Transcript

Pengolahan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Limbah dari pabrik kelapa sawit terbagi dalam dua golongan, yaitu limbah padat (Sludge) dan limbah cair. Berikut merupakan gambar dari limbah pabrik kelapa sawit. A. Limbah Padat (Sludge) Kelapa Sawit Limbah padat dari pabrik kelapa sawit merupakan hasil samping dari pengolahan kelapa sawit yang berbentuk padat, antara lain : 1. Tandan Kosong Tandan (TKKS) Kosong Kelapa salah Sawit satu

merupakan

produk samping pabrik kelapa sawit yang jumlahnya sangat melimpah. Dalam satu hari pengolahan bisa dihasilkan ratusan ton TKKS.

Diperkirakan saat ini limbah TKKS di Indonesia mencapai 20 juta ton. TKKS tersebut memiliki potensi untuk diolah menjadi berbagai macam produk. Beberapa potensi pemanfaatan TKKS antara lain untuk kompos, pulp, bioetanol, dan lain-lain. Namun, sebelumnya TKKS perlu diolah terlebih dahulu.

Berikut cara pengolahan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) : a. Kompos TKKS yang masih utuh berukuran cukup besar. Ukuran TKKS ini diperkecil dengan menggunakan mesin cacah. Setelah TKKS keluar dari pabrik, langsung dicacah dengan mesin cacah berkapasitas besar, seperti terlihat di dalam foto di bawah ini. Setelah melewati mesin cacah ini ukuran TKKS menjadi lebih kecil, kurang lebih 5 cm. TKKS dengan ukuran seperti ini sudah bisa dimanfaatkan sebagai kompos atau serat. Kemudian bahan yang telah dicacah ditumpuk memanjang dengan ukuran lebar 2,5 m dan tinggi 1 m. Selama proses pengomposan tumpukan tersebut disiram dengan limbah cair yang berasal dari pabrik kelapa sawit. Tumpukan dibiarkan diatas semen dan dibiarkan di lantai terbuka selama 6 minggu. Kompos dibolak-balik dengan mesin pembalik. Setelah itu kompos siap untuk dimanfaatkan.

Mesin pencacah TKKS

TKKS setelah melewati mesin pencacah pertama

b. Pulp Pengolahan pulp TKKS untuk papan serat berkerapatan sedang (MDF)

menggunakan proses semi-kimia soda panas terbuka, diikuti dengan perendaman dalam larutan alkali pada suhu kamar, dan sesudahnya diolah secara mekanis menjadi pulp. Sebelum pembentukan lembaran MDF, pada pulp TKKS ditambahkan bahan pengikat/perekat fenol formaldehida (PF). Mula-mula TKKS dibersihkan, lalu dicacah menjadi ukuran kecil-kecil/serpih, dengan panjang sekitar 2-3 cm, dan kemudian dibiarkan beberapa waktu hingga mencapai kadar air keseimbangan kering udara. Serpih kering udara TKKS kemudian dimasak dalam larutan NaOH teknis konsentrasi 35 gram per liter, perbandingan serpih TKKS dengan larutan pemasak 1:8 (b/v), dan suhu maksimum pemasakan 100C dengan waktu 2 jam. Serpih lunak hasil pemasakan dicuci bersih lalu digiling dalam Holander beater sehingga terbentuk pulp. Lama penggilingan diatur sehingga tercapai derajat kehalusan sekitar 12 15oSR. Setelahnya ditentukan rendemen pulp dan diukur dimensi seratnya. Selanjutnya, sebagian dari pulp TKKS direndam dalam larutan alkali dalam empat konsentrasi, yaitu 0, 1, 2, dan 3 persen, pada suhu kamar. Waktu perendaman pada masingmasing konsentrasi adalah: 24, 48, dan 72 jam. Masing-masing kombinasi perlakuan waktu perendaman dan konsentrasi alkali diulang dua kali. Setelah perendaman, lalu ditentukan rendemen dan dimensi serat pulp TKKS. Kemudian, lembaran MDF siap dibentuk dari pulp TKKS. Sebelum

pembentukan lembaran, pada pulp TKKS ditambahkan bahan berekat/pengikat PF dan bahan pembantu alum (retention aid) masing-masing sebanyak 2 % dan 1 %.

c. Bioetanol Limbah kelapa sawit (TKKS) diberikan larutan asam sulfat encer berkonsentrasi 1%3% sebagai bagian dari tahap hidrolisis. Proses pemanasan dalam hidrolisis terbagi dua yaitu pemisahan lignin dan pemisahan lignoselulosa untuk menghasilkan gula. Untuk memecah lignin cacahan kelapa sawit dipanaskan pada suhu 120 MSDUC 170 MDSUC dengan tekanan 4 bar. Proses berlangsung 0,5 1 jam menggunakan perebus oktolaf. .Setelah selesai, hidrolisis berpindah ke oktolaf lain. Proses hidrolisis kedua, dengan suhu 240 MSDUC selama 45 menit. Hasilnya berupa hidrolisat gula terpisah dari kotoran.

Proses selanjutnya merupakan proses fermentasi dengan menggunakan mikroba Sacharomycetes cereviceae. Fermentasi dalam fermentor pada pH 5 dan suuhu 30 MSDUC selama 16-24 jam. Pengadukan dan pemanasan harus kontinu agar suhu dan pH stabil. Rendemen yang diperoleh yaitu sekitar 12%. Maka dari 1 ton limbah kelapa sawit dihasilkan 120 liter bioetanol.

2. Serat Serat merupakan hasil dari pencacahan TKKS yang masih dapat dimanfaat kembali. Serat digunakan sebagai bahan bakar boiler. Selain itu, serat juga dapat dimanfaatkan pada industri mebel dan lain-lain. Contohnya yaitu sofa dimana isi sofa selain busa adalah serat. Hal ini membuat sofa menjadi awet dan tahan lama. Selain sofa, ada juga keset kaki dll. Sehingga limbah kelapa sawit tidak menyebabkan masalah terhadap masyarakat serta lingkungan.

3. Cangkang Cangkang merupakan hasil samping pengolahan kelapa sawit dimana dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar boiler, selain itu dapat juga dijadikan sebagai arang. Yang sangat menggembirakan adalah cangkang, tandan kosong serta serat dapat dijadikan pembangkit listrik.

Diagram Alur pemanfaatan Tandan Kosong, Cangkang, dan Serat menjadi Listrik

B. Limbah Cair Sampai saat ini terdapat 100 buah pabrik kelapa sawit milik PTP. Disamping itu terdapat juga sejumlah pabrik milik swasta. Selaras dengan kegiatan pembangunan yang ada baik dalam bentuk proyek PIR/PIR Trans maupun pembangunan kebun sendiri maka jumlah pabrik kelapa sawit tersebut dengan sendirinya akan menambah pula jumlah limbah yang dihasilkan baik limbah cair maupun limbah padat. Khusus untuk limbah cair, volume limbah yang dihasilkan dapat diperkirakan secara kasar sebagai berikut : Limbah cair yang dihasilkan dari pengolahan TBS sebanyak 1 Ton, adalah sebesar 1 Ton limbah dengan tingkat BOD sebesar 25.000 mg/lt. Dengan demikian dari 50 buah pabrik kelapa sawit yang diperkirakan dapat mengolah 40.000 Ton TBS/hari akan dihasilkan 40.000 M3 limbah/hari dengan total beban BOD 1.000 Ton/hari. Besarnya limbah yang dihasilkan tersebut disatu pihak menuntut perhatian yang serius untuk menanggulanginya dan dilain pihak memberikan peluang yang cukup besar untuk secara positif memperoleh nilai tambah dari limbah yang ada tersebut. Sistim penanganan limbah cair pabrik kelapa sawit Sistem penangananlimbah cair yang pada umumnya dilakukan oleh pabrik KS di Indonesia adalah system kolam disebut system tradisional yang dimaksudkan untuk menekan tingkat BOD untuk mencapai baku mutu yang ditetapkan, sebelum dialirkan atau dibuang ke sungai. Air limbah yang dihasilkan dari pabrik langsung didinginkan baik melalui kolam pendingin ataupun menara pendingin kemudian diproses lebih lanjut melalui beberapa cara yaitu : Ke kolam anaerobic dilanjutkan ke kolam aerobik, atau dari kolam anaerobic kemudian dilanjutkan ke kolam facultative, atau Diolah di tangki anaerobic dilanjutkan ke kolam aerobik. Selanjutnya dari kolam tersebut bisa dibuang ke badan sungai. Limbah cair pabrik kelapa sawit mempunyai tingkat BOD yang sangat tinggi yaitu rata-rata mencapai 20.000 mg/lt 25.000 mg/lt. Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri KLH No. Kep. 03/MENKLH/II/91 tanggal 1 Februari 1991, bahwa buku mutu limbah pabrik kelapa sawit dipersyaratkan BOD tidak melampaui 250 mg/lt.

Untuk mencapai tingkat BOD sesuai dengan baku mutu tersebut diperlukan biaya yang cukup tinggi yaitu berupa biaya pembangunan instalasi pengolahan limbah dan biaya operasinya. Biaya investasi dari masing-masing system tersebut bervariasi untuk kolam limbah dari pabrik 60 Ton TBS/jam biayanya sekitar Rp. 800 juta Rp. 1 Milyar dan biaya operasionalnya kira-kira Rp. 20 Rp.22 juta per tahun. Pada kenyataannya walaupun biaya yang dibutuhkan cukup besar, tingkat baku mutu limbah kurang dari 250 mg/lt sulit untuk dicapai. Land Application Selama ini limbah yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit dengan system tradisional dibuang ke sungai tanpa ada nilai tambah yang diperoleh. Padahal limbah yang dihasilkan tersebut sebenarnya dapat dimanfaatkan sebagai pupuk karena kandungan nutrientnya cukup tinggi tidak beracun dan tidak berbahaya. Pemanfaatan limbah tersebut dapat dilakukan dengan memproses air limbah hanya sampai pada tingkat kolam primary anaerobic. Untuk selanjutnya di pompa sebagai pupuk ke kebun kelapa sawit. Sistem ini disebut system land application. Proses pengolahan air limbah diperlukan untuk menurunkan tingkat BOD dari 25.000 mg/lt menjadi 3.000 5.000 mg/lt. Pada tingkat BOD 3.000 5.000 mg/lt tersebut air limbah dinilai tidak akan menimbulkan pencemaran terhadap air tanah disamping kandungan minyak dan zat padat terlarut telah dapat ditekan sehingga tidak menciptakan kondisi anaerobic yang dapat mengakibatkan kematian tanaman sawit. Sistem land application telah lama diterapkan di Malaysia, yaitu sejak akhir 1970. Beberapa perkebunan sawit milik Perusahaan swasta di Sumatera Utara dan beberapa kebun milik PTP telah mencoba menerapkan system ini dengan hasil yang memuaskan Metoda Land Application Metoda land application ada 4 macam yaitu Flad bed; Furrow; Long bed; Sprinkler. Penggunaan dari masing-masing sistim sangat tergantung pada kondisi lapangan utamanya topografi lahan. Untuk areal data digunakan sistim sprinkler dan long bed dan untuk area berbukit digunakan flat bed & furrow. Luasan lahan yang biasa diaplikasi tergantung pada land application yang digunakan. Pabrik kapasitas 60 Ton TBS/jam akan menghasilkan limbah 1200 M3/hari atau 360.000 M3 / tahun. Dengan metoda flat bed limbah tersebut dapat di applikasikan untuk area seluas 360 Ha, dengan metoda long bed seluas 600 Ha dan metoda furrow seluas 240 Ha. Rincian dapat dilihat pada lampiran 10 yang merupakan hasil penelitian Malaysia. Metoda Sprinkler dan Traktor Tanker tidak direkomendasikan untuk diterapkan karena secara teknis pipa sprinkler sering tersumbat oleh padatan. Sedang sistim traktor tanker lebih tepat

diterapkan jika penanganan limbah menggunakan sistim anaerobic tank digestion (sistim ini tidak digunakan di Indonesia). Biaya Investasi dan Operasional Land Application Dari segi investasi, biaya pembangunan sistim application kurang lebih sama dengan biaya pembangunan kolam-kolam sistim tradisional. Bahkan sistim land application ini membutuhkan biaya operational yang lebih besar dari pada sistim tradisional. Sekalipun demikian sistim application masih memberikan keuntungan karena akan mengurangi biaya pembelian pupuk anorganik antara Rp.60 -105 juta/tahun dan dapat meningkatkan hasil produksi tandan senilai antara Rp. 125 310 juta/tahun. Manfaat Penggunaan Limbah untuk Land Application Disamping manfaat financial yang cukup tinggi yaitu sekitar Rp. 415 juta/tahun dari penghematan penggunaan pupuk dan peningkatan production TBS diperoleh pula manfaat dan segi lingkungan yaitu tidak adanya limbah yang dibuang ke sungai. Disamping itu tidak ada masih terdapat beberapa manfaat lainnya, seperti antara lain : - Memperbaiki struktur tanah - Meningkatkan pertumbuhan akar - Meningkatkan kandungan bahan organic - Memperbaiki PH tanah - Meningkatkan daya resap air ke dalam tanah - Meningkatkan kelembaban tanah - Meningkatkan kapasitas pertukaran Ton Pengendalian Pengoperasian Land Applicatiuon Walaupun manfaat land application cukup besar namun pemanfaatan limbah pabrik sawit ke kebun harus diawasi; penggawasannya berupa : Limbah lebih dulu harus diolah dikolam primery anaerobic untuk menurunkan BOD dari 25.000 mg/lt menjadi 3.000 5.000 mg/lt. Dosis (volume limbah) yang diaplikasikan setiap metoda harus sesuai dengan rekomendasi yang dituangkan. Untuk mencukupi kebutuhan nutrient tanaman, diperlukan applikasi sebanyak 6 kali dalam setahun dan disarankan setiap tahun berpindah lokasi. Monitoring mengenai kandungan mineral tanah dan pencemaran air tanah harus dilakukan secara berkala sekali setahun.

Limbah Cair CPO sebagai bahan biodiesel Pada tahun 2005 Indonesia punya 360 pabrik CPO dengan produksi 11,6 juta ton dan dihasilkan limbah cair sebanyak 0,355 juta ton. Limbah cair kelapa sawit memiliki BOD sebesar 25.000 mg/l, COD sebesar 50.000 mg/l dan pH 4,2 (bersifat asam) limbah ini akan menimbulkan masalah bagi lingkungan hidup jika dibuang secara langsung. Menurut Kementrian Lingkungan Hidup batasan limbah yang dibuang ke alam adalah 100 mg/l untuk BOD, 350 mg/l untuk COD dan kisaran pH sebesar 6 9. Jika limbah cair ini dimanfaatkan untuk keperluan produksi biodiesel dengan perkiraan hilang sebesar 10% maka kemungkinan FAME yang akan dihasilkan sebesar 0,320 juta ton yang bisa diolah menjadi 7,093 juta liter biodiesel/tahun. Kelebihan pembuatan biodiesel dengan bahan baku limbah cair CPO adalah sebagai berikut: 1. Meniadakan pencemaran limbah terhadap pencemaran air tanah dan sunagai. 2. ransfer Pricing karena penggunaan biodiesl berbahan baku ini akan menekan pokok produksi CPO. Harga solar untuk keperluan industri per 1 Juli 2006 Rp 6.321,22 Rp 6.595,70 per liter (berdasarkan suplai point). Apabila Pabrik CPO menggunakan Biodisel berbahan baku ini, maka biaya yang dikeluarkan hanya Rp. 4.785,00 perliter (harga standar yang dibuatkan untuk biodiesel mutu standar) harga ini dapat ditekan lagi karena CPO parit hanya Rp.300,00 perliter. Harga ini dapat ditekan lagi jika terjadi kontrak tetap dengan pabrik CPO yang ada karena akan dapat terbantu terhadap solusi limbah cair yang di hasilkan. 3. Memperoleh CDM (clean development mechnism). 4. Bisa di bangun terintegrasi dengan pabrik CPO karena berfungsi sebagai pengolah limbah.

Limbah Cair CPO sebagai pupuk 1. Limbah cair pabrik kelapa sawit dapat digunakan sebagai pupuk. Aplikasi limbah cair memiliki keuntungan antara lain dapat mengurangi biaya pengolahan limbah cair dan sekaligus berfungsi sebagai sumber hara bagi tanaman kelapa sawit. 2. - Kolam anaerobik primer - Pengaliran limbah cair PKS dengan sistem flatbed - Parit sekunder pada aplikasi limbah cair sistem flatbed 3. Kualifikasi limbah cair yang digunakan mempunyai kandungan BOD 3.5005.000 mg/l yang berasal dari kolam anaerobik primer. 4. Metode aplikasi limbah cair yang umum digunakan adalah sistem flatbed, yaitu dengan mengalirkan limbah melalui pipa ke bak-bak distribusi dan selanjutnya ke parit primer dan sekunder (flatbed). Ukuran flatbed adalah 2,5 m x 1,5 m x 0,25 m. Dosis pengaliran limbah cair adalah 12,6 mm ekuivalen curah hujan (ECH)/ha/bulan atau 126 m3/ha/bulan. 5. Kandungan hara pada 1m3 limbah cair setara dengan 1,5 kg urea, 0,3 kg SP-36, 3,0 kg MOP, dan 1,2 kg kieserit. Pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 30 ton/jam akan

menghasilkan sekitar 480 m3 limbah cair per hari, sehingga areal yang dapat diaplikasi sekitar 100-120 ha. 6. Pembangunan instalasi aplikasi limbah cair membutuhkan biaya yang relatif mahal. Namun investasi ini diikuti dengan peningkatan produksi TBS dan penghematan biaya pupuk sehingga penerimaan juga meningkat. Aplikasi limbah cair 12,6 mm ECH/ha/bulan dapat menghemat biaya pemupukan hingga 46%/ha. Di samping itu, aplikasi limbah cair juga akan mengurangi biaya pengolahan limbah. 7. Limbah cair pabrik kelapa sawit telah banyak digunakan di perkebunan kelapa sawit baik perkebunan negara maupun perkebunan swasta. Penggunaan limbah cair mampu meningkatkan produksi TBS 16-60%. Limbah cair tidak menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap kualitas air tanah di sekitar areal aplikasinya.