakan pendekatan pada kecepatan aliran air (V) dan debit air (jumlah air) yang lolos (Q), yang dinyatakan dengan formula (Blight, 1979) sebagai berikut:

V = δ I D2 / 32 µ

V = kecepatan aliranδ = bobot isi pulp I = aliran gradienD = diameterµ = viskositas pulp

Q = V A pd

Q = debit airV = kecepatan aliranA = luas permukaanpd = spesifik gravity padatan

Berdasarkan rumus di atas semakin besar luas permukaan dari ukuran penampang lubang tambang (diameter), maka debit airnya akan semakin besar, dan sebaliknya.

Uji kelulusan air dilakukan untuk mengetahui laju pengeluaran air dari campuran material pengisi lubang bekas tambang dan kemampuan campuran material pengisi untuk mengeluarkan air yang terkandung di dalamnya, sehingga laju pengeringan campuran material pengisi dapat diperkirakan (Sudarsono, drr., 1997).

Uji kelulusan air menggunakan peralatan sederhana, yaitu tabung silider dari paralon berdiameter 5,08 cm dan panjang 50 cm. Bagian bawah (dasar) tabung ditutup dengan kain kasa dan kertas saring yang di lem, sehingga cairan akan menetes ke bawah. Kelulusan air identik dengan kecepatan aliran air, dan jumlah air yang menetes ditampung dengan gelas ukur dan diamati setiap jamnya (Blight, 1979).

Uji Kuat Tekan

Uji kuat tekan bertujuan untuk mengetahui daya dukung material campuran pengisi lubang bekas tambang. Benda uji berasal dari material campuran bekas uji kelulusan material campuran pengisi lubang bekas tambang setelah didiamkan selama 120 jam (5 hari). Benda uji berbentuk silinder dengan ukuran diameter 5 cm dan panjang 10 cm. Menurut Sudirdja (1986), besarnya kuat tekan uniaksial benda uji adalah perbandingan antara angka pada skala beban maksimal benda uji hancur dengan luas permukaan (diameter) benda uji, dengan rumus sebagai berikut (Sudirdja, 1986):

Angka pada skala beban maksimal benda uji hancur Kuat tekan = ---------------------------------- Luas permukaan benda uji

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan penambangan (Gambar 6) untuk mendapatkan bijih emas primer dilakukan secara tambang bawah tanah (underground mining), dan hanya bijih emas kadar tinggi (> 8 gr/t) yang diambil (selective mining) untuk diolah. Awal penggalian dimulai dengan membuat sumuran (shaft), terowongan (adit) bergantung pada bentuk topografi dan letak cebakan emas yang ada. Terowongan dibuat ke arah timur-barat dengan harapan dapat menembus urat kuarsa pembawa emas yang mempunyai arah relatif utara-selatan. Selama penggalian sumuran atau terowongan dan telah mendapatkan urat kuarsa yang mengandung emas (tahap penambangan), kemudian diteruskan dengan membuat lubang mendatar (cross cut, drift) yang mengikuti jalur urat kuarsa tersebut dan membuat stope. Cara penambangan yang dilakukan sebenarnya dapat dikatakan bukan suatu metode, karena dilakukan secara tidak beraturan dan sistmatis, sehingga apabila ingin merubahnya dengan sistem penambangan yang lain akan mendapat kesulitan.

134

Pemanfaatan Limbah Penambangan Dan Pengolahan Bijih EmasUntuk Pengisi Lubang Bekas Tambang

(Widodo)

Gambar 7. Penambangan Bijih Emas Skala Kecamatan (Foto diambil di Cigaru Kertajaya, 2011).

UnsurBerat oksida (%)

Waste Tailing Abu Terbang

SiO2 66,6 71,06 56,85

Al2O3 11,45 15,17 28,02

Fe2O3 4,57 3,55 7,68

TiO2 ttd 0,05 0,42

CaO 5,9 3,86 1,52

MgO 1,28 1,02 1,88

Na2O 1,87 - 2,04

K2O 2,44 - 0,42

P2O5 0,04 - -

SO3 1,72 0,82 -

Tabel 1. Hasil Analisis Kimia Waste, Tailing dan Abu Terbang

135

Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)

Vol. 21 No. 3 Desember 2011: 127 – 138

Hasil analisis kimia percontoh (lihat Tabel 1) menunjukkan waste, tailing, dan abu terbang tersebut mengandung SiO2 dan Al2O3 yang cukup tinggi, masing-masing sebesar 66,60 %; 71,85 %; dan 56,85 % untuk SiO2 serta 11,45 %; 15,17 % dan 36,02 % untuk Al2O3. Kandungan SiO2 dan Al2O3 merupakan unsur-unsur penting sebagai kekuatan campuran material pengisi lubang bekas tambang. Penggunaan campuran waste dan tailing untuk pengisi lubang bekas tambang hasilnya kurang stabil. Supaya lebih stabil dan cepat kering perlu ditambah bahan yang mempunyai sifat mengikat seperti abu terbang atau semen (Sappanen, 1995). Dalam penelitian ini ditambahkan abu terbang yang memiliki sifat penyemenan sendiri, sehingga dapat mengikat campuran waste dan tailing serta memperbaiki luas permukaan campuran material pengisi lubang bekas tambang.

Tailing pengolahan bijih emas dengan metode amalgamasi berupa material padat halus adalah dalam kondisi basah (pulp), atau mengandung air (Gambar 6). Untuk mengetahui besarnya kandungan air dalam tailing, tailing dicampur sampai homogen dan diambil sebanyak 200 ml, kemudian di oven pada temperatur 100o C selama 6 jam. Setelah didinginkan, diperoleh persentase jumlah volume padatan tailing sebesar 42,20 % dan volume air 57,80%.

Untuk mengetahui distribusi ukuran butir percontoh waste, tailing dan abu terbang dilakukan pengeringan material tersebut. Masing-masing material 200 gr sebagai percontoh dikeringkan dalam oven pada temperatur 100o Cselama 2 jam untuk waste dan abu terbang, serta selama 5 jam untuk tailing. Analisis ukuran besar butir contoh menggunakan ayakan getar (sieve shaker) standar ASTM (American Society for Testing Materials) selama 30 menit. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui variasi jumlah (berat) dan ukuran butir contoh material.

Berdasarkan hasil analisis besar butir diketahui bahwa waste didominasi oleh material ukuran kasar (+ 4 mesh) sebesar 30,40 %, tailing dan abu terbang didominasi material ukuran halus (-120 + 200 mesh) masing-masing sebesar 50,60 % dan 48,40 % seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa penambahan abu terbang dapat mempercepat waktu kelulusan air dibandingkan dengan tanpa penambahan abu terbang. Hasil kelulusan air ini menunjukkan bahwa penambahan abu terbang dapat memperbaiki besarnya rongga-rongga material campuran. Semakin banyak abu terbang yang ditambahkan, cenderung semakin cepat waktu kelulusan air yang dibutuhkan seperti dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 8.

No.

Komposisi (ml) Waktu KelulusanAir (jam)

Kuat Tekan(kg/cm2)

Waste Tailing Abu terbang

1 1.000 1.000 0 11,4 0

2 1.000 1.000 200 10,05 0,1

3 1.000 1.000 400 8,8 0,15

4 1.000 1.000 600 6,25 0,25

5 1.000 1.000 800 5,3 0,35

6 1.000 1.000 1.000 5,15 0,38

Tabel 2. Kelulusan Air dan Kuat Tekan Campuran Material Pengisi Lubang Bekas Tambang

136

Pemanfaatan Limbah Penambangan Dan Pengolahan Bijih EmasUntuk Pengisi Lubang Bekas Tambang

(Widodo)

Gambar 8. Waktu Kelulusan Air Material Pengisi Sebagai Fungsi Penambahan Abu Terbang.

Gambar 9. Kuat Tekan Uniaksial Sebagai Fungsi Penambahan Abu Terbang.

137

Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)

Vol. 21 No. 3 Desember 2011: 127 – 138

Dengan besarnya kuat tekan seperti pada Tabel 2 dan penambahan abu terbang >1.000 ml diduga kenaikan kuat tekan campuran material pengisi lubang bekas tambang tidak terlalu signifikan. Kuat tekan campuran material pengisi lubang bekas tambang selain karena adanya penambahan abu terbang, juga disebabkan adanya kandungan kapur (CaO) dalam waste sebesar 5,90% (Tabel 1) yang dapat berfungsi sebagai penyemen atau pengikat campuran material.

SIMPULAN

Dari uraian dan analisis hasil percobaan tersebut di atas dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

• Penambangan untuk mendapatkan bijih emas primer dilakukan dengan tambang bawah tanah. Hanya bijih emas kadar tinggi (> 8 gr/t) yang diambil (selective mining) untuk diolah, sehingga banyak material dan batuan yang mengandung emas tapi tidak ekonomis yang dibuang sebagai waste. Bijih emas yang dipilih kemudian diolah menggunakan metode amalgamasi, yang menghasilkan amalgam dan tailing. Kegiatan penambangan dan pengolahan ini menghasilkan waste dan tailing, dalam jumlah yang melimpah.

• Material waste dan tailing yang melimpah ini dimanfaatkan untuk pengisi lubang bekas tambang, terutama lubang bekas tambang berupa sumuran. Campuran material waste dan tailing sebagai pengisi lubang bekas tambang kurang stabil, sehingga ditambahkan abu terbang (fly ash). Abu terbang sebagai bahan tambahan apabila bercampur dengan air akan memiliki sifat penyemenan, sehingga dapat memperbaiki sifat campuran dan kuat tekan material pengisi lubang bekas tambang.

• Hasil percobaan menunjukkan bahwa dengan penambahan abu terbang dapat memperbaiki besarnya rongga-rongga material campuran, mempercepat waktu kelulusan air dan memperbesar kuat tekan. Abu terbang yang ditambahkan memiliki sifat penyemenan, begitu juga kandungan kapur (CaO) dalam waste sebesar 5,90 % ikut berfungsi sebagai penyemen atau pengikat campuran material pengisi lubang bekas tambang.

• Bahan/material campuran sebagai pengisi lubang bekas tambang apabila dikaitkan dengan penanggulangan bahaya pencemaran lingkungan, untuk waste tidak ada masalah, sedangkan untuk tailing tetap perlu dilakukan penanganan yang cermat dan hati-hati. Tailing hasil pengolahan yang tersimpan dalam bak (kolam) limbah pengolahan secara berkala diambil untuk diamankan, dengan menyisakan tailing pada lapisan bagian dasar kolam karena merkuri (Hg) yang mempunyai berat jenis besar akan terkumpul disitu. Pada Tailing dasar ini kemudian dilakukan pendulangan untuk memisahkan merkuri dengan material halus (berukuran pasir). Merkuri yang didapat dicuci dan digunakan kembali dalam pengolahan bijih emas, serta material halus dibuang (diamankan).

Ucapan Terima Kasih

Dengan tersusunnya makalah ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ketua KUD Mandiri Panca Usaha beserta staf atas kepercayaan dan dukungan yang diberikan selama penelitian dilakukan. Selain itu, ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Achdia Supriadidjaja, B.E. atas bantuan dan saran-sarannya selama percobaan dilakukan. Terima kasih juga disampaikan kepada Ir. M. Ulum A. Gany, M.Sc. atas diskusi dan masukannya selama penyusunan makalah.

ACUAN

Blight, G.E., 1979. Properties of Pumped Tailling Fill, Journal of The South African Institute of Mining and Metallurgy, V. 79, No.15.

Indarto, S., Dharma, S.K., dan Sudaryanto, 1987. Penelitian Mineralisasi Di Daerah Waluran, Kecamatan Waluran, Kabupaten Sukabumi, Laporan Penelitian Nomor: 11/PPPG/1987. Puslitbang Geoteknologi-LIPI, Bandung, h.10-11.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Geoteknologi (PPPG) - LIPI, 1986. Evaluasi Kegiatan Penelitian Dan Pengembangan Teknik Pertambangan Emas Di Daerah Jampang Kulon, Sukabumi, Jawa Barat, Laporan Penelitian No.03/PPPG/1987, h. 16-17, 35.

Ruhimat, 2011. Jangan Termakan Isu Gempa, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Bandung, Harian Pikiran Rakyat Bandung, Senin 25 Juli 2011.

138

Pemanfaatan Limbah Penambangan Dan Pengolahan Bijih EmasUntuk Pengisi Lubang Bekas Tambang

(Widodo)

Sappanen, P., 1995. Transaction of The Institute Of Mining and Metallurgy, Section A., Mining Industry, V. 104 (September-December), h. A. 178.

Soemarto, B., & Widodo, 1993; Pra Reklamasi Tambang Bawah Tanah: Studi Kasus Pertambangan Di Daerah Pasir Keusik, Cigaru Sukabumi, Temu Profesi Tahunan 1993, PERHAPI, Bandung 14-15 Juli, h. 7-8.

Soemarto, B., Widodo, dan Pujono, 1994. Studi Mineragrafi dan Batuan Ubahan Silikat di Daerah Prospek Surade, Kabupatenpaten Sukabumi. Prosiding Hasil-Hasil Penelitian Puslitbang Geoteknologi-LIPI Bandung, h 5-9.

Sudarsono, A., Sule, D., Ardiwilaga, S., Sanwani, E., dan Trisumarnadi, E., 1997. Karakterisasi Material Pengisi Untuk Tambang Dalam Unit Pertambangan Emas Pongkor PT Aneka Tambang (Persero), Penelitian Sumber Daya Mineral, Laporan Penelitian No. 2/01.6315 /SDMAT/III/1997, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Geoteknologi-LIPI, Bandung

Sudirdja D. S., 1986. Pengujian Contoh Batuan di Lapangan, Materi Kursus Pendidikan dan Latihan Pengembangan Teknik Pertambangan dan Aplikasi Mekanika Batuan dalam Penambangan, LGPN-LIPI, Bandung.

Sukamto, R., 1975. Geologi Lembar Jampang Dan Balekambang, Jawa. Skala 1:100.000, Direktorat Geologi, Bandung.

Suparka, Dr., 1996. Kegiatan LIPI, Puslitbang Geoteknologi, UPT Tambang Percobaan Jampang Kulon, h. 3-4 (Tidak Dipublikasikan).

Widodo, 2000. Pengolahan Bijih Emas Cara Amalgamasi Dan Lokasi Penempatan Alat Pengolahan Serta Dampaknya Terhadap Lingkungan, Prosiding, Temu Ilmiah Nasional, Reuni Jurusan Teknik Pertambangan FTM-UPN “Veteran” Yogyakarta, ISBN: 979-8918-16-6, h. IV-12.

Yu, T.R. and Counter, D.B., 1983. Back Fill Practice and Technology at Kid Creek Mine, Cim. Bulletin, V.76, No. 856 (August), h. 56.


Recommended