Transcript
Page 1: Penuntun Lab Keterampilan Klinik Sistem GIHBP

Sistem Gastrointestinal, Hepatobilier, & Pankreas

Penuntun Laboratorium 2014

Laboratorium Keterampilan Klinis | Fakultas Kedokteran | Universitas Pattimura

Page 2: Penuntun Lab Keterampilan Klinik Sistem GIHBP

Sistem Gastrointestinal, Hepatobilier, & Pankreas

Laboratorium Keterampilan Klinis | Fakultas Kedokteran | Universitas Pattimura

1

Tabel Daftar Keterampilan Klinis Sistem Gastrointestinal, Hepatobilier, & Pankreas

Jenis Keterampilan Materi

Pemeriksaan Fisik Cavitas

Oral

Inspeksi bibir, gigi, gusi, mukosa oral, palatum, lidah, & tonsil.

Penilaian pergerakan otot-otot hipoglosus.

Pemeriksaan Fisik Abdomen

Inspeksi & auskultasi abdomen.

Palpasi dinding perut, kolon, hepar, lien, aorta, dan rigiditas

dinding perut.

Pemeriksaan nyeri tekan & nyeri lepas (Blumberg).

Pemeriksaan tanda Psoas & tanda Obturator

Perkusi pekak hati dan area Traube

Pemeriksaan undulasi dan pekak beralih.

Pemeriksaan Fisik Inguinal &

Anal

Inspeksi inguinal pada saat peningkatan tekanan intra-abdomen.

Palpasi sacrum.

Palpasi hernia.

Pemeriksaan colok dubur.

Prosedur Klinis

Gastrointestinal Pemasangan pipa nasogastrik (NGT).

Page 3: Penuntun Lab Keterampilan Klinik Sistem GIHBP

Sistem Gastrointestinal, Hepatobilier, & Pankreas

Laboratorium Keterampilan Klinis | Fakultas Kedokteran | Universitas Pattimura

2 PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN

I. LATAR BELAKANG

Pemeriksaan fisis abdomen merupakan salah satu pemeriksaan yang membantu penegakan

diagnosis pasien dengan penyakit gastrointestinal di samping penyakit lainnya dan harus

mampu dilakukan secara mandiri sesuai level kompetensi. Namun, harus tetap diawali dengan

anamnesis yang baik agar pemeriksaan dapat dilakukan dengan baik pula. Pemeriksaan ini.

terdiri dari inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi.

II. TUJUAN

Tujuan umum

Pada akhir latihan keterampilan ini, mahasiswa diharapkan mampu melakukan pemeriksaan

fisis abdomen secara mandiri.

Tujuan Khusus

Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa diharapkan mampu:

1. Melakukan persiapan penderita dengan benar sebelum melakukan prosedur pemeriksaan

(termasuk penjelasan tentang alat yang digunakan, manfaat, risiko, kerahasiaan, keamanan,

serta hak penderita)

2. Mengetahui bagian-bagian dari lapangan pemeriksaan fisis abdomen

3. Melakukan pemeriksaan fisis abdomen dengan benar (inspeksi, auskultasi, palpasi,

perkusi)

4. Mengetahui hasil pemeriksaan fisis abdomen yang normal dan abnormal.

III. TEORI

Pemeriksaan fisis abdomen mencakup inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi. Dalam

melakukan pemeriksaan abdomen, perlu diketahui topografi abdomen untuk menentukan

lokalisasi lesi pada berbagai bagian abdomen. Dengan membuat garis horizontal yang

melalui ujung bawah costa X kiri dan kanan dan membuat garis yang melalui crista iliaca

kiri dan kanan, dan linea medioclavicularis kiri dan kanan, maka terbentuk 9 regio:

- Hipokondrium kanan - Hipokondrium kiri

- Umbilikalis - Epigastrium

- Lumbalis kanan - Lumbalis kiri

- Inguinalis kanan - Inguinalis kiri

- Hipogastrika

Page 4: Penuntun Lab Keterampilan Klinik Sistem GIHBP

Sistem Gastrointestinal, Hepatobilier, & Pankreas

Laboratorium Keterampilan Klinis | Fakultas Kedokteran | Universitas Pattimura

3 Kita dapat memproyeksikan letak organ-organ abdomen pada permukaan abdomen

namun tidak seteliti letak organ bagian dada karena letak organ abdomen lebih mudah

bergeser, misalnya:

- Hati berada di regio epigastrium dan hipokondrium kanan

- Lambung berada di regio epigastrium

- Limpa berada di regio hipokondrium kiri

- Kandung empedu berada di daerah perbatasan epigastrium dan hipokondrium kanan

- Appendiks berada di daerah McBurney, yaitu 1/3 jarak SIAS kanan dan umbilikus.

Pada inspeksi, biasanya dapat ditemukan beberapa tanda penyakit gastrointestinal

seperti adanya pelebaran vena yang menandakan adanya kemungkinan bendungan vena

portal atau vena cava superior. Striae ditemukan pada ibu hamil atau penderita sindroma

cushing.

Auskultasi bertujuan untuk menentukan ada tidaknya peristaltik usus, gerakan cairan,

dan bising pembuluh darah.

Palpasi dilakukan untuk mengetahui lokasi, pembesaran organ, konsistensi,

permukaan, tepi, adanya pulsasi, atau nyeri tekan. Adanya inflamasi pada kandung empedu

dapat ditandai dengan murphy sign. Ballotement ditemukan pada pembesaran ginjal yang

dapat dilakukan dengan palpasi bimanual. Adanya massa abnormal pada abdomen juga

dapat diperiksa dengan cara palpasi.

Pembesaran limpa dikelompokkan menurut Schüffner, yaitu dari SI hingga SVIII.

Caranya yaitu, tarik garis lurus dari spina iliaka anterior superior (SIAS) dextra ke arah

arcus costa sinistra. Kemudian garis tersebut dibagi delapan dengan SIV berada di umbilikus

dan SVIII di SIAS, SI berada di arcus costa.

Dengan perkusi abdomen, dapat diketahui pembesaran organ seperti hepar dan limpa.

Adanya udara bebas rongga perut akibat perforasi dapat ditentukan dengan ditemukannya

bunyi timpani pada perkusi. Demikian juga dengan cairan bebas pada cavum peritoneum

diperiksa dengan pemeriksaan asites. Bunyi timpani pekak yang ditemukan bergantian pada

permukaan abdomen dapat menandakan adanya peritonitis tuberkulosa.

Ruang Traube adalah rongga yang dbatasi oleh lobus kiri hati, batas bawah paru kiri

dan limpa. Pada pembesaran limpa, pekak limpa akan meluas ke ventral, medial dan kaudal

sehingga ruang Traube yang tadinya timpani, akan menjadi pekak pada perkusi.

Berbagai tanda-tanda dapat dicari dan manuver abdomen juga dapat dilakukan untuk

membantu mendiagnosis berbagai penyakit gastrointestinal.

Page 5: Penuntun Lab Keterampilan Klinik Sistem GIHBP

Sistem Gastrointestinal, Hepatobilier, & Pankreas

Laboratorium Keterampilan Klinis | Fakultas Kedokteran | Universitas Pattimura

4 IV. PROSEDUR LATIHAN

No Prosedur

1. Menjelaskan kepada pasien tentang pemeriksaan yang akan dilakukan.

2. Meminta pasien berbaring pada posisi supine.

3. Pemeriksa berada di sisi kanan pasien.

4. Inspeksi:

a. Melakukan inspeksi kontur abdomen (datar, kembung atau cekung). Adanya distensi

abdomen (dapat disebabkan massa, dilatasi usus, asites atau pembesaran organ).

b. Pada kulit abdomen, apakah tampak luka atau bekas luka, striae, gambaran pelebaran

vena, peristaltik atau pulsasi aorta yang tampak

5.

Auskultasi:

a. Penderita diminta rileks dan bernapas biasa

b. Letakkan bel stetoskop di atas mid abdomen lalu pada empat kuadran abdomen untuk

mendengar peristaltik.

c. Mendengarkan peristaltik usus. Bila peristaltik tidak segera terdengar, lanjutkan

mendengar selama 5 menit.

d. Menentukan peristaltik usus normal atau abnormal.

e. Melakukan auskultasi pada beberapa tempat:

di atas dan di kanan umbilikus mendengarkan bunyi bergemuruh dari hepatic rub.

lima jari di bawah processus xipoideus atau pada regio epigastrium mendengarkan

murmur aorta abdominal.

di kiri regio epigastrium mendengarkan bruit karsinoma pankreas.

di lateral kiri mendengarkan splenik friction rub.

6.

Palpasi:

a. Menghangatkan tangan sebelum palpasi, disesuaikan dengan suhu tubuh. Dapat

dilakukan dengan menggosokkan kedua telapak tangan.

b. Meminta pasien bernapas dengan mulut terbuka dan melakukan fleksi panggul dan lutut

serta menanyakan adakah bagian abdomen yang nyeri sehingga dapat dihindari pada

awal pemeriksaan.

c. Melakukan percakapan dengan pasien sambil melakukan palpasi menggunakan tangan

kanan.

d. Melakukan palpasi ringan (jari-jari adduksi kemudian ditekan lembut ke dinding

abdomen sedalam kira-kira 1 cm, kuku jari jangan sampai menusuk dinding abdomen).

Page 6: Penuntun Lab Keterampilan Klinik Sistem GIHBP

Sistem Gastrointestinal, Hepatobilier, & Pankreas

Laboratorium Keterampilan Klinis | Fakultas Kedokteran | Universitas Pattimura

5

e. Melakukan palpasi dalam (sama dengan palpasi ringan namun menekan lebih dalam).

Pada saat gerakan menekan ke bawah, ujung jari masuk ke dinding abdomen dan

menemukan struktur di bawahnya dengan rata-rata tekanan ke atas dan ke bawah 4-5

cm.

f. Perhatikan wajah atau ekspresi pasien pada saat melakukan palpasi.

g. Palpasi hepar dilakukan dengan meletakkan jari-jari sejajar arcus costa dextra dan

digerakkan ke arah hepar saat pasien melakukan inspirasi. Bila teraba, palpasi

konsistensi, tepi dan tekstur hepar.

h. Palpasi limpa. Normalnya limpa tidak teraba, tetapi kadang teraba. Bila teraba, berarti

kemungkinan terdapat pembesaran limpa.

i. Palpasi ginjal kiri

Normal tidak ditemukan massa yang dapat dipalpasi

Melakukan bimanual palpasi dengan tangan kanan dimasukkan di belakang margin

costa sinistra pada garis midaksilaris, dan tangan kiri ditempatkan di bawah toraks

sehingga jari-jari dibengkokkan di bawah tulang iga

Pasien diminta bernapas dalam, pada saat tercapai inspirasi dalam, tangan kanan

dimasukkan lebih dalam di belakang margin costa dan dinaikkan, sementara tangan

kiri menaikkan toraks bagian belakang.

Dilakukan beberapa kali sesuai irama inspirasi sambil menempatkan posisi tangan

kanan berganti tempat/arah.

i. Palpasi ginjal kanan

Tangan kiri dengan jari-jari adduksi dimasukkan di bawah margin tulang rusuk

kanan dengan permukaan volar tangan menyentuh permukaan abdomen, sensasi

taktil akan diterima ujung-ujung jari.

Supinasi tangan kanan ditempatkan di bawah toraks kanan

Saat inspirasi dalam, tangan kanan digerakkan naik dan masuk pada saat inspirasi

akhir tercapai, secara bersamaan toraks kanan dinaikkan oleh tangan kiri.

j. Apabila ditemukan nyeri yang langsung terjadi pada saat melakukan palpasi abdomen,

kepala pasien dapat ditinggikan lagi memakai bantal.

k. Palpasi rebound (nyeri memantul): menekan ujung jari perlahan-lahan ke dinding

abdomen kemudian secara tiba-tiba menarik kembali jari-jari.

l. Apabila ditemukan massa pada abdomen, dilakukan penilaian dalam hal: lokasi, ukuran,

besar, konsistensi, kekenyalan, mobilitas dan pulsasi.

Page 7: Penuntun Lab Keterampilan Klinik Sistem GIHBP

Sistem Gastrointestinal, Hepatobilier, & Pankreas

Laboratorium Keterampilan Klinis | Fakultas Kedokteran | Universitas Pattimura

6 7. Perkusi:

a. Melakukan perkusi empat kuadran abdomen. Gas pada abdomen memberikan bunyi

timpani pada perkusi. Cairan pada abdomen memberikan bunyi pekak pada perkusi.

b. Perkusi limpa dapat dilakukan dengan melakukan perkusi pada rongga traube.

c. Perkusi batas atas hepar di garis midklavikula kanan, dimulai dari pertengahan dada,

dari atas ke bawah. Bunyi resonan dada menjadi redup ketika mencapai hepar,

dilanjutkan ke bawah, bunyi redup menjadi timpani bila perkusi di atas kolon

d. Menentukan lokasi dan ukuran hepar.

e. Pemeriksaan Asites

Puddle sign:

- Posisi pasien prone bertumpu pada siku dan lutut.

- Diafragma stetoskop diletakkan pada bagian tengah bawah perut.

- Mengetukkan jari-jari pada sisi lateral abdomen sambil mendengarkan suara dari

stetoskop.

- Ketukan jari dilanjutkan terus sementara stetoskop digerakkan menjauhi pemeriksa

(berlawanan arah dengan tempat ketukan).

- Apabila pinggiran dari kumpulan (puddle) cairan dicapai, intensitas suara akan lebih

keras.

Shifting dullness:

- Pasien berbaring supine.

- Perkusi dari daerah mid abdomen ke arah lateral dan menentukan batas bunyi

timpani ke redup.

- Meminta pasien berbaring pada posisi lateral berlawanan dengan batas yang telah

ditentukan.

- Perkusi dilakukan dari batas yang telah ditentukan ke arah mid abdomen.

- Shifting dullness (+) bila terjadi perubahan bunyi dari timpani ke redup pada lokasi

yang sama.

Tes undulasi:

- Pasien berbaring supine.

- Tangan pemeriksa atau tangan pasien sendiri diletakkan di bagian tengah abdomen

secara vertikal dan menekan tangan tersebut pada dinding abdomen.

- Pemeriksa mengetuk salah satu pinggang pasien, sementara tangan yang satu

merasakan ada tidaknya gelombang cairan pada pinggang di sisi yang lain

Page 8: Penuntun Lab Keterampilan Klinik Sistem GIHBP

Sistem Gastrointestinal, Hepatobilier, & Pankreas

Laboratorium Keterampilan Klinis | Fakultas Kedokteran | Universitas Pattimura

7 Langkah Kegiatan

1. Instruktur utama memberikan pengantar tentang pemeriksaan fisik abdomen.

2. Seorang instruktur dan seorang PS berperan menjadi dokter-pasien dan diperlihatkan

kepada para mahasiswa.

3. Tanya jawab tentang pemeriksaan yang telah diperagakan

4. Mahasiswa dibagi berpasang-pasangan berperan menjadi dokter dan pasien untuk melatih

keterampilan pemeriksaan fisis abdomen

5. Bertukar peran

6. Instruktur melakukan koreksi selama proses latihan

7. Diskusi dan curah pendapat tentang latihan yang telah dilakukan

VI. REFERENSI

1. Delp, Manning. 1996. Major Diagnostik Fisik. Penerbit Buku Kedokteran EGC:

Jakarta.

2. Dacre J, Kopelman P. 2005. Buku Saku Keterampilan Klinis (Handbook of Clinical

Skills). Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

3. Kee JL. 2008. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik. Penerbit Buku

Kedokteran EGC: Jakarta.

4. Swartz MH. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Penerbit Buku Kedokteran EGC:

Jakarta.

5. Willms JL, Schneiderman H, Algranati PS. 2005. Diagnosis Fisik: Evaluasi

Diagnosis & Fungsi di Bangsal. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

6. Bates B. 1998. Buku Saku Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Penerbit Buku

Kedokteran EGC: Jakarta.

7. Sjamsuhidajat R, de Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 2. Penerbit Buku

Kedokteran EGC: Jakarta.

Page 9: Penuntun Lab Keterampilan Klinik Sistem GIHBP

Sistem Gastrointestinal, Hepatobilier, & Pankreas

Laboratorium Keterampilan Klinis | Fakultas Kedokteran | Universitas Pattimura

8 INSERSI NASOGASTRIC TUBE (NGT)

I. LATAR BELAKANG

Insersi NGT adalah salah satu keterampilan klinik dengan level kompetensi 4A,

yang berarti setiap peserta setelah mengikuti pelatihan ini mampu melakukan secara

mandiri. Setiap peserta mampu menguasai seluruh teori, prinsip, indikasi, langkah-

langkah cara melakukan, cara melakukan dan pengendalian komplikasi.

Insersi NGT umumnya dilakukan pada pasien yang tidak dapat menelan karena

berbagai sebab, pada pasien ileus untuk dekompresi, pankreatitis akut, atau untuk

mengeluarkan cairan lambung. Kesulitan yang sering dijumpai adalah pasien yang tidak

kooperatif, mengingat pemasangan ini merupakan tindakan yang kurang menyenangkan

bagi pasien sementara kerjasama pasien dibutuhkan untuk melakukan gerakan menelan

saat selang dimasukkan. Oleh sebab itu, berikan penjelasan yang baik kepada pasien

tentang apa yang akan dilakukan dan apa yang diharapkan dari pasien.

II. TUJUAN

Tujuan umum

Pada akhir latihan ini, mahasiswa diharapkan mampu melakukan insersi NGT dengan

baik dan benar.

Tujuan Khusus

1. Mengetahui indikasi, kontraindikasi dan penyulit insersi NGT.

2. Menjelaskan kepada penderita tentang aspek insersi NGT.

3. Melakukan persiapan alat dan bahan yang diperlukan pada insersi NGT.

4. Melakukan pengukuran selang sesuai dengan anatomi pasien.

5. Melakukan insersi NGT secara berurutan dan lege artis.

6. Memastikan ketepatan insersi NGT ke lambung.

III. TEORI

Insersi NGT merupakan prosedur pemasangan selang nasogastrik dari hidung

(nasal) ke lambung (gaster). Indikasi NGT yaitu:

Bilas lambung

Pasien koma

Pemberian makanan enteral

Pemberian obat secara langsung

Pemeriksaan analisis getah lambung

Page 10: Penuntun Lab Keterampilan Klinik Sistem GIHBP

Sistem Gastrointestinal, Hepatobilier, & Pankreas

Laboratorium Keterampilan Klinis | Fakultas Kedokteran | Universitas Pattimura

9 Dekompresi

Kontraindikasi NGT, yaitu:

Dugaan fraktur basis kranii

Atresia choanae

Kelainan esofagus (atresia, luka bakar atau perforasi)

Pasca esofagoplasti

NGT sebagai terapi enteral diberikan bagi pasien yang tidak dapat menelan

makanan karena berbagai sebab seperti gangguan neuromuskular, pasien koma, dan

sebagainya. Selain itu, pada kondisi distensi abdomen, NGT berfungsi dekompresi

dengan mengeluarkan gas dan cairan lambung misalnya pada pasien ileus.

Anatomi lumen nasal dan saluran pencernaan pada pasien berbeda-beda. Oleh

sebab itu, perlu dilakukan pengukuran batas lambung dan penentuan ukuran diameter

selang yang akan digunakan.

Jalur NGT dimulai dari nasal dan melekuk ke bawah di nasofaring, ke arah faring.

Gerakan menelan dilakukan untuk membantu mengarahkan selang dari faring ke

esofagus. Selain itu, epiglotis akan menutup jalur ke trakea saat menelan sehingga

membantu mencegah selang masuk ke saluran napas. Oleh sebab itu, kerjasama pasien

dengan menelan sangat membantu keberhasilan tindakan. Maka pada pasien koma yang

membutuhkan NGT, perlu berhati-hati terhadap komplikasi intubasi ke trakea, aspirasi

cairan lambung ke saluran napas. Komplikasi lain yang dapat terjadi pada setiap

pemasangan adalah erosi pada jalur anatomi yang dilewati selang.

Setelah pemasangan, dilakukan pemantauan terhadap posisi selang, pemeriksaan

foto rontgen dapat dilakukan bila timbul keraguan.

IV. PROSEDUR LATIHAN

Alat dan bahan yang digunakan:

- NGT - Sarung tangan

- Jeli - Stetoskop

- Spuit 10 cc - Botol penampung

- Plester untuk fiksasi selang

No. Prosedur

1. Menjelaskan kepada pasien tentang aspek-aspek insersi NGT (alat dan bahan, cara insersi,

indikasi, manfaat, kesulitan, tingkat keamanan, hak dan kerja sama pasien, dsb).

Page 11: Penuntun Lab Keterampilan Klinik Sistem GIHBP

Sistem Gastrointestinal, Hepatobilier, & Pankreas

Laboratorium Keterampilan Klinis | Fakultas Kedokteran | Universitas Pattimura

10 2. Menyiapkan alat dan bahan. Tentukan diameter selang yang sesuai dengan anatomi

pasien. Biasanya ukuran 18

3. Posisi pasien berbaring atau duduk 90⁰ dengan leher fleksi.

4. Menggunakan sarung tangan.

5. Melakukan pengukuran/perkiraan batas lambung. Dari hidung ke telinga dan melengkung

ke processus xiphoideus. Tandai batasnya pada selang NGT.

6. Mengolesi selang dengan jelly.

7. Meminta pasien bersiap dan menelan saat selang melewati tenggorokan.

8. Memasukkan selang melalui lubang hidung ke orofaring hingga lambung. Mendorong

masuk selang secara perlahan sambil meminta pasien untuk menelan hingga batas yang

telah ditandai mencapai lubang hidung pasien.

9. Untuk tujuan pemeriksaan cairan lambung, dapat diisap dengan memasang spuit di ujung

sonde.

10. Untuk pemberian makanan atau obat, masukkan udara 5-10 cc dengan spuit sambil

mendengarkan suaranya dengan stetoskop yang diletakkan kira-kira di atas lambung

(perut kiri atas/ke arah epigastrium) untuk memastikan selang tepat masuk ke dalam

lambung.

11. Untuk dekompresi, sambungkan pangkal selang dengan botol penampung yang berisi air

steril

12. Fiksasi selang dengan plester.

Langkah Kegiatan

1. Instruktur memberikan pengantar tentang insersi NGT

2. Instruktur memperagakan prosedur insersi NGT

3. Tanya jawab tentang prosedur yang telah diperagakan

4. Mahasiswa diberi kesempatan untuk melakukan insersi NGT

5. Instruktur melakukan koreksi selama proses latihan

6. Diskusi dan curah pendapat tentang latihan yang telah dilakukan

V. REFERENSI

1. Dudley HAF, Eckersley JRT, Paterson-Brown S. 2000. Pedoman Tindakan Praktis

Medik dan Bedah. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

2. Mansjoer A, dkk (ed). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi Ketiga. 2000. Media

Aesculapius: Jakarta.


Recommended